• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Karakteristik Responden Berdasarkan Umur"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENYULUHAN KESEHATAN DI RUANG BOEGENVILLE DAN TERATAI RSUD DR. SOEGIRI

LAMONGAN

Diah Puji Astutik, Ilkafah , Ihda Mauliyah

…………...……….…… …… . .….

ABSTRAK

…… …...………. …… …… . .….

Mobility is an important thing that must be done by the postoperative fracture of the lower extremity patient to prevent postoperative complications. One of the factors that affect mobility is education. This problem changing is any postoperative fracture of the lower extremity patient that do not perform mobility. The purpose of this study is to analyze the differences in levels of mobility to postoperative fractures of the lower extremity patient before and after health education.

The design of this study is pre-experimental with one group pre-post test design approach. The population of this study are the entire the postoperative fracture of the lower extremity patient in RSUD dr. Soegiri Lamongan and the sample taken are 42 respondents with Simple random sampling technique. The data are collected by using observation sheet then tabulated and analyzed by Wilcoxon signed rank test with p = 0.05.

The result of the study show that the level of mobility to patients before education, the mostly at level 3 and after education the mostly at level 1, there is a difference in the level of mobility before and after health education obtained p = 0.000 where p <0.05. In conclusion, H1 accepted it means there is different degrees of mobility in the postoperative fracture of the lower extremity patient before and after health education.

Based on the result of this study, it is necessary for the nurses to give health education to the patients and their families especially about the importance to do mobility post operation based on the procedure given to minimalize unsuccessful on the improvement mobility of post operation fracture of extremity patients.

Keywords: Health Education, Level Mobility

PENDAHULUAN

.……. … ….

Semakin pesatnya kemajuan teknologi saat ini, memberikan berbagai kemudahan dengan tercapainya berbagai sarana dan prasarana dalam berbagai bidang. Sementara di balik kemajuan tersebut, mengakibatkan sering terjadi berbagai kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia terutama kecelakaan kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan fraktur atau patah tulang (Ikrima, 2008). Fraktur merupakan patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Suratun, 2008). Penanganan fraktur pada ekstremitas dapat dilakukan secara konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Potter &

(2)

juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi (Depkes RI, 2007).Menurut laporan penelitian Moesbar (2007), kejadian fraktur di Indonesia periode tahun 2005 sampai dengan 2007 terdapat 864 kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas yang datang berobat ke rumah sakit dari jumlah tersebut yang mengalami patah tulang pada anggota gerak bawah dari sendi panggul sampai ke jari kaki yaitu 549 kasus (63,5%), kemudian anggota gerak atas dari sendi bahu sampai ke jari tangan sejumlah 250 kasus (28,9%) diikuti daerah tulang panggul sejumlah 39 kasus (4,5%) dan tulang belakang 26 kasus (3,1%). Berdasarkan data rekam medik RSUD dr. Soegiri Lamongan di ruang Ruang Bougenville dan Teratai tahun 2010 terdapat 272 kasus pasien yang mengalami fraktur. Hasil survey awal di Ruang Bougenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan tanggal 31 Januari 2011, dari 4 pasien post operasi fraktur ekstremitas didapatkan 1 pasien atau 25% yang melakukan mobilitas meskipun dengan bantuan dan 3 pasien atau 75% yang tidak melakukan mobilitas karena takut. Dari data di atas maka masalah penelitian ini adalah masih ada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah yang tidak melakukan mobilitas. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mobilitas antara lain tingkat usia dan status perkembangan, keadaan fisik (proses penyakit/cedera), gaya hidup, emosi, tingkat energi, pekerjaan, keadaan nutrisi, kebudayaan dan pengetahuan (Hesti, 2010) dimana pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan, dan informasi (Wahit, 2007). Perawat harus mampu menjalankan perannya dalam memberikan pelayanan kesehatan, misalnya dalam bentuk pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan berupa penyuluhan kesehatan (Effendy, 2003).

Tujuan penelitian diatas untuk mengetahui Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan

Penyuluhan Kesehatan di Ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian ini adalah pra eksperimental dengan pendekatan One-group pra-post test design. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan pada bulan Maret sampai Mei 2011 dengan jumlah 46 orang, sedangkan sampel penelitian adalah Sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan selama bulan Maret sampai Mei 2011 sebanyak 42 responden. Dalam penelitian ini menggunakan varibel tunggal yaitu tingkat mobilitas, sedangkan sebagai perlakuan adalah penyuluhan kesehatan. Pengumpulan data penelitian menggunakan metode observasi untuk mengetahui tingkat mobilitas pasien. Analisis penelitian menggunakan uji Wilcoxon sign rank test.

HASIL

.

PENELITIAN

a. Data Umum

1) Karakteristik Jenis Kelamin

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri

(3)

2) Karakteristik umur

Tabel 2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No. Umur Jumlah Prosentase (%) 1

Dari tabel 2 menunjukkan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah berumur 20-35 tahun sebesar 40,5%.

3) Karakteristik pendidikan

Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Prosentase (%)

Dari tabel 3 dapat dijelaskan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah berpendidikan SMP/sederajat sebesar 38,1%.

4) Karakteristik pekerjaan

Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah Prosentase (%)

1 Petani 7 16,7

2 Wiraswasta 11 26,2

3 PNS 1 2,4

4 Tidak bekerja 5 11,9

5 pedagang 0 0

6 Ibu rumah tangga

0 0

7 Pelajar 18 42,9

Jumlah 42 100

Dari tabel 4 dapat dijelaskan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah bekerja sebagai pelajar sebesar 42,9%.

b. Data Khusus

1) Tingkat mobilitas post operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan.

Tabel 5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Mobilitas Post Operasi sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan sebagian besar pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah melakukan mobilitas pada tingkat 3 sebesar 54,8%.

2) Tingkat mobilitas post operasi fraktur ekstremitas bawah setelah dilakukan penyuluhan kesehatan

Tabel 6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Mobilitas Post Operasi Setelah Dilakukan Penyuluhan Kesehatan

(4)

3) Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan Kesehatan.

Tabel 7 Distribusi Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan

No. Keterangan Jumlah

Prosentase (%)

1 Meningkat 39 92,9

2 Tetap 2 4,8

3 Menurun 1 2,4

Jumlah 42 100

Dari tabel 7 menunjukkan bahwa hampir seluruh pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah mobilitasnya meningkat sebesar 92,9%.

Dengan menggunakan ujiWilcoxon sign rank test hasil analisis data dengan bantuan SPSS versi 16,0 dengan hasil sebagai berikut p = 0,000 dimanap<0,05 sehingga H1 diterima artinya terdapat perbedaan tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan.

PEMBAHASAN

.… .…

1) Tingkat Mobilitas Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Dilakukan Penyuluhan Kesehatan Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah melakukan mobilitas pada tingkat 3 sebesar 54,8%.

Menurut Hesti (2010), mobilitas dapat dipengaruhi oleh faktor tingkat usia dan status perkembangan, keadaan fisik (proses penyakit/cedera), gaya hidup, emosi, tingkat energi, pekerjaan, keadaan nutrisi, kebudayaan dan pengetahuan dimana pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan, dan informasi. Kesehatan Fisik (Proses Penyakit/Cedera)

dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya sehingga dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas pasien. Pengetahuan merupakan salah satu sumber dari pendidikan, dan tingkat pendidikan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang sehat. Emosi, keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat, yang kemudian sering dimanifestasikan dengan kurang aktivitas. Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.

(5)

mobilitas. Nutrisi yang cukup merupakan sumber energi utama yang akan digunakan untuk melakukan mobilitas. Bila nutrisi pasien tidak mencukupi, kondisi tubuh pasien akan lemah sehingga tidak mampu melakukan mobilitas. Gaya hidup juga berpengaruh pada kemampuan mobilitas pasien karena kebiasaan pasien melakukan mobilitas. Pasien yang terbiasa melakukan mobilitas setiap hari, saat menderita fraktur ekstremitas bawah akan tetap melakukan mobilitas walaupun mobilitas yang minimal begitu juga sebaliknya pasien yang sehari-harinya kurang melakukan mobilitas saat menderita fraktur ekstremitas bawah akan enggan untuk melakukan mobilitas.

2) Tingkat mobilitas post operasi fraktur ekstremitas bawah setelah dilakukan penyuluhan kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah melakukan mobilitas pada tingkat 1 yaitu memerlukan bantuan alat sebesar yaitu 52,4%. Mobilitas dapat dipengaruhi oleh faktor tingkat usia dan status perkembangan, keadaan fisik (proses penyakit/cedera), gaya hidup, emosi, tingkat energi, pekerjaan, keadaan nutrisi, kebudayaan dan pengetahuan dimana pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan, dan informasi.

Hal ini sesuai dengan tabel 4.2 yang menyebutkan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah berumur 20-35 tahun sebesar 40,5%. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa (Wahit, 2007). Umur 20-35 tahun disebut sebagai usia dewasa muda. Umur tersebut termasuk dalam usia produktif, sehingga daya ingat terhadap informasi yang diterima oleh pasien akan lebih mudah diingat dan dipahami, sehingga pasien akan mempunyai pengetahuan cukup khususnya pengetahuan tentang pentingnya melakukan mobilitas

Selain umur, mobilitas juga dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Hal ini sesuai pada tabel 4.3 yang menyebutkan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah berpendidikan SMP/sederajat sebesar 38,1%. Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diberikan oleh pelaku pendidikan, tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang sehingga mampu menyikapi dan memberikan persepsi terhadap perkembangan ide teknologi baru. Sehingga dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang lebih bisa memahami dan menerima akan perkembangan suatu pengetahuan, informasi dan teknologi.

(6)

melakukan mobilitas secara sehat dan sesuai dengan prosedur.

Pekerjaan juga dapat mempengaruhi mobilitas pasien. Hal ini sesuai dengan tabel 4.4 menunjukkan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah bekerja sebagai pelajar sebesar 42,9%. Menurut Wahit (2007), lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Dengan bekerja seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerjanya sehingga dapat terjadi pertukaran informasi. Peningkatan pengetahuan juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat seseorang bekerja dan kesesuaian pekerjaan tersebut terhadap keterampilan yang dimilikinya, dengan adanya lingkungan kerja yang nyaman dan kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki terhadap pekerjaannya maka akan memberikan kesan yang positif dan akan dapat meningkatkan pengetahuan khususnya tentang pentingnya melakukan mobilitas post operasi.

Sebagai pelajar, pasien dituntut berfikir lebih kritis daripada pekerjaan yang lainnya. Dibangku sekolah banyak informasi yang diperoleh baik melalui ceramah yang disampaikan oleh guru, diskusi, ataupun memperoleh informasi dari buku maupun internet sehingga menambah atau menjadikan sumber informasi yang akan meningkatkan pengetahuan pasien akan pentingnya melakukan mobilitas post operasi selain pendidikan kesehatan yang dilakukan. Kenyataan tersebut juga terjadi karena tingkat kemampuan mobilitas tidak hanya dipengaruhi oleh faktor di atas saja namun masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhinya seperti tingkat energi, emosi dan keadaan nutrisi. Saat sakit dan harus menjalani perawatan di rumah sakit menyebabkan emosi pasien tidak stabil sehingga pasien kehilangan semangat untuk melakukan mobilitas, tetapi setelah diberikan pendidikan kesehatan pasien memahami pentingnya mobilitas post operasi sehingga pasien tidak takut untuk melakukan mobilitas. Begitu juga dengan nutrisi yang cukup

merupakan sumber energi utama yang akan digunakan untuk melakukan mobilitas.

3) Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan Kesehatan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ditemukan pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah mobilitasnya meningkat sebesar 92,9%. Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS for windows versi 16,00 dan diuji dengan uji statistik Wilcoxon signed rank test, dengan hasil sebagai berikut p = 0,000 berarti p<0,05, sehingga H1 diterima yang artinya ada perbedaan tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan. Menurut Potter & Perry (2005), penyuluhan kesehatan preoperatif tentang perilaku yang diharapkan dilakukan oleh pasien pada post operasi, yang diberikan melalui format yang sistematik dan terstruktur sesuai dengan prinsip-prinsip belajar mengajar, mempunyai pengaruh yang positif bagi pemulihan pasien. Dapat disimpulkan bahwa pemberian penyuluhan kesehatan tentang mobilitas sebelum operasi dapat mempengaruhi perilaku pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah. Perilaku tersebut yaitu pasien dapat melakukan mobilitas dengan benar sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan sehingga berdampak sangat baik bagi pemulihan kondisi pasien, dengan melakukan mobilitas pasien mendapatkan banyak manfaat yang mendukung pemulihan kesehatan pasien. Penyuluhan kesehatan yang menyeluruh tidak hanya meningkatkan pemahaman pasien tentang pentingnya mobilitas, tetapi juga mempercepat kembalinya fungsi fisiologis pasien.

KESIMPULAN DAN SARAN

.

1. Kesimpulan

(7)

penyuluhan kesehatan sebagian besar pada tingkat 3.

2) Tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan setelah pemberian penyuluhan kesehatan sebagian besar tingkat 1.

3) Terdapat perbedaan tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan tahun 2011.

2. Saran

Institusi

pendidikan

sebagai

tempat

dalam

menempuh

ilmu

pendidikan, diharapkan hasil penelitian

ini

dapat dijadikan sebagai bahan

masukan

untuk

tambahan

materi

khususnya tentang penyuluhan kesehatan

mengenai pentingnya mobilitas

pada

pasien post operasi fraktur ekstremitas

bawah.

Hendaknya perawat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah dan menjadikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian penyuluhan kesehatan pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah.

Hendaknya dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan berkaitan dengan dilakukannya penyuluhan kesehatan tentang mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah.

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah responden yang lebih besar dan representatif dengan metode yang lebih akurat, serta meneliti dari faktor lain diluar penyuluhan.

. . .

DAFTAR PUSTAKA

. . . Asmadi.(2008). Teknik Prosedural Keperawatan; Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta.Salemba Medika

Depkes RI.(2007). Prevalensi fraktur. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 7 Januari 2011 jam 10.55 WIB

Doenges, Marilynn E.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3. Jakarta: EGC

Effendy, Nasrul.(2003). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Jakarta: EGC

Hesti Widuri.(2010). Kebutuhan Dasar Manusia; Aspek Modlitas dan Istirahat Tidur.Yogjakarta : Gosyen Publishing

Hidayat, A. Aziz. Alimul. (2006).Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A.Aziz. Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah.Jakarta: Salemba Medika Ikrima. (2008). Pengaruh Range Of Motion

(ROM) Secara Dini Terhadap Kemampuan Activities Daily Living (Adl) Pasien Post Operasi Fraktur Femur Di Rsui Kustati Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/890/1/J21 0040026.pdf. Diakses tanggal 22 Desember 2010 jam 9.30 WIB

(8)

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Kesehatan Masyarakat;Ilmu & Seni.Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :Salemba Medika

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC

Sjamsuhidayat & Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2.Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah vol.1. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.3. Jakarta : EGC

Sugiyono, (2006).Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Al Fabeta

Suratun. (2008).Seri Askep Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.jakarta:EGC Susan, J.Garisson. (2001). Dasar-dasar

terapi & Rehabilitasi fisik. Jakarta: Hipokrates

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta

Trinoval. (2009). Mobilisasi. www.trinoval.web.id. Diakses tanggal 25 Januari 2011 jam 11.35 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

komunitas yaitu cerminan dan kesadaran kritis, membangun identitas komunitas, tindakan representasi dan politis, praktek yang berhubungan dengan budaya, asosiasi

b) Pencegahan HIV/AIDS, kegiatannya dengan melakukan pencegahan penularan ibu ke anak, memberikan layanan kesehatan kepada para remaja, pemeriksaan dan pengobatan

Hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa dalam pembelajaran IPS menggunakan alat peraga video pada aspek menyatakan hal yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi

Penjelasan dari skema tersebut bahwa BMT merupakan Lembaga keuangan mikro syariah ditumbuhkan oleh prakarsa dan dengan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat sebagai

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Pada siklus I skor rata-rata sebesar 3 atau 75%, siklus II sebesar 3,35 atau 83,86%, dan siklus III sebesar 3,68 atau 92,08%, (3) penerapan mind mapping dengan

Tujuan dari penulisan ini adalah mengkaji tentang keterkaitan antara matematika dan budaya khususnya rumah adat Palembang yaitu rumah Limas dimana