• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAFTARAN TANAH MILIK ADAT MENJADI HAK

MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN ACEH TAMIANG

BAMBANG SUWITO S

ABSTRACT

All people want to get a land registration service with easy procedure and can be understood by the holders of the rights to adat land who want to change their land document into the property right certificate. One of the important functions of land registration is to ensure the existence of legal certainty related to various rights to land and legal protection for the rights holders. Therefore, the questions to be answered in this study were how community legal awareness was performed in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, what terms and procedures were applied in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, and what constraints were faced by Aceh Tamiang District Land Office in the registration of the change of the status of adat land into private property.

It is suggested that with the orderly and up to date land administration, the community members and the government can easily get the data needed to do a legal action or to make a planning for the plots of lands quickly and acuurately to avoid “brokering of land” that eventually can result in high cost economy. The government should keep legalizing the status of the lands belong to the underprivileged communities.

Keywords:Land Registration, Adat Land, Certificateof ProprietaryRights

I. Pendahuluan

Tanah menjadi suatu kebutuhan di mana setiap orang membutuhkannya, hal ini mendorong setiap orang untuk dapat memiliki dan menguasai tanah yang dibutuhkannya.1 Pendaftaran tanah dilakukan Untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang Pertaturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Pemerintah wajib menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia dan mengharuskan kepada pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan tanahnya.

1

(2)

Pemberian jaminan Kepastian Hukum dibidang pertanahan adalah memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten, sesuai dengan ketentuan-ketentuannya. Disamping itu guna menghadapi kasus-kasus dibidang Pertanahan selain diperlukan tersedianya perangkat hukum dan tersedianya berbagai keterangan mengenai tanah yang menjadi objek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Dilihat dari segi fisik tanahnya untuk memberikan hak tertentu diperlukan adanya kepastian mengenai letak, batas-batas dan luas serta pemilikan bangunan serta tanaman-tanaman yang mungkin ada di atas tanah tersebut. Dari segi data yuridisnya, diperlukan adanya status hukum tanahnya dan status pemegang hak dan tentang ada atau tidak hak-hak pihak lain yang membebani tanah tersebut. Dan data fisik diperlukan untuk mengetahui mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya.

Sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan dibidang pertanahan, maka pemerintah dalam hal ini kantor pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang harus menyelenggarakan penyertipikatan tanah rutin secara kolektif dibeberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang. Seluruh masyarakat sangat menginginkan pelayanan pendaftaran di bidang pertanahan tanah dengan prosedur yang mudah dan dapat dipahami oleh masyarakat pemegang hak atas tanah.

Dari hasil pra-survei di kampung Purwodadi dan kampung Jawa Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang yang merupakan bagian dari desa yang menjadi target peneliti atas pelaksanaan pendaftaran tanah menunjukkan bahwa masih banyak tanah-tanah yang diperoleh masyarakat melalui warisan, akan tetapi belum didaftarkan di Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang. Hal tersebut terkait dengan keamanan, biaya, prosedur pendaftaran dan pengetahuan masyarakat.

Berangkat dari adanya ketentuan normatif mengenai peraturan pendaftaran pewarisan hak atas tanah dengan praktek yang ada dalam masyarakat, maka penulis tertarik untuk mengkajinya kedalam penulisan tesis dengan judul : “Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang”.

(3)

Perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kesadaran hukum masyarakat dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang? 2. Bagaimanakah syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi hak

milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang?

3. Bagaimanakah kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang?

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kesadaran hukum masyarakat dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.

2. Untuk mengetahui syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.

II. Metode Penelitian.

Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis.

Sumber-sumber data penelitian hukum ini berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder serta bahan-bahan hukum tersier.2 Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier atau bahan non hukum.3

2Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2005), hlm.141

3Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm.156-159.

(4)

Untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier peneliti menggunakan alat penelitian studi dokumen / kepustakaan atau penelitian kepustakaan ( library research ) dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.4 Penelitian ini didukung dengan data penunjang melalui wawancara dengan informan dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini.

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Tanah adat dan masyarakat hukum adat mempunyai hubungan yang sangat erat satu dengan yang lainnya. Dalam masyarakat adat lebih mengedepankan rasa kekeluargaan. Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan, gotong-royong, tenggangrasa, dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.5

Tanah adat dalam praktek lapangan adalah tanah yang dikuasai secara turun-temurun oleh suatu masyarakat tertentu yang dari zaman nenek moyangnya yang dikuasai minimal 20 tahun sebelum berlakunya UUPA yang dalam fisiknya didapati ada tanaman-tanaman keras yang ditanam dahulu seperti kayu-kayu besar yang diantaranya;

1. Kayu Kempas; 2. Kayu Kruweng; 3. Kayu Damar;

4. Kayu Meranti dan lain sebagainya, yang usianya lebih dari 30 tahun.6 Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak diatas tanah bagi rakyat seluruhnya.7

Dalam pelaksanaan hak ulayat (Pasal 3), sepanjang menurut kenyataan masih ada; sesuai dengan kepentingan nasional dan negara; tidak bertentangan

4Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Loc.Cit..

5 S. Sumarsono, Mansyur, dkk, Pendidikan kewarganegaraan, (Jakarta: Cetakan ke-2,

PT. SUN, 2002), hlm. 108.

6 Wawancara dengan Bapak Sugiono pada tanggal 22 Juli 2013 (Kepala Seksi Sengketa

pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang)/ diOlah.

7A.P. Parlindungan,Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, (Bandung Alumni, 1982), hlm. 1.

(5)

dengan undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi. Tanda-tanda yang perlu dilihat untuk menentukan masih adanya hak ulayat meliputi 3 unsur yaitu;8

a. Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

b. Unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan

c. Unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.

Sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerja sama kearah tujuan kesatuan.9 Sistem hukum berkaitan dengan Interaksi sosial yang merupakan suatu hubungan dimana terjadi proses saling mempengaruhi antara para individu, antara individu dengan kelompok, maupun antar kelompok.10 Dan untuk menjaga stabilitas didalamnya maka dibentuklah aturan-aturan yang mengikat agar dapat dipatuhi bersama.

Adat Aceh mengacu pada empat sumber (Klasifikasi adat), yaitu;11

1. Adatullah, yaitu hukum adat yang bersumber hamper seluruhnya (Mutlak) pada hukum Allah (Alqur’an dan Al Hadist).

2. Adat Tunnah, yaitu adat istiadat sebagai manifestasi dari qanun dan reusam yang mengatur kehidupan masyarakat.

3. Adat Muhakamah, yaitu hukum adat yang dimanifestasikan pada asas musyawarah dan mufakat.

8

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Cetakan Ke-17 Edisi Revisi Djambatan, 2006), hlm. 59.

9 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum sebuah pengantar, Yogyakarta: Liberty,

1996), hlm. 18.

10 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. raja Grafindo Persada,

1982), hlm. 368.

11Badruzzaman Ismail, Panduan Adat Dalam Masyarakat Aceh, (Banda Aceh: Majelis

(6)

4. Adat Jahiliyah, yaitu adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang kadang tidak sesuai dengan ajaran islam, namun masih ada yang digemari oleh masyarakat.

Adapun pepatah Aceh mengatakan “Nanggroe Nyang Hana Adat Lagei Kapai Tan Nakhoda” yang artinya “Negeri yang tiada memiliki adat seperti sebuah kapal yang tanpa ada nahkodanya”.

Ciri-ciri yang menonjol dari hak-hak atas tanah berdasarkan sistem Undang-Undang Pokok Agraria itu adalah pemberian dan penerbitan hak berdasarkan kepada suatu pendaftaran tanah dan/atau konversi hak-hak atas tanah, dan sebagai bukti haknya disebut sertipikat hak atas tanah.12

Keadaan yang dialami masyarakat dalam pengurusan pendaftaran hak atas tanah miliknya.

1. Ketidakmengertiannya mereka terhadap proses/ pengurusan, apalagi bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil.13

2. Dalam proses pengurusan pendaftaran tanah memakan waktu yang lama dan biaya yang besar sehingga sangat memberatkan bagi masyarakat kecil.14 3. Kurang memahami fungsi dari sertipikat atas hak atas tanah sebagai akibat

rendahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan pemilik tanah akibat kurangnya penyuluhan dari pihak kantor pertanahan.

Selain hambatan tersebut ada juga hambatan yang berkaitan dengan masalah administrasi seperti yang dikatakan oleh Bapak Sumardi, bahwa hambatan yang sering terjadi adalah masalah kurang lengkapnya berkas sehingga penerbitan sertipikat hak milik agak terlambat dari tempo waktu yang sudah ditentukan, itu semua karena ketidaktahuan masyarakat tentang proses pendaftaran tanah akibat dari kurangnya sosialisasi petugas pegawai kantor pertanahan kepada masyarakat tentang pertanahan yang berhubungan dengan pendaftaran tanah.15

12

Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan hak atas tanah, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, cetakan pertama Okteber 2005. hlm. 26.

13Wawancara Dengan Boiman, (Pemilik Tanah), di Pulau Tiga Tanggal 8 April 2013

(diolah).

14Wawancara Dengan Azizah (Pemilik tanah), di Kuala Simpang Tanggal 8 April 2013

(diolah).

15Wawancara Dengan Sumardi (Notaris) tanggal 6 April 2013 di Kabupaten Aceh

(7)

Harus ditempuh konversinya terlebih dahulu (atas tanah adat), lalu setelah proses konversinya selesai, maka dicatat nama pemegang hak yang pertama pada sertipikat tanah tersebut dan bersamaan dengan itu dicatat pula nama penerima hak berdasarkan salinan akta PPAT yang dibuat menurut prosedur Pasal 25 PP 10 tahun 1961. Kemudian nama pemegang hak yang pertama dicoret. Rangkaian kegiatan ini dilakukan secara simultan. Akhirnya kepada penerima hak diberikan Sertipikat atas tanah yang bersangkutan, sebagai alat pembuktian yang kuat yang membuktikan perbuatan-perbuatan hukum yang mengaturnya termasuk lingkup Hukum Tanah.

Sementara itu dalam proses pendaftaran tanah di Kabupaten Aceh Tamiang disimpulkan dalam penemuan ini kendala-kendala Kantor Pertanahan dalam konversi hak atas tanah adat menjadi hak milik yaitu;

1. Pengakuan atas tanah adat yang hendak dimohonkan ada akan tetapi belum pernah terdaftar sebagai tanah milik adat pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, sehingga pihak Kantor Pertanahan kesulitan untuk melanjutkan konversi hak milik adat tersebut sementara tanah yang dimohonkan harus segera dilakukan pelayanan untuk dikonversi.

2. Objek tanah yang dimohonkan terkadang tidak sesuai dengan jumlah pada kenyataannya yang dijumpai dilapangan. Adakalanya ukuran tanahnya berkurang pun adakalanya juga bertambah hal ini entah sekala pengukuran yang digunakan oleh masyarakat adat yang tidak memenuhi standarisasi pengukuran atau tidak sehingga membuat kesulitan bagi Kantor Pertanahan yang kalau ukuran tanahnya kurang mau dicukupi dari tanah siapa dan kalau tanahnya berlebih mau dibawak kemana tanah yang lebih itu.16

3. Subjek haknya yang tidak jelas kepada siapa atau kemana ahli warisnya. Patut diketahui pula bahwa, aturan-aturan moral dan kemasyarakatan, lebih tidak eksplisit dan lebih tidak formal, baik dalam wujudnya maupun

16Wawancara Dengan Ahmad Shoib (Kepala Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan di

(8)

isinya dan juga memainkan suatu peran penting dalam kaitannya dalam upaya masyarakat untuk mengendalikan perilaku warganya.17

Apabila diselusuri lebih mendalam lagi tentang kehendak dari lahirnya UUPA dalam memberikan kepastian hukum akan hak seseorang, maka setiap pengelolaan dan apa-apa yang telah dilakukan atas pendaftaran tanah, sudah secara jelas tujuan pendaftaran tanah yang ada disebut salah satunya untuk kepastian hukum. Dengan kata lain begitu haknya seseorang terhadap tanahnya yang telah didaftarkan maka seseorang tersebut namanya dalam buku tanah akan dapat secara leluasa untuk menggunakan, mengalihkan atau mengikatkan hak atas tanahnya itu untuk dirinya sesuai dengan muatan tersebut. Pada intinya perlindungan itu bukan semata-mata hanya untuk atas nama diri seseorang yang tertera namanya dalam sertipikat akan tetapi juga untuk melindungi tanahnya (objeknya/ bukan orangnya).

IV. Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan.

1. Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Mendaftarkan Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang; a. Kurang memahami proses pengurusan pendaftaran tanah, apalagi bagi

masyarakat yang berada di daerah terpencil.

b. Masyarakat malas mendaftarkan tanahnya/meningkatkan status tanahnya karena himpitan ekonomi.

c. Kurang memahami fungsi dari sertipikat tanah sebagai akibat rendahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan akibat kurangnya penyuluhan dari pihak Kantor Pertanahan.

2. Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang; Konversi (pengakuan hak/penegasan hak) adalah pembuatan dan/atau pembuatan Sertipikat tanah dari tanah Hak Adat dijadikan/dikonversi ke Sertipikat. Tahapan dalam Konversi :

a. Pemohon Daftar dan Bayar;

17Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta,Cetakan ke-4

(9)

b. Pengukuran c. Pengumuman d. Pembukuan Hak e. Penerbitan Sertipikat.

3. Kendala Yang Dihadapi Kantor Pertanahan Dalam Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang; a. Pengakuan atas tanah adat yang hendak dimohonkan ada akan tetapi

belum pernah terdaftar sebagai tanah milik adat di Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.

b. Objek tanah yang dimohonkan di kantor terkadang tidak sesuai dengan jumlah pada kenyataannya yang dijumpai dilapangan pada saat tim survey kantor pertanahan datang untuk meninjau tanah yang dimohonkan, adakalanya ukuran tanahnya berkurang ataupun ukuran tanahnya menjadi bertambah.

c. Subjek haknya yang tidak jelas kepada siapa atau kemana ahli warisnya untuk diberikan haknya.

B. Saran

1. Dengan maraknya persoalan tentang tanah yang timbul dibumi pertiwi ini hendaknya menjadikan cermin bagi kita para “Akademika” khususnya dan “Pemerintah” pada umumnya untuk mengedepankan nilai luhur “Pancasila” dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat.

2. Untuk mendapatkan keseimbangan dalam administrasi negara, tentu sudah saatnya bila kantor pertanahan sebagai struktur pengelola administrasi tanah di negeri kita, hendaknya dapat meningkatkan peranan sosialisasinya kepada masyarakat baik masyarakat kota atau pinggiran kota maupun masyarakat yang hidup dipedalaman untuk diberikan penyuluhan keagrariaan agar mereka “masyarakat” dapat mengerti dan dapat memanfaatkan perlindungan hukum yang telah diamanatkan oleh undang-undang kita untuk kesejahteraan rakyat.

3. Selalu dan tetaplah untuk mempertimbangkan dan melakukan pemutihan status tanah terhadap tanah-tanah bagi masyarakat yang kurang mampu

(10)

sehingga mereka dapat memiliki sertipikat tanah sebagaimana yang lainnya sehingga kelompok masyarakat yang menjadi target (masyarakat ekonomi lemah) benar-benar mendapatkan perhatian dari pemerintah dan merasakan perhatian tersebut dari pemerintah sebagai kepeduliannya kepada masyarakat ekonomi lemah.

Daftar Pustaka Buku-Buku

Wayan Suandra,Hukum Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991). Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media

Group, 2005).

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010).

S. Sumarsono, Mansyur, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Cetakan ke-2, PT. SUN, 2002).

A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, (Bandung: Alumni, 1982).

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Cetakan Ke-17 Edisi Revisi Djambatan, 2006).

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum sebuah pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1996).

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. raja Grafindo Persada, 1982).

Badruzzaman Ismail, Panduan Adat Dalam Masyarakat Aceh, (Banda Aceh: Majelis Adat Aceh(MAA), 2009).

Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan hak atas tanah, (Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, cetakan pertama Okteber 2005).

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),(Jakarta: KencanaCetakan ke-4 Februari 2012).

B. Peraturan Perundang-undangan.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

(11)

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 tentang tarif Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada BPN.

C. Sumber-Sumber Yang Lainnya.

Marsono Boedi, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah, dibahas dalam Seminar Nasional yang diselenggara oleh Usakti dengan BPN (Jakarta: di Hotel Horison Pada Tanggal 14 Agustus 1997).

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,(Jakarta: Edisi E-II, Cetakan Ketiga, 1994).

Sambutan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional pada Seminar Nasional menyambut PP Nomor 24 Tahun 1997 (Jakarta: tanggal 14 Agustus 1997).

Referensi

Dokumen terkait

Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif.. Jakarta:

Bantuan Keuangan adalah bantuan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota yang diberikan secara proporsional kepada Partai Politik

penelitian tindakan kelas dalam bentuk tesis dengan judul: ” Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Video Untuk Meningkatkan Motivasi

Melihat fenomena diatas, terutama dalam upaya yang telah dilakukan untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue dengan cara 3M (menguras tempat penampungan

Penerapan strategi pembelajaran Team Quiz pada materi sistem gerak tumbuhan yang telah dilaksanakan di kelas VIIIA SMP Al-Islam Kartasura tahun pelajaran 2011/2012 dapat

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai alternatif insektisida dan larvisida adalah pegagan (Centella asiatica) yang mengandung alkaloid, saponin, dan

Hingga saat ini, belum banyak alat bantu (aplikasi) yang secara khusus dapat digunakan untuk menghitung estimasi resiko proyek software. Oleh karena itu, dipandang perlu

Pada saat ini, peranan Teknologi Informasi untuk mendapatkan informasi secara cepat, tepat dan akurat akan sangat diperlukan untuk mendukung Competitive Intelligence, sehingga