• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN BERPIKIR POSITIF PADA REMAJA PUTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN BERPIKIR POSITIF PADA REMAJA PUTRI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN BERPIKIR

POSITIF PADA REMAJA PUTRI

Oleh:

FRIDA CORRY OCTARINA H. FUAD NASHORI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN BERPIKIR

POSITIF PADA REMAJA PUTRI

Telah Disetujui Pada Tanggal:

Dosen Pembimbing Utama

(3)

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN BERPIKIR POSITIFPADA REMAJA PUTRI

Frida Corry Octarina H. Fuad Nashori

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja putri. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja putri. Semakin tinggi religiusitas remaja tersebut, maka semakin tinggi pula cara berpikir positif pada remaja. Sebaliknya semakin rendah religiusitasnya, maka semakin rendah pula cara berpikir positifnya.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswi SMK Muhammadiyah 1 Wates, Kulon Progo, Yogyakarta. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah purposive sampling yaitu dengan pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang memiliki sanghkut paut dengan ciri-ciri populasi yang telah diketahui sebelumnya. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah menggunakan skala. Adapun skala yang digunakan adalah skala berpikir positif berjumlah 20 aitem yang disusun peneliti dengan mengacu pada teori Albrecht (1999) yaitu; positive expectation, self affirmation, non judgmental talking dan reality adaption. Skala religiusitas 1 berjumlah 28 aitem, skala religiusitas 2 berjumlah 12 aitem yang disusun peneliti dengan mengacu pada teori Ancok & suroso (1994).

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS Versi 13,0 for windows untuk menguji apakah ada hubungan antara religiuisitas dengan berpikir positif pada remaja. Korelasi product moment dari Spearman menunjukan korelasi sebesar r = 0,229 dan p = 0,039 (p=0,05). Hal ini berarti bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja. Jadi hipotesis yang diajukan peneliti diterima.

(4)

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN BERPIKIR POSITIF PADA REMAJA PUTRI

A. Pengantar

Milanesi dan Aletti (Wawuru, 2003) menyatakan bahwa tugas perkembangan yang mewajibkan remaja untuk mendefinisikan dirinya sendiri ini melibatkan seluruh aspek kepribadian remaja. Komponen religi pun turut serta berada dalam krisis. Kaum remaja berupaya menemukan berbagai potensi yang ada dalam dirinya dan mencoba mencapai suatu integrasi baru dengan mengelola seluruh keberadaannya hingga kini, termasuk juga keyakinan-keyakinan religiusnya.

Dalam perkembangannya, remaja menjadi sangat rentan terhadap pengaruh luas globalisasi yang ditandai dengan semakin mudahnya akses informasi dan teknologi. Hal ini terjadi karena keadaan jiwanya yang labil dan mengalami kegoncangan, daya pemikiran abstrak, logika dan kritik mulai berkembang, emosinya semakin berkembang, motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata (Ahyadi, 1987).

Untuk mencapai kehidupan yang lebih bahagia, memuaskan, dan bermakna, maka kaum muda harus mengerti tentang bagaimana mengalahkan rasa rendah diri, mengatasi rasa takut, bergaul dengan orang lain, berhasil menghadapi permasalahan hidup pada umumnya. Seseorang tidak akan sukses atau bahagia tanpa percaya pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri. Bila seseorang sudah terkena inferiority complex (perasaan rendah diri atau tidak percaya diri), maka

(5)

dia akan menghambat untuk menggapai harapan-harapan. Sebaliknya, rasa percaya diri bisa membawa kepada keberhasilan. Salah satu masalah yang banyak menghantui remaja adalah kurangnya rasa kepercayaan diri. Ada survei yang dilakukan terhadap 600 mahasiswa psikologi di suatu universitas. Mahasiswa itu diminta mengungkapkan masalah pribadi mereka yang paling susah diatasi. Sebanyak 75% dari mereka mengaku kurang percaya diri (Peale, 2006). Ada juga kasus kurangnya rasa percaya diri pada remaja putri. Hasil penelitian di Amerika, 2 dari 3 remaja putri ingin terlihat seperti selebriti dan 80% dari remaja putri usia 17 tahun tidak puas dengan bentuk tubuhnya, lalu remaja putri tersebut memiliki persepsi tertentu dengan identitas gadis yang disukai, yakni yang berpenampilan seksi dan glamor. Krisis percaya diri pada remaja putri akan susah sembuh bila kita tidak berinisiatif untuk bergaul dan mulai berpikir positif terhadap diri dan lingkungan (http://www.laurakhalida.multiply.com, 08/03/08).

Seseorang yang memiliki pikiran negatif tentu saja melibatkan dirinya dalam proses negatif pula. Prinsip hidup positif merupakan satu proses penting dalam perubahan mental dan rohani seseorang, di mana oknum itu harus menggeser konsep pemikiran yang membatasi dirinya ke arah kemajuan, dari kepicikan pribadi ke arah perkembangan yang serba maju, dari kegagalan ke arah keberhasilan (Peale, 2004).

Peale (1996) mengemukakan bahwa berpikir positif merupakan keterampilan yang terus harus dipelajari dan diusahakan serta tidak datang dengan sendirinya. Orang lebih mudah berpikir negatif dari pada mempertahankan pola berpikir positif. Setiap saat individu harus selalu mengaktifkan kembali

(6)

perhatiannya pada hal-hal yang positif untuk memperoleh manfaat yang positif, berusaha untuk menemukan aspek positif bukanlah sesuatu yang mudah, terutama pada saat individu mengalami situasi yang menekan, yang berat dan beruntun. Asumsi ini juga dihasilkan dari penelitian Goodhart (1985) bahwa efek berpikir negatif terbukti lebih bertahan lama dibandingkan dengan efek berpikir positif. Hasil pemusatan perhatian pada aspek negatif ternyata bertahan lama di dalam ingatan individu sehingga efeknya pun menjadi lebih lama.

Daradjat (1990) juga mengatakan bahwa agama mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu memberikan bimbingan dalam kehidupan manusia, yaitu memberikan bimbingan dalam hidup, penolong dalam kesukaran, penentram batin, sehingga ketika seseorang mengalami suatu hal yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya dan timbul pikiran-pikiran negatif dalam diri seseorang, dan dia memiliki keyakinan beragama, maka religiusitasnya akan berfungsi. Dia akan membuang pikiran-pikiran negatif tersebut dan mengubahnya menjadi pikiran-pikiran yang positif.

Ahyadi (1991) berpendapat pengertian religiusitas adalah meliputi rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap, tingkah laku keagamaan yang terorganisir dalam sistem mental dan kepribadian orang yang taat beragama atau religius berarti menyerahkan diri, tunduk, taat akan tetapi dengan tunduk, taat dan penyerahan diri itu manusia tidak merasa celaka, seperti orang yang dipaksa oleh sesuatu kekuasaannya yang tidak dapat dikalahkan, tetapi keterikatan dan ketaatan itu dialaminya dan dirasakan sebagai sesuatu yang membahagiakan.

(7)

Walaupun kesadaran agama melandasi berbagai aspek kehidupan mental dan terarah pada bermacam objek, akan tetapi tetap merupakan suatu sistem yang terorganisasi sebagai bagian dari sistem mental seseorang. Dapat dikatakan bahwa kesadaran beragama yang mantap ialah suatu disposisi dinamis dari sistem mental yang terbentuk melalui pengalaman serta diolah dalam kepribadian untuk mengadakan tanggapan yang tepat, konsepsi pandangan hidup, penyesuaian diri dan bertingkah laku. Tanggapan yang tepat, konsepsi dan penyesuaian diri merupakan suatu proses yang tidak pernah terhenti (Ahyadi, 1987). Dengan demikian, dapat dilihat bahwa religiusitas akan mempengaruhi cara berpikir positif yang dimiliki oleh remaja dalam kesehariannya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja putri.

B. Metode Penelitian 1. Subjek Penelitian

Dalam mencari subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive sampling, yaitu menentukan kriteria khusus sebagai sample (Prasetyo dan Jannah, 2005). Oleh karena itu peneliti menetapkan kriteria subjek yang akan diteliti, yaitu:

1. Berjenis kelamin perempuan 2. Usia 15-18 tahun

3. Belum Menikah 4. Beragama Islam

(8)

5. Memiliki pengetahuan agama yang baik

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Peneliti akan menggunakan dua buah skala untuk mengukur kedua variabel, yaitu :

1. Skala Religiusitas

Skala religiusitas ini dimaksudkan untuk mengetahui religiusitas seseorang. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti yang didasarkan pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 1994) yang memiliki kesesuaian dengan islam, yaitu:

a. Aspek keyakinan atau akidah islam menunjukan pada beberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatis. Dalam islam, aspek ini menyangkut keyakinan kepada Allah, malaikat, nabi dan rasul, kitab Allah, sugra, neraka, hari akhir serta qodho’ dan qodhar.

b. Aspek praktek agama dan syariah atau ibadah menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam Islam aspek ini menyangkut pelaksanaan puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, doa, dzikir dan sebagainya.

c. Aspek pengalaman atau ihsan menunjuk pada seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan

(9)

pengalaman-pengalaman religius. Dalam islam, aspek ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah, perasaan doanya terkabul, perasaan tentram karena menuhankan Allah, perasaan bersyukur dan sebagainya.

d. Aspek pengamalan atau akhlak menunjuk kepada seberapa tingkatan muslim berprilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, berlaku jujur, memaafkan dan sebagainya.

e. Aspek pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran agamanya. Aspek ini menyangkut pengetahuan tentang isi-isi Al-Qur’an, pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan, hokum-hukum islam dan sebagainya.

2. Skala berpikir positif

Skala berpikir positif ini bertujuan untuk mengungkap sejauh mana seseorang dapat berpikir positif dalam kehidupannya. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti yang didasarkan pada aspek-aspek berpikir positif yang dikemukakan oleh Albrecht (Susetyo, 1999), yaitu:

a. Positive Expectation (Harapan yang Positif)

Yaitu, melakukan sesuatu yang lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, rasa optimisme, pemecahan masalah dan menjauhkan diri bayang-bayang tentang kegagalan, serta memperbanyak penggunaan kata-kata yang mengandung harapan.

b. Self Affirmation (Afirmasi Diri)

Yaitu, memusatkan perhatian pada kekuatan diri, melihat diri secara lebih positif dengan dasar pikiran bahwa setiap individu sama berartinya dengan

(10)

individu lain, kepercayaan mampu melakukan sesuatu dan melihat diri secara positif.

c. Non Judgmental Talking (Pernyataan yang Tidak Menilai)

Yaitu, suatu pernyataan yang lebih dekat menggambarkan keadaan dari pada menilai keadaan. Pernyataan ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung untuk memberikan pernyataan yang negatif terhadap sesuatu, menggambarkan keadaan bukan menilai buruk atau gagal ketika menghadapi suatu peristiwa.

d. Reality Adaption (Penyesuaian Diri Terhadap Kenyataan)

Yaitu, mengakui kenyataan dan segera berusaha menyesuaikan diri dan menjauhkan diri dari menyalahkan diri. Menerima masalah dan berusaha menghadapinya dan berusaha menjauhakan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri sendiri merupakan salah satu ciri dari orang yang berpikir positif. Mereka menganggap masalah sebagai suatu bagian dari kehidupan yang harus dihadapi.

C. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek penelitian

Gambaran umum mengenai subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, jumlah anak, dan tempat tinggal yang tersaji lengkap pada tabel 1.

Tabel 1

Deskripsi Subjek Penelitian

No Deskripsi Kategori Jumlah Total

1. Usia a. 15 tahun b. 16 tahun c. 17 tahun 6 37 17 60

(11)

2. Deskripsi Data Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai data penelitian secara singkat dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian yang berisikan fungsi-fungsi statistik dasar. Deskripsi data penelitian tiap-tiap variabel untuk skala berpikir positif dan religiusitas secara lengkap tersaji pada tabel 2.

Tabel 2

Deskripsi Data Penelitian

Variabel Hipotetik Empirik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD Berpikir Positif 0 80 40 13,33 44 80 61,88 8,60 Religiusitas 28 112 76 16 -3,28 2,91 0 1,27

Ket : Min = Skor Total Minimal Max = Skor Total Maksimal

Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menggolongkan subyek dalam empat kategori yaitu kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah (Azwar, 2005). Kategori Subyek dibuat dengan membagi standar deviasi dari distribusi normal menjadi lima bagian yaitu :

a) Sangat Tinggi ( X > m + 1,8 SD ) b) Tinggi ( m + 0,6 SD < X = m + 1,8 SD ) c) Sedang ( m – 0,6 SD < X = m + 0,6 SD ) d) Rendah ( m – 1,8 SD < X = m – 0,6 SD ) e) Sangat Rendah ( X = m – 1,8 SD ) Keterangan: X = Skor Total m = Mean Empirik

(12)

SD = Standar Deviasi

a. Skala Berpikir Positif

Kategorisasi variabel berpikir positif dapat diperoleh berdasarkan skor total subjek pada skala berpikir positif. Skala ini terdiri dari 20 aitem, dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 4. Rentang skor minimum dan maksimum 0-80. standar deviasinya adalah 13,33, sedangkan mean-nya 40. berdasarkan data tersebut dapat ditentukan kategorisasi untuk variabel berpikir positif sebagai berikut:

Tabel 3

Deskripsi Kategorisasi Berpikir Positif Pada Subyek Penelitian

Skor Kategori Frekuensi Prosentase

X = 16 16 < X = 32 32 < X = 48 48 < X 64 X > 64 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 4 12 27 15 2 6,7% 20% 45% 25% 3,3% Jumlah 60 100%

Berdasarkan hasil kategorisasi diatas, dapat diketahui bahwa tingkat berpikir positif subjek termasuk sedang ke atas. Perinciannya yaitu, 2 subjek (3,3%) yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, 15 subjek (25%) termasuk kategori tinggi, 27 subjek (27%) termasuk kategori sedang, 12 subjek (20%) termasuk kategori rendah, 4 subjek (6,7%) termasuk kategor i sangat rendah.

b. Skala Religiusitas

Kategorisasi variabel religiusitas dapat diperoleh berdasarkan skor total subjek pada skala religiusitas1 (R1) dan skala religiusitas 2 (R2). Skala R1 terdiri

(13)

dari 28 aitem, dengan skor minimal 1 dan skor maksimal 4. Rentang skor minimum dan maksimumnya adalah 28-112. Standar deviasinya adalah 14, sedangkan mean-nya adalah 70. Skala R2 terdiri dari 12 aitem, dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 1. Rentang skor minimum dan maksimum 0-12. Standar deviasinya adalah 2 dan mean-nya adalah 6.

Hasil dari R1 dan R2 kemudian digabungkan, sehingga didapat standar deviasinya adalah 16 dan mean-nya adalah 76. Berasarkan data tersebut dapat ditentukan kategorisasi untuk variabel religiusitas sebagai berikut:

Tabel 4

Deskripsi Kategorisasi Religiusitas Pada Subyek Penelitian

Skor Kategori Frekuensi Prosentase

X = 47,2 47,2 < X = 66,4 66,4 < X = 85,6 85,6 < X = 104,8 X > 104,8 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 0 0 31 29 0% 0% 0% 51,7% 48,3% Jumlah 60 100%

Berdasarkan hasil kategorisasi diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki tingkat religiusitas yang tinggi yaitu 31 subjek (51,7%) termasuk dalam kategori tinggi dan sisanya sebanyak 29 subjek (48,3%) termasuk dalam kategori sangat tinggi.

Setelah membuat kategorisasi skor variabel religiusitas, kemudian dibuat kategorisasi skor setiap aspek dalam variabel religiusitas. Kategorisasi skor aspek aqidah dapat dilihat pada tabel 5.

(14)

Tabel 5

Kategorisasi skor religiusitas aspek aqidah

Skor Kategori Frekuensi Prosentase

X = 9,6 9,6 < X = 13,2 13,2 < X = 16,8 16,8 < X = 20,4 X > 20,4 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 0 0 8 52 0% 0% 0% 13,3% 86,4% Jumlah 60 100%

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki aqidah (keyakinan) yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 52 subjek (86,4%) dan sisanya sebanyak 8 subjek (13,3%) termasuk kategori tinggi.

Kategorisasi skor aspek ibadah dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6

Kategorisasi skor religiusitas aspek ibadah

Skor Kategori Frekuensi Prosentase

X = 16 16 < X = 22 22 < X = 28 28 < X = 34 X > 34 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 0 22 35 3 0% 0% 36,7% 58,3% 5% Jumlah 60 100%

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki ibadah (praktek agama) yang termasuk dalam kategori tinggi, yaitu 3 subjek (5%), 35 subjek (58,3%) termasuk kategori tinggi dan sisanya sebanyak 22 subjek (36,7%) termasuk dalam ketegori sedang.

(15)

Tabel 7

Kategorisasi skor religiusitas aspek ihsan

Skor Kategori Frekuensi Prosentase

X = 6,5 6,5 < X = 10,5 10,5 < X = 14,5 14,5 < X = 18,5 X > 18,5 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 0 5 32 23 0% 0% 8,3% 53,4% 38,3% Jumlah 60 100%

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki ihsan (pengamalan) yang termasuk dalam kategori tinggi, yaitu sebanyak 23 subjek (38,3%) termasuk kategori sangat tinggi, 32 subjek (53,4%) termasuk kategori tinggi dan sisanya sebanyak 5 subjek (8,3%) termasuk kategori sedang.

Kategorisasi skor aspek akhlak dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8

Kategorisasi skor religiusitas aspek akhlak

Skor Kategori Frekuensi Prosentase

X = 11,2 11,2 < X = 15,4 15,4 < X = 19,6 19,6 < X = 23,8 X > 23,8 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 0 0 34 26 0% 0% 0% 56,7% 43,3% Jumlah 60 100%

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki akhlak (pengalaman) yang termasuk dalam kategori tinggi, yaitu sebanyak 26 subjek (43,3%) termasuk kategori sangat tinggi sisanya 34 subjek (56,7%) termasuk dalam kategori tinggi.

(16)

Tabel 9

Kategorisasi skor religiusitas aspek pengetahuan

Skor Kategori Frekuensi Prosentase

X = 2,4 2,4 < X = 4,8 4,8 < X = 7,2 7,2 < X = 9,6 X > 9,6 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 0 0 3 57 0% 0% 0% 5% 95% Jumlah 60 100%

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki ilmu (pengetahuan) yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 57 subjek (95%), sisanya sebanyak 3 subjek (5%) termasuk dalam kategori tinggi.

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja putri. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan uji korelasional Spearman (non parametik) menunjukkan hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja putri. Semakin tinggi religiusitasnya maka semakin tinggi berpikir positifnya. Sebaliknya, semakin rendah religiusitasnya maka semakin rendah pula berpikir positifnya. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan peneliti telah terbukti diterima. Adapun sumbangan religiusitas terhadap berpikir positif sebesar 5,2%. Sedangkan sebanyak 94,8% faktor yang mempengaruhi berpikir positif tidak diteliti dalam penelitian ini.

Pengaruh religiusitas terhadap berpikir positif juga dapat dilihat dari 2 kategorisasi skor pada religiusitas dan berpikir positif, yaitu ditemukan bahwa mayoritas subjek yaitu sebanyak 31 subjek (51,7%) memiliki kategori religiusitas

(17)

tinggi dan mayoritas subjek sebanyak 27 subjek (45%) memiliki kategori berpikir positif sedang.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Diana (1999) yang menyatakan bahwa semakin religius individu tersebut maka semakin tinggi pula tingkat kreativitasnya. Terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan kreativitas. Bukhori (2006) menyatakan bahwa ibadah-ibadah yang diajarkan dalam islam akan mampu memberikan pengaruh positif jika dilakukan sesuai dengan pedoman yang disampaikan oleh Allah, serta dengan mengindahkan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Berdasarkan kategorisasi masing-masing aspek dalam variabel religiusitas maka didapat data sebagai berikut; pada aspek aqidah ditemukan bahwa mayoritas subjek (86,4%) memiliki aqidah Islam yang termasuk dalam kategori sangat tinggi dan sisanya termasuk dalam kategori tinggi. Pada aspek ibadah ditemukan bahwa mayoritas subjek (58,3%) memiliki skor yang tinggi, 5% termasuk kategori sangat tinggi dan 36,7% termasuk dalam kategori sedang. Pada aspek ihsan ditemukan bahwa mayoritas subjek (53,4%) memiliki skor yang tinggi, 38,3% termasuk kategori sangat tinggi dan 8,3% termasuk kategori sedang. Pada aspek akhlak ditemukan bahwa mayoritas subjek (56,7%) memiliki skor tinggi dan 43,3% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Pada aspek pengetahuan mayoritas subjek (95%) memiliki skor sangat tinggi dan 5% termasuk dalam kategori tinggi.

Berdasarkan analisis regresi maka dinyatakan bahwa aspek ibadah memiliki pengaruh terbesar terhadap berpikir positif yaitu sebesar 18,2%,

(18)

kemudian pengaruh aspek akhlak sebesar 16,5%, pengaruh aspek ihsan sebesar 5,8%, pengaruh aspek ilmu sebesar 3,3% dan yang terakhir pengaruh aspek aqidah sebesar 0,3%.

E. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian hubungan religiusitas dengan berpikir positif pada remaja putri adalah adanya hubungan positif antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja putri. Pengaruh religiusitas terhadap berpikir positif bahwa mayoritas subjek yaitu sebanyak 31 subjek (51,7%) memiliki kategori religiusitas tinggi dan mayoritas subjek sebanyak 27 subjek (45%) memiliki kategori berpikir positif sedang. Ditemukan satu aspek religiusitas yang signifikan mempengaruhi berpikir positif, yaitu aspek ibadah. Aspek aqidah, ihsan, akhlak dan pengetahuan tidak signifikan mempengaruhi berpikir positif. Adapun sumbangan religiusitas terhadap berpikir positif sebesar 5,2%. Sedangkan sebanyak 94,8% faktor yang mempengaruhi berpikir positif tidak diteliti dalam penelitian ini.

F. Saran-Saran

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi Subyek Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan para remaja lebih meningkatkan keyakinan dalam beragama dan kemudian mengamalkan ajaran agama Islam

(19)

dengan sungguh-sungguh dalam berbagai aspek kehidupan. Hendaknya para remaja dapat menghadapi setiap masalah dengan lebih berpikir positif bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, yaitu dengan meyakini seperti apa yang telah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 286 yang artinya “Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sepadan dengan kemampuannya”. Ayat di atas mengandung makna bahwa Allah tidak akan memberi cobaan lebih dari kemampuan umatnya.

Remaja hendaknya memantapkan kembali rasa keberagamaannya yang terkadang masih naik turun sesuai dengan jiwa remaja yang dalam masa transisi. Dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan cara lebih giat beribadah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan lebih mengkaji isi Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat dengan tema yang sama, disarankan untuk meminimalkan kelemahan-kelemahan penelitian ini. Peneliti sebaiknya lebih cermat dalam memilih waktu pengambilan data, agar para subyek berada dalam kondisi yang siap untuk mengisi/menjawab angket penelitian dan disarankan juga untuk melakukan raport sehingga tidak mengalami kesulitan ketika meminta subyek mengisi angket karena sudah saling mengenal. Selain itu menggunakan kalimat-kalimat yang lebih singkat dan jelas sehingga para subyek lebih mudah memahami pernyataan dalam angket. Selain itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan memperhatikan

(20)

faktor-faktor yang belum atau tidak terungkap dalam penelitian ini yang sekiranya dapat mempengaruhi berpikir positif.

Apabila peneliti selanjutnya yang akan menggunakan tema yang sama dan menggunakan metode penelitian kuantitatif, disarankan untuk menggunakan pernyataan yang tidak terlalu panjang dalam penyusunan aitem dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, selain itu peneliti selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan alat ukur yang akan digunakan.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi. A.A. 1987. Psikologi Agama: Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.

Albrecht, K. 2005. Daya Pikir: Metode Peningkatan Potensi Berpikir. Semarang: Dahara Prize.

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Ancok, D. & Suroso, F.N. 1994. Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Darajat, Z. 1991. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Diana, R. 1999. Hubungan antara Religiusitas dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah Umum. Jurnal Psikologika. Tahun IV, No.6, hal.5-25.

Goodhart, D. 1985. Some Psychological Effect to Positive and Negative Thinking About Stessfull Event Outcomes: Was Pollyana Right?. Journal of Personality and Social Psychology. 48, 216-232.

. 1986. The Effect of Positive and Negative Thinking on Performance in an Achievement Situation. Journal of Personality and Social Psychology. 51, 117-124.

Khalida, L. 2007. Krisis Percaya Diri Remaja Putri. Artikel. http://www.laurakhalida.multiply.com, 08/03/08.

Peale, N. V. 2004. Kiat Mempertahankan Prinsip Hidup dan Berpikir Positif. Yogyakarta: Media Abadi.

(22)

Wawuru, F. E. 2003. Perkembangan kepribadian dan religiusitas remaja. Jurnal ilmiah psikologi.“ARKHE” th.8/No.1/2003.

Wijanarko, M. 1997. Hubungan Sikap Religiusitas Dengan Rasa Bersalah Pada Remaja Akhir Yang Beragama Islam. Jurnal Psikologika. Nomor 3, Tahun II, hal.47-50.

Referensi

Dokumen terkait

2233 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Perangkat Daerah, visi dan misi Dinas Pendidikan tahun 2016, dokumen Pembangunan Pendidikan

Untuk itulah kita perlu mengetahui apa yang menjadi objek material dan objek formal suatu ilmu pengetahuan..

Kemampuan Purun Tikus ( Eleocharis dulcis ) Menyerap Logam Berat Timbal (Pb) yang Ditanam pada Media Limbah Cair Kelapa Sawit.. Program Studi Biologi, FMIPA,

[r]

Surat pernyataan salah satu dan/atau semua pengurus badan usaha tidak masuk dalam daftar hitam.dn tidak ada pengalaman

Pendidikan Sejarah UPI yang telah memfasilitasi penulis dalam banyak hal. terutama kepentingan administrasi

persamaan linear dua variable peserta didik SMAN 1 Rejotangan kelas X. Untuk mengetahui adanya pengaruh model pembelajaran Aptitude Treatment. Interaction terhadap motivasi

Salah satu contoh penerapan model pembelajaran inovatif adalah dengan cara membuat cerita digital dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dapat memberi