• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kisah Manusia Terpilih dalam al Quran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kisah Manusia Terpilih dalam al Quran"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KISAH ORANG TERPILIH DALAM AL QURAN

PENDEKATAN FILOSOFIS

Makalah

Disusun sebagai tugas akhir mata kuliah

Pendekatan Ilmu-Ilmu Keislaman

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Abdullah Hadziq, MA

oleh:

Ahmat Roes (1400018064)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

1 A. PENDAHULUAN

Al Quran banyak menyebutkan cerita-cerita atau kisah-kisah tentang keadaan umat-umat masa silam, yang sengaja dikemukakan untuk memberikan pelajaran dan menampilkan peran pendidikan bagi pembacanya atau orang yang mendengarnya. Ciri khas cerita-cerita al Quran itu adalah ia selalu bersifat benar adanya, kejadian yang sesungguhnya, begitu pula isi yang terkandung di dalamnya serta pemusatan pada tujuan yang diinginkan dari cerita tersebut.

Cerita-cerita al Quran itu mempunyai tujuan pendidikan, yaitu membentuk individu-individu atau masyarakat manusia dengan nilai keislaman. Ia mendidik manusia untuk semata-mata beriman kepada Allah SWT dan rela terhadap qadha dan qadar-Nya. Ia juga menyediakan bagi orang-orang yang membaca dan mendengarnya dengan sejumlah pengetahuan dan hakikat-hakikat yang mengandung pelajaran dalam pelajaran hidup mereka dan dalam pergaulan dengan orang lain. Dengan demikian setiap pribadi akan menjalankan perannya secara baik dalam masyarakat yang baik.

Cerita Nabi-nabi dan umat-umat yang tercantum dalam al Quranul Karim tidaklah dimaksudkan semata-mata untuk merangkaikan kejadian-kejadian secara kronologis, melainkan yang dimaksudkan adalah untuk menjadi pelajaran dan nasihat dengan menjelaskan nikmat-nikmat dan sebab-sebab yang berkaitan dengannya, supaya orang mencarinya dan menjelaskan kutukan dan sebab-sebabnya dan supaya manusia menjauhkan diri dari padanya. Apabila tujuan penyajian cerita itu demikian, maka mudah dan pantaslah susunan kejadian-kejadian dalam al Quran lebih cocok untuk mendidik dan lebih berkesan.

Al Quran merekam peristiwa-peristiwa terpenting yang pernah dialami oleh umat manusia. Rekaman peristiwa tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan manusia terhadap perilakunya dan dijadikan pelajaran dalam menjalani hidup. Selain itu juga ayat-ayat tentang kisah dalam al Quran berfungsi untuk memberikan pedoman atau tuntutan hidup bagi manusia. Hal ini sesuai dengan fungsi al Quran itu sendiri, yaitu dalam al Quran surat al Jasiyah ayat 20 Allah Swt menjelaskan:

(3)

2

Artinya : “Al Quran adalah pedoman bagi umat manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini (QS Al Jasiyah:20)

Di antara ayat-ayat al Quran yang berisi kisah yaitu surat al Baqarah ayat 30-39, ayat ini menceritakan manusia yang telah diberi kedudukan yang mulia dan diangkat derajatnya oleh Allah Swt serta diberi kekuasaan. Pada surat Lukman ayat 12-19, ayat ini menceritakan kisah Lukman ketika memberikan pelajaran kepada anaknya. Kemudian, surat Shad ayat 30-35, ayat ini menceritakan Nabi Sulaiman dan Daud sebagai hamba terbaik serta memberikan karunia kepada nabi Sulaiman berupa sebuah kerajaan yang megah.

Seluruh kisah yang disebutkan oleh ayat-ayat al Quran, boleh jadi memiliki nilai filosofi atau makna filosofi yang memberikan pencerahan bagi siapa saja yang membacanya. Namun, dalam realita, sering kali orang melupakan makna filosofi dari sebuah kisah yang luar biasa. Boleh jadi karena terbuai oleh keajaiban kisahnya atau sulit ditemukan makna filosofinya. Berdasarkan hal tersebut, memaknai kisah-kisah yang disebutkan oleh al Quran dengan kaca mata filosofi, memiliki urgensi, signifikansi, dan relevansi yang mengarahkan manusia menuju pemahaman yang mendalam, dan penghayatan nilai agung yang dikandung di dalam kisah tersebut. Maka, makalah ini secara teoritis berusaha memahami kisah-kisah orang terpilih yang disebutkan dalam al Quran, dengan menggunakan pendekatan filosofis, dalam rangka menemukan makna intrinsik, hal inti, dan substantif dari kisah-kisah tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, hal-hal yang akan menjadi fokus pembahasan perlu dirumuskan, agar tercipta sebuah karya ilmiah yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun fokus, dituangkan dalam rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana definisi dan karakteristik pendekatan filosofis? 2. Bagaimana al Quran menyebutkan kisah-kisah orang terpilih? 3. Bagaimana kisah-kisah al Quran dipandang dengan pendekatan

(4)

3 C. PEMBAHASAN

1. Definisi dan Karakteristik Pendekatan Filosofis

Pendekatan (approach) adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu (Abuddin Nata, 2004: 28). Pendekatan juga berarti suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah (Adeng Mukhtar Ghazali, 2000: 27). Pendekatan mengandung pengertian suatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi atau penelitian (Jamali Sahrodi, 2008: 64). Pendekatan dalam aplikasinya lebih mendekati disiplin ilmu karena tujuan utama pendekatan ini untuk mengetahui sebuah kajian dan langkah-langkah metodologis yang dipakai dalam pengkajian atau penelitian itu sendiri (Jamali Sahrodi, 2008: 64-65).

Menurut Harun Nasution, sebagaimana dikutip Ramayulis, Perkataan filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu: philein, dan sophos. Philein berarti cinta dan sophos berarti hikmah (wisdom). Perkataan philosophio merupakan perkataan bahasa Yunani yang dipindahkan oleh orang-orang arab dan disesuaikan dengan kaidah sharaf: fa͛lala dan fi͛la yang kemudian menjadi kata kerja falsafa dan filsaf. Adapun sebutan filsafat yang diucapkan dalam bahasa Indonesia kemungkinan besar merupakan gabungan kata arab falsafah dan bahasa Inggris philosophi yang kemudian menjadi filsafat (Ramayulis, 2009: 1).

Menurut pengertian umum, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala segala sesuatu. Dengan cara ini maka jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki. Ini sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya (Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, 2007: 20)

Sedangkan definisi filsafat menurut Sidi Gazalba, sebagaimana dikutip Abuddin Nata, adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada (Abuddin Nata, 2004: 4).

(5)

4

menggunakan akal. Dengan demikian filsafat adalah kegiatan berpikir. Kedua, adanya unsur tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan berpikir tersebut, yaitu mencari hakikat atau inti mengenai segala sesuatu. Ketiga, adanya unsur ciri yang terdapat dalam berpikir tersebut, yaitu mendalam. Dengan ciri ini filsafat bukan hanya sekedar berpikir, melainkan berpikir sungguh-sungguh, serius, dan tidak berhenti sebelum yang dipikirkan itu dapat dipecahkan. Ciri lainnya adalah sistematik. Dalam hubungan ini filsafat menggunakan aturan-aturan tertentu yang secara khusus dijelaskan dalam ilmu mantiq (logika). Selanjutnya ciri berpikir tersebut adalah radikal, yakni menukik sampai kepada inti atau akar permasalahan, atau sampai ujung batas yang sesudahnya tidak ada lagi objek serta ruang gerak yang dipikirkan, karena memang sudah habis digarapnya. Selain itu filsafat bersifat universal, dalam arti pikiran tersebut tidak dikhususkan untuk suatu kelompok atau teritorial tertentu. Dengan kata lain, pikiran tersebut menembus batas-batas etnis, geografis, kultural dan sebagainya.

Deskripsi lain tentang ciri-ciri berpikir filsafat adalah bahwa berpikir filsafat mengandung beberapa ciri, yaitu: deskriptif, kritis atau analitis, evaluatif atau normatif, spekulatif, sistematis, mendalam, mendasar dan menyeluruh (Abuddin Nata, 2004: 19).

Menggunakan pendekatan filsafat dalam kajian Islam dapat dideskripsikan dalam dua pola; pertama, upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya dengan menggunakan paradigma dan metodologi disiplin filsafat.

Kedua, upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk

mengetahui dan memahami serta membahas nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber pada al Quran dan Hadis yang selanjutnya terejawantah dalam praktek-praktek keagamaan.

(6)

5

pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk formal memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.

Terkait dengan kajian terhadap al Quran, terdapat beberapa kecenderungan dalam menafsirkan al Quran. Di antaranya tafsir berkecenderungan filsafat, hukum, dan ilmiah. Makalah ini akan menggunakan kecenderungan filsafat dalam memahami ayat-ayat al Quran. Menurut adz Dzahabi, tafsir yang menggunakan kecenderungan filsafat disebut dengan tafsir falsafi. Dengan demikian, makalah ini akan mengkaji kisah-kisah orang terpilih dalam al Quran dengan mengacu pada cara berpikir falsafi.

2. Al Quran dan Kisah Orang Terpilih

Mengawali pembahasan tentang kisah orang terpilih dalam al Quran, perlu ditentukan dahulu definisi kisah. Kata kisah berasal dari bahasa Arab Qisah. Menurut Ibnu Zakaria setiap kata yang terdiri dari qaf, ad yang ber-tasydid menunjukkan pada sesuatu yang berulang. Sedangkan al qisah adalah sesuatu yang diulang penyebutannya (Ahmad bin Faris bin Zakariya, 1979: 11). Senada dengan pendapat tersebut, menurut al Asfahani al Qasu berarti mengikuti jejak. Sedangkan qaah adalah pemberitaan yang berulang-ulang (Raghib al Asfahani, t.th: 243). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dirumuskan definisi kisah, yaitu pengungkapan ulang terhadap suatu peristiwa di masa lampau.

Beberapa ayat yang menunjukkan pemaknaan al qasu dan al qaa adalah sebagai berikut:

(7)

6

Artinya: Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.

:فسݒي

٣

Artinya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.

Kisah dalam al Quran ditinjau dari segi waktu dapat dibagi menjadi tiga; kisah tentang masa lalu, kisah tentang masa kini, dan kisah tentang masa yang akan datang. Kisah tentang masa lalu dapat dicontohkan semisal kisah tentang Adam, Nuh, Daud, Sulaiman, dan seterusnya. Adapun kisah masa kini artinya kisah tentang peristiwa yang terjadi pada masa kenabian. Kisah tersebut dapat dicontohkan kisah tentang Jin, yang mana ia dipercayai oleh manusia, namun eksistensinya masih menjadi misteri sampai sekarang. Kemudian, kisah tentang masa depan, artinya kisah tentang peristiwa yang belum terjadi saat masa kenabian. Kisah ini dapat dicontohkan semisal tentang hari kiamat.

Kisah dalam al Quran jika ditinjau dari pelakunya dapat terbagi menjadi tiga; kisah tentang para rasul yang memuat dakwah mereka kepada

kaumnya, mukjizat-mukjizat yang ada pada mereka, sikap para penentang, perkembangan dakwah dan akibat-akibat yang diterima orang-orang yang mendustakan para Nabi. Lalu, kisah yang berkaitan dengan kejadian-kejadian umat-umat terdahulu dan tentang orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti kisah Thalut, Jalut, dua putra Adam, Ashahab al-Kahfi, Zulqarnain, Ashabul Ukhdud, dan sebagainya. Kemudian, kisah yang berkaitan dengan nabi Muhammad dan sahabatnya terkait peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah seperti perang badar, uhud, tabuk dan lain sebagainya.

(8)

7

a. Pelaku (al Askhash), dalam kisah al Quran, pelaku dari kisah tidak hanya manusia, tetapi juga malaikat, jin dan bahkan hewan seperti semut dan burung hud-hud.

b. Peristiwa (al Haditsah), unsur peristiwa merupakan unsur pokok dalam suatu cerita, sebab tidak mungkin, ada suatu kisah tanpa ada peristiwanya. Berkaitan peristiwa, dapat dibagi menjadi tiga; pertama, peristiwa yang merupakan akibat dari suatu pendustaan dan campur tangan qadla-qadar Allah dalam suatu kisah. Kedua, peristiwa yang dianggap luar biasa atau yang disebut mukjizat sebagai tanda bukti kebenaran, lalu datanglah ayat-ayat Allah, namun mereka tetap mendustakannya lalu turunlah adzab. Ketiga, peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang baik atau buruk, baik merupakan rasul maupun manusia biasa.

c. Percakapan (Hiwar). Biasanya percakapan ini terdapat pada kisah

yang banyak pelakunya, seperti kisah Nabi Yusuf, kisah Musa dan sebagainya. Isi percakapan dalam Al Quran pada umumnya adalah soal-soal agama, misalnya masalah kebangkitan manusia, keesaan Allah, pendidikan dan sebagainya. Dalam hal ini Al Quran menempuh model percakapan langsung.

3. Kisah Orang Terpilih dalam Al Quran Perspektif Filosofis

Kisah dalam al Quran yang menyebutkan tentang manusia, berdasarkan perilakunya dapat dibagi menjadi dua; orang shalih dan orang yang durhaka. Sedangkan kisah manusia shalih dapat dibagi menjadi dua; manusia yang disepakati oleh ulama sebagai Nabi, dan manusia yang berada dalam tingkatan hamba Allah yang sangat taat. Kisah al Quran tentang manusia yang setingkat Nabi, ada yang ceritanya disebutkan secara lengkap, dan ada yang tidak disebutkan secara lengkap. Adapun contoh kisah nabi yang disebutkan oleh al Quran, sebagai berikut:

a. Kisah Nabi Hud dan Kaum `Ad

(9)

8

dan periode pembentukannya tidak diketahui, yang memuat kronologi nabi-nabi yang berbeda dari tradisi Perjanjian Lama. Kecuali Nabi Nuh, ia menempatkan Nabi Saleh dari suku Tsamud dan nabi Hud dari suku 'Ad lebih tua dari semua nabi di dalam tradisi Perjanjian Lama, dan bahkan kedua suku tersebut dinamakan "al Arab al Ariba" (orang-orang Arab yang paling sedia kala) sehingga sangat wajar jika kedua nama nabi tersebut sering muncul dalam puisi Arab pra Islam.

Kaum 'Ad adalah suku zaman lampau yang mana orangnya mempunyai struktur badan tinggi besar dan kuat (Q.S al A'raf 69), membangun gedung di tempat yang tinggi-tinggi, membuat benteng pertahanan dan apabila menyiksa sebagai orang yang kejam lagi bengis (Q.S. As Syuara 128-130).

Nabi Hud diutus oleh Allah kepada kaum 'Ad, tapi mereka mengingkarinya dan bahkan mereka mengatakan bahwa agama tidak lain adalah kebiasaan orang terdahulu sehingga tak mungkin kaum Ad di adzab (Q.S. Asy Syu'ara 137-138) maka sangat wajar jika mereka dimusnahkan oleh angin badai selama tujuh malam dan menyapu bersih segala yang ada kecuali bangunan-bangunan.

b. Kisah Nabi Saleh dan Kaum Tsamud

(10)

9 c. Kisah Nabi Sulaiman dan Kaum Saba'

Kaum Saba' diinformasikan oleh al Quran sebagai kaum yang diberikan Allah dua kebun yang sangat subur (Q.S. Saba' 15) dan diberikan negeri yang berdekatan agar dapat melakukan perjalanan siang dan malam, sekarang adalah negeri Syam dan Yaman (Q.S. Saba' 18). Belum ditemukan oleh penulis bahwa nabi Sulaiman diutus oleh Allah kepada kaum Saba' tapi hanya ditemukan proses komunikasi antara nabi Sulaiman dengan Ratu Saba' ( yang dalam beberapa tafsir diidentifikasi sebagai ratu Balqis) melalui Surat yang isinya agar meninggalkan menyembah matahari dan menuju berserah diri kepada Allah (Q.S. an Naml 27-44). Karena berpalingnya kaum Saba' kepada anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya maka di datangkan kepadanya banjir dan runtuhnya bendungan Ma'arib yang merusak kesuburan kebun. mereka (Q.S. Saba' 16).

d. Kisah Nabi Nuh

Dalam al Quran, kaum Nuh sering dirujuk sebagai suatu kisah yang berkembang, kisah ini diulang-ulang yaitu kisah di mana Nuh diutus untuk kaumnya agar tidak menyembah selain Allah ( Q.S. Huud 25- 35), dan mereka yang berpaling kepada pesan dari nabi Nuh ditenggelamkan dalam banjir besar sedangkan mereka yang beriman diselamatkan dalam kapal (Q.S. Huud 40-48). Di negeri Arabia Pra Islam cerita tersebut telah diketahui meskipun dalam puisi Arab awalnya diragukan dan cerita itu pula diperluas untuk mencakup rincian cerita Perjanjian Lama dan unsur-unsur tradisi Yahudi luar al Kitab.

e. Kisah Nabi Ibrahim

(11)

10

70) atau dijadikan orang yang kurang berharga / hina (Q.S. as Sahaffat 98).

f. Kisah Nabi Luth

Kisah Nabi Luth ini terjadi di kota Sadom yang terletak di dekat pantai Laut Tengah (Q. S. al Hijr 76, al Furqan 40 dan as Shaffat 13, Nabi Luth berusaha mengingatkan kaumnya untuk tidak melakukan. perbuatan yang tidak senonoh dan tidak melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, mereka dan istri Luth berpaling dan bahkan mengusirnya, namun Luth dan seluruh keluarganya enggan pergi. Atas perbuatannya, kota dan masyarakatnya dilanda hujan dahsyat dan badai kerikil, dan. hanya Luth sekeluarga kecuali istrinya yang selamat (Q.S.al qamar 33-34).

4. Analisis Terhadap Kisah Orang Terpilih dalam Al Quran

Terdapat dua bentuk pengungkapan kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran yaitu Kisah yang tidak runtun secara zamani dan pengulangan kisah (tikrar).

a. Kisah Yang Tidak Runtun Secara Zamani

Tidak ada ungkapan sejarah yang runtun dalam menerangkan keberadaan umat, tempatnya, perkembangannya, pergerakannya, kebangkitannya dan keruntuhannya secara utuh. Demikian juga halnya dengan al Quran, mengungkapkan kisah-kisah sesuai dengan tujuan sebuah surah,sehingga tidak jarang al Quran menjelaskan perkembangan suatu umat tetapi tidak menjelaskan keruntuhannya demikian juga sebaliknya.

(12)

11

Surah al Fajr ayat 6-8, Fajr 11-14 dan al Qamar 18-20. Demikian juga halnya tentang pengungkapan kisah pribadi yang kebanyakan mengikuti sejarah umat yang juga tidak tersusun sesuai dengan susunan zamani, yang tidak diketahui kapan lahir, siapa tokoh dan di mana tempat dari pelaku peristiwa tersebut. Misalnya Pengungkapan kisah Musa dalam surah Thaha ayat 9, 24, 38-39.

b. Pengulangan (Tikrar)

Bentuk pengulangan merupakan ushlub Al Quran dalam seluruh obyek lapangan deskriptif al Quran yang tidak terbatas hanya pada qashash semata. Lapangan itu menunjukkan betapa besar kuasa dan bijaksananya sang pencipta menyampaikan dan menetapkan pesan-pesan di samping qashash tersebut, yakni sebagai peringatan dan peneguh iman manusia.

Hal ini mengandung nilai filosofis mukjizat al Quran. Allah mengulang sejarah suatu umat atau sejarah seorang tokoh tidak terlepas dari hikmah yang terkandung dalam pesan kisah tersebut. Dapat dilihat sebagai contoh pengulangan kisah biografi Daud yang diulang-ulang berkali-kali dalam surah an Naml dan surah Shad, kisah Ibrahim dalam surah al Anbiya' dan al Ankabut. Juga sebagaimna biografi Musa pada surah al Baqarah, al Imran, Maryam dan Thalia. Seperti kisah Qarun dan harta kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi umat manusia.

Al Quran dalam mengisahkan suatu peristiwa tidak jarang menyebutkan nama pelakunya, misalnya nama. Pelakunya, misalnya nama Nabi, nama Malaikat, nama Sahabat nabi Muhammad seperti Zaid bin Harits (Q.S. al Ahzab 37), nama tokoh terdahulu Nabi dan non-Rasul seperti Imran (Q.S.al Imran 33,35 dan. lain-lain), Uzair (Q.S. Yunus 30) dan Tuba' (Q.S. ad Dukhan 37) dan nama wanita seperti Maryam (Q.S.al Imran 36, 37, 42, 34 dan 45).

(13)

12

pelaku kisah tersebut atau berlaku secara umum bagi siapa saja ? dengan kata lain apakah ayat itu berlaku khusus atau umum ?

Untuk menjawab persoalan di atas, mayoritas ulama berpendapat bahwa hal yang harus dijadikan pertimbangannya adalah keumuman redaksinya bukannya kekhususan sebab (al Ibrah. bil Umum al Lafdzi la bil. Khusus as Sabab). As Suyuthi memberikan alasan bahwa

pertimbangan itulah yang dilakukan oleh para. sahabat dan golongan lain, hal ini dapat dibuktikan antara lain pada ayat Dzihar dalam. kisah Salman bin Shakhar, ayat Li'an dalam kisah Hilal bin Umayyah dan ayat Qadzaf dalam kisah tuduhan terhadap Aisyah. Penyelesaian terhadap kasus-kasus tersebut diterapkan terhadap peristiwa lain yang serupa. Ibn Taimiyyah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan kisah tertentu bahkan menunjuk pribadi seseorang, namun berlaku untuk umum. Misalnya dalam surah al Maidah 49 tentang perintah kepada Nabi Muhammad untuk mengadili secara adil berkenaan dengan kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir, namun tidak benar jika dikatakan bahwa perintah berlaku adil hanya berlaku kepada Nabi dan hanya berlaku kepada Nabi dan hanya ditujukan terhadap dua kabilah tersebut.

(14)

13

menggunakan term-term agama untuk meligitimasi kekuasaan yang korup dan menina-bobohkan rakyat.

Mainstrem yang dapat ditangkap dari pendapat dan paparan kisah di atas adalah hal terpenting dari kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran bukanlah wacana pelakunya tetapi drama kehidupan yang mereka mainkan. Atas dasar ini, Muhammad Abduh mengkritik kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang banyak menggunakan Israiliyyat sebagai penafsir al Quran terutama ketika menjelaskan para pelaku kisah.

Al Quran banyak mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di berbagai tempat dan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Di suatu tempat ada bagian-bagian yang di dahulukan sedang di tempat yang lain di akhirkan dan ada yang di kemukakan secara ringkas dan ada pula yang secara panjang lebar.

Pengulangan tersebut merupakan suatu kenyataan yang tak terbantahkan, karena hal itu memang dijumpai dalam Mushhaf, bahkan ada yang diulang sangat sering, seperti kisah Nabi Musa. Namun jika kita amati secara cermat, pengulangan tersebut hanyalah nama pelaku utamanya sedangkan isi atau materi yang diungkapkan dalam setiap pengulangan tidak sama, sehingga dengan demikian sekali pun pada lahirnya tampak suatu kisah berulang namun pada hakikatnya bukanlah berulang, melainkan semacam cerita bersambung. Oleh karena diungkapkan suatu kisah dalam berbagai tempat maka lengkalaj informasi tentang kisah tersebut. Misalnya kisah Nabi Musa, pertama di

informasikan tentang shuhuf Musa dan Ibrahim (Q.S. al A’la 18-19, an Najm 36-37), kemudian diulang dengan ungkapan fragmentatif tentang kisah Musa dan Fir'aun dan fir'aun tanpa menyebut Musa tapi bersamaan

dengan menyebut kaum ‘Ad dan Tsamud (Q.S. al Fajr 1-13), dan selanjutnya kisah tentang bani Israil dan misil Nabi Musa dan Harun serta mukjizat Nabi Musa berupa tongkat yang kemudian Fir'aun beserta kaum ditimpa azab dan seterusnya Bani Israil keluar dari negeri Mesir (Q.S.al A'raf 103 – 171).

(15)

14

terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa dan karena bedanya tujuan kisah itu diungkapkan.18 Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan pengulangan kisah-kisah dalam Al Quran, menurut Nashruddin Baidan adalah agar umat makin tertarik kepada Islam karena kisah-kisah yang disampaikannya itu selalu terasa segar serta cocok dengan kondisi mereka, selain Nabi beserta sahabat pun merasa sangat terayomi melalui kisah-kisah itu sehingga memberikan kesegaran jiwa, dan sampai hari ini Al Quran terasa senantiasa hidup dan memberikan bimbingan abadi dalam mengajak umat ke jalan yang benar. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan pengulangan kisah-kisah dalam, Al Quran tidak hanya dapat membuat umat tidak bosan terhadap bimbingan dan petunjuknya tapi malah menjadikan mereka mencintai Al Quran sedalam-dalamnya.

Berdasarkan kisah yang disebutkan di atas, Penulis memahami bahwa manusia dan alam merupakan sebuah sistem yang didesign oleh Allah. Manusia yang baik seperti para Nabi adalah manusia yang berusaha menjaga dan mengikuti sistem agar tercipta kebahagiaan. Sedangkan manusia yang membangkang bahkan melawan kebenaran adalah manusia yang merusak sistem. Sehingga konsekuensinya, ia menerima azab atas perbuatan yang merusak sistem.

(16)

15 D. SIMPULAN DAN PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut:

1. Pendekatan Filosofis adalah sebuah sudut pandang yang memiliki ciri berpikir radikal untuk menemukan inti dari sesuatu. Karakteristik pendekatan filsafat; deskriptif, kritis atau analitis, evaluatif atau normatif, spekulatif, sistematis, mendalam, mendasar dan menyeluruh.

2. Kisah al Quran berdasarkan waktunya dapat terbagi menjadi tiga; kisah tentang peristiwa yang terjadi pada masa sebelum al Quran turun, kisah tentang peristiwa yang terjadi pada saat al Quran turun, dan kisah tentang peristiwa yang terjadi setelah al Quran turun. Berdasarkan pelakunya, dapat dibagi menjadi; kisah orang shalih, dan kisah orang durhaka.

(17)

16

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Yunus al Khatib, at Tafsir al Quran lil Quran, Dar al Fikr al ‘Arabi, Kairo, t.th.,

Abu al Fida’ Ismai’l bin ‘Umar bin Kasir, Tafsir al Quran al ‘Aẓim, Dar at Thayyibah, t.tp., 1999,

Abu al Qasim Husain bin Muhammad bin al Mufaddhal, Raghib al Asfahani, Mufradat alfa al Quran, Dar al Qalam, Damaskus, t.th.,

Abu al Qasim Mahmud Az Zamakhsyari, Al Kassyaf ‘an Haqaiqi Ghawamiḍ at Tanzil, Dar al Kutub al ‘Arabi: Beirut, 1407,

Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin al Munẑir, Kitab Tafsir al Quran, Dar al

Ma’aṡir, Madinah, 2002,

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004

Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2000

Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al Lughah, Dar el Fikr, Beirut, 1979, Ahmad bin Musthafa al Maraghi, Tafsir al Maraghi, Musthafa Albab al Halabi,

Mesir, 1946,

Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam al Quran, Dar al Kutub al Mishriyyah, Kairo, 1964,

Fajrul Munawir dkk., Al-Quran, Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005

Ibnu Abi Hatim ar Razi, Tafsir al Quran al ‘Aẓim, Maktabah Nizzar Mushtafa al Baz: Mekah, 1419,

Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Jamaluddin Ibnu Manẓur al Anshari, Lisan al ‘Arab, Dar as Shadir, Beirut, 1414,

Manna’ bin Khalil al Qatthan, Mabahis di ‘Ulum al Quran, Maktabah al Ma’arif, t.tp.,

2000,

Muhammad Ali Al Shabuni, Shafwatu al Tafasir, Dar al Shabuni, Kairo, 1997, Muhammad bin Ali as Syaukani, Fath al Qadir, Dar Ibnu Kasir, Damaskus, 1414, Muhammad bin Jarir at Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran, Muassisah ar

Risalah, t.tp, 2000,

(18)

17

Muhammad Sayyid Thanthawi, at Tafsir al Wasith li al Quran al Karim, Dar Nahḍatu Mishr, Kairo, 1998,

Muhammd Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, IAIN Jakarta: Jakarta, 1985

Naruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000,

Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009

Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Andi Offset, 2007

Tim Penyusun Tafsir, Tafsir al Muyassar, Yayasan Penerbitan Mushaf Raja Fahd, Saudi Arabia, 2009,

Wahbah bin Musthafa az Zuhaili, at Tafsir al Munir, Dar el Fikr al Ma’ashir, Damaskus, 1418,

Wahbah bin Musthafa az Zuhaili, at Tafsir al Wasith, Dar al Fikr, Damaskus, 1422, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir al-Quran, al-Quran dan Terjemahnya,

Referensi

Dokumen terkait

Kekuatan tarik material komposit yang dihitung dengan persamaan 1 untuk beberapa harga V f yang diamati disajikan pada Gambar 4.. Hal ini sesuai dengan

Pengaruh terbesar terhadap loyalitas pelanggan responden dalam penelitian ini dalah variabel persepsi nilai pelanggan, hal ini dikarenakan simcard GSM simpati

Dengan didapatnya tata letak usulan untuk kelompok mesin machining dan area coran, selanjutnya dilanjutkan dengan merancangan tata letak final dari lantai

Pengabdian pada masyarakat berupa pembinaan kepada para remaja melalui malam ibadah untuk mencegah tindakan penyalahgunaan narkoba di Desa Pematang Johar Kec. Labuhan Deli

Hasil akhir dari pengolahan data akan menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi, yaitu menentukan kriteria mana yang paling berpengaruh dalam pemilihan

• ika terdapat lebih dari 86= ika terdapat lebih dari 86= peserta didik yang mendap peserta didik yang mendapat nilai at nilai di bawah KKM di bawah KKM maka

Sampai dengan akhir semester I 2008 jumlah investasi yang dilakukan oleh investor asing pada SBN mencapai lebih dari Rp94 triliun atau 18,0 persen dari total SBN yang

menentukan nilai daya di kolam reaktor dengan menggunakan LabVIEW untuk mendapatkan data pengukuran daya N16 terkoreksi dari detektor laju dosis gamma JAC01