TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Andisol
Andisol adalah tanah yang memiliki sifat andik setebal > 60% dari 60 cm
tanah teratas atau > 60% dari ketebalan tanah hingga kontak densik, litik atau
paralitik, duripan atau horizon petrokalsik (kedalaman kontak densik, litik atau
paralitik, duripan atau horizon petrokalsik < 60 cm). Suatu tanah memiliki sifat
andik bila kandungan C-organik < 25%, dan memenuhi satu atau kedua syarat
berikut : (1) pada fraksi tanah halus (< 2,00 mm) Al + ½ Fe ekstrak ammonium
oksalat asam >
Andisol dahulu juga diberi nama tanah Debu Hitam (Indonesia) , tanah
Kurobuku, Kurotsuchi, dan tanah humik-alofan (Jepang), tanah Trumao (Amerika
Selatan), tanah Talpetate (Nicaragua), tanah Alvic dan Subalvic atau tanah
Lempung Kuning-Coklat (Yellow Brown Loam, Selandia Baru), tanah Coklat
(Antiles), kemudian Dudal (1969) memakai nama resmi tanah ini sebagai Andosol
setelah melihat perbedaan – perbedaan yang timbul dari beberapa negara. Nama
Andosol juga dipergunakan secara resmi di dalam peta tanah dunia dari FAO-UN
sementara Guy D Smith tahun 1979 memakai nama Andisol menggantikan nama 2%, bobot isi (33 kPa) < 0,9 g/cc dan retensi P > 85% atau, (2)
pada fraksi tanah halus mempunyai retensi P > 25% dan fraksi 0,02 – 2,00 mm
jumlahnya > 30%; dan (a) Al + ½ Fe ekstrak ammonium oksalat asam > 4%
dengan gelas volkan (fraksi 0,02 - 2,00 mm) > 30% atau (b) Al + ½ Fe ekstrak
ammonium oksalat asam > 2% dengan gelas volkan (fraksi 0,02 – 2,00 mm) >
5%, atau (c) bila Al + ½ Fe ekstrak ammonium oksalat asam 0,4 – 2,0 % dengan
Andosol karena Andosol bukan bahasa Inggris yang benar dan nama Andisol
dipakai sampai saat ini (Tan, 1998).
Andisol merupakan tanah-tanah mineral dimana fraksi aktifnya dicirikan
oleh bahan-bahan amorf (minimal 50%). Tanah-tanah ini mempunyai kapasitas
sorpsi tinggi, kandungan bahan organik yang tinggi, bulk density rendah, dan
bersifat tidak lekat atau lengket. Mempunyai duripan, terletak dari 25 cm sampai
1 meter di dalam tanah, atau pH diukur dengan 1 gram tanah halus tercampur
dengan 1 N NaF, adalah sebesar 9,2 atau lebih yang menunjukkan adanya mineral
alofan di dalam tanah (Tan, 1998).
Andisol memiliki porositas, permeabilitas, dan stabilitas agregat yang
tinggi. Umumnya berkapasitas penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur
hara jika tidak tercuci berat. Andisol memiliki permukaan spesifik yang luas dari
kelompok aluminium hidroksida yang amorf bermuatan variabel yang tinggi serta
afinitas yang tinggi terhadap ion P dalam bentuk erapan yang spesifik,sehingga
sering terjadi kekahatan P (Mukhlis, 2011).
Tanah Andisol di Indonesia diperkirakan luasnya + 5.395.000 ha atau
+ 2,9% dari luas daratan di Indonesia. Andisol terluas terdapat di provinsi
Sumatera Utara dengan luas + 1.062.000 ha atau sekitar +
Tanah Andisol tergolong tanah yang memiliki kadar bahan organik yang
tinggi. Hal ini disebabkan adanya liat amorf atau liat non-kristalin, terutama
alofan yang bereaksi dengan asam humik, mengakibatkan akumulasi bahan 19,86 % dari luas
seluruh Andisol di Indonesia, diikuti provinsi Jawa Timur 0,37 juta ha. Tanah
Andisol di Sumatera menyebar pada dataran tinggi sepanjang Bukit Barisan yang
organik di dalam Andosol. Tan (1998) menyebutkan bahwa disamping bahan
induk Andosol, yaitu debu volkanik, biasanya kaya dengan mineral-mineral yang
mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam itu akan dibebaskan oleh proses
hancuran iklim. Khelasi antara asam humik dan Al dan Fe tersebut, membentuk
khelat logam humik, akan juga meningkatkan resistensi humus terhadap
dekomposisi mikrobiologis.
Mineral yang sangat banyak terdapat pada tanah Andisol adalah alofan
dan imogolit. Alofan merupakan penentu struktur tanah. Alofan memiliki
diameter 3-5 nm yang dapat dilihat dibawah mikroskop elektron dan memiliki
rasio Si/Al antara 0,5-1. Alofan menunjukkan karakteristik komplek pertukaran
dan selektifitas yang tinggi terhadap kation divalen, dan sangat reaktif pada
fosfat.Imogolit merupakan mineral yang memiliki rasio Si/Al 0.5 dan bentuknya
panjang dengan diameter didalamnya 1 nm dan luar 2 nm (Nanzyo, 2002).
Tanah yang memiliki sifat andik ini memiliki muatan yang berbeda.
Terkadang bermuatan positif atau kondisi pH asam dan bermuatan negatif pada
pH yang lebih tinggi. Kondisi ini disebut dengan kondisi tanah yang bermuatan
variabel. Kondisi pH yang demikian merupakan kondisi dimana titik antara
muatan positif dan negatif permukaan koloid bernilai nol sehingga dikatakan titik
tersebut adalah titik muatan pada kondisi nol atau zero point of charge (ZPC).
Nilai ZPC yang bergantung dengan pH ini dikatakan bermuatan negatif jika pH
tanah > ZPC dan bermuatan positif jika pH < ZPC. Tanah Andisol diharapkan
bermuatan positif atau nol. Namun, muatan positif berpengaruh terhadap sifat
kimia tanah. Pada saat pH rendah, tanah memiliki kapasitas yang rendah untuk
yang toleran asam ( Neall, 2009 ; Tan, 1998).
Tanah Andisol memiliki potensi yang tinggi untuk pertanian. Banyak
daerah produktif di dunia berlokasi dekat dengan gunung berapi aktif atau yang
sudah tidak aktif lagi, dan daerah yang berpenduduk padat, seperti di Indonesia,
ditemukan dekat denga gunung berapi dimana Andisol terdapat. Produktifitas
Andisol yang tinggi sangat ditentukan oleh sifat : (1) bahan induk yang terdiri dari
kumulatif deposit abu vulkan, (2) solum tanah yang cukup dalam sehingga zona
perakaran tidak terganggu, (3) horizon humus tebal dan mengandung sejumlah N
organik, (4) air yang teredia untuk tanaman cukup banyak. Dengan iklim tropika
basah yang mendukung, pada tanah ini biasanya dibudidayakan tanaman
hortikulturayang bernilai tinggi, selain itu beberapa tanamn perkebunan hanya
sesuai tumbuh di daerah ini, seperti teh, kopi, dan tembakau Deli yang baik
ditanam di tanah Andisol dataran rendah (Mukhlis, 2011).
Unsur P
Unsur hara P adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. P sering disebut
sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses
kehidupan ia merupakan komponen setiap sel hidup dan cenderung lebih ditemui
pada biji dan titik tumbuh. Konsentrasi P larutan dalam tanah rata-rata sekitar 0,05
ppm dan bervariasi tergantung luas tanah. Konsentrasi P larutan yang dibutuhkan
kebanyakan tanaman dari 0,003 sampai 0,3 ppm dan tergantung spesies tanaman
dan tingkat produksinya (Tisdale, Havlin, Beaton, and Nelson, 1999).
P digunakan dalam bentuk sepenuhnya teroksidasi dan terhidrasi sebagai
ortofosfat. Tanaman biasanya menyerap baik H2PO4
pada pH media tumbuh. Namun, dalam kondisi tertentu tanaman mungkin
menyerap P organik larut, termasuk asam nukleat. Sebagian P anorganik diserap
cepat digabungkan menjadi molekul organik pada saat masuk ke akar setelah
diangkut ke dalam tunas. Total P dalam jaringan tanaman berkisar dari sekitar 0,1
sampai 1%. tanaman khas mungkin isi sekitar 0,004% P asam deoksiribonukleat
(DNA), 0,04% P asam ribonukleat (RNA), 0,03% sebagai lipid P, 0,02% sebagai
ester P, dan 0,13% sebagai anorganik P (Sanchez, 2006).
Sumber P dalam tanah terdiri dari bentuk organik dan anorganik. P
organik contohnya antara lain : asam nukleat, fitin dan turunannya, fosfolipid,
fosfoprotein, inositol fosfat, dan P metabolik. Sementara P anorganik sebagian
besar berada pada persenyawaan kalsium, aluminium dan besi, yang kesemuanya
sukar larut dalam air. Sebagaimana P organik mineralisasi untuk P anorganik atau
P ditambahkan ke tanah, P anorganik dalam larutan tidak diserap oleh akar
tanaman atau bergerak oleh mikroorganisme dapat diserap ke permukaan mineral
(labil P) atau diendapkan sebagai senyawa P sekunder.
Adsorpsi permukaan dan reaksi presipitasi secara kolektif disebut P fiksasi atau
retensi. Di tanah asam, anorganik P endapan Fe / Al-P mineral sekunder dan / atau
diserap ke permukaan Fe / Al oksida dan tanah liat mineral.
(Tisdale et.al, 1999).
Secara fisiologis, P atau P-radikal di dalam sel-sel tanaman
ditransportasikan ke kelompok-kelompok aseptor melalui fosforilasi dan
menghasilkan senyawa-senyawa reaktif. Adanya fosforilasi ini, menurunkan
aktivasi barrier (penghalang penggunaan) terhadap energi, sehingga
tanaman. Pemanfaatan P dalam sel-sel tanaman terjadi melalui 3 fase, yaitu : (1)
P-anorganik diserap akar dan digabung ke molekul-molekul organik atau dengan
P-radikal lainnya, (2) transforforilasi, proses transfer gugus fosforil dari
senyawa-senyawa P ke molekul-molekul lain. Senyawa ini disebut “senyawa-senyawa
antara-terfosforilasi” (the phosphorilated intermediate), dan (3) proses pelepasan ebergi
kimiawi melalui hidrolisis senyawa (2) ini yang melepaskan P ataupirofosfat dan
energi kimiawi, atau melalui proses subsitusi P-radikal pada molekul-molekul
organik. Energi yang digunakan dalam perubahan P ini terutama berasal dari
energi potensial oksidasi-reduksi hasil metabolisme oksidatif (Hanafiah, 2009).
Menurut Foth (1988), bentuk-bentuk P yang terdapat di dalam tanah
berubah menurut waktu. P mineral sebagian diubah menjadi P organik.
Berdasarkan waktunya, terdapat pergeseran bentuk-bentuk mineral menjadi
senyawa-senyawa yang kurang dapat larut. Bahkan kalsium P yang pertama kali
diendapkan mungkin perlahan-lahan berubah darii trikalsium P (Ca3(PO4)2) yang
relatif dapat larut menjadi bentuk apatit. Oksida besi dan aluminium P mentah
atau yang baru saja diendapkan perlahan-lahan mengkristal menjadi strengit
(FePO.2H2O) dan varisit (AlPO4. H2O), yang mempunyai luas permukaan yang
lebih kecil dan larut lebih lambat. Pada tanah-tanah tropika yang sangat terkikis,
sebagian P mungkin diselubungi atau dilapisi oksida besi dan oksida aluminium
serta dilindungi dari larutan. P yang terselubung atau “tersembunyi” ini
merupakan bentuk-bentuk terikat yang paling sedikit dapat larut.
Fiksasi P yang kuat dari Andisol merupakan suatu permasalahan. Hanya
13 – 15 % dari P yang diberikan dapat diserap oleh tanaman. Diperlukan
sejalan dengan penelitian Yadi (2004) yang menunjukkan pengaruh pemberian
pupuk P (SP-36) secara linear sangat nyata dalam meningkatkan P-tersedia dan
serapan P, serta menurunkan retensi-P pada tanah Andisol Kutagadung. Namun,
penambahan pupuk P dalam jumlah yang banyak justru menurunkan efisiensi,
sedangkan pemberian bahan organik di daerah tropik tidak bertahan lama karena
cepat terlapukkan. Sehingga pemberian bahan Si merupakan suatu alternatif yang
mungkin dapat dilakukan dalam mengurangi erapan P di tanah.
P dalam tanah Andisol sangat kuat terikat oleh Al dan Fe dari mineral
nonkristalin. Debu vulkanik yang masih baru mengandung P yang mudah larut
dalam larutan asam. Tanaman dapat menyerap P yang larut dan dengan mudah P
juga dapat membentuk ikatan. Aplikasi P dapat bereaksi dengan debu vulkanik
hasil hancuran iklim seperti Al dan Fe dari mineral nonkristalin sehingga
menghasilkan ikatan metal P yang tidak mudah larut (Shoji dan Takahasi, 2002).
Menurut Nursyamsi dan Fajri (2005) fenomena tersebut menunjukkan bahwa pada
semua status hara P (sangat rendah-sangat tinggi) tanah memerlukan pupuk P
untuk memberikan pertumbuhan tanaman yang optimum. Namun tanaman tetap
memerlukan P karena P tanah umumnya dalam keadaan terfiksasi oleh mineral
amorf yang banyak terdapat di tanah Andisol. Namun demikian kebutuhan pupuk
P tersebut tampak semakin menurun dengan meningkatnya status hara P tanah.
Atau dengan kata lain tanah berstatus hara P rendah memerlukan pupuk P lebih
banyak dibandingkan tanah berstatus hara tinggi.
Ketika P teradsorpsi oleh hematit, permukaan menjadi lebih negatif
akibat ligan pertukaran anion dengan molekul air atau kelompok OH
bertanggung jawab untuk serangkaian anion anorganik. Lee, Hoon, Hwang, dan
Kim (2004) menyebutkan konsentrasi silikat dan suhu mempengaruhi desorpsi P
dalam tanah. Mereka menyimpulkan bahwa desorpsi P hanya bisa terjadi ketika
pengungsi anion secara khusus teradsorpsi dan hadir pada konsentrasi yang cukup
untuk meningkatkan muatan negatif pada permukaan oksida. Di zona adsorpsi,
meskipun anion silikat bersaing dengan P untuk daerah pengerapan kehadirannya
tidak sepenuhnya menghambat adsorpsi, sedangkan di zona desorpsi, anion silikat
tidak hanya mengurangi adsorpsi fosfat, tetapi melepaskan proporsi tertentu dari P
yang asli.
Unsur Silikat (Si)
Silika adalah suatu polimer anorganik yang tersusun atas unsur silikon
dan oksigen dengan rumus kimia SiO2. Secara umum, dalam kerak bumi
terkandung sekitar 63,2% silika, atau sekitar 27,6% silikon dan oksigen 46,4%;
disamping unsur lain seperti aluminium 5%, besi 5%, kalsium 3,6%, natrium
2,8%, kalium 2,6%, dan hidrogen 0,14%. Di alam, silikon berada bersama-sama
dengan unsur lain membentuk senyawa yang disebut silikat, yaitu senyawa yang
mengandung tetrahedral silika, dimana silikon dikelilingi oleh empat atom
oksigen (Nuryono, 2010).
Unsur silikat merupakan unsur yang berguna bagi pertumbuhan tanaman
tetapi tidak memenuhi kaidah unsur hara esensial karena jika unsur ini tidak ada,
pertumbuhan tanaman tidak akan terganggu. Unsur hara pembangun (fakultatif)
dianggap unsur hara yang tidak penting, tetapi merangsang pertumbuhan dan juga
dapat menjadi unsur penting untuk beberapa spesies tanaman tertentu karena
menguntungkan bagi tanaman adalah Natrium (Na), Cobalt (Co), Cloor (Cl), dan
Silikon (Si) (Yukamgo dan Yuwono, 2007).
Si di dalam larutan tanah umumnya dalam bentuk asam silikat (H4SiO4).
Si bersifat stabil dengan unsur makro di sekitarnya pada konsentrasi yang sesuai.
Jumlah Si terendah adalah 0,1%. Si sedangkan jumlah terbanyak adalah 10%. Si
dapat dipertukarkan dengan berbagai unsur makro seperti P, S, Ca, dan Mg
(Epstein, 1993). Di samping itu, Snyder, Matichenkov, dan Datnoff (2007)
menyebutkan jumlah terbesar silika dijerap oleh tebu (300-700 kg Si/ha), padi
(150-300 kg Si/ha). Rata-rata, tanaman menyerap Silika sebesar 50 – 200 kg
Si/ha. dengan meningkatnya konsentrasi Silika pada cairan dalam tanaman, asam
monosilikat dipolimerisasi. Polimerisasi silika yg terjadi secara kimiawi-alami
dikenal sebagai silika-gel atau opal biogenic, SiO2 amorfus yang dihidrasi dengan
variasi jumlah molekul air. Asam monosilikat diadsorpsi dari akar oleh xylem dan
diteruskan ke daun.
Si bukan merupakan unsur yang penting (esensial) bagi tanaman. Tetapi
hampir semua tanaman mengandung Si, dalam kadar yang berbeda-beda dan
sering sangat tinggi. Walaupun tidak termasuk hara tanaman, Si dapat menaikkan
produksi karena Si mampu memperbaiki sifat fisik tanaman dan berpengaruh
terhadap kelarutan P dalam tanah. Tidak ada unsur hara lain yang dianggap non
esensial hadir dalam jumlah yang secara konsisten banyak pada tanaman
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Substansi Si yang aktif dalam tanah berbentuk
asam monosilikat, asam polisilikat, dan organosilikat. Asam-asam Si yang
diadsorpsi lemah serta larut dalam air dapat diserap langsung oleh tanaman dan
berupa terak baja (steel slag) memiliki kandungan Silika 30 – 35% yang dapat
dimanfaatkan sebagai amelioran silikat bagi tanah Andisol
(Das, Prakash, Reddy, dan Misra, 2007).
Pemberian Si dapat meningkatkan efisiensi serapan dan penggunaan P
pada tanaman utamanya pada famili serealia. Pakki (2007) menyebutkan bahwa
pemberian Si penting terutama pada : 1) Tanah yang mempunyai sifat
fiksasi/serapan hara P menyebabkan pemupukan P tidak efisien seperti pada tanah
pH rendah, 2) Pemberian P tidak menyebabkan pemupukan P tidak semuanya
dapat diserap oleh tanaman, hanya sekitar 20%, 3) Pada tanah-tanah yang intensif
pemupukannya, kandungan P terakumulasi dalam tanah sehingga dengan
pemberian Si dapat menambang P untuk tanaman tanpa pemberian P lagi.
Pemberian Si meningkatkan serapan dan penggunaan P pada pucuk dan akar
tanaman jagung (Owino and Gasccho, 1970). Hal ini sejalan dengan penelitian
Syafruddin (2008) yang menunjukkan pemberian silikat meningkatkan efektifitas
dan efisiensi penggunaan pupuk P, akan tetapi diperlukan keseimbangan antara
pemberian Si dengan P. Kombinasi takaran yang memberikan hasil tinggi adalah
25-50 kg Silikat dikombinasi dengan 50 – 36 kg P2O5/ha.
Terak baja didefinisikan sebagai zat padat yang dihasilkan dari sisa
pembuatan baja. Bahan ini terdiri dari kotoran dihapus dari baja, serta bahan fluks
(biasanya batu kapur dan / atau dolomit) digunakan dalam proses pembuatan baja.
Senyawa Ca di kompleks fluks dengan Al, Si, dan kotoran P untuk membentuk
slag. Zat ini mengapung ke atas besi cair dan ditempatkan ke dalam tumpukan
besar. Meskipun terak bentuk pada 2.700 derajat F, dengan cepat mendingin dan
Menurut penelitian Pohan (2012), Pemberian steel slag (terak baja) dapat
meningkatkan P-tersedia tanah yang disebabkan oleh sumbangan P2O5 yang
cukup tinggi dari EFS. Peningkatan pH tanah mendukung peningkatan aktifitas
mikroba yang dapat membantu mineralisasi P organik menjadi bentuk tersedia
dalam tanah. Das et.al (2007) menunjukkan bahwa terak baja dari Blast Furnage
Slag mengandung beberapa unsur hara seperti silika (30-35%), kalsium oksida
(28-35%), magnesium oksida (1-6%) dan Al2O3/Fe2O3 (18-25%).
Si juga dapat menggantikan fiksasi P oleh Al dan Fe sehingga P menjadi
tersedia bagi tanaman. Ketersediaan P dalam tanaman dipengaruhi oleh
konsentrasi Fe dan Mn. Ketersediaan P dalam tanaman akan berkurang bila
konsentrasi Fe dan Mn tinggi. Ketersediaan Si yang cukup dapat menekan Fe dan
Mn dalam tanaman sehingga P menjadi lebih tersedia. Selain itu, suplai Si dapat
meningkatkan translokasi P ke malai sehingga peran P lebih optimal bagi tanaman
(Balai Penelitian Tanah, 2011).
Menurut Mukhlis (2011), pemberian bahan silikat alami berupa daun
lalang setara 8 g SiO2/kg juga dapat meningkatkan kadar Si-oksalat tanah dan
berakibat meningkatkan kadar P tersedia + 80% serta menurunkan retensi-P tanah.
Penambahan P ini diduga berasal dari P yang terikat oleh Al dan/atau Fe yang
terbebaskan oleh Si dan mentransformasi P yang kurang larut menjadi P yang
tersedia bagi tanaman. Oleh Lee et.al (2004) disebutkan bahwa pengurangan P
dari tanah tergantung pada sejauh mana kekurangan P dalam larutan tanah.
Pengurangan juga harus diinduksi melalui pertukaran antara anion dan P
teradsorpsi pada permukaan tanah. Penggunaan Si diaktifkan untuk meningkatkan
dan organik dapat bersaing dengan ortofosfat untuk situs sorbing, kehadiran
mereka dalam larutan tanah cenderung menurunkan adsorpsi P dan akibatnya
meningkatkan ketersediaan fosfat. Kompetisi seperti ini bisa menjadi mekanisme
penting untuk perbaikan (desorpsi) dari tingkat tersedia P dalam tanah meskipun
buktinya masih langka. Hal ini terutama berlaku untuk tanah yang dikembangkan
di beberapa lingkungan oligotrophic atau ketika konsentrasi larutan tanah tidak