• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Alat Fermentor pada Lama Fermentasi Cuka Apel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimalisasi Alat Fermentor pada Lama Fermentasi Cuka Apel"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Optimalisasi Alat Fermentor pada Lama Fermentasi Cuka

Apel

Dian Nurhayati 1, Nanik Andayani 1, Muhammad Djabir Saing 1 1

Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Jember Jl. Mastrip Kotak Pos 164 Jember

1

dian_nurhayati@polije.ac.id

2nanik_andayani@polije.ac.id 3djabirsaing@gmail.com

Abstract

Apple vinegar is processed by extracting apple juice as a substrate for alcoholic fermentation. According to Buckle et al., (1987), in the initial fermentation process (alcohol), the microorganisms used were yeast, where yeast overhauled sugar into alcohol and carbon dioxide and the duration of fermentation depending on the type of yeast, the initial sugar level and the desired final alcohol content . Alcohol levels affect the course of the next process (acetic acid fermentation). The purpose of this study was to obtain the best (optimum) conditions for acetic acid fermentation and obtain the best formulation of apple cider vinegar using this fermentor. The method of this study was a completely randomized design (CRD) using 2 factors with each using 6 treatment units with replications 3 times. Using two varieties of apples (manalagi and rome beauty) and duration of acetic acid fermentation (14 days, 21 days and 28 days). Apple wine is inoculated with acetic acid (Acetobacter aceti) as much as 0.5%. Acetic acid fermentation is carried out aerobically for 21 days at room temperature. The results of the research on making apple cider vinegar with New Brunswick eppendoff type Bioflo / Celligen 115 (Fermentor / Bioreactor) fermentor, showed that apple cider vinegar fermentation using Rome beauty apples produced acetic acid levels of 3.95%, alcohol 5% on day 21

KeywordsApple, asetat acid microbia, apple vinegar

I. PENDAHULUAN

Apel (Malus sylvestris Mill) merupakan salah satu hasil pertanian yang tersedia sepanjang tahun dan dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan asam asetat dengan fermentasi. Buah dari tanaman apel (Malus sylvestris Mill) banyak dikonsumsi sebagai buah segar selain rasanya yang menyegarkan juga banyak mengandung zat yang dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit. Di Indonesia terdapat enam macam varietas apel, dua varietas yang paling banyak dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis, bila dipasarkan adalah Rome Beauty dan Manalagi.Apel RomeBeauty memiliki ciri-ciri bentuk buah bulat lonjong, warna buah hijau kemerahan dan rasa manis agak asam, sedangkan apel Manalagi bentuk buah bulat, kecil dengan warna buah kuning kehijauan dan rasa manis, dengan adanya fruktosa 45 mg/g, glukosa 37,2 mg/g dan sukrosa 45,4 mg/g (Soelarso, 1997). Kadar asam apel Rome beauty cenderung lebih tinggi dibanding apel Manalagi.Kadar gula sederhana pada apel Manalagi lebih besar dibanarakteristik dan mutding apel jenis Romebeauty.Komponen gula dan asam merupakan media yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam asetat.

Cuka buah merupakan salah satu produk pangan fermentasi yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet, hal ini dimungkinkan karena kandungan asam asetat yang bersifat sebagai anti mikroorganisme.Pada dasarnya cuka fermentasi berasal dari cairan fermentasi yang dihasilkan oleh aktifitas mikroorganisme pada jaringan-jaringan yang berkarbohidrat.Cuka dapat terbuat dari jenis buah-buahan, seperti anggur, pisang, apel, dan buah-buahan lainnya yang mengandung gula ataupun alkohol (Orey, 2008).Selain itu, cuka buah juga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional.Hal ini dikarenakan pangan fungsional tidak hanya memiliki fungsi primer, yaitu mencukupi kebutuhan dasar manusia yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.Fungsi sekunder sebagai pangan dapat diterima oleh indrawi manusia, memiliki penampakan dan cita rasa yang baik dan fungsi tersiernya sebagai pencegahan atau meminimalkan terjadinya suatu penyakit dengan kandungan senyawa yang ada di dalamnya (Nugraheni, 2011).

Cuka apel diproses melalui pengekstrakan sari buah apel sebagai substrat fermentasi alkohol. Menurut Buckle et al., (1987), dalam proses fermentasi tahap awal (alkohol), mikroorganisme yang digunakan adalah khamir, dimana khamir merombak gula menjadi alkohol dan

(2)

karbondioksida dan lamanya fermentasi tergantung pada jenis khamir, kadar gula awal dan kadar alcohol akhir yang diinginkan. Kadar alcohol mempengaruhi jalannya proses selanjutnya (fermentasi asam asetat). Konsentrasi alkohol yang paling baik berkisar antara 10–13%, dimana bakteri asam asetat yang mendominasi tumbuh dan bereproduksi (Pelczar, Chan and Krieg, 1993). Penelitian yang telah dilakukan oleh Maal and Shafiei (2011) melaporkan bahwa ditemukan mikroflora alami yang diidentifikasi sebagai strain Acetobacter dari buah persik Iran. Mikroflora ini dapat digunakan sebagai starter dalam fermentasi cuka. Sossou et al. (2009) juga melaporkan bahwa ditemukan Acetobacter sp. (ASVO3) yang diisolasi dari sari buah nenas yang

menghasilkan cuka setelah 23–25 hari. Selanjutnya Moryadee and Pathom-Aree (2008) juga melakukan pengisolasian Acetobacter sp. dari apel, cherry Jamaica, mangga, nenas dan rambutan untuk menghasilkan cuka buah. Berdasarkan uraian terdahulu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan mikroflora alami (khamir dan bakteri) dalam fermentasi cuka apel dan mengetahui karakter produk cuka apel yang dihasilkan dari segi nilai pH dan kadar gula sisa.

Proses pembuatan apel cukup sederhana, yakni gula dari ekstrak apel diubah oleh ragi menjadi alkohol dan diteruskan dengan penggunaan acetobacter aceti hingga menghasilkan cuka apel. Penelitian tentang proses fermentasi apel telah dilakukan sebelumnya oleh Keukeu K. Rosada dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Y.D. Hang Dkk, dari Cornell University. Sedangkan penelitian lainnya yang menyangkut tentang masalah fermentasi cuka dilakukan oleh Kadir Nurjaya dari Universitas Indonesia (UI).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat optimalisasi alat fermentor yang digunakan untuk mengetahui lama fermentasi dalam proses pembuatan cuka apel, sehingga dapat diketahui waktu fermentasi yang tepat demgan menggunakan alat fermentor ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Apel

Apel (Malus sylvestris Mill) merupakan salah satu hasil pertanian yang tersedia sepanjang tahun dan dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan asam asetat dengan fermentasi (pembuatan cuka apel). Buah dari tanaman apel (Malus sylvestris Mill) banyak dikonsumsi sebagai buah segar selain rasanya yang menyegarkan juga banyak mengandung zat yang dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit. Di Indonesia terdapat sembilan macam varietas apel, yaitu : apel manalagi, apel fuji, Apel Granny smith, Apel washington, Apel anna, Apel rome beauty. Tetapi yang paling banyak dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis adalah apel manalagi, apel anna dan apel rome beauty.

Apel yang sering dikonsumsi biasanya apel manalagi, yang memiliki ciri-ciri buah berbentuk bulat,

kecil dengan warna buah kuning kehijauan dan rasa manis, sedangkan untuk apel rome beauty memiliki ciri-ciri bentuk buah bulat lonjong, warna buah hijau kemerahan dan rasa agak masam (Soelarso, 1997). Kadar asam apel rome beauty cenderung lebih tinggi dibanding apel manalagi. Kadar gula sederhana pada apel manalagi lebih besar dibanding apel jenis rome beauty. Komponen gula dan asam merupakan media yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam asetat.

B. Cuka

Cuka telah dikenal sejak ribuan tahun lalu, merupakan cairan yang diproduksi oleh bahan yang mengandung pati dan gula melalui dua tahap fermentasi alkoholik dan asetat, dan paling sedikit mengandung 4% (b/v) asam asetat. Salah satu cuka yang berasal dari buah-buahan adalah cuka apel.Apel (malus sylvestris mill.) merupakan tanaman yang biasa tumbuh di iklim subtropics. Apel di Indonesia dikembangkan di berbagai daerah terutama di kota Batu dan kota Malang yang terkenal dengan kota Apel. Apel merupakan buah yang dapat tumbuh pada suhu sedang (Kaushal, 1995)

Cuka atau vinegar adalah suatu bahan penyedap kodimen yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Bahan penyusun utama dari cuka atau vinegar adalah asam cuka (asam asetat). Sedangkan bahan penyusun cuka yang lain bervariasi, bergantung dari bahan dasar pembuatnya. Karena kandungan bahan-bahan tersebut, meskipun dalam jumlah yang cukup kecil, cuka dari berjenis-jenis bahan baku memiliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dapat menghasilkan cuka dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993)

Cuka merupakan produksi asam asetat yang telah banyak dikenal. Cuka adalah produk yang dihasilkan dari konvensi etil alkohol (etanol) menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat dari genus Acetobactter dan Gluconobacter (Block et al., 1994). Menurut Prescott and Dunn (1959), cuka merupakan penyedap makanan yang dibuat dari bahan bergula atau mengandung pati melalui proses fermentasi alkoholik diikuti fermentasi asam asetat yang menubah alkohol menjadi asam asetat. Dalam keadaan yang sangat baik jumlah asam asetat yang dihasilkan berkisar 50% dari jumlah alkohol.

Cuka apel juga mengandung asam asetat yang membantu membunuh bakteri dan jamur yang bersarang pada saluran pencernaan, sehingga membantu proses pencernaan menjadi lebih optimal dan penyerapan nutrisi makanan oleh usus. Selain itu juga mengandung pectin yang merupakan jenis serat yang baik yang mudah larut dalam air, sehingga membantu penyerapan air, lemak, racun dan kolesterol dari saluran pencernaan dan membuang sisa makanan dan zat yang tidak dibutuhkan keluar dari tubuh.

(3)

C. Fermentor

Fermentor adalah suatu alat yang digunakan untuk menjalankan suatu proses fermentasi. Fermentor ini dilengkapi dengan peralatan mekanik dan elektrik, bahkan beberapa diantaranya dilengkapi dengan system control yang berguna untuk mengontrol faktor-faktor atau variable yang berpengaruh terhadap tujuan akhir fermentasi dalam hubungannya dengan pertumbuhan mikrobia.Variable yang dimaksud adalah pH, suhu, oksigen terlarut, kekeruhan media, buih yang terbentuk, dan lain-lain.

Media yang dapat digunakan pada fermentor ini adalah media cair, atau untuk proses fermentasi yang tergolong pada “submerged fermentation”. Tergantung pada media dan kultur yang digunakan, fermentor ini dapat dimanfaatkan untuk memproduksi aneka macam produk seperti ragi roti, enzim, asam-asam organik, antibiotika, asam-asam amino dan lain-lain.

Beberapa variable yang dapat dikontrol dalam penggunaan fermentor ini, yaitu

1. pH 2. Suhu

3. Oksigen terlarut, putaran pengaduk (agitator) dan aliran udara

4. Kekeruhan (turbidity, optical density) 5. Buih (foam)

Kekerungan alat fermentor adalah sterilisasinya yang tidak dapat dilakukan ditempat. Dalam hal ini bejana fermentor harus dilepas dan disterilkan dengan cara dimasukkan kedalam retort setelah diisi dengan medis yang bersangkutan.

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1. Untuk mendapatkan kondisi terbaik (optimum)

fermentasi asam asetat dengan penggunaan alat fermentor

2. Mendapatkan formulasi yang terbaik pada pembuatan cuka apel dengan penggunaan alat fermentor

3. Membuat panduan buku ajar maupun standart operasional prosedur (SOP)

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Menjadi rujukan kegiatan praktikum / belajar mengajar mahasiswa

2. Menjadi rujukan metode alat fermentor baik sistem pembelajaran maupun penelitian

IV.METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian diskriptif dengan tujuan mendapatkan gambaran yang akurat terhadap sejumlah masalah yang diteliti ( Suyanto, 2011).

Penelitian dilaksanakan di Politeknik Negeri Jember menggunakan sumber dana PNBP . Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan 2 faktor yaitu faktor 1 adalah Jenis buah apel ( manalagi, rome beauty), faktor 2 adalah lama fermentasi ( 14, 21, 28 hari) dengan masing-masing kombinasi diulang 3 kali. Alat yang digunakan fermentor tipe ependorf.

V.HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Penelitian ini sebelumnya membuat wine apel yang dilakukan dengan variabel jenis apel yang digunakan yaitu apel manalagi dan apel rome beauty dengan penambahan gula sebesar 20% b/v. Proses pembuatan wine apel ini berlangsung selama 7 hari.

Gambar 1 Kadar Alkohol Pada Wine Apel

Gambar1 menunjukkan hasil pengujian kadar alcohol selama pembuatan wine apel yang dilakukan pada hari ke 2, 5 dan hari ke 7, kadar alkohol mengalami peningkatan pada kedua jenis apel yang digunakan. Wine apel rome beauty dengan kadar alkohol 14% menunjukkan bahwa alkohol nya yang lebih tinggi dibandingkan apel manalagi dengan kadar alkohol sebesar 11%. Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan konsentrasi gula yang digunakan yaitu 20% sangat mempengaruhi produktivitas alkohol yang dihasilkan dalam wine.Hermawan Dwi ariyanto et al. (2013), menyatakan konsentrasi gula sangat mempengaruhi produktivitas alkohol yang dihasilkan dalam wine. Menurut wang (2009), menyatakan bahwa waktu utama fermentasi terjadi dalam satu minggu dan gula akan dikonversi oleh sel yeast menjadi alkohol disertai dengan timbulnya karbon dioksida.

TABEL 1HASIL ANALISA KIMIA CUKA APEL

JENIS APEL

PARAMETER PENGAMATAN

pH Kadar Gula (ºBrix)

14 Hari 21 Hari 28 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari Apel Manalagi 3,84 3,86 3,82 8,74 9,11 6,17 Apel Rome Beauty 3,83 3,96 3,96 8,8 8,14 5,92

(4)

Pada tabel 1 menunjukkantingkat keasaman atau pH yang terjadi selama proses fermentasi cuka apel untuk jenis apel manalagi maupun rome beauty, pada hari ke 14, 21, maupun 28 hari. Hal ini karena tingkat keasaman (pH) pada alat fermentor ditentukan pada kisaran 3,5 – 5, sehingga hasil yang didapatkan akan stabil pada tingkat keasaman yang sama. Tingkat keasaman (pH) rome beauty dihari ke 28 mennujukkan pH 3,96 dan apel manalagi menunjukkan pH 3,82 lebih tinggi sebesar 0,14. Dessi caturyanti (2008) menyatakan penurunan pH pada substrat memiliki kecenderungan sama, dikarenakan pengaruh produksi asam asetat yang bertambah besar secara otomatis akan menurunkan pH. Penurunan pH menunjukkan adanya produksi asam asetat yang dihasilkan karena oksidasi etanol menjadi asam asetat oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam acetat tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan kadar gula dengan alat hand refraktometer yang ditunjukkan pada tabel 1 bahwa kadar gula dari awal fermentasi sampai pada akhir fermentasi cuka apel mengalami penurunan. Untuk apel manalagi pada pengamatan hari ke-14 kadar gula sebesar 8,74 %, pada hari ke-21 sebesar 9,11% dan pada hari ke-28 sebesar 6,17%. Sedangkan untuk jenis apel rome beauty pada pengamatan hari ke-14 sebesar 8,8%, hari ke-21 sebesar 8,14% dan hari ke-28 sebesar 5,92 %. Berdasarkan data diatas semakin lama fermentasi maka kadar gula semakin turun. Dilihat jenis apelnya, cuka apel manalagi pada pH 3,82mengandung kadar gula 6,17%. Dan cuka apel rome beauty pada pH 3,96 mengandung kadar gula 5,92%. Hal ini sesuai penelitian Dessy caturyanti (2008) yang menyatakan apel jenis rome beauty lebih baik dibanding apel manalagi dimana nilai kadar gula lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan dimana gula akan dimetabolisme oleh mikroorganisme yang tumbuh sebagai nutrisi dan energy untuk melakukan perkembangbiakan sel.

TABEL 2HASIL ANALISA KADAR ALKOHOL DAN ASAM ASETAT

JENIS APEL

PARAMETER PENGAMATAN

Alkohol (%) Asam Asetat (%)

14 Hari 21 Hari 28 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari Apel Manalagi 10 7 5 2,9 3,4 3,8 Apel Rome Beauty 11 8 5 3,1 3,5 3,95

Berdasarkan hasil analisa sesuai tabel 2 kadar asam asetat mengalami peningkatan seiring dengan lama waktu fermentasi, baik itu jenis cukaapel manalagi maupun cuka apel rome beauty. Dapat diketahui bahwa pada fermentasi cuka apel manalagi yang ke 14 hari mengandung kadar asam asetat 2,9% dan kadar alkohol 10%, yang ke 21 hari mengandung kadar asam asetat 3,4% dan kadar alkohol 7%. Dan fermentasi ke 28 hari kadar asam asetat 3,8% dan kadar alkohol 5%. Dari ketiga waktu fermentasi kandungan asam asetat mengalami kenaikan dan kadar alkohol mengalami penurunan. Dan untuk cuka apel rome beauty fermentasi

hari ke 14 mengandung kadar alkohol 11% dan asam asetat sebesar 3,1%. Pada hari ke 21 mengandung kadar alkohol 8% dan kadar asam acetat 3,5%. Pada fermentasi hari ke 28 mengandung kadar alkohol 5% dan mengandung kadar asam asetat 3,95%. Dan hasil analisa kadar asam asetat dari kedua jenis cuk apel tersebut di jumlah kandungan asam asetat tertinggi pada cuka apel rome beauty yaitu sebesar 3,95%. Hal ini pernyataan Dessy Catur Yanti et al, ( 2008) yang menyatakan produksi asam asetat menggunakan apel rome beauty dengan campuran bakteri rasio (1:2) sebesar 3,11 %, menunjukkan adanya peningkatan asam acetat secara tradional yang berlangsung secara spontan. Syarief, (2009) mengemukakan bahwa pada fase ini mikroba banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat. Semakin lama waktu fermentasi Acetobacter aceti akan lebih aktif untuk mengubah alkohol menjadi asam asetat sehingga keasaman pada cuka apel akan semakin tinggi, dalam proses ini melibatkan proses fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat secara berkesinambungan. Fermentasi asam cuka atau asam asetat pada dasarnya merupakan fermentasi lanjutan pada produk fermentasi alkohol.

Gambar 2 Kadar Alkohol Pada Cuka Apel

Gambar 3. Kadar Asam Asetat Pada Cuka Apel

Secara mikrobiologis bila alkohol kontak langsung dengan udara dan dibiarkan selama waktu tertentu akan berubah menjadi asam. Asam cuka dihasilkan oleh aktivitas

0 2 4 6 8 10 12

14 HARI 21 HARI 28 HARI

Apel Manalagi Apel Rome Beauty ALKOHOL (%) LAMA FERMENTASI 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

14 HARI 21 HARI 28 HARI

Apel Manalagi Apel Rome Beauty ASAM ASETAT (%) LAMA FERMENTASI

(5)

bakteri Acetobacter aceti. Bakteri ini bersifat aerob dimana untuk mendapatkan energi, mikroba menggunakan glukosa atau zat organik lainnya sebagai substrat untuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan air (Waluyo, 1984). Menurut Mappiratu dan Bakhri, (2013) tahap awal oksidasi alkohol akan dihasilkan astatdehid dan tahap selanjutnya menjadi asam cuka atau asam asetat.

Perubahan kadar gula dan produksi asam asetat selama proses selama proses fermentasi selama 14, 21, dan 28 hari menggunakan 2 variets apel manalagi dan rome beauty dapat dilihat ada gambar 2 dan 3.

Gambar 4 Analisa Microbiology Pada Pembuatan Cuka Apel Hasil analisa mikrobiologi pada fermentasi cuka apel dari bahan apel manalagi dan apel rome beauty dengan menggunakan alat fermentor selama 14, 21, dan 28 hari dapat dilihat pada gambar 4.

Pada analisa mikrobiologi untuk waktu fermentasi 14, 21, dan 28 hari besaran jumlah mikrobiologi cenderung turun untuk dua varietas apel baik apel manalagi maupun apel rome beauty. Nilai tertinggi jumlah mikrobiologi untuk apel manalagi pada hari ke 14 sebesar 1,2X106cfu/ml, sedangkan untuk apel rome beauty nilai tertinggi juga hari ke 14 yaitu sebesar 2,1X106cfu/ml. Berdasarkan data analisa maka jumlah mikroorganisme untuk apel rome beauty lebih tinggi dibanding apel manalagi dengan rentan waktu fermentasi yang sama yaitu 14 hari. Risca Adelina et al. (2015), menyatakan lama fermentasi 14 hari pada apel hijau didapatkan jumlah mikroorganime yang tertinggi, hal ini dikarenakan adanya aktifitas mikroflora alami sehingga dapat beradaftasi dengan baik. Hal ini juga menunjukkan sejauh mana pertumbuhan mikroflora dalam substrat fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salahsatunya adalah nutrisi.

VI.KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Analisa apel manalagi setelah fermentasi didapatkan hasil pH sebesar 3,82 , kadar gula 6,17 ºBrix, alkohol sebesar 5%, asam asetat 3,8 % dan jumlah mikroba pada hari ke 14 sebesar 1,2X106cfu / ml).

2. Analisa apel rome beauty setelah fermentasi didapatkan hasil pH sebesar 3,96, kadar gula 5,92, alkohol sebesar 5%, asam asetat 3,95 % dan jumlah mikroba pada hari ke 14 sebesar 1,2X106cfu / ml.

3. Dalam pembuatan cuka apel dengan menggunakan alat fermentor eppendoff tipe New Brunswick Bioflo / Celligen 115 (Fermentor/Bioreactor), varietas apel yang baik untuk cuka apel adalah rome beauty, dengan waktu fermentasi terbaik selama 21 hari karena mempunyai kadar gula lebih rendah dan asam asetat yang lebih tinggi

6.2 Saran

Penelitian Optimalisasi Alat Fermentor Pada Lama Fermentasi Cuka Apel dalam rangka mendukung kegiatan praktikum dapat disarankan untuk penelitian lebih lanjut :

1. Dilakukan penghitungan jumlah mikroba dan penetuan jumlah kandungan gizi pada cuka apel dengan pembanding SNI

2. Penentuan umur simpan (kadarluarsa) pada cuka apel

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Direktur Politeknik Negeri Jember, Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Ketua Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M). Ketua Laboratorium Pengolahan Pangan, Ketua Laboratorium Analisis Pangan, Tim Penguji, Civitas Akademika Politeknik Negeri Jember, serta semua pihak yang membantu terlaksananya penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anonim, (2007). Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. Wikipedia Indonesia, diakses pada 2 Oktober 2007

[2] Amarine, et al., 1997. Technology of Wine Making. The AVI Publ.Co. Inc., Westport, Connecticut

[3] Apryantono, A dan Dedit, F.P. 1989. Analysis Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1996. SNI 01-4371-1996. Cuka Fermentasi. Departemen PerindustriaRepublik Indonesia. Jakarta

[3] Buckle, K. A. Edwards, R.A, Fleet, G.H. and Wooton, M. 1985. Imu Pangan. Jakarta. UI-Press

[4] Daulay, D dan A. Rahman, 1992. Teknologi Fermentasi Sayur-sayuran dan Buah-buahan. IPB. Bogor

[5] Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan dan Gizi, Penerbitan Universitas Indonesia, Jakarta.

[6] Dessi Caturyanti et al, 2008. Pengaruh Varietas Apel Dan Campuran Bakteri Asam Asetat terhadap Proses Fermentasi Cider. Agritech, Vol. 28, No. 2 Mei 2008. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. [7] Gardner. et al., 1993. Combined Effects of Sulfites,

Temperature and Agitation Time on Production of Glycerol in Grape Juice by Saccharomyces cerevisiae. Apple Environ

Microbiol 59: 20022-2028 0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000

14 HARI 21 HARI 28 HARI

Apel Rome beauty Apel Manalagi MICROBIOLOGY LAMA FERMENTASI

(6)

[8] Hermawan Dwi Ariyanto, 2013. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Produktivitas Alkohol Dalam Pembuatan Wine Berbahan Apel Buang (Reject) Dengan Menggunakan Nopkor MZ.11. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri, Vol.2, No. 4, Tahun 2013, Halaman 226-232. Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jtki

[9] Higgins, et al., 1984. Biotechnology Principles and Applications. Backwell Scientific Publ., London

[10] Lichines, alexis., 1997. New Encyclopedia of Wines and Spirit. New York: Aferd A. Knopf, Inc

[11] Maal and Shafiei, 2011. A Thermotolerant Acetobacter Strain Isolated From Iranian Peach Suitable For Industrial Microbiology. Asian Journal of Biological Sciences 4(3): 244-251

[12] Moryadee, A. And W. Pathoma-Aree. 2008. Isolation of Thermotolerant Acetic Acid Bacteria From Fruits For Vinegar Production. Research Journal of Microbiology 3(3): 209-212

[13] Nugraheni, M. 2011. Potensi Makanan Fermentasi

Sebagai Makanan Fungsional. Makalah ini disajikan

dalam Seminar Nasional Wonderfull Indonesia.

Universitas Negeri Yogyakarta Press. Yogyakarta

[14] Orey, C. 2008. Khasiat Cuka: Cairan Ajaib Pembuh Alami. Penerbit Hikmah. Jakarta

[15] Pelezar. M.J, Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar

Mikrobiologi . Jakarta. Universitas Indonesia

[16] Soelarso, B. (1997). Budidaya Apel. Kanisius. Yogyakarta [17] Sossou, S.K., Y. Ameyapoh, S.D. Karou and C. And C. De

Souza. 2009. Study of pineapple peelings processing into vinegar by biotechnology. Pakistan Journal of Biological Sciences 12(11): 859-865

[18] Susanto, T., R. Adhitia dan Yunianta. 2011. Pembuatan Nata de Pina Dari Kulit Nenas. Kajian Dari Sumber Karbon dan Pengenceran Medium Fermentasi. Jurnal Teknologi Pertanian 1(2): 58-66

[19] Waluyo, S. 1984. Beberapa Aspek Tentang Pengolahan Vinegar, Dewi Ruci Press. Jakarta

Gambar

Gambar 1 Kadar Alkohol Pada Wine Apel
Gambar 2 Kadar Alkohol Pada Cuka Apel
Gambar 4  Analisa Microbiology Pada Pembuatan Cuka Apel

Referensi

Dokumen terkait

semoga dengan hadirnya buku ini dapat menginspirasi para guru dimana pun berada untuk terus berjuang bersama-sama dalam membentuk generasi unggul dimasa depan dimulai

Maka pada sistem dual fuel bahan bakar solar masih dibutuhkan untuk digunakan sebagai pematik karena bahan bakar solar dapat terbakar pada kondisi kompresi ruang bakar

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana menumbuhkan kesadaran pentingnya pendekatan etnoma- tematika dalam permainan tradisional anak

Hasil yang sudah diperoleh melalui kegiatan ini adalah meningkatnya kesadaran kelompok mitra mengenai pentingnya mengolah sampah organik, meningkatnya kemampuan dalam

Menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah rumah tangga berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah tanaman sawi ( Brassica juncea

Oleh karena itu didalam kesempatan ini penulis dengan judul Respon Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) terhadap Media Desalinasi Air Laut dalam Sistem Hidroponik, pada kesempatan

Atribut pe layanan pada toko swalayan Vikita mempunyai persepsi konsumen yang berbeda dengan toko swalayan Mirota Gejayan. Konsumen mempersepsikan pelayanan di toko swalayan

Beberapa permasalahan pokok dalam pelaksanaan program SL-PHT Kopi Rakyat, antara lain adalah: (1) Dalam Kelompok Petani Murni terdapat permasalahan gender, pelibatan wanita tani