• Tidak ada hasil yang ditemukan

jurnal hubungan antara persepsi terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "jurnal hubungan antara persepsi terhadap"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENYAKIT DENGAN

TINGKAT STRES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II

DI RSD DR. HARYOTO LUMAJANG

This study aims to determine the correlation between illness perception with stress level in people with type II diabetes mellitus in RSD Dr. Haryoto Lumajang. The number of the sample is 100 patients with type II diabetes mellitus who are followed an outpatient in RSD Dr. Haryoto Lumajang and not pregnant, the sampling technique is incidental sampling. Data collection instrument consists of illness perception scale (α = 0,951) and stress scale (α = 0,949). The results show that the test assumptions are met, the data of illness perception variable (p = 0,200) and level stress variable (p = 0,200) have a normal distribution and linear correlation (p = 0,000). Data analysis uses the Pearson correlation product moment with correlation value (r) 0,844 and significance (p) 0.000, which means there is a positive linear correlation between illness perception with stress level in people with type II diabetes mellitus in RSD Dr. Haryoto Lumajang. Illness perception contributes 71,23% on the stress level, while the rest is 28,77% influenced by other factors.

Keywords: diabetes mellitus, illness perception, stress level

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang. Sampel berjumlah 100 penderita diabetes mellitus tipe II yang mengikuti rawat jalan di RSD Dr. Haryoto Lumajang dan tidak sedang mengandung, dengan teknik pengambilan sampel yaitu insidental sampling. Alat pengumpulan data terdiri dari skala persepsi terhadap penyakit (α = 0,951) dan skala stres (α = 0,949). Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji asumsi terpenuhi, data variabel persepsi terhadap penyakit (p = 0,200) dan variabel tingkat stres (p = 0,200) memiliki sebaran normal dan memiliki hubungan linier (p = 0,000). Analisis data menggunakan korelasi product moment Pearson dengan nilai korelasi (r) 0,844 dan taraf signifikansi (p) 0,000 yang berarti terdapat hubungan linier positif antara persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang. Persepsi terhadap penyakit memberikan kontribusi sebesar 71,23% pada tingkat stres, sedangkan sisanya sebesar 28,77% dipengaruhi faktor lain.

(2)

Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit kronis dengan jumlah penderita yang terus meningkat dan menjadi masalah kesehatan bagi semua negara di dunia. Menurut

World Health Organization (2006) pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di seluruh dunia mencapai 171 juta jiwa dan diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030.

Pada tahun 1995, Indonesia menempati peringkat ke-7 dengan jumlah penderita diabetes mellitus sebanyak 4,5 juta jiwa. Peringkat ini diprediksi akan naik dua tingkat menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2025, dengan perkiraan jumlah pengidap sebanyak 12,4 juta jiwa (Arisman, 2011).

Pusat data dan informasi Kemenkes RI (2012) juga mencatat bahwa diabetes mellitus termasuk sepuluh besar penyakit yang menyebabkan kematian di Indonesia setelah perdarahan intrakranial, strok, gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit jantung lainnya.

American Diabetes Association (2009) menjelaskan diabetes mellitus sebagai jenis penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglisemia kronis yaitu tidak berfungsinya organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah akibat kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya, sehingga glukosa (gula darah) akan menumpuk dalam tubuh karena tidak dapat dipecah menjadi sumber energi.

(3)

Kerusakan sekresi hormon insulin ataupun kerusakan kerja hormon insulin pada penderita diabetes mellitus menyebabkan penderita harus menjaga kadar gula dalam darah dengan mengubah pola hidupnya, terutama mengubah pola makan. Merubah pola makan dilakukan dengan cara mengkonsumsi menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori agar dapat mencapai dan mempertahankan berat badan yang ideal, karena kadar gula darah akan sulit dikendalikan jika penderita diabetes mellitus memiliki berat badan yang berlebih (Dewanti, 2010). Oleh karena penderita diabetes mellitus tipe II pada umumnya mengalami obesitas, maka penderita diabetes mellitus tipe II memiliki tuntutan yang lebih besar jika dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus lain dalam mencapai berat badan ideal agar gula darah tetap seimbang.

Kemampuan penderita diabetes mellitus untuk mengubah pola hidup sesuai dengan apa yang seharusnya dijalani tergantung dari persepsi penderita tersebut terhadap penyakit yang diderita. Menurut Walgito (Cahyadi, 2007) persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan terhadap stimulus yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan dalam upaya memberikan suatu makna pada stimulus tersebut.

Leventhal (Ibrahim, Desa & Chiew-Tong, 2011) menjelaskan ketika seseorang dihadapkan pada suatu penyakit akan menggambarkan penyakit tersebut sesuai dengan pemikirannya sendiri dalam rangka untuk memahami dan menanggapi masalah yang dihadapi. Persepsi negatif seseorang terhadap penyakit yang diderita dapat menimbulkan ketidakbahagiaan, sehingga akan menyebabkan seseorang tersebut enggan untuk menjalani perawatan dan pengobatan. Begitu pula sebaliknya, persepsi positif seseorang terhadap penyakit yang diderita akan membuat seseorang menjalani perawatan dan pengobatan secara teratur.

(4)

dialisis. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi penyakit berkontribusi terhadap kualitas hidup pasien. Apabila persepsi pasien terhadap penyakit yang diderita negatif, maka kualitas hidup pasien akan rendah, sedangkan apabila persepsi pasien terhadap penyakit yang diderita positif, maka kualitas hidup pasien akan tinggi.

Keharusan penderita diabetes mellitus dalam mengubah pola hidupnya agar gula darah dalam tubuh tetap seimbang dapat mengakibatkan mereka rentan terhadap stres, karena stres akan terjadi apabila seseorang merasakan adanya ketidaksesuaian antara sumber daya yang dimiliki dengan tuntutan situasi yang harus dijalankan. Ketika tuntutan situasi dirasakan berbeda dengan situasi sebelumnya dan terlalu berat, maka stres akan terjadi (Middlebrooks & Audage, 2008).

Menurut Mitra (2008) tingkat stres yang tinggi dapat memicu kadar gula darah seseorang semakin meningkat, sehingga semakin tinggi tingkat stres yang dialami oleh penderita diabetes, maka penyakit diabetes mellitus yang diderita akan semakin bertambah buruk. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan antara persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II yang akan dilaksanakan di RSD Dr. Haryoto Lumajang.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan linier positif antara persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang?

Tujuan Penelitian

(5)

Landasan Teori A. Tingkat Stres

Stres merupakan kondisi ketegangan dalam diri yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan yang bersumber pada sistem biologis, psikologis, dan sosial dari seseorang (Sarafino dan Smith, 2011).

Patel (Utomo, 2008) menjelaskan empat tingkat stres yang umumnya dialami oleh manusia, yaitu:

a. Too little stress, seseorang belum mengalami tantangan yang berat dalam memenuhi kebutuhan pribadinya.

b. Optimum stress, seseorang mengalami kehidupan yang seimbang akibat proses manajemen yang baik oleh dirinya.

c. Too much stress, seseorang mengalami kelelahan fisik maupun emosional.

d. Breakdown stress, seseorang mengalami kecenderungan neurotis yang kronis atau munculnya rasa sakit psikosomatis.

Aspek-aspek stres menurut Sarafino dan Smith (2011) adalah sebagai berikut:

a. Biologis, yaitu reaksi fisiologis yang timbul karena adanya kondisi atau situasi yang mengancam atau berbahaya, misalnya jantung berdetak lebih cepat dan lebih kuat, otot lengan dan kaki gemetar.

b. Psikososial yang terdiri dari:

1) Kogntif, yaitu kerusakan proses kognitif yang menyebabkan seseorang sulit untuk berkonsentrasi, daya ingat lemah, kesulitan dalam memecahkan masalah, tidak dapat mengendalikan dorongan atau impuls.

(6)

3) Sosial, stres dapat menyebabkan seseorang mencari kenyamanan dengan orang lain untuk mencari dukungan. Dalam situasi stres yang lain, seseorang menjadi kurang bisa bersosialisasi dan lebih bersikap tidak suka terhadap orang lain (sikap memusuhi) dan menjadi tidak sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

B. Persepsi terhadap Penyakit

Persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan kognisi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik yang diperoleh dari pengindraan (Solso, Maclin & Maclin, 2008). Chilcot (2010) mengemukakan bahwa persepsi terhadap penyakit adalah interpretasi yang dilakukan seseorang berkaitan dengan penyakit yang dideritanya.

Aspek-aspek dari persepsi terhadap penyakit menurut Moss-Morris dan Chalder (Ibrahim, dkk., 2011) adalah sebagai berikut:

a. Identitas: pandangan seseorang tentang gejala yang timbul dari penyakit yang diderita. b. Waktu: keyakinan bahwa penyakit yang diderita akan berlangsung dalam waktu yang

singkat atau berlangsung dalam waktu yang lama.

c. Konsekuensi: pandangan seseorang tentang akibat dari penyakit yang diderita.

d. Siklus: pandangan seseorang tentang penyakit yang diderita apakah penyakit tersebut akan kambuh atau tidak.

e. Kontrol pribadi: pandangan seseorang tentang efisiensi kontrol pribadi yang dilakukan pada penyakit yang diderita.

f. Kontrol pengobatan: pandangan seseorang tentang efisiensi pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit.

g. Koherensi penyakit: pemahaman seseorang tentang penyakit yang diderita.

(7)

C. Diabetes Mellitus

ADA (2009) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglisemia kronis karena kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Hiperglisemia kronis pada diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, seperti tidak berfungsinya organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

ADA (2009) mengklasifikasikan penyakit diabetes mellitus ke dalam 4 kelompok, yaitu: a. Diabates Mellitus tipe I, insulin dependent diabetes mellitus (IDMM)

b. Diabates Mellitus tipe II, non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) c. Diabetes mellitus tipe lain atau diabetes sekunder

d. Diabetes Mellitus Kehamilan Hipotesis Penelitian

H0

H1 :

:

Tidak terdapat hubungan linier positif antara persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang. Terdapat hubungan linier positif antara persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment Pearson yang pelaksanaannya dilakukan dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) version 16 for windows. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 penderita diabetes mellitus tipe II baik berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan yang menjalani rawat jalan di RSD Dr. Haryoto Lumajang dan tidak sedang mengandung. Sampel ini diambil dengan menggunakan teknik sampling insidental (incidental sampling).

(8)

A. Persepsi terhadap Penyakit

Variabel persepsi terhadap penyakit diukur menggunakan skala persepsi terhadap penyakit yang disusun berdasarkan aspek dari Moss-Morris dan Chalder (Ibrahim, dkk., 2011). Namun aspek penyebab tidak digunakan dalam penyusunan skala, karena menurut Moss-Morris dan Chalder (Ibrahim, dkk. 2011) aspek penyebab digunakan untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu penyakit yang dipercayai oleh sekelompok orang, bukan untuk skala. Skala ini berisi 43 pernyataan yang terdiri dari 30 aitem favorable dan 13 aitem unfavorable dengan 4 poin skala Likert, yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) setuju, (4) sangat setuju untuk aitem favorable dan sebaliknya untuk aitem unfavorable. Semakin tinggi skor yang dihasilkan, semakin negatif persepsi terhadap penyakit yang dimiliki.

B. Stres

Variabel tingkat stres diukur dengan menggunakan skala stres yang disusun berdasarkan aspek stres dari Sarafino dan Smith (2011). Skala ini berisi 36 pernyataan yang terdiri dari 28 aitem favorable dan 8 aitem unfavorable dengan 4 poin skala Likert, yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) setuju, (4) sangat setuju untuk aitem favorable dan sebaliknya untuk aitem unfavorable. Semakin tinggi skor yang dihasilkan, semakin tinggi tingkat stres yang dialami.

Pengujian Validitas dan Reliabilitas

(9)

skor total. Analisis aitem ini berfungsi untuk menyeleksi aitem pada skala. Batasan yang digunakan untuk menyeleksi aitem adalah rix = 0,30 (Sugiono, 2010).

Uji reliabilitas dari kedua skala dihitung menggunakan teknik uji reliabilitas Alpha Cronbrach’s dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) version 16 for windows. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang nilai 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas atau semakin mendekati angka 1,00, maka semakin tinggi reliabilitas (Azwar, 2010).

Tabel 1

Rangkuman Hasil Validitas dan Reliabilitas

No. Skala Jumlah Aitem Alpha Cronbach

1. Persepsi terhadap Penyakit 43 0,951

2. Stres 36 0,949

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian diawali dengan pembuatan proposal penelitian yang dilanjutkan dengan penyusunan alat ukur. Penyusunan alat ukur diawali dengan pembuatan blue print

(10)

Hasil Penelitian

Data penelitian yang diperoleh dari pengisian skala persepsi terhadap penyakit dan skala stres diolah menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) version 16 for windows yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Persepsi terhadap penyakit 98,970 54,000 127,000 13,895

Tingkat stress 77,980 46,000 102,000 11,183

Tabel 2 menunjukkan bahwa persepsi terhadap penyakit pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang memiliki nilai rata-rata sebesar 98,970 dengan nilai terendah sebesar 54,000, nilai tertinggi sebesar 127,000, dan standar deviasi sebesar 13,895. Untuk tingkat stres yang dialami oleh penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang rata-rata memiliki nilai sebesar 77,980 dengan nilai terendah sebesar 46,000, nilai tertinggi sebesar 102,000, dan standar deviasi sebesar 11,183.

Berdasarkan deskripsi statistik, dapat dibuat suatu norma untuk pemberian makna atau interpretasi terhadap skor skala yang diperoleh.

Tabel 3

Norma Persepsi terhadap Penyakit dan Norma Tingkat Stres Norma

(11)

berjumlah 5 orang. Untuk tingkat stres, subjek yang mengalami tingkat stres sangat rendah berjumlah 9 orang, sedangkan yang mengalami stres rendah berjumlah 45 orang, yang mengalami stres tinggi berjumlah 35 orang, dan yang mengalami stres sangat tinggi berjumlah 10 orang.

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas untuk mengetahui apakah data yang diperoleh termasuk dalam sebaran normal yang diuji menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dan linier yang diuji dengan menggunakan uji F, sehingga uji hipotesis dapat dilakukan.

Tabel 4

Hasil Uji Normalitas Variabel Nilai K-S Signifikan

(p)

Keterangan

Persepsi terhadap penyakit 0,060 0,200 Sebaran normal

Tingkat stress 0,050 0,200 Sebaran normal

Keterangan:

K-S : Nilai Kolmogorov-Smirnov

Kedua data dikatakan memiliki sebaran normal karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, yaitu dengan nilai p = 0,200.

Tabel 5 Hasil Uji Linieritas

F Signifikansi

Persepsi terhadap penyakit * Tingkat stres

pada penderita diabetes mellitus tipe II 238,884 0,000

Hasil uji linieritas pada variabel persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang diperoleh nilai F sebesar 238,884 dengan signifikansi p = 0,000. Nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 (p < 0,05) menunjukkan bahwa variabel persepsi terhadap penyakit memiliki hubungan yang linier dengan variabel tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II.

(12)

Tabel 6

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa persepsi terhadap penyakit berkorelasi positif dengan tingkat stres dengan nilai korelasi 0,844 dan nilai signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,01 (0,000 < 0,01) yang berarti signifikan secara statistik. Selain itu koefisien determinasi r2

= 0,7123 menunjukkan bahwa variasi atau perubahan-perubahan pada skor tingkat stres dapat dijelaskan oleh persepsi terhadap penyakit sebesar 71,23% sedangkan 28,77% sisanya dijelaskan oleh variabel lain.

Tabel 7

Hasil Uji Korelasi Aspek-Aspek Persepsi terhadap Penyakit dengan Variabel Tingkat Stres

Identitas * Tingkat Stres 0,742 0,5505 0,000 Signifikan

Waktu * Tingkat Stres 0,445 0,1980 0,000 Signifikan

Siklus * Tingkat Stres 0,682 0,4651 0,000 Signifikan

Konsekuensi * Tingkat Stres 0,779 0,6068 0,000 Signifikan

Kontrol Pribadi * Tingkat Stres 0,725 0,5256 0,000 Signifikan Kontrol Pengobatan * Tingkat Stres 0,588 0,3457 0,000 Signifikan Koherensi Penyakit * Tingkat Stres 0,496 0,2460 0,000 Signifikan Respon Emosional * Tingkat Stres 0,483 0,2333 0,000 Signifikan **taraf signifikan < 0,01 (one-tale)

(13)

Diskusi

Hasil penelitian yang diperoleh dari uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier positif yang signifikan antara variabel persepsi terhadap penyakit dengan variabel tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari pengerjaan skala persepsi terhadap penyakit atau semakin negatif persepsi terhadap penyakit maka semakin tinggi pula tingkat stres yang dialami oleh penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh dari pengerjaan skala persepsi terhadap penyakit atau semakin positif persepsi terhadap penyakit, maka semakin rendah pula tingkat stres yang dialami oleh penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang.

Hasil analisa secara statistik tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti, yang menyatakan terdapat hubungan linier positif antara persepsi terhadap penyakit dengan tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang dapat diterima.

(14)

kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada sehingga mengakibatkan stres yang dialami tinggi.

Semakin negatif persepsi tentang penyakit yang diderita maka tuntutan situasi yang dihadapi akan semakin besar sehingga seseorang akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan yang diakibatkan oleh penyakit tersebut karena kualitas hidup yang dimiliki rendah. Ketidaksanggupan seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada akan menimbulkan ketegangan dalam diri dan mengakibatkan stres. Semakin lama seseorang mengalami ketegangan dalam diri, maka semakin tinggi pula tingkat stres yang dialami orang tersebut. Dengan kata lain semakin negatif persepsi seseorang terhadap penyakit yang diderita, maka semakin tinggi pula tingkat stres yang dialami.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa penderita diabetes mellitus tipe II di RSD Dr. Haryoto Lumajang sebagian besar memiliki persepsi yang positif terhadap penyakitnya dan mengalami tingkat stres yang rendah atau menurut Patel (Utomo, 2008) mengalami

(15)

sudah menderita penyakit tersebut dalam waktu yang lama, yaitu lebih dari 5 tahun, maka mereka akan merasakan situasi yang dihadapi tidak terlalu berat, sebab mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut, sehingga tingkat stres yang dialami rendah.

Aspek konsekuensi memberikan sumbangan terbesar dalam korelasi terhadap tingkat stres adalah karena ketika seseorang menganggap penyakitnya sebagai suatu hal yang normal, maka penyakit yang diderita akan dianggap tidak membawa perubahan atau dampak yang besar bagi kehidupan sehari-hari, mereka tetap dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dapat beraktivitas seperti sebelumnya, dan lain sebagainya sehingga stres yang dialami akan rendah, karena tidak ada perubahan situasi dari sebelum dan sesudah menderita penyakit. Dan sebaliknya apabila seseorang menganggap penyakitnya sebagai suatu hal yang merugikan, maka penyakit akan membawa dampak negatif yang besar bagi kehidupan sehari-hari, seperti mengganggu kegiatan sehari-hari, sehingga stres yang dialami akan tinggi.

Besarnya sumbangan yang diberikan aspek konsekuensi terhadap tingkat stres sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ibrahim, dkk. (2011) bahwa seseorang yang memiliki persepsi negatif terhadap penyakit yang diderita akan menganggap penyakit tersebut sebagai sesuatu yang merugikan. Sedangkan seseorang yang memiliki persepsi positif terhadap penyakit yang diderita, akan menganggap penyakit tersebut sebagai bagian dari kehidupan yang normal.

(16)

disembuhkan dan sepanjang hidup mereka harus menjaga pola makan dengan mengurangi makanan dan minuman yang manis. Dengan demikian jawaban dari pernyataan pada aspek waktu di skala persepsi terhadap penyakit sebagian besar seragam, sehingga memberikan pengaruh yang kecil terhadap hubungannya dengan tingkat stres yang dimiliki subjek.

Persepsi terhadap penyakit dapat digunakan untuk membimbing pasien dalam melakukan perawatan terhadap penyakit yang diderita, seperti melakukan pengobatan dengan teratur. Selain itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi negatif terhadap penyakit dapat diubah menjadi persepsi yang positif. Pengubahan persepsi terhadap penyakit ini dapat berfungsi untuk meningkatkan penyesuaian pasien terhadap penyakit yang diderita (Ibrahim, dkk. 2011).

Saran

Penderita diabetes mellitus tipe II disarankan untuk dapat mengubah persepsi negatif terhadap penyakit yang diderita dengan persepsi positif dengan cara mencari infomasi yang benar tentang penyakit diabetes mellitus terutama mengenai cara mencegah naiknya kadar gula darah. Selain itu penderita harus berusaha menerima diri apa adanya serta tidak menutup diri, sehingga penderita akan dapat menjalani perawatan dengan baik untuk mengontrol kadar gula darah yang dimiliki tanpa mengalami stres.

(17)

Daftar Pustaka

American Diabetes Association. (2009). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.

Diabetes Care, 32 (1): S62-S67, (Online), (http://care.diabetesjournals.org/content/27/ suppl_1/s5.full.pdf, diakses atau diunduh 7 Februari 2012).

Arisman. (2011). Obesitas, Diabetes Mellitus & Dislipidemia: Konsep, Teori, dan Penanganan Aplikatif. Jakarta: EGC.

.

Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cahyadi, W. A. (2007). Hubungan antara Persepsi Terhadap Keadilan Kompensasi Dengan Kepuasan Kerja Karyawan PT. Enseval Putera Megatrading Tbk. Cabang Semarang.

Skripsi, (Online), (http://eprints.undip.ac.id/10508/1/ Skripsi_Anton.pdf, diakses atau diunduh 15 September 2011).

Chilcot, J. (2010). Studies of Depression and Illness Representations in End-Stage Renal Disease. Tesis. (Online), (https://uhra.herts.ac.uk/dspace/bitstream /299/4796/1/Joseph %20Chilcot%20-%20final%20PhD%20submission.pdf, diakses atau diunduh 25 Januari 2012).

Clark, M.M., Warren, B.A., Hagen, P.T., Johnson, B.D., Jenkins, S.M., Werneburg, B.L., & Olsen, K.D. (2011). Stress Level, Health Behaviors, and Quality of Life in Employees Joining a Wellness Center. Journal of Health Promotion, 26 (1): 21-25, (Online), (http://www.cfah.org/hbns/archives/viewSupportDoc.cfm?supportingDocID=1043, diakses atau diunduh 2 Februari 2012).

Dewanti, S. (2010). Buku Pintar Kesehatan: Kolesterol, Dabetes Mellitus & Asam Urat. Klaten: Kawan Kita.

Ibrahim, N., Desa, A., & Chiew-Tong, N.K. (2011). Illnes Perception and Depression in Patients with End-Stage Renal Disease on Chronic Haemodialysis. MedwellJournal, 6 (3), 221-226, (Online), (http://docsdrive.com /pdfs/medwelljournals/sscience/2011/221-226.pdf, diakses atau diunduh 25 Januari 2012).

Middlebrooks, J.S., & Audage, N.C. (2008). The Effects of Childhood Stress on Health across the Lifespan, (Online), (http://www.cdc.gov/ncipc/pub-res/pdf/childhood_stress.pdf, diakses atau diunduh 27 Januari 2012).

Mitra, A. (2008). Diabetes and Stress. Ethno-Med, 2 (2): 131-135, (Online), (http://www.krepublishers.com/02-Journals/S-EM/EM-02-0-000-08-Web/EM-02-2-000-08-Abst-PDF/EM-02-2-131-08-046-Mitra-A/EM-02-2-131-08-046-Mitra-A-Tt. pdf, diakses atau diunduh 15 November 2011).

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2012). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Gambaran Penyakit Tidak Menular di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009 dan 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

(18)

Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin. K.M. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed.). Terjemahan oleh Mikael Rahardanto dan Kristianto Bartuadji. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Timmers, L., Thong, M., Dekker, F.W., Boeschoten, E.W., Heijmans, M., Rijken, M., Weinman, J., & Kaptein, A. (2008). Illness perceptions in dialysis patients and their association with quality of life. Jurnal Psychology & Health, 23 (6): 679-690, (Online), (http://nvl002.nivel.nl/postprint/PPpp3312.pdf, diakses atau diunduh 26 Januari 2012).

Utomo. (2008). Hubungan Antara Model-Model Coping Stres dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Skripsi. (tidak diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri.

Gambar

Tabel 3Norma Persepsi terhadap Penyakit dan Norma Tingkat Stres
Tabel 4Hasil Uji Normalitas
Tabel 6 Hasil Uji Korelasi

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian sistem filling diperoleh suatu sistem yang dapat melakukan pengisian susu pada botol dengan presentase 100% dengan rata-rata volume susu yang terisi 100

Salah satu metode transfer pengetahuan kepada masyarakat sasaran yang dinilai lebih efektif adalah melakukan pemberdayaan masyarakat pantai Sedayu diarahkan yang diarahkan

Jadi, layanan bimbingan konseling di sekolah merupakan usaha menyambut dan menerima keluhan- keluhan masalah siswa yang dilakukan oleh ahli (guru BK) untuk membantu dan menerima

Uji one way Anova didapatkan hasil p&gt;0,05 (0,448), sehingga didapatkan kesimpulan bahwa ketiga titik referensi yaitu jarak sudut mata ke komisura bibir bagian kanan

Posyandu sebagai sebuah institusi merupakan organisasi pelayanan kesehatan terpadu yang berada di tingkat RT dan RW. Dengan demikian merupakan lini terdepan dalam

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diambil adalah: Apakah perangkat desa sudah berperan dengan baik dalam akuntabilitas

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN Periode yang Berakhir Pada Tanggal 31 Juli

Pondasi tiang pancang digunakan apabila tanah yang berada dibawah dasar  bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan