• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Solusi Persamaan Linier dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Solusi Persamaan Linier dengan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS KEARIFAN LOKAL MELALUI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Oleh: Nuraini Asriati

(Pendidikan IPS, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

Abstrak:Tantangan saat ini dan masa yang akan datang dituntut kemampuan kita menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Kebijakan dan implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di sekolah menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa sehingga dapat berfungsi sebagai salah satu sumber nilai-nilai yang luhur. Kearifan lokal merupakan modal utama masyarakat dalam membangun dirinya tanpa merusak tatanan sosial yang adaptif dengan lingkungan alam sekitarnya. Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi dalam struktur sosial masyarakat dan memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi dalam kehidupan. Oleh karena itu, guru harus mampu merancang program pembelajaran dengan memperhatikan ranah afektif sebagai salah satu karakteristik manusia dalam hasil belajar, walau memerlukan waktu yang lama. Terintegrasinya pendidikan karakter dalam muatan keunggulan lokal pada proses pembelajaran, akan sesuai dengan lingkungan yang ada dan dialami peserta didik dalam rangka mengaitkan pembelajaran dengan kejadian nyata sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran yang bermakna. Secara teoritis, pengembangan karakter berbasis potensi diri belum diajarkan di sekolah sekolah, namun secara praktis telah diaplikasikan dan dipraktekkan oleh siswa di kelas maupun di lingkungan sekolah.

Kata Kunci:Karakter Potensi, Kearifan Lokal, Pembelajaran Di Sekolah.

Pendahuluan

Maraknya peristiwa yang mendera bangsa kita saat ini pun sudah merambak pada golongan elit sehingga meningkat pula kriminalitas, tingginya kasus korupsi, dan penegakan hukum yang sepertinya masih jauh dari harapan nilai

keadilan. Kejadian tersebut memberi kesan seakan-akan bangsa kita sedang mengalami krisis etika dan krisis

kepercayaan diri yang

(2)

pendidikan yang paling fatal adalah ketika produk didik tak lagi memiliki kepekaan nurani yang berlandaskan moralitas, sense of humanity. Padahal substansi pendidikan adalah memanusiakan manusia, menempatkan kemanusiaan pada derajat tertinggi dengan memaksimalkan karya dan karsa. Ketika tak lagi peduli, bahkan secara tragis, berusaha menafikkan eksistensi kemanusiaan orang lain, maka produk pendidikan berada pada tingkatan terburuk. Berdasarkan kenyataan tersebut,

pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen adanya kebutuhan nyata dan mendesak. Dalam Permendiknas N0.45/2006 setiap rumusan SKL secara implisit dan eksplisit termuat substansi nilai/karakter.

Dewasa ini dalam

masyarakat yang cepat berubah, pendidikan karakter bagi anak merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan pada era global, anak akan dihadapkan pada banyak pilihan tentang nilai yang buruk dianggapnya baik atau sebaliknya. Pertukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu masyarakat tersebut akan terjadi secara terbuka. Nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu kelompok masyarakat bukan tak mungkin akan menjadi luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan budaya masyarakat. Nilai bagi seseorang tidaklah statis, akan tetapi selalu

berubah. Setiap orang akan menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, sistem nilai yang di-miliki seseorang itu bisa dibina dan diarahkan. Apabila seseorang menganggap nilai agama adalah di atas segalanya, maka nilai-nilai yang lain akan bergantung pada nilai agama itu. Dengan demikian, sikap seseorang sangat tergantung pada sistem nilai yang dianggapnya paling benar, dan kemudian sikap itu yang akan mengendalikan perilaku orang tersebut.

(3)

dalam kebudayaan tertentu secara formal akan menimbulkan apresiasi dan rasa bangga terhadap nilai-nilai tersebut. Dengan demikian akan timbul semangat yang kuat untuk menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Tantangan globalisasi dan proses demokrasi yang semakin kuat dan beragam disatu pihak, dan dunia persekolahan sepertinya lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan pendidikan karakter. Pendidikan karakter bangsa diharapkan mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut. Kondisi dan situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan

karakter yang perlu

ditransformasikan. Berangkat dari rasa keprihatinan atas kondisi bangsa kita dengan maraknya peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini, memberi kesan seakan-akan bangsa kita sedang mengalami krisis etika dan krisis kepercayaan diri yang berkepanjangan. Berdasarkan kenyataan tersebut, pendidikan

nilai/moral memang sangat

diperlukan atas dasar argumen adanya kebutuhan nyata dan mendesak berdasarkan kearifan lokal, dan dapat dilaksanakan melalui pembelajaran afektif di sekolah.

Pembahasan

A. Model Pendidikan Karakter Komitmen Nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Jika dicermati 5 (lima) dari 8 (delapan) potensi peserta didik yang ingin dikembangkan sangat terkait erat dengan karakter.

(4)

sebagai proses pembudayaan. (c). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orang tua.

Grand Design Pendidikan Karakter menjadi rujukan konseptual

dan operasional pada setiap jalur, jenjang pendidikan dan jenis pendidikan. Adapun design

pendidikan karakter dapat di gambarkan sebagai berikut :

4

INTERVENSI

HABITUASI

Perilaku Berkarakter

MASYA-RAKAT

PROSES PEMBUDAYAAN DAN PEMBERDAYAAN Agama, Pancasila,

UUD 1945, UU No. 20/2003 ttg

Sisdiknas

T eori Pendidikan,

Psikologi, Nilai, Sosial

Budaya

Pengalaman terbaik (best practices)dan

praktik nyata

Nilai-nilai Luhur

PERANGKAT PENDUKUNG Kebijakan, Pedoman, Sumber Daya, Lingkungan, Sarana dan Prasarana, Kebersamaan, Komitmen pemangku

kepentingan.

GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTER

KELUARGA

SATUAN PENDIDIKAN

Gambar. 1 : Grand DesignPendidikan Karakter.

Dari design pendidikan karakter di atas, dapat dikembangkan nilai nilai dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasikan dari empat (4) sumber yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Pada dasarnya karakter dan pendidikan merupakan dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan bahkan ketika pendidikan cenderung diperlakukan sebagai wahan transfer pengetahuan pun telah terjadi perambatan nilai yang bermuara pada nilai- nilai kebenaran intelektual.

(5)

Gambar. 2 : Konfigurasi Karakter dalam Proses Psikologis dan Sosial Kultural. Dari gambar 2 di atas dapat dijelaskan

bahwa keselarasan dan kesatuan (holistis) antara olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa merupakan aspek penting dari pendidikan karakter. Olah pikir dan olah hati yang mencakup proses intrapersonal merupakan landasan untuk mewujudkan proses interpersonal berupa olah raga dan olah rasa/karsa. Guru dapat mentransformasikan logika berpikir dan tingkah laku spiritual kepada para murid dibarengi dengan pengawasan terhadap tingkah laku (amanah) dan jaringan sosial (tabligh) yang tengah dilakoni oleh mereka.

B. Kearifan Lokal Dalam Pengembangan Karakter

Disadari atau tidak, banyak nilai-nilai tradisional yang hidup dalam masyarakat dan dapat dijadikan sebagai muatan pendidikan karakter. Nilai-nilai tradisi ini telah menjadi kearifan lokal walaupun berbeda-beda namun memiliki kesamaan yang sangat signifikan manakala nilai-nilai tradisional disinkronkan dengan

pendidikan karakter. Sejarah perjalanan bangsa kita, kepercayaan pada sesuatu yang supranatural menjadi bagian hidup dari kebanyakan suku bangsa.

Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun pendidikan karakter di sekolah?. Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Hal ini dikarenakan kearifan lokal di daerah pada gilirannya akan mampu mengantarkan siswa Pilar inilah yang membuat pemeluk agama merasa harus selalu jujur. Pilar lainnya, setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Tuhan.

(6)

Di samping nilai dan norma yang bersumber dari agama, di tengah masyarakat kita dalam suku-suku bangsa Indonesia masih hidup nilai-nilai dan norma sosial yang bersumber dari adat. Biasanya kearifan lokal yang bersumber dari mengajarkan kebaikan seperti ajakan untuk menambah pengetahuan, dorongan untuk kerja keras, nasihat dalam mengumpulkan kekayaan, unggah-ungguh berbahasa, cara menghormati orang lain, hingga ajaran melestarikan alam sekitar. Secara turun temurun kearifan lokal yang bersumber dari adat istiadat, dan bersanding dengan kearifan lokal yang bersumber dari ajaran agama, masih terus diwariskan dan sesungguhnya masih hidup di tengah masyarakat kita. Karena itu, ketika pendidikan karakter didengungkan ulang maka sejatinya kearifan lokal itu dapat digunakan untuk memperkuat pendidikan karakter. Sebaliknya pendidikan karakter ini merevitalisasi kearifan lokal untuk dimanfaatkan dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari hidup dan bersifat biasa-biasa saja). Keseragaman budaya Indonesia merupakan modal besar membangun bangsa dimana setiap daerah memiliki

keunikan tersendiri dan mengandung kearifan lokal.

Kearifan lokal menurut Susanti, ialah gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Nilai-nilai luhur terkait kearifan lokal ialah : 1). Cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya, 2). Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, 3). Jujur, 4). Hormat dan santun, 5). Kasih sayang, dan peduli, 6). Percaya diri, krearif, kerja keras, dan pantang menyerah, 7). Keadilan dan kepemimpinan, 8). Baik dan rendah hati, 9). Toleransi, cinta damai dan persatuan.

Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya untuk kembali kepada jati diri melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal. Sebagai misal, keterbukaan dikembangkan dan kontekstualisasikan menjadi kejujuran. Kehalusan diformulasi sebagai keramah-tamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi, dan demikian seterusnya.

(7)

lingkungan alam sekitarnya. Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung dalam struktur sosial masyarakat sendiri dan memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi kehidupan baik saat berhubungan dengan sesama maupun dengan alam. Sekarang eksistensi kearifan lokal dirasakan semakin memudar pada berbagai kelompok masyarakat.

Peluang berhasilnya implementasi model pendidikan berkarakter dan berbudaya sebanding dengan daya dukung yang dimiliki. Pada konteks ini, yang dimaksud daya dukung adalah segala sumber tenaga, waktu, pikiran (gagasan), kebijakan, dana, kemauan dan semangat, dan komitmen baik yang berasal dari satuan pendidikan maupun dari luar (lingkungan sekitar satuan pendidikan). Semakin besar daya dukung yang dimiliki, semakin besar pula peluang model pendidikan tersebut berhasil terimplementasikan.

Terintegrasinya muatan keunggulan lokal pada pembelajaran, akan sesuai dengan lingkungan yang ada dan dialami peserta didik. Dengan demikian, peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2008). Hal ini sejalan dengan Nurhadi, dkk (2004) bahwa upaya mengaitkan pembelajaran dengan kejadian atau fakta di dunia nyata, dapat menciptakan proses pembelajaran yang bermakna.

Salah satu fungsi dari sekolah mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam menjalankan fungsi sosial harus mampu mensosialisasikan peserta didik, sehingga mereka nantinya bisa mengubah diri mereka dan masyarakatnya. Masyarakat merupakan sebuah tempat yang menjadi tempat hidup, tumbuh, berkembang dan berubah bagi manusia. Sekolah berupaya menggali dan mewariskan kearifan lokal dalam membangun kehidupan berbangsa.

(8)

C. Karakter Berbasis Budaya Sekolah

Apa itu karakter berbasis kultur sekolah?. Bagaimana individu yang terlibat dalam lembaga pendidikan dapat berperan serta secara aktif dalam pembentukan kultur sekolah yang berjiwa pendidikan karakter?, Bagaimana kultur sekolah itu terbentuk

dan bagaimana menjaga

keberlangsungannya sehingga sekolah memiliki sebuah tradisi pendidikan yang kokoh?, Bagaimana sekolah mendesain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah?, Pendidikan karakter jika dilaksanakan secara menyeluruh dan utuh, akan memperkuat kultur sekolah yang semakin kondusif bagi pertumbuhan setiap individu dalam komunitas sekolah.

Kultur sekolah inilah yang seringkali luput dari pembahasan ketika para pendidik maupun publik berbicara tentang pendidikan karakter. Pendidikan karakter tidak akan efektif jika pengembangan kultur sekolah yang berjiwa pendidikan karakter tidak tersentuh melalui program-program yang dirancang. Untuk itu, para pendidik dan komunitas sekolah mesti mengerti, menyadari, dan ikut terlibat aktif dalam mendesain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah ini.

Pendidikan karakter harus masuk dalam setiap aspek kegiatan belajar-mengajar di ruang kelas, praktek keseharian di sekolah, dan terintegrasi dengan setiap kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka,

pecinta alam, olah raga, palang merah, dan karya tulis ilmiah. Setelah itu setiap siswa diharapkan mampu menerapkannya di rumah dan lingkungan sekitarnya. Semua aspek pendidikan mulai dari ruang kelas hingga lingkungan tempat tinggal harus tetap berkesinambungan dalam menjaga nilai-nilai pendidikan karakter. Model pendidikan karakter dalam pembelajaran bisa merupakan; 1). Otonomi, mata pelajaran sendiri, 2). Integrasi, terpadu dengan mata pelajaran lain, 3). Suplemen berupa kegiatan tambahan yang bersifat ekstrakulikuler atau kemitraan dan, 4). Kolaborasi, berupa kegiatan gabungan dari ketiga model pendidikan.

Dalam konteks mikro pengembangan karakter berlangsung dalam konteks suatu satuan pendidikan atau sekolah secara holistik. Sekolah sebagai leading sector berupaya memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi dan menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan karakter di sekolah.

(9)

ko kurikuler dan ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian dirumah dan masyarakat. Adapun program pengembangan karakter pada latar

mikro dapat digambarkan sebagai berikut :

KEGIATAN KESEHARIAN DI RUMAH KEGIATAN

EKSTRA KURIKULER

Integrasi ke dalam kegiatan Ektrakurikuler Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, Dsb. Integrasi ke dalam KBM pada setiap Mapel

Pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan

Penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di rumah yang sama dengan di satuan pendidikan

STRATEGI MIKRO DI SEKOLAH

5

BUDAYA SEKOLAH: (KEGIATAN/KEHIDUPAN KESEHARIAN DI SATUAN PENDIDIKAN)

Gambar. 3 : Konteks Mikro Pengembangan Karakter.

D. Starategi Pembelajaran Mengembangkan Potensi Diri

Pembentukan sikap melalui pendidikan karakter berbasis potensi diri merupakan daya upaya untuk mengembangkan budaya harmoni. Di dalam kelas ketidakseimbangan sering terjadi antara harapan dan mimpi peserta didik tetapi tidak dibarengi sikap dan daya juang yang tinggi. Budaya harmoni merupakan keseimbangan antara mimpi dan perbuatan dan pendidik dan peserta didik sama sama aktif.

Pendidikan karakter berbasis potensi diri merupakan keseluruhan teori konsep yang mencakup model pembelajaran kooperatif Tipe Komprehensif (MPKTK) berbasis

lesson study dan sinergi

pemberdayaan peserta didik (Yahya

Khan; 2010:118). Konsep ini mendorong peserta didik untuk memiliki etos belajar, inisiatif, spontanitas, suasana hati yang nyaman berfikir, suka bertanya anti menyontek, dan belajar mandiri. Selain itu, membiasakan diri datang tepat waktu, menjawab pertanyaan guru dengan cepat, tepat, interaksi sosial yang tinggi dengan teman teman sekelas, dan berfikir komprehensif. Juga merupakan strategi pengembangan karakter potensi diri peserta didik. Pendidikan karakter seperti itu dalam mengembangkan potensi diri peserta didik merupakan shock therapy

mendongkrak nilai prestasi peserta didik.

(10)

saja membimbing dan membina peserta didik untuk memiliki kompetensi intelektual, keterampilan mekanik tetapi pencapaian pembangunan karakter. Pengembangan ini memiliki problematika yang bersifat kompleks. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai macam pendekatan pembelajaran. Pendekatan merupakan arahan ideal yang selanjutnya dijabarkan dalam strategi pembelajaran di sekolah melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tujuan yang diharapkan dari pengembangan potensi diri peserta didik di sekolah adalah adanya perubahan sikap peserta didik yang semula kontra produktif menjadi produktif, inovatif dan kreatif.

Ada beberapa cara yang ditempuh dalam melakukan pembelajaran di sekolah melalui beberapa model antara lain :

1. Model Konsiderasi

Melalui penggunaan model konsiderasi ini, siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain. Langkah-langkah : (1). menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2). meminta siswa menganalisis situasi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3). siswa menuliskan responsnya masing-masing, (4). siswa menganalisis respons siswa lain, (5). mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya, (6). meminta

siswa untuk menentukan pilihannya. 2. Model Pembentukan Rasional

Model pembentukan rasional ini bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai. Langkah-langkah pembelajaran rasional : (1). mengidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atau penyimpangan tindakan, (2). menghimpun informasi tambahan, (3). menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atau ketentuan ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, (4). mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya, (5). mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuan-ketentuan legal dalam masyarakat.

3. Klarifikasi Nilai

Langkah-langkahnya : (1). pemilihan, para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya, (2). menghargai pemilihan, siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya, (3). berbuat, siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya.

(11)

mendiskusikan menganalisis kebaikan dan kejelekannya, (4). siswa di dorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik, (5). siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.

5. Model Nondirektif

Model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya. Langkah-langkahnya : (1). menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas, (2). pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya, guru menerima dan memberikan klarifikasi, (3). pengembangan pemahaman, siswa mendiskusikan masalah, guru memberikan dorongan, (4). perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi, (5). integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan kegiatan positif.

Untuk memudahkan pelaksanaan strategi pembelajaran di sekolah bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain :

1. Pendekatan Penanaman Nilai Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah : Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran pendekatan ini antara

lain : keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, dan permainan peranan.

2. Pendekatan Perkembangan Kognitif

Pendekatan ini sangat mudah digunakan dalam proses pendidikan di sekolah karena memberikan penekanan pada aspek perkembanagan kemampuan berfikir. Oleh karena itu, pendekatan ini memberikan perhatian sepenuhnya pada isu moral dan penyelesaiaan masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai dalam masyarakat.

3. Pendekatan Analisis Nilai

Pendekatan ini memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis dengan cara menganalisa masalah yang berhubungan nilai-nilai sosial.

4. Pendekatan Klarifikasi Nilai Pendekatan ini menekankan pada usaha membantu siswa mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri serta membantu siswa mengidentifikasi nilai-nilai moral dengan menggunakan kemampuan berfikir rasional dan kesadaran emosional.

5. Pendekatan Berbuat

(12)

dengan melakukan perbuatan moral sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.

Pembentukan sikap siswa dapat dipengaruhi oleh pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik antara lain dengan :

a. Pengalaman Pribadi

Tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas. b. Pengaruh Orang lain yang

Dianggap Penting

Pada umumnya seseorang lebih cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik.

c. Pengaruh Kebudayaan

Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) sangat kuat dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami karena kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat.

d. Media Massa

Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang

mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hat sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk.

Penutup

(13)

dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, memerlukan upaya semua pihak, baik lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera seperti pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir. Strategi pengembangan karakter potensi peserta didik didukung oleh tiga pilar yaitu orang tua, sekolah dan lingkungan. Dalam konteks tersebut buaya paternalistik dapat dijadikan pedoman karena peran orang tua dan guru yang berwibawa karakter dapat ditanamkan dan diajarkan serta dikembangkan walau keberhasilan pembentukan sikap baru dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang.

Daftar Pustaka

Blum, Lawrence A. 2001.“Antirasisme,

Multikulturalisme, dan

Komunitas Antar Ras”, Tiga Nilai yang Bersifat Mendidik bagi Sebuah Masyarakat Multikultural”, dalam L. May, S. Collins Chobanian, dan K. Wong, editor, Etika Terapan I:

Sebuah Pendekatan

Multikultural. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Program Sinergi Pemberdayaan Potensi Mahasiswa, Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam

Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi

Kemasyarakatan Bidang

Kebudayaan, Keraton, dan

Lembaga Adat dalam

Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah.

http://pangasuhbumi.com/article/20582 / pemulihan lingkungan dengan kearifan lokal. html.

http://tal4mbur4ng.blogspot.com/2010/0 7/ kearifan lokal guna pemecahan masalah. html. Jonassen, D.H, 1994, Developing a

Learning Strategy Using Pattern Notes : A New

Technology, Programmed

Learning and Educational Technology, Halaman 163-175. Kartodirdjo, Sartono. 1994a.

Kebudayaan Pembangunan

dalam Perspektif Sejarah.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Kartodirdjo, Sartono. 1994b. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media. Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan

Mentalitas dan

Pembangunan. Cetakan ke-11. Jakarta : Gramedia.

Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-6. Jakarta : Aksara Baru. Nuraini Asriati, 2010, Membangun

(14)

Pendidikan Nilai Pembentukan Karakter, Dan Pembiasaan Sikap Siswa Melalui Pembelajaran Afektif, Jurnal Cakrawala Kependidikan,

Vol 8 No1. Maret 2010,

Pontianak : Penerbit FKIP Untan Pontianak.

Nuraini Asriati, 2011, Grand Design

Pendidikan Karakter Berbasis Sekolah, Jurnal Visi Ilmu Pendidikan Volume 6 edisi Agustus 2011, ISSN 2085-9848. Pontianak : Penerbit Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Untan Pontianak.

Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya : Buku 1 Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.

Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya : Buku 2 Dialog Budaya Nasional dan Etnik, Peranan Industri Budaya dan Media Massa, Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.

Smiers, Joost. 2009. Arts Under Pressure : Memperjuangkan Keanekaragaman Budaya di Era Globalisasi. Terjemahan Umi Haryati. Yogyakarta: Insistpress.

Stogdill Ralph M, 1990, The process of Model Building. NewYork: W.W.Norton.

Yahya Khan, 2010, Pendidikan karakter Berbasis Potensi Diri

Gambar

Gambar. 1 : Grand Design Pendidikan Karakter.
Gambar. 3 : Konteks Mikro Pengembangan Karakter.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa spasial indek kekeringan wilayah kabupaten Indramayu mulai mengalami kekeringan dengan tingkat ringan terjadi pada bulan April di wilayah

 Sementara itu, produksi yang dihasilkan perusahaan/usaha IBS Bali pada Triwulan IV Tahun 2015 (q-to-q) berkontraksi minus 0,38 persen atau berada di bawah pertumbuhan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru dan hasil belajar dalam pembelajaran IPS materi perkembangan teknologi dengan

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan maka penelitian pemanfaatan amilum batang kelapa sawit sebagai bahan pengisi tablet Klorfeniramin maleat (CTM) sangat perlu

Data dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif, sebagaiman yang di jelaskan pada Bab III, dengan melakukan pengukuran Pengaruh Bimbingan Belajar Terhadap

Jika kita memotong grafik ini dari titik x=-3 hinnga x= 25, kita akan melihat tren dari grafik ini meningkat, hal ini disebabkan karena temperatur masukkan yang berada

APLIKASI PENUNJUKAN LOKASI HALTE BUSWAY DENGAN AUGMENTED REALITY BERBASIS ANDROID Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) Dengan Hak Bebas Royalti ini Universitas

Hasil ekstraksi RNA dari benih dan kecambah caisin menggunakan kit komersial memiliki kemurnian yang tinggi, tetapi konsentrasi sangat rendah sehingga TuMV tidak