MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ASAS-ASAS PEMERINTAHAN UMUM YANG BAIK
PENDAHULUAN
Pergesaran konsepsi Nachwachtersstaat (Negara penjaga malam) ke konsep welfare state membawa pergeseran pada peranan dan aktivitas pemrintah.Pada konsepsi Nachwachtersstaat berlaku prinsip staatsonthounding, yaitu pembatasan negara dan pemerintah dari kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.Pemerintah bersifat pasif,hanya sebagai penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.Sementara pada konsepsi welfare state,pemerintah diberikan kewajiban untuk mewujudkan bestuurzong(Kesejahteraan umum) yang untuk pemerintah diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat.Artinya pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di tengah dinamika kehidupan masyarakat.
Pada dasarnya setiap bentuk campur tangan pemerintah ini harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai perwujudasn dari asas legalitas,yang menjadi sendi utama negara hukum.Akan tetapi, karena adanya keterbatasan pada asas ini atau karena adanya kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijelaskan di atas,maka kepada pemrintah diberikan kebebasan freies ermessen, yaitu kemerdekaan pemrintah untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial.
Freies Ermessen merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administarsi negara untuk untuk melakukan tindakan tanpa harus sepenuhnya pada undang-undang.Dalam praktik,Freies Emerssen ini membuka peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan warga negara.Menurut Sjachran basah ,pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya terutama dalam mewujudkan tujuan-tujuan negara (atau mengupayakan bestuurzong) melalui pembangunan, tidak berarti pemerintah bertindak semena-mena melainkan sikap tindak itu harus dipertanggungjawabkan.1
A.Pengertian AAUPB (Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik)
AAUPB merupakan konsep terbuka yang disesuaikan dengan ruang dan waktu dimana konsep itu berada. Berdasarkan penelitiannya, Jazim Hamidi menemukana pengertian AUPB sebagai berikut :
• AAUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan Hukum Administrasi Negara.
• AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan /beschikking), dan sebagai dasar penggugatan sebagai pihak penggugat.
• Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan dimasyarakat.
• Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaedah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif.
Sedangkan menurut Para Ahli :
VAN DER BURG dan GJM. CARTIGNY memberikan definisi mengenai algemene beginselen van behoorlijk bestuur (abbb), adalah asas-asas hukum yang tidak tertulis yang harus diperhatikan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara dalam melakukan tindakan hukum yang akan dinilai kemudian oleh Hakim Tata Usaha Negara.
B.Fungsi dan Kedudukan AAUPB
Berdasarkan pendapat Van Wijk/Williem Konjnenbelt dan Ten Berge tersebut tampak bahwa kedudukan AAUPB dalam sistem hukum adalah sebagai hukum tidak tertulis. Sebenarnya menyamakan AAUPB dengan norma hukum tidak tertulis dapat menimbulkan salah faham, sebab dalam konteks ilmu hukum telah dikenal bahwa antara “asas” dan “norma” itu terdapat perbedaan. Pada kenyataannya, AAUPB ini meskipun merupakan asas, namuntidak semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak, dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkrit atau tertuang secara tersurat dalam pasal undang-undang serta mempunyai sanksi hukum. Oleh karena itu Jazim Hamidi menyatakan bahwa sebagian AAUPB masih merupakan asas hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum atau kaidah hukum 1. Bagi Administrasi Negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiaran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi Negara mempergunakan freies ermessen/melakukan kebijakan yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, administrasi negara diharapakan terhindar dari perbuatan onrechmatige daad, deteurnement de pouvoir, abus de droit, ultravires.
2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No.5 Tahun 1986
3.Bagi Hakim TUN dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan Badan atau Pejabat TUN.
4.Kecuali itu, AAUPB juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu undang-undang.2
C. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) di Indonesia
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia diakui secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas itu dimasukan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan/pejabat tata usaha Negara. Akan tetapiputusan ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku selaku Menteri Kehakiman saat itu. Alasan tersebut adalah sbb:
“Menurut hemat kami, dalam praktik ketatanegaraan kita maupun dalam Hukum Tata Usaha Neagara yang berlaku di Indonesia, kita belum mempunyai criteria tentang algemene beginselen van behoorlijk bestuur tersebut yang berasal dari negeri
Belanda. Pada waktu ini kita belum memiliki tradisi administrasi yang kuat mengakar seperti halnya di negara-negara continental tersebut. Tradisi demikian bisa
dikembangkan melalui yurisprudensi yang kemudian akan menimbulkan norma-norma. Secara umum prinsip dari Hukum Tata Usaha Negara kita selalu dikaitkan dengan aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang konkretisasi normanya maupun pengertiannya masih sangat luas sekali dan perlu dijabarkan melalui kasus-kasus yang konkret” 3
Selain itu tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN bukan berarti
eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena seperti yang terjadi di belanda AAUPB ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama dalam PTUN. Kepustakaan
berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini dan kalaupun ada pembahasan itupun hampir sama karena sumbernya terbatas. Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul ‘Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara’ mengetengahkan 13 asas yaitu:
1. Asas kepastian hukum
Asas Keseimbangan, asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan pegawai dan adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan.
3. Asas kesamaan
Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebas.
4. Asas bertindak cermat
Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak cermat dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan ketetapan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua faktor yang terkait dengan materi ketetapan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum yang timbul dari ketetapan.
5. Asas motivasi untuk setiap putusan
Asas Motiasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus
mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan. Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin
tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.
6. Asas jangan mencampurkan adukan wewenang
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam perat perundang-undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka melayani/mengatur warga negara. Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.
7. Asas permainan yang layak
sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara. 8. Asas keadilan atau kewajaran
Asas Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara proposional, sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah
masyarakat, baik itu berkaitan dengan moral, adat istiadat 9. Asas menanggapi penghargaan yang wajar
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.
10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.4