Rasa Terlarang
Banyak orang mengatakan, cinta itu hal yang lumrah dan setiap orang berhak
merasakan apa itu cinta. Tetapi jika cinta yang kita alami tidak masuk akal dan terlarang, kita harus melakukan apa?
Davina mendorong pintu kafe. Denting lonceng di atas pintu membuat tubuhnya membeku. Masa lalunya seperti air yang menembus dinding bendungan. Deras membanjir. Menghanyutkan tubuhnya.
Ayo, Kaf! Jalannya cepetan dong!
Sontak, kepala Davina menoleh sekeliling. Mencari asal suara yang menyeruak, mengalahkan alunan music yang berasal dari dalam kafe. Namun, tak ada siapa-siapa. Hanya dia sendiri yang mematung di pintu.
Siapa itu tadi? Kenapa terdengarnya begitu akrab di telinga?
Sejenak dia ragu. Dalam hati, dia menghitung pelan. Satu. Dua. Tiga. Itu yang selalu diajarkan Kafka saat dia mulai panic. Sambil menghitung, tariklah napas sampai tenang, begitu kata Kafka.
Bodoh. Siapa yang panic. Dia Cuma datang ke kafe ini untuk melepas penat sehabis pulang kerja. Buka untuk bernostalgia. Apalagi mengenang masa lalu.
Seorang pelayan duduk terkantuk-kantuk di konter. Matanya setengah berbinar melihat Davina duduk di meja paling pojok dekat jendela. Mungkin dia pembeli pertama hari ini. Setangah bergegas, pelayan itu membawakan lembar menu.
Tanpa melihat menu, Davina menyebutkan dengan lancer cheese cake dan orange juice. Pelayan itu mengangguk dan langsung bergegas pergi ke dapur.
Kafe, dengusnya. Kafe Stoberi. Dan benar, memang tak banyak yang berubah dari tempat ini. Masih serupa seperti terakhir kali kakinya menjejak kemari.
Kaf, biasanya kamu memesan apa?
Hmm, kalau aku memesan cheese cake dan prange juice.
Davina memejamkan mata. Kenapa dia tidak bisa membungkam suara-suara yang lancing berkeliaran dikepalanya tanpa izin?
Saat membuka mata kembali, pandangan tertumbuk di satu titik. Meja kursinya masih sama. Lalu semua yang ada di kepalanya nyata menjelma. Kafka sering menopangkan dagu saat mengamatinya makan.
Cheese cakenya enak banget, Kaf!
Justru karena itu, kamu harus pelan-pelan menikmatinya. Supaya tidak cepat habis ya, Kaf?
Jawabannya kala itu disambut Kafka dengan mencubit pipi Davina yang penuh dengan makanan.
Kafka. Lelaki paling yang dia cintai dan sekaligus lelaki yang dia benci. Sosoknya tinggi dengan dada yang bidang, hidung mancung dan berkacamata.
Tujuh tahun yang lalu, Kafka menyatakan cinta didepan dia. Di kala itu dia sangat senang dan langsung member jawaban iya. Walaupun dia tahu, dia dan Kafka akan menjalankan kisah cinta mereka secara diam-diam.
Hari-hari mereka lalui sama seperti sepasang kekasih lainnya. Mengobrol, canda tawa, pergi menonton film di bioskop dan masih banyak lagi.
Saat itu dia merasa bagai tuan putrid. Hingga semuannya terjadi, saat hubungan mereka sudah menginjak tiga tahun. Orang tua Davina mengetahui jika dia dan Kafka manjalin sebuah hubungan.
Awalnya marah besar dan menyuruh Davina untuk mengakhiri hubungannya dengan Kafka. Dangvina yang terkejut langsung keluar rumah dan menghampiri rumah Kafka yang tidak jauh dari rumahnya.
Davina mengetuk pintu rumah Kafka dan munculah Kafka dari dalam rumah. Tanpa menyia-nyiakan waktu. Davina langsung menyeret Kafka untuk pergi menemaninya.
‘’ Mau kemana, Vin?’’
‘’ Sudah temani aku kemana saja ‘’
‘’ Oke, tapi aku ambil kunci motor dulu, Vin ‘’ bergegas masuk kedalam rumah. Setelah mengambil kunci motor. Mereka langsung tancap gas ke sebuah taman, tepat di pertigaan saat ingin memutar arah, tiba-tiba dari arah berlawanan ada sebuah truk sedang melaju dengan kecepatan penuh, kecelakaan pun tak dapat terhindarkan. Motor yang mereka tumpangi sukses terlempar sejauh 100 meter dari tempat kejadian.
Keadaan mereka cukup parah, Davina langsung pingsan di tempat karena kehilangan banyak darah, sedangkan Kafka masih sadar tetapi kaki dia tak bisa di gerakan karena terjepit badan motor.
Nama : Putri Amellia Fahma Sari