• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seksualitas Sebagai Sarana perusak Penggambaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Seksualitas Sebagai Sarana perusak Penggambaran"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Seksualitas Sebagai Sarana Penggambaran Status Sosial dalam

Pengakuan Pariyem

oleh Edy Nugraha, Muhamad Fahmi Idris, Putri Luvyta, dan Viktor Yudha Kuncoro

Sastra merupakan cerminan suatu masyarakat pada

suatu kondisi sosial tertentu. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Abrams (dalam Yudiono, 1986: 31) yang

menyatakan bahwa karya sastra merupakan tiruan atau

pembayangan dunia kehidupan nyata. Kita dapat melihat hal

tersebut dari beragam karya sastra. Banyak permasalahan

kondisi sosial di suatu masyarakat yang dapat kita ketahui

dalam karya sastra, seperti masalah seksualitas dan status

sosial. Salah satu karya yang memuat hal tersebut adalah

pengakuan pariyem. Dalam Pengakuan Pariyem, seksualitas

digunakan sebagai sarana dalam penggambaran status sosial

yang terlihat pada tokoh Pariyem sebagai babu dan Den Baguse sebagai pangeran.

Kita dapat melihat dua masalah tersebut, yakni seksualitas dan status sosial dalam novel

Pengakuan Pariyem yang merupakan karya dari Linus Suryadi. Pengakuan Pariyem merupakan

salah satu novel yang memiliki unsur seksualitas di dalamnya. Selain itu, kita juga dapat melihat

adanya penggambaran status sosial antara golongan kelas bawah dan golongan kelas atas.

Golongan kelas bawah dapat kita lihat pada tokoh Pariyem yang sehari-hari bekerja sebagai babu

atau abdi dalem keraton. Sementara itu, golongan kelas atas dapat kita lihat pada tokoh-tokoh di

lingkungan keraton seperti Den Baguse, Ndoro Putri, Ndoro Ayu, dan Ndoro Kanjeng.

Pengakuan Pariyem merupakan novel yang bercerita mengenai seorang bernama Pariyem yang

sehari-hari bekerja sebagai babu atau abdi dalem di keraton Ngayogyakarta. Di dalam

(2)

2 Walaupun hanya menjadi babu, dirinya menganggap apa yang dikerjakannya itu harus dilakukan

dengan ikhlas. Ia menganggap apa yang dikerjakannya sebagai babu adalah berkah kerja dan

sebagai ibadah dalam kesehariannya. Pada perjalanannya menjadi babu keraton, ia diajak

melakukan hubungan seksual oleh Den Baguse sebagai pangeran keraton Ngayogyakarta.

Hubungan itu kerap dilakukan mereka berdua tanpa ada yang tahu. Sampai suatu saat, Ndoro

Putri atau adik dari Den Baguse mengetahui kehamilan Pariyem. Akhirnya, kehamilan Pariyem

pun terkuak. Cabang bayi di perut Pariyem adalah hasil hubungan Pariyem dan Den Baguse.

Setelah kehamilan Pariyem terkuak, tidak ada masalah yang berarti di kehidupan Pariyem dan

kehidupan Keraton. Walaupun telah mempunyai anak dari Den Baguse, Pariyem tidak

dinikahkan, tetapi semua keluarga keraton sayang terhadap cucunya tersebut.

Di dalam cerita, Pariyem merupakan seorang pembantu. Status sosial Pariyem sebagai

pembantu sudah dijelaskan di awal cerita, yang terdapat dalam kutipan

“Begitulah nama membawa tuah: Bibit Bobot dan Bebet

Dan saya sudah 3B sebagai babu, kok” (hlm. 5).

Dari nama saja, Pariyem sudah mengisyaratkan bahwa nama itu memiliki konotasi

negatif, yaitu sebagai babu.

“lha orang tua saya memanggil Iyem, kok

Cocok benar dengan pangkat saya: babu” (hlm. 13)

Dari kutipan di atas, Pariyem menyadari bahwa namanya cocok dengan status sosialnya

sebagai babu. Kutipan lain yang menekankan bahwa dia adalah babu, yang yang seringkali

terulang dalam cerita, yaitu

“Ya, ya Pariyem saya

Maria Magdalena Pariyem lengkapnya “Iyem” panggilan sehari-hari

Dari Wonosari Gunung Kidul

Sebagai nDoro Kanjeng Cokro Sentono

(3)

3 Dalam cerita ini, Pariyem menggambarkan pula status sosial yang ada dalam budayanya,

yaitu budaya Jawa. Dia menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa, terdapat pembagian kelas antara

bangsawan dan rakyat jelata. Hal tersebut tergambarkan dalam kutipan

“Ah Ya, maklum Jawa Baru, mas

Dari kutipan-kutipan di atas dapat dilihat bahwa Pariyem dan Den Baguse berbeda status

sosial. Namun demikian, seksualitas juga merupakan sarana dalam penggambaran status sosial

Pariyem dan Den Baguse.

Jadi seks dan seksual lebih mengacu pada perbedaan fisik dan aktivitas intim yang erotis,

sementara seksualitas lebih kepada hasrat, praktik dan identitas; bahkan sering melibatkan

perasaan kita sebagai perempuan atau laki-laki (Jackson, 1996: 2).

Dalam cerita ini, digambarkan bahwa Pariyem merupakan babu, sedangkan Den Baguse

merupakan majikan. Dalam hal ini, perbedaan tersebut dapat dilihat dari seksualitas; dibatasi

pada hasrat seksual dan hubungan intercourse. Pariyem melakukan pekerjaannya sebagai

pembantu. Namun demikian, ketika itu, Den Baguse menggaulinya. Hal tersebut terdapat dalam

kutipan

“Selagi saya membersihkan kamarnya Tiba-tiba saya direnggut dari belakang O, Allah saya kaget setengah mati, mas Sekujur tubuh saya digerayangi

(4)

4 Dalam hubungannya, Den Baguse selalu meminta lebih dulu. Pariyem pun tidak dapat

untuk tidak meladeninya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan

“Lha Den Bagus Ario Atmodjo Betapa Sering dia kumat manjanya

Wah wah, kalau sudah begini

Saya dibikin setengah mati (hlm. 37).

Den Baguse juga tidak bisa ditolak permintaannya. Permintaan untuk selalu berhubungan

harus dituruti. Hal tersebut terdapat dalam kutipan

“Kalau sudah marah matanya Seolah jagad gelap gulita

Hasratnya tak bisa dipenggak, ditunda

Biar dengan bujuk rayu dan janji segala. (hlm. 38).

Di sini dijelaskan bahwa Den Baguse sebagai majikan suka menyuruh-nyuruh Pariyem

jika birahinya sedang tinggi. Pariyem tidak bisa menolak. Permintaan Den Baguse untuk

melakukan hubungan seksual tidak dapat ditolak Pariyem sama halnya seperti ketika majikan

menyuruh pembantunya melakukan pekerjaan rumah. Kentara sekali bahwa Den Baguse sebagai

majikan mempunyai kuasa lebih terhadap Pariyem, termasuk dalam hal seksualitas.

Suatu peristiwa itu akhirnya ketahuan juga oleh keluarga Den Baguse. Pariyem

mengandung anak dari Den Baguse. Keluarga Den Baguse tidak marah, malah disuruh untuk

merawat anaknya nanti. Meskipun demikian, dalam sidang keluarga tersebut, pariyem tidak

menjadi anggota keluarga resmi. Pariyem tetap menjadi babu. Hal itu terdapat dalam kutipan

“Pekerjaanmu tidak berubah, seperti biasa Hanya selama setahun tinggal di dusun Di Wonosari Gunung Kidul

Kowe bertugas merawat diri dan si thuyul

Sedang semua kebutuhan nanti tersedia” (hlm. 152).

Selain kutipan tersebut, kutipan yang menyiratkan bahwa Pariyem statusnya tetap babu,

(5)

5 “Hari-hari sepi pasti saya lalui

Tapi kegembiraan belum menyertai Tak ada nikah, tak ada upacara resmi Tak ada gendhing “Kebo Giro” resepsi Antara Ngayogyakarta dan Wonosari Dalam bayan bersatu sunyi (hlm. 155).

Secara tidak resmi, Pariyem menganggap seakan-akan dirinya adalah selir dari Den

Baguse. Hal tersebut terdapat dalam kutipan

“Tata lahir saya hanya sebagai babu

Tapi batinnya, saya putri mantu (hlm. 155).

“Tata lahirnya, saya sebagai babu

Tata batinnya, saya selir baru “ (hlm. 157).

Di akhir cerita juga dijelaskan bahwa Pariyem juga masih sebagai babu, walaupun dia

sudah punya anak dari majikannya, yang terdapat dalam kutipan

“Saya tetap tinggal sebagai sediakala Saya tetaplah sebagai babu yang setia

Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono Di nDalem Suryamentaraman Ngayogyakarta Tak kurang suatu apa

Saya sudah bahagia” (hlm. 180).

Jadi, dalam cerita ini, seksualitas digunakan sebagai sarana atau media dalam

menjelaskan status sosial antara Pariyem sebagai babu dengan Den Baguse sebagai pangeran.

Walaupun Pariyem mempunyai anak dari Den Bagus, Pariyem tetap menjadi babu.

Novel Pengakuan Pariyem ingin menyadarkan kita bahwa di dalam suatu kondisi

masyarakat tertentu masih terdapat budaya yang membedakan status sosial seseorang. Perbedaan

status sosial tersebut tetap menjadi sebuah perbedaan. Antara babu dan majikan atau antara abdi

dalem dan pangerang keraton tidak akan pernah bisa menyatu secara resmi. Walau telah bercinta

dan memiliki anak dari Den Baguse, Pariyem tetap hanya menjadi Pariyem, seorang babu yang

mengabdi di Keraton Ngayogyakarta. Den Baguse tetap menjadi Den Baguse, seorang pangeran

Ngayogyakarta. Itulah sebernarnya yang ingin digambarkan di dalam novel ini. Perbedaan status

(6)

6 Sumber Acuan:

Jackson, Stevi, dan Scott, Sue (Ed.). 1996. Feminism and Sexuality: A reader. New York:

Columbia University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Selain penambahan karbohidrat dalam proses fermentasi juga dilakukan proses penggaraman, ikan yang setelah diberikan garam akan memiliki masa simpan atau awet yang tinggi

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA P EMERINTAH REPUBLIK I NDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBL I K ORIENTAL URUGUAY MENGENAI PEMBEBASAN VISA BAG I

Keterkaitan Isu Strategis, Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi , Arah Kebijakan Pemberian Fasilitas Kemudahan & Insentif Penanaman Modal.. VISI: TERWUJUDNYA KABUPATEN

Ada hubungan yang signifikan antara tindakan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu.. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak

Proses Material: serbuk gergaji, ranting, limbah kayu Dibakar pada suhu tinggi dengan oksigen terbatas selama beberapa jam, tergantung jenis material Tungku Arang

Shampoo CLEAR Soft & Shiny diluncurkan pada bulan Juni 2009, shampoo ini hadir karena menjawab kebutuhan setiap perempuan Indonesia yang mempunyai masalah

Remaja sangat identik dengan mencoba hal baru, mudah mengalami pergeseran minat, dan ketertarikan pada hal-hal baru.. Teman untuk saat ini sudah tidak terlalu

Dalam artikel ini, mekanisme terjadinya fouling pada membran mikrofiltrasi dijelaskan dengan menggunakan model pemblokiran yang mengacu pada filtrasi deposit