• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Pascasarjana Kependudukan dan Ke (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Program Pascasarjana Kependudukan dan Ke (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Program Pascasarjana Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Universitas Indonesia

Program Pascasarjana

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Universitas Indonesia

Tahun 2013

MIGRASI PENDUDUK dan HIV/AIDS

Mata Kuliah : Mobilitas

Dosen : Chotib

Kelompok 9

(2)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 1 Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS

1. Pendahuluan

Mobilitas yang tinggi telah menjadi isu permasalahan yang hangat dibicarakan

dewasa ini terkait dengan dampak mobilitas kaum urban yang turut melahirkan

permasalahan perkotaan baru dalam berbagai aspek kehidupan seperti sosial budaya,

ekonomi, kesehatan, serta aspek lainnya (Arum Budiastuti SS MCS, 2012).

Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah

perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang

bersifat non permanen (sementara) dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap).

Mobilitas penduduk yang permanen disebut migrasi.

Salah satu dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah

migrasi, selain dari kelahiran dan kematian. Yang dimaksud dengan migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau

batas administrasi dengan tujuan untuk menetap. Dampak yang ditimbulkan dari migrasi

yaitu dapat meningkatkan jumlah penduduk apabila jumlah penduduk yang masuk ke suatu

daerah lebih banyak daripada jumlah penduduk yang meninggalkan wilayah tersebut.

(Rozi Munir, 2010, hal 133).

Mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara

keseluruhan. Mobilitas telah menjadi penyebab dan penerima dampak dari perubahan

dalam struktur ekonomi dan sosial suatu daerah. Oleh sebab itu, tidak terlalu tepat untuk

hanya menilai semata-mata aspek positif maupun negatif dari mobilitas penduduk terhadap

pembangunan yang yang ada, tanpa memperhitungkan pengaruh kebaikannya. Tidak akan

terjadi proses pembangunan tanpa adanya mobilitas penduduk. Tetapi juga tidak akan

terjadi pengarahan penyebaran penduduk yang berarti tanpa adanya kegiatan pembangunan

itu sendiri. (Prijono Tjiptoherijanto, 2000).

Menurut Lee (1966), seseorang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi

karena dipengaruhi oleh faktor-faktor :

- Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal

- Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan

- Rintangangan-rintangan yang menghambat

(3)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 2

Menurut para pakar ilmu sosial, seseorang memutuskan untuk pindah atau tetap

tinggal di tempat asalnya karena ada proses ingin mempertahankan hidup

(Wilkinson:1973; Broek, Julien Vanden:1996). Dimana proses mempertahankan hidup ini

harus dilihat dalam arti yang luas, yaitu dalam konteks ekonomi, sosial, politik, maupun

budaya. Meskipun demikian, banyak studi memperlihatkan bahwa bentuk-bentuk

keputusan serta motivasi yang diambil oleh induvidu akan sangat berlainan, antara karena

alasan ekonomi dengan karena alasan politik (Peterson,W:1995; Kunz, E.F.;1973).

2. Penduduk dan HIV/AIDS

2.1. HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Human berarti

bahwa infeksi ini ditularkan dari seseorang ke orang lain. Immunodeficiency berarti bahwa

virus tersebut melemahkan sistem imun dan sebagai hasilnya tubuh tidak mampu

melindungi dirinya sendiri dari penyakit (Ford et.al, 2000) .

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Istilah

acquired berarti bukan keturunan, tetapi didapat melalui perilaku spesifik, berupa kontak

dengan sumber penyakit, misalnya melalui partner seksual yang terinfeksi. Immune berarti

kemampuan untuk melawan penyakit, merujuk pada sistem pertahanan tubuh alami yang

menyediakan perlindungan dari penyakit. Deficiency berarti hilangnya kemampuan untuk

melawan penyakit karena lemahnya sistem imun. Syndrome berarti sekelompok tanda dan

gejala yang dihasilkan sebagai manifestasi klinis suatu penyakit (Hein, 1989).

Dalam tulisan Dwi Retno (2007) menyatakan penularan HIV terjadi melalui kontak

dengan cairan tubuh yang mengndung sel terinfeksi atau partikel virus. Yang dimaksud

dengan cairan tubuh adalah darah, semen, cairan vagina, dan air susu ibu. Dalam

konsentrasi yang lebih kecil virus juga terdapat dalam air mata, air kemih dan air ludah.

HIV ditularkan melalui cara-cara berikut :

- Hubungan seksual dengan penderita

- Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi dalam transfusi

darah

- Pemakaian jarum bersama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi

(4)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 3

- Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama proses

kelahiran atau melalui ASI

HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang tidak bersifat seksual di

tempat bekerja, sekolah maupun rumah.

Perubahan pola infeksi maupun resistensi dari virus HIV tidak terlepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu (Hakim, dkk, 2007) :

1. Faktor dasar

a. Adanya penularan penyakit

b. Berganti-ganti pasangan seksual

2. Faktor medis

a. Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis

b. Pengobatan modern

c. Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga resistensi tinggi, dan

jika disalahgunakan akan meningkatkan resiko penyebaran infeksi

3. Faktor sosial

a. Mobilitas penduduk

b. Prostitusi

c. Kebebasan individu

d. Ketidaktahuan

AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus

(salah satu golongan virus yang terdiri dari satu benang tunggal RNA (bukannya DNA))

yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia. Infeksi akut HIV

akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan

akhirnya AIDS.Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV

menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah

mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit

ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak

faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan

HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya

memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih

berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap

perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat

(5)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 4

memainkan peran penting. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat

memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu

kemampuan penderita bertahan hidup.

Kelompok yang paling beresiko terkena HIV adalah wanita penjaja seks, pelanggan

pejaja seks, pria berhubungan dengan pria (pria penjaja seks, waria, gay), pengguna

narkoba suntik dan tenaga kesehatan/pekerja laboran (Dwi Retno, 2007).

2.2. Definisi Perilaku

Perilaku dalam konteks sosiologi diartikan sebagai bentuk tingkah laku dari seorang

individu ataupun kelompok yang diperoleh dari nilai-nilai dan norma yang diadaptasi

melalui proses sosialisasi. Sedangkan perilaku menyimpang didefinisikan sebagai bentuk

tindakan atau tingkah laku yang melanggar dari nilai-nilai dan norma yang telah disepakati

bersama. Perilaku menyimpang dapa didefinisikan dalam dua perspektif yang utama, yaitu

obyektifitas dan subyektifitas. Obyektifitas jika melanggar norma hukum, sedangkan

subyektifitas jika melanggar nilai dan norma yang telah disepakati masyarakat (David

Ward, 1995).

Menurut William A. Haviland (1985), dalam antropologi, perilaku didefinisikan

sebagai bentuk tingkah laku yang dipengaruhi oleh nilai norma dan jika melanggar maka

dikatakan melakukan perilaku menyimpang.

Menurut WHO (1988), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga :

1. Natural change, sebagian perubahan perilaku manusia karena kejadian alamiah

2. Planned change, perubahan perilaku karena memang direncanakan sendiri

3. Readiness to Change, kesediaan untuk berubah terhadap hal-hal baru.

Menurut teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory) yang dikembangkan oleh

psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961),

Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964) mengatakan hubungan pertukaran dengan

orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran

sosial, teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat

hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya

terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang

mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur

imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala

(6)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 5

dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku

sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan

untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan,

persahabatan - hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa

teruntungkan. (Hasan Mustafa, 2012, hal 52)

2.3. Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS

Mobilitas dan migrasi sebenarnya bukanlah faktor resiko untuk tertular HIV, tetapi

dapat menciptakan kondisi hingga seseorang menjadi rentan tertular HIV. Mobilitas

pekerja berkontribusi terhadap cepatnya penyebaran HIV, karena pekerja menjadi jauh dari

keluarga dan komunitasnya (UNAIDS, 2001).

Dengan meningkatnya kesempatan kerja, pendapatan yang lebih tinggi, dan gaya

hidup menjadi faktor pendorong untuk menjadi pekerja migran. Dalam salah satu artikel di

Buletin Pekerja Migran dan HIV/AIDS, Maret 2007, menyebutkan di Korea Selatan,

seorang pekerja bisa mendapatkan penghasilan Rp. 8 juta – 10 juta per bulan, belum lagi

ditambah dengan akomodasi lainnya. Jika mereka banyak melakukan lembur, pendapatan

mereka bisa meningkat hingga Rp. 15 juta – 20 juta per bulannya. Tentunya kesempatan

seperti ini membuat banyak orang untuk beralih kerja ke wilayah lain.

Namun adakalanya dengan keterbatasan informasi dan pengetahuan para pekerja

migran, mereka kurang memperdulikan dampak negatif dari proses perpindahan mereka.

Salah satu dampak negatif dari mobilitas seseorang yaitu penularan penyakit, misalnya

penularan infeksi HIV/AIDS. Menurut Gardner dan Blackburn, 1996, 10: Decosas dkk,

1995, menyebutkan bahwa mobiitas penduduk telah ditetapkan sebagai fakor resiko infeksi

HIV yang independen.

International Labor Organization (2001) menyebutkan faktor-faktor yang

meningkatkan risiko infeksi HIV bagi kelompok pekerja tertentu. Beberapa jenis situasi

kerja lebih rentan terhadap risiko infeksi HIV daripada yang lain meskipun masalah utama

adalah salah satu dari perilaku, bukan pekerjaan. Berikut ini adalah daftar indikatif:

a) Bekerja melibatkan mobilitas, khususnya yang bepergian secara teratur dan jauh dari

pasangan;

b) Bekerja di lingkungan geografis terisolasi dengan interaksi sosial yang terbatas dan

terbatasnya fasilitas kesehatan;

(7)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 6

d) Situasi di mana pekerja tidak dapat mengendalikan perlindungan terhadap infeksi;

e) Pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki, di mana perempuan berada dalam minoritas

kecil;

f) Bekerja melibatkan risiko kerja, seperti kontak dengan darah manusia, cairan tubuh

lainnya, dan jarum suntik.

Menurut Skeldon (2000), hubungan antara penyebaran HIV/AIDS dengan mobilitas

penduduk adalah hubungan yang ‘nyata dan kompleks’. Dampak dari perpindahan

penduduk ini dalam hal penyebaran penyakit menular tampak jelas. Penyakit menular

dapat menyebar melalui hubungan antar manusia, oleh karena itu jika manusia yang telah

terjangkit pindah, maka mereka kemungkinan besar akan menyebarkan penyakit tersebut.

Migrasi merupakan pilihan dengan tingkat kerentanan tinggi, apalagi alur migrasi

didominasi pekerja berketerampilan rendah - yang dikenal dengan sebutan 3D: dirty,

dangerous dan difficult (kotor, berbahaya, dan sulit). Inilah pekerjaan yang ditinggalkan

dan tidak diinginkan penduduk asli negara tujuan. Kerentanan pekerja migran perempuan

bahkan jauh lebih besar, padahal mereka mendominasi 75 persen dari keseluruhan jumlah

pekerja. Mayoritas mereka menggeluti pekerjaan di sektor rumah tangga dan hiburan.

Hanya segelintir saja yang bekerja di bidang perawatan dan pengajaran. (Gita F. Lingga,

2007).

Skeldon (2000), mengidentifikasikan tiga persoalan penting dalam hubungan antara

mobilitas penduduk dengan HIV/AIDS :

a. Dalam perpindahan penduduk, tidak ada yang lebih penting dari perilaku pendatang.

Hal ini merupakan kombinasi dari perindahan penduduk dengan perilaku yang

beresiko tinggi (hubungan seks tanpa pelindung atau pemakaian jarum suntik yag

sama oleh para pemakai narkoba) yang merupakan persoalan utama.

b. Kelompok yang paling beresiko bukanlah hanya pendatang yang telah ter-identifikasi

secara konvensional, tapi juga pendatang non permanen.

c. Mobilitas dapat membuat seseorang masuk ke dalam situasi yang beresiko tinggi.

Selain itu, penyebaran HIV semakin difasilitasi oleh pergerakan tenaga kerja migran

(Todaro dan Smith, 2006). Kaum migran, terutama laki-laki berusia muda, sebagian

memiliki perilaku yang berisiko tinggi, termasuk seringnya mengunjungi tempat prostitusi

dan penggunaan obat-obat terlarang. Mereka dapat membawa virus HIV ketika kembali ke

kampong halamannya. Pengemudi truk merupakan salah satu yang paling bertanggung

(8)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 7

Richard S. Howard (2003) dalam artikelnya yang berjudul Business and Labour

Face AIDS Crisis in Indonesia menyatakan bahwa fenomena 3M yaitu Men, Mobility and

Money merupakan faktor kunci yang menyumbangkan epidemi besar di banyak negara.

Hal ini disebabkan laki-laki yang mobile seringkali mempunyai waktu dan uang ekstra

untuk digunakan membeli seks komersil sebagai hiburan dan menghilangkan stress.

Chantavanich, Beesey dan Paul (2000,iii) menggambarkan hubungan antara

mobilitas penduduk dengan penigkatan resiko terkena infeksi HIV/AIDS (Bagan 1). Dalam

bagan tersebut menggambrkan bahwa para pendatang mempunyai resiko lebih tinggi untuk

terjangkit HIV daripada yang bukan pendatang jika mereka memiliki perilaku yang

beresiko tinggi daripada non pendatang.

Bagan 1. Hubungan antara Mobilitas Penduduk dengan Peningkatan Resiko

Terkena Infeksi HIV/AIDS

Mobilitas Penduduk

Industri Seks Komersial

Peningkatan Perilaku Seksual

Beresiko

Penigkatan Penggunaan Obat-obatan

Suntik

Peningkatan Resiko Infeksi

HIV

Sumber : Chantavanich, Beesey dan Paul, 2000

Dalam deklarasi nasional dan regional yang terkait dengan epidemi HIV/AIDS, telah

mengakui besarnya pengaruh populasi yang berpindah-pindah yang mempunyai resiko

tinggi. Sebagai contoh, Ayat 5.0 Declaration of Commitment on HIV/AIDS yang

dikeluarkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Sesi Khusus mengenai

HIV/AIDS di New York, 25 – 27 Juni 2001, menyebutkan sebagai berikut :

(9)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 8 pencegahan HIV/AIDS bagi para pendatang dan pekerja yang sering

berpindah-pindah, termasuk menyediakan informasi tentang layanan kesehatan dan sosial”

(Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2001, 20)

Dalam salah satu penelitian mengenai perpindahan penduduk dengan HIV/AIDS yang dilakukan di Kenya dengan menguji hipotesa menyatakan bahwa ‘bila dibandingkan dengan mereka yang bukan pendatang, para pendatang laki-laki dan perempuan di daerah

perkotaan dan pedesaan nampaknya lebih cenderung terlibat dalam kegiatan-kegiatan

seksual yang dapat meningkatkan resiko mereka terjangkit HIV dan akhirnya berujung pada AIDS’ (Brockerhoff dan Biddlecom, 1999, 834).

Bagan 2. Model Konseptual tentang Pengaruh Perpindahan Penduduk terhadap Perilaku

Seksual

(10)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 9

Dalam penelitian tentang mobilitas penduduk dan HIV/AIDS di kawasan Asia

Tenggara di daerah Greater Mekong oleh Chantavanich, Beesey dan Paul, (2000),

mengidentifikasikan mengenai kecenderungan mobilitas dan perpindahan penduduk :

- Tingkat mobilitas penduduk dari semua jenis yang semakin meningkat

- Peningkatan terbesar pada mobilitas penduduk non permanen

- Peningkatan perpindahan penduduk antar negara, walaupun perpindahan di dalam

negeri masih tetap dominan

- Arus perpindahan didominasi oleh kaum laki-laki dan perempuan

- Lebih banyak laki-laki merantau dibandingkan perempuan, meski perpindahan kaum

perempuan semakin meningkat dan mereka terlibat dalam berbagai jenis pekerjaan

- Sebagian besar pendatang yang pindah karena alasan ekonomi ini merantau tanpa

didampingi keluarga, walaupun anggota keluarga mereka mungkin bergabung

dengannya di kemudian hari.

Walaupun dikatakan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak yang melakukan

perpindahan, namun kaum perempuan juga cukup besar aktivitas perpindahannya. Tingkat

mobilitas perempuan membawa kerentanan terhadap terinfeksinya HIV/AIDS. Menurut

Bandyopadhyay dan Thomas (2000), menyebutkan bahwa secara global perempuan

semakin rentan terinfeksi karena alasan-alasan berikut :

- Pernikahan heteroseksual kini menjadi mode penularan yang dominan

- Secara biologis, perempuan mempunyai tingkat kerentanan yang lebih tinggi (2-4 kali)

terhadap penyakit ini

- Perempuan sering berada dalam kondisi yang tak berdaya dimana mereka tidak mampu

melindungi diri sendiri dan sering dipaksa melakukan hubungan seksual

- Perempuan sering memiliki status ekonomi yang lebih lemah dbandingkan laki-laki

sehingga mereka ikut memiliki perilaku seksual yang beresiko tinggi.

Penularan HIV/AIDS bukan hanya melalui perilaku beresiko pada orang dewasa.

Dari penelitian Susi Eja Yuarsi, dkk (2004), penularan infeksi HIV/AIDS juga dapat terjadi

pada kalangan anak-anak. Penelitian yang dilakukan di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta

dan Jawa Timur, menunjukkan adanya perdagangan anak yang mengarah ke dalam situasi

pelacuran anak (bisnis seks anak).

Menurut Brock dan Susan (1996 : 7) menyatakan Indonesia telah meratifikasi

beberapa Konvensi utama yang mencakup sikap terhadap masalah perdagangan anak dan

(11)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 10

berkurang; bahkan sebaliknya cenderung meningkat seiring dengan perkembangan industri

seks yang pesat di negeri ini

.

3. Mobilitas dan Penyebaran HIV/AIDS : Studi Empiris

HIV/AIDS di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil dan memasuki

tahap epidemik dengan beberapa sub-populasi berisiko tinggi.

Perubahan pola infeksi maupun resistensi dari virus HIV tidak terlepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hubungan mobilitas atau migrasi dengan HIV/AIDS

berhubungan erat dengan perilaku kelompok migran yang dapat berisiko tertular

HIV/AIDS.

Dalam kaitannya antara mobilitas dan penularan infeski HIV/AIDS, perilaku

penduduk migran yang berisiko tertular HIV/AIDS berhubungan dengan beberapa aspek

kehidupan, di antaranya adalah prostitusi, kehidupan homoseksual dan biseksual,

(12)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 11 Prostitusi

Hubungan seksual secara bebas di kalangan dunia prostitusi menyebabkan

penularan HIV/AIDS melalui kontal fisik saat berhubungan intim. Penyait menular seksual

di kalangan pekerja seks komersial (PSK) cukup tinggi (Purwaningsih dan Widayatun,

2008).

Hasil penelitian yang senada juga dilakukan oleh Hugo (2001) yang menyebutkan

bahwa infeksi HIV di kalangan PSK di Indonesia meningkat dari di bawah 1 persen

menjadi 8 persen dari tahun 1994 sampai 2001. Hugo juga menambahkan bahwa sebagian

besar PSK adalah migran.

Kehidupan homoseksual dan biseksual

Perilaku seksual kelompok homo cenderung rentan terpapar virus HIV/AIDS karena

hubungan seks mereka biasanyan dilakukan melalui dubur yang berisiko terjadi luka kecil

saat penetrasi (Purwaningsih dan Widayatun, 2008).

Hal ini didukung oleh penelitian Hugo (Indonesia, 2001), McCoy (USA, 1999)

Penggunaan narkoba

Berbagai temuan dilapangan menunjukan bahwa pengguna narkoba rentan terkena

infeksi HIV. Sekitar 30 sampai 50 persen penggun narkoba terinfeksi HIV, khususnya

yang menggunakan jarum suntik tidak steril (Purwaningsih dan Widayatun, 2008). Jarum

suntik tersebut merupkan agen penularan HIV/AIDS. Bagi pecandu narkoba yang sedang

ketagihan, mereka tidak berfikir lagi apakah jarum suntik yang digunakan steril atau tidak.

Penelitian yang mendukung ini adalah penelitian Hugo (Indonesia, 2001), MCCoy (USA,

1999)

Mobilitas penduduk

Mobilitas penduduk ini meliputi migrasi internal, maupun migrasi internasional.

Peristiwa migrasi ini bisa menyebabkan migran terpapar dengan kondisi yang

menyebabkan teradinya penularan HIV. Norma-norma di daerah asal mengenari larangan

hubungan seks pranikah ataupun diluar nikah tergantikan dengan norma baru yang

permisif. Kondisi demikian tidak hanya menyebabkan migran terkena virus HIV, tetapi

(13)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 12

Mobilitas manusia selalu mengendalikan kekuatan utama dalam wabah penyakit

infeksi. Satu studi mengenai hubunganantara mobilitas, perilaku seksual, dan HIV di

perkotaaan dilakukan dengan sampel 1.913 laki-laki dan perempuan di Yaounde, Kamerun

(UNAIDS, 2004). Prevalensi HIV sebesar 7,6 % diantara laki-laki yang pergi

meninggalkan rumah lebih dari 31 hari. Prevalensi HIV di antara mereka yang bepergian

kurang dari 31 hari selama setahun adalah 3,4 %. Sedagkan prevalensi HIV dari laki-laki

yang tidak bepergian selama 12 bulan adalah 1,4 %. Hubungan antara mobilitas laki-laki

dan HIV tampaknya berhubungan dengan reisiko perilaku seksual dan tetap signifikan

setelah dikontrol dengan variable penting lainnya. Sedangkan untuk perempuan, tidak ada

hubungan yang signifikan antara mobilias perempuan dengan infeksi HIV.

International Organization for Migration (IOM) (2006) menjelaskan bahwa migran

dan perpindahan penduduk bisa membawa HIV ketika masuk ke suatu negara atau

wilayah. Migran juga rentan terkena virus HIV selama berada di tempat transit dan setelah

sampai di tempat tujuan. Selain itu, Purwaningsih dan Widayatun (2008) menyampaikan

bahwa perpindahan penduduk jangka pendek (short term movement), seperti turis, pelaut

yang tinggal beberapa saat di pelabuhan, kunjungan ke daerah lain untuk kepentingan

bisnis dan sebagainya juga merupakan faktor penting dalam terjadinya sexual networking.

Perpindahan penduduk yang bersifat sirkuler tidak menutup kemungkinan bagi seseorang

mempunyai hubungan seks dengan pasangan sementara (casual partner) di tempat lain.

Kasus-kasus perilaku seksual keeper (laki-laki yang pekerjaannya menemani turis

asing perempuan selama menikmati liburan) di Bali merupakan contoh terjadinya sexual

networking yang melibatkan penduduk lokal dengan migran (turis). Para keeper ini tidak

hanya menemani turis untuk shoping tetapi juga berlaku sebagai partner berhubungan seks

selama di Bali. Keeper ini sering berganti-ganti pasangan dalam waktu yang singkat, sehingga di Bali terkenal adanya fenomena “cinta sepotong pizza” atau “cinta seumur visa”. Banyaknya wisatawan yang dating ke tempat wisata seperti Bali merupakan faktor penting yang mempercepat penularan HIV/AIDS.

Hugo (2001) juga menambahkan bahwa migran sikuler seperti pelaut, buruh

pelabuhan, sopir truk dan pekerja angkutan umum lainnya khususnya laki-laki merupakan

kelompok yang paling banyak menyatakan pernah berhubungan seks dengan PSK.

(14)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 13

migran yang berisiko HIV juga di temukan dalam penelitian Hugo (Indonesia, 2001),

MCCoy (USA, 1999), IOM (Thailand, 2008).

4. Point Penting : Mobilitas dan HIV/AIDS

1. Penderita HIV/AIDS di Indonesia cenderung meningkat. Tahun 2012 sebanyak 21.511

kasus HIV dan 5.686 AIDS. Jumlah Kumulatif 1987-2012 sebanyak 98.390 kasus HIV

dan 45.499 kausus AIDS (8.235 diantaranya mati).

2. Mobilitas penduduk bisa mempengaruhi penularan HIV, baik membawa virus dari

daerah asal, maupun tertular di daerah tujuan.

3. Mobilitas penduduk tidak selalu berhubungan dengan naiknya tingkat infeksi HIV. Hal

ini dipengaruhi oleh perilaku migran itu sendiri.

4. Perilaku berisiko tertular HIV/AIDS di kalangan migran tergantung pada: Karakteristik

budaya dari kelompok pendatang ; keadaan di tempat tujuan; jenis mobilitas; kondisi

tempat kerja; kesertaan keluarga dalam mobilitas; kebiasaan hidup sehat di tempat

tujuan.

5. Kelompok migran yang berisiko tinggi terkena virus HIV adalah: pengguna narkoba,

(15)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 14 DAFTAR PUSTAKA

Bandyopadhyay, M. and Thomas, J. 2000. Social Context of Women Migrant Workers Vulnerability to HIV Infection in Hongkong, China, hal 49-65 in UNDP South East Asia HIV and Development Project, Population Mobility in Asia : Implications for HIV/AIDS Action Programmes, UNDP, South East Asia HIV and Development Project, Bangkok.

Brockerhoff, M. and Biddlecom, A.E. 1999. “Migration, Sexual Behaviour and the Risk of HIV in Kenya”. International Migration Review, 33, 4.

Budiastuti, Arum. 2012. Its Impacts on Socio-Cultural and Health Issues. Dalam : International Conference Urban Mobility. Editor : Fransina. Surabaya : Universitas Airlangga Kampus C. http://kaltim.tribunnews.com/mobile/index.php/2012/12/08/150-ilmuwan-bahas-mobilitas-urban-di-unair (15 Maret 2013).

Chantavanich, S., Bessey, A., and Paul.(2000). Mobility and HIV/AIDS in Greater Mekong Subregion, Asian Research Center for Migration, Bangkok.

Hakim, Lukman. (2007). Epidemiologi Infeksi Menular Seksual, Editor: Sjaiful Fahmi Daili, dkk. Infeksi Menular Seksual (Edisi Ketiga). Jakarta: Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia.

Hein, K. (1989). AIDS in adolescence: Exploring the challenge. Journal of Adolescent Health Care.

Hugo, Graeme. (2001). Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Share Published ILO-Indonesia, UNPD-South Eeast Asia, UNAIDS-Indonesia.

International Labor Organization (ILO). (2001). An ILO code of practice on HIV/AIDS and The World of Work. Geneva: ILO

International Organization for Migration (IOM), Thailand Office. (2005). Assessment of Mobility and HIV Vulnerability among Myanmar Migrant Sex Workers and Factory Workers in Mae Sot District, Tak Province, Thailand. Bangkok: IOM, Thailand Office.

International Organization for Migration (IOM), Thailand Office. (2006). HIV/AIDS and Populations Mobility: Geneva-Swis: IOM.

International Organization for Migration (IOM), Thailand Office. (2008). Migration and HIV/AIDS in Thailand: A Desk Review of Migrant Labour Sectors. Bangkok: IOM, Thailand Office.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia 2012. Jakarta Kementerian Kesehatan RI.

(16)

Migrasi Penduduk dan HIV/AIDS – Kelompok 9 Page 15

Lingga, Gita F. (2007). “HUV/AIDS dan Migrasi : Menyambung Mata Rantai yang Putus”. Jurnal ILO. Jakarta. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_125789.pdf (15 Maret 2013)

Mc Coy, H Virginia dkk.The effect of migration patterns on exposure to HIV prevention in a migrant community. (1999). Population Research and Policy Review, 18(1-2), 155-168. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/206261762?accountid=17242.

Muma, Richard, dkk. (1997). HIV Manual untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Munir, Rozi. 2010. “Migrasi”. Dasar-dasar Demografi. Lembaga Demografi FEUI. Jakarta.

Mustafa, Hasan. (2012). Perilaku Manusia dalam Perspektif Psikologi Sosial. http://journal.unpar.ac.id/index.php/JABCebis/article/view/156/145 (16 Maret 2013)

Purwaningsih, Sri Sunarti dan Widayatun. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia: Tinjauan Sosio-Demografis. (2008). Jurnal Kependudukn Indonesia, Vol. III No 2, halaman75-96.

Skeldon, R. (2000). Population Mobility and HIV Vulnerability in South East Asia : An Assessment and Analysis, UNDP, South East Asia HIV and Development Project, Bangkok.

Tjiptoherijanto, Prijono. 2000. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8631/ (14 Maret 2013)

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. (2006). Pembangunan Ekonomi (Edisi Kesembilan). Jakarta: Erlangga.

UNAIDS. (2001). Population Mobility and AIDS, Technical Update. Jeneva-Swiss: UNAIDS.

UNAIDS. (2004). Report on The Global AIDS Epidemic 2004. Jeneva-Swiss: UNAIDS.

United Nation. 2001. Declaration of Commitment on HIV/AIDS. United Nation General Assembly Special Session on HIV/AIDS, 25-27 Juni.

Utami, Dwi Retno Wilujeng Wahyu. (2007). Determinan Perilaku Berisiko Tertular HIV/AIDS Pada Karyawan Laki-laki di Perusahaan Besar. Depok: Universitas Indonesia- Tesis Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan.

Thibaut, John dan Harlod Kelley . 1959. Social Exchange Theory.

http://highered.mcgraw-hill.com/sites/dl/free/0073385026/228359/socialexchange.pdf (29 Maret 2013).

Referensi

Dokumen terkait

karena memang letaknya yang dekat dengan pondok pesantren, yaitu.. dibelakang

Enam sasaran strategis tersebut merupakan arahan bagi Pengadilan Agama Bantaeng untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan dan membuat rincian Program dan

Sebelum melakukan Pembuatan aplikasi kriptosistem menggunakan metode algoritma Vigenere cipher , maka yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah

Pada penelitian ini metode pengumpulan datanya yaitu dengan cara pengambilan data yang diperoleh dari Directory Bank Indonesia atau data dari laporan keuangan

Kewenangan yang dimiliki oleh Komnas HAM sebagai lembaga negara yang berhak dan diamanti oleh presiden untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di rasa kurang

Table 4. Dalam table diatas memberikan gambaran atas hak pemilikan responden yang dilakukan register sertifikat dalam pendaftaran tanah secara sistematik, dari total 1040 bidang

CCTV merupakan alat pengawas terus menerus dan tidak mengenal lelah, CCTV juga berfungsi preventif karena secara psikologis orang menjadi takut dan enggan untuk berbuat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian yang berjudul sikap perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini yaitu