• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROG (1)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI KOMPOSIT PEMBUATAN SUMPIT MAKAN

BIDANG KEGIATAN: PKM-GT

Diusulkan oleh:

Wahyudi Maha Putra/1106005742/2011 Achmad Fathony/1106007602/2011 Firna Indrianty Sari/1106004121/2011 Saraswati Andani Satyawardhani/1106006511/2011

Setia Bakti/1106004292/2011

UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

2012

(2)

1. Judul Kegiatan : Pemanfaatan Limbah Kulit Jagung Sebagai Komposit Pembuatan Sumpit Makan

2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI (X) PKM-GT 3. Ketua Pelaksan Kegiatan

a. Nama Lengkap : Wahyudi Maha Putra

b. NPM : 1106005742

c. Program Studi : Teknik Kimia

d. Universitas : Universitas Indonesia

e. Alamat Rumah dan No. Tel/HP : Jalan Rawajati Timur VI nomor 3, Pancoran, Jakarta Selatan 12750 085691484482

f. Alamat email : wahyudi.maha@ui.ac.id 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 4 (empat) orang

5. Dosen Pembimbing

a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Praswasti PDK Wulan, M.T.

b. NIP : 196805061992032001

c. Alamat Rumah dan No. Tel/HP : Perum Taman Puspa Blok C/53 RT 10/0, Kasir Gunung Selatan,

(3)

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan ridha-Nya Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Di Indonesia, konsumsi jagung dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga otomatis limbah kulit jagung juga akan meningkat. Dewasa ini, pemanfaatan limbah kulit jagung di Indonesia dimanfaatkan untuk pakan ternak. Selain itu, kulit jagung juga dimanfaatkan oleh banyak orang untuk kerajinan tangan seperti tas, jepit rambut, bunga kering, dan lain-lain. Di lain sisi, bila dilihat dari kandungannya, kulit jagung memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa tersebut dapat dipalikasikan untuk pembuatan alat makan, yaitu sumpit yang aman untuk digunakan. Sedangkan bila kita lihat, sumpit yang digunakan di Indonesia sebagian besar terbuat dari bambu dan kayu, padahal sumpit berbahan dasar tersebut tidak aman untuk digunakan sebagai alat makan, karena saat proses produksinya yang tidak higienis dan menggunakan bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Maka dari itu, kami menggagaskan pembuatan sumpit berbahan dasar limbah kulit jagung. Kelebihan dari sumpit ini yaitu aman untuk digunakan sebagai alat makan (food grade), serta dapat meminimalisir penggunaan bambu dan kayu untuk pembuatan sumpit.

Dalam proses penyusunan PKM-GT ini, kami menghadapi cukup banyak tantangan dan hambatan. Namun atas bantuanNya, serta dukungan dari dosen pembimbing dan teman-teman Departemen Teknik Kimia, PKM-GT ini dapat terselesaikan dengan baik dan selesai tepat waktu. Kami juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan PKM-GT ini. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Praswasti PDK Wulan, M.T, selaku dosen yang sudah bersedia membagi waktu, pengetahuan, serta pengalamannya dalam menyusun karya tulis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA, selaku Ketua departemen Departemen Teknik Kimia UI yang sudah memberikan dorongan untuk menyusun karya tulis ini.

3. Rekan-rekan Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia, baik angkatan 2011, 2010, 2009 dan 2008, serta segala pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari betul bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam karya tulis ini, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Akhir kata, kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih atas berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan karya tulis ini. Kami harap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan memahaminya.

Depok, April 2012

(4)

Halaman Judul... i

Lembar Pengesahan... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar... v

Daftar Tabel... v

Ringkasan... vi

Pendahuluan... 1

Latar Belakang Masalah... 1

Tujuan dan Manfaat... 3

Gagasan... 4

Kondisi Terkini... 4

Solusi Terdahulu... 6

Kondisi Terkini yang Dapat Diperbaiki Melalui Gagasan Baru... 7

Ekstraksi Selulosa dar Kulit Jagung... 7

Pembuatan Komposit Selulosa... 8

Proses Pencetakan Komposit... 10

Pihak-Pihak Terkait... 11

Langkah Strategis Implementasi... 12

Peluang dan Tantangan... 12

Kesimpulan... 13

Gagasan yang Diajukan... 13

Teknik Implementasi... 13

Prediksi Hasil... 14

Daftar Pustaka... 14

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi struktur silane pada substrat selulosa...8

Gambar 2. Coupling Treatment Tipe 1...9

Gambar 3. Coupling Treatment Tipe 2...9

Gambar 4. Coupling Treatment Tipe 3...10

Gambar 5. Proses Pencetakan Tahap 1...10

Gambar 6. Proses Pencetakan Tahap 2...11

DAFTAR TABEL Tabel 1. Perkembangan Penggunaan Jagung dalam Negeri, Total Kebutuhan, Produksi dan Selisih Produksi dan Kebutuhan ... 2

Tabel 2. Komposisi Kimia Kulit Jagung………..…....3

Tabel 3. Produksi Jagung Nasional (2006 – 2012)……….………..4

(6)

Limbah menjadi salah satu masalah yang dihadapi umat manusia saat ini. Banyaknya limbah sebanding dengan banyaknya produksi kebutuhan umat manusia. Di Indonesia, salah satu komoditas yang menjadi kebutuhan pokok terbanyak ialah jagung dengan rata-rata produksi dalam enam tahun terakhir (2006-2011) adalah 15.754.505,5 ton. Namun, produksi jagung yang melimpah tersebut nampaknya belum dapat dimaksimalkan dengan baik. Penggunaan jagung saat ini lebih kepada pengonsumsian bijinya saja. Hal ini jelas bertampak pada banyaknya limbah yang dihasilkan, seperti batang, bonggol, hingga kulitnya. Penggunaan dari limbah-limbah jagung ini baru sebatas sebagai pakan ternak ataupun kerajinan. Padahal potensi dari jagung bisa dimanfaatkan lebih maksimal. Kulit jagung menjadi salah satu bagian yang kaya akan selulosa dengan kadar 42%. Selulosa ini berguna sebagai bahan pembuatan komposit. Komposit merupakan material yang saat ini banyak dicari oleh masyarakat. Dengan memanfaatkan bagian ini, maka nilai jualnya dapat meningkat disamping dapat mengurangi limbah yang dihasilkan. Salah satu pemanfaatannya ialah sebagai bahan komposit pembuatan sumpit. Sumpit saat ini menjadi alat makan yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Semakin besar permintaaan sumpit maka akan semakin banyak kayu ataupun bambu yang ditebang untuk membuatnya. Dengan memanfaaatkan limbah jagung ini sebagai bahan pembuatan sumpit, maka selain dapat mengurangi limbah yang terbuang ke lingkungan secara tidak langsung juga dapat mengurangi penggunaaan kayu ataupun bambu.

(7)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI KOMPOSIT PEMBUATAN SUMPIT MAKAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Permasalahan mengenai limbah umumnya masih marak terjadi dimana -mana. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pemanfaatan limbah dari produk yang dihasilkan membuat lingkungan semakin tercemar. Umumnya limbah – limbah tersebut hanya dibuang begitu saja. Hanya sedikit dari hasil limbah tersebut yang dimanfaatkan secara maksimal untuk diolah menjadi produk yang bermanfaat. Hal itu menuntut manusia harus semakin berinovasi dalam menciptakan sebuah karya yang bermanfaat dengan bahan dasar limbah.

Banyak sekali hasil limbah alami dari tanaman – tanaman maupun buah – buahan yang keberadaannya sangat disepelekan. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut ternyata limbah alami tersebut punya beragam manfaat yang tidak terduga. Salah satu jenis tanaman yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia namun hasil limbah tanaman tersebut belum termanfaatkan secara maksimal adalah jagung.

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia yang cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Komoditas jagung memiliki peranan penting dalam perkembangan perekonomian nasional mengingat banyaknya kegunaan yang dapat dimanfaatkan dari tanaman jagung itu sendiri mulai dari batang jagung, buah jagung, bonggol jagung, bahkan kulit jagung. Manfaat dari pengolahan jagung sangat beragam diantaranya sebagai pangan, bahan baku industri, pakan ternak dan lain – lain. Namun hasil pemanfaatan bagian tubuh jagung belum dimanfaatkan secara maksimal . Biasanya hasil pemanfaatan jagung menyisakan limbah diantaranya kulit jagung.

Pemanfaatan jagung sebagai bahan pangan sangat mendatangkan keuntungan yang sangat besar terutama pada bidang perekonomian. Kontribusi jagung dalam meningkatkan perekonomian nasional sangat penting karena jagung merupakan penyumbang kedua terbesar setelah padi dalam subsektor tanaman pangan . Menurut data dari Produk Domestik Bruto (PDB) kontribusi jagung terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp 9.4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasioanal secara umum.

(8)

Tabel 1. Perkembangan penggunaan jagung dalam negeri, total kebutuhan, produksi, dan selisih produksi dan kebutuhan, 1990 - 2005 (*000 ton)

Tahun Konsumsi Industri Pakan Kebutuhan Produksi Produksi

-pangan kebutuhan

1990 5.703 4.99 396 6.596 6.734 +136

% (86,44) (7,56) (6,00) (100)

2000 4.657 2.340 3.713 10.719 9.677 -1,042 % (43,45) (21,83) (34,64) (100)

2001 4.567 2.415 3.955 10.937 9.165 -1,772 % (41,76) (22,08) (36,16) (100)

2002 4.478 2.489 4.197 11.164 9.654 -1,150 % (40,11) (22,29) (37,59) (100)

2003 4.388 2.564 4.438 11.390 10.886 -504 % (38,53) (22,51) (38,96) (100)

2004 4.299 2.638 4.680 11.617 11.225 -392 % (37,01) (22,71) (40,29) (100)

2005 4.212 2.714 4.935 11.861 12.253 +662 % (35,51) (22,88) (41,61) (100)

r (%/th) -1,95 3,01 5,86 2,04 4,17

Angka dalam kurung menunjukkan presentase dari jumlah kebutuhan (Sumber : Departemen Pertanian 2005)

Produksi jagung yang melimpah ruah tak lepas dari limbah yang dihasilkannya. Salah satu limbah yang dihasilkan berupa kulit jagung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nandini Paramita, S.Sn (2010) bahwa limbah kulit jagung dapat dimanfaatkan menjadi suatu produk sehingga dapat menambah nilai dari limbah kulit jagung tersebut. Potensi limbah kulit jagung biasanya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan baku pengganti plastik serta bahan baku kerajinan tangan seperti aksesoris rambut, tas, kertas kado, dan bunga hias. Seharusnya pemanfaatannya bukan hanya sebatas itu saja, karena jumlah limbah kulit jagung di Indonesia sangat banyak untuk itu pemanfaatannya harus dimaksimalkan.

Potensi kulit jagung dapat dilihat dari kandungan nutrisi di dalamnya. Sebagian besar tubuh dari kulit jagung mengandung selulosa. Selain itu, kulit jagung juga mengandung lignin, abu, hemiselulosa dan komponen-komponen lain. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 2.

(9)

Unsur Kulit Selulosa ( % ) 42.31 ± 0.7

Lignin ( % ) 12.58 ± 0.2 Abu ( % ) 4.16 ± 0.26 Lainnya ( % ) 40.95 Kristalinitas ( % ) 34.57 ± 0.91

(Sumber data : Shah N. Huda, 2008)

Melihat potensi yang besar dari limbah kulit jagung, maka dari itu kami memiliki gagasan untuk memanfaatkan limbah kulit jagung yang mengandung sebagai bahan baku pembuatan sumpit makan. Produk ini cukup unik karena sumpit ini memanfaatkan limbah kulit jagung sehingga dapat meminimalkan penebangan kayu dan bambu di Indonesia. Hal ini dikarenakan pemakaian kayu dan bambu sebagai bahan dasar pembuatan sumpit makan telah menelan banyak batang kayu maupun bambu untuk ditebang. Dengan berkurangnya penebangan kayu dan bambu diharapkan akan turut mengurangi dampak global warming. Tujuan dan Manfaat

Penulisan ini memiliki tujuan untuk:

a. Memaparkan salah satu alternatif penanggulangan limbah jagung di Indonesia.

b. Mengetahui langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan dalam mengimplementasikan alternatif tersebut.

c. Mengetahui peluang dan tantangan yang akan dihadapai dalam mengimplementasikan gagasan tersebut.

Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah:

a. Memberi pemikiran baru kepada masyarakat, khususnya petani, mengenai pengolahan limbah jagung yang lebih berpotensi.

b. Meningkatkan kreativitas masyarakat dalam menciptakan suatu gagasan baru dengan menggunakan bahan baku limbah.

c. Mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah jagung. d. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pemakaian

barang yang ramah lingkungan melalui gagasan yang diberikan.

e. Membuka peluang usaha baru dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui gagasan tersebut.

(10)

Kondisi Terkini

Produksi jagung di Indonesia

Berdasarkan perolehan data dari jagungbisi.com pada Juni 2011, 5 provinsi di Indonesia dengan produksi jagung tertinggi yaitu Provinsi Jawa Timur dengan produksi jagung 4-5 juta ton, lalu diikuti oleh Jawa Tengah (3,3 juta ton), Lampung (2 juta ton), Sulawesi Selatan (1,3 juta ton), dan Sumatera Utara (1,2 juta ton). Perolehan tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, yang mana merupakan negara dengan produksi jagung tertinggi (256,9 juta ton per tahun), mencapai 40% produksi jagung di dunia.

Tabel 3. Produksi Jagung Nasional Periode 2006-2011

Periode Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)

Menurut hasil dari simposium jagung dan kedelai pada Juli 2009, rata-rata permintaan jagung di Indonesia sekitar 16,3 Mega Ton (MT). Sedangkan produksi jagung pada tahun 2008 adalah 16.317.252 MT, sehingga dapat disimpulkan bahwa antara permintaan dengan persediaan jagung di Indonesia sudah seimbang dan sudah mnecapai target. Hal ini dapat tercapai karena diperkenalkannya bibit jagung jenis hibrida. Jagung hibrida itu sendiri telah mencapai 45% areal perkebunan jagung domestik dan terdapat 111 varietas jagung hibrida hingga Mei 2009. Untuk peluang, Provinsi Jawa Timur berpeluang untuk mengekspor lebih banyak jagung ke negara lain karena Dinas Penelitian Pertanian di Jawa Timur terus menggalakkan program intensifikasi teknologi terapan, sehingga Jawa Timur dapat terus memroduksi jagung dengan hasil yang tinggi dan mengalami peningkatan.

Menurut data yang diperoleh dari Harian Kompas (11 Januari 2012), pada tahun 2012 ini produksi jagung di Indonesia menurun 6%. Menurut Kementrian Pertanian, produksi jagung di Indonesia turun 1,1 juta ton atau 6% menjadi 17,23 juta ton dari produksi tahun 2011, sedangkan produksi pada 2010 adalah sebesar 18,33 juta ton. Produksi tersebut belum dapat mencapai target, karena target produksi jagung pada tahun ini sebesar 24 juta ton.

(11)

Untuk mengatasi permasalahan produksi produksi jagung ini, Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) menggalakkan uji pembudidayaan jagung IP400.

Penggunaan Sumpit di Indonesia

Sumpit adalah alat yang digunakan untuk makan yang berasal dari Asia Timur. Hampir di seluruh negara di Asia Timur menggunakan sumpit saat makan. Sumpit berbentuk batang yang sejajar dan umumnya terbuat dari plastik, stainless steel, kayu, bambu, bahkan gading. Cara menggunakan sumpit yaitu dengan cara menjepit makanan untuk dipindahkan, baik dari satu wadah ke wadah lain maupun untuk memasukkan makanan ke dalam mulut.

Selain di Asia Timur sendiri, sumpit juga digunakan di beberapa negara lain saat menikmati makanan khas Asia Timur. Di Asia Tenggara pun penggunaan sumpit sudah tidak mengalahi sendok dan garpu. Tidak terkecuali di Indonesia. Tidak jarang bila kita berkunjung di restoran-restoran yang menyediakan mie dalam menunya, maka di meja makan sudah tersedia alat makan dengan lengkap. Sendok dan garpu, serta sumpit. Umumnya, di Indonesia sumpit terbuat dari bambu, kayu, dan plastik. Sumpit yang terbuat dari stainless steel hanya dijual di toko-toko, tidak disediakan di restoran-restoran Indonesia. Di Indonesia, sumpit amat sering digunakan saat menikmati mie ayam, mie goreng, serta di setiap restoran khas Asia Timur sudah pasti makanan disajikan bersama dengan sumpit sebagai alat makannya. Bahkan saat kita menikmati mie ayam dan pangsit di pinggir jalan pun, sang penjual sudah menyediakan sumpit sebagai alat makannya. Salah satu keuntungan bila kita menggunakan sumpit sebagai alat makan yaitu makanan yang kita ambil tidak terlalu banyak namun tidak terlalu sedikit pula. Karena sumpit tidak dapat menjepit makanan yang dengan banyak dan mengetahui apa saja bahaya dari penggunaan sumpit. Terlebih lagi di Indonesia sumpit terbuat dari kayu, bambu, serta plastik, yang mana tidak diketahui dengan jelas bagaimana proses produksinya.

(12)

lama karena distribusi dilakuakan dengan menggunakan kapal, tidak menggunakan pesawat yang mana jauh lebih mahal dibanding dengan kapal. Dengan lamanya waktu yang dibutuhkan, maka semakin memperbesar kemungkinan bahwa sumpit tersebut semakin banyak mengandung bakteri di dalamnya. Ada suatu kasus di mana saat seseorang sedang menyantap mie panas dengan menggunakan sumpit bambu, lalu secara tiba-tiba keluar ulat dari dalam sumpit. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa sumpit bambu maupun kayu tidak terjamin keamanannya.

Bila kita melihat dengan teliti, pada bagian pangkal sumpit terdapat lubang-lubang kecil. Lubang-lubang tersebut sebenarnya adalah lubang yang berisi semua sisa cairan (pemutih, sulfur, hidrogen peroxida, kotoran tikus, kotoran kecoa, telur kecoa, telur ulat dsb), dan akan terus menetap di lubang-lubang kecil tersebut sampai sumpit digunakan. Maka dari itu, tidak heran bila sumpit berbahan dasar kayu maupun bambu dipasarkan dengan harga yang murah, karena setelah ditelusuri dari proses produksinya yang hanya membutuhkan biaya yang sangat minim.

Selain bambu dan kayu, menggunakan sumpit berbahan dasar plastik sangat tidak dianjurkan, karena plastik cenderung mudah meleleh dan bentuk sumpit dapat berubah saat terkena panas. Bahan kimia yang terkandung dalam sumpit plastik sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia, karena plastik bersifat karsinogenik, yaitu dapat menyebabkan kanker, bila digunakan dengan bahan yang panas. Sedangkan kita menggunakan sumpit saat makanan masih dalam keadaan panas.

Saat ini, sumpit yang paling aman digunakan yaitu sumpit yang berbahan dasar stainless steel, karena bahan tersebut tidak berbahaya bila kontak dengan panas, serta proses produksinya yang higienis dan terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan. Namun, sumpit ini belum banyak digunakan di Indonesia, walaupun di Asia Timur sudah marak digunakan. Hal ini disebabkan oleh mahalnya biaya yang harus dikeluarkan saat proses produksi serta harga beli dari sumpit ini. Sehingga masih banyak restoran-restoran yang menggunakan sumpit berbahan dasar kayu dan bambu saat menyediakan alat makan demi alasan murahnya biaya yang dikeluarkan tanpa memikirkan dampak dari penggunaan sumpit berbahan dasar kayu maupun bambu tersebut.

Solusi Terdahulu

Jagung merupakan salah satu tanaman yang cukup terkenal tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara lainnya. Bahkan tidak sedikit negara yang menjadikan jagung tersebut sebagai makanan pokok. Produksi jagung dalam negeri selalu meningkat tiap tahunnya. Namun, meningkatnya produksi jagung juga secara tidak langsung menimbulkan masalah baru, yaitu bertambahnya limbah kulit jagung yang akan dihasilkan. Sejauh ini, limbah kulit jagung di Indonesia digunakan sebagai :

1. Pakan ternak

(13)

memenuhi kebutuhan pangan hewan-hewan ternak tersebut, biasanya para petani menggunakan limbah kulit jagung sebagai pakannya.

2. Barang-barang kerajinan tangan

Salah satu pemanfaatan kulit jagung yang sangat sering ditemukan adalah sebagai bahan dasar untuk kerajinan tangan sebagai dekorasi di dalam rumah. kulit jagung yang telah direbus dan diberi pewarna dapat dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi hiasan-hiasan yang menarik, seperti berbagai jenis bunga, boneka, hingga lampu hias.

3. Pembungkus kue

Serat dari kulit jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik untuk kemudian diolah menjadi botol dan gelas. Meskipun terbuat dari bahan organik, namun kualitasnya tidak kalah dengan botol dan gelas plastik biasa. Hal ini dikarenakan serat dari kulit jagung cukup kuat. Selain itu, botol dan gelas dari kulit jagung ini dapat diserap tanah dan sekaligus menjadi pupuk setelah digunakan. Namun sayangnya peminat gelas dan botol dari kulit jagung ini masih sedikit, karena harganya yang lebih mahal ketimbang gelas dan botol dari plastik biasa.

Kondisi Terkini yang Dapat Diperbaiki Melalui Gagasan Baru Ekstraksi selulosa dari kulit jagung

Kulit jagung dipotong menjadi panjang sekitar 3 sampai 4 cm menggunakan pemotong kertas karton. Serat diperoleh dari kulit jagung oleh kombinasi ekstraksi kimia dan enzimatik. Kulit jagung diperlakukan dengan larutan natrium hidroksida 0,5 N selama 60 menit pada 95 ° C dengan dari kulit jagung 5% massa dalam larutan alkali. Bubur (slurry) tersebut kemudian dicuci dalam air untuk menghilangkan zat terlarut , dan serat kasar yang diperoleh dinetralkan menggunakan 10% (v/v) larutan asam asetat. Serat yang telah dinetralkan tersebut kemudian dikeringkan di bawah kondisi kamar. Dua jenis enzim, dan pulpzyme selulase digunakan untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa dari kulit jagung.

(14)

endoglucanases, cellobiohydrolases dan β-glucosidases. Endoglucanases menyerang rantai selulosa secara acak, cellobiohydrolases menghidrolisis rantai selulosa dari ujung dan β-glucosidases menghidrolisis cellulobiose menjadi glukosa. Selulase digunakan dalam penelitian ini untuk menghilangkan serat-serat pendek di kulit jagung. Serat pendek tidak cocok untuk tekstil aplikasi dan relatif mudah untuk dihidrolisis. Namun, seperti alkali pretreatment, memilih konsentrasi, waktu dan temperatur perlakuan enzim merupakan hal yang penting karena selulase mampu merusak selulosa dalam kulit jagung mengakibatkan penurunan kekuatan serat. Sebuah enzim yang konsentrasinya 5% massa dari serat dengan sekitar 5% (b/v) dari serat dalam larutan enzim, waktu perlakuan 60 menit pada 50 °C ditemukan menghasilkan serat dengan kualitas yang diinginkan. Serat diperoleh setelah enzim tersebut dibilas dalam air dan dikeringkan pada kondisi kamar.

Proses pembuatan komposit selulosa

Material komposit merupakan material multifase yang dihasilkan dengan mengkombinasikan bahan yang berbeda dengan tujuan untuk memperoleh sifat-sifat baru yang merupakan kombinasi sifat-sifat dari beberapa bahan tersebut. Komposit serat pendek biasanya dibuat dengan mencampur serat-serat dengan resin cair untuk membentuk bubur, dan kemudian dicetak untuk membentuk komposit. Pada pembuatan komposit dari kulit jagung ini, perlu dilakukan beberapa tahap untuk mendapatkan suatu koposit, diantaranya pencampuran dengan silane coupling agent dan resin polipropilen.

Langkah pertama yaitu pencampuran selulosa dengan resin polipropena. Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, salah satunya adalah pengemasan makanan. Tujuan dari pencampuran ini yaitu untuk mendapatkan sifat kombinasi antara sifat selulosa dan polipropilena. Polipropilena memiliki kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga menengah. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat translusen (bening) maupun berwarna-warni dengan menggunakan pigmen.

(15)

Gambar 1. Ilustrasi struktur silane pada substrat selulosa

Proses pencampuran coupling agent dengan komposit serat selulosa dan dan polimer (wood fiber and polymer composites) umumnya dibagi menjadi 3 proses dasar (Gambar 2, 3, dan 4). Coupling agent dapat langsung dilapisi pada serat kayu dan polimer selama pencampuran. Proses ini (proses satu langkah) cukup sederhana dan murah (Gambar 2). Dalam proses dua langkah, pelapisan atau okulasi dilakukan sebelum pencampuran (Gambar 3,4). Coupling agent dilapisi atau diokulasi pada permukaan serat kayu, polimer atau baik sebelum pencampuran dalam proses kedua. Pada proses ketiga, sebagian dari polimer dan serat kayu diperlakukan dengan coupling agent, kemudian dicampur dengan serat kayu dan polimer yang tidak diperlakukan dengan coupling agent

Pada proses yang pertama, dibutuhkan kondisi coupling agent yang sedikit dan waktu pencampuran yang singkat untuk menghasilkan adhesi yang baik antara serat kayu dan polimer. Proses kedua (Gambar 3) lebih disukai untuk komposit yang dibentuk dalam ruang terbuka (air-formed composite). Selain itu proses dua langkah membantu meningkatkan luas permukaan sentuh sehingga meningkatkan sifat mekanik dari serat selulosa.

Gambar 2. Coupling Treatment Tipe 1

(16)

(Sumber: resin 5)

Gambar 4. Coupling Treatment Tipe 3

Proses pencetakan komposit

Metode pencetakan yang digunakan untuk mencetak komposit limbah kulit jagung ini menjadi sumpit adalah Metode Compression Molding. Compression Molding adalah metode pencetakan (molding) di mana bahan baku yang akan dicetak diletakkan dalam cetakan yang terbuka, lalu cetakan ditutup dengan menggerakkan pompa hidrolik untuk memberikan tekanan dan diberikan panas untuk melelehkan bahan. Bahan yang meleleh tersebut akan mengisi seluruh cetakan. Proses ini berlangsung selama 10-15 menit. Setelah crossed linking terjadi secara sempurna antara matriks dan reinforced, plate pemanas dimatikan dan plate pendingin dinyalakan. Setelah 10 – 15 menit, ejektor pin ditekan sehingga bahan terlepas dari cetakan.

Kelebihan dari metode ini adalah kemampuannya untuk mencetak dengan hasil luas dan besar, harganya pun lebih murah dari pada injection molding atau transfer molding. Terlebih lagi alatnya hanya menghasilkan sedikit sekali limbah, memberi keuntungan saat bahan yang digunakan cukup mahal, sehingga tidak terbuang.

Proses pencetakan komposit limbah kulit jagung ini dibagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap pencetakan komposit menjadi lembaran. Komposit dengan massa tertentu diletakkan di wadah bagian bawah molder. Kemudian bagian atas molder yang dapat bergerak diturunkan hingga menekan komposit di bagian bawah molder berubah bentuk menjadi lembaran yang rata.

(17)

Tahapan selanjutnya adalah pemotongan lembaran tersebut menjadi batang-batang sumpit. Pada tahap ini, bagian atas molder dilengkapi dengan pisau pemotong dengan ukuran yang telah disesuaikan sehingga akan menghasilkan batang-batang sumpit dengan ukuran yang seragam.

Gambar 6. Proses Pencetakan Tahap 2

Pihak-Pihak Terkait

Adapun pihak yang dapat membantu dalam mengimplementasikan gagasan tentang pemanfaatan limbah kulit jagung untuk pembuatan sumpit yaitu :

No .

Lembaga Peranan

1. Lembaga Penelitian Melakukan riset / uji coba kelayakan sumpit berbahan dasar komposit kulit jagung

2. Kalangan Akademisi Meneliti, merancang, dan mengembangkan komposit dari kulit jagung yang baik dan aman untuk pembuatan sumpit

3. Pemerintah Menyediakan modal bagi daerah sasaran dengan anggaran APBN dan APBD untuk pengembangan daerah sehingga program dapat berjalan dengan lancar

4. Dinas Pertanian Mempermudah regulasi kerja sama dalam mendapatkan limbah kulit jagung dari produk pertanian serta memantau pertanian jagung sehingga kulit jagung yang dihasilkan berkualitas baik dan tidak terserang oleh hama atau penyakit tanaman yang lainnya. 5. Media Massa Menyosialisasikan sumpit berbasis komposit

kulit jagung pada masyarakat agar dapat diterapkan di Indonesia

6 Industri berbasis jagung Mempermudah pelaksana gagasan dalam mendapatkan sumber bahan utama dalam

Tampak atas

(18)

pembuatan sumpit dari komposit kulit jagung.

7 Distributor Menentukan daerah tujuan operasi di dalam dan luar negeri untuk memasarkan output produk

8 Bank/koperasi Memberikan pinjaman modal untuk memulai merintis produksi sumpit berbahan dasar komposit kulit jagung

Langkah Strategis Implementasi

Dalam mewujudkan sumpit berbahan baku limbah jagung, diperlukan berbagai langkah agar pengimplementasiannya berjalan dengan baik dan sesuai harapan. Langkah yang kami targetkan terdiri dari 2 macam tingkatan skala, yakni target skala kecil dan target skala besar. Adapun langkah-langkah sebagai target skala kecil, yakni:

1. Melakukan sosialisasi mengenai sumpit limbah jagung kepada masyarakat selaku penggunakan sumpit konvensional yang berbahan dasar bambu. 2. Melakukan penyuluhan kepada pedagang makanan yang menggunakan

sumpit sebagai salah satu peralatannya.

3. Menyebarkan iklan, seperti poster, mengenai sumpit limbah jagung yang disebar ke sekolah-sekolah ataupun daerah-daerah padat penduduk, di mana pada umumnya penggunaan sumpit konvensional banyak ditemukan. Pada target skala kecil, langkah-langkah yang diambil bertujuan supaya para pengguna sumpit di daerah-daerah tertentu mengetahui dan tertarik untuk menggunakannya. Di lain pihak, diharapkan juga jika mereka mulai menyadari tentang pentingnya penggunaan sumpit limbah jagung ini dibanding sumpit konvensional.

Daerah yang hendak menjadi target skala kecil dipilih melalui beberapa cara, yaitu peninjauan langsung (survei), pengumpulan data dari media masa, atau menanyakan kepada pedagangnya langsung mengenai daerah yang biasa menjadi tempat berjualannya.

Langkah skala besar adalah kerjasama dengan pemerintah dalam hal sosialisasi dan pemberian kebijakan. Sosialisasi dilakukan lebih menyeluruh secara nasional, di mana pemerintah juga bertindak sebagai penyedia dana. Sedangkan dalam hal pembuatan kebijakan, pemerintah dapat membuat suatu keputusan mengenai pengendalian peredaran sumpit konvensional yang kurang baik bagi kesehatan. Pada langkah kedua ini, pemerintah juga dapat melakukan pengontrolan lebih mengenai masuknya sumpit konvensional secara illegal, di mana umumnya sumpit ini diimpor dari China.

Peluang dan Tantangan

(19)

1. Menurut data dari Badan Pusat Statistik dan dan Departemen Pertanian bahwa produksi jagung di Indonesia semakin melimpah tiap tahunnya sehingga akan berdampak pada limbah kulit jagung yang dihasilkan. 2. Bahan baku pembuatan sumpit ini berasal dari limbah kulit jagung yang

umumnya kurang termanfaatkan secara maksimal sehingga dapat diperoleh dengan mudah.

3. Dapat meminimalisir penebangan kayu dan bambu di Indonesia sehingga akan turut membantu melestarikan lingkungan.

4. Tidak Menggunakan bahan – bahan kimia yang berbahaya seperti hidrogen peroksida yang biasa digunakan pada sumpit kayu atau bambu sehingga lebih aman untuk digunakan.

5. Penggunaan sumpit dengan bahan dasar limbah kulit jagung ini dapat digunakan sekali pakai maupun berulang kali pakai selama masih dalam kondisi yang wajar.

Sementara itu, tantangan yang akan dihadapi dalam menerapkan sistem ini adalah sebagai berikut :

1. Sulitnya menemukan jenis resin yang bersifat food grade yang aman sebagai bahan campuran untuk perekatan serat kulit jagung.

2. Membutuhkan kerja sama dengan pihak – pihak terkait seperti pemerintah, industri serta silane distributor untuk mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan sumpit ini.

3. Harga produk dari sumpit ini relatif mahal karena proses pembuatan yang cukup sulit dan waktu yang cukup lama.

KESIMPULAN

Gagasan yang Diajukan

Limbah kulit jagung selama ini masih kurang dimanfaatkan dibandingkan dengan limbah dari bagian jagung yang lain seperti bonggolnya. Limbah kulit jagung dapat dimanfaatkan menjadi komposit dalam pembuatan sumpit makan karena kandungan selulosanya yang cukup tinggi yaitu sekitar 42%. Selulosa tersebut akan menggantikan bahan dasar sumpit makan yaitu berupa kayu atau bambu dan akan diolah menjadi komposit dengan campuran resin berupa polipropilena. Kandungan selulosa pada kulit jagung mempunyai kepolaran yang berbeda dengan polipropilena sehingga campuran tersebut tidak akan membentuk komposit yang baik. Oleh karena itu, diperlukan coupling agent berupa silane untuk mencampurkan keduanya.

(20)

cukup aman karena tidak menggunakan pemutih dan teknologi pada pengolahan sumpit ini sudah tergolong canggih.

Teknik Implementasi

Tahap implementasi dari produksi sumpit ini terbagi menjadi beberapa tahapan, yang pertama yaitu tahap persiapan. Pada tahap ini produsen melengkapi data serta mencari bahan-bahan yang dibutuhkan. Lalu mencari atau mengadakan peralatan yang akan digunakan selama proses produksi. Setelah seluruh peralatan dan bahan-bahan lengkap, dilakukan proses produksi dan apabila proses produksi telah selesai, dilakukan uji produk, apakah sudah memenuhi standar atau belum. Jika belum, dilakukan proses produksi ulang, jika sudah, produk akan didistribusikan melalui toko-toko maupun supermarket, tentunya dengan dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga lain yang terkait.

Prediksi Hasil

Sumpit berbahan dasar selulosa kulit jagung yang berpotensi sebagai pengganti dari sumpit kayu dan bambu ini dapat direalisasikan melalui home industry maupun tidak. Bila dipasarkan, sumpit ini diprediksikan memiliki potensi yang cukup baik untuk kalangan menengah ke atas, dan sebaliknya, memiliki potensi yang cukup rendah bagi kalangan menengah ke bawah. Karena harga dari sumpit ini akan lebih mahal dibanding dengan sumpit bambu maupun kayu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dari proses produksi dan bahan dasar dari kedua sumpit. Namun, apabila masyarakat mengetahui kelebihan dari sumpit ini (food grade) dan kelemahan dari sumpit kayu dan bambu yang berbahaya bagi kesehatan, maka mereka akan beralih ke sumpit berbahan dasar selulosa kulit jagung ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelmouleh, M. , et al.(2004). Modification of cellulosic fibres with

functionalised silanes: development of surface properties . International Journal of Adhesion & Adhesives 24. 43—54

BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2003. Statistik Indonesia. BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2006. Statistik Indonesia. Chung, Deborah. (2009). Composite Material. New York: Springer

Departemen Pertanian. 2004. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. www.deptan.go.id. 2004.

Huda, Shah N. (2008). Composites from Chicken Feather and Cornhusk-Preparation and Characterization. Nebraska : University of Nebraska

Reddy, Narenda. (2006). Structures of Natural Cellulose Fibers Obtained from

Cornhusk, Cornstalk, Rice, Wheat, Soybean Straw and Leaves. Nebraska Xie, Yanjun., et al. (2004). Silane coupling agents used for natural fiber/polymer

(21)

http://repository.usu.ac.id

http://www.scribd.com/doc/37170563/plastik-polipropilen

(22)

Curriculum Vitae

1. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap : Wahyudi Maha Putra

b. NPM : 1106005741

c. Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 18 Februari 1993 d. Fakultas/Departemen : Teknik/Teknik Kimia e. Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat :

-g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih : -2. Anggota Pelaksanaan Kegiatan

a. Nama Lengkap : Saraswati Andani Satyawardhani

b. NPM : 1106006511

c. Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 19 Juli 1993 d. Fakultas/Departemen : Teknik/Teknik Kimia e. Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat :

-g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih : -3. Anggota Pelaksaan Kegiatan

a. Nama Lengkap : Firna Indrianty Sari

b. NPM : 1106004121

c. Tempat/Tanggal lahir : Depok, 27 Januari 1994 d. Fakultas/Departemen : Teknik / Teknik Kimia e. Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat :

-g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih : -4. Anggota Pelaksanaan Kegiatan

a. Nama Lengkap : Achmad Fathony

b. NPM : 1106004071

c. Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 26 Oktober 1993 d. Fakultas/Departemen : Teknik / Teknik Kimia e. Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat :

-g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih : -5. Anggota Pelaksanaan Kegiatan

a. Nama Lengkap : Setia Bakti

b. NPM : 1106004292

c. Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 11 Desember 1992 d. Fakultas/Departemen : Teknik/Teknik Kimia e. Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat :

-g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih :

(23)

Review

Silane coupling agents used for natural fiber/polymer composites: A

review

Yanjun Xie a,b,*, Callum A.S. Hill b, Zefang Xiao a, Holger Militz a, Carsten Mai a a Wood Biology and Wood Products, Burckhardt-Institute, Georg August University of Göttingen, Büsgenweg 4, D37077 Göttingen, Germany b Centre for Timber Engineering, School of Engineering and the Built

Environment, Edinburgh Napier University, 10 Colinton Road, EH10 5DT Edinburgh, United Kingdom

Xie, Yanjun., et al. (2004). Silane coupling agents used for natural fiber/polymer composites: A review.

Abdelmouleh, M. , et al.(2004). Modification of cellulosic fibres with

functionalised silanes: development of surface properties . International Journal of Adhesion & Adhesives 24. 43—54

Resin 4

International Journal of Adhesion & Adhesives 24 (2004) 43–54

Modification of cellulosic fibres with functionalised

silanes: development of surface properties

M. Abdelmouleha, S. Boufia, M.N. Belgacemb,*, A.P. Duartec, A. Ben

Salaha, A. Gandinib

aLMSE, Facult!e des sciences de Sfax, BP 802-3018 Sfax, Tunisie

bLGP2, Ecole Fran@aise de Papeterie et des Industries Graphiques (INPG), BP 65, Domaine Unviersitaire, F-38402 St.

Martin d’H" eres, France

cDepartment of Paper science and Technology, University Beira Interior, Rua Marques d’Avila e Bolama, 6201-001

Covilha, Portugal Accepted 7 July 2003

COMPOSITES FROM CHICKEN FEATHER AND CORNHUSK - PREPARATION

(24)

Shah N. Huda A DISSERTATION

Presented to the Faculty of

The Graduate College at the University of Nebraska In Partial Fulfillment of Requirements

For the Degree of Doctor of Philosophy Major: Engineering

Under the Supervision of Professor Yiqi Yang Lincoln, Nebraska

May, 2008

Huda, Shah

Reddy, Narenda. (2006). Structures of Natural Cellulose Fibers Obtained from Cornhusk, Cornstalk, Rice, Wheat, Soybean Straw and Leaves. Nebraska

STRUCTURE AND PROPERTIES OF NATURAL CELLULOSE FIBERS OBTAINED FROM CORNHUSKS, CORNSTALKS, RICE, WHEAT, SOYBEAN

STRAW AND SORGHUM STALKS AND LEAVES By

Narendra Reddy A DISSERTATION

Presented to the Faculty of The Graduate College at the University of Nebraska In Partial Fulfillment of Requirements

For the Degree of Doctor of Philosophy Major: Human Sciences

Under the Supervision of Professor Yiqi Yang Lincoln, Nebraska

December, 2006

Gambar

Tabel 1. Perkembangan penggunaan jagung dalam negeri, total kebutuhan, produksi, danselisih produksi dan kebutuhan, 1990 - 2005 (*000 ton)
Tabel  3. Produksi Jagung Nasional Periode 2006-2011
Gambar 2. Coupling Treatment Tipe 1
Gambar 4. Coupling Treatment Tipe 3
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada business architecture phase artefak dari hasil analisis yang dilakukan adalah perancangan proses flow diagram yang terdapat pada fungsi teknik Perum DAMRI Bandung. Pada

Kebangkitan yang dipahami sebagai peristiwa yang benar-benar terwujud dan akan dinyatakan pada masa yang akan datang, maka kebangkitan yang diwartakan oleh Paulus itu

DAFTAR ABSENSI PESERTA FESTIVAL KOMUNITAS MASYARAKAT BEROLAHRAGA 2017 KEMENTRIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK

Variabel terikat penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien rawat inap yang menjalani perawatan bedah. di RS PKU

Termasuk dalam kawasan ini adalah bencana tanah longsor (Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Pesawaran,

Dari hasil ini ini maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial masing-masing variabel tersebut yaitu Service Quality (X 1 ), Food Quality (X 2 ) dan Price (X 3 ) memiliki

Dari dua vasiabel ini menjadi akan terlihat pengaruh dari komunikasi orang tua terhadap prestasi siswa MTsN 1 Bandung, dilihat dari intensitas belajar,

CAMEL approach is used to evaluate the financial performance of the regional development banks in Indonesia over the period 1994 to 2004 to attain the first stated