• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Tintin Marakkup Dalam Pernikahan Adat Batak Toba (Kajian Antropolinguistik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Tintin Marakkup Dalam Pernikahan Adat Batak Toba (Kajian Antropolinguistik)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut KBBI (2007:482) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk

memahami hal-hal lain. Oleh karena itu, penelitian ini adalah mengenai:

2.1.1 Makna

Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah

disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam

Aminuddin, 1981:108). Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya mempelajari

bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti.

Tanpa adanya makna tuturan itu tidak akan berfungsi apa-apa dalam sebuah percakapan

atau komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering tidak berkata terus terang

dalam penyampaian maksudnya, bahkan hanya menggunakan isyarat tertentu. Untuk itu,

orang sering menggunakan peribahasa, pantun, ataupun ungkapan.

Peribahasa, pantun, maupun gurindam mengandung makna kias atau makna

konotasi. Makna konotasi adalah aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang

didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara

(penulis) dan pendengar (pembaca). Dengan kata lain, makna konotatif merupakan

makna leksikal pemakai bahasa (Harimurti dalam Pateda, 2001:112). Makna konotasi ini

(2)

sebuah kata. Intinya, makna kias itu sendiri sudah bergeser dari makna sebenarnya

walaupun masih ada kaitanya dengan makna sebenarnya.

Harimurti (dalam Pateda, 2001: 232) mengatakan bahwa orang dituntut untuk

memahami makna setiap kata yang membentuk peribahasa, pantun dan ungkapan, orang

dituntut untuk menerka makna kiasan yang terdapat didalamnya. Makna bukan kumpulan

setiap kata, tetapi makna simpulan peribahasa, pantun, dan ungkapan tersebut.

Selanjutnya, orang dituntut untuk tanggap mengasosiasikannya dengan makna tersirat,

dan orang pun dituntut untuk dapat membandingkan dengan kenyataan sebenarnya.

2.1.2 Pantun

Sulistino (2010:295) mengatakan pantun merupakan puisi lama yang terdiri dari

empat baris tiap bait. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan

keempat merupakan isi. Pola sajaknya a-b-c-d.

Contoh I umpasa (pantun) dalam Batak Toba :

Balintang ma pagabe (tali kayu pengikat pagar adalah penyatu)

Tumundalhon sitadoan (membelakangi kayu penahan kaki)

Ari muna do gabe (kehidupan akan sejahtera)

Molo marsipaolo-oloan (apabila seia-sekata)

Contoh II pantun dalam bahasa indonesia :

Berakit-rakit ke hulu

Berenang-renang ke tepian

Bersakit-sakit dahulu

(3)

2.1.3 Tintin Marakkup

Adat Tintin Marakkup atau titi marakkup yang disebut dengan Titi, hite, jembatan

(Sitompul, 2009:59). Pada upacara Tintin Marakkup dalam pesta perkawinan Batak

Toba, terdapat kedua belah pihak pengantin yang selalu memberikan sejumlah uang

terhadap paman mempelai laki-laki. Tintin Marakkup berasal dari kata “Terintin

Marakkup”. Dalam adat masyarakat Batak Toba, laki-laki yang akan menikah selalu

lebih dahulu manulang tulang (menyulang paman) untuk memohon doa restu.

Pada acara ini biasanya paman memberikan poda (nasehat) dan memberikan ulos

holong/pasu-pasu atau berkat, dan juga memberikan amplop berisi uang sebagai tumpak

patujolo pada pernikahnnya kelak.

2.1.4 Masyarakat Batak Toba

Pada umumnya masyarakat Batak Toba yang tinggal di provinsi Sumatera Utara

dan khususnya di daerah Toba tersebut di bagi empat Kabupaten yaitu : Kabupaten

Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan

Kabupaten Samosir. Dengan letak geografis 10300-2040 Lintang Utara dan 980-1000

Bujur Timur.

Masyarakat Batak Toba sangat erat hubungannya antara satu dengan yang

lainnya, dimana masyarakat tersebut saling menghormati satu sama lain yang diikat oleh

Dalihan Na Tolu yaitu tiga tiang tungku. Yang termasuk Dalihan Na Tolu antara lain:

Hula-hula, Dongan Tubu, dan Boru.

Hula-hula adalah pihak keluarga dari istri. Hula-hula ini menempati posisi yang

(4)

Sehingga kepada semua orang batak dipesankan harus hormat kepada Hula-hula (somba

marhula-hula).

Dongan tubu disebut juga dengan sabutuha yang artinya saudara laki-laki satu

marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang

berdekatan, saling menopang, walaupun karena dekatnya terkadang saling gesek. Namun,

pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air

yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun, demikian kepada

semua orang batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara

semarga. Disebut, manat mardongan tubu.

Boru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga (keluarga

lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai parhobas atau pelayan baik dalam

pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Walaupun, berfungsi

sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Pihak boru harus

diambil hatinya, dibujuk, yang diistilahkan elek marboru.

Di manapun dua orang Batak bertemu di daerah perantauan. Orang Batak bila

bertemu di daerah perantauan, mereka merasa seolah-olah berkerabat meskipun belum

berkenalan sebelumnya. Dalam perkenalan itu apabila keduanya mempunyai marga yang

sama maka hubungan itu bertumbuh dekat bagi masyarakat Batak Toba. Marga adalah

simbol atau identitas masyarakat Batak Toba.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori makna dan nilai-nilai budaya, yang diyakini

mampu menjelaskan fenomena yang terdapat pada umpasa (pantun) dan nilai-nilai

(5)

2.2.1 Makna

Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah

disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam

Aminuddin,1981:108). Makna adalah arti yang tersimpul dari suatu kata. Jika suatu kata

tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, maka peristiwa atau keadaan tertentu tidak

bisa memperoleh makna dari kata itu (Tjiptada, 1984:19).

Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan

kata-kata dan istilah yang membingungkan, makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata-kata

maupun kalimat. Beberapa istilah yang berhubungan dengan pengertian makna, yakni

makna donatif, makna konotatif, makna leksikal, makna gramatikal. Dari batasan

pengertian tersebut dapat diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya,

yakni :

1. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar

2. Penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai

3. Perwujutan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi

sehingga dapat saling mengerti.

Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya mempelajari bagaimana setiap

pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahwa dapat saling mengerti. Tanpa adanya

makna tuturan ini tidak akan berfungsi apa-apa dalam sebuah percakapan atau

komunikasih. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering tidak berkata terus terang

dalam menyampaikan maksudnya, bahkan hanya menggunakan isyarat tertentu. Untuk

itu, orang sering menggunakan ungkapan. Pateda (2001:230) menggolongkan makna

ungkapan itu menjadi empat yaitu : (1) mengharapkan sesuatu, (2) mengejek, (3)

(6)

tidak diucapkan secara terus terang, melainkan dengan menggunakan kata-kata khusus.

Oleh sebab itu, orang harus tanggap menemukan makna tersirat di dalamnya.

2.2.2 Antropolinguistik

Sibarani (2004:50) mengatakan bahwa antropolinguistik secara garis besar

membicarakan dua tugas utama yakni (1) mempelajari kebudayaan dari sudut bahasa dan

(2) mempelajari bahasa dalam konteks kebudayaan. Antropolinguistik juga mempelajari

unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasa yang dimiliki oleh

penuturnya, serta mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan budaya penuturnya

secara menyeluruh.

Bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sengat erat, saling mempengaruhi,

saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Yang paling mendasari hubungan bahasa

dengan kebudayaan adalah bahasa harus dipelajari dalam konteks kebudayaan, dan

kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa (Sibarani, 2004:51). Dengan kata lain,

antropolinguistik mempelajari kebudayaan dari sumber-sumber bahasa, dan juga

sebaliknya mempelajari bahasa yang dikaitkan dengan budaya.

Harafiah (2005:61) juga mengatakan bahwa antropolinguistik menganggap bahwa

factor budaya tidak bisa ditinggalkan dalam penelitian bahasa. Bahasa merupakan fakta

yang harus dipertimbangkan dalam kajian budaya dalam kehidupan manusia. Inti

masalah dalam kajian antropolinguistik adalah sistem kepercayaan, nilai, moral, tingkah

laku, dan pandangan atau unsur-unsur yang mencorakkan budaya suatu kumpulan

(7)

2.2.3 Nilai-Nilai Budaya

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), nilai berarti harga, angka,

kepandaian, kadar atau mutu banyak sedikitnya isi dan sifat-sifat yang penting dan

berguna bagi kemanusiaan. Sedangkan nilai budaya adalah tingkat pertama kebudayaan

ideal atau adat. Nilai budaya adalah lapisan abstrak dan luas ruang lingkupnya. Tingkat

ini adalah ide-ide yang mengkonsepkan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan

masyarakat. Sistem nilai terdiri atas konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran.

Berdasarkan pengertian diatas, maka nilai budaya adalah angka kepandaian kelompok

masyarakat dan konsep-konsep berpikirnya hidup dan bertumbuh sehingga sistem nilai

budayanya menjadi pedoman bagi tingkah laku kelompok manusia tersebut (Titus,

2013:149).

Pendapat lain yang menyangkut manusia itu sendiri sebagai subjek dikemukakan

oleh Perry (dalam Djayasudarma, 1997:12) yang menyatakan bahwa nilai adalah segala

sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek. Pandangan ini menegaskan bahwa

manusia itu sendirilah menentukan nilai dan manusia sebagai pelaku (penilai) dari

kebudayaan yang berlaku pada zamannya.

Setiap individu mempunyai konsepsi dan persepsi tentang nilai. Ada masyarakat

tanpa sistem nilai yang berlaku. Menganggap sepi peran nilai berarti mempunyai

gambaran yang keliru mengenai manusia dan alam. Banyak orang suka melihat dan

mencari nilai kesopanan, keadilan, cinta, kejujuran, tanggung jawab, pengabdian dalam

upaya memperoleh kebenaran atau mengurangi kekejaman, kezaliman, kebencian,

keburukan, dan kepalsuan.

Nilai budaya dalam penelitian ini dipahami sebagai nilai yang mengacu kepada

berbagai hal (dengan pemahaman seluruh tingkah laku manusia sebagai hasil budaya),

(8)

beragama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan hal lain yang

berhubungan dengan perasaan ( Papper dalam Djayasudarma, 1997:10).

Nilai itu sendiri dapat dipahami sebagai penelitian yang diperoleh individu dalam

kehidupan bermasyarakat pada saat menanggapi berbagai rangsangan tertentu mengenai

mana yang diinginkan dan mana yang tidak diinginkan. Nilai menumbuhkan sikap

individu, yaitu secara kecenderungan yang dipelajari individu untuk menjawab atau

menanggapi rangsangan yang hadir di sekitarnya (Mintaroga, 2000 :18)

Pepper (dalam Djayasudarma, 1997:11) mengatakan bahwa nilai adalah segala

sesuatu tentang yang baik dan buruk. Rumusan luasnya adalah seluruh perkembangan

dan kemungkinan unsur nilai, rumusan nilai secara sempit diperoleh dari bidang tertentu.

Pendapat tersebut menyatakan bahwa di dalam nilai tersimpul yang baik dan buruk. Oleh

karena itu, segala sesuatu yang baik dan buruk disebut nilai.

2.2.4 Orientasi Nilai Budaya

Orientasi nilai budaya (ONB) dalam penelitian ini akan diikuti orientasi yang

berhubungan dengan masalah dasar dalam kehidupan manusia. Lima masalah pokok

kehidupan manusia yangn berhubungan dengan orientasi nilai budaya, yang berhubungan

dengan sistem nilai budaya dalam masyarakat. Sistem nilai budaya merupakan nilai inti

dari masyarakat. Nilai inti ini diikuti oleh setiap individu atau kelompok. Nilai itu

biasanya dijunjung tinggi sehingga menjadi salah satu faktor penentu dalam berperilaku.

Sistem nilai tidak tersebar secara sembarangan, tetapi mempunyai hubungan

timbal balik yang menjelaskan adanya tata tertib dalam suatu masyarakat. Di dalam

sistem nilai biasanya terdapat berbagai konsepsi yang hidup di alam pikiran sebagian

besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap bernilai dalam hidup. Oleh

karena itu, suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan

manusia (Koentjaraningrat dalam Djayasudarma 1997:13). Sistem nilai budaya itu begitu

(9)

diubah dalam waktu yang singkat. Nilai budaya adalah angka kepandaian kelompok

masyarakat yang konsep-konsep berpikirnya hidup dan bertumbuh sehingga sistem nilai

budayanya menjadi pedoman bagi tingkah laku kelompok manusia tersebut. Nilai bukan

hanya yang baik saja karena nilai merupakan segala sesuatu tentang yang baik dan buruk.

Dalam ungkapan bahasa Batak Toba terbagi menjadi dua bagian, yaitu nilai yang baik

(dipedomani) dan nilai buruk (tidak dipedomani).

Sibarani (2004:178) membagi nilai-nilai budaya menjadi dua bagian yaitu

kedamaian dan kesejahteraan. (1) kedamaian yaitu : kesopan santunan, kejujuran, kesetia

kawanan sosial, kerukunan, penyesuaian konflik, komitmen, pikiran positif, rasa syukur.

Kesejahteraan (2) kesejahteraan yaitu : kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan,

gotongroyong, pengelolaan gender, pelestarian, kreativitas budaya dan peduli

lingkungan.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang

relavan untuk dikaji dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah :

Hans j.daeng (2000:56) dalam bukunya yang berjudul mengatakan bahwa

kedewasaan manusia tidak lepas dan tidak dapat di pisahkan dari latar belakang sosial

budaya tempat seseorang di besarkan, karena kebudayaan adalah pedoman dari tingkah

laku, cara seseorang membawa diri dan menjadi bagian dari masayarakatnya.

Kebudayaan diciptakan manusia yang selalu berhadapan dengan berbagai kemungkinan

perubahan yang terjadi karena teknologi memberikan kematangan, kemandirian,

pengetahuan, ketegasan, atau mengadakan pemilihan teradap hal-hal yang di hadapi.

Kompleksitas upacara perkawinan adat Batak Toba meliputi peran subyek dan objek

(10)

setiap masyarakat dan kebudayaan berbeda dalam cara mempersiapkan seseorang atau

anggotanya untuk menghadapinya. Namun, ketegasan adalah perkawinan dapat

dijelaskan dalam lima pokok permasalahan : dua jenis yang berbeda, garis keturunan,

keluarga, suku, dan tempat tinggal.

Tampubolon (2010) dalam tesisnya “ umpasa Masyarakat Batak Toba dalam

rapat adat “suatu kajian Pragmatik” membahas tiga masalah penelitian, yakni komponen

tindak tutur, jenis tindak tutur, dan fungsi tindak tutur. Tampubolon menggunakan

metode deskriftif dengan membuat deskripsi yang sistematis dan akurat mengenai data

yang diteliti. Dalam menyelesaikan ketiga masalah tersebut Tampubolon menggunakan

teori tindak tutur kempson (1984), Wijana (1996), dan Searle.

Jenis tindak tutur pada umpasa masyarakat Batak Toba dalam rapat adat hanya

terdapat tiga, yaitu tindak tutur langsung, tindak tutur literal, dan tindak tutur langsung

literal. Namun, fungsi tindak tutur pada umpasa masyarakat Batak Toba dalam rapat adat

terdapat lima fungsi, yaitu asertif, fungsi direktif, fungsi egan tekspresif, fungsi komisif,

dan fungsi deklarasi. Model analisis penelitian Tampubolon dijadikan sebagai acuan

yang disesuaikan juga dengan teori yang digunakan untuk menjelaskan jenis dan fungsi

tindak tutur.

Nurcahaya (2007) dalam skripsi yang judulnya “Tuturan pada upacara adat

perkawinan masyarakat Batak Toba” mengkaji jenis tuturan yang terdapat pada upacara

adat perkawinan masyarakat Batak Toba dan tuturan yang paling dominan digunakan

dalam upacara tersebut. Nurcahaya menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan,

yaitu teknik simak bebas libat cakap dan dilanjutkan dengan teknik rekam dalam

mengumpulkan data penelitiannya. Selanjutnya, data yang diperoleh dari penutur jati

(11)

padan dengan penentu mitra wicara. Teori yang digunakan adalah teori tindak tutur

Searle.

Hasil penelitian Nurcahaya menemukan lima jenis tindak tutur dalam upacara

perkawinan masyarakat Batak Toba, yaitu tindak tutur deklaratif, repsentatif, ekspresif,

direktif, dan komisif. Disimpulkan bahwa tuturan yang paling dominal dalam upacara

adat perkawinan masyarakat Batak Toba adalah tuturan direktif, yakni tuturan yang

bermakna menyuruh. Penelitian ini menjadi acuan dalam pemakaian teori tindak tutur

yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tindak tutur.

St. R. H. P. Sitompul, Bsc dalam bukunya yang judulnya “Ulos batak tempo dulu

– masa kini” membahas tentang upacara pernikahan batak toba yang di dalam nya

terdapat adat tintin marakkup. Titi = hite = jembatan, yang berfungsi menghubungkan.

Jadi tintin marakkup ada dua hubungan, kepada tulang atau paman dan kepada simatua

atau mertua.

Sibarani (2008) dalam tesisnya “Tindak Tutur dalam Upacara Perkawinan

Masyarakat Batak Toba” mengkaji tindak tutur yang digunakan hulahula ‘pemberi istri’,

dongan sabutuha ‘kerabat semarga’, dan boru ‘penerima istri’,tindak tutur apa yang

dominan, bagaiman cara tindak tutur dilakukan, serta jenis dan fungsi tindak tutur dalam

perkawinan masyarakat Batak Toba. Metode deskriptif digunakan Sibarani untuk

mendeskripsikan data penelitian secara sistematis dan akurat, yakni menggambarkan

dengan jelas objek yang diteliti secara alamiah. Teori yang digunakan Sibarani untuk

menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah teori tindak tutur kempson (1984),

Wijana (1996), dan Searle.

Erni sihombing (2008) juga pernah melakukan penelitian mengenai makna

ungkapan dalam bahasa Batak Toba. Dalam penelitianya membahas mengenai makna

(12)

dalam bahasa Batak Toba. Dia membagi makna ungkapan menjadi empat yaitu : makna

nasehat, makna menyindir, makna penyamaan, dan makna harapan dan nilai-nilai budaya

terbagi kedalam lima bagian yaitu : hubungan manusia dengan karya, hubungan manusia

dengan waktu, hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan manusia, dan

Referensi

Dokumen terkait

Request “HELP” untuk mengetahui informasi format SMS yang bisa dikirimkan ke server Aplikasi SMS Gateway Pelayanan wali murid pada SMPN 2 Airgegas, yang kemudian

Pendapatan rata-rata responden dari hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh responden yang diambil dari TNLL pada kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada

Bila kita masuk kedalam dunia internet maka kita akan menemukan huruf-huruf, logo, dan gambar yang dihasilkan oleh penekanan keyboard atau mouse.Karena keterbatasan teks di

Istilah kualitas daya listrik merupakan suatu konsep yang memberikan gambaran tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis gangguan yang

Jauhkan produk pangan yang sudah diolah dari bahan mentah atau bahan-bahan.. lainnya yang dianggap

Bentuk pertunjukannya terdiri dari sumber cerita, struktur sajian yang terdiri dari dua adegan, dan elemen-elemen pertunjukan, sedangkan fungsi teater rakyat Menorek

The mechanism of protein re-methylation inhibition is supported by results of studies that have indicated that successful treatment regimen could lower its concentration

Guru menjelaskan bahwa siswa harus membagi tugas pada masing- masing anggota kelompok dengan membagi topik yang mereka pilih menjadi topik kecil untuk di