• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan dalam Karya Sastra pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perempuan dalam Karya Sastra pdf"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEREMPUAN DALAM SASTRA:

KEPRIBADIAN DAN MEKANISME PERTAHANAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF KARYA SASTRA

Mohammad Anwar Syi’aruddin NIM. 21141200000051

ABSTRAK

Makalah ini mendeskripsikan tipe kepribadian dan mekanisme pertahanan perempuan dalam menjaga eksistensinya yang digambarkan pengarang dalam suatu karya sastra. Dalam pembahasannya memberikan gambaran tentang berbagai tipe kepribadian perempuan mekanisme pertahanan diri dalam upaya menjaga eksistensi dirinya sebagai seorang perempuan yang dalam hal ini digambarkan oleh tokoh perempuan dalam suatu karya sastra. Makalah ini juga memberikan sedikit penjelasan bahwa motif tingkah laku yang nampak pada tokoh wanita adalah sebagian besar masih menampakan adanya pengaruh dari diri sendiri dan lingkungannya. Jika dihubungkan dengan latar, cara, dan tujuan dilakukannya suatu perbuatan atau tindakan, maka dapat melahirkan beberapa sifat dasar di dalamnya yang memiliki keterkaitan antara perempuan dengan lingkungannya. Tokoh-tokoh wanita terutama di dalam sebuah karya sastra lebih menunjukan sikap reaktif. Kelabilan hatinya selalu menjadikan mereka lebih mudah terpengaruh pada lingkungannya. Perempuan yang cenderung memiliki feminimitas lebih tinggi memiliki kecenderungan bahwa mereka harus tunduk, patuh dan setia kepada suaminya. Sedangkan sebaliknya mereka perempuan yang memiliki pendidikan tinggi bahkan berkedudukan tinggi mereka lebih mengantarkan kedudukannya dalam mensejajarkan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dalam menjalani fungsinya sebagai istri sudah tidak lagi berperan sebagai sosok yang memiliki konsep dan perilaku tradisional. Mereka cenderung menjadi memiliki sikap tidak merasa ketergantungan terhadap suami sehingga peran yang dijalaninya sebagian besar berfungsi sebagai penompang peran kedudukan sang suami.

Kata Kunci: Perempuan, Kepribadian, Feminisme, Karya Sastra

PENDAHULUAN

Perbedaan jender telah melahirkan perbedaan peran sosial. Terkadang peran sosial tersebut dibakukan oleh masyarakat, sehingga tidak ada kesempatan bagi perempuan atau laki-laki untuk berganti peran.1 Padahal pada hakikatnya Laki-laki dan perempuan merupakan makhluk Tuhan yang berasal dari jenis manusia yang sama. Tidak ada superioritas diantara keduanya, hanya saja ada beberapa perbedaan yang spesifik antara laki-laki dan perempuan yaitu dari segi

(2)

2

biologisnya. Dalam pendapatnya orang Yahudi dan Kristen yang mengatakan bahwa Allah menicptakan Adam baru kemudian Hawa. Hal ini tidak ada bukti dalam al-qur’an yang mengatakan bahwa Adam diciptakan pertama kali dan kemudian Hawa karena dalam Al-Qur’an hanya berbicara tentang penciptaan makhluk dalam berpasangan.2 Karena itu tidak ada perbedaan yang cukup signifikan dalam kaitan tersebut.

Dewasa ini, isu perempuan selalu mendapat perhatian, terutama terlahir dari orang-orang yang memandang dan menganggap perempuan diperlakukan tidak adil dalam keluarga dan masyarakat. Dalam kaitannya dengan sastra, permasalahan yang ada tidak terbatas pada keterlibatan perempuan di dalam dunia penciptaan, kritik maupun sebagai penikmat saja, akan tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana sosok perempuan yang direpresentasikan di dalam sebuah teks sastra, khususnya perbandingan teks yang diciptakan laki-laki dan perempuan. Bahkan permasalahan yang ada saat ini yang tidak kalah penting adalah bagaimana sosok perempuan direpresentasikan di dalam sebuah teks sastra.3

Tak sedikit tokoh perempuan yang diposisikan sebagai salah satu tokoh yang termarjinalisasi bahkan tak kurang yang mengalami diskriminasi secara sosial di masyarakatnya. Hal tersebut mengakibatkan perempuan mengalami viktimisasi dengan berbagai label dan stigma yang dikenakan kepadanya. Pada akhirnya menimbulkan jender sebagai satu istilah yang merupakan konstruk sosial yang dipahami sebagai suatu sistem relasi sosial antara laki-laki dan perempuan. Dalam istilah sastra dikenal dengan feminisme, bahkan ada yang disebut dengan kritik sastra feminis, sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas kajian feminisme dalam karya sastra. Persfektif feminis yang banyak dipakai untuk menunjukkan adanya hegemoni atas ideologi dominan yang sebenarnya berdampak negatif pada hak perempuan.4

Pada dasarnya dalam artian umum, perempuan tidak dapat dilepaskan sepenuhnya dari peran dan fungsinya sebagai seorang ibu. Dalam kedudukannya sebagai sumber moralitas. Peran ibu dan suara-suara ibu yang selalu memberikan prinsip-prinsip dasar bagi pembentukan dan pengembangan moral anak. Dalam kelembagaan misalnya, perempuan menjadi sasaran dalam berbagai praktek dan kebijakan di dalam masyarakat yang khususnya di dalam masyarakat yang di dominasi kaum laki-laki. Karena itu bagi perempuan menjadi ibu merupakan peristiwa biologis, tetapi penghayatan keibuan adalah sublimasi psikologis.5 Hal

2Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,

2003), 227-228.

3U’um Qomariyah, “Citera Perempuan Kuasa dalam Perspektif Kritik Sastra

Feminis Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqi”. Diakses pada tanggal 29 April 2015.

4Lina Meilinawati Rahayu, Muhammad Adji, Nani Darmayanti, “Gender,

Kekuasaan, dan Resistensi pada Masyarakat Adat Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat”., 2010, 9. Diakses pada tanggal 28 April 2015.

5Nani Nurachman, “Women Psychology: Contextualisation and Constructivism in

(3)

3

tersebut menjadi sesuatu yang lain ketika realisasinya disajikan dalam suatu karya sastra. Misalnya menyangkut kedudukan perempuan dalam kebebasan dirinya untuk mengekspresikan diri.

Dewasa ini, fenomena kaum perempuan dalam hal bekerja bukan suatu hal yang aneh lagi di dalam masyarakat Indonesia. Sekarang mereka dapat melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan oleh laki-laki. Bahkan termasuk dapat berpartisipasi di dalam dunia politik. Sebagai contoh, kini jumlah angkatan kerja di Indonesia jika ditelusuri, diperkirakan sebesar 125,3 juta pada Februari 2014, atau naik 5,2 juta dibandingkan Agustus 2013 atau 1,7 juta dibandingkan bulan februari 2013. Tingkat berpatisipasi angkatan kerja diperkirakan sebesar 69,2 persen dan jumlah orang yang bekerja pada Februari 2014 mencapai 118,2 juta. Peningkatan partisipasi angkatan kerja ini didorong oleh peningkatan jumlah perempuan di perkotaan yang masuk dalam angkatan kerja. Dimana tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki 85,0 persen dan perempuan mencapai 53,4 persen pada Februari 2014.6

Hal tersebut membuktikan bahwa perempuan memiliki peran dan kesempatan yang sama dalam memenuhi hak-haknya sebagai seorang individu. Kepribadian seorang perempuan akan menjadi titik tolak ukuran dalam sebuah pandangan. Kepribadian yang merupakan bagian dari jiwa yang membangun kepribadian manusia menjadi satu kesatuan. Ketika memahami kepribadian itu berarti memahami diri, aku, self, dan memahami manusia dengan seutuhnya.7 Karena itu, tulisan ini akan memberikan sedikit gambaran kepribadian perempuan berikut mekanisme pertahanannya dalam menjaga eksistensi dirinya, sebagai contoh kasusnya dari beberapa tokoh perempuan yang disajikan dalam suatu karya sastra. Mungkin saja akan memiliki kesamaan dengan realita kehidupan pada umunya, karena karya sastra lahir dari realitas sosial yang terjadi di masyarakat.

PEMBAHASAN A.Sastra Feminis

Kritik sastra feminis berkembang di Indonesia sekitar tahun 1960-an yang merupakan pembaharuan tradisi pemikiran dan tindakan atas diagnosis terhadap masalah ketidaksetaraan posisi perempuan dalam masyarakat. Kritik sastra feminis tersebut digunakan untuk melihat citra perempuan dan usahanya dalam meraih eksistensinya dalam perspektif sastra.8 Siti Nurul mengutip pendapatnya Sugihastuti yang mengemukakan bahwa feminisme adalah suatu teori tentang

6Atep Hendang, “Perempuan Bekerja dalam Islam”, Majalah Tabligh No. 6/XII

Jumadil Akhir-Rajab 1436 H, 31.

7Ulvadisa Santora, “Perjuangan Hidup dan Kemandirian Tokoh Utama dalam Novel

Padang Bulan Karya Andrea Hirata: Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra”, Jurnal Skripsi Universitas Diponegoro, 2012, 6. Diakses pada tanggal 16 April 2015 pukul 07.36 WIB.

8Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan

(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,

(4)

4

persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Aquarini juga mengungkapkan bahwa feminisme bukanlah semata-mata milik perempuan akan tetapi milik laki-laki. Feminisme hanya memiliki satu tujuan yaitu mewujudkan adanya keseimbangan dan interelasi gender.9

Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu dalam kritik sastra yang muncul sebagai respons terhadap berkembang luasnya feminisme di berbagai penjuru dunia. Sastra feminis pula sebagai salah satu studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan.10 Beberapa ragam dalam kritik sastra feminis diantaranya;

1. Kritik sastra feminis-idiologis, yaitu kritik sastra feminis yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotipe wanita dalam sebuah karya sastra. Kritik sastra feminis ini dipakai dalam meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.

2. Kritik sastra feminis ginokritik, yaitu penelitian tentang sejarah karya sastra wanita, gaya penulisan, tema, genre, dan struktural tulisan wanita. Dikaji juga kreativitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu perkumpulan serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita. Adapun masalah yang di kaji adalah masalah perbedaan antara tulisan pria dan wanita.

3. Kritik sastra feminis-sosialis (feminis-marxis), yaitu kritik sastra yang meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis. Kritik ini akan mencoba untuk mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas.

4. Kritik sastra feminis-psikoanalitik. Kritik sastra ini banyak diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis mempercayai bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada tokoh wanita. Pengkritik sastra feminis biasanya perempuan dan pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh wanita yang dibacanya. Pada umumnya tokoh-tokoh wanita di dalam suatu karya otobi-ografi, biotobi-ografi, dan bahkan fiksi yang ditulisnya merupakan cerminan penulisnya.

5. Kritik sastra feminis-lesbian, yaitu kritik sastra yang hanya meneliti penulis dan tokoh wanita saja. Adapun tujuan kritik sastra feminis-lesbian adalah untuk mengembangkan suatu definisi yang cermat tentang makna lesbian. Setelah mengidentifikasi penulis-penulis serta karya-karya lesbian, para pengkritik akan mampu membentuk suatu kanon sastra lesbian dari karya-karya masa silam, kemudian dari kanon tersebut dapat dikembangkan suatu tradisi menulis sastra

9Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan

(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,

Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013, 5.

10Esti Rohana Qudsiah, A. Fuad Effendy, Ahmad Munjin Nasih, “Pencitraan Wanita

(5)

5

lesbian dari strategi membaca, dari sudut pandang lesbian baik pada teks-teks lama maupun modern.

6. Kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis-etnik, yaitu kritik sastra feminis yang mengkaji tentang adanya diskriminasi seksual dari kaum laki-laki kulit putih atau hitam dan diskriminasi rasial dari golongan mayoritas kulit putih, baik laki-laki maupun perempuan.11

Pemikiran feminisme dibangun atas kesadaran bahwa ada struktur yang tidak adil dalam relasi antara laki-laki dan perempuan. ketidakdilan ditengarai berakar dari sistem patriarki yang memandang dunia dengan laki-laki sebagai subjek. Subjektivitas laki-laki yang disuburkan oleh praktik-praktik sosial menjadikan perempuan terus-menerus dalam posisi objek (korban).12

B. Paradigma Terhadap Intensitas Perempuan

1. Manifestasi Budaya Patriarki Terhadap Kedudukan Perempuan

Adanya budaya patriarki yang masih berkembang di kalangan masyarakat tertentu selalu memberikan pandangan yang banyak merugikan perempuan. Hal tersebut tak lepas dari tradisi yang melekat pada suatu masyarakat. Perihal yang memberikan pengaruh yang sangat kuat diantaranya;

a. Adanya tradisi dalam keluarga, yang sepertinya selalu membuat adanya perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan;

b. Tradisi perjodohan, yang tidak adanya pemberian kesempatan kepada perempuan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri;

c. Tradisi berpendapat yang seakan menafikan peran perempuan, sehingga pendapat-pendapatnya selalu di nomor duakan;

d. Dominasi dan kekerasan terhadap perempuan13

Dari pengaruh-pengaruh tersebut yang mendapatkan sorotan paling banyak, bahkan sampai saat ini merupakan isu paling kontemporer adalah aspek kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan yang dapat diartikan sebagai suatu tindak kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi pada suatu keluarga atau lingkungan. Tindak kekerasan akan memberikan dampak dan resiko yang sangat besar bagi perempuan. Bahkan dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum dan hak-hak asasi manusia karena melukai secara fisik dan psikologis seorang perempuan.14

Bentuk kekerasan dalam kategori fisik misalnya menampar, memukul dan perlakuan sikap kasar dari suaminya. Kekerasan seksual seperti melakukan

11Soenarjati Djajanegara, Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003), 27.

12Muhammad Adji, Lina Meilinawati, Baban Banita, “Perempuan dalam Kuasa

Patriarki”, (Laporan Penelitian/Buku, Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, 2009), 103.

13Diambil dari contoh kasus dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban” karya

Abidah El-Khalieqi. Lihat U’um Qomariyah, “Citera Perempuan Kuasa dalam Perspektif Kritik Sastra Feminis Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqi”.

14Afwah Mumtazah, dkk., Ragam Kajian Kekerasan dalam Rumah Tangga,

(6)

6

tindakan yang mengarah kepada ajakan atau desakan seksual seperti mencium, menyentuh, dan memaksa berhubungan seks. Kemudian dalam kategori psikologis misalnya teriakan, menyumpah, mengancam, melecehkan sehingga adanya tekanan yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri, rasa aman, dan tekanan-tekanan lainnya.15 Akan tetapi dalam hal tersebut seorang perempuan yang kuasa tidak menyebabkan dirinya menjadi perempuan yang lemah, yang pasrah atas keadaan yang menimpanya, seorang perempuan mampu menciterakan dirinya sebagai perempuan kuasa dengan ketegasan, kecerdasan, sikap kritis, bertanggung jawab, memiliki tekad yang kuat dan pantang untuk menyerah.16

Para pengarang perempuan di dalam menggambarkan dunia perempuan mereka cenderung menggambarkan dunia perempuan domestik perempuan. Para pengarang memberikan gambaran terhadap seorang perempuan secara kebahasaan dengan nama citra perempuan. Terdapat enam citra perempuan yang digambarkan dalam karya sastra, diantaranya citra seorang ibu, citra perempuan setia, citra perempuan sukses, citra perempuan kedua, citra perempuan ideal, dan citra negatif perempuan. Kecenderungan dunia domestik yang digambarkan pengarang atas sosok perempuan memperlihatkan bahwa pengarang masih dipengaruhi pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa perempuan memang lebih baik di rumah, sehingga hal tersebut memperlihatkan bahwa pengarang perempuan di Indonesia menganut faham feminisme moderat.17

2. Perempuan tidak dapat Berkembang dan Laki-laki Takut Tersaingi

Seorang laki-laki dianggap memiliki kelebihan, baik secara fisik maupun dari segi akal pikiran dibanding perempuan, sehingga memunculkan anggapan bahwa seorang pemimpin haruslah laki-laki. Pandangan tersebut mempengaruhi sikap sebagian perempuan. Perempuan cenderung membatasi dirinya agar tidak melebihi laki-laki, sebab bisa jadi kelak dia mengalami kesulitan dalam mencari jodoh. Bahkan sejak kecil baik laki-laki maupun perempuan sudah ditanamkan bahwa laki-laki harus melebihi perempuan.18

3. Hubungan laki-laki dan Perempuan yang Timpang

Perbedaan jender yang menyebabkan adanya hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempuan. seperti lahirnya pepatah Jawa swargo nunut, neroko katut (surga ikut, ke neraka turut) yang membenarkan kenyataan tersebut. Hal demikian mengisyaratkan bahwa nasib seorang perempuan harus benar-benar

15Afwah Mumtazah, dkk., Ragam Kajian Kekerasan dalam Rumah Tangga, Ibid. 97. 16Digambarkan oleh sosok Annisa dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban”

karya Abidah El-Khalieqi. Lihat U’um Qomariyah, “Citera Perempuan Kuasa dalam Perspektif Kritik Sastra Feminis Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqi”. Diakses pada tanggal 29 April 2015.

17Yenni Hayati, “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia

(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012. 92. Diakses pada 29 April 2015.

18 Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam), Tim

(7)

7

menaati aturan yang diterapkan oleh suami jika ingin selamat.19 Seorang perempuan atau istri harus menunjukkan pengabdiannya kepada suaminya dengan menunjukkan sikap menerima terhadap tindakan dan perintah suaminya walaupun benar atau tidak. Pemikiran tersebut malah memberikan kesulitan perempuan untuk bergerak dalam meningkatkan intensitas dirinya dalam kehidupan sosial.

4. Perempuan Lebih Rentan terhadap Kekerasan

Salim20 mengungkapkan, setidaknya ada dua kelompok yang rentan dengan tindak kekerasan, yaitu anak dan perempuan. Kekerasan terhadap anak dan perempuan masif terjadi terutama dalam tiga jenis, yaitu kekerasan fisik, seksual, emosional serta kumpulan dari ketiganya. Hal tersebut terjadi sebagai akibat subordinasi dan marginalisasi kaum perempuan pada relasi hubungan laki-laki dan perempuan. Kerapkali para perempuan terkena dua dampak sekaligus dari tindak kekerasanan yang mengena pada dirinya. Selain menderita fisik, mental, material, kaum perempuan kurang memperoleh pelayanan untuk mengadukan penderitaan yang dialaminya secara sepadan.

C. Latar Dunia Perempuan

Pokok pembahasan dalam dunia perempuan adalah aktivitas perempuan, baik secara nyata maupun yang disaikan melalui karya sastra. Dunia perempuan menjadi salah satu faktor dalam terbentuknya pribadi seorang perempuan. Latar dunia perempuan sangat dominan dapat ditemukan dalam karya sastra. Berikut yang menjadi latar dalam dunia perempuan;

1. Latar dunia domestik

Latar dunia domestik merupakan latar dunia yang sangat digemari pengarang perempuan sejak dekade 1920-an sampai dekade 2000-an. Hal demikian mungkin disebabkan karena dunia domestik adalah dunia yang paling dekat dan paling dipahami oleh banyak pengarang perempuan. Sebagai latar dunia yang paling dominan, latar dunia domestik ini menggambarkan bahwa perempuan adalah makhluk rumahan yaitu makhluk yang selalu berada di rumah, mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan rumah seperti menyapu, memasak, mencuci, mengasuh anak, dan melayani suami. Pekerjaan tersebut seringkali dinamakan pekerjaan gratis karena pekerjaan-pekerjaan tersebut dianggap kurang bernilai atau tidak bernilai secara finansial.21 Namun, kecendrungan banyak pengarang perempuan dalam menggambarkan dunia domestik sebagai dunia perempuan bukan

19Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam), Tim

Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001, 64.

20Salim Segaf Al Jufri, Menteri Sosial. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015. Lihat

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/05/23/n5zm74-anak-dan-perempuan-rentan-dapat-kekerasan.

21 Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan,

(8)

8

berarti pengarang setuju dengan ungkapan bahwa dunia rumah tangga adalah dunia yang aman dan dunia yang paling cocok untuk perempuan.22

Tokoh-tokoh perempuan yang digambarkan dalam novel yang sebagian besar lebih banyak bergerak dalam bidang domestik menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan yang ditemui para tokoh perempuan tentulah banyak yang berkaitan dengan urusan rumah tangga. Adapun permasalahan yang paling banyak ditemui perempuan domestik tersebut adalah permasalahan terkait dengan psikologis dapat mencapai 37, 5%, kekerasan dalam rumah tangga 28, 125%, konstruksi gender di masyarakat 18, 75%, kebangsaan 9, 375%, dan politik serta ketergantungan ekonomi masing-masing sebesar 3, 125%.23 Hal tersebut menggambarkan bahwa latar domestik berdampak besar terhadap lahinya masalah psikologis.

2. Latar domestik dan publik

Pengarang dalam sastra selain banyak menggambarkan sosok perempuan dengan latar domestiknya, pengarang juga ada yang berusaha dengan menampilkan dunia lain yang dapat digeluti oleh perempuan, yaitu ranah publik. Ketika perempuan terjun ke dunia publik, sebagian perempuan tidak akan pernah mampu untuk meninggalkan dunia domestiknya, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan problem baru dalam kehidupan perempuan. Hal tersebut dikarenakan dismping dia harus bertangung jawab terhadap keadaan rumah tangganya, dia juga akan dituntut untuk menjaga keprofesionalannya di tempat dimana mereka bekerja.24

Peran perempuan di bidang public dapat ditunjukkan dengan keikutsertaan perempuan dalam berbagai pergerakan, tingkat pendidikan, dan dalam dunia usaha. Sedangkan perempuan yang berlatar domestic dapat terlihat dari peran-peran perempuan sebagai seorang isteri yang hanya bertugas melayani kebutuhan suami dan berperan sebagai seorang ibu yang bertugas merawat anak-anaknya serta melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga lainnya. Kedua peran tersebut pengaruh begitu besar dikarenakan peran tersebut merupakan bentuk double burden atau beban ganda yang biasa dialami oleh perempuan-perempuan pekerja. Bahkan beban ganda yang seperti itu nantinya dapat menimbulkan masalah di rumah tangganya.25

22Yenni Hayati, “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia

(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012, 88. Diakses pada 29 April 2015.

23Else Liliani dan Esti Swatika Sari, Refleksi Peran Perempuan dalam Novel

Indonesia 1900-2000”., p. 11. Diakses pada 10 Juni 2015. Lihat http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132299491/RINGKASAN%20PENELITIAN%20R EFLEKSI%20PERAN%20PEREMPUAN%20DALAM%20NOVEL%20INDONESIA.pdf.

24Yenni Hayati, “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia

(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012, 89.

25Else Liliani dan Esti Swatika Sari, Refleksi Peran Perempuan dalam Novel

(9)

9

D.Mekanisme Pertahanan dan Tipe Kepribadian Perempuan

Perempuan menjadi sangat menarik di mata dan pandangan setiap orang. Apalagi di masa sekarang ini berbagai media, baik itu media cetak maupun media masa memberikan porsi yang cukup banyak untuk mengekspresikan diri seorang perempuan. Sehingga ekspresi yang ditampakkan oleh perempuan dalam lingkungan masyarakatnya memunculkan berbagai macam tipe karakter dan kepribadian dalam dirinya. Berikut adalah berbagai tipe kepribadian perempuan yang banyak dimunculkan dalam suatu karya sastra, dimana kepribadian yang terdapat pada tokoh perempuan dalam karya sastra tersebut pada dasarnya terlahir dari situasi lingkungan masyarakat yang dialami pribadi pengarangnya;

1. Tipe ruling, senang bertengkar. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan oleh tokoh Tini26. Perempuan yang berpendidikan tinggi dan memiliki keleluasaan dalam bergaul. Dengan pendidikannya yang tinggi sehingga membuat dirinya tidak mungkin melakukan hal yang biasanya banyak perempuan lakukan. Karena perannya sebagai wanita karir menjadikan komunikasi dengan suaminya tidak lancar. Hal tersebut berakibat kurang harmonisnya hubungan sebagai suami istri, sehingga mengalami keretakan dalam rumah tangganya.

2. Tipe ruling dan avoiding. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan oleh tokoh Tuti27. Tipe ruling ini diartikan sebagai seseorang yang senang berdebat yang diakibatkan karena pengaruh kesibukan aktiitasnya diluar, juga dikatakan avoiding karena disela-sela kesibukannya seorang perempuan masih mampu menata rumahnya dengan rapih dan teratur. Sosok perempuan yang berpendidikan tinggi dan kuat dengan ajaran agama sehingga dia mampu

26Tini adalah tokoh perempuan di dalam novel “Belenggu” karya Armijn Pane.

Novel yang menampilkan cerita perselingkuhan seorang dokter yang bernama Hartono dengan perempuan penghibur karena dia merasa tidak mendapatkan kasih sayang seorang istri yang memiliki karir yang cemerlang yang bernama Tini. Tini berasal dari keluarga berada, mendapatkan pendidikan tinggi dan pergaulan yang luas. Dia bersuamikan seorang dokter. Dia sibuk sebagai wanita karir sehingga komunikasi dengan suaminya jarang dilakukan. Kesepian yang dirasakan menyebabkan suaminya tergoda perempuan lain bekas temannya sewaktu kecil. Karena dia merasa perempuan cantik dan berpendidikan tinggi tidak mau bersaing dengan kekasih suaminya yang seorang penyanyi akhirnya dia meninggalkan suaminya. Lihat Ekarani Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”. Jurnal Artikulasi, Vol. 12 No. 2 Agustus 2011. Diakses pada tanggal 14 April 2015.

27Tuti adalah tokoh perempuan dalam novel “Layar Berkembang” karya Sutan

(10)

10

merumuskan hakikat agama secara luas. Keaktifannya di dunia luar mampu memberikan sumbangsi-sumbangsi pemikiran. Mekanisme pertahanannya yang dia pakai adalah rasionalisasi.

3. Tipe melankolik dan kolerik. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan oleh tokoh Ati28. Mekanisme pertahanan yang dilakukannya adalah dengan replacement meraih pendidikan yang tinggi. Tipe melankolik mempunyai sifat dasar yang tertutup. Mereka sering mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi dan bersifat estetis yang mendalam sehingga mereka lebih menghargai seni dibandingkan dengan perangai yang lainnya. Mereka merupakan orang yang mau mengorbankan diri sendiri, serius, dan takut akan kegagalan. Mereka mempunyai sifat dasar yang teliti, hidup dengan tantangan atau visi untuk menginvestasikan hidup mereka. Sedangkan kolerik adalah tipe terbuka. Mereka merupakan orang yang aktif, semangat pekerja keras, ambisius, motivator bagi orang lain. Karena sifatnya yang berkemauan keras mandiri dan berpendidikan keras, orang kolerik cenderung keras kepala. Seseorang yang kolerik adalah seseorang yang dikatakan berorientasi pada pekerjaan dan tugas, dia adalah seseorang yang mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi. Kelebihannya adalah dia bisa melaksanakan tugas dengan setia dan akan bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya.29

4. Tipe Sosially usefull, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Salah satu tipe dimana dia berdampingan dengan orang lain dan akan berperilaku sesuai dengan kebutuhan mereka. Orang-orang tersebut mengatasi permasalahan hidup dengan mengembangkan kerangka sosial dengan baik. Hal ini juga yang digambarkan oleh tokoh Ati.

5. Tipe leaning. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan oleh tokoh Laila30 dan Siti Nurbaya31. Tipe ini mengharapkan orang lain memenuhi kebutuhannya

28Ati adalah tokoh perempuan dalam novel “Burung-burung Manyar” karya YB

Mangunwijaya. Novel tersebut menceritakan tokoh perempuan Ati sebagai sosok seorang perempuan yang dapat menicptakan suasana perasaan pada diri dua orang laki-laki. Dia memiliki daya tarik penuh sebagai seorang perempuan cantik, cerdas dan kaya. Ati berasal dari keluarga bangsawan dan berpendidikan tinggi. Dia bersuami, akan tetapi dia juga memiliki kekasih. Teto adalah kekasihnya sewaktu dia berusia remaja hingga sampai dia telah menikah dia masih tetap mencintainya. Namun dengan egonya dia berusaha meninggalkan kekasihnya dan kembali kepada suaminya. Lihat Ekarini Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”.

Ibid.

29Lihat

https://jokotingkir.wordpress.com/2008/12/25/4-tipe-manusia-sanguin-kolerik-melankolis-plegmatik/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015.

30Laila adalah tokoh perempuan yang diceritakan dalam novel “Saman” karya Ayu

(11)

11

dan mendukung minatnya, dengan kata lain bergantung pada orang lain. Merupakan kombinasi antara minat sosial yang rendah dan tingkat aktivitas yang rendah.

E. Usaha untuk mencapai eksistensi diri tokoh perempuan 1. Perempuan menjadi Intelektual

Perempuan berpendidikan tinggi akan menentukan pola kehidupan seorang perempuan. Secara perlahan perempuan dapat menaikkan mobilitas vertical untuk memperbaiki status sosial ekonomi mereka. Perempuan akan mampu menyusun perencanaannya sendiri untuk masa depannnya. Dengan berpendidikan akan dapat menjadikan pribadi dan diri yang berkualitas, mampu menjadikan manusia yang bermutu dan terbebas dari kemiskinan dan kebodohan.32 Hal tersebut seperti yang tergambar dalam diri tokoh perempuan Matari33.

karena kekasihnya yang telah beristri. Lihat Ekarini Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”, Ibid.

31Novel Siti Nurbaya bercerita tentang kisah cinta tokoh Siti Nurbaya dengan

Samsulbahri yang harus kandas karena dengan terpaksa Siti Nurbaya menikah dengan laki-laki lain untuk menolong orang tuanya dari beban hutang. Tokoh Siti Nurbaya adalah tokoh yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga kaya yang menganut agama Islam dia memiliki paras yang cantik dan kekayaan melimpah sehingga kehidupan remaja yang dia jalani berjalan dengan menyenangkan. Dia memiliki banyak teman dan kekasih yang mencintai dan dicintainya. Di satu pihak kecantikan yang dia miliki memudahkan dia untuk bergaul, namun di pihak lain membuat suatu bencana. Karena kecantikannya dia mengalami kesengsaraan yang mengakibatkan dia harus menikah dengan orang yang tidak dia cintai. Lihat Ekarini Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”,

32Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan

(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,

Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013.

33Matari adalah tokoh perempuan di dalam novel ”9 Matahari” karya Adenita. Novel

(12)

12 2. Perempuan Bekerja

Seiring berkembangnya zaman, nampaknya perubahan sosial semakin mantap. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perempuan yang terlibat dalam pekerjaan yang produktif. Perempuan yang sebelumnya hanya sebagai ibu rumah tangga dan dipandang sebagai seseorang yang hanya mengikuti suaminya tidak sepenuhnya berlaku lagi. Meskipun perempuan dikatakan sebagai pencari nafkah tambahan dalam hal tersebut, tapi ternyata keberadaan perempuan untuk selalu menambah pendapatan keluarga semakin menjadi penting artinya dalam kehidupan ekonomi rumah tangga. Dengan demikian kesejahteraan keluargapun menjadi semakin meningkat, karena sumbangan pekerjaan perempuan pada ekonomi rumah tangganya. Ada pandangan lain, khususnya bagi para perempuan kalangan menengah ke atas yang berpandangan bahwa bekerja tidak dikarenakan faktor ekonomi semata, melainkan lebih sebagai sarana untuk mengembangkan dirinya.

Di dalam bekerja, khendaknya ada kesesuaian pekerjaan dengan fitrah dan karakter diri sebagai seorang perempuan. Seorang perempuan harus memilih pekerjaan yang sesuai dengan fitrah dan karakter feminisnya yang telah diciptakan Allah SWT. Karena ada beberapa pekerjaan yang layak dikerjakan oleh keduanya, ada juga beberapa pekerjaan yang khusus dikerjakan oleh masing-masing, seperti menjadi seorang ibu, dengan karakter, keutamaan dan keletihannya adalah inti tugas seorang perempuan. Adapun pekerjaan yang membutuhkan kerja otot selamanya akan menjadi bagian tugas dari seorang laki-laki. Pembagian seperti itu adalah sesuatu yang realistis sehingga kehidupan dapat berjalan secara normal.34

3. Bekerja untuk Mencapai Transformasi Sosial

Disaat bekerja perempuan akan dapat dikenal masyarakat banyak. Bahkan mereka akan dapat melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang berada dalam lingkungan pekerjaannya. Seperti yang digambarkan sosok Matari tokoh perempuan dalam novel 9 Matahari. Matari mencoba mengembangkan

menyesuaikan kehidupan kampus dengan pekerjaannya, tapi lama kelamaan tari mulai kewalahan menghadapi siklus hidupnya untuk tetap bisa hidup, sampai akhirnya tari mulai sakit-sakitan dan sedikit mengalami gangguan mental. Tapi beruntung dia punya teman-teman yang mengerti dia, sehingga walaupun jauh dari orang tua, tari mendapatkan perawatan yang memadai dari teman-teman beserta keluarganya. Sampai akhirnya tari cuti kuliah selama 3 semester. Selama masa itu Tari mencari kegiatan lain agar dirinya bisa lari sejenak dari masalah yang dihadapinya. Dari situ dia banyak bergaul dengan berbagai macam komunitas dan mendapatkan banyak teman baru dari pergaulannya. Ditengah-tengah kesulitannya, Tuhan masih menolong dengan cara mempertemukan dirinya dengan keluarga yang mengerti keadaan Tari. Uang kuliah tari pun ditanggung sepenuhnya oleh keluarga temannya tersebut. sampai akhirnya Tari masuk kuliah lagi dan menyelesaikan gelar sarjananya. Diakses dari http://imemiror.blogspot.com/2011/11/sinopsis-9-matahari.html

(13)

13

dirinya di dunia penyiaran. Karena profesi penyiar adalah salah satu pekerjaan yang sejalan dengan tujuannya yaitu membangun jaringan informasi.35

4. Perempuan menjadi Subjek dan Menolak Keliyanannya

Digambarkan oleh sosok Matari, tokoh perempuan dalam novel 9 Matahari karya Adenita. Dalam mencapai impiannya, dia banyak dikelilingi orang-orang hebat yang mampu menginspirasi dirinya. Dia melepas dirinya menjadi objek atau yang lain untuk menjadi dirinya sendiri. Transendensi perempuan perlu dilakukan untuk mencapai keinginannya untuk bereksistensi. Karena itu, Matari memilih untuk kuliah di jurusan komunikasi, jurusan yang mampu menjangkau semua kebutuhan dan keinginan Matari, sehingga dia bisa tetap bekerja tidak jauh dari bidang yang dia tekuni, yaitu dunia penyiaran. Hal tersebut membuat dia mampu untuk mengaktualisasikan dirinya serta menunjukkan bakat-bakatnya, sehingga dia mendapat pengakuan dari orang-orang di sekitarnya.36

5. Menjaga Hak-hak Rumah Tangga

Perempuan merupakan perempuan karier dalam rumah tangganya, yang mengatur dan mengelola segala urusan rumah tangga. Peran perempuan di dalam rumah tangganya tidak akan dapat dikalahkan oleh peran-peran lain dalam kehidupannya. Meski demikian tugas tersebut tanpa saing adalah benar-benar memiliki nilai keistimewaan.37

F. Citra Perempuan

1. Citra dan Pencitraan Perempuan

Citra merupakan penyerupaan yang mencerminkan terhadap sesuatu yang asli. Dalam KBBI, kata citra bersinonim dengan kata shurah dalam bahasa Arab yang berarti kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh suatu kata, frasa, kalimat, dan merupakan unsur yang khas dalam karya prosa, puisi dan drama. Istilah pencitraan, di definisikan sebagai gambaran-gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya, gambaran pikiran yang terdapat di dalam citra merupakan efek dalam suatu pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan.38

35Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan

(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,

Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013.

36Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan

(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,

Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013, 20.

37Asyraf Muhammad Dawabah, Muslimah Karier,ibid, 106.

38Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan

(14)

14

Citra perempuan dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri fisik, psikis, dan sosial.39 Pertama, citra perempuan ditinjau dari segi fisik merupakan gambaran tentang sosok perempuan yang dilihat berdasarkan dari ciri-ciri fisik atau lahiriah, seperti usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri muka. Kedua, citra perempuan ditinjau dari segi psikis atau kejiwaan adalah gambaran tentang sosok perempuan yang dilihat dari segi psikologisnya, seperti mentalitas, moralitas, sehingga dapat membedakan yang baik dan buruk dan antara yang benar dan salah, dan IQ atau tingkat kecerdasan. Ketiga, citra perempuan ditinjau dari segi sosial yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri sosiologisnya baik itu berkenaan dengan pekerjaan, jabatan, peran, pendidikan, pandangan hidup, agama, kepercayaan, dan ideologi dalam kehidupan.

2. Citra Perempuan dalam Pandangan Islam

Citra perempuan yang disajikan dalam novel banyak ragamnya, akan tetapi tidak semua citra perempuan yang ada di dalamnya sesuai dengan syariat Islam. Citra perempuan yang sesuai dengan ajaran syariat Islam;

a. Seorang perempuan yang cantik sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah dalam surat Ali-Imron ayat 14,

b. Wanita sebagai seorang yang cerdas dan pintar dalam surat Al-Ankabut ayat 6, c. Wanita adalah seorang yang cinta ilmu dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, d. Wanita ingin dicintai dan mencintai dalam surat Ali-Imron ayat 14,

e. Wanita ingin mengubah hidupannya menjadi lebih baik dan menjadi seorang yang terhormat dalam surat Al-Ankabut ayat 6,

f. Wanita sebagai seorang ibu dan istri yang taat dalam surat Ar-Rum ayat 21 dan surat An-Nisa’ ayat 34,

g. Wanita bekerja di kantor, sebagai seorang dokter, sebagai seorang sipir, dan sebagai seorang guru dalam surat Al-Mulk ayat 15 dan surat An-Nahl ayat 97, h. Wanita tidak bisa menjadi kepala negara dalam hadits shahih muttafaq alaih.40

G.Figur Perempuan dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an mengisahkan sejumlah perempuan yang berhubungan dengan para nabi Allah. Di dalamnya digambarkan dengan beragam dan kompleksitas yang berbeda-beda. Walaupun sebagian digambarkan dengan nama-namnya saja atau hanya sketsa kecil saja. Akan tetapi sebagian lain digambarkan pula dengan porsi yang lebih besar. Kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang perempuan pada umumnya merupakan contoh atas dosa dan keadilan, kelemahan dan kekuatan, serta perbuatan jahat dan kebajikan. Perbuatan dosa dianggap sebagai pemberontakan kepada Allah, kekafiran dan ketidaksetiaan kepada suami yang salih, sedangkan kebajikan diidentikan dengan keyakinan kepada kesyahidan, taat kepada Allah,

39Soediro Satoto, Metode Penelitian Sastra II, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Press, 1994), 45.

40Esti Rohana Qudsiah, A. Fuad Effendy, Ahmad Munjin Nasih, “Pencitraan Wanita

(15)

15

ikhlas dan taat pada suami yang salih.41 Figur seorang perempuan yang di jelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:

1. Perempuan yang berbuat kebajikan

a. Perempuan memiiki sifat kepekaan, perasa, dukungan, dan perhatian. Sedangkan kaum laki-laki diberikan kehendak yang penting, kekuatan rasio dan kekuatan fisik.42 Hal ini dalam kasus kisahnya Hawwa, istrinya nabi Adam.

b. Perempuan muslim adalah pejuang iman. Dia adalah prajurit dalam ranah peperangan melawan setan dan semua pengaruhnya yang akan membuat rusak reputasinya.43

c. Patuh, memberikan dukungan dan kepercayaan kepada suaminya. Seperti istrinya Nabi Ibrahim, Sarah dan Hajar. Mereka adalah istri yang percaya terhadap ajaran yang dibawa suaminya.

2. Perempuan yang berbuat dosa

a. Perempuan yang melakukan pengkhianatan terhadap suaminya; tidak percaya kepada Allah dan menyerang misi kenabian suaminya. Perempuan

41Dalam surah at-Tahrim ayat 10-12. Lihat Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi

Gender: Wanita dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Tafsir, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), 55. Terj. Oleh Mochtar Zoerni.

42Menurut pandangan kaum konservatif kontemporer yang memberikan penekanan

terhadap persamaan seks dalam Islam. Mereka menggunakan hadis “perempuan dari tulang rusuk laki-laki” akan tetapi dengan konteks dan tujuan yang baru sebagai acuannya. Nabi saw. Bersabda, “Perempuan terbuat dari tulang rusuk yang bengkok; yang paling bengkok adalah paling atas, jika engkau ingin meluruskannya, engkau harus mematahkannya (patah menandakan perceraian); dengan demikian, nikmati dia dengan kebengkokannya”. Dalam ungkapan itu beliau tidak menyalahkan perempuan, tetapi menjelaskan watak alami perempuan denggan proporsi emosi yang lebih besar disbanding rasionalitas. Allah telah membuatnya berbeda. Tidak seperti laki-laki yang rasionalitasnya mengungguli emosi. Tidak ada yang lebih tinggi baik laki-laki maupun perempuan. “Kebengkokan” dalam hadis itu tidak menunjukkan kekurangan atau ketidaksempurnaan sifat perempuan. Kebengkokan itu memungkinkan perempuan untuk melakukan tugasnya, berhubungan dengan anak-anak yang membutuhkan kasih sayang dan simpati yang kuat, bukan rasionalitas. Kata-kata “bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atas” menandakan kasih sayang perempuan terhadap anaknya dan perasaannya yang melampaui rasionalitas. Atas dasar ini, “kebengkokan”nya menjadi keistimewaan perempuan, karena “kebengkokan” ini pada kenyataannya merupakan kualifikasi perempuan “paling lurus” untuk melaksanakan tugasnya. Lihat Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi Gender: Wanita dalam

Al-Qur’an, Hadis, dan Tafsir (Women in the Qur’an, Traditions, and Interpretation, Terj. Mochtar Zoerni (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001),92.

43Pandangan kaum fundamentalis atas persamaan perempuan dengan kaum laki-laki.

(16)

16

yang memiliki sikap pembohong dan menentang Allah. Seperti istrinya nabi Nuh dan Luth.44

b. Perempuan penggoda, seperti Zulaikha. Karena itu tipu daya perempuan sangat berbahaya.

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Eksistensi perempuan dipengaruhi oleh paradigma yang berkembang, diantaranya; (a) Adanya manifestasi budaya patriarki terhadap kedudukan perempuan. Manifestasi budaya patriarki terlihat dalam beberapa hal, seperti pada tradisi keluarga yang sepertinya membuat perbedaan antara kedudukan laki-laki dan perempuan, pada tradisi perjodohan yang tidak memberikan pilihan bagi perempuan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri, dan pada tradisi berpendapat yang menafikan peran perempuan, (b) Perempuan tidak dapat berkembang dan laki-laki takut tersaingi, seorang laki-laki dianggap memiliki kelebihan, baik secara fisik maupun dari segi akal pikiran dibanding perempuan, (c) Hubungan laki-laki dan perempuan yang timpang yang mengisyaratkan bahwa nasib seorang perempuan harus benar-benar menaati aturan yang diterapkan oleh suami jika ingin selamat, (d) Perempuan lebih rentan terhadap kekerasan, sehingga munculnya banyak kekhawatiran jika dirinya bersikap bebas.

2. Tipe kepribadian perempuan yang digambarkan sebagian dalam karya sastra diantaranya; tipe ruling, avoiding, melankolik dan kolerik, Sosially usefull, dan leaning.

3. Usaha untuk mencapai eksistensi diri tokoh perempuan sebagai mekanisme pertahan dirinya, tokoh perempuan melakukan beberapa usaha, diantaranya; (a) Perempuan berusaha menjadi intelektual karena dengan perempuan berpendidikan tinggi akan menentukan pola kehidupan seorang perempuan, (b) Perempuan bekerja karena ada beberapa pekerjaan yang layak dikerjakan oleh keduanya, juga bekerja sebagai syarat untuk mencapai transformasi sosial, sehingga dirinya mampu dikenal masyarakat. Namun mereka tetap mampu menjaga yang menjadi hak-hak dalam rumah tangganya, karena peran perempuan di dalam rumah tangganya tidak akan dapat dikalahkan oleh peran-peran lain dalam kehidupannya.

4. Di dalam al-Quran hanya dijelaskan figur perempuan yang di contohkan oleh istri-istri para nabi melalui kisah-kisah. Kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang perempuan pada umumnya adalah sosok perempuan yang senantiasa berbuat kebajikan dan perempuan yang senantiasa berbuat dosa.

44Peringatan Al-Qur’an kepada mereka muncul dalam surah at-Tahrim ayat 10, tema

(17)

17

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Muhammad., Lina Meilinawati, Baban Banita, “Perempuan dalam Kuasa Patriarki”, Laporan Penelitian/Buku, Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, 2009.

Arivia, Gadis., Filsafat Berperspektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003.

Dawabah, Asyraf Muhammad., Muslimah Karier, Sidoarjo: Mashun, 2009.

Djajanegara, Soenarjati., Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Engineer, Asghar Ali., Pembebasan Perempuan, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2003.

Fayumi, Badriyah., dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam), Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001. Hayati, Yenni., “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia

(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012.

Hendang, Atep., “Perempuan Bekerja dalam Islam”, Majalah Tabligh No. 6/XII Jumadil Akhir-Rajab 1436 H.

Hikmah, Siti Nurul., “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan (Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”, Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013,

Liliani, Else., dan Esti Swatika Sari, “Refleksi Peran Perempuan dalam Novel Indonesia 1900-2000”.

Mumtazah, Afwah., dkk., Ragam Kajian Kekerasan dalam Rumah Tangga, Cirebon: Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), 2012.

Nurachman, Nani., “Women Psychology: Contextualisation and Constructivism in Psychology“, Jurnal Psikologi Indonesia, 2010, Vol VII, No. 1, 1-8, ISSN. 0853-3098.

Pradopo, Rachmat Djoko., Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.

(18)

18

Rahayu, Lina Meilinawati., Muhammad Adji, Nani Darmayanti, “Gender, Kekuasaan, dan Resistensi pada Masyarakat Adat Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat”, 2010.

Santora, Ulvadisa., “Perjuangan Hidup dan Kemandirian Tokoh Utama dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata: Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra”, Jurnal Skripsi Universitas Diponegoro, 2012.

Saraswati, Ekarani., “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”. Jurnal Artikulasi, Vol. 12 No. 2 Agustus 2011.

Satoto, Soediro., Metode Penelitian Sastra II, Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press, 1994.

Stowasser, Barbara Freyer., Reinterpretasi Gender: Wanita dalam Al-Qur’an,

Hadis, dan Tafsir (Women in the Qur’an, Traditions, and Interpretation,

Terj. Mochtar Zoerni Bandung: Pustaka Hidayah, 2001. Internet:

http://imemiror.blogspot.com/2011/11/sinopsis-9-matahari.html

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/05/23/n5zm74-anak-dan-perempuan-rentan-dapat-kekerasan.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil penelitian tentang pola makan dengan hipertensi terhadap 40 responden di daerah Puskesmas Parongpong adalah ada hubungan yang

Tahapan ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian terhadap hal yang dikaji. Heuristik merupakan kegiatan dalam pengumpulan sumber-sumber relevan dengan

Cara manual $aitu dengan cara mengencerkan dan melisiskan eritrosit dalam darah dengan larutan ees  !cker& pengenceran di dalam pipet khusus kemudian dihitung

Proses berpikir intuitif dalam menyelesaikan masalah matematika dari subjek penelitian diungkapkan melalui observasi dan wawancara berdasarkan pada lembar tugas

15.40 – 15.50 Implementasi Kurikulum Psikoterapi Dinamik pada Program Studi Dokter Spesialis 1, di Universitas

Pembelajaran dengan simulasi dan games dapat meningkatkan minat dan motivasi peserta yang belajar, karena dengan menggunakan Metode simulasi dan permainan keterlibatan

Dengan adanya sistem kotak sampah otomatis tersebut agar menjadi efektif serta efisien, karena ketika manusia membuang sampah maka akan secara otomatis tutup

Cara belajar siswa yang kurang teratur dapat terlihat pada hasil pengisian kuesioner yang telah diberikan pada responden rata-rata adalah 30,05 yang berarti