Lampiran 1 Analisa Reliabilitas
VAR00012 81.1000 80.516 .711 . .904
Persepsi guru Mean 108.3833 1.06964
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 106.2430 Upper Bound 110.5237
5% Trimmed Mean 108.0370
Median 108.0000
Variance 68.647
Std. Deviation 8.28536
Maximum 133.00
Range 41.00
Interquartile Range 9.00
Skewness .868 .309
Kurtosis .824 .608
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Persepsi guru .168 60 .000 .937 60 .004
a. Lilliefors Significance Correction
2. Uji deskriptif (Non parametrik) NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Persepsiguru 60 108.6833 7.63021 95.00 133.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persepsiguru
N 60
Normal Parametersa,,b Mean 108.6833
Std. Deviation 7.63021
Most Extreme Differences Absolute .169
Positive .169
Negatif -.098
Kolmogorov-Smirnov Z 1.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .065
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persepsiguru
N 60
Normal Parametersa,,b Mean 108.6833
Std. Deviation 7.63021
Most Extreme Differences Absolute .169
Positive .169
Negatif -.098
Kolmogorov-Smirnov Z 1.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .065
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
3. Uji deskriptif komponen blended learning NPar Tests
Std. Deviation 2.27738 2.91165 2.40056 3.07252
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
4. Uji deskriptif (jenis kelamin dan usia) Descriptive Statistics
Jenis Kelamin N Mean
Std.
Deviation Minimum Maximum
Perempuan 23 110.4783 8.57517 96.00 127.00
Normal Parametersa,,b Mean 110.4783 109.0000 106.8235 Std. Deviation 8.57517 8.03938 7.60949 Most Extreme
Differences
Absolute .135 .117 .321
Positive .135 .117 .321
Negatif -.128 -.082 -.163
Kolmogorov-Smirnov Z .650 .523 1.323
Asymp. Sig. (2-tailed) .793 .947 .060
Descriptive Statistics
Usia N Mean
Std.
Deviation Minimum Maximum 22-25 Tahun 11 106.7273 8.47456 95.00 125.00
Normal Parametersa,,b Mean 106.7273 107.6471 112.4667 106.8235 Std. Deviation 8.47456 7.51616 8.43349 7.60949 Most Extreme
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
5. Uji median data keseluruhan
Median 108.00
Mode 108
Sum 6503
Percentiles 25 103.00
50 108.00
75 112.00
6. Uji median data komponen blended learning Frequencies
Median 34.0000 26.0000 23.0000 23.5000
Mode 34.00 25.00a 22.00 24.00
Sum 2040.00 1583.00 1380.00 1399.00
Percentiles 25 32.0000 25.0000 21.2500 22.0000 50 34.0000 26.0000 23.0000 23.5000 75 35.0000 28.0000 24.0000 25.0000 a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
7. Uji median data jenis kelamin dan usia Statistics
Mean 110.4783 109.0000 106.8235
Mode 103.00a 114.00 108.00
Sum 2541.00 2180.00 1816.00
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Statistics 22-25
Tahun
26-29 Tahun
Diatas 30 Tahun
Tidak tergolongkan
N Valid 11 17 15 17
Missing 6 0 2 0
Mean 106.7273 107.6471 112.4667 106.8235 Median 106.0000 108.0000 111.0000 106.0000
Mode 95.00a 101.00a 123.00 108.00
Sum 1174.00 1830.00 1687.00 1816.00
Lampiran 3 Contoh Skala Penelitian
No.
SKALA PENELITIAN
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
IDENTITAS DIRI
Nama :
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia :
Latar belakang pendidikan :
Lama mengajar :
Dengan hormat,
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya membutuhkan sejumlah data yang hanya saya dapatkan dengan adanya kerjasama dengan Bapak/Ibu dalam mengisi alat ukur ini.
Saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu sejenak untuk mengisi alat ukur ini. Alat ukur ini terdiri dari beberapa aitem. Saya sangat mengharapkan Bapak/Ibu memberikan jawaban yang terbuka dan apa adanya.
Tidak ada jawaban yang salah dalam pengisian skala ini. Jawaban dianggap benar sepanjang Bapak/Ibu mengisinya dengan apa yang Bapak/Ibu setujui. Semua identitas Bapak/Ibu akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan ini. Cara menjawab skala ini akan dijelaskan di dalam petunjuk pengisian, setelah selesai mengisi alat ukur ini diharapkan untuk memeriksa kembali jawaban Bapak/Ibu sekalian.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan kesediaan kerjasama Bapak/Ibu.
Petunjuk Pengisian
1. Isilah identitas Bapak/Ibu dengan benar pada kolom yang telah disediakan diatas (identitas diri dijaga kerahasiannya)
2. Jawablah semua pernyataan dalam skala ini yang Bapak/Ibu setujui (jangan sampai ada nomor yang terlewatkan )
3. Skala ini terdiri dari 50 aitem. Bapak/Ibu diminta untuk memilih satu jawaban yang ada disamping pernyataan dengan cara menyilang jawaban yang Bapak/Ibu pilih. Pilihan jawabannya adalah :
SS = Jika Bapak/Ibu Sangat Setuju dengan pernyataan S = Jika Bapak/Ibu Setuju dengan pernyataan
N = Jika Bapak/Ibu Netral dengan pernyataan TS = Jika Bapak/Ibu TidakSetuju dengan pernyataan
STS = Jika Bapak/Ibu Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan
Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang benar atau salah.
Contoh pengisian
No Pernyataan STS TS N S SS
1 Saya lebih suka menyampaikan pelajaran
di dalam kelas X
Jika Bapak/Ibu ingin mengganti jawaban:
No Pernyataan STS TS N S SS
1 Saya lebih suka menyampaikan pelajaran
di dalam kelas X X
No Pernyataan STS TS N S SS 1 Saya merasa, metode ceramah membuat siswa cepat bosan
2 Menurut saya, penggunaan website sekolah dapat memudahkan siswa belajar di dalam kelas
3 Saya menggunakan website sekolah agar siswa mudah dalam belajar
4 Saya menugaskan kepada siswa untuk menyelesaikan soal latihan pada website sekolah di dalam kelas
5 Saya dapat mengamati kegiatan siswa ketika di dalam kelas 6 Selain laptop, smartphone juga dapat membantu siswa dalam
proses belajar di kelas
7 Dari jawaban yang dikerjakan siswa, saya mengetahui seberapa paham siswa terhadap pelajaran
8 Saya menandai nama siswa yang tidak mengerjakan soal latihan pada website sekolah di dalam kelas
9 Saya merasa, browsing melalui jaringan internet dapat membantu siswa menambah pengetahuannya
10 Saya lebih suka menggunakan metode diskusi karena dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa
11 Siswadapatmengerjakantugasmenggunakan laptop
12 Saya membiasakan siswa untuk mengunduh materi pelajaran sebelum masuk kelas
13 Menurut saya, mengunggah materi pelajaran di website sekolah hanya menyulitkan guru-guru
14 Saya mengenali siswa-siswa yang memperhatikan pelajaran dengan fokus di dalam kelas
15 Melalui website sekolah, saya lebih mudah memberikan tugas pelajaran kepada siswa
17 Saya merasa, laptop juga smartphone memiliki manfaat bagi siswa dalam balajar
18 Penayangan video di dalam kelas dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi yang diajarkan
19 Tersedianya soal-soal di website sekolah, membuat siswa lebih semangat mengerjakan tugas
20 Siswa menggunakan alat bantu powerpoint untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di dalam kelas
21 Saya menggunakan laptop yang terhubung jaringan internet untuk mengunggah soal kepada siswa yang remedial
22 Penayangan video di dalam kelas dapat mengembangkan daya imajinasi siswa
23 Saya mengombinasikan peyampaian materi dengan PDF juga penayangan video di dalam kelas
24 Melalui penayangan video, proses belajar menjadi lebih jelas dan menarik
25 Saya merasa penggunaan laptop yang terhubung jaringan internet membuat siswa lebih aktif belajar di dalam kelas
26 Penggunaan website sekolah dapat memudahkan guru juga siswa dalam proses belajar
27 Laptop digunakan oleh siswa untuk mendukung kegiatan belajar mereka di dalam kelas
28 Siswa dapat mengakses materi pelajaran melalui website sekolah dengan menggunakan laptop
---Lampiran 4 Penggolongan Subjek Penelitian
58 Tidak
Tergolongkan
Tidak
Tergolongkan
108
Positif 59 Tidak
Tergolongkan
Tidak
Tergolongkan
106
Negatif 60 Tidak
Tergolongkan
Tidak
Tergolongkan
106
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, S. (2000). Introduction to Psychology (13th Edition). Harcourt College Publisher.
Azwar, Saifuddin. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka _____________2012. Metode Penelitian (cetakan XIII). Yogyakarta : Pustaka. Bell, P. A. (1996). Enviromental Psychology. Fort Worth, TX : Harcourt
College Publisher.
Danim, Sudarwan. 2010. Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung : Alfabeta
Dwiyogo, W. D. 2013.Pembelajaran Berbasis Blended Learning. [online]. Tersedia
http://id.wikibooks.org/wiki/Pembelajaran_Berbasis_Blended_Learning. (diakses tanggal 02 November 2014)
Dziuban, C. D., J. L. dan Moskal, P. D. 2004. Blended Learning. Research Bulletin. Educause Centre for Applied Research, (7)
Goldstein, E. B. 2011. Cognitive Psychology: Connecting Mind, Research and Everyday Experience (3rd Ed). United States : Wadsworth, Cengage Learning.
Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta : ANDI
Husamah. 2014. Pembalajaran Bauran (Blended Learning). Jakarta : Prestasi Pustakaraya.
King, Laura A. 2010. Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika
Kose, Utku. 2010. A Blended Learning Model Supported with Web 2.0 Technologies. Jurnal. Afyon Kocatepe University, (2)
Kurniawati, Rita (2014). Indonesian Journal of Curriculum and Educational technology Studies. Jurnal, 3, (1). Universitas Negeri Semarang.
Naidu, S. 2006. E-learning (A Guide Book of Principles, Procedures, and Practice). Australia: Commonwealth of Education for ASIA.
Noviatayati, Ratna. 2014. Pengaruh Metode Blended Learning dan Self-Regulated Terhadap Hasil Belajar Kognitif IPS. Jurnal, 23, (1).Universitas Negeri Malang.
Rahmat, J. 2005. Psikologi Komunitas. PT. Remaja Rosdakarya : Jakarta Rookes, P ., & Willson, J. 2000. Perception: Theory, Development, and
Organisation. London :Routledge.
Santrock, J. W. 2007. Psikologi Pendidikan (Edisikedua). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Solso, R. L., Otto, H., Maclin, M., Kimberly, M. (2007). Psikologi Kognitif. Ahli bahasa, Mikael Rahardianto & Kristanto Batuadji. Jakarta : Erlangga.
Syarif, Izuddin. 2012. Pengaruh Model Blended Learning Terhadap Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Smk. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2, (2).
Taiwo, Sunday. 2009. Tacher’s Perception of The Role of Media In Classroom Teaching In Secondary Schools. Jurnal. The Turkish Online Journal of Educational Technology, 1, (8).
Tim Penulis Kelompok 3, 9, dan 11. Laporan Hasil Observasi Lapangan SMK Tritech Medan.Makalah. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Tim Penulis. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Menurut Azwar (2012) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan fakta yang akurat dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu, dalam hal ini peneliti ingin melihat gambaran persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan.
B. Identifikasi Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian dan sebagai faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Variabel dalam penelitian ini adalah persepsi.
C. Definisi Operasional
Gambaran persepsi terhadap blended learning adalah penilaian atau tanggapan yang diberikan individu terhadap gabungan model pembelajaran tatap muka dengan e-learning yang melibatkan kognitif, afektif, intrepretatif dan evaluatif. Adapun aspek kognitif adalah yang berhubungan dengan sejauhmana individu mengerti, dan memahami masing-masing komponen dari blended learning, secara afektif berkaitan dengan bagaimana individu
secara interpretatif sejauhmana individu memaknai kegunaan dari masing-masing komponen blended learning, serta secara evaluatif berkaitan dengan penilaian individu dalam model pembelajaran blended learning sebagai suatu yang baik maupun yang buruk dalam penerapannya pada proses pembelajaran. Adapun komponen dari blended learning yaitu:
1. Face to face
Interaksi langsung yang dilakukan oleh guru dengan siswa dalam proses belajar di dalam kelas seperti penyampaian materi pelajaran, pemberian tugas hingga mengamati kegiatan siswa di dalam kelas. 2. E-learning online
Pembelajaran yang menggunakan media elektronik yang terhubung jaringan internet yang digunakan sebagai media dalam melakukan proses belajar seperti penggunaan website, browsing, pengunggahan dan pengunduhan materi pelajaran.
3. E-learning offline
Pembelajaran yang tidak menggunakan jaringan internet melainkan media elektronik lainnya seperti tampilan video, CD/DVD hingga tampilan powerpoint yang digunakan sebagai alat bantu dalam meyampaikan materi pelajaran.
4. M-learning
Data persepsi guru mengenai blended learning diperoleh melalui skala psikologis yang disusun oleh peneliti berdasarkan komponen blended learning yang dikemukakan oleh Husamah (2014) yaitu, tatap muka (facto-face), e-learning online, e-e-learning offline, dan m-e-learning. Skor total menunjukkan
tinggi rendahnya persepsi guru terhadap blended learning. Semakin tinggi skor skala blended learning, maka semakin positif persepsi guru terhadap blended learning. Sebaliknya, semakin rendah skor skala blended learning,
semakin negatif persepsi guru terhadap blended learning. D. Subjek Penelitian
Populasi adalah kelompok subjek yang sesuai dengan karakter penelitian yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah guru SMK Tritech Informatika Medan.
Di SMK Tritech Informatika Medan terdapat 107 orang guru. Seluruh anggota populasi diikutsertakan dalam penelitian, karena peneliti dapat menjangkau seluruh populasi yang ada di SMK Tritech Informatika Medan. Jadi, dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan teknik sampling atau teknik pengambilan sampel.
E. Teknik Pengumpulan Data
Informatika Medan. Skala persepsi guru terhadap blended learning menggunakan model skala Likert yang terdiri dari 28 aitem. Peneliti menggunakan 5 alternatif pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N) tidak setuju (ST), dan sangat tidak setuju (STS). Selain aitem, peneliti juga menambahkan data identitas diri yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, lama mengajar, dan latar belakang pendidikan.
Skor untuk aitem favorable pada pilihan Sangat Setuju (SS) bernilai 5, Setuju (S) bernilai 4, Netral (N) bernilai 3 Tidak Setuju (TS) bernilai 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) bernilai 1. Sedangkan skor untuk aitem unfavarable pada pilihan Sangat Setuju (SS) bernilai 1, Setuju (S) bernilai 2, Netral (N) bernilai 3 Tidak Setuju (TS) bernilai 4 dan Sangat Tidak Setuju (STS) bernilai 5.
Tabel. I Blue print skala persepsi terhadap blended learning
Komponen blended learning
Total
Kognitif Afektif Interpretatif Evaluatif
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur
Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam mengukur variabel yang ingin diukur. Validitas isi adalah sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, yang dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang ingin diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional dari professional judgement (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti meminta
professional judgement dari dosen pembimbing.
2. Reliabilitas alat ukur
G. Hasil uji coba alat ukur
Sebelum dilakukannya pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur, guna mengetahui kualitas dari aitem yang telah disusun. Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 4 Mei 2015 sampai 9 Mei 2015 yang diberikan kepada guru yang berada di SMK Darussalam, yang mana SMK ini memiliki sistem pembelajaran yang sama dengan SMK yang akan diteliti. Dari 31 orang jumlah keseluruhan guru, skala hanya tersebar kepada 20 orang guru saja. Data dari uji coba alat ukur diolah menggunakan program SPSS 17,0 for Windows.
Hasil analisa reliabilitas dan daya diskriminasi aitem pada skala pengukuran presepsi terhadap blended learning, didapatkan bahwa reliabitas alat ukur memiliki yang diuji cobakan sebesar 0,733 dan terdapat 28 aitem yang memiliki daya diskriminasi di bawah 0,3. Data aitem yang lolos kemudian diolah kembali untuk melihat apakah aitem tersebut benar-benar memiliki daya diskrikiminasi di atas 0,3. Hasil menghitung yang kedua kalinya didapatkan reliabilitas alat ukur yang diujicobakan adalah sebesar 0,912. Berdasarkan hasil perhitungan yang kedua kali, diperoleh 22 aitem yang dapat digunakan di dalam penelitian dengan reliabilitas 0,912 dan bergerak dari rentang 0,359-0,764.
Namun terdapat tiga aspek persepsi dari dua komponen blended learning yaitu komponen face to face pada aspek afektif dan komponen e-learning offline pada aspek interpretatif dan evaluatif. Menanggapi hal ini, peneliti
tinggi pada masing-masing komponen dan memperbaiki aitem tersebut, dan terpilihlah 6 buah aitem yang kemudian diperbaiki serta melakukan professional judgement kembali kepada dosen pembimbing. Keenam aitem
tersebut adalah (27 dan 30) dalam komponen face to face pada aspek afektif, dan (42 dan 46) dalam komponen e-learning offline pada aspek interpretatif serta (40 dan 49) pada aspek evaluatif.
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Persepsi Terhadap Blended Learning Setelah Diuji Coba
Komponen blended learning
Aspek persepsi Total
Kognitif Afektif Interpretatif Evaluatif Fav Un
Keterangan : angka yang bercetak tebal adalah aitem yang memiliki daya diskriminasi di atas 0,3 dan merupakan aitem yang lolos.
Tabel 3. Distribusi aitem pada skala penelitian Kognitif Afektif Interpretatif Evaluatif
Fav Un
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap palaksanaan, dan tahap pengelolaan data.
1. Tahap persiapan
diuji coba validitasnya melaui professional judgement kepada dosen pembimbing.
Skala penelitian kemudia diuji cobakan kepada guru yang berada di SMK Darussalam, yang mana pada SMK ini memiliki karakteristik yang sama dengan SMK yang akan dilakukan pengambilan data yaitu memiliki model pembelajaran e-learning yang digabungkan dengan model pembelajaran tatap muka. Dari 31 orang jumlah keseluruhan guru yang mengajar di SMK Darussalam, sebanyak 20 orang yang mengisi skala penelitian tersebut.
Setelah selesai melakukan uji coba alat ukur, data yang didapat kemudian dianalisi dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Daya diskriminasi atem dilakukan dengan menggunakan uji
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Setelah alat ukur direvisi, maka dilakukanlah pengambilan data terhadap subjek penelitian yaitu guru yang mengajar di SMK Tritech Informatika Medan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 25 Mei 2015 sampai dengan 30 Mei 2015. Dari 107 orang jumlah guru yang mengajar, hanya 60 orang yang mengisi skala tersebut. Peneliti tidak dapat menjangkau keseluruhan populasi dikarenakan pada saat pengambilan data, di SMK tersebut sedang berlangsung ujian semester dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti.
3. Tahap pengolahan data penelitian
Setelah dilakukannya pengambilan data, peneliti kemudian melalukan pengolahan data dari skala penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program bantuan SPSS 17,0 for Windows. Untuk skala penelitian persepsi terhadap blended learning,
peneliti melakukan pengkategorian ke dalam dua kelompok yaitu positif dan negatif.
Untuk melakukan kategorisasi ke dalam kelompok positif maupun negatif, peneliti menggunakan nilai median dari distribusi data subjek. Hal ini dikarenakan data penelitian tidak terdistribusi secara normal. I. Teknik Analisis Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Data
1. Gambaran subjek penelitian
Subjek penelitian adalah guru yang aktif mengajar di SMK Tritech Informatika Medan. Jumlah keseluruhan populasi yang ada di SMK Tritech Informatika Medan adalah 107 orang. Subjek yang mengisi skala penelitian sebanyak 60 orang, dan didapatkan gambaran subjek berdasarkan usia, dan jenis kelamin.
a. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian, maka diperoleh data subjek sebagai berikut:
Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin N Persentase
Laki-laki 20 33,3%
Perempuan 23 38,3%
Tidak tergolongkan 17 28,3%
Total 60 100%
b. Gambaran subjek berdasarkan usia
Berdasarkan usia subjek penelitian, di peroleh data subjek sebagai berikut.
Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia
Usia N Persentase
22-25 tahun 11 18,3%
26-29 tahun 17 28,3%
30 tahun ke atas 15 25%
Tidak tergolongkan 17 28,3%
Total 60 100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang berada direntang usia 22-25 tahun sebanyak 11 orang (18,3%), yang berada di rentang 26-29 tahun sebanyak 17 orang (28,3%) dan yang berusia di atas 30 tahun sebanyak 15 orang. Terdapat 17 orang subjek yang tidak tergolongkan karena tidak mencantumkan usia pada skala pengukuran.
B. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas
2. Gambaran umum persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan
Gambaran persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan dari hasil analisa ini dapat dilihat melalui skor mean, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum. Hasal analisis deskriptif dalam penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tebel 6. Gambaran Mean, Standar Deviasi, Nilai Minimum, Nilai Maksimum Persepsi Guru Terhadap Blended learning (Teoretik Dan
Empirik)
Variabel Hipotetik Empirik
Mean SD Min Max Mean SD Min Max Persepsi
guru terhaadap blended learning
84 18 28 140 108,38 8,28 92 133
Tabel di atas menunjukkan bahwa skor mean empirik skala persepsi guru terhadap blended learning adalah 108,38 dengan SD empirik 8,28 dan mean hipotetik 84 dengan SD 18. Hasil perbandingan antara skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa secara rata-rata subjek memiliki persepsi terhadap blended learning di atas rata-rata teoritis.
Tabel 7. Kategorisasi Persepsi Terhadap Blended learning Pada SMK Tritech Informatika Medan
Variabel Kategorisasi
jenjang Kategori N Presentasi Persepsi guru
learning pada yang memiliki persepsi positif terhadap blended learning sebanyak 31 orang (51,67%), dan sebanyak 29 orang (48,33%) yang masuk kedalam kategori negatif.
3. Gambaran komponen blended learning pada subjek penelitian
Komponen dari blended learning terbagi atas empat, yaitu face to face, e-learning online, e-learning offline dan m-learning. Hasil perhitungan nilai
minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi dari keempat komponen, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Gambaran Mean, Standar Deviasi, Nilai Minimum, Dan Nilai Maksimum Dari Komponen Blended learning
Komponen blended learning
Mean hipotetik Mean empirik
Mean SD Min Maks Mean SD Min Maks face to face memiliki skor paling tinggi yaitu (34) dengan standar deviasi
(2,40) dan terakhir komponen e-learning offline (23,31) dengan standar deviasi (3,07).
Tabel 9. Kategorisasi Komponen Blended learning Pada Guru Di SMK Tritech Informatika Medan
Komponen Kategorissiasi jenjang
Kategorisasi N Persentase Face to face X > 34 orang guru (30%) yang memiliki perspsi positif terhadap blended learning, dan sebanyak 42 orang guru (70%). Selanjutnya pada komponen e-learning online, guru yang memiliki perspsi yang posistif terhadap
blended learning sebanyak 23 orang (38,3%), sedangkan guru yang
memiliki persepsi negatif sebanyak 37 orang (61,7%). Untuk komponen e-learning offline, terdapat 23 orang guru (38,3) yang memiliki persepsi
4. Gambaran persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, gambaran persepsi guru terhadap blended learning dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel. 10 mean persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan
Jenis kelamin Mean
Laki-laki 109
Perempuan 110,47
Tidak Tergolongkan 106,82
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki memperoleh mean sebesar 109, sedangkan subjek yang berjenis kelamin perempuan memperoleh mean yang lebih tinggi dari subjek laki-laki yaitu 110,47. Serta subjek yang berada dalam kategori yang tidak tergolongkan karena tidak mencantumkan jenis kelamin pada skala pengukuran memperoleh mean sebesar 106,82.
5. Gambaran persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan berdasarkan usia
Tabel. 11 mean persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan
Usia Mean
22-25 tahun 106,72
26-29 tahun 107,64
30 tahun ke atas 112,46 Tidak tergolongkan 106,82
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek yang berusia 22-25 tahun memperoleh mean 106,72, subjek yang berusia 26-29 tahun memperoleh mean 107,64. Sedangkan subjek yang berusia 30 tahun ke atas memperoleh mean tertinggi yaitu 112,46, dan subjek yang berada dalam kategori yang tidak tergolongkan karena tidak mencantumkan usia pada skala pengukuran memperoleh mean 106,82.
C. Pembahasan
tergolongkan menunjukkan bahwa guru bisa saja memiliki persepsi positif dan bisa saja memiliki persepsi yang negatif.
Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian. Proses pengorganisasian suatu stimulus berbeda-beda pada masing-masing individu, tergantung pada proses berpikir, perasaan individu, penilaian hingga pengalaman yang berbeda pada masing-masing individu. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa data yang dilakukan, yang mana individu berbeda-beda dalam mempersepsikan suatu objek yaitu blended learning.
Berdasarkan analisa data yang dilakukan, komponen face to face memiliki skor mean yang paling tinggi (34) dan komponen e-learning online (26,38) dan komponen e-learning offline (23). Serta yang terkahir pada komponen m-learning memiliki skor mean (23,31).
ketidakpuasan dan ketidaktahuan individu mengenai objek yang dipersepsikannya.
Pada komponen face to face, guru yang memiliki persepsi yang positif lebih sedikit dari guru yang memiliki persepsi yang negatif terhadap komponen blended learning. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian guru mengenai proses interaksi langsung antara peserta didik dengan guru di dalam kelas dan penyampaian materi selama proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran blended learning masih kurang baik.
Selanjutnya pada komponen e-learning online, jumlah guru yang mempersepsikan secara positif juga lebih sedikit daripada guru yang memiliki persepsi yang negatif. Jumlah ini menunjukkan bahwa penilaian guru masih kurang baik mengenai pemanfaatan jaringan internet sebagai metode penyampaiaan pelajaran dan fasilitas seperti penggunaan website, browsing, mengunduh hingga mengunggah materi pelajaran selama proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas.
Demikian halnya pada komponen yang ketiga, yaitu e-learning offline juga terdapat jumlah guru yang memiliki persepsi yang positif lebih kecil daripada guru yang meemiliki persepsi yang negatif. Dari data penelitian tersebut menunjukkan bahwa penilaian guru belum cukup baik mengenai penggunaan tampilan video, penggunaan CD atau DVD maupun tampilan powerpoint sebagai alat bantu dalam penerapan model pembelajaran blended learning.
memiliki persepsi positif. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa penilaian guru cukup baik mengenai penggunaan perangkat mobile seperti laptop, notebook serta smartphone sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran dan
penerapan model blended learning.
Bila dilihat dari jenis kelamin, guru yang berjenis kelamin perempuan memiliki mean yang tinggi daripada guru yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Rookes & Wilson (2000) yang mengatakan bahwa laki-laki lebih dalam kemampuan visual spasial daripada perempuan, selain itu laki-laki juga memiliki ketajaman visual lebih baik pada siang hari sedangkan wanita lebih cepat beradaptasi dalam lingkungan yang gelap. Pada penelitian ini jumlah subjek perempuan lebih banyak daripada jumlah subjek laki-laki, tetapi juga terdapat subjek yang tidak mencantumkan atau tidak mengisi kolom jenis kelamin pada skala pengukuran.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara umum, guru-guru yang menjadi sampel penelitian di SMK Tritech Informatika Medan memiliki persepsi yang positif terhadap blended learning.
2. Dari keempat komponen blended learning yaitu face to face, e-learning online, e-learning offline dan m-learning, maka dapat disimpulkan bahwa
guru SMK Tritech Informatika Medan memiliki persepsi yang negatif pada keempat komponen blended learning.
3. Berdasarkan data yang diperoleh melalui skala pengukuran oleh subjek penelitian dapat dilihat bahwa skor mean guru terhadap blended learning tertinggi terdapat pada:
a. Subjek berjenis kelamin perempuan b. Berusia di atas 30 tahun
B. Saran
Berdasarkan analisa data, pembahasan dan kesimpulan yang sudah di paparkan di atas, peneliti mencoba memberika beberapa saran. Saran yang diberikan oleh peneliti diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya mengenai persepsi terhadap blended learning.
a. Penyusunan skala pengukuran untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih sesuai dengan teori-teori persepsi agar memiliki tingkat valitidas isi yang lebih baik.
b. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan menambah variabel lain agar dapat melihat persepsi guru terhadap blended learning secara lebih mendalam.
c. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan menambah teknik pengambilan data seperti wawancara dan observasi agar mendapat data yang lebih akurat mengenai persepsi guru terhadap blended learning. d. Pada penelitian selanjutnya, penelti diharapkan untuk mempercepat
penyebaran skala penelitian agar mendapatkan data yang lebih banyak dari populasi yang tersedia.
e. Pada penelitian selanjutnya, peneliti diharapkan untuk memeriksa kembali jawaban dari subjek penelitian baik dari kelengkapan identitas maupun jawaban dari pernyataan agar data yang sudah didapatkan dapat digunakan seluruhnya.
2. Saran praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSEPSI
1. Definisi Persepsi
Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian. Selanjutnya, Lahey (2007) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan interpretasi informasi yang didapatkan dari luar. Sedangkan King (2010) mengatakan bahwa persepsi adalah proses otak dalam mengatur dan menginterpretasi informasi sensoris dan memberikan makna informasi tersebut.
Wade (2007) menyebutkan persepsi merupakan tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi sesuatu yang bermakna, dan Myers (1996) menambahkan bahwa persepsi memungkinkan kita untuk mengenaili makna dari suatu objek dan peristiwa. Persepsi melibatkan kognisi tingkat tinggi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik, yang mana kejadian-kejadian sensorik tersebut diproses sesuai pengetahuan kita tentang dunia, sesuai budaya, pengharapan yang memberikan makna terhadap pengalaman sensorik sederhana (Solso., dkk, 2007).
dengan positif ketika objek yang dipersepsikan sesuai dengan penghayatan dan dapat diterima baik secara rasional maupun emosional manusia. Namun individu akan mempersepsikan suatu objek secara negatif ketika hal itu tidak sesuai dan individu cenderung menolak dan menanggapinya secara berlawanan terhadap objek yang dipersepsikan.
Dalam penelitian ini, definisi persepsi yang digunakan adalah proses pengorganisasian danpenafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukanindividu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian.
2. Aspek persepsi
Ittelson (dalam Bell, 2001) menyatakan bahwa ada 4 aspek persepsi yaitu :
a. Kognitif, meliputi bagaimana individu berpikir, mengorganisasi dan menyimpan informasi.
b. Afektif, perasaan yang mempengaruhi bagaimana individu mempersepsi sesuatu.
c. Interpretatif, sejauhmana individu memaknai sesuatu.
d. Evaluatif, bagaimana individu menilai sesuatu sebagai aspek yang baik dan buruk.
3. Faktor yang mempengaruhi persepsi
a. Usia
Kemampuan perseptual seseorang berubah dan matang seiring berkembangnya dan bertambahnya usia. Secara umum, kemampuan perseptual terlihat meningkatdan semakin akurat namun ada juga kemampuan perseptual yang menurun dalam merepresntatifkan dunia fisik, seiring bertambahnya usia.
b. Gender
Masalah perbedaan gender dalam proses psikologi sangatkontroversial. Namun, terdapatnya beberapa perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam persepsi visual. Laki-laki memiliki ketajaman visual yang lebih baik disiang hari, sedangkan perempuan lebih cepat beradaptasi dalam kondisi gelap. Salah satu kemampuan yang memiliki perbedaan gender yangkonstan adalah kemampuan visual spasial. Pada kemampuan ini, priamempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.
c. Kepribadian
Orang-orang dengan kepribadian yang berbeda cenderung berperilaku berbeda dalam berbagai situasi dan dapat merespon berbagai informasi dengan cara yang berbeda.
d. Kondisi fisik
Penggunaan obat-obatan seperti narkoba dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Selain itu, orang yang menggunakan zat tertentu seperti kafein, juga akan mempunyai pengalaman perseptual yang berbeda.
e. Perceptual set
Set adalah ekspektasi yang dibawa oleh observer ke dalam situasi perseptual. Latar belakang dan pengalaman sepertinya membuat kita melihat suatu hal dengan cara tertentu, khususnya jika stimulus yang diberikan ambigu. Ada beberapa hal yang mempengaruhi set yaitu motivasi, konteks, ekpektasi, pengalaman sebelumnya dan emosi.
f. Budaya dan variasi sosial
B. BLENDED LEARNING
1. Definsi blended learning
Blended learning merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu
blended yang berarti campuran atau kombinasi dan learning berarti
pembelajaran, jadi blended learning merupakan campuran atau kombinasi antara pembelajaran tradisional atau tatap muka dengan pembelajaran online (Husamah, 2014).
Thorne (2003, dalam Husamah 2014) menggambarkan blended learning sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan kemajuan teknologi dan inovatif yang ditawarkan oleh pembelajaran online dengan interaksi dan partisipasi dari pembelajaran tradisional. Blended learning adalah sebuah konsep yang relatif baru dalam pembelajaran dimana pengajaran yang disampaikan melalui gabungan pembelajaran online dan tradisional yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh instruktur atau pengajar (Bielwski dan Metcalf, 2003 dalam Husamah 2014). Blended learning harus dipandangsebagai pendekatan pedagogis yang menggabungkan efektivitas dan peluang sosialisasi kelas dengan kemungkinan peningkatan teknologi untuk mencapai pembelajaran yang aktif dalam lingkungan online, daripada rasio modalitas pembelajaran tradisional (Dziuban, Hartman and Moskal, 2004).
Akkoyunlu dan Soylu (dalam Husamah, 2014) mendefinisikan blended learning sebagai variasi penggunaan metode yang mengkombinasikan
mengatakan blended learning mengacu pada pembelajaran yang mengkombinasikan atau mencampurkan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran berbasis komputer (online dan offline).
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa blended learning adalah kombinasi antara model pembelajaran tatap muka (face-to-face) dengan model pembelajaran komputer baik online maupun offline yang didampingi atau diinstruksikan oleh pengajar.
2. Komponen Blended learning
Ada empat hal yang menjadi komponen blended learning yang dikemukakan oleh Husamah (2014), yaitu :
a. Face-to-face
Pembelajaran formal umumnya dilakukan di sekolah berlangsung melalui metode pembelajaran tatap muka (face-to-face). Menurut Bintek KTSP, pembelajaran tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi langsung antara peserta didik dan pendidik.
b. E-learning offline
Husamah (2014) mendefiniskan e-learning sebagai suatu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi secara sistematis dengan mengintegrasikan semua komponen pembelajaran. Kumar (dalam Husamah, 2014) mendefinisikan e-learning sebagai pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan
isi pembelajaran, interaksi atau bimbingan. Media e-learning dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media interaktif onlinedan offline. Media e-learning bersifat online dapat diwujudkan dalam bentuk
website/situs.
Media e-learning bersifat offline menurut Artawan merupakan salah satu bentuk pembelajaran elektronik (e-learning) yang pelaksanaannya tidak menggunakan jaringan internet atau intranet. Pembelajaran berbasis e-learning offline dapat dilaksanakan melalui pembelajaran berbasis komputer. Media e-learning yang bersifat offline dapat diwujudkan dalam bentuk CD atau DVD.
c. E-learning online
Pembelajaran online merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi dan fasilitasi serta didukung berbagai bentuk layanan belajar lainnya. E learning onlinemerujuk kepada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Feasey, 2001; Karmaga, 2002; dalam Husamah 2014).
d. Mobile learning
Mobile learning (M-learning) didefinisikan sebagai e-learning
darimana saja dan kapan saja. Sistem m-learning memanfaatkan mobilitas dari perangkat handled/mobile, seperti ponsel, laptop dan notebook untuk memberikan fungsi pembelajaran yang dapat
dilakukan dimana pun dan kapan pun. 3. Kelebihan dan kekurangan blended learning
a. Kelebihan blended learning
1) Peserta didik leluasa untuk mempelajari materi pelajaran secara mandiri dengan memanfaatkan materi-materi yang tersedia secara online.
2) Peserta didik dapat melakukan diskusi dengan pengajar atau peserta didik lainnya diluar jam pelajaran.
3) Kegiatan pembelajaran dilakukan peserta didik diluar jam tatap muka dapat dikelola dan dikontrol dengan baik oleh pengajar. 4) Pengajar dapat menambah materi pengayaan melalui fasilitas
internet.
5) Pengajar dapat meminta peserta didik membaca materi atau mengerjakan tes yang dilakukan sebelum pembelajaran.
6) Pengajar dapat menyelenggarakan kuis, memberikan feedback dan manfaat hasil tes dengan efektif.
b. Kekurangan blended learning
Noer (dalam Husamah, 2014) mengemukakan beberapa kekurangan blended learning, yaitu:
1) Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan prasarana tidak mendukung.
2) Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki peserta didik seperti komputer dan akses internet.
3) Kurangnya pengetahuan sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta didik dan orang tua) terhadap penggunaan teknologi.
C. SMK Tritech Informatika Medan
SMK Tritech Informatika Medan didirikan berawal dari niat suci Yayasan Bapak Zulkifli, SE, S.Sos untuk beribadah kepada Allah SWT dan pengabdian dirinya bagi dunia pendidikan, yang diawali dengan dibukanya Lembaga Kursus Komputer dan Bahasa Inggris yang diberi nama Tritech Quantum. Seiring dengan perkembangan dan tuntutan dari masyarakat maka pada tanggal 20 Mei 2010 didirikanlah SMK Tritech Informatika dengan memakai konsep SMK IT Modern.
SMK Tritech Informatika memiliki 3 Program Keahlian, yaitu Teknik Keterampilan
Jaringan, Multimedia, Rekayasa Perangkat Lunak yang bertempat di Jl. Bhayangkara
No. 522 Medan dan diasuh oleh Guru dan Dosen berpengalaman tamatan S1 dan S2
dari Universitas Negeri dan Swasta yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi
jumlah pendidik sebanyak 107 orang dan tahun Ajaran 2012/2013 telah menempati
gedung baru di Jl. Bhayangkara No. 484 dengan jumlah kelas sebanyak 47 ruang.
Pada masing-masing ruang kelas terdapat plasma TV yang digunakan sebagai alat
bantu dalam menyampaikan pelajaran, selain itu fasilitas lainnya adalah jaringan
WIFI, AC (Air Conditioner), kipas angin, white board, ruang praktik komputer, lab
multimedia, ruang praktik rekayasa perangkat lunak, ruang praktik teknik komputer
jaringan dan lain sebagainya. Untuk menunjang kegiatan pembelajaran, SMK Tritech
Informatika Medan memiliki website sekolah (www.tritech.sch.id) yang berisi profil
sekolah, materi pelajaran, agenda sekolah, data pengajar, soal-soal latihan, yang
membantu siswa dalam proses belajar. Adapun visi dari SMK Tritech Informatika
Medan ini adalah Menjadikan SMK berbasis teknologi Informatika yang Unggul,
Mandiri, Religius dan Berstandar Internasional, dan misinya adalah Siswa/i mampu
menguasai komputer software dan hardware serta jaringan IT, Melahirkan generasi
yang handal dalam bidang IPTEK, IMTAQ dan berjiwa kebangsaan.
D. Gambaran Persepsi Guru Terhadap Blended learning Pada Smk Tritech Informatika
Medan
Berkembangnya dunia pendidikan yang sejalan dengan penggunaan teknologi
dibidang pendidikan telah meningkat dengan sangat cepat, seperti penggunaan
internet yang kini banyak digunakan dalam model pembelajaran e-learning. Namun
karena terdapat kekurangan dari model pembelajaran e-learning yaitu interkativitas
antara murid dengan gurunya, munculah model pembelajaran yang baru yang
disebut dengan blended learning, yang menggabungkan model pembalajaran
Husamah (2014) mengemukakan empat komponen dalam model pembelajaran
blended learning yaitu face to face, e-learning online, e-learning offline dan
m-learning. Komponen pertama yaitu face to face adalah interaksi langsung yang
dilakukan oleh guru dengan siswa dalam proses belajar di dalam kelas seperti
penyampaian materi pembelajaran, pemberian tugas hingga mengamati kegiatan
siswa ketika di dalam kelas. Komponen kedua yaitu e-learning online, adalah
pembelajaran yang menggunakan media elektronik yang terhubung dengan jaringan
internet yang digunakan guru sebagai media dalam melakukan proses belajar seperti
penggunaan website sekolah, browsing, pengunggahan dan pengunduhan materi
pelajaran. Komponen ketiga yaitu e-learning offline, adalah pembelajaran yang juga
menggunakan media elektronik namun tidak terhubungan dengan jaringan internet
seperti tampilan video, CD/DVD maupun tampilan powerpoint yang digunakan oleh
guru sebagai alat bantu dalam menyampaikan materi pelajaran. Komponen terakhir
yaitu m-learning adalah pembelajaran yang menggunakan perangkat komputasi
mobile seperti laptop maupun smartphone dalam mendukung kegiatan belajar.
Graham (dalam Husamah, 2014) mengatakan bahwa blended learning adalah
sebuah pendekatan yang mengintegrasikan pengajaran tatap muka dan kegiatan
pembelajaran berbasis komputer dalam sebuah lingkungan pedagogis. Untuk itu
seorang pengajar atau guru harus memiliki kemampuan pedagogi yang baik, serta
mampu melihat apa yang terjadi di dalam kelas dan mengetahui apa yang harus
dilakukan mengenai apa yang dilihat, agar proses pembelajaran di dalam kelas dapat
berjalan dengan optimal.
Pengetahuan atau pengalaman sebelumnya yang dimiliki oleh guru atau
mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran
blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh
Atkinson (2000) sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam
lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun
negatif terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian.
Menurut Itelson (dalam Bell, 2001), persepsi memiliki empat aspek, yaitu
kognitif, afektif, interpretatif dan evaluatif. Aspek kognitif meliputi bagaimana
individu berpikir, mengorgansasikan dan menyimpan informasi. Aspek afektif
meliputi perasaan yang mempengaruhi bagaimana individu mempersepsi sesuatu.
Aspek interpretatif meliputi sejaumana individu memaknai sesuatu. Terakhir aspek
evaluatif, meliputi bagaimana individu menilai sesuatu sebagai aspek yang baik dan
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia pendidikan di zaman modern saat ini telah berkembang dengan sangat pesat, salah satunya dalam bidang teknologi yang merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran. Perkembangan teknologi ini tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, baik dalam hal kehidupan sehari-hari hingga pendidikan seperti penggunaan internet yang kini banyak diperbincangkan termasuk penggunaannya dibidang pendidikan. Sistem yang terdapat di internet berisi jaringan komputer yang terhubung di seluruh dunia, dan menyediakan informasi yang tak terhingga yang dapat diakses oleh murid. Internet juga mengandung informasi yang lebih baru ketimbang buku teks (Santrock, 2007). Oleh sebab itu internet tidak hanya digunakan sebagai sumber informasi tetapi juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang dikenal dengan istilah e-learning.
asynchronous melalui jaringan ataupun komputer pribadi dan perangkat
elektronik lainnya (Naidu, 2006).
Teknologi online juga memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk mendapatkan tambahan informasi dalam rangka memenuhi tuntutan kompetensi dan juga pengayaan. Untuk itu, pendidik/pengajar harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu peserta didik agar mencapai standar akademik. Awalnya, pemanfaatan e-learning sangat diunggulkan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional secara tatap muka (Husamah, 2014).
Hal ini karena dengan e-learning, pembelajaran dapat lebih terbuka, fleksibel dan dapat terjadi kapan saja, dan dengan siapa saja. Kendala terbesar e-learning adalah interaktivitas langsung antara peserta didik dengan
instrukturnya. Peserta didik memerlukan umpan balik dari pengajar dan sebaliknya pengajar juga memerlukan umpan balik dari peserta didiknya. Oleh karena itu munculah model pendidikan yang baru yang disebut dengan blended learning, yang menggabungkan model pendidikan e-learning dan
model pendidikan tatap muka. Blended learning adalah konsep yang relatif baru dalam pembelajaran, dimana pengajaran disampaikan melalui gabungan pembelajaran online dan tradisional yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh instruktur atau pengajar (Bielawski dan Metcalf, dalam Husamah, 2014).
Blended learning adalah sebuah pendekatan yang mengintegrasikan
sebuah lingkungan pedagogis. Hal ini mengungkapkan bagaimana pendidik/pengajar menjadi seorang literat pendidikan (sains), menemukan cara memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan mempertimbangkan dan berusaha mengintegrasikan keterampilan abad 21, yaitu kemampuan berpikir kritis, menguasai teknologi informasi dan mampu bekerjasama ke dalam proses belajar mengajar yang tepat untuk peserta didiknya (Graham dalam Husamah, 2014).
Menurut Husamah (2014), blended learning memiliki empat komponen yaitu pertama tatap muka (face-to-face), yang merupakan kegiatan pembelajaran berupa proses interaksi langsung antara peserta didik dan pendidik. Kedua, e-learning online yang merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi dan fasilitasi serta didukung berbagai bentuk layanan belajar lainnya. Ketiga, e-learning offline yang merupakan pembelajaran yang dilaksanakan melalui media e-learning yang bersifat offline dapat diwujudkan dalam bentuk CD atau DVD. Keempat, m-learning yang merupakan pembelajaran memanfaatkan mobilitas dari perangkat handled/mobile, seperti ponsel, laptop dan notebook untuk memberikan fungsi pembelajaran yang dapat dilakukan dimana pun dan kapan pun.
didik (mitra belajar), serta membantu memotivasi keaktifan peserta didik untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2012) mengenai pengaruh blended learning terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa SMK, menunjukkan bahwa motivasi dan prestasi belajar siswa meningkat secara signifikan karena penerapan model pembelajaran blended learning. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Novitayati (2014) mengenai pengaruh metode blended learning dan self-regulated terhadap hasil belajar kognitif IPS,
ditemukan bahwa metode blended learning dapat meningkatkan self-regulated siswa dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
(Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi) dan peningkatan keaktifan serta motivasi belajar siswa. Namun, Noer (dalam Husamah, 2014) mengemukanan mengenai kekurangan blended learning salah satunya adalah kurangnya pengetahuan sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta didik, dan orang tua) terhadap penggunaan teknologi.
Pada SMK Tritech (Triadi Teknologi) informatika, model pembelajaran blended learning ini sudah diterapkan sejak berdirinya SMK tersebut pada tahun 2010. SMK Tritech ini adalah SMK berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang memiliki tiga kompetensi keahlian yaitu Teknik Keterampilan Jaringan, Multimedia dan Rekayasa Perangkat Lunak. Penggunaan model pembelajaran blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan ini dapat dilihat dari terpenuhinya keempat komponen dari blended learning sendiri yaitu pertama, tatap muka (face-to-face) yang mana
terjadi interaksi langsung antaara siswa dan guru di dalam kelas. Kedua, e-learning online yang mana siswa menggunakan jaringan internet selama
proses belajar mengajar berlangsung dan siswa mengakses materi pembelajaran salah satunya dari website sekolah atau ebook. Ketiga, e-learning offlline yang mana terkadang guru menggunakan video/DVD dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas. Keempat, m-learning yaitu penggunan perangkat mobile seperti laptop atau notebook dalam menyampaikan materi atau mengakses materi ajar.
pada TV LCD yang terdapat didalam kelas. Kemudian siswa dapat mengakses materi yang sedang diajarkan oleh guru melalui ebook, website sekolah ataupun melalui flashdisk. Selain penyampaian dan mengakses materi pembelajaran melalui website sekolah, penggunaan model pembelajaran blended learning juga digunakan ketika siswa mengikuti ujian, yang mana
soal-soal ujiannya dapat diakses juga melalui website sekolah. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan wakil kepala sekolah SMK Tritech Informatika Medan
“anak-anak disini diwajibkan satu orang satu membawa labtop, itu paling lama tiga bulan pertama masuk sekolah mereka harus sudah memiliki labtop masing-masing, karena guru akan menyampaikan materi belajar melalui TV LCD yang terdapat dimasing-masing ruangan kelas, dan anak-anak mengikuti proses belajar dengan membuka materi pembelajaran melalui labtop mereka masing-masing.Ujian kita juga udah pake sistem online, nanti semua soal mata pelajaran dimasukkan ke dalam website, jadi ketika ujian siswa langsung buka dari website itu soal-soalnya.” (komunikasi personal, November 2014)
Selama proses belajar berlangsung, siswa diperbolehkan untuk menggunakan laptopnya. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengakses hal-hal yang tidak sesuai dengan materi yang sedang diajarkan oleh gurunya. Selain itu, juga terdapat siswa yang sedang memainkan handphone mereka ketika proses belajar di dalam kelas sedang berlangsung.
mengajar berlangsung, para siswa berkesempatan untuk mengakses hal-hal yang tidak sesuai dengan isi materi yang sedang diajarkan. Berikut kutipan wawancara yang kemukakan oleh wakil kepala sekolah dan guru SMK Tritech Informatika Medan,
“ disini, kendala yang kami hadapi adalah kesempatan anak-anak mengakases internet sepuasnya, yang setiap pagi mereka diberi voucher Rp. 1000 untuk dipakai sepuasnya selama satu hari, terkadang kesempatan ini yang digunakan anak-anak ketika di dalam kelas, mereka membuka yang lain ketika guru sedang mengajar, makanya sekarang saya dan beberapa anggota saya berpatroli untuk memantau kegiatan belajar di kelas, jika ada yang ketahuan membuka yang lain, maka langsung kami tutup laptopnya dan kami sita”. (komunikasi personal, November 2014)
“kendala yang kami hadapi di dalam kelas, kadang anak-anak ini suka membuka yang lain selain materi yang sedang kami ajarkan, karena itu tadi mereka bebas mengakses internet, terkadang mereka juga mengerjakan tugas dari mata pelajaran lain ketika guru sedang menerangkan”. (komunikasi personal, Januari 2015)
Seorang guru yang memiliki perspektif mengajar adalah mereka yang berpengalaman dalam pengaturan sekolah dan memiliki struktur konseptual untuk memahami siswa di kelas. Guru seperti ini biasanya sudah berpengalaman dan mampu mengelaborasi secara baik materi pembelajaran. Mereka tahu cara “membaca” kelas, memahami detail materi pembelajaran,
mampu melihat apa yang terjadi di kelas dan mengetahui apa yang harus dilakukan mengenai apa yang dilihat (Danim, 2010). Pada penerapaan blended learning di SMK Tritech Informatika Medan, ada guru yang menggunakan
Menurut Undang-undang No 14. Tahun 2005, mengatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademis, kompetensi (kompetensi pedagogi, kepribadian, sosial, dan professional), sertifikat akademis, sehat jasmani dna rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selain itu, guru haruslah memiliki kemampuan atau keahlian sebagai seorang pengajar dalam hal menjalankan tugas mereka. Untuk itu seorang guru dituntut memiliki kemampuan pedagogis yang baik, yang mana guru bertanggungjawab untuk mempromosikan pentingnya belajar bagi siswa, agar dapat mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk kemajuan dibidang pedagogi sendiri (Danim, 2010).
Salah satu kerangka kerja yang dimungkinkan oleh guru dapat mengembangkan pendekatan mereka sendiri untuk pedagogi menurut Hallam dan Ireson (dalam Danim, 2010). Pertama, pertimbangan tujuan pendidikan dan nilai-nilai yang mendukung pengajaran. Kedua, pengetahuan tentang teori belajar. Ketiga, pengetahuan tentang konsep yang berbeda dari mengajar. Keempat, pengetahuan tentang model pengajaran dan pembelajaran serta interaksi dinamis karakteristik siswa, karakteristik lingkungan belajar, tuntutan tugas, proses pengajaran dan pembelajaran, dan jenis pembelajaran. Kelima, memahami bagaimana pedagogi dapat dioperasionalkan di dalam kelas. Keenam, pengetahuan dan keterampilan untuk mengevaluasi praktik, penelitian, dan teori yang berkaitan dengan pendidikan.
mengetahui atau tidak pernah mendengar istilah blended learning, padahal model pembelajaran blended learning ini sendiri sudah mereka jalankan atau mereka terapkan sejak awal sekolah tersebut didirikan. Berikut ini kutipan wawancaranya
“apa itu blended learning?. Mata pelajaran saya pake sistem online, siswa-siswanya nanti ngambil materi yang udah dimasukkan di website sekolah, kadang nanti mereka saya suruh cari bahan di internet, terus mereka diskusi perkelompok, nanti baru mereka presentasikan hasil diskusinya di depan kelas.”(komunikasi personal, Januari 2015)
“apa itu?. Kalau mata pelajaran saya materinya sudah ada di website sekolah, karena guru-guru wajib memasukkan materi ajarnya ke wbsite sekolah, jadi anak-anak bisa akses terus mereka bisa baca bahan dulu sebelum masuk kelas” (komunikasi personal, Januari 2015)
“apa itu blended learning?, saya baru dengar. Mata pelajaran saya sudah ada di website sekolah, jadi anak-anak tinggal akses materi yang akan saya bawakan di dalam kelas, kadang mereka mencari informasi tambahan dari sumber-sumber lain di internet juga” (komunikasi personal, Januari 2016)
Informasi ini mengisyaratkan bahwa mereka tidak mengetahui model pengajaran dan pembelajaran yang diterapkan oleh sekolah tempat mereka mengajar. Hal ini juga berkaitan dengan bagaimana seorang guru mempersepsikan sesuatu yang berdasarkan dengan pengetahuan dan pengalaman mereka sebelumnya. Persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000) sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian. Lahey (2007) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan interpretasi informasi yang kita dapatkan dari luar.
individu berpikir, mengorgansasikan dan menyimpan informasi. Aspek afektif meliputi perasaan yang mempengaruhi bagaimana individu mempersepsi sesuatu. Aspek interpretatif meliputi sejaumana individu memaknai sesuatu. Terkahir aspek evaluatif, meliputi bagaimana individu menilai sesuatu sebagai aspek yang baik dan buruk.
Dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru SMK Tritech Informatika Medan, cenderung mendukung penggunaan dari model pembelajaran blended learning di sekolah mereka, seperti kemudahan yang mereka rasakan ketika mengajar di dalam kelas, guru melihat bahwa siswa-sisnya menjadi lebih mandiri, dan dapat memperoleh informasi tambahan melalui penggunaan jaringan internet, berikut kutipan wawancara
“menurut saya bagus, karena anak-anak tidak hanya mendapatkan informasi dari guru, mereka dapat mencari informasi-informasi tambahan diinternet, dan model seperti ini juga tidak membuat anak-anak bosan, karena mereka tidak hanya mendapatkan ceramah dari guru dan anak-anak menjadi aktif mencari informasi diinternet”. (komunikasi personal, Januari 2015)
“menurut saya cukup bagus, karena anak-anak menjadi lebih mandiri ya, tidak banyak bergantung dengan yang lain. Istilahnya membuat anak-anak menjadi lebih aktif”. (komunikasi personal, Januari 2015)
“kalau menurut saya bagus ya, karena ketika di dalam kelas anak -anak dapat mencari apa yang saya suruh pada saat itu juga, misalnya saya suruh cari simufrasi, nah pada saat itu juga mereka bisa langsung cari apa itu simufrasi”. (komunikasi personal, Januari 2015)
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Taiwo (2009) mengenai persepsi guru terhadap peran media dalam mengajar di dalam kelas, mengatakan bahwa guru-guru memerlukan pelatihan dalam penggunaan media teknologi yang akan diterapkan di dalam kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penggunaan media teknologi di dalam kelas, guru-guru masih memerlukan pelatihan dalam penerapan media teknologi di dalam kelas yang notabennya mereka memiliki latar belakang pendidikan guru. Sedangkan guru-guru yang ada di SMK Tritech Informatika Medan, sebagian mereka sudah memiliki kompetensi dalam hal penerapan media teknologi di dalam kelas, namun memiliki latar belakang pendidikan bukan guru, untuk itu mereka memerlukan adanya pembinaan dan pengembangan dalam kompetensi pedagogi. Hal ini sesuai dengan Undang-undang N0.14 Tahun 2005 pasal 32 yang berbunyi pembinaan dan pengembangan guru meliputi pengembangan profesi dan karier yaitu pengembangan dan pembinaan kompetensi pedagogi, kopetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.
Berdasarkan pengamatan peneliti, SMK Tritech Informatika Medan adalah SMK yang menggunakan model pembelajaran blended learning yaitu gabungan model pembelajaran tatap muka dan e-learning. Hal ini dilihat dari terpenuhinya keempat komponen blended learning itu sendiri yaitu face to face, e-learning online, e-learning offline, maupun m-learning. Model
saat ini. Namun, guru-guru yang ada di SMK Tritech ini tidak mengetahui istilah blended learning yang merupakan model pembelajaran yang diterapkan di SMK tersebut, dan model pembelajaran blended learning ini juga sudah mereka gunakan walaupun masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaanyanya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran persepsi para guru terhadap model pembelajaran blended learning yang ada di SMK Tritech Informatika Medan .
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan “bagaimana persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika Medan?.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran persepsi guru terhadap blended learning pada SMK Tritech Informatika.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis