• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Muka Air Di Hulu Groundsill Tipe Ambang Lebar Dan Ogee

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Profil Muka Air Di Hulu Groundsill Tipe Ambang Lebar Dan Ogee"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Dinamika Rekayasa Vol. 3 No. 2 Agustus 2007 ISSN 1858-3075

PROFIL MUKA AIR DI HULU GROUNDSILL TIPE AMBANG LEBAR DAN OGEE

Water Surface Profile in Upstream of Groundsill with Type of Broad-crested and Ogee

Wahyu Widiyanto

Fakultas Sains dan Teknik Unsoed Purwokerto

ABSTRACT

A Groundsill is built with main purpose to control river bed. When groundsill is placed in a river there will cause water surface raises and creates backwater in upstream of the groundsill. It influences elevation of flood and inundation. The backwater will inundate riverbank or structures along backwater distance, and drainage become difficultier as well as cause dangerous spill. D ifferent type of groundsill will give different inundation impact. Therefore it needs to analyse water surface raises caused by different type of groundsill.

This study is aimed to analyse water surface profile in upstream of groundsill with two different type, i.e. broadcrested and ogee. Serang River data is used to analyse. HEC-RAS Version 4 Beta assist the calculation and analysis.

The calculation result shows that at the same height of sill, Ogee type give higher backwater level than broadcrested type. Nevertheless, the backwater distance is not different significantly.

Keywords : water surface profile, groundsill, broad-crested, Ogee

PENDAHULUAN

Groundsill atau ambang merupakan

salah satu jenis bangunan air yang dibangun menyilang sungai untuk mengendalikan dasar sungai. Termasuk dalam usaha pengendalian dasar sungai ini adalah menjaga dasar sungai agar tidak turun berlebihan, mengembalikan dasar sungai pada elevasi sebelum degradasi, atau memperoleh kemiringan dasar sungai yang baru sesuai kemiringan rencana. Penurunan dasar sungai yang terlalu berlebihan antara lain disebabkan oleh berkurangnya pasokan sedimen dari sebelah hulu karena dibangunnya suatu bangunan sungai seperti bendungan, checkdam, krib, dam sabo, atau bangunan lain. Selain oleh bangunan di sebelah hulu, pasokan sedimen juga dapat terganggu oleh adanya penambangan pasir atau batu yang berlebihan dari sungai yang bersangkutan. Hal-hal tersebut di waktu banjir akan membahayakan atau menyebabkan kerusakan fasilitas-fasilitas yang terdapat di sungai seperti fondasi perkuatan lereng, talud, tanggul, intake irigasi, pilar-pilar jembatan dan bangunan-bangunan lain.

Pada suatu ruas sungai, elevasi dasarnya dipengaruhi oleh jumlah sedimen yang datang dan meninggalkan ruas yang ditinjau. Apabila sedimen yang datang lebih

banyak daripada yang meninggalkan maka akan terjadi pengendapan (deposisi) dan dasar sungai akan naik (agradasi). Sebaliknya jika jumlah sedimen yang datang lebih sedikit dibandingkan yang meninggalkan maka akan terjadi erosi dan dasar sungai akan turun (degradasi). Kondisi seimbang akan tercapai bila banyaknya sedimen yang masuk sama dengan yang keluar.

Agradasi dan degradasi merupakan peristiwa yang wajar dialami oleh suatu sungai. Hanya saja apabila terjadi secara berlebihan akan mengganggu manfaat suatu sungai. Sebagai sebuah contoh adalah Sungai Progo. Material dasar Sungai Progo bukan merupakan lapisan tanah keras, tetapi terdiri dari pasir yang mudah bergerak bila terkena arus. Beberapa bagian dari sungai tersebut memiliki kondisi dasar yang mengalami penurunan (degradasi).

Penurunan dasar sungai Progo secara drastis telah mengakibatkan tidak berfungsinya bangunan pengambilan (intake) Bendung Sapon. Selain itu juga menyebabkan pilar fondasi jembatan Srandakan turun dan struktur di atasnya pun mengikuti turun sehingga lalu lintas terganggu (Bernas, 2007).

Untuk mengatasi masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut maka dibuat groundsill yang dibangun di

(2)

72

Sungai Progo tepatnya berada 300 meter ke arah hilir jembatan Srandakan. Groundsill

tersebut berupa bendung beton bertulang yang membentang dari sisi kiri hingga kanan sepanjang 300 meter. Karena jarak bentang cukup panjang, groundsill dibagi menjadi 20 bagian, masing-masing sepanjang 15 meter. Sedangkan elevasi puncak groundsill dibangun setinggi (sejajar) poer pondasi jembatan Srandakan, yaitu 0,5 meter di atas dasar sungai serta bagian yang tertanam 5,5 meter. Bangunan ini juga diperkuat dengan pondasi turap (beton bertulang).

Penyebab terjadinya penurunan dasar sungai Progo adalah akibat penambangan pasir yang berlebihan. Selain itu juga akibat berkurangnya pasokan pasir dari daerah hulu karena terdapat chekdam atau penangkap pasir di hulu.

Pembangunan groundsill dengan fungsi khusus dilakukan oleh P.T. Freeport Indonesia. Perusahaan pertambangan yang berlokasi di Pulau Irian tersebut melalui Departemen

Tailings & River Management Project (TRMP)

merancang sistem groundsill untuk meningkatkan proses pengendapan tailing

atau Pasir Sisa Tambang (SIRSAT) di Modified

Ajkwa Deposition Area (ModADA) yang

merupakan areal pengendapan yang terletak di kawasan dataran rendah dan pantai. Dengan adanya groundsill tersebut menyebabkan kekeruhan aliran sungai tailing

atau pasir sisa tambang sangat berkurang sehingga memungkinkan berbagai macam ikan air tawar dapat hidup dan berkeliaran sehingga mengundang datangnya burung-burung untuk memburu ikan-ikan di kejernihan aliran sungai tailings tersebut. Kemajuan aspek lingkungan ini telah dialami setelah adanya bangunan groundsill.

Struktur groundsill di wilayah pertambangan ini terbuat dari rangkaian bronjong (gabion groundsill) sepanjang 1,9 km yang membentang dari Tanggul Barat ke Tanggul Timur kolam pengendapan tailing, yang diisi dengan batuan yang telah disaring dengan ukuran tertentu (P.T. Freeport Indonesia, 2008).

Apabila sebuah groundsill dibangun pada suatu sungai, maka air di bagian hulunya akan naik dan menyebabkan terjadinya aliran balik (backwater). Hal ini bisa berdampak pada kenaikan muka air banjir,

Aliran balik yang terjadi akan menggenangi dataran atau bangunan yang tercakup dalam jarak aliran balik sehingga kondisi drainasenya menjadi lebih rumit. Pada saat banjir dapat terjadi luapan yang berbahaya bagi daerah sekitarnya.

Kajian ini mengulas kenaikan muka air yang terjadi akibat adanya groundsill. Dalam hal ini akan dibahas dua tipe groundsill dan pengaruhnya terhadap profil muka air di hulunya. Dua tipe groundsill tersebut adalah tipe ambang lebar dan ambang Ogee. Hitungan dilakukan saat sungai dalam kondisi banjir.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hidraulika

Perubahan kedalaman aliran sepanjang saluran dapat disebabkan oleh satu atau lebih alasan-alasan berikut ini : (i) perubahan bentuk penampang, (ii) perubahan debit sepanjang saluran, (iii) adanya penampang kontrol, dan (iv) perubahan kemiringan dasar sepanjang saluran (Ranga Raju, 1986).

Groundsill termasuk salah satu

bangunan yang dapat dikelompokkan ke dalam jenis bangunan kontrol sehingga penampang dimana groundsill berada dapat disebut sebagai penampang kontrol. Akibat adanya bangunan groundsill maka kedalaman air akan berubah. Apabila ketinggian air di atas

groundsill diketahui maka akan dapat dicari

kedalaman air di bagian hulu pada titik-titik atau lokasi yang ditinjau. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui genangan yang timbul akibat adanya groundsill.

Bila sungai memiliki kemiringan subkritis maka aliran mula-mula bersifat subkritis. Dengan adanya groundsill, permukaan air yang terbendung naik dengan jarak yang panjang ke hulu dan disebut lengkung air balik

(backwater curve). Penambahan air ini

diperlukan untuk membentuk tekanan yang cukup agar kecepatan bertambah dan dapat mendorong air melampaui groundsill. Akibat pembendungan air di belakang groundsill ini disebut akibat air balik (backwater effect). Pada bagian hilir lengkung air balik berubah menjadi lengkung penurunan muka air yang melandai, menyerupai air yang melewati pelimpah.

(3)

73

Gambar 1. Profil muka air M1

Garis AB adalah jarak aliran balik dan kurva CD adalah kurva aliran balik. Profil muka air yang terbentuk di hulu suatu bangunan yang menyilang sungai adalah profil M1 atau disebut garis pembendungan dan termasuk dalam jenis aliran berubah lambat laun

(gradually varied flow).

Perhitungan profil aliran berubah lambat laun pada dasarnya meliputi penyelesaian persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun. Sasaran utama dari perhitungan ini ialah menentukan bentuk profil aliran. Bila digolongkan secara umum, ada tiga metode perhitungan, yakni metode integrasi grafis, metode integrasi langsung dan metode pentahapan.

Untuk saluran alam pada umumnya, jika aliran pada taraf air normal maka profil aliran pada bagian saluran yang pendek akan menyerupai aliran seragam, tetapi sedikit berubah akibat ketidakteraturan setempat dari saluran. Untuk aliran berubah lambat laun, dapat dilakukan penyelesaian secara perkiraan dengan metode integrasi langsung atau metode tahapan langsung, dianggap bahwa saluran prismatik memiliki sifat-sifat geometris dan hidrolik yang sama dengan saluran alam. Namun untuk penyelesaian dalam praktek yang teliti disarankan metode tahapan standar (Chow, 1992).

Dalam perhitungan profil aliran, hal-hal sebagai berikut ini umumnya diperlukan : (1) debit di mana profil alirannya dikehendaki; (2) ketinggian muka air di penampang kontrol; (3) unsur-unsur geometris pada berbagai penampang di sepanjang saluran untuk setiap kedalaman aliran; (4) kekasaran saluran dan kehilangan energi akibat pusaran pada berbagai penampang.

Suatu aliran berubah lambat laun dalam saluran dapat ditentukan profil muka airnya dengan rumus pokok sebagai berikut:

3 2 0

1

gA

T

Q

I

I

dx

dy

f

=

………(1)

Dengan y : tinggi muka air atau kedalaman aliran; x : jarak horisontal; I0 :

kemiringan dasar saluran; If : kemiringan

energi; Q : debit aliran; T : lebar saluran; A : luas tampang saluran dan g : percepatan gravitasi.

Kedalaman aliran di sepanjang saluran dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan diferensial untuk aliran beraturan (Persamaan 1). Hitungan biasanya dimulai dari suatu tampang di mana hubungan antara elevasi muka air (kedalaman) dan debit diketahui. Tampang tersebut dikenal sebagai tampang (titik) kontrol.

Groundsill

Secara umum, terdapat 2 tipe groundsill

yaitu ambang datar dan ambang pelimpah. Ambang datar hampir tidak mempunyai terjunan atau terjunannya rendah dan elevasi mercunya hampir sama / sedikit di atas permukaan dasar sungai dan berfungsi untuk menjaga agar permukaan dasar sungai tidak turun lagi. Sedang ambang pelimpah mempunyai terjunan sehingga elevasi permukaan dasar sungai di sebelah hulu

groundsill lebih tinggi dari elevasi permukaan

dasar sungai di sebelah hilirnya dan tujuannya adalah untuk lebih melandaikan kemiringan dasar sungai (Sosrodarsono, 1984). Ogee termasuk jenis ambang pelimpah. Groundsill

terdiri atas : badan groundsill, lantai hilir, pelindung dasar sungai, dinding penahan tanah, dan tanggul. Konstruksi umum

A B h C l D M1

(4)

74

bangunan groundsill dapat dilihat pada Gambar 2 (mercu ogee) dan Gambar 3 (mercu ambang lebar / broad crested weir).

Gambar 2. Bentuk groundsill dengan mercu ogee

Gambar 3. Bentuk groundsill dengan mercu datar

Di samping Ogee dikenal pula bentuk ambang pelimpah yang lain seperti ambang bulat, USBR, Saf, dan sebagainya. Dalam kajian ini bentuk mercu groundsill yang ditinjau adalah tipe mercu ambang bulat dan ambang datar (broad crested weir). Persamaan debit limpasan diatas mercu ambang bulat adalah sebagai berikut : 5 , 1

3

2

3

2

.

g

b

h

C

Q

=

d ……...(2)

Dengan h : tinggi air di atas mercu; Q : debit limpasan diatas mercu bendung (m3/det); Cd = koefisien debit; g = kecepatan gravitasi (9,8 m/det2); b = lebar mercu bendung (m).

Sedangkan persamaan debit limpasan di atas mercu ambang datar adalah :

5 , 1

2

3

2

bh

C

g

Q

=

d ...(3) dengan: Cd : koefisien debit, diambil 0,578 untuk ambang lebar (Novak, et. al, 2001 dalam Puser Bumi, 2007); b: lebar mercu.

HEC – RAS Versi 4 Beta

Dalam analisis ini akan digunakan bantuan piranti lunak (software) komputer untuk menghitung profil muka air di hulu

groundsill. Piranti lunak yang dimaksud adalah

HEC-RAS Versi 4 Beta, yang merupakan piranti lunak hasil pengembangan US Army Corps of Engineers. HEC-RAS (Hydraulic Engineering Center- River Analysis System) merupakan software 1-D, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan analisis aliran satu dimensi, baik untuk aliran permanen maupun tidak permanen, baik pada saluran alami maupun buatan. HEC-RAS dapat juga digunakan, baik untuk analisis aliran sub kritis, superkritis maupun gabungan keduanya. Data

Untuk analisis menggunakan HEC RAS diperlukan data masukan sesuai kasus yang ditinjau. Untuk analisis profil muka air akibat pembendungan data yang diperlukan setidaknya adalah data mengenai sistem pola sungai pada jaringan sistem sungai beserta anak sungainya, penampang melintang sungai, serta kondisi batas yang sesuai.

Data sebagai bahan hitungan dan analisis yang dibutuhkan untuk HEC-RAS diambil dari data Sungai Serang beserta anak-anak sungainya yaitu Sungai Carik Timur, Sungai Nagung dan Sungai Pening. Sungai Serang membelah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan bermuara di Samudera Indonesia.

Langkah-langkah Analisis

Dalam kajian ini, dilakukan simulasi tentang analisis profil muka air di hulu

groundsill dengan bantuan software HEC RAS

versi 4 Beta, dimana analisisnya menggunakan analisis aliran unsteady, sehingga nantinya akan dapat diketahui profil muka air maksimum yang terjadi dengan kala ulang 25 tahun.

Selanjutnya dikerjakan langkah-langkah berikut ini yaitu : (1) penggambaran skema jaringan dan anak sungai serta sistem saluran yang ada; (2) interpretasi data penampang melintang dari sungai utama dan anak sungai beserta saluran yang ada; (3) penentuan data penampang melintang yang representatif sebagai input simulasi sistem sungai yang ada; (4) penggunaan data hidrologi sebagai kondisi batas bagian hulu; (5) penentuan gelombang pasang surut sebagai kondisi batas bagian hilir.

Kondisi batas yang dipakai adalah flow

hydrograf di tiap hulu sungai (baik sungai

(5)

75

hydrograf pada bagian hilir sungai. Data

masukan flow hydrograf diambil dari hidrograf banjir Q25th hasil interpretasi banjir yang dibuat Sogreah (Sanidhya, 2004). Sedangkan stage hydrograf diambil dari grafik pasang surut semi

diurnal tide yang diukur di Pelabuhan Ikan

Sadeng Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain kondisi batas, di tiap titik awal simulasi juga harus dimasukkan kondisi awal yang berupa debit banjir pada saat t = 0.

Dua tipe groundsill yang akan dianalisis ditempatkan pada lokasi yang sekiranya membutuhkan bangunan groundsill. Dalam hal ini dipilh diletakkan di salah satu anak Sungai Serang yaitu Sungai Nagung (Gambar 4) tepatnya pada Stasioning 49 yang berjarak 2376 meter dari pertemuan dengan sungai utama (Sungai Serang). Peletakan groundsill

pada lokasi ini hanya untuk keperluan simulasi dan kenyataannya tidak ada di lapangan. Gambar skema sungai yang lebih lengkap dan jelas dapat dilihat pada lampiran.

Gambar 4. Sketsa Skema Sistem Sungai Serang

Grafik profil muka air di hulu groundsill

pada saat muka air maksimum dapat dilihat pada lampiran. Grafik tersebut merupakan hasil running dengan HEC-RAS. Elevasi dasar sungai dimana groundsill ditempatkan adalah 3,34. Ketinggian groundsill dipakai 2,5 m sehingga puncaknya berada pada elevasi 5,84. Pemilihan ketinggian 2,5 m ni dengan alasan agar melebihi kedalaman kritis (hcr). Dari debit dan lebar sungai yang telah diketahui maka dapat dihitung kedalaman kritis dengan rumus : 3 2 2

gB

Q

h

kr

=

………..(4)

Dari grafik dapat diketahui elevasi muka air. Pada lokasi dimana groundsill berada merupakan penampang kontrol. Pada bagian ini ketinggian muka air sebelum ada groundsill

adalah 7,71. Sedangkan dengan adanya

groundsill ambang lebar elevasi naik 8,00

sehingga ketinggian air di atas ambang adalah 2,16 m. Untuk groundsill ambang Ogee muka airnya berada pada elevasi 8,11 sehingga ketinggian air di atas ambang adalah 2,27 m. Dengan demikian, elevasi muka air oleh akibat

groundsill ambang Ogee lebih tinggi daripada

ambang lebar. Untuk titik-titik selanjutnya ke arah hulu juga demikian, tetapi dengan selisih yang semakin mengecil dan berakhir pada titik air balik yang sama yaitu pada stasioning 3195..

Jarak aliran balik atau panjang pembendungan juga dapat diketahui dari grafik. Bertemunya muka air sebelum dan sesudah ada grounsill yaitu pada stasioning 3195. diketahui di depan bahwa stasioning dimana

groundsill berada adalah 2373. dengan

demikian panjang pembendungan adalah 822 m.

Dalam perencanaan, sepanjang jarak aliran balik ini perlu ditinjau apakah terdapat obyek-obyek yang akan terganggu bila

groundsill dipasang, seperti outlet drainase,

bantaran banjir, lahan pertanian dan sebagainya.

KESIMPULAN Kesimpulan

1. Pada ketinggian ambang yang sama, profil muka air balik (profil M1) yang diakibatkan oleh bangunan groundsill ambang Ogee lebih tinggi dibandingkan dengan ambang lebar.

2. Jarak aliran balik atau panjang pembendungan yang dipengaruhi oleh adanya bangunan groundsill tidak berbeda secara signifikan antara tipe ambang lebar dan tipe Ogee.

3. Profil muka air yang dihasilkan dari suatu sistem alur sungai sangat bergantung dari nilai debit masukan di hulu, pasang surut di hilir, serta keadaan tampang sungai, baik melintang maupun memanjang. 4. Pemilihan koefisien ambang (koefisien

debit) mempengaruhi jalannya running

software dan hasil hitungan profil muka air.

S. Carik Timur S. Nagung S. Pening

S. Serang

(6)

76

DAFTAR PUSTAKA

Bernas, Section Groundsil Progo Diper- baiki Maret, www.infomedia.com, diakses tanggal 5 Mei 2008.

Chow, V.T., 1992, Hidrolika Saluran Terbuka (Terjemahan), Erlangga, Jakarta

Hydrologic Engineering Center, 2002, River Analysis System Hydraulic Reference, Davis, California.

Rangaraju, K.G., 1986, Aliran Melalui Saluran Terbuka (Terjemahan), Erlangga, Jakarta

P.T. Freeport Indonesia, Laporan Terbaru

Gabion Groundsill, http:// www.ptfi.co.id

diakses pada 5 Mei 2008.

P.T. Puser Bumi Consultant, 2007, Perencanaan Detail Desain Sungai Opak Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Proyek

Sanidhya, N.P., 2004, Analisis Banjir Sungai Serang Berdasarkan Simulasi Aliran

Unsteady dengan Menggunakan Software

HEC-RAS Versi 3.1., Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil UGM

Sosrodarsono, S., Tominaga, M., 1985, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Pradnya Paramita, Jakarta

(7)

77 2200 2400 2600 2800 3000 3200 6 7 8 9 10

Jurnal ONSOED Plan: 1) brcst 2m 5/15/2008 2) perbaikan04 5/13/2008 3) ogee 2m 5/15/2008

Main Channel Distance (m)

Elevation (m)

Legend

Crit Max WS - perbaikan04 M.A. Max Broad crest

M.A. Max Ogee M.A. Max Eksisting Crit Max WS - brcst 2m Crit Max WS - ogee 2m

Ground Tebing Kiri Tebing Kanan

63

Nagung River Nagung River

LAMPIRAN 0 1000 2000 3000 4000 5000 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Jurnal ONSOED Plan: 1) brcst 2m 5/15/2008 2) perbaikan04 5/13/2008 3) ogee 2m 5/15/2008

Main Channel Distance (m)

Elevation (m)

Legend

Crit Max WS - perbaikan04 M.A. Max Broad crest

M.A. Max Ogee M.A. Max Eksisting Crit Max WS - brcst 2m Crit Max WS - ogee 2m

Ground Tebing Kiri Tebing Kanan

4 6 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 49 55 59 63 65 69 73 77 81 83 88 90 93

Nagung River Nagung River

(8)

78 Carik Tim ur 37 36 35 33 32 31 30 29 28 27 25 24 23 22 21 20 18 17 16 1514 9 5 1 C a r i k T im u r Lower Serang 1 30 23 17 10 6 1 Lower Se rang 2 77 73 69 65 60 57 53 45 41 37 L owe r Se r a n g 2 Nagung Riv er 93 88 83 77 69 63 59 55 50 44 36 32 28 20 16 8 2 N a gu ng R i v e r Pening Riv er 142 134 130 123 116 108 100 94 90 86 78 71 67 63 58 54 50 46 42 38 34 26 22 18 14 10 6 2 Pe ni ng R iv e r Upp er Serang 109 Uppe r Se rang B A

136 of th e 137 XS's are not Geo-Ref e renced ( Geo-Ref user entered XS Ge o-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interp olated XS)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 0 10 20 30 40 50 60

River: Carik Timur Reach: Carik Timur RS: 37

Simulation Tim e (day s)

Flow (m3/s)

Leg end

Flow

(9)

79 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8

River: L ower Seran g 1 Reach: Lo wer S eran g 1 RS: 1

Simulation Tim e (day s)

Stage (m) Leg end Sta ge 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 0 50 100 150 200 250

Riv er: Nagung Riv er Reach: Nagung River RS: 93

Simulation Tim e (day s)

Flow (m3/s)

Leg end

(10)

80 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Riv er: Pening Rive r Reach: Pening Riv er RS: 142

Simulation Tim e (day s)

Flow (m3/s) Leg end Flow 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 0 200 400 600 800

Riv er: Upper Serang Reach: Upper Serang RS: 167

Simulation Tim e (day s)

Flow (m3/s)

Leg end

Gambar

Gambar 1. Profil muka air M1
Gambar skema sungai yang lebih lengkap dan  jelas dapat dilihat pada lampiran.

Referensi

Dokumen terkait

14 Metode ini digunakan untuk menggali data yang dengan mudah diamati secara langsung: keadaan umum sekolah, jumlah peserta didik MTs NU 01 Banyuputih

Oleh karena itu untuk menyikapi kondisi pariwisata di Indonesia yang belum banyak diketahui masyarakat karena kurang gencarnya pemasaran, maka perlu diketahui potensi dan

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa pada kelas eksperimen sikap kreatif siswa dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang memiliki peningkatan yang

Begitupun konseli jarang menjaga kebersihan tubuh dalam hal mandi tidak memakai sabun mandi dan ketika konseli hendak berwudlu konselor mendapati tidak sesuai yang pertama di basuh

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap percabangan aliran dengan diameter (½ inchi, ¾ inchi, 1 inchi) maka dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:

Polisakarida yang terkandung di dalam rumput laut memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai struktur penyusun dinding sel untuk memberi kekuatan mekanik yang bersifat tidak

Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang delima terhadap bakteri Staphylococcus aureus menggunakan silinder dengan diameter dalam 6 mm dan diameter

[r]