Oleh
Jazim Hamidi
(Sumber: Maruarar Siahaan)
INDONESIA NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Indonesia, negara hukum, dan didasarkan pada kedaulatan rakyat
yang dilaksanakan berdasar UUD 1945, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), yang lazim disebut sebagai
constitutional democracy dan democratische rechtsstaat.
Indonesia menganut ajaran pemisahan kekuasaan secara lebih
• Cabang-cabang kekuasaan tidak diletakkan
dalam satu tangan tetapi harus dibatasi dengan memisahkan satu dengan yang lain secara tegas
• Keterpisahan dapat dikenali dari kewenangan
yang dilakukan dan orang yang
melaksanakannya tidak saling mencampuri.
• Tidak diterapkan secara kaku dalam isolasi
komplit, melainkan terhubung satu dengan yang lain agar penyelenggaraan kekuasaan negara terkoordinasi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama.
. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945
. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945
“ Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik”
Dalam negara kesatuan, kekuasaan negara
terbagi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah
Pemerintah Daerah disusun dalam Pemerintah Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kekuasaan aslinya berada di tingkat pusat, dan daerah
mendapat kekuasaan oleh pusat dengan
Kewenangan yang disebut sebagai
authority, diartikan sebagai hak untuk bertindak dan mengeluarkan perintah dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pejabat umum atau lembaga negara untuk meminta kepatuhan orang pada perintah yang dikeluarkan secara sah dalam ruang lingkup tugas publiknya (public duties).
Kewenangan yang disebut sebagai
authority, diartikan sebagai hak untuk bertindak dan mengeluarkan perintah dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pejabat umum atau lembaga negara untuk meminta kepatuhan orang pada perintah yang dikeluarkan secara sah dalam ruang lingkup tugas publiknya (public duties).
Pembedaan lembaga negara sebagai organ konstitusi yang memperoleh wewenangnya dari UUD 1945 dan yang bukan, sangat
penting untuk dIperhatikan bahwa sumber kewenangan tersebut merupakan tolok-ukur atau ukuran untuk menentukan corak lembaga negara yang bersengketa menyangkut
kewenangannya
Pembedaan lembaga negara sebagai organ konstitusi yang memperoleh wewenangnya dari UUD 1945 dan yang bukan, sangat
penting untuk dIperhatikan bahwa sumber kewenangan tersebut merupakan tolok-ukur atau ukuran untuk menentukan corak lembaga negara yang bersengketa menyangkut
Dengan ukuran yang jelas demikian belum
dapat dikatakan bahwa satu lembaga negara
yang memperoleh kewenangannya dari UUD,
tidak mungkin bersengketa dengan lembaga
negara yang memperoleh kewenangan dari
undang-undang, meskipun lembaga negara
demikian disebut dalam UUD 1945 dengan
kewenangan
pokok
ditentukan
dalam
konstitusi, tetapi diatur lebih lanjut dalam
undang-undang,
sehingga
sumber
kewenangan secara tidak langsung dari UUD
45.
Dengan ukuran yang jelas demikian belum
dapat dikatakan bahwa satu lembaga negara
yang memperoleh kewenangannya dari UUD,
tidak mungkin bersengketa dengan lembaga
negara yang memperoleh kewenangan dari
undang-undang, meskipun lembaga negara
demikian disebut dalam UUD 1945 dengan
kewenangan
pokok
ditentukan
dalam
konstitusi, tetapi diatur lebih lanjut dalam
undang-undang,
sehingga
sumber
Mukhtie Fajar berpendapat bahwa hal tersebut bisa mengundang beberapa penafsiran, yaitu :
Mukhtie Fajar berpendapat bahwa hal tersebut bisa mengundang beberapa penafsiran, yaitu :
A. penafsiran luas, sehingga
mencakupsemua lembaga negara
yang nama dan kewenangannya
disebut/tercantum dalam UUD 1945
B. penafsiran moderat, yakni yang
hanya membatasi pada apa yang dulu
dikenal sebagai lembaga tertinggi dan
tinggi negara
C. penafsiran sempit, yakni penafsiran
yang merujuk secara implisit dari
Empat karakeristik utama sebuah kewenangan yang berbasis peraturan, yaitu
Empat karakeristik utama sebuah kewenangan yang berbasis peraturan, yaitu
1
• Hak untuk membuat keputusan-keputusan yang
berkekuatan hukum. Hal ini sangat berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan yang
dikeluarkan sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangannya. Potensi sengketa kewenangan lembaga negara sangat mungkin lahir dari
produk hukum yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga negara yang kemudian mengikat kepada lembaga negara lain.
2
• Perbedaan pelegitimasian antara kekuasaan
dengan kewenangan. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa lembaga negara yang secara legitimatif kekuasaannya diberikan dalam
landasan hukum yang berbeda dengan landasan hukum kewenangannya. Hal itu menimbulkan perbedaan tafsiran antara kekuasaan, fungsi, tugas, wewenang dan kewajiban maupun
penjabaran terhadap unsur-unsur tersebut.
3
•
Aturan hirarkis yang jelas, seperti
lex
specialis derogat legi generalis, lex
superiori derogat legi inferiori, yg
diperlukan dalam menjamin kepastian
hukum, dapat membingungkan ketika
beberapa jenis peraturan sudah
tercabut dengan azas tersebut
4
•
Kewenangan yang terbagi. Beberapa
kewenangan dimiliki lembaga negara
secara bersamaan dengan lembaga
negara lain. Kerancuan timbul ketika
wilayah kewenangan mulai ditafsirkan
antara satu lembaga negara dengan
lembaga negara lain
6. SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG MEMPEROLEH KEWENANGANNYA DARI UUD 1945 ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG HUKUM TATA NEGARA SEBAGAI AKIBAT SATU LEMBAGA NEGARA MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN UUD 1945 PADANYA, TELAH MENGHILANGKAN, MERUGIKAN ATAU MENGGANGGU KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA
6. SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG MEMPEROLEH KEWENANGANNYA DARI UUD 1945 ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG HUKUM TATA NEGARA SEBAGAI AKIBAT SATU LEMBAGA NEGARA MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN UUD 1945 PADANYA, TELAH MENGHILANGKAN, MERUGIKAN ATAU MENGGANGGU KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA
Checks and Balances.
Check : Pengawasan (control)
To Check = menguji
To Check = menunda, menghambat, mengerem
Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang dilindungi konstitusi
pemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang
kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan lain, sehingga tidak dapat mencapai tujuan bersama
Checks and Balances.
Check : Pengawasan (control)
To Check = menguji
To Check = menunda, menghambat, mengerem
Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang dilindungi konstitusi
pemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang
kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan lain, sehingga tidak dapat mencapai tujuan bersama
Carl Schmitt:
Konsekwensi Pemisahan Kekuasaan yang kaku
(strict,complete)
1. Eksekutif tidak memiliki hak inisiatif UU 2. Tidak dikenal persetujuan bersama dalam
pembentukan undang-undang.
3. Tidak mengenal delegasi kewenangan dalam legislasi kepada eksekutif.
4. Eksekutif tidak mempunyai hak veto atas
pembentukan UU sebagai kewenangan legislatif. 5. Legislatif tidak mempunyai hak memberhentikan
(impeachment) /kepala negara.
6. Judikatif tidak mempunyai wewenang judicial review yang
menjadi kewenangan legislatif.
1. Eksekutif tidak memiliki hak inisiatif UU 2. Tidak dikenal persetujuan bersama dalam
pembentukan undang-undang.
3. Tidak mengenal delegasi kewenangan dalam legislasi kepada eksekutif.
4. Eksekutif tidak mempunyai hak veto atas
pembentukan UU sebagai kewenangan legislatif. 5. Legislatif tidak mempunyai hak memberhentikan
(impeachment) /kepala negara.
6. Judikatif tidak mempunyai wewenang judicial review yang
menjadi kewenangan legislatif.
GRAPH 1
Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen – Vertikal Hirarkis
GRAPH 1
15
Pasal 23E Pasal 19DPR
16
LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
7. 28 lembaga negara yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung disebut dalam UUD 1945 tetapi kewenangannya dirujuk akan diatur lebih lanjut, atau lembaga negara yang diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 maupun yang sekedar disebut saja,yaitu
7. 28 lembaga negara yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung disebut dalam UUD 1945 tetapi kewenangannya dirujuk akan diatur lebih lanjut, atau lembaga negara yang diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 maupun yang sekedar disebut saja,yaitu
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat.(MPR).
2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
4) Presiden.
5) Wakil Presiden.
6) Dewan Pertimbangan Presiden.
7) Kementerian Negara.
8) Duta.
9) Konsul.
11) Jabatan Gubernur.
12) DPRD Propinsi
13) Pemerintahan Daerah Kabupaten,
yang mencakup
14) Jabatan Bupati
15) DPRD Kabupaten
16) Pemerintahan Daerah Kota, yang
mencakup
17) Jabatan Walikota
18) DPRD Kota.
19) Komisi Pemilihan Umum)KPU), yang
akan diatur lebih lanjut dalam
undang-undang.
20) Bank Sentral, yang akan diatur lebih
lanjut dalam undang-undang.
21) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
22) Mahkamah Agung (MA)
23) Mahkamah Konstitusi (MK).
24) Komisi Yudisial.(KY)
25) Tentara Nasional Indonesia(TNI).
26) Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
27) Pemerintah Daerah Khusus atau
istimewa.
28) Kesatuan Masyarakat hukum adat
lanjutan
(Jimly Asshidiqie SH, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi Press & PT Syaamil Cipta Media, 2006 hal 15.)
(8) Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian diadopsi sebagai syarat legal standing dalam pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006, menetetapkan tiga syarat untuk
legal standing tersebut yaitu :
(8) Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian diadopsi sebagai syarat legal standing dalam pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006, menetetapkan tiga syarat untuk
legal standing tersebut yaitu :
1.
Pemohon adalah lembaga negara yang
menganggap kewenangan konstitusionalnya
diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan,
dan/atau dirugikan oleh lembaga negara
yang lain
2. Pemohon harus mempunyai kepentingan
langsung terhadap kewenangan yang
dipersengketakan
3. Termohon adalah lembaga negara yang
dianggap telah mengambil, mengurangi,
menghalangi, mengabaikan, dan/atau
LEGAL STANDING - SENGKETA
LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU
MK
Pemohon adalah lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
mempunyai kepentingan langsung terhadap
kewenangan yang dipersengketakan Perorangan
warga negara Indonesia
•
Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945
•
Ada kewenangan konstitusional yang
dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon
diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon
•
Pemohon harus memiliki kepentingan langsung
LEGAL STANDING - SKLN -
JURISPRUDENSI MK
•
Putusan MK Nomor 001/SKLN - II/2004
•
Putusan MK Nomor 002/SKLN – IV/2006
……Bahwa KPU Kota Depok merupakan KPUD yang kewenangannya
diberikan oleh undang-undang dalam hal ini UU Pemda. Dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), menurut UU Pemda dan
sebagaimana juga diakui oleh Pemohon, KPUD bukanlah bagian dari
KPU yang dimaksudkan Pasal 22E UUD 1945. Dengan demikian,
meskipun KPUD adalah lembaga negara, namun dalam
penyelenggaraan Pilkada kewenangannya bukanlah kewenangan yang
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, sebagaimana dimaksud dalam
9. Putusan MK Nomor 04/SKLN-IV/2006, menyatakan :
9. Putusan MK Nomor 04/SKLN-IV/2006, menyatakan :
”Keseluruhan kewenangan tersebut diatur
dalam undang-undang yang melaksanakan
pasal 18, Pasal 18A dan pasal 18B UUD
1945. Pasal 18 ayat (6) adalah
kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang dasar kepada pemerintahan
daerah dan sekaligus juga perintah
kepada pembuat undang-undang agar
kewenangan tersebut tidak diabaikan
dalam melaksanakan ketentuan pasal 18,
10. Pasal 2 PMK Nomor 08/PMK/ 2006 menentukan :
10. Pasal 2 PMK Nomor 08/PMK/ 2006 menentukan :
Lembaga Negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah :
1) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 4) Presiden
5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) . 6) Pemerintahan Daerah (Pemda); atau
11. Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 11. Pasal 17 ayat (3) UUD 1945
“
Setiap Menteri membidangi
urusan tertentu dalam
pemerintahan”
12. Pasal 18 ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UUD 1945, mengatur sebagai
berikut:
12. Pasal 18 ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UUD 1945, mengatur sebagai
berikut:Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah propinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang di atur
dengan undang-undang
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
13. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004, menyatakan
13. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004, menyatakan
“Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, daerah mempunyai hak:
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahanya
b. Memilih pimpinan daerah c. Mengelola aparatur daerah d. Mengelola kekayaan daerah
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainya yang berada di daerah
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
h. Mendapatkan hak lainya yang diatur dalam
OTONOMI DAERAH
• Pasal 1 .5 UU 32/2004:
• “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
• Pasal 1.6 UU 32/2004 :
• “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
URUSAN PEMERINTAHAN
• Pasal 10 UU 32/2004 :
• Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan menjadi urusan pemerintah.
• Dalam menjalankan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
• Urusan Pemerintahan yang menjadi urusan
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
– Politik luar negeri – Pertahanan;
– Keamanan; – Yustisi;
TITIK SINGGUNG MK-PTUN
•
SATU KEPUTUSAN (BESCHIKKING) SEBAGAI
HASIL PELAKSANAAN SATU WEWENANG
MENURUT UUD 1945, MENYEBABKAN ADA
TITIK SINGGUNG KEWENANGAN MK DAN PTUN,
KRN SATU KEPUTUSAN TUN YANG INDIVIDUAL,
KONKRIT DAN FINAL DIUJI OLEH PTUN, TETAPI
SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
YG MEMPEROLEH KEWENANGAN DR UUD 1945
MERUPAKAN KEWENANGAN MK;
•
AKIBATNYA TERDAPAT PILIHAN FORUM DAN
LEGAL STANDING - SENGKETA
LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU
MK
Pemohon adalah lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
mempunyai kepentingan langsung terhadap
kewenangan yang dipersengketakan Perorangan
warga negara Indonesia
•
Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945
•
Ada kewenangan konstitusional yang
dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon
diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon
•
Pemohon harus memiliki kepentingan langsung
Mahkamah Agung Lembaga Negara
Sebagai Pihak SKLN
•
Pasal 65 UU MK : “MA tidak dapat menjadi
pihak dalam SKLN.
•
Pasal 2 ayat (3) PMK 08/2006 : “MA tidak
dapat
menjadi
pihak,
baik
sebagai
Pemohon
ataupun
Termohon
dalam
sengketa kewenangan teknis peradilan.
•
Pendirian ini lahir dari permohonan uji
materi yang diajukan 31 Hakim Agung, yg
substansi
sesungguhnya
dianggap
KETENTUAN
HUKUM ACARA UMUM
1. PLENO DAN KORUM
2. PIMPINAN PLENO
3. PANEL
4. SIDANG PEMERIKSAAN DAN
PENGUCAPAN PUTUSAN TERBUKA UNTUK
UMUM
PEMERIKSAAN
PENDAHULUAN. Pasal 11
(2) PMK 08/2006
1. Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan oleh Panel, sekurangnya 3 orang hakim;
2. Dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya;