• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aku Pribadi dan Budaya sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aku Pribadi dan Budaya sosial "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Kebudayaan Indonesia “Aku dan Budaya”

Saya merupakan seorang wanita beragama Islam yang dilahirkan oleh sepasang

Muslim dan Muslimah. Mempunyai ibu yang berasal dari Suku Betawi dan ayah berasal dari

Suku Sunda. Ibu merupakan keturunan Bangsa Arab dan ayah merupakan keturunan Bangsa

Cina. Ayah saya keturunan Bangsa Cina generasi keempat. Saya memiliki dua kasus dalam

pembahasan kali ini, yang pertama mengenai “identitas” saya dan yang kedua adalah

mengenai modernisasi dan westernisasi di jaman sekarang yang berlebihan.

Kasus yang pertama adalah mengenai “identitas” saya. Ya, saya memang dilahirkan

dan dibesarkan di Kota Jakarta. Banyak teman-teman yang bertanya kepada saya, sebenarnya

saya berasal dari mana? Orang tua saya berasal dari suku apa? Dapat dilihat di paragraf

pertama bahwa ibu saya berasal dari Suku Betawi dan ayah saya berasal dari Suku Suna,.

Lalu, saya berasal dari suku apa? Dari saya belajar di bangku sekolah dasar hingga saat ini

masih belum bisa menentukan saya berasal dari mana. Ada teman yang berkata bahwa saya

blasteran Betawi dan Sunda, ada yang berkata bahwa saya harus mengikuti garis keturunan

ayah, yaitu orang Sunda, dan ada yang berkata bahwa karena saya dilahirkan dan dibesarkan

di Jakarta maka saya adalah orang Jakarta atau Suku Betawi.

Karena banyak teman saya yang berkata demikian, maka saya pun bersikap cuek-cuek

saja. Saya ingin sekali bisa berbicara menggunakan bahasa daerah seperti teman-teman saya

yang misalnya berasal dari Padang, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Makassar, bahkan

Papua. Tetapi ayah saya yang asli orang Sunda tidak pernah mengajari saya bahasa

daerahnya, yaitu Bahasa Sunda, tidak pernah mengajari saya bagaimana cara memainkan

(2)

mengambil mata kuliah belanja Bahasa Sunda Dasar agar saya dapat berkomunikasi

menggunakan Bahasa Sunda dengan ayah saya dan orang sunda lainnya.

Kasus yang kedua mengenai modernisasi dan westernisasi yang berlebihan. Di

Indonesia, istilah “cabe-cabean” ramai diberitakan belakangan ini. Bagi orang awam, istilah

“cabe-cabean” menggambarkan gadis di bawah umur yang mulai merintis bisnis prostitusi.

Ada beberapa cirri-ciri dari “cabe-cabean”, antara lain:

1. Gigi ‘dipagar’

Kebanyakan dari mereka ‘memagar’ giginya bukan untuk kesehatan,

melainkan hanya untuk gaya-gayaan, dan memasangya bukan di dokter gigi,

hanya di ahli gigi.

2. Memakai Make Up di malam Minggu

Mereka berdandan super menor tatkala hang out di malam minggu. 3. Bonceng bertiga atau berempat

Saya sering sekali melihat mereka mengendarai motor dengan berbonceng

dua hingga tiga orang. Padahal menurut peraturan lalu lintas hanya boleh

maksimal dua orang, terkecuali empat orang yaitu membawa bayi atau anak

kecil.

4. Naik motor dengan menggunakan celana pendek dan baju ketat

Inilah cirri mutlak dari “cabe-cabean”. Selain berbonceng tiga hingga empat

orang, “cabe-cabean” ketika mengendarai motor, mereka main HP atau

cekikikan ketawa ketiwi, menggunakan celana pendek dan baju yang sangat

ketat.

5. Gemar kebut-kebutan

Selain ketawa ketiwi dan main HP saat mengendarai motor, si “cabe-cabean”

juga serng kebut-kebutan tidak karuan arahnya. 6. Menggunakan high heels di pasar malam

“Cabe-cabean” sering menggunakan dress trendi dan high heels. Tetapi

mereka bukannya nongkrong di club tetapi malahan menghabiskan malam

minggunya di pasar malam.

(3)

1. “Cabe ijo”

Mereka memiliki kelas tertinggi, merupakan gadis di bawah umur yang berusia

sekitar 14 hingga 17 tahun. Masih banyak dari mereka yang merupakan siswa

sekolah menengah atas maupun pertama. Mereka memiliki gaya busana yang

modis dan trendi tetapi tidak menonjol. Mereka banyak ditemui di pusat

perbelanjaan kelas atas ataupun lokasi-lokasi gaul di bilangan Jakarta. 2. “Cabe merah”

Mereka berusia antara 16 hingga 19 tahun. Mereka sedikit lebih menonjol

dalam hal berpakaian mini dan menonjolkan lekuk tubuh. Mereka sering

menghabiskan waktu di minimarket ataupun klub-klub malam di Jakarta. 3. “Cabe oranye”

Mereka biasanya berkumpul di taman, arena parkir liar, ataupun pinggir jalan.

Mereka menggunakan berbagai modus untuk menjaring pelanggan, mulai dari

mengamen ataupun ikut para pebalap liar.

Melihat pembahasan diatas, dapat ditarik benang merahnya bahwa banyak gadis

remaja Indonesia yang sudah terjebak dengan gemerlapnya dunia. Mereka juga sudah salah

dalam mengartikan modernisasi dan westernisasi di negaranya sendiri. Lalu sebenarnya apa

yang di maksud dengan meodernisasi dan westernisasi? Menurut Koentjaraningrat,

modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang.

Sedangkan westernisasi menurut Koentjaraningrat adalah usaha meniru gaya hidup orang

Barat (orang Eropa Barat atau Amerika).

Bagaimana relasi atau hubungan istilah “cabe-cabean” dengan modernisasi dan

westernisasi yang berkembang saat ini? Menurut saya pribadi, gadis yang disebut dengan

istilah “cabe-cabean” ingin mengikuti gaya hidup orang Barat, tetapi sangat berlebihan.

Mereka menggunakan high heels, make up, dan dress trendi tetapi bukannya nongkrong di

(4)

di pinggir jalan. Selain itu, mereka juga sering kebut-kebutan sambil cekikikan ketawa ketiwi

entah apa yang mereka tertawakan.

Sudah dapat dilihat bahwa mereka sangat berlebihan dalam meniru gaya hidup orang

Barat. Mereka meniru secara berlebihan gaya pakaian orang Barat, meniru adat sopan santun

pergaulan orang Barat, dan seringkali ditambah dengan sikap merendahkan adat sopan santun

pergaulan Indonesia. Selain itu, mereka juga meniru pola pola bergaul, dan meniru kebiasaan

minum minuman keras seperti orang Barat dan sebagainya.

Sebenarnya sudah sejak lebih dari seabad lamanya kita meniru, mengambil alih atau

mengadaptasi unsur-unsur kebudayaan Barat. Unsur-unsur yang mula-mula berasal dari

kebudayaan Barat tersebut dapat kita tiru, kita ambil alih, kita adaptasi, dan tanpa harus

menjadi seperti orang Barat. Untuk menyerap budaya Barat harus sangat berhati-hati. Banyak

budaya Barat yang negatif dan banyak juga yang positif. Budaya Barat yang positif justru

harus kita serap, misalnya disiplin dalam bekerja dan belajar. Sedangkan budaya Barat yang

negatif dapat kita lihat dari pembahasan di paragraf sebelumnya, gadis remaja dengan

berpakaian dan berpenampilan yang diluar dari batas toleransi di Indonesia.

Orang Indonesia yang seperti itu belum tentu modern, mental mereka feudal, dalam

arti tidak bermutu dalam karya-karyanya, tidak menghargai dan mencintai kebudayaannya

sendiri, yaitu Kebudayaan Indonesia. Orang Indonesia seperti itulah tidak mempunyai

mentalitas yang diperlukan dalam modernisasi dan sebenarnya mental mereka sangat kolot

dan norak. Norak disini dalam arti mereka gadis “cabe-cabean” ingin menunjukkan

bahwa mereka sudah modern dengan meniru gaya kehidupan orang Barat, tetapi sebenarnya

mereka justru sangat amat kolot dan norak. Mereka tidak tahu apa dan bagaimana menyerap

(5)

Selain itu, orang Indonesia yang “modern” dengan gaya westernisasi pada umumnya

tidaklah hemat. Mereka menghambur-hamburkan uang untuk nongkrong sana sini, membeli

minuman keras, pesta tiap malam, dan sebagainya. Orang Indonesia yang hemat sebenarnya

membantu negara Indonesia untuk menjadi lebih baik dari pada saat ini untuk bisa

menghasilkan lebih banyak karya bermutu yang bisa kita banggakan dan membantu

Indonesia dalam pembangunan. Maka dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi modern

tidaklah membutuhkan westernisasi dengan gaya meniru pergaulan dan kehidupan orang

Barat, cukuplah jadi diri sendiri dan menjadi bangsa Indonesia yang beradab serta berbudaya.

Referensi:

http://sidomi.com/248569/cabe-cabean-adalah-istilah-untuk-gadis-dengan-10-ciri-berikut/

Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Umum.

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2014/04/01/kisah-pengakuan-abg-cabe-cabean-1

Referensi

Dokumen terkait

Goodman bir başka yazıda "maymunun yapıtı rastgele yazmış oluşu bir şeyi değiştirmeyecektir. Metnin aynıdır, bu nedenle özgün metne ilişkin yorumlar bu kopyaya

Pada uji hipotesis yang kedua adalah apakah ada pengaruh signifikan pengaruh pada siswa yang mengunakan kemampuan pikir sedang dengan kemampuan pikir tinggi

Dalam human capital theory, factor – factor kontekstual seperti kondisi pasar, serikat kerja, strategi – strategy bisnis, dan teknologi adalah penting karena dapat

Gaya-gaya pada muka hubungan balok –   kolomtersebut harus ditentukan menggunakan kuat moment maksimum Mpr,dari komponen struktur tersebut yang terkait dengan rentang

Penggunaan media Block Dienes dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan tiga angka dapat memperjelas konsep penjumlahan dan

Pada Gambar 7, nilai pada perlakuan kombinasi eceng gondok dan pelepah pisang menunjukan semakin banyak penambahan bahan serat maka akan semakin besar pula daya serap dan

Pada praktikum ini tekanan darah diukur dengan metode tidak langsung secara auskultasi dan pengukuran dilakukan pada lengan bagian atas. Tekanan darah dari praktikan

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui berapa kebutuhan air sawah untuk tanaman padi yang dibutuhkan pada daerah sekitar daerah Panei Tengah Kabupaten