• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyediaan Dan Karakterisasi Kitosan Dari Kulit Udang Lipan (Squilla Mantis) Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyediaan Dan Karakterisasi Kitosan Dari Kulit Udang Lipan (Squilla Mantis) Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEDIAAN DAN KARAKTERISASI KITOSAN DARI KULIT

UDANG LIPAN (

Squilla mantis

) SEBAGAI ADSORBEN

UNTUK MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RETNA DAMAYANTI 090822015

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENYEDIAAN DAN KARAKTERISASI

KITOSAN DARI KULIT UDANG LIPAN (Squilla

mantis) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK

MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Rumondang Bulan. NST. MS Prof.Dr.Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil

NIP.19540830195032001 NIP.195308171983031002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(3)

PERNYATAAN

PENYEDIAAN DAN KARAKTERISASI KITOSAN DARI KULIT

UDANG LIPAN (

Squilla mantis

) SEBAGAI ADSORBEN

UNTUK MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang dengan segala curahan rahmat serta cinta-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Serta shalawat dan salam saya sampaikan pada Rasulullah Muhammad SAW, sebagai sosok tauladan umat.

Selanjutnya saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang terdalam dan tulus kepada Ayahanda tersayang dan Ibunda tercinta atas segala doa, semangat, bimbingan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan studi saya sampai sekarang ini. Serta tak lupa terima kasih untuk Suami Tercinta yang telah memberikan izin dan dukungan kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill selaku dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan topik skripsi ini dan banyak memberikan tunjuk ajar serta pengarahan, bimbingan, masukan dan saran sehingga terselesaikannya skripsi ini. Kepada Ibu DR. Rumondang Bulan Nst, MS selaku dosen Pembimbing II juga sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak membantu hingga selesainya skripsi ini. Kepada serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa studi saya di FMIPA USU, Kepada Bapak Dr. Darwin Yunus Nst.MS sebagai Koordinator Kimia Ektensi yang telah banyak memberikan dukungannya kepada saya.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013

(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai penyediaan dan karakterisasi kitosan dari kulit udang lipan (Squilla mantis) sebagai adsorben untuk menurunkan kadar kolesterol. Kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi kitin. Kitosan yang diperoleh digunakan sebagai adsorben untuk menurunkan kadar kolesterol, dengan cara menambahakan kitosan dengan variasi massa sebanyak 1, 3, 5 dan 7 gram ke dalam hasil ekstraksi lemak dan dengan variasi waktu perendaman 15, 30, 45 dan 60 menit. Besarnya kadar kolesterol dianalisis dengan menggunakan metode Kromatografi Gas (KG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan 1 gram kitosan , kadar kolesterol akan menurun sebesar 12,43%; 19,28%; 25,57% dan 32,94%. Pada penambahan 3 gram kitosan, kadar kolesterol akan menurun sebesar 14,37%; 25,46%; 32,18% dan 37,54%. Dengan penambahan 5 gram kitosan , kadar kolesterol akan menurun sebesar 32,89%; 36,12%; 42,46% dan 48,57%. Dan dengan penambahan 7 gram kitosan, kadar kolesterol akan menurun sebesar 28,75%; 32,54%; 35,23% dan 37,48%.

(6)

THE PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF CHITOSAN FROM MANTIS SHELL (Squilla mantis) AS AN ADSORBENT

TO DECREASE CONCENTRATION OF CHOLESTEROL

ABSTRACT

A research about the manufacture and characterization of chitosan from mantis shells (Callinectes Sapidus) as an adsorbent to decrease concentration of cholesterol has been studied. Chitosan is obtained through the deacetylation process of chitin. That chitosan used as adsorbent to decrease concentration of cholesterol by adding chitosan with the variation of mass 1, 3, 5 and 7 grams into the result extraction of fat and with the variation of immersion time 15, 30, 45 and 60 minutes. The concentration of cholesterol are analyzed by using Gas Chromatography (GC). The result of research show that by adding 1 gram chitosan, concentration of chitosan decreased 12,43%; 19,28%; 25,57% and 32,94% respectively. In addition 3 grams chitosan, concentration of cholesterol decreased 14,37%; 25,46%; 32,18% and 37,54% respectively. By adding 5 grams chitosan, concentration of cholesterol decreased 32,89%; 36,12%; 42,46% and 48,57% respectively. And by adding 7 grams chitosan, concentration of cholesterol decreased 28,75%; 32,54%; 35,23% and 37,48% resperctively.

Keyword : Squilla mantis, Chitosan, Absorbent, Cholesterol

(7)

DAFTAR ISI

2.6 Spektroskopi IR dan FTIR 2.7 Kromatografi Gas

2.7.1 Sistem Peralatan Kromatografi Gas 2.7.2 Pemakaian Kromatografi Gas

Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat 3.1.2 Bahan-bahan 3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.2.2 Proses Ekstraksi Kitin

3.2.3 Proses Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan 3.2.4 Penentuan Kadar Air (AOAC 1995) 3.2.5 Penentuan Kadar Abu (AOAC 1995) 3.3.6 Analisis Unsur C, H, dan N

3.2.7 Proses Penentuan Kadar Kolesterol dari Lemak Udang lipan

(8)

3.3 Bagan penelitian

3.3.1 Proses Ekstraksi Kitin

3.3.2 Proses Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan

3.3.3 Penentuan Kadar Kolesterol dari Lemak Udang lipan 3.3.4 Proses Penyerapan Kolesterol

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil penelitian

4.1.1 Kitin 4.1.2 Kitosan

4.1.3 Penentuan Kolesterol 4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

4.2.2 Koefisien Korelasi 4.2.3 Penentuan Konsentrasi

4.2.4 Penentuan Kadar Kolesterol setelah Penambahan Kitosan

4.2.4.1 Penentuan Kadar Kolesterol setelah Penambahan 1 gram Kitosan

4.2.4.2 Penentuan Kadar Kolesterol setelah Penambahan 3 gram Kitosan

4.2.4.3 Penentuan Kadar Kolesterol setelah Penambahan 5 gram Kitosan

4.2.4.4 Penentuan Kadar Kolesterol setelah Penambahan 7 gram Kitosan

4.3 Pembahasan

4.3.1 Penentuan Derajat Deasetilasi 4.3.2 Analisa spektrum FT-IR

4.3.3 Pengaruh Kitosan Terhadap Kadar Kolesterol

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Kitin Komersil Tabel 2.2 Spesifikasi Kitosan Komersil

Tabel 2.3 Aplikasi dan Fungsi Kitosan di Berbagai Bidang

Tabel 4.1 Kitin dan Kitosan yang dihasilkan dari Kulit Udang lipan Tabel 4.2 Karakterisasi Kitin Udang lipan

Tabel 4.3 Analisis Unsur C, H, dan N pada Kitin Tabel 4.4 Karakteristik Kitosan Udang lipan Tabel 4.5 Analisis Unsur C, H dan N pada Kitosan

Tabel 4.6 Kondisi Alat GC Merek Helwett Packard HP-6890 pada Pengukuran Larutan Standar Kolesterol

Tabel 4.7 Data Larutan Standar Kolesterol

Tabel 4.8 Data Hasil Penurunan Persamaan Regresi untuk Kolesterol Tabel 4.9 Data Hasil Luas Puncak Kolesterol pada Lemak Udang lipan Tabel 4.10 Pengaruh Waktu Perendaman 1 gram Kitosan Terhadap Penyerapan Kolesterol dari Lemak Udang lipan

Tabel 4.11 Pengaruh Waktu Perendaman 3 gram Kitosan Terhadap Penyerapan Kolesterol dari Lemak Udang lipan

Tabel 4.12 Pengaruh Waktu Perendaman 5 gram Kitosan Terhadap Penyerapan Kolesterol dari Lemak Udang lipan

Tabel 4.13 Pengaruh Waktu Perendaman 7 gram Kitosan Terhadap Penyerapan Kolesterol dari Lemak Udang lipan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kitin Gambar 2.2 Struktur Kitosan Gambar 2.3 Struktur Kolesterol

Gambar 2.4 Skematis Alat Kromatografi Gas

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Gambar 1. Spektrum FT-IR Kitin Udang lipan Gambar 2. Spektrum FT-IR Kitosan Udang lipan Gambar 3. Spektrum FT-IR Kitosan Komersil Gambar 4. Kromatogram larutan standar Kolesterol dengan konsentrasi 0.01 g/ml

Gambar 5. Kromatogram larutan standar Kolesterol dengan konsentrasi 0,02 g/ml

Gambar 6. Kromatogram larutan standar Kolseterol dengan konsentrasi 0,03 g/ml

Gambar 7. Kromatogram larutan standar Kolesterol dengan konsentrasi 0,04 g/ml

Gambar 8. Kromatogram larutan standar Kolesterol dengan konsentrasi 0,05 g/ml

Gambar 9. Kromatogram sampel kolesterol I Gambar 10. Kromatogram sampel kolesterol II Gambar 11. Kromatogram sampel kolesterol III

Gambar 12. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 1 gram kitosan dengan waktu perendaman 15 menit

Gambar 13. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 1 gram kitosan dengan waktu perendaman 30 menit

Gambar 14. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 1 gram kitosan dengan waktu perendaman 45 menit

Gambar 15. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 1 gram kitosan dengan waktu perendaman 60 menit

Gambar 16. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 3 gram kitosan dengan waktu perendaman 15 menit

Gambar 17. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 3 gram kitosan dengan waktu perendaman 30 menit

Gambar 18. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 3 gram kitosan dengan waktu perendaman 45 menit

Gambar 19. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 3 gram kitosan dengan waktu perendaman 60 menit

Gambar 20. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 5 gram kitosan dengan waktu perendaman 15 menit

Gambar 21. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 5 gram kitosan dengan waktu perendaman 30 menit

Gambar 22. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 5 gram kitosan dengan waktu perendaman 45 menit

Gambar 23. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 5 gram kitosan dengan waktu perendaman 60 menit

Gambar 24. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 7 gram kitosan dengan waktu perendaman 15 menit

(12)

Gambar 26. Kromatogram sampel kolesterol setelah penambahan 7 gram kitosan dengan waktu perendaman 45 menit

(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai penyediaan dan karakterisasi kitosan dari kulit udang lipan (Squilla mantis) sebagai adsorben untuk menurunkan kadar kolesterol. Kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi kitin. Kitosan yang diperoleh digunakan sebagai adsorben untuk menurunkan kadar kolesterol, dengan cara menambahakan kitosan dengan variasi massa sebanyak 1, 3, 5 dan 7 gram ke dalam hasil ekstraksi lemak dan dengan variasi waktu perendaman 15, 30, 45 dan 60 menit. Besarnya kadar kolesterol dianalisis dengan menggunakan metode Kromatografi Gas (KG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan 1 gram kitosan , kadar kolesterol akan menurun sebesar 12,43%; 19,28%; 25,57% dan 32,94%. Pada penambahan 3 gram kitosan, kadar kolesterol akan menurun sebesar 14,37%; 25,46%; 32,18% dan 37,54%. Dengan penambahan 5 gram kitosan , kadar kolesterol akan menurun sebesar 32,89%; 36,12%; 42,46% dan 48,57%. Dan dengan penambahan 7 gram kitosan, kadar kolesterol akan menurun sebesar 28,75%; 32,54%; 35,23% dan 37,48%.

(14)

THE PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF CHITOSAN FROM MANTIS SHELL (Squilla mantis) AS AN ADSORBENT

TO DECREASE CONCENTRATION OF CHOLESTEROL

ABSTRACT

A research about the manufacture and characterization of chitosan from mantis shells (Callinectes Sapidus) as an adsorbent to decrease concentration of cholesterol has been studied. Chitosan is obtained through the deacetylation process of chitin. That chitosan used as adsorbent to decrease concentration of cholesterol by adding chitosan with the variation of mass 1, 3, 5 and 7 grams into the result extraction of fat and with the variation of immersion time 15, 30, 45 and 60 minutes. The concentration of cholesterol are analyzed by using Gas Chromatography (GC). The result of research show that by adding 1 gram chitosan, concentration of chitosan decreased 12,43%; 19,28%; 25,57% and 32,94% respectively. In addition 3 grams chitosan, concentration of cholesterol decreased 14,37%; 25,46%; 32,18% and 37,54% respectively. By adding 5 grams chitosan, concentration of cholesterol decreased 32,89%; 36,12%; 42,46% and 48,57% respectively. And by adding 7 grams chitosan, concentration of cholesterol decreased 28,75%; 32,54%; 35,23% and 37,48% resperctively.

Keyword : Squilla mantis, Chitosan, Absorbent, Cholesterol

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kitin adalah polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, alginat, dan sebagainya

yang dapat terdegradasi secara alami dan non toksik. Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4)-2-asetamido-2deoksi-D-glucopiranosa, sedangkan kitosan adalah deasetilasi kitin (Merck Index, 1976).

Kitin banyak didapati pada kulit-kulit luar arthropoda, crustacea (seperti

udang, rajungan, dan lobster), mollusca, annelida, dinding yeast dan serangga. Kitin

juga terdapat pada tumbuhan tingkat rendah seperti jamur terutama pada bagian

miselium dan sporanya (Muzzarelli, 1977).

Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan bahan baku kitin yang

banyak terdapat dalam kulit udang, kulit udang lipan, dan cumi-cumi akan menjadi

sangat potensial dalam produksi kitin dan kitosan. Pemanfaatan udang lipan

umumnya baru terbatas untuk keperluan makanan, biasanya hanya dagingnya saja

yang diambil sedangkan kulitnya dibuang, padahal kulit udang lipan mengandung

senyawa kitin yang cukup tinggi yaitu, sekitar 20-30 % berat kulit keringnya.

Sedangkan kulit udang lipan sendiri merupakan limbah pengalengan udang lipan

yang belum diolah secara maksimal. Penggunaan kitin dibatasi oleh sifat-sifat yang

tidak larut dan sulit dipisahkan dengan bahan lain yang terikat terutama protein,

sehingga untuk pemanfaatannya kitin perlu diubah terlebih dahulu menjadi kitosan

Salah satu cara lain memanfaatkan limbah ini adalah dengan mengektraksi

senyawa kitin yang terdapat di dalamnya, lalu dengan proses deasetilasi kitin diolah

(16)

proses yang relatif sederhana , karena itin masih terikat dengan unsur-unsur lainnya

antara lain protein dan mineral. (Romatua, 2002)

Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari

proses deasetilasi kitin dengan menggunakan alkali kuat. Kitosan bersifat sebagai

polimer kationik yang tidak larut dalam air, dan larutan alkali dengan pH di atas 6,5.

Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam

sitrat (Rahayu, 2007).

Untuk menghasilkan kitosan yang bermutu tinggi tergantung pada kitin yang

dihasilkan. Sekiranya kitin yang dihasilkan tidak murni, maka tidak akan dihasilkan

kitosan. Untuk inilah perlu diketahui derajat deasetilasi di dalam kitosan, karena

merupakan sifat utama dari kitosan. Kitosan mempunyai kadar nitrogen yang

bergantung kepada derajat deasetilasi. Salah satu metode untuk mengetahui derajat

deasetilasi adalah dengan menggunakan spektrofotometri (Muzarelli, 1977).

Kitosan merupakan biopolimer yang banyak digunakan di berbagai industri

kimia, antara lain dipakai sebagai koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan

pelembab, pelapis benih yang akan ditanam, adsorben ion logam, anti kanker /anti

tumor, anti lemak, komponen tambahan pakan ternak, sebagai lensa kontak, pelarut

lemak, dan pengawet makanan (Rahayu, 2007).

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga

kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber

energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram

minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein

hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang

disebut lemak, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak

mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak

hewani ada yang berbentuk padat yang biasa berasal dari lemak susu, lemak babi,

lemak sapi. Minyak atau lemak, mengandung asam-asam lemak essensial seperti

asam linoleat, linolenat dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh

(17)

Salah satu upaya untuk menurunkan kadar lemak dalam lemak dengan

menggunakan biopolimer kitosan. Senyawa ini akan membawa muatan listrik positif,

dapat menyatu dengan zat asam empedu yang bermuatan negatif sehingga

menghambat penyerapan lemak, karena zat lemak yang masuk bersama makanan

harus dicerna dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver

(Hargono, 2008).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

pengaruh penambahan kitosan dari kulit udang lipan terhadap penyerapan kolesterol

dari lemak udang lipan.

1.2Permasalahan

Apakah kitosan dari kulit udang lipan dapat digunakan sebagai adsorben

untuk menurunkan kadar kolesterol dari lemak udang lipan.

1.3Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada penyediaan kitin dari kulit udang lipan

serta penyerapan kolesterol dari lemak udang lipan pada penambahan kitosan dengan

variasi massa (1, 3, 5 dan 7) gram kitosan dan dengan variasi waktu perendaman

(15, 30, 45 dan 60) menit.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan penyediaan dan

karakterisasi kitosan dari kulit udang lipan sebagai adsorben untuk menurunkan

(18)

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hasil

ekstraksi kitosan dari kulit udang lipan dapat digunakan untuk menurunkan kadar

kolesterol.

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian laboratorium, dimana isolasi kitin dari kulit

udang lipan melalui tiga tahap, yaitu deproteinasi dengan NaOH encer,

demineralisasi dengan HCl selanjutnya proses deasetilasi dengan penambahan NaOH

untuk menghasilkan kitosan. Penentuan kadar kolesterol dari lemak udang lipan

dilakukan dengan mengekstraksi lemak terlebih dahulu. Proses penyerapan lemak

dari lemak udang lipan dilakukan dengan penambahan kitosan sebanyak 1 gram

dengan variasi waktu perendaman 15, 30, 45 dan 60 menit. Kemudian dilakukan hal

yang sama untuk variasi penambahan kitosan sebanyak 3, 5 dan 7 gram. Kemudian

hasilnya dianalisa secara kromatografi gas.

1.7Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA USU dan di

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udang Lipan (Squilla mantis )

Udang lipan (Squilla matis) merupakan salah satu spesies yang termasuk

dalam kelas Krustase. Panjanag udang ini mencapai 30-35 cm. Jenis udang ini

memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna gelap, coklat hingga yang

berwarna terang seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Udang Lipan

Morpologi :

Kingdom : Anninula

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostacea

Ordo : Stomapoda

Famili : Squilla mantis

Genus : Harpiosquilla

(20)

2.2 Kitin

Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi-β-(1→4)-D-glukopiranosa) dengan

rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O.

Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang

terikat di posisi atom C-2. Gugus pada C-2 selulosa adalah gugus hidroksil,

sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHCOCH3, asetamida)

O

Gambar 2.1 Struktur kitin

Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah

selulosa. Kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan

jamur dari genus Mucor, Phycomyces, dan Saccharomyces. Keberadaan kitin di alam

umumnya terikat pada protein, mineral, dan beragai macam pigmen. Sebagian besar

kelompok Crustacea, seperti udang lipan, udang dan lobster, merupakan merupakan

sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin diproduksi secara komerisal 120 ribu

ton per tahun. Kitin yang berasal dari udang lipan dan udang sebesar 39 ribu ton

(32,5%) dan dari jamur 32 ribu ton (26,7%) (Knorr,1991).

Kitin yang terdapat pada kulit ini masih terikat dengan protein, CaCO3,

pigmen dan lemak. Berbagai teknik dilakukan untuk memisahkannya, tetapi melalui

tiga tahapan yaitu demineralisasi dengan HCl encer, deproteinisasi dengan NaOH

encer (setelah tahap ini diperoleh kitin) dan selanjutnya deasetilasi kitin

(21)

Tabel 2.1 Spesifikasi Kitin Komersil

Parameter Ciri

Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk

Kadar air (%) ≤ 10,0

Kadar abu (%) ≤ 2,0

N-deasetilasi (%) ≥ 15,0

Kelarutan dalam:

• Air Tidak larut

• Asam encer Tidak larut

• Pelarut organic Tidak larut

• LiCl2 / dimetilasetamida Sebagian larut

Enzim pemecah Lisozim dan kitinase

(Sugita, 2009)

Kitin merupakan bahan yang tidak beracun dan bahkan mudah teruai secara

hayati (biodegradable). Bentuk fisiknya berupa padatan amorf yang berwarna putih

dengan kalor spesifik 0,373 ± 0,03 kal/g/oC. Kitin hapir tidak larut dalam air, asam encer, dan basa, tetapi larut dalam asam format, asam metanasulfonat,

N,N-dimetilasetamida yang mengandung 5% litium klorida, heksaflouroisopropil alkohol,

heksafluoroaseton dan campuran 1,2-dikloroetana-asam trikloroasetat dengan nisbah

35:65 (%v/v). Asam mineral pekat seperti H2SO4, HNO3, dan H3PO4 dapat

melarutkan kitin sekaligus menyebabkan rantai panjang kitin terdegradasi menjadi

satuan-satuan yang lebih kecil (Sugita, 2009).

2.3 Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus

(22)

O

Gambar 2.2 Struktur Kitosan

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun

enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat

menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 85-93%. Namun proses kimiawi

menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga

sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu, proses

kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan

melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen. Proses

enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi

secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak rantai kitosan, sehingga

menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dpat memperluas

bidang aplikasinya.

Tabel 2.2 Spesifikasi Kitosan Komersil

Parameter Ciri

Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk

Kadar air (%) ≤ 10,0

Kadar abu (%) ≤ 2,0

Warna larutan Tidak berwarna

N-deasetilasi (%) ≥ 70,0

Kelas viskositas (cps)

• Rendah < 200

• Medium 200799

• Tinggi pelarut organic 8002000

• Sangat tinggi ˃ 2000

(23)

Kitosan telah digunakan di berbagai bidang industri seperti industri makanan

aditif, kosmetik, material pertanian, dan untuk anti bakterial. Kitosan juga sering

digunakan sebagai adsorben pada ion logam transisi dan spesies organik. Hal ini

disebabkan oleh adanya gugus amino (-NH2) dan gugus hidroksil (-OH) dari rantai

kitosan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkoordinasi dan bereaksi

(Juang, 2002).

Tabel 2.3 Aplikasi dan fungsi kitosan di berbagai bidang

Bidang aplikasi Fungsi

I. Pengolahan limbah − Bahan koagulasi/flokulasi untuk

limbah cair

− Penghilangan ion-ion metal dari limbah cair

II. Pertanian − Dapat menurunkan kadar asam sayur,

buah dan ekstrak kopi − Sebagai pupuk

− Bahan antimicrobakterial

III. Industri tekstil − Serat tekstil

− Meningkatkan ketahanan warna

IV. Bioteknologi − Bahan-bahan immobilisasi enzim

V. Fotografi − Melindungi film dari kerusakan

(Robert, 1992)

2.4 Lemak

Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan,

sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang

mempunyai titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh , sedangkan lemak cair

atau yang biasa disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh

(24)

Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut lemak, sedangkan

lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak

jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat

(lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu,lemak

babi, lemak sapi. Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas tiga

golongan yaitu: (a) dryng oilI yang akan membentuk lapisan keras bila mongering di

udara.; (b) semi drying oil seperti minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak

bunga matahari; dan (c) non drying oil misalnya minyak kelapa dan minyak kacang

tanah.

2.5 Kolesterol

Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh, otak,

syaraf, ginjal, limpa, hari dan kulit yang disebut “endogeneous cholesterol”

sedangkan “exogeneous choloesterol”, bersumber dari kuning telur, ikan,

udang,sapi, kambing, dan lemak hewan lainnya. Konsentrasi total kolesterol dalam

plasma darah berkisar 180 – 250 mg/100 ml (Suhardjo dan Kusharto 1987). Adapun

struktur kimia dari kolesterol disajikan pada gambar 2.5.

Gambar 2.3 Struktur Kolesterol (Sampaio etal.2006)

Kolesterol dapat larut dalam pelarut lemak, misalnya eter, kloroform, benzene

dan alkohol panas. Apabila terdapat dalam konsentrasi tinggi, kolesterol mengkristal

yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, dan mempuntai titik lebur

150-151oC. Endapan lemak apabila terdapat dalam pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah karena dinding pembuluh darah menjadi makin tebal.

Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya kelenturan pembuluh darah, maka aliran

darah akan terganggu dan untuk mengatasi gangguan ini jantung harus memompa

(25)

2.6 Spektroskopi IR dan FTIR

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara

materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang terjadi dalam

spektroskopi inframerah ini merupakan inteaksi dengan REM melalui absorbsi

radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spectrum

elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan glombang mikro. Molekul

menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus.

Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah electron ke orbital

dengan energy yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung

energy untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan

membesarnya amplitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain (Sudarmadji,

1989).

Analisa kuantitatif dari spektroskopi FTIR dapat dilakukan berdasarkan

spektra inframerah yang dihasilkan, salah satu contohnya adalah penentuan derajat

deasetilasi dari kitin dan kitosan menggunakan persamaan Domszy dan Roberts

(Sugita,2009).

%DD = 1- [(A1665 / A3450) x 1/1,33] x 100%

dimana: A1665 = absorbansi pada bilangan gelombang 1665 cm-1 A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1

1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A1665 / A3450

untuk kitosan dengan asetilasi penuh

2.7. Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah sebuah teknik untuk memisahkan suatu zat yang mudah

(26)

(stationary phase). Pemisahan ini berdasarkan sifat-sifat penyerapan isi kolom untuk

memisahkan komponen sampel yang berbentuk gas. Isi kolom yang biasa digunakan

untuk keperluan ini adalah silica gel, saringan molekul dan arang. Sampel yang

dianalisis dapat berbentuk gas, cair maupun padat, namun cair dan padat harus

terlebih dahulu diubah menjadi bentuk gas dengan cara pemanasan. (Sudjadi, 1986).

Selanjutnya percobaan kromatografi Tsweet dilanjutkan oleh C.Dhere pada

tahun 1911 dalam usahanya memisahkan zat warna karoten. Usaha ini lebih jauh

dilanjutkan di Amerika oleh L.S. Palmer pada tahun 1914 sehingga dia berhasil dengan baik memisahkan α, β, dan γ karoten di Universitas Missouri. (Mulja,M., Suharman., 1995).

2.7.1. Sistem Peralatan Kromatografi Gas

Diagram skematik peralatan Kromatografi Gas ditunjukkan oleh gambar

di bawah ini dengan komponen utama adalah: kontrol dan penyedia gas pembawa;

ruang suntik sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara

termostatik; sistem deteksi dan pencatat (detector dan recorder); serta komputer yang

dilengkapi dengan perangkat pengolah data

(27)

(Mc.Nair, Bonelli, 1988)

A. Gas Pembawa

Faktor yang menyebabkan suatu senyawa dapat bergerak melalui kolom

Kromatografi Gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas

melalui kolom. Aliran gas dipaparkan dengan dua peubah, aliran yang diukur dengan

ml/menit dan penurunan tekanan antara pangkal dan ujung kolom, sifat gas yang

pasti, biasanya merupakan hal sekunder yang ditinjau dari segi pemisahannya, tetapi

mungkin ada pengaruh kecil pada daya pisah. Pemilihan gas pembawa sampai taraf

tertentu bergantung pada detektor yang dipakai: hantar bahang, ionisasi nyala,

tangkap elektron, atau khas tehadap unsur. Walaupun agak kurang baik biasanya

dipakai helium. Sebuah Kromatografi Gas biasanya dipasang dengan suatu gas

pembawa, detektor pengionan tertentu memerlukan argon, gas yang sangat besar

kerapatannya dan alirannya lebih lambat (penurunan tekanan lebih besar) biasanya

nitrogen dipakai dengan detektor ionisasi nyala walaupun gas lain memang dapat

dipakai. (Roy J. Gritter., 1991).

B. Sistem injeksi

Komponen Kromatografi Gas yang utama selanjutnya adalah ruang suntik atau inlet.

Fungsi dari ruang suntik ini adalah untuk mengantarkan sampel ke dalam aliran gas

pembawa. Berbagai macam jenis inlet dan teknik pengantar sampel telah tersedia.

Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis (yang dapat

menyesuaikan jumlah sampel).

Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui

gerbang suntik yang biasanya berupa lubangyang ditutupi dengan septum atau

pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan

(28)

kemas yang memerlukan 1-100 μl sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit

dilakukan jika sampel yang disuntikkan terlalu kecil (pada kolom kapiler), maka

ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah

satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikkan

(split injection). (Abdul,R., 2007).

C. Kolom

Aliran gas selanjutnya menemui kolom, yang diletakkan dalam oven bertemperatur

konstan. Ini adalah jantung instrumentasi tersebut, tempat dimana kromatografi dasar

berlangsung. Kolom-kolom memiliki variasi dalam hal ukuran dan bahan isian.

Ukuran yang umum adalah sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam 1/4 inci, terbuat

dari tabung tembaga atau baja tahan karat; untuk menghemat ruang, bisa dibentuk U

agar gulungan spiral. Tabung itu diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas

permukaan besar yang relatif inert. Namun padatan itu sebenarnya hanya sebuah

penyangga mekanik untuk cairan, sebelum diisi kedalam kolom, padatan tersebut

diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fase stasioner

sesungguhnya. Cairan ini harus stabil dan nonvolatile pada temperature kolom, dan

harus sesuai dengan temperatur tertentu.

D. Detektor

Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain detektor. Maka elusi

zat terlarut dari kolom yang direkam secara elektrik. Laju aliran gas pe,bawa adalah

hal yang penting, dan biasanya pengukur aliran untuk itu tersedia. Mungkin ada

kutup pengatur lain pada ujung keluaran sisitem, walaupun secara normal gas-gas

yang muncul dialirkan keluar pada tekanan atmosfer. Karena pekerjaan laboratorium

secara terus menerus terpapar oleh uap senyawa-senyawa yang terkromatografi yang

mungkin tak baik waluapun kadarnya biasanya kecil, maka ventilasi pada keluaran

instrument harus diperhatikan. Ketentuan bisa dibuat untuk menjebak zat terlarut

yang dipisahkan setelah muncul dari kolom jika hal ini dibutuhkan untuk

(29)

2.7.2. Pemakaian Kromatografi Gas

Dalam Kromatografi Gas untuk mengikuti reaksi, senyawa dilewatkan melalui zona

reaksi dalam sistem tertutup antara tempat injeksi sampel dengan detektor. Reaksi

berlangsung setelah melalui tempat injeksi sampel. Reaksi seharusnya berlangsung

seketika dan hasil reaksi mempunyai waktu retensi normal, yaitu 8-10 detik.

Pengambilan suatu komponen senyawa dengan gugus tertentu juga dapat dilakukan

dengan membubuhkan dalam kolom kromatografi, suatu reagen yang relatif untuk

menahan komponen tersebut. Untuk perbandingan dua kolom dengan instrumen

pencatat dapat dimanfaatkan. Senyawa dapat diubah menjadi bentuk lain dengan

beda waktu retensi, misalnya dengan melewatkan H2O pada CaC2 dapat terbentuk CH≡CH asetilena. (Khopkar, 2003).

Kromatografi Gas sebagai instrumen untuk analisis fisiko-kimia menduduki

posisi yang sangat penting dan banyak dipakai, apa sebabnya :

1. Aliran fase mobil (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap.

2. Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel ke dalam aliran fase mobil.

3. Pemisahan fisik terjadi di dalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang, dan

temperaturnya dapat diatur.

4. Banyak sekali macam detektor yang dapat dipakai pada kromatografi gas (saat ini

dikenal 13 macam detektor) dan tanggap detektor adalah proporsioanal dengan

jumlah tiap komponen yang keluar dari kolom.

5. Kromatgrafi gas sangat mudah digabung dengan instrumen fisio-kimia yang

lainnya, contoh: FT-IR/MS.

Kelima hal tersebut di atas telah melebarkan wawasan atau jangkauan

pemakaian Kromatografi gas yang sampai saat ini dikenal secara luas dan sangat

(30)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini :

- Timbangan Elektrik Chyo Electronic Balance

- Gelas Beaker Pyrex

- Hot plate stirrer Ikamag Rec-G

- Blender Philips

- Kromatogafi Gas Hewlett Packard

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

- Kulit Udang lipan

- Lemak Udang lipan

- NaOH Teknis

- HCl Teknis

- CH3COOH glassial p.a ( E. Merck )

(31)

- Asam Phospat 90% p.a ( E. Merck )

- Standar kolesterol (5-α-Cholestan-3-β-ol) p.a (E.Merck)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

a. Larutan NaOH 0,5%

Sebanyak 5 g NaOH dilarutkan dengan 1000 mL akuades dalam labu takar

1000 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

b. Larutan NaOH 5%

Sebanyak 50 g NaOH dilarutkan dengan 1000 mL akuades dalam labu takar

1000 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

c. Larutan NaOH 50%

Sebanyak 500 g NaOH dilarutkan dengan 1000 mL akuades dalam labu

takar 1000 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

d. Larutan HCl 5%

Sebanyak 135,135 mL HCl dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL.

Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda, kemudian

(32)

e. Larutan Asam Asetat 1%

Sebanyak 10 mL asam asetat glassial dimasukkan ke dalam labu takar 1000

mL. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda, kemudian

dihomogenkan.

f. Larutan KOH-alkohol 0,5 N

Sebanyak 7,125 g KOH dilarutkan dengan 50 mL alkohol 96%, kemudian

dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL. Kemudian diencerkan dengan

alkohol 96% sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.

3.2.2 Proses Ekstraksi Kitin (Modifikasi Metode Arisol. A, 1992)

Kulit udang lipan keringkan ditimbang dgn berat tertentu dan kemudian

direndam dalam larutan NaOH 0,5% , selama 24 jam, dicuci dengan H2O cara ini dilakukan sebanyak 2 kali. Untuk perlakuan dideproteinasi ditambah lagi

dengan larutan NaOH 5% selama 24 jam, dicuci dengan H2O hingga pH netral

lalu keringkan pada suhu kamar kemudian dihaluskan. Setelah itu

didemineralisasi dengan HCl 5% selama 24 jam , dicuci dengan H2O hingga

pH netral kemudian dikeringkan pada suhu kamar dan dilakukan uji kelarutan

dalam asam formiat 90%

3.2.3 Proses Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan (Metode Arisol. A,1992)

Timbang kitin udang lipan dan masukan dalam larutan NaOH 50% dengan

suhu kamar selama 9 hari, pengadukan dilakukan setiap hari kemudian dicuci

dengan H2O hingga pH netral lalu dikeringakan pada suhu kamar dan dihaluskan. Lakukan uji kelarutan dengan asam asetat 1%, jika uji kelarutan

positif maka diperoleh kitosan dari kitin udang lipan dan uji karakterisasi

(33)

3.2.4 Penentuan Kadar Air (AOAC 1995)

Sebanyak 2 g kitosan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah

diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang

Kadar air = ( X−Y )

X x 100%

Dengan X = bobot sampel mula-mula (g)

Y = bobot sampel kering (g)

3.2.5 Penentuan Kadar Abu (AOAC 1995)

Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui

bobotnya, diabukan pada tanur bersuhu 550oC sampai pengabuan sempurna. Selanjutnya didinginkan dalam desikator lalu ditimbang

Kadar abu = W1 − W2

W x 100%

Dengan W = bobot sebelum diabukan (g)

W1 = bobot cawan + cawan sesudah diabukan (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

3.2.6 Analisis Unsur C, H dan N

Timbang sampel 0,1000 untuk diukur dengan Analisis Unsur (Carlo Erba,

(34)

3.2.7 Proses Penentuan Kadar Kolesterol dari Lemak Udang lipan

Timbang 25 g lemak udang lipan dan masukkan 100 mL kloroform dalam

gelas beaker, diaduk dengan waktu pengadukan 1 jam kemudian sentrifugasi

dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit dan didekantasi larutan

(supernatan) ke dalam gelas beaker. Lakukan disaponifikasi hasil ekstraksi

lemak dengan 30 mL KOH-alkohol 0,5 N selama ± 1 jam dan dinginkan.

Setelah itu diekstraksi dengan 25 mL n-heksan diambil lapisan atasnya dan

masukkan ke dalam botol vial lalu dianalisa kadarnya secara kromatografi

gas.

3.2.8 Proses Penyerapan Kolesterol dengan Kitosan

Timbang 25 g udang lipan dan masukkan 100 mL kloroform dalam gelas

beaker, diaduk dengan waktu pengadukan 1 jam kemudian sentrifugasi

dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit lalu didekantasi larutan

(supernatan) masukkan ke dalam gelas beaker ditambahkan dengan 1 g

kitosan, diaduk dimana waktu kontak penyerapan divariasikan

masing-masing 15, 30, 45dan 60 menit, lalu saring. Setelah itu disaponifikasi

filtratnya dengan 30 mL KOH-alkohol 0,5 N selama 1 jam dan didinginkan ,

lalu diekstraksi dengan 25 mL n-heksan pada lapisan atas diambil dan

masukan ke dalam botol vial lalu dianalisa kadarnya secara kromatografi

gas. Untuk prosedur yang sama pada variasi penambahan kitosan sebanyak

(35)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Proses Ekstraksi Kitin (Modifikasi Arisol.A.1992)

Direndam dengan larutan NaOH 0,5% selama 24 jam (dilakukan 2 kali)

Dicuci dengan air hingga pH netral

Dideproteinasi dengan larutan NaOH 5% selama 24 jam

Dicuci dengan air hingga pH netral

Dikeringkan pada suhu kamar

Didemineralisasi dengan larutan HCl 5% selama 24 jam

Dicuci dengan air hingga pH netral

Dikeringkan pada suhu kamar

Dihaluskan

Dilakukan uji kelarutan dengan asam formiat 90%

Kulit Udang lipan Kering

Kitin Udang lipan

Hasil

(36)

3.3.2 Proses Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan (Metode Arisol.A,1992)

Direndam dengan larutan NaOH 50%

selama 9 hari dengan pengadukan setiap hari

Dicuci dengan air hingga pH netral

Dikeringkan pada suhu kamar

Dihaluskan Kitin Udang lipan

Kitosan

Uji kelarutan Karakterisasi

(37)

3.3.3 Penentuan Kadar Kolesterol dari Lemak Udang lipan dengan Metode

Beyer & Jensen

Dilarutkan dengan 100 mL kloroform dalam beaker gelas, diaduk dengan waktu pengadukan 1 jam Disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit

Didekantasi

Dimasukkan ke dalam beaker glass

Disaponifikasi hasil ekstraksi lemak dengan 30 mL KOH-alkohol 0,5 N selama ± 1 jam

Didinginkan

Diekstraksi dengan 25 mL n-heksan

Dimasukkan ke dalam botol vial

Dianalisa kadarnya secara kromatografi gas 25 g Udang lipan

Filtrat Residu

Lemak cair

Lapisan Atas Lapisan Bawah

(38)

3.3.4 Proses Penyerapan Kolesterol

3.3.4.1Penambahan kitosan

Dilarutkan dengan 100 mL kloroform dalam gelas beaker, diaduk dengan waktu pengadukan 1 jam

Disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit

Didekantasi

Dimasukkan ke dalam gelas beaker

Ditambahkan dengan 1 g kitosan, diaduk dimana waktu penyerapan

divariasikan masing-masing 15, 30, 45 dan 60 menit

Disaring

Disaponifikasi dengan 30 mL KOH-alkohol 0,5 N selama ± 1 jam

Didinginkan

Diekstraksi dengan 25 mL n-heksan

Dimasukkan ke dalam botol vial

Dianalisa kadarnya secara kromatografi gas

3.3.4.2

Filtrat Residu

Lemak cair

Lapisan Atas Lapisan Bawah

Hasil

25 g Udang lipan

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Kitin

Ekstraksi kitin dari kulit udang lipan sebelum dilakukan proses deproteinasi maka

kulit direndam lebih dahulu dalam larutan NaOH 0,5% selama 24 jam untuk

melepaskan jaringan otot yang melekat, lalu diulangi sekali lagi sebelum dicuci

dengan air. Deproteinasi kitin merupakan reaksi hidrolisis dalam suasana asam atau

basa. Proses deproteinasi menggunakan larutan NaOH 5% akan mengurangi protein

dari kulit udang lipan. (Sugita, 2009)

Demineralisasi dilakukan untuk menghilangkan mineral-mineral yang ada

dengan cara menggunakan asam klorida. Dimana asam klorida akan melarutkan

mineral yang ada. Reaksinya adalah sebagai berikut :

CaCO3(s) + 2 HCl CaCl2 (l) + H2O + CO2 (g)

Dari proses-proses di atas diketahui bahwa setiap proses yang dilakukan akan

mengurangi berat sampel yang ada, karena setiap proses yang dilakukan bertujuan

untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dari sampel. Hal ini

(40)

Tabel 4.2. Karakterisasi Kitin Udang Lipan

No Parameter Pengamatan

1 Kadar Air (%) 8.0

2 Kadar Abu (%) 1,65

3 Kelarutan dalam asam phospat 90% Larut

Kitin yang diperoleh dari ekstraksi kulit udang lipan ternyata larut dalam asam

phospat 90% dan menghasilkan larutan berwarna coklat muda.

Hasil analisis unsur pada kitin C, H, dan N yang diperoleh ditunjukkan pada

tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Analisis Unsur C, H, dan N pada Kitin

Analisis Unsur Kitin Standar a (%)

Kitin Kulit Udang Lipanb (%)

C 47,00 46,60

H 6,45 6,80

N 6,89 6,50

Keterangan :

a : Kitin Standar (Muzzarelli, 1977)

b : Kitin yang dihasilkan dari Kulit Udang Lipan

4.1.2. Kitosan

Pengolahan kitosan dapat dilakukan dengan proses deasetilasi menggunakan basa

kuat pada temperatur yang cukup tinggi. Dengan kondisi ini, gugus asetil yang ada

pada kitin akan terlepas sehingga senyawa amida yang ada pada kitin berubah

menjadi senyawa amina. Perubahan struktur inilah yang dinamakan kitosan. (Harry,

2010)

Karakterisasi kitosan seperti kadar air, kadar abu dan uji kelarutannya dapat

(41)

Tabel 4.4. Karakterisasi Kitosan Udang Lipan

No Parameter Pengamatan

1 Kadar air (%) 10

2 Kadar abu (%) 1,62

3 Kelarutan dalam asam asetat 1% Larutan sangat kental

Hasil analisis unsur C, H, dan N pada kitosan yang diperoleh ditunjukkan

pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Analisis Unsur C, H, dan N pada Kitosan

Analisis Unsur Kitosan

Komersil a (%)

Kitosan Udang lipan b (%)

C 40,25 40,30

H 5,80 5,20

N 6,40 7,40

Keterangan :

a : Kitosan Komersil (Fluka)

b : Kitosan yang dihasilkan dari kulit udang lipan

4.1.3. Penentuan Kolesterol

Kondisi alat Kromagrafi Gas (GC) pada pengukuran larutan standar kolesterol, dan

(42)

Tabel 4.6. Kondisi Alat GC Merek Hewlett Packard HP-6890 pada pengukuran larutan standar Kolesterol

Tabel 4.7. Data larutan standar Kolesterol

Keterangan :

xi = konsentrasi larutan standar kolesterol

yi = Area pada Kromatogram, dapat dilihat pada gambar 4,5,6,7,8

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Untuk memperoleh kadar kolesterol yang terdapat dalam lemak udang lipan dengan

menghitung luas puncak untuk masing-masing konsentrasi. Data yang diperoleh

diolah dengan metode Least-Square dan akhirnya diperoleh persamaan garis

regresinya. Penentuannya adalah sebagai berikut :

No. Parameter Kondisi

(43)

Tabel 4.8 Data Hasil Penurunan Persamaan Regresi Untuk Kolesterol

5 50.5789 10415.877 19.9535 1972.41 398.141 3890381 39356.304 ∑ 153.127 42217.359 0 0 987.455 9896050 98674.002

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis:

y = ax + b

Dimana: a = slope

b = intersept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least-Square

sebagai berikut :

a = ∑(Xi−X)(Yi−Y) ∑(Xi−X)2

b = y – ax

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.6 diatas pada

persamaan ini maka diperoleh :

a = 98674 .002

987.455

= 99.92757

b = 8443.472 – (99.92757 x 30.62544)

(44)

Maka persamaan yang diperoleh adalah :

y = 99.92757 x + 5383.146

dimana y = luas puncak

x = konsentrasi larutan standar.

4.2.2 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi ( r ) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut:

4.2.3 Penentuan Konsentrasi

Untuk menghitung konsentrasi dari kolesterol

Tabel 4.9 Data Hasil Luas Puncak kolesterol FTIR pada Lemak Udang lipan

Sampel Massa (g) Volume (mL) Area Area rata-rata

- Data pada area dapat dilihat dari gambar 9,10,11.

4.2.4 Penentuan Kadar Kolesterol setelah Penambahan Kitosan

(45)

Kadar kolesterol dari lemak udang lipan setelah penambahan 1 gram kitosan dengan

waktu perendaman selama 15 menit, dapat ditentukan dengan cara :

y = ax + b

- Kadar kolesterol setelah penambahan 1 gram kitosan dengan waktu

perendaman selama 15 menit adalah 29,224 mg/ml

- Berat lemak setelah penambahan 1 gram kitosan dengan waktu perendaman

selama 15 menit = 29,224 mg/ml x 25 ml

= 730,6 mg

= 0,7306 g

- % penyerapan kolesterol dengan waktu perendaman selama 15 menit

% penyerapan = berat kolesterol awal – berat kolesterol akhir

berat kolestrol awal x 100%

= 0,8343 – 0,7306

0,8343 x 100%

= 12,43%

Dengan cara yang sama, maka dapat ditentukan kadar kolesterol dan % penyerapan

menggunakan 1 gram kitosan dengan variasi waktu perendaman 15, 30, 45 dan 60

menit seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini ,

4.2.4.2 Penentuan Kadar Kolesterol setelah Penambahan 3 gram Kitosan

Kadar kolesterol dari lemak udang lipan setelah penambahan 3 gram kitosan dengan

waktu perendaman selama 15 menit, dapat ditentukan dengan cara :

(46)

- Kadar kolesterol setelah penambahan 3 gram kitosan dengan waktu

perendaman selama 15 menit adalah 28.576mg/ml

- Berat kolesterol setelah penambahan 3 gram kitosan dengan waktu

perendaman selama 15 menit = 28,576 mg/ml x 25 ml

= 714,2 mg

= 0,7144 gram

- % penyerapan kolesterol dengan waktu perendaman selama 15 menit

% penyerapan = berat kolesterol awal – berat kolesterol akhir

berat kolesterol awal x 100%

= 0,8343 – 0,7144

0,8343 x 100%

= 14,37%

Dengan cara yang sama, maka dapat ditentukan kadar kolesterol dan % penyerapan

menggunakan 3 gram kitosan dengan variasi waktu perendaman 15, 30, 45 dan 60

menit seperti ditunjukkan pada tael di bawah ini ,

Tabel 4.12 Pengaruh waktu perendaman 5 gram kitosan terhadap penyerapan kolesterol dari lemak udang lipan

(47)

4.3 Pembahasan

4.3.1. Penentuan Derajat Deasetilasi

Analisis kuantitatif dari spektroskopi FT-IR dapat dilakukan berdasarkan spectrum

Infra merah yang dihasilkan, dimana penentuan derajat deasetilasi dari kitosan

menggunakan persamaan Domszy dan Robers (Sugita,2009)

%DD = 1- [(A1665 / A3450) x 1/1,33] x 100%

dimana: A1665 = absorbansi pada bilangan gelombang 1665 cm-1 A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1

1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A1665 / A3450 untuk kitosan dengan asetilasi penuh

Maka besarnya nilai dari Derajat Deasetilasi kitosan udang lipan adalah

%

Berdasarkan Proton Laboratories Inc. (Nuraida,2000) yang menyatakan bahwa

kitosan memiliki derajat deasetilasi ≥ 70% maka dapat dinyatakan bahwa proses

(48)

4.3.2 Analisa Spektrum FT-IR

Analisa dengan menggunakan spectrum infra merah ini digunakan untuk

memberikan informasi tentang adanya perubahan gugus fungsi yang menandakan

adanya interaksi secara kimia. Hasil dari spektrum infra merah dapat dilihat pada

lampiran.

Spektroskopi FT-IR dari kitin dan kitosan secara umum menunjukkan adanya

kesamaan gugus-gugus yang terdapat pada masing-masing polimer tersebut.

Perbedaan yang dapat diamati yaitu pergeseran bilangan gelombang dan perubahan

nilai transmitant yang menunjukkan kuantitas dari gugus tersebut di dalam polimer.

Pada masing-masing polimer yang dikarakterisasi terdapat juga gugus-gugus

lain seperti ulur O-H, ulur N-H, ulur C-H, ulur C-O dan ulur C-N. Ulur O-H pada

masing- masing polimer telihat membentuk spektra yang melebar ke bawah sehingga

ulur N-H yang juga berada pada daerah ini tidak dapat diamati. Adanya ulur N-H

dapat diperjelas dengan adanya tekukan N-H pada masing-masing polimer.

Ulur C-O pada polimer-polimer tersebut berasal dari gugus metanol yang

melekat pada rantai polimer. Sedangkan ulur C-H berasal dari rantai utama polimer.

Adanya ulur C-H akan diperkuat dengan tekukan C-H dari metil maupun metilen

pada masing-masing polimer.

Spektra FT-IR dari kitin dan kitosan yang dihasilkan telah menunjukkan

gugus-gugus yang seharusnya ada di dalam polimer kitin dan kitosan. Besarnya

bilangan gelombang pada gugus-gugus kitin dan kitosan dapat dibandingkan dengan

spektra FT-IR dari kitin dan kitosan standar untuk melihat kualitas dari kitin dan

(49)

Tabel 4.14 Perbandingan spektra FT-IR kitin dan kitosan dengan standarnya

Gugus terkait Kitin standar

(cm-1)

Pada spektrum FT-IR untuk kitosan udang lipan yang didapat, terlihat bahwa

masih terdapatnya gugus fungsi C=O. Hal ini sebabkan karena sebenarnya kitin

ataupun kitosan

merupakan ko-polimer N-asetil-D-Glukosamin dan D-Glukosamin. Kitin biasanya

mempunyai derajad deasetilasi kurang dari 10 %. Secara umum derajat deasetilasi

untuk kitosan sekitar 60% dan sekitar 90-100 % untuk kitosan yang mengalami

deasetilasi penuh. (L.H Rahayu, 2007)

4.3.3 Pengaruh kitosan terhadap kadar kolesterol

Penentuan kadar kolesterol dari lemak udang lipan dilakukan dengan mengekstraksi

lemak terlebih dahulu dengan menggunakan metode Beyer & Jensen. Dimana lemak

tersebut dilarutkan dengan kloroform untuk memisahkan fraksi-fraksi dari lemak

tersebut. Kemudian filtratnya disaponifikasi dengan KOH-alkohol yang bertujuan

untuk memisahkan lemak dengan fraksi lemak yang lainnya. Dimana kolesterol

adalah fraksi lemak yang tidak tersabunkan. Kemudian diekstraksi dengan n-heksan

untuk menarik kolesterol tersebut. Selanjutnya diukur kadarnya dengan metode

(50)

dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar dengan menggunakan persamaan

least square sehingga diperoleh persamaan linear Y = 99.927577 X + 5383.146

Dari hasil penelitian diperoleh kadar kolesterol setelah penambahan 1 gram

kitosan dengan variasi waktu penyerapan 15, 30, 45 dan 60 menit adalah 29,224

(mg/mL); 26,936 (mg/mL); 25,172 (mg/mL) dan 22,376 (mg/mL). Dengan kata lain,

kadar kolesterol setelah penambahan 1 gram kitosan mengalami penurunan sebesar

12,24%; 19,28%; 24,57% dan 32,94% (Tabel 4.10). Kadar kolesterol setelah

penambahan 3 gram kitosan adalah 28,576 (mg/mL); 24,872 (mg/mL); 22,632

(mg/mL) dan 20,844 (mg/mL). Maka dengan penambahan 3 gram kitosan kadar

kolesterol mengalami penurunan sebesar 14,37%; 25,46%; 32,18% dan 37,54% (

tabel 4.11 ).

Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa kadar kolesterol setelah penambahan 5

gram kitosan dengan variasi waktu perendaman 15, 30, 45 dan 60 menit adalah

22,392 (mg/mL); 21,316 (mg/mL); 19,200 (mg/mL) dan 17,160 (mg/mL). Sehingga

kadar kolesterol mengalami penurunan sebesar 32,89%; 36,12%; 42,46% dan

48,57%. Dan kadar kolesterol setelah penambahan 7 gram kitosan adalah 23,776

(mg/mL); 22,512 (mg/mL); 21,612 (mg/mL) dan 20,864 (mg/mL). Maka kadar

kolesterol mengalami penurunan sebesar 28,75%; 32,54%; 35,23% dan 37,48%

(tabel 4.13).

Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa pengaruh penambahan kitosan

sebanyak 1,3 dan 5 gram berpengaruh secara positif terhadap penyerapan kolesterol.

Namun pada penambahan 7 gram kitosan tidak menunjukkan korelasi yang

signifikan terhadap penyerapan kolesterol. Hal ini disebabkan karena larutan yang

dihasilkan setelah penambahan 7 gram kitosan sangat kental sehingga menyebabkan

proses pengadukan menjadi tidak sempurna, mengakibatkan persentasi

penyerapannya menjadi menurun.

(51)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan makan dapat disimpulkan:

1. Penyediaan kitin dan kitosan dari 1520 gram kulit udang lipan kering

menghasilkan 15,3% kitin udang lipan dan 82,86% kitosan udang lipan.

2. Derajat deasetilasi yang dihasilkan untuk kitosan udang lipan ini adalah

82,65%.

3. Penyerapan optimal kadar kolesterol dengan menggunakan kitosan dari kulit

udang adalah pada penambahan 5 gram kitosan.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diharapkan pada penelitian selanjutnya

untuk dapat memvariasikan konsentrasi NaOH yang digunakan pada proses

deasetilasi kitin agar diperoleh kitosan dengan kualitas yang lebih baik. Serta dapat

dilakukan proses ekstraksi kolesterol dari lemak dengan menggunakan metode yang

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arisol. A and Radzi. Z. 1992. An Economical Technique for Producing Chitosan. In

Advances in Chitin and Chitosan. Elsevier Applied Sci. pp 627-632.

Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Astuti,P. 2007. Adsorbsi Limbah Zat Warna Tekstil Jenis Procion Red MX 8B Oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat Hasil Deasetiasi Kitin Kulit Bekicot (Achatina Fullica). Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Brive,C.J. 1984. Introduction Chitin: Accomplishments and Perspectives. Chitin, Chitosan and Related Enzyme. Orlando: Acadec Press Inc. pp xvii-xxiii

Christian,D,G. 2005. Analytical Chemistry .Sixth Edition. New York: John Willey And Sons.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organic Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.

Denas,G. & Sanza I. 2000. Synthesis and Characterization of Chitosan-PHB Blends.

Hargono. 2008. Pembuatan Kitosan dari Limbah Kulit Udang serta Aplikasinya dalam Meresuksi Lemak Lemak Udang lipan. Semarang: UNDIP.

Harry. N. 2010. Studi Karakterisasi Pembuatan Kitin dan Kitosan dari Kulit Belangkas (Tachypleus Gigas) Untuk Penentuan Berat Molekul. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara

Hendri,J. 2008. Teknik Deproteinasi Kulit Rajungan (Portunus pelagious) Secara Enzimatik dengan Menggunakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk Pembuatan Polimer Kitin dan Deasetilasinya. Lampung: UNILA.

Hwang,J.& Shin,H. 2002. Rheological Properties of Chitosan Solution. Korea: Australia rheology Journal.

Iriani,R. 2002. Pemanfaatan Kitosan dari Kulit Udang (PanaeusMonodon) dan Kulit Belangkas (Tachypleus Gigas), untuk Menurunkan Kadar Ni, Cr Limbah Cair Industri Pelapisan Logam. Tesis. USU. Medan.

(53)

Knorr,D. 1991. Recovery and Utilization of Chitin and Chitosan in Food Processing Waste Management. Food Tech. 45(1): 114-122

Mc.Nair. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Bandung : Penerbit Institut Teknologi Bandung.

Melany,N.R. 2007. Sintesis Kompleks Kitosan Hidrogel-Tembaga (II) dari KItosan Hidrogel yang Berasal dari Kulit Udang lipan. Skripsi. Inderalaya. Universitas Sriwijaya.

Merck Index. 1976. An Encyclopedia of Chemical and Drugs. USA; Windholz, M., S.Budavari, L.Y.Stroumtsos, M.Nocther (Eds). Merck & Co.Inc. pp 259-276.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.

Muzarelli,R,A,A. 1977. Chitin . Perngamon Press. New York: Oxford.

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Rahayu,L.H dan S.Purnavita. 2007. Optimasi Pembuatan Kitosan dari Kitin Limbah Kulit Rajungan (Portunus pelagicus) untuk Adsorben Ion Logam Merkuri:Semarang

Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Sudjadi. 2006. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Sugita,P.2009. Sumber Biomaterial Masa Depan. Kitosan. Bandung: IPB Press.

Roberts.G.A. 1991. Chitin Chemistry. Nottingham Politechnic. USA: Mc Millan.

Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6. Jakarta : Erlangga.

(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)

Gambar

Gambar 2.1 Struktur kitin
Tabel 2.1 Spesifikasi Kitin Komersil
Tabel 2.2 Spesifikasi Kitosan Komersil
Tabel 2.3 Aplikasi dan fungsi kitosan di berbagai bidang
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengembangan Desain Interior Rumah Tinggal Bali Vernakular Untuk Menumbuhkan Identitas Lokal Dan Finansial Masyarakat Bali4. Desain Interior FSRD

Aset proses organisasi yang dapat diperbarui meliputi, tetapi tidak terbatas pada: • Template untuk rencana manajeme risiko, termasuk kemungkinan. dan dampak matrix dan

Ni Ketut Rini Astuti, S.Sn., M.Sn Eldiana Tri Narulita, S.Sn., M.Sn Ni Putu Tisna Andayani, S.S., M.Hum Eldiana Tri Narulita, S.Sn., M.Sn Alit Kumala Dewi, S.Sn., M.Ds I Made

Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan untuk laju alir kritis dari masing-masing sumur agar gas yang diproduksikan berada di bawah limit tersebut serta perlu

Lingkungan di Desa Petulu Bali KRIYA FSRD BERSAING HIBAH 75,000,000 DIPA DIKTI MULTI TAHUN. USULAN

Etiologi penyakit tersebut belum diketahui dengan pasti, namun demikian patogenesisnya diketahui bersifat multifaktorial meliputi faktor genetik, paparan sinar ultra violet (UV)

Bioac vity and gene c screening of ac nobacteria associated with red algae Gelidiella acerosa were conducted to discover new an bacterial compounds against Vibrio alginoly cus.. A