• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN PBB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN PBB"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 14

KEBERATAN, BANDING DAN

PENGURANGAN PBB

Keberatan dan Banding

Keberatan dan banding diatur dalam Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17. Pada Undang-undang No.12 Tahun 1994 Pasal 17 tentang banding pada UNDANG-UNDANG No.12 Tahun 1985 dihapuskan karena sudah diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang KUP.

Wajib Pajak pada prinsipnya dapat mengajukan Keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak karena adanya perbedaan tafsir/pendapat atas materi pengenaan pajaknya, misalnya salah tulis nama/alamat, salah data, salah nilai jual objek pajak, salah hitung dan lain-lain.

Dalam pelaksanaan Direktorat Jenderal Pajak berpedoman kepada Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan PBB sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-59/PJ/2000 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan PBB, dan agar dapat dilaksanakan oleh seluruh aparat perpajakan maka diterbitkanlah Surat Edaran No.SE-13/PJ.6/2000 tanggal 24 Maret 2000 hal Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pengajuan Keberatan. Keberatan

Pengertian Umum

(2)

2. Maksud dan Tujuan penyelesaian keberatan PBB adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak, yaitu menjamin hak Wajib Pajak dan terlaksananya asas keadilan dalam perpajakan.

3. Yang dimaksud dengan keberatan PBB adalah :

a. Dalam hal Wajib Pajak merasa SPPT dan atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya , yaitu :

• Kesalahan luas objek bumi dan atau bangunan;

• Kesalahan klasifikasi objek bumi dan atau bangunan;

• Kesalahan penetapan/pengenaan.

b. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran Undang-Undang antara Wajib Pajak dengan Fiskus, antara lain :

• Penetapan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak;

• Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB.

4. Kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan peraturan Perundang-undangan perpajakan yang terdapat pada SPPT/SKP tidak termasuk masalah keberatan dan hendaknya diselesaikan sesuai SE Direktur Jenderal Pajak No. 09/PJ.6/1993 tanggal 23 Pebruari 1993 jo. SE-74/PJ.6/1994 tanggal 5 Desember 1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP/STP PBB dan SE Direktur Jenderal Pajak No.SE_50/PJ.6/1993 tanggal 1 September 1993 tentang Perubahan Lampiran Direktur Jenderal PajakNo.SE-09/PJ.6/1993, perihal Petunjuk Pelaksanaan Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP/STP PBB.

5. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak terutang.

Tata Cara Pengajuan Keberatan

1. Pengajuan Keberatan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP dengan melampirkan SPPT/SKP (asli/Foto copy) dan surat kuasa dalam hal dikuasakan pada fihak lain.

b. Diajukan masing-masing setiap tahun dengan alasan yang jelas dan mencamtumkan besarnya PBB menurut perhitungan Wajib Pajak.

c. Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh Wajib Pajak, kecuali dapat menunjukkan alasan diluar kekuasaannya.

2. Keberatan terhadap SPPT dan atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan ketetapan sampai dengan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dapat diajukan secara perseorangan ataupun kolektif melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan. Pengajuan keberatan secara perseorangan dapat mempergunakan formulir seperti Lampiran 1, sedangkan pengajuan keberatan secara kolektif mempergunakan formulir pada Lampiran 2.

3. Keberatan terhadap SPPT dan atau SKP dengan ketetapan di atas Rp100.000,00 harus diajukan oleh Wajib Pajak secara perseorangan.

4.

(3)

untuk diproses lebih lanjut. Surat dimaksud dianggap sebagai surat biasa dan apabila dianggap perlu dapat diberikan tanggapan.

b. Apabila surat keberatan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana butir 1a dan 1b tetapi masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1c, maka dalam rangka pelayanan, Kepala KPPBB dapat meminta Wajib Pajak untuk memenuhi atau melengkapi persyaratan tersebut.

c. Apabila pengajuan surat keberatan melalui pos dan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum pada butir 1a dan 1b dan masih memenuhi batas waktu pengajuan keberatan, maka KPPBB segera membuat surat kepada Wajib Pajak untuk melengkapi persyaratan dimaksud. Apabila pengajuan keberatan melalui pos tidak memenuhi persyaratan dan sudah melampaui batas waktu pengajuan keberatan, maka Kepala KPPBB membuat surat penolakan biasa bukan surat keputusan penolakan keberatan).

d. Apabila Wajib Pajak yang mengajukan surat keberatan melalui Pelayanan Satu Tempat PST tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas dan masih memenuhi batas waktu pengajuan keberatan, maka petugas PST tetap menerima berkas Wajib Pajak dengan meminta kelengkapan persyaratan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan apabila pengajuan surat keberatan tersebut telah melampaui batas waktu pengajuan keberatan, petugas PST dapat menerangkan alasan penolakan kepada Wajib Pajak atau tetap menerima berkas untuk dibuat surat penolakannya. Surat penolakan keberatan PBB karena pengajuan keberatan melampaui batas waktu yang ditentukan Undang-undang (dalam jangka waktu tiga bulan sejak diterimanya SPPT dan atau SKP) kepada Wajib Pajak sebagaimana contoh Lampiran 3.

5. Dalam pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat memperkuat alasan keberatannya dengan cara melampirkan bukti pendukung antara lain :

a. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, atau bukti identitas Wajib Pajak lainnya.

b. Foto Copy bukti pelunasan PBB tahun terakhir. c. Foto Copy bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; d. Foto Copy bukti surat ukur/gambar situasi;

e. Foto Copy Akte jual beli/segel;

f. Foto Copy surat Penunjukan Kaveling; g. Foto Copy Ijin Mendirikan Bangunan; h. Foto Copy Ijin Penggunaan Bangunan; i. Surat keterangan Lurah/Kepala Desa; j. Foto copy bukti resmi lainnya.

6. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Kepala KPPBB wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan PBB.

7. Tanda terima surat keberatan dapat berupa :

(4)

diterima melalui PT Pos Indonesia setelah mendapat disposisi Kepala KPPBB oleh Sub Bagian Tata Usaha diteruskan ke PST guna proses penyelesaian lebih lanjut dalam pengisian Tanda Pendaftaran Pelayanan, pada formulir Pelayanan Wajib Pajak PBB, kolom tanggal penerimaan diisi dengan tanggal stempel pos.

b. Tanda Pendaftaran Pelayanan yang diberikan oleh Petugas KPPBB setempat. Pelaksanaan selanjutnya sebagaimana diatur dengan SE Direktur Jenderal Pajak No. SE-19/PJ.6/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Satu Tempat dalam SISMIOP.

Penyelesaian Keberatan

1. Setiap surat keberatan yang selesai diagendakan TU/PST dicatat atau dibukukan pada formulir seperti Lampiran 4.

2. Surat Keberatan dengan pokok ketetapan pajak di atas Rp 500.000.000,00 yang diterima oleh KPPBB harus segera diteruskan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat, dengan dilengkapi analisa serta usulan dalam rangka proses pengambilan keputusan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan.

3. Setiap surat keberatan yang diajukan secara perseorangan atau kolektif diperiksa secara administratif (pemeriksaan sederhana kantor) yang meliputi: a. Penelitian persyaratan batas waktu pengajuan keberatan atas SPPT/SKP,

yaitu memenuhi ketentuan jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SPPT/SKP dimaksud kecuali apabila Wajib Pajak menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaanya. b. Pencocokan bukti lampiran surat keberatan dengan data yang ada di KPPBB (DHR, peta blok, peta ZNT, SK Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak tentang NJOP dan DBKB). Atas dasar hasil pemeriksaan tersebut dibuat Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Kantor seperti Lampiran 5, untuk pengajuan keberatan secara perseorangan maupun kolektif.

4.

a. Apabila diperlukan untuk membuat dasar surat keputusan penyelesaian keberatan, dapat dilakukan pemeriksaan sederhana lapangan oleh petugas teknis atau pejabat fungsional yang ditunjuk dengan Surat Perintah Pemeriksaan Sederhana Lapangan Keberatan PBB sebagaimana Lampiran 6. Sebelum melakukan pemeriksaan sederhana lapangan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala KPPBB harus terlebih dahulu memberitahukan waktu pemerikasaan sederhana lapangan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir seperti Lampiran 7. Atas hasil pemeriksaan sederhana lapangan dengan menggunakan formulir Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan dengan menggunakan formulir Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan Keberatan PBB sebagaimana Lampiran 8.

b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan dapat dilakukan terutama untuk hal-hal sebagai berikut :

(5)

• Untuk Wilayah Dareah Khusus Ibukota Jakarta Raya sama dengan atau lebih dari Rp 2.000.000,00;

• Untuk Wilayah lainnya sama dengan atau lebih dari Rp 500.000,00.

2). Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan PBB terhadap objek pajak yang lokasinya terletak dalam beberapa Wilayah KPPBB.

3). Perbedaan data luas objek pajak dan atau NJOP/m2 antara KPPBB dengan Wajib Pajak sama denagn atau lebih besar dari 20 %.

4). Dalam Wajib Pajak keberatan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan, Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan.

5. Keputusan keberatan atas SPPT dan atau SKP PBB dapat berupa: - Menerima seluruhnya atau sebagaian, menolak, atau

- Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana kantor dan atau hasil pemeriksaan sederhana lapangan.

6.

a. Sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) U U No.12 tahun1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun 1994 tentang Perubahan Undang-Undang No. 12 tahun 1985, dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/Kepala KPPBB harus memberikan Keputusan atas keberatan yang diajukan secara perseorangan oleh Wajib Pajak ataupun kolektif oleh Lurah/Kepala Desa. Bentuk Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak tentang penyelesaian Keberatan PBB sebagaimana Lampiran 9, baik untuk pengajuan keberatan secara perseorangan maupun kolektif.

b. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak/Kepala KPPBB tidak memberikan suatu Keputusan, maka pengajuan keberatan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Dalam hal demikian, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/Kepala KPPBB harus menerbitkan Keputusan atas pengajuan keberatan yang berisi menerima seluruh pengajuan keberatan Wajib Pajak. c. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/KPPBB

melaporkan secara tertulis sebab-sebab tidak dapat dipenuhinya jangka waktu penyelesaian keberatan tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal keputusan penyelesaian tersebut merupakan wewenang Kepala KPPBB.

7. Surat Keputusan Keberatan PBB sebagaimana dimaksud pada butir 7a di atas disampaikan kepada Wajib Pajak apabila pengajuan keberatan dilakukan perseorangan atau disampaikan kepada Kepala Desa/Lurah apabila pengajuan keberatan dilakukan secara kolektif dan tembusannya disampaikan :

(6)

serta Instansi terkait lainnya, apabila surat keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak ditetapkan oleh Kepala KPPBB .

- Kepala KPPBB dan Bupati/Walikota yang bersangkutan (khusus untuk DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta) serta instansi terkait lainnya, apabila surat keputusan keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

8. Untuk menghindari perselisihan antara fihak Fiskus dengan Wajib Pajak mengenai tanggal penyelesaian keberatan yang melebihi batas waktu 12 bulan sejak surat keberatan Wajib Pajak diterima oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/KPPBB, dalam hal ini bisa terjadi karena tanggal penerimaan sesuai tanda terima surat keberatan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/KPPBB berbeda dengan tanggal tanda terima surat keberatan yang ada pada Wajib Pajak, maka keputusan keberatan agar diselesaikan paling lambat 12 bulan kurang satu hari dihitung dari tanggal surat keberatan Wajib Pajak. Contoh : Apabila tanggal surat keberatan Wajib Pajak tanggal 17 April 1997

dan diterima oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/KPPBB tanggal 26 April 1997, maka keputusan keberatan diusahakan diterbitkan paling lambat tanggal 16 April 1998.

9. Keputusan penyelesaian keberatan PBB yang telah diterbitkan dicatat dalam daftar Himpunan Keputusan Penyelesaian Keberatan sebagaimana Lampiran 10.

Banding

Pelaksanaan banding diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No.12 Tahun 1985 dan Kemudian dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1994 Pasal 17 ini dihapuskan karena telah diatur dalam Pasal 27 KUP.

Sebagai petunjuk pelaksanaan diterbitkanlah Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-635/PJ/2001 Tentang Prosedur Penanganan Banding PBB dan BPHTB. Beberapa pengertian dalam Keputusan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Banding adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang N0.16 Tahun 2000 tentang KUP.

2. Surat Uraian Banding atau disingkat SUB adalah surat Direktorat Jenderal Pajak kepada BPSP/PP yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding.

3. Pajak adalah PBB dan BPHTB.

Banding dapat diminta oleh Subjek Pajak dengan cara :

1. Atas permintaan BPSP/PP, Direktorat Jenderal Pajak membuat SUB atas banding yang diajukan oleh Wajib Pajak.

2. Direktur Jenderal Pajak menyampaikan SUB kepada BPSP/PP dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal permintaan.

(7)

4. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala KPPBB menyampaikan konsep sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal permintaan.

Dalam hal menjalani sidang maka Direktur Jenderal Pajak dapat dipanggil oleh Majelis Hakim dengan ketentuan sebagai berikut

1. Atas panggilan Ketua Sidang, Direktur Jenderal Pajak menghadiri sidang di BPSP untuk memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis. 2. Direktur Jenderal Pajak dapat menunjuk petugas dari Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak atau KPPBB untuk menghadiri siding.

3. Petugas Direktorat Jenderal Pajak yang menghadiri sidang dilengkapi dengan surat tugas.

Apabila keputusan Banding telah diputuskan maka Direktur Jenderal Pajak harus melaksanakannya :

1. Kepala KPPBB melaksanakan putusan banding yang diterima dari BPSP dan membuat buku penjagaannya.

2. KaKantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak memantau pelaksanaan putusan banding dan membuat laporannya ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Rangkuman :

Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :

1. Dalam hal Wajib Pajak merasa SPPT dan atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya , yaitu :

• Kesalahan luas objek bumi dan atau bangunan;

• Kesalahan klasifikasi objek bumi dan atau bangunan;

• Kesalahan penetapan/pengenaan.

2. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran Undang-Undang antara Wajib Pajak dengan Fiskus, antara lain :

• Penetapan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak;

• Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB.

Latihan Soal :

1. Jelaskan apa yang Saudara ketahui tentang Keberatan PBB. 2. Jelaskan tentang syarat-syarat pengajuan keberatan.

3. Apabila penyelesaian keberatan yang diputuskan oleh Direktur Jenderal Pajak tidak disetujui oleh Wajib Pajak, apa yang dilakukan oleh Wajib Pajak ?

Jawab :

(8)

kepada Direktur Jenderal Pajak karena adanya perbedaan tafsir/pendapat atas materi pengenaan pajaknya, misalnya salah tulis nama/alamat, salah data, salah nilai jual objek pajak, salah hitung dan lain-lain. Dalam pelaksanaan Direktorat Jenderal Pajak berpedoman kepada Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan PBB sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-59/PJ/2000 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan PBB, dan agar dapat dilaksanakan oleh seluruh aparat perpajakan maka diterbitkanlah Surat Edaran No.SE-13/PJ.6/2000 tanggal 24 Maret 2000 hal Petunjuk Pelaksanaan Tatacara Pengajuan Keberatan.

2. Pengajuan Keberatan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP dengan melampirkan SPPT/SKP (asli/Foto copy) dan surat kuasa dalam hal dikuasakan pada fihak lain.

b. Diajukan masing-masing setiap tahun dengan alasan yang jelas dan mencamtumkan besarnya PBB menurut perhitungan Wajib Pajak. c. Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak

tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh Wajib Pajak, kecuali dapat menunjukkan alasan diluar kekuasaannya.

3. Apabila keputusan Direktur Jenderal Pajak tidak disetujui oleh Wajib Pajak maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. Pelaksanaan banding diatur dalam Pasal 17 Undang-undang No.12 Tahun 1985 dan kemudian dalam Undang-undang No.12 Tahun 1994 Pasal 17 ini dihapuskan karena telah diatur dalam Pasal 27 KUP.

Sebagai petunjuk pelaksanaan diterbitkanlah Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-635/PJ/2001 Tentang Prosedur Penanganan Banding PBB dan BPHTB.

Pengurangan PBB.

Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada :

a. Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;

b. Wajib Pajak orang pribadi dalam hal objek pajak terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman;

c. Wajib Pajak anggota Veteran pejuang kemerdekaan dan Veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya.

Pengertian tentang kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan Subjek Pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a adalah:

a. Objek Pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/ peternakan yang hasilnya;

(9)

c. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan; d. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib

Pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

e. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

f. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya;

g. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.

Wajib Pajak Veteran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 huruf c adalah sebagai berikut :

1. Warga Negara Indonesia yang mendapat gelar kehormatan dengan diberikan sebutan Veteran Pejuang Kemerdekaan R.I.

2. Warga Negara Indonesia yang mendapat Gelar Kehormatan dengan diberikan sebutan Veteran Pembela Kemerdekaan R.I.

Pemberian pengurangan pada prinsipnya hanya dapat diberikan pada satu objek yang ditempati saja dan dalam hal ini dijelaskan sebagai berikut :

1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk masing-masing wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten atau Kota, hanya diberikan untuk satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak; 2) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi memiliki, menguasai dan atau

memanfaatkan lebih dari satu Objek Pajak, maka Objek Pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah Objek Pajak yang menjadi tempat domosili Wajib Pajak;

3) Dalam hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari satu objek pajak adalah Wajib Pajak badan, maka Objek Pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.

Besarnya pengurangan yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak diatur seperti dibawah ini :

1. Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dapat diberikan setinggi-tingginya 75 % dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi serta penghasilan Wajib Pajak;

2. Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dapat diberikan sampai dengan 100 % dari besarnya pajak terutang;

(10)

4. Dalam hal permohonan pengurangan diajukan oleh janda/duda veteran yang telah kawin/menikah lagi, maka besarnya persentase pengurangan diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Selanjutnya tata cara permohonan, pelayanan dan penyelesaian serta pemberian keputusan permohonan pengurangan hampir sama dengan pelayanan dan pemberian keputusan tentang keberatan PBB yang dalam hal ini diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 8.

Kewenangan KPPBB atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat dalam penyelesaian pemberian pengurangan diatur sebagai berikut : 1) Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB sampai dengan

Rp100.000,00 dapat diajukan secara perseorangan maupun kolektif melalui Pemda setempat (Kepala Desa/Kelurahan atau Camat).

2) Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB di atas Rp 100.000,00 harus diajukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

3) Permohonan pengurangan yang diajukan oleh Wajib Pajak atau melalui Pemda Setempat (Kepala Desa/Lurah) selanjutnya diberikan tanda terima berupa formulir Pelayanan Wajib Pajak dan menatausahakannya (formulir- 5).

Sedangkan pembagian kewenangan penyelesaiannya adalah sebagai berikut :

1) Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan atas permohonan pengurangan pajak berutang yang tidak lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2) Kepala KPPBB yang menerima permohonan pengurangan PBB dengan pokok ketetapan di atas Rp 500.000.000,00 selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal diterimanya permohonan harus meneruskan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

3) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas nama permohonan pengurangan PBB terutang lebih dari Rp 500.000.000,00.

4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat berupa mengabulkan seluruh, sebagian atau menolak permohonan.

5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan secara perseorangan selambat-lambatnya 3 bulan sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan dari Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah lewat dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan tersebut dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan pengurangan dari Wajib Pajak.

Selanjutnya batasan besarnya pajak terutang yang dimintakan pengurangan diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Permohonan pengurangan PBB yang diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi atau

Badan dengan ketetapan PBB:

(11)

- Lebih kecil dari Rp 1.000.000,00 untuk Wilayah Medan, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang/Makassar, Denpasar, dan Yogyakarta;

- Lebih kecil dari Rp 500.000,00 untuk Wilayah Dati II Kabupaten atau Kotamadya lainnya;

Diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana kantor yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kantor (formulir – 6a dan 6b).

2) Permohonan pengurangan PBB yang diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi maupun badan atas ketetapan PBB:

- sama dengan atau lebih besar dari Rp 3.000.000,00 untuk Wilayah DKI Jakarta;

- sama dengan atau lebih besar dari Rp 1.000.000,00 untuk Wilayah Medan, Bogor, Tangerang, Berkasi, Bandung, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang/Makassar, Denpasar, dan Yogyakarta;

- sama dengan atau lebih dari Rp 500.000,00 untuk Wilayah Dati II Kabupaten atau Kotamadya lainnya;

Diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana kantor yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kantor (formulir – 6a dan 6b).

3) Permohonan pengurangan PBB yang diajukan secara kolektif melalui Pemda setempat (Kepala Desa/Lurah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana lapangan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan sederhana kantor (formulir – 6a dan 6b).

4) Permohonan pengurangan PBB atas objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) yang diajukan secara kolektif melalui Pemda setempat (Kepala Desa/Lurah) diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana lapangan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan sederhana kantor (formulir – 6a dan 6b).

5) Pemeriksaan sederhana lapangan dan atau pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dengan mempergunakan Surat Perintah Pemeriksaan PBB yang ditandatangani Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak apabila permohonan pengurangan tersebut diproses oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan ditandatangani Kepala KPPBB apabila permohonan pengurangan tersebut diproses oleh Kepala KPPBB (formulir – 7).

Pelayanan pemberian pengurangan agar dapat diselesaikan maka harus didaftarkan di pelayanan satu tempat dengan syarat :

1) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini dihitung sejak : a. tanggal tanda terima Surat Permohonan Pengurangan tersebut, dalam hal

Surat Permohonan Pengurangan disampaikan secara langsung .

b. tanggal stempel pos dalam hal Surat Permohonan Pengurangan dikirim melalui pos atau sarana pengirim lainnya.

(12)

3) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan PBB apabila telah melunasi PBB untuk tahun pajak sebelumnya atas Objek Pajak yang sama.

Sebagai tindak lanjut dari pelayanan tersebut Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak tiap semester melaporkan hasil pengurangan PBB di Wilayah kerjanya kepada Direktur Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada minggu ke dua bulan Juli untuk semester Gasal, dan pada minggu ke dua bulan Januari untuk semester genap.

Rangkuman

1) Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :

a. Dalam hal Wajib Pajak merasa SPPT dan atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya , yaitu :

• Kesalahan luas objek bumi dan atau bangunan ;

• Kesalahan klasifikasi objek bumi dan atau bangunan ;

• Kesalahan penetapan/pengenaan.

b. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran Undang-undang antara Wajib Pajak dengan Fiskus , antara lain :

• Penetapan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak ;

• Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB.

2) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk masing-masing wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten atau Kota, hanya diberikan untuk satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak; - Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi memiliki, menguasai dan atau

memanfaatkan lebih dari satu objek pajak, maka Objek Pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah Objek Pajak yang menjadi tempat domosili Wajib Pajak;

- Dalam hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari satu objek pajak adalah Wajib Pajak Badan, maka objek pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.

Latihan Soal :

1. Jelaskan apa yang Saudara ketahui tentang Keberatan PBB! 2. Jelaskan tentang syarat-syarat pengajuan keberatan!

3. Apabila penyelesaian keberatan yang diputuskan oleh Direktur Jenderal Pajak tidak disetujui oleh Wajib Pajak, apa yang dilakukan oleh Wajib Pajak?

4. Jelaskan mengenai dasar hukum pengurangan PBB!

5. Kapankah seseorang Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan?

6. Seberapa besarkah pengurangan dapat diberikan kepada seorang Wajib Pajak?

Jawab :

(13)

tafsir/pendapat atas materi pengenaan pajaknya, misalnya salah tulis nama/alamat, salah data, salah Nilai Jual Objek Pajak, salah hitung dan lain-lain. Dalam pelaksanaan Direktorat Jenderal Pajak berpedoman kepada Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan PBB sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-59/PJ/2000 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan PBB, dan agar dapat dilaksanakan oleh seluruh aparat perpajakan maka diterbitkanlah Surat Edaran No.SE-13/PJ.6/2000 tanggal 24 Maret 2000 hal Petunjuk Pelaksanaan Tatacara Pengajuan Keberatan.

2. Pengajuan Keberatan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP dengan melampirkan SPPT/SKP (asli/Foto copy) dan surat kuasa dalam hal dikuasakan pada fihak lain.

b. Diajukan masing-masing setiap tahun dengan alasan yang jelas dan mencamtumkan besarnya PBB menurut perhitungan Wajib Pajak. c. Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak

tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh Wajib Pajak, kecuali dapat menunjukkan alasan diluar kekuasaannya.

3. Apabila keputusan Direktur Jenderal Pajak tidak disetujui oleh Wajib Pajak maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. Pelaksanaan banding diatur dalam Pasal 17 Undang-undang No.12 Tahun 1985 dan kemudian dalam Undang-undang No.12 Tahun 1994 Pasal 17 ini dihapuskan karena telah diatur dalam Pasal 27 KUP.

Sebagai petunjuk pelaksanaan diterbitkanlah Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-635/PJ/2001 Tentang Prosedur Penanganan Banding PBB dan BPHTB.

4. Pengurangan dan Tata Cara pemberian Pengurangan PBB diatur dalam : a. Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 362/KMK.04/1999 tanggal

5 Juli 1999 tentang Pemberian Pengurangan PBB ;

b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/PJ.6/1999 tanggal 4 Oktober 1999 tentang Tatacara Pemberian Pengurangan PBB. 5.Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada :

a. Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;

b. Wajib Pajak orang pribadi dalam hal objek pajak terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman ;

c. Wajib Pajak anggota Veteran pejuang kemerdekaan dan Veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya.

(14)

a. Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dapat diberikan setinggi-tingginya 75 % dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi serta penghasilan Wajib Pajak;

b. Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dapat diberikan sampai dengan 100 % dari besarnya pajak terutang;

c. Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sebesar 75 % dari besarnya pajak terutang;

d. Dalam hal permohonan pengurangan diajukan oleh janda/duda veteran yang telah kawin/menikah lagi, maka besarnya persentase pengurangan diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Referensi

Dokumen terkait

PROSEDUR PELAKSANAAN PERMOHONAN PENGURANGAN WAJIB PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK.. PRATAMA

(9) Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atau denda dan/atau kenaikan pajak terutang yang tercantum dalam Surat Ketetapan

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak

SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam hal jumlah Pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang. dan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati Indragiri Hulu tentang Penanganan Permohonan

Selain itu dalam melakukan pembayaran pajak, wajib pajak juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa

Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan melalui pengadilan pajak mengharuskan Wajib pajak untuk

(1) Permohonan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Holiday diajukan oleh Wajib Pajak kepada PTSP Pusat di BKPM dengan dilengkapi dokumen sebagaimana