LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian
No…..
P / W
Kuesioner Penelitian
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JL. Prof. T .M Hanafiah No. 2 Padang Bulan Medan 20155ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF DI KOTA MEDAN
OLEH:
RIZKI AMALIA TAMBUNAN NIM: 120501081
Medan, ………..
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Sdr/i Pelaku Usaha Industri Kreatif Di
Kota Medan
Dengan hormat, Saya Rizki Amalia Tambunan adalah Mahasiswa FEB USU Medan yang sedang melakukan penelitian tentang “Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kreatif di Kota Medan”. Memohon Bapak/Ibu/Sdr/i kiranya bersedia membantu untuk menjadi responden penelitian guna menyelesaikan masa studi saya. Penelitian ini hanya digunakan untuk kepentingan akademik saja.
Salah satu cara untuk mendapatkan data pada penelitian saya adalah dengan mengetahui pendapat masyarakat melalui penyebaran kuesioner kepada responden. Untuk itu, besar harapan saya kepada Bapak/Ibu/Sdr/i untuk dapat mengisi kuesioner ini dengan baik dan jujur.
Hormat saya
Rizki AmaliaTambunan
Petunjuk: Isilah Pertanyaan di bawah ini denganJawaban yang sesuai dan jelas.
A. Identifikasi Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
b. Perempuan
4. Subsektor Industri:
a. Periklanan h. Permainan Interaktif
b. Arsitektur i. Musik
c. Pasar Barang Seni j. Seni Pertunjukkan
d. Kerajinan k. Penerbitan dan Percetakan
e. Desain Piranti Lunak l. Layanan Komputer dan
f. Fashion m. Televisi dan Radio
g. Video, Film dan Fotografi n. Riset dan Pemasaran.
5. Nama Usaha :
6. Tingkat Pendidikan :
a. SD d. Diploma (D1,D2,D3)
b. SMP/Sederajat e. Strata (S1, S2,S3)
c. SMA/Sederajat
B. Pertanyaan:
1. Berapakah jumlah tenaga kerja yang Bapak/Ibu/Sdr/i pekerjakan?
____________________________________
2. Berapakah Pendapatan rata-rata usaha perhari Bapak/Ibu/Sdr/i ?
3. Sejauh ini, apakah ada kesulitan atau kendala yang Bapak/Ibu/Sdr/i hadapi dalam menjalankan usaha?
____________________________________
4. Darimana Sumber permodalan yang Bapak/Ibu/Sdr/i dapatkan untuk usaha ini?
_____________________________________
5. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i memiliki cabang usaha lainnya?
____________________________________
6. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui apa itu Industri kreatif ?
7. Kebijakan seperti apa yang efektif untuk mengembangkan industri kreatif di Kota Medan menurut Bapak/Ibu/Sdr/i ?
8. Menurut Bapak/Ibu/Sdr/i sudahkah Kota Medan termasuk dalam golongan Kota Kreatif ?
9. Apakah ada perhatian khusus dari pemerintah untuk usaha yang Bapak/Ibu/Sdr/i jalankan?
DAFTAR PUSTAKA
Andrzeg, (2014). Barries to Development of Creative Industries In Culturally Diverse Region, Poland.
Badan Pusat Statistik. 2014.Medan Dalam Angka tahun 2014, Badan Pusat Statistik Kota Medan, Medan.
Bogdan & Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial.Diterjemahkan oleh Arief Furchan, Usaha Nasional,Surabaya.
Chalil, Diana dan Barus, Rianti, 2014. Analisis Data Kualitatif, USU Press, Medan.
Cho, D.S. dan Moon, H, C. (2003), From Adam Smith to Michael Porter: Evolusi Teori Daya saing, Salemba Empat, Jakarta.
Consuelo, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Sumatera Utara, Jakarta.
Danuar, Dani, 2013. Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis Ekonomi Kreatif, di Kota Semarang.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan Republik Indonesia , Jakarta.
Florida, R. (2003). The Rise of Creativity Class, Pluto press.
___, (2004). The Rise of The Creativity Class, New York: Basic Books
Gwee, June. (2009). “Innovation and Creative Industries Cluster: A Case Study of Singapore Creative Industries”, Singapore.
Hasibuan, Nurimansyah, 2000. Ekonomi Industri, Persaingan, Monopoli dan Regulasi, LP3ES, Jakarta.
Holzl, W. (2005). “Entrepreneurship, Entry and exit Creative Industries: An Exploratory Survey”, Vienna University of Economics and Business Administration, Vol. 1,pp. 1-31
Idrus, Muhammad, 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Jones, R. (2006). Seminar on Creative Industries Development Krasnoyarsk, PACIFIC STREAM Information CIC.
Kementrian Perdagangan, 2008. Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015, Kementrian Perdagangan RI, jakarta.
Listiani, W. (2008). “Kebijakan Bandung Kota Kreatif ” , Kompas, Rabu 17 September 2008.
Moelyono, Mauled, 2010. Menggerakkan Ekonomi Kreatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nurjannah, 2013. Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif melalui Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Pusparini, 2011. Strategi Pengembangan Industri Kreatif di sumatera Barat (Studi Kasus Industri Kreatif Sektor Kerajinan: Industri Bordir / Sulaman dan Pentenunan)
Simatupang, T.M, Sandroto, I.V dan Lubis, S.B.H. (2004). “A Coordination Analysis of The Creative Desaign Process”, Business Process Management Journal, Vol. 10 No. 4,pp.430-444.
Simatupang, T.M. (2007). “Konsep Kebijakan Membangun Industri Kreatif”, Pikiran Rakyat, Selasa 28 Agustus 2007.
Subri, Mulyadi, 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
SUMBER INTERNET
(http:// analisadaily.com/diakses tanggal 14 Februari 2016)
(Bisnis Indonesia, 24/10/2007)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini digunakan metode kualitatif, merupakan metode penelitian
exploratory yang didasarkan pada jumlah sampel yang kecil, digunakan untuk
memahami masalah yang ada secara mendalam dari data yang bersifat deskriptif
untuk mengetahui tingkah laku dan keinginan dari pihak-pihak yang terlibat yang
tidak dapat digambarkan oleh pendekatan kuantitatif. Untuk masalah penentuan
kebijakan industri kreatif ini, ditentukan terlebih dahulu pihak-pihak yang akan
terlibat di dalamnya. Dalam hal ini, penentuan kebijakan akan melibatkan tiga
komponen penting yaitu pelaku industri kreatif dan pemerintah kota Medan.
Pada penelitian ini digunakan semi structured interview, di mana
dilakukan wawancara kepada pelaku industri kreatif dengan menggunakan daftar
pertanyaan sebagai pedoman untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya dari
pelaku. Apabila informasi yang diperoleh dari pelaku dapat digali lebih dalam
dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak tercantum dalam daftar pertanyaan,
maka pertanyaan-pertanyaan lain tersebut dapat diberikan. Wawancara dilakukan
untuk menelaah latar belakang dan meneliti sesuatu dari segi prosesnya,
mengikutsertakan analisis deskriptif dan penjelasan yang berhubungan dengan
keyakinan, pengharapan, tingkah laku dari pihak yang berbeda dan memerlukan
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Medan, Sumatera Utara,
Indonesia. Kota Medan memiliki potensi industri kreatif yang cukup besar sebagai
sebuah Ibukota Sumatera Utara dengan populasi penduduk yang besar dan letak
yang strategis sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan pengembangan
industri kreatif. Kurun waktu penelitian dimulai dari Desember 2015 hingga
selesai.
3.3 Batasan Operasional
Dalam penelitian ini batasan yang akan diteliti mencakup permasalahan
dalam pengembangan industri kreatif di Kota Medan. Permasalahan dalam
penelitian ini mencakup potensi yang dilihat dari nilai pendapatan dan penyerapan
tenaga kerja pada usaha industri kreatif serta strategi dalam pengembangan
industri kreatif di Kota Medan.
3.4 Definisi Operasional
1. Potensi merupakan bagian dari peluang yang dapat dikembangkan dari
kondisi industri kreatif di Kota Medan. Indikator untuk mengukur variabel
potensi industri kreatif diantaranya :
a. Pendapatan yang dilihat dari kondisi penerimaan usaha (omset) dan
pendapatan pelaku usaha industri kreatif.
b. Ketenagakerjaan yang dilihat dari penyerapan tenaga kerja dari setiap
usaha industri kreatif yang berada di Kota Medan.
2. Strategi pengembangan industri kreatif, yang berupa cara atau kebijakan
3.5 Ukuran Sampel
Sampling dilakukan karena dalam penelitian sulit untuk meneliti
semuanya. Sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang
diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci. Dalam penelitian ini teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu bagian dari teknik
non-probability sampling yang memilih orang–orang terseleksi berdasarkan ciri-ciri
khusus yang dimiliki sampel tersebut dipandang mempunyai sangkut paut erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Sedangkan data sekunder pada penelitian ini adalah dokumen yang diperoleh dari
Dinas UMKM dan Perindustrian perdagangan, Perguruan Tinggi/ Sekolah Tinggi
Desain yang ada di Kota Medan, Taman Budaya di Kota Medan, media cetak dan
internet. Data sekunder tersebut digunakan sebagai pembanding terhadap hasil
wawancara. Oleh karena nya dalam penelitian ini penulis mengambil sampel
sebanyak 60 pelaku usaha industri kreatif yang berada di Kota Medan.
3.6 Jenis dan Analisis Pengumpulan Data
3.6.1 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti dengan cara
langsung dari sumbernya. Data primer biasanya disebut dengan data asli yang
mempunyai sifat up to date. Untuk memperoleh data primer, peneliti wajib
mengumpulkannya secara langsung. Dalam penelitian ini data didapat melalui
interviewing) dimana pewawancara akan menanyakan langsung kepada
narasumber melalui daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapat/ dikumpulkan peneliti dari
semua sumber yang sudah ada dalam artian peneliti sebagai tangan kedua. Data
sekunder bisa didapat bersumber dari Badan Pusat Statistik yang disingkat dengan
BPS, Departemen perdagangan, jurnal buku, laporan dan lain sebagainya. Data
yang didapatkan berupa kondisi pertumbuhan ekonomi di Kota Medan, statistik
industri kreatif Indonesia dalam kurun 2005-2008 dan sebagainya.
3.6.2 Metode Pengumpulan Data 1. Studi Pustaka
Menurut studi pustaka dapat dibedakan atas dokumen pribadi dan
dokumen publik. Dokumen pribadi misalnya berupa catatan usaha responden atau
koresponden melalui email dan surat, sedangkan dokumen publik dapat berupa
dokumen yang dipublikasi atau tidak dipublikasi. Kelebihan studi pustaka adalah
(1) memungkinkan peneliti mendapat informasi dari sumber dengan latar
belakang bahasa yang berbeda, (2) dapat diakses oleh peneliti sesuai dengan
ketersediaan waktu peneliti, (3) informan yang diperoleh merupakan informasi
yang relatif berbobot karena merupakan pemikiran yang mendalam dari
penulisannya dan (4) informasi yang diperoleh merupakan fakta yang sudah
2. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena
yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat
(partisipatif) ataupun nonpartisipatif. Maksudnya, pengamatan terlibat merupakan
jenis pengamatan yang melibatkan penelitian dalam kegiatan orang yang menjadi
sasaran penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas
yang bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya
selaku peneliti.
3. Metode Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang
dinamakan Interview Guide (panduan wawancara). Pada penelitian, wawancara
dapat berfungsi sebagai metode primer, pelengkap, atau sebagai kriterium (Hadi,
1992).
3.7 Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa deskriptif
kualitatif. Analisa ini merupakan pendekatan yang akan menggambarkan
karakteristik suatu permasalahan yang berasal dari data pengolahan data kualitatif.
Untuk mengetahui pengembangan industri kreatif di Kota Medan penulis
menggunakan metode deskriptif yaitu metode analisis dengan mengumpulkan
data secara sistematis, menganilisis, dan menginterpretasikan data sehingga
Kota Medan. Ada beberapa alasan menggunakan metode deskriptif, salah satu di
antaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi
lebih banyak segi dibanding dengan metode-metode penyelidikan lain. Menurut
Umar (2003), teknik ini menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung
pada saat penelitian dilakukan dan merumuskan sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu. Sementara menurut Consuelo (1993:71-72) penelitian dengan metode
deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan
nyata sekarang (sementara berlangsung). Adapun tahapan dalam melakukan
analisis data sebagai berikut:
a. Tabulasi Data, hasil kuesioner yang telah dilakukan akan diterjemahkan
dalam bentuk angka, tabel-tabel yang terdiri dari masing-masing jawaban
setiap responden terhadap aspek yang ingin diketahui.
b. Reduksi Data, merupakan tahapan dalam melakukan analisa dari hasil
proses pentabulasian data yang akan lebih menajamkan, menggolongkan
dan memperluas data yang telah dikumpulkan yang pada akhirnya nanti
akan memberi kemudahan untuk melakukan penarikan kesimpulan dari
aspek yang diinginkan.
c. Analisis Deskriptif, diartikan sebagai proses dalam mengungkap gambaran
permasalahan yang diteliti melalui proses pengintrepertasian hasil data
yang telah ditabulasikan yang berguna untuk mendukung analisis atas
penelitian yang telah dilakukan. Sementara untuk mengetahui strategi
dalam pengembangan usaha industri kreatif dihimpun melalui sumber
Indonesia oleh Kementrian Perdagangan dan Kementrian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif yang masing akan dijabarkan pada
masing-masing aspek terkait strategi pengembangan industri kreatif di kota
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Umum Kota Medan 4.1.1 Letak Geografis Kota Medan
Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 27'–3° 43' Lintang Utara
dan 98° 35'-98° 44' Bujur Timur dengan rata-rata ketinggian 2,5-37,5 meter diatas
permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3,6%
dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Kota ini merupakan pusat pemerintahan
Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang secara administratif berbatasan dengan
wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara wilayah berbatasan dengan Selat Malaka
- Sebelah Selatan wilayah berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
- Sebelah Barat wilayah berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
- Sebelah Timur wilayah berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.
Letak geografis Kota Medan juga turut memberi peran penting bagi
daerah-daerah yang berada disekitarnya, misalnya Binjai, Deli Serdang, Labuhan
Batu, Simalungun, Natal, Tapanuli, dan lain-lain. Peranan tersebut dapat dilihat
dari adanya kerjasama secara perekonomian dalam membangun wilayah dengan
pusat perkonomiannya berada di Kota Medan. Tidak hanya itu, daerah-daerah
yang berada disekitar Kota Medan juga turut memberi sumbangsi dari potensi
4.1.2 Luas Wilayah Kota Medan
Sebagai salah satu dari 33 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara, Kota
Medan memiliki luas daerah sekitar 265,10 km2 yang secara nasional berada di
urutan ketiga sebagai kota terluas di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya (Jawa
Timur). Dengan luas wilayah tersebut, 36,3% adalah pemukiman, perkebunan
3,1%, lahan jasa 1,9%, sawah 6,1%, perusahaan 4,2%, kebun campuran 45,4%,
industri 1,5%, hutan rawa 1,8%. Secara adminstratif Kota Medan terbagi atas 21
Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan (BPS Kota Medan: 2014). Hal ini
ditunjukkan melalui tabel 4.1.
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Medan Tahun 2014
Sumber: BPS Kota Medan 2015
4.2 Tenaga Kerja Kota Medan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2014 pada survei
angkatan kerja nasional 2013, mengungkapkan bahwa jumlah angkatan kerja yang
terdapat di Kota Medan sebanyak 1.004.899 orang, yang terdiri dari 631.144
lakilaki dan 373.555 perempuan. Sementara jumlah pencari pekerja yang mencari
pekerjaan berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan kurun waktu
2009-2013 sebanyak 16.548 tenaga kerja. Di mana 7.608 orang diantaranya adalah pria
dan 8.943 diantaranya adalah perempuan. Perbandingan tersebut berasal dari
tingkat pendidikan terakhir yang mana 14.431 orang berasal dari tamatan sarjana,
1807 orang adalah tamatan SMA dan 313 adalah tamatan SMP.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin Tahun
2014
No Lapangan Pekerjaan Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
Perburuan dan Perikanan 32.576 4.140 36.716
2. Pertambangan dan Pergalian 1.720 0 1.720
3. Industri 91.779 26.109 117.888
4. Listrik, Gas dan Air minum 6.160 1.580 7.740
5. Konstruksi 52.132 4.995 57.127
6. Perdagangan besar, Rumah Makan,
dan Akomodasi 175.973 158.541 334.541
7. Transportasi, Pergudangan, dan
Komunikasi 65.966 11.348 77.314
8. Lembaga Keuangan, Usaha
Persewaan Bangunanan 41.973 29.059 71.031
9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan
Perorangan 104.056 96.224 200.280
Jumlah 572.335 331.996 904.331
Berdasarkan tabel di atas, dapat menggambarkan bagaimana kondisi
tenaga kerja yang berada di Kota Medan pada kurun waktu tahun 2014 yang
bekerja menurut lapangan usaha utama. Setidaknya sebanyak 904.331 tenaga
kerja bekerja pada semua sektor dengan 572.335 diantaranya adalah laki-laki dan
331.996 adalah perempuan. Lapangan usaha yang paling besar dalam memberi
kontribusi terhadap peneyerapan tenaga kerja adalah perdagangan besar, rumah
makan dan jasa akomodasi yaitu sebanyak 334.541. Hal ini dikarenakan besarnya
permintaan atas produk usaha yang bergerak di bidang tersebut dan juga
mudahnya dalam proses membuka usaha menyebabkan tingginya jumlah yang
usaha yang bergerak pada disektor tersebut. Selanjutnya lapangan usaha yang
berasal jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan mampu meneyerap tenaga
kerja sebanyak 200.280 orang, yang kemudian disusul oleh lapangan usaha
industri sebanyak 117.888 tenaga kerja.
Sedangkan untuk lapangan usaha yang bergerak di bidang transportasi,
pergudangan dan komunikasi mampu memberi kontribusi terhadap penyerapan
tenaga kerja sebanyak 77.314 orang. Lembaga keuangan, persewaan banguanan
juga menyumbang penyerapan tenaga kerja sebanyak 71.031 orang. Konstruksi
sebanyak 57.127 orang, dan untuk sektor lapangan usaha di bidang pertanian,
perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan hanya mampu memberi
sumbangsi sebanyak 36.716 tenaga kerja. Hal ini tentu lebih baik, jika melihat
kondisi penyerapan tenaga kerja yang berasal dari listrik, gas dan air minum
sebanyak 7.740 dan pertambangan dan penggalian yang hanya 1.720 orang
4.3 Pekembangan Perekonomian Kota Medan
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan pada tahun 2013 mengalami
perlambatan jika dibandingkan pada tahun 2012. Tahun 2013 pertumbuhan
ekonomi Kota Medan berada pada kisaran 4,30%, kondisi penurunan
pertumbuhan ekonomi Medan pada tahun 2013 salah satunya dipengaruhi oleh
perpindahan bandara utama Sumatera Utara dari wilayah Kota Medan ke
Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan pada tahun 2012 mampu mengalami
pertumbuhan sebesar 7,63%.
Tabel 4.3
Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2011 s/d 2013 (persen)
Tahun Medan Sumatera Utara Nasional
2011 7,69 6,63 6,49
2012 7,63 6,21 6,26
2013 4,30 6,01 5,78
Sumber: BPS Kota Medan 2014
Menurut data BPS Kota Medan tahun 2014, sektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar
9,40% sementara angkutan dan komunikasi mengalami penurunan sebesar 8,47%.
4.4 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.4.1 Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini, peniliti melakukan wawancara langsung kepada 60
responden yang bergerak di bidang usaha industri kreatif. Daftar pertanyaan yang
4.4.1.1 Karakteristik Responden Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Jenis
Subsektor
Berdasarkan data yang diperoleh pada 60 responden usaha industri kreatif
yang berada di Kota Medan, terdapat 9 jenis subsektor usaha dari 14 jenis
subsektor usaha kreatif yang dijalankan pada jenis usaha industri kreatif.
Tabel 4.4
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Usaha Subsektor Industri Kreatif
No. Subsektor Industri Orang Persen (%)
1. Kerajinan 20 33,3%
Sumber : Diolah oleh penulis
Dari 60 responden yang diteliti, sebanyak 20 unit (33,3%) usaha yang
dijalankan bergerak di bidang kerajinan industri kreatif dengan produk unggulan
berupa kerajinan tangan (handy craft), mebel dan rotan. Hal ini membuat industri
kerajinan paling besar dalam proses distribusi sampel yang ditemui oleh peneliti
dalam melakukan penelitian. Selanjutnya, industri fesyen berada di urutan kedua
saat ini industri fesyen tumbuh dengan sangat pesat dan dinamis dengan 15 unit
usaha (25%). Selanjutnya di urutan ketiga untuk industri video, film, fotografi
Penerbitan, percetakan berada di urutan keempat dan kelima dengan jumlah usaha
sama-sama sebanyak 5 unit usaha (8,3%). Pasar Barang Seni berada di urutan
keenam dengan 4 unit usaha (6,6%) setelah itu disusul dengan industri Layanan
Komputer sebanyak 2 unit usaha (3,3%), dan yang terakhir masing-masing untuk
industri Seni Pertunjukan dan Permainan Interaktif sebanyak 1 unit usaha (1,6%).
4.4.1.2 Karakteristik Responden Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Usia Usia responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berkisar 19-53
tahun, hal ini ditunjukkan melalui pendistribusian sampel penelitian berikut ini.
Tabel 4.5
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Responden
No. Usia (Tahun) Orang Persen (%)
Dilihat dari segi usia responden, usia diantara 19-23 tahun paling dominan
dalam penelitian ini, dengan persentase sebesar 45%, cukup lebih banyak jika
dibandingkan dengan usia responden pada rentan 39-43 tahun sebesar 16,6% dari
total keseluruhan responden yang diteliti, kemudian 29-33 tahun dengan 8
responden sebesar 13,3%, serta 24-28 tahun sebesar 10% dari total responden, dan
pada rentan usia 44-48 tahun dengan 2 responden sebanyak 3,3% dan yang
terakhir usia 49-53 tahun dengan jumlah 3 responden atau sebanyak 5% dari total
4.4.1.3 Komposisi Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden
Komposisi ini menunjukkan perbandingan sampel jenis kelamin
responden penelitian terhadap subsektor industri kreatif yang berada di Kota
Medan. Berikut tabel dan gambar distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.6
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Orang Persen (%)
1. Laki-Laki 38 63,3%
2. Perempuan 22 36,6%
Jumlah 60 100
Sumber : Diolah oleh penulis
Tabel 4.6 menunjukkan distribusi sampel yang dilihat berdasarkan jenis
kelamin responden, di mana sebanyak 38 responden (63,3%) adalah laki-laki dan
sebanyak 8 responden (36,6%) adalah perempuan. Hal ini menggambarkan bahwa
sebagian besar pelaku usaha yang bergerak di bidang industri kreatif didominasi
oleh jenis kelamin laki-laki.
4.4.1.4 Komposisi Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden merupakan bagian dari penentuan sampel
penelitian sebagai acuan untuk mengetahui hubungan jenis usaha yang
dijalankannya dengan tigkat pendidikan terakhir yang dilalui oleh responden. Hal
Tabel 4.7
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Orang Persen (%)
1. Tidak Bersekolah - -
Sumber : Diolah oleh penulis
Tingkat pendidikan responden dari penelitian ini paling banyak didominasi
dari lulusan Strata (S1, S2, S3) sebanyak 37 orang responden. Kemudian disusul
dari tamatan Akademi (DII/ DIII) sebanyak 28,3% (17 orang), kemudian disusul
oleh tamatan SMA/SMK/MAN sebanyak 6 orang responden dari total
keseluruhan responden yang diwawancarai.
4.4.2 Potensi Pengembangan Industri Kreatif
4.4.2.1 Potensi Pengembangan Industri Kreatif dari Aspek Tenaga Kerja Ketenagakerjaan merupakan aspek yang mendasar pada keberlangsungan
kegiatan unit usaha. Dalam prakteknya, tenaga kerja banyak dijadikan sebagai alat
pengukur kondisi perkembangan usaha yang secara mikro akan mempengaruhi
produktivitas perusahaan. Secara teori, ketenagakerjaan memiliki peranan penting
sebagai salah satu faktor produksi atau dengan kata lain tenaga kerja sebagai
motor penggerak produksi unit usaha yang memainkan peranan penting dalam
proses kegiatan ekonomi.
Perekonomian Kota Medan sejatinya mempunyai potensi yang sangat
besar dari penyediaan jumlah tenaga kerja. Hal ini dapat diketahui dari jumlah
kerja yang lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Salah
satu aspek terpenting untuk mengetahui kondisi perekonomian di Kota Medan
dapat dijumpai pada sektor rill serta industri yang secara umum mampu memberi
sumbangsi besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari beberapa sektor yang
terkait dengan subsektor industri kreatif di Kota Medan, secara umum
menunjukkan tren yang sangat baik yang terutama berasal dari penyerapan dan
penyediaan tenaga kerja baru. Hal ini ditunjukkan melalui tabel 4.8 tentang
potensi pengembangan industri kreatif yang dilihat dari aspek tenaga kerja.
Tabel 4.8
Distribusi Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja
No. Banyaknya Tenaga Kerja Jumlah Usaha (Unit)
1. 0-5 50
Tabel 4.8 menunjukkan distribusi responden menurut jumlah tenaga kerja
yang dimiliki. Data di atas memberikan gambaran bahwa sebanyak 50 unit usaha
kreatif di Kota Medan mampu menyerap tenaga kerja pada kisaran 0-5 orang
dalam setiap usaha yang dijalankan. Bahkan, pada beberapa usaha kreatif tertentu
mampu menyerap sebanyak 6-10 tenaga kerja, hal ini ditemukan pada 8 reponden
unit usaha yang telah diteliti. Selebihnya yaitu 2 responden unit usaha mampu
menyerap sebanyak 16-20 tenaga kerja unit usaha kreatif. Sehingga berdasarkan
temuan diatas, membuktikan bahwa unit usaha kreatif di Kota Medan memiliki
responden yang diwawancarai mengungkapkan bahwa usaha yang mereka
jalankan membutuhkan tenaga kerja pada kisaran tertentu sesuai dengan kondisi
usaha yang mereka jalankan. Dengan demikian, usaha kreatif (industri kreatif)
yang berada di Kota Medan dapat dijadikan sebagai sebuah alternatif untuk
mengurangi lonjakkan pencari kerja (pengangguran) yang berada di Kota Medan.
Sementara untuk subsektor usaha kreatif yang paling banyak menyerap tenaga
kerja dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9
Banyaknya Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri
No.
Dari Tabel 4.9 dapat digambarkan bahwa subsektor industri yang paling
banyak menyerap tenaga kerja adalah industri kreatif yang bergerak di bidang
lapangan pekerjaan yang cukup besar, hingga mampu menyerap 75 tenaga kerja
dari sampel penelitian yang ditemukan dilapangan. Penyerapan tenaga kerja
tersebut sangat berkesinambungan terhadap kondisi usaha kerajinan yang saat ini
sedang banyak diminati oleh pasar, sehingga menimbulkan gejolak permintaan
terhadap barang yang berakibat pada peningkatan produksi usaha yang tentunya
membutuhkan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi utamanya. Industri
kerajinan yang ditemukan dilapangan sangat mengandalkan kemampuan
kreativitas dan ketrampilan manusia dalam merancang dan membuat barang,
sehingga untuk memperolehnya sangat dibutuhkan manusia sebagai faktor tenaga
kerja utamanya dibandingkan teknologi.
Tidak jauh berbeda dengan industri kerajinan, industri kreatif yang
bergerak di bidang fashion juga ikut menyumbangkan kontribusi terhadap
penyerapan tenaga kerja, di mana sebanyak 44 tenaga kerja mampu diserap dari
15 sampel yang diperoleh di bidang industri fashion tersebut. Selanjutnya disusul
oleh industri Video, Film dan Fotografi yang memberi kontribusi sebanyak 32
tenaga kerja dari 7 unit responden usaha kreatif yang berada di Kota Medan.
Setelah itu, industri percetakan dan penerbitan menyerap sebanyak 33
tenaga kerja dari 5 unit responden usaha kreatif, industri musik yang mampu
memberi kontribusi sebanyak 27 tenaga kerja yang berasal dari 5 unit responden.
Selanjutnya sebanyak 17 tenaga kerja berasal dari industri pasar barang seni dari
total 4 unit respoden kemudian industri layanan komputer sebanyak 4 tenaga kerja
dengan 2 unit usaha kreatif dan kemudian industri seni pertunjukan dengan total
permainan interaktif sebanyak 5 tenaga kerja yang berasal dari 1 unit usaha kreatif
di Kota Medan.
Namun secara keseluruhan, dari 9 sampel subsektor industri kreatif
mampu memberi sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja sebanyak 256
tenaga kerja. Jika diperhatikan, berdasarkan data di atas maka dapat diumpamakan,
setiap penambahan satu unit usaha industri kreatif di bidang manapun akan
berpengaruh terhadap terbukanya lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dengan
perkiraan sekitar 20 unit usaha industri kreatif di bidang kerajinan (dari 60
responden), berarti penambahan 2 tenaga kerja dalam setiap unit tersebut akan
mampu menciptakan peluang lapangan pekerjaan sebanyak 40 lapangan pekerjaan.
Begitu pula dengan subsektor industri lainnya, yang bilamana ada
penambahan rata-rata 4 tenaga kerja pada subsektor industri kreatif di bidang
fashion, akan membuka peluang baru pencari kerja sekitar 60 lowongan pekerjaan
baru. Hal ini, berlaku pula pada subsektor industri kreatif lainnya.
Kondisi tersebut tentu sangat menunjukkan dampak yang sangat baik. Jika
setiap unit usaha subsektor industri kreatif yang ada di Kota Medan mampu
diberdayakan, bukan tidak mungkin peluang masyarakat untuk meningkatkan
taraf hidupnya akan mudah untuk diwujudkan melalui usaha kreatif yang
dibangun oleh para pengusaha industri tersebut. Dilain hal, fenomena tersebut
juga akan mampu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan konsumsi nasional. Pihak pelaku usaha juga akan
dengan mudah meningkatkan produksinya sebab konsumsi yang tinggi dari
mengalami peningkatan yang dilihat dari proses pembangunan perekonomian
secara keseluruhan.
Sebaliknya, jika hal ini tidak dapat dimanfaatkan maka keadaan akan
berubah yang berakibat pada macetnya pembangunan daerah yang disebabkan
kondisi masyarakat yang masih sangat jauh dari kesehjatraan, hal ini dilihat
tingkat pendapatan yang masih rendah akibat tidak adanya peluang pekerjaan
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Maka, dengan itu kerjasama antara
pihak pemerintah, swasta dan masyarakat sangat dibutuhkan demi
keberlangsungan usaha kreatif dalam mendukung dan mengembangkan potensi
yang dimilikinya.
4.4.2.2 Potensi Pengembangan Industri Kreatif dari Aspek Pendapatan
Perhari
Berhasil atau tidaknya sebuah perusahaan biasanya diukur dari pendapatan
yang diperolehnya dalam kurun waktu tertentu. Pendapatan tersebut diperoleh dari
omset yang dihasilkan dari aktivitas penjualan atas barang dan jasa. Sumber
pendapatan yang diperoleh oleh perusaahan biasanya berasal dari nilai transaksi
yang dilakukan oleh para pelanggan terhadap barang atau jasa. Pendapatan yang
diperoleh dari usaha kreatif di Kota Medan sangat dipengaruhi oleh jumlah nilai
transaksi dan jenis barang atau jasa yang memiliki inovasi terbaru. Permintaan
tersebut mempengaruhi pendapatan pengusaha dari jenis barang atau jasa yang
disebabkan adanya inovasi yang lebih menarik dari sebelumnya, sehingga
pelanggan mempunyai banyak pilihan untuk melakukan proses transaksi atas
pengusaha dengan pengusaha lainnya dalam penelitian ini tidaklah sama, sangat
bergantung dengan kebutuhan dan kreatifitas yang diciptakan oleh pengusaha itu
sendiri. Selain itu, pengaruh penjualan yang tidak menentu dan biaya yang
dikeluarkan sangat mempengaruhi kondisi penerimaan suatu unit usaha.
Tabel 4.10
Distribusi Responden Menurut Jumlah Pendapatan Perhari
No. Jumlah Pendapatan (Rp) Jumlah Usaha (Unit) Persen (%)
1. 50.000,00-100.000,00 13 21,66
Dari data yang diperoleh oleh penulis, mengungkapkan bahwa sebesar
36,66 % atau sekitar 22 unit usaha industri kreatif mampu memperoleh
pendapatan pada kisaran Rp200.000,00 - Rp500.000,00, selanjutnya terdapat
21,66 % unit usaha industri kreatif menghasilkan Rp50.000,00 - Rp100.000,00,
selanjutnya terdapat sekitar 15 % atau 9 unit mampu memperoleh pendapatan
sebesar Rp2.500.000,00 - Rp3.000.000,00, selanjutnya terdapat 11,66 % atau 7
unit usaha mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp1.500.000,00 -
Rp2.000.000,00 setiap harinya, selanjutnya terdapat 10 % atau 6 unit usaha
mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp600.000,00 - Rp1.000.000,00,
selanjutnya terdapat 3,33 % atau 2 unit usaha industri kreatif menghasilkan
Rp3.500.000,00 - Rp4.000.000,00 setiap harinya. Kemudian, sekitar 1,66 % atau
setiap harinya. Sementara untuk mengetahui ukuran pendapatan perhari menurut
bidang usaha yang dijalankan, dapat diketahui melalui tabel berikut.
Tabel 4.11
Rata-rata Pendapatan Perhari Pengusaha Menurut Subsektor Industri
No. Subsektor Industri Rata-rata pendapatan (Rp)
1. Kerajinan 150.000,00-5.000.000,00
2. Fashion 100.000,00-3.000.000,00
3. Video, Film, Fotografi 130.000,00-3.000.000,00
4. Musik 50.000,00-250.000,00
5. Penerbitan, Percetakan 250.000,00-4.000.000,00 6. Pasar Barang Seni 100.000,00-4.000.000,00
7. Layanan Komputer 500.000,00-700.000,00
8. Seni pertunjukan 500.000,00
9. Permainan Interaktif 500.000,00
Rata-rata 50.000,00-5.000.000,00
Sumber: Diolah oleh penulis
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sektor usaha Kerajinan
mampu memperoleh pendapatan dengan kisaran yang cukup besar yaitu,
Rp150.000,00 - Rp5.000.000,00, yang selanjutnya disusul oleh subsektor
penerbitan dan percetakan dengan kisaran pendapatan perhari sebesar
Rp250.000,00 - Rp4.000.000,00, kemudian industri pasar barang seni yang
keseluruhan dari total responden mampu menyerap pendapatan pada kisaran
Rp100.000,00 - Rp4.000.000,00 setiap harinya. Sedangkan untuk industri video,
film dan fotografi dari jumlah responden yang ditemui dilapangan menunjukkan
kisaran pendapatan perhari Rp130.000,00 - Rp3.000.000,00 setiap harinya
kemudian industri fashion sebesar Rp100.000,00 - Rp3.000.000,00, industri
layanan komputer yang bekisar antara Rp500.000,00 - Rp700.000,00, seni pertunj
terakhir adalah industri musik pada kisaran pendapatan Rp50.000,00 -
Rp250.000,00 setiap harinya.
Dengan kondisi tersebut, potensi pendapatan dari usaha industri kreatif
sangat bisa diandalkan bagi masyarakat yang ingin memulai usaha, namun dengan
kreatifitas dan inovasi yang baik agar mampu bersaing dengan usaha-usaha
lainnya. Dalam memulai industri kreatif seorang pengusaha tidak harus
mengeluarkan modal yang cukup besar bilamana sumber daya manusia yang
digunakan memiliki kemampuan dalam berinovasi. Kreatifitas dan inovasi adalah
kunci dalam memulai usaha yang lebih bisa bersaing, sebab sesuatu hal yang baru
dan unik akan dengan mudah menarik perhatian masyarakat untuk mendapatkan
barang-barang tersebut.
Jika ini terus berlanjut dan dikelola dengan baik maka usaha-usaha yang
bergerak di bidang industri kreatif akan mampu menciptakan peluang yang sangat
besar bagi penerimaan daerah disebabkan daya saing produksi yang tinggi
dibandingkan dengan produk-produk lainnya. Penerimaan daerah tersebut tentu
akan berdampak secara langsung bagi pertumbuhan ekonomi daerah yang ada di
Kota Medan. Tingginya konsumsi tentu akan memacu produksi yang tinggi
sehingga proses pembangunan dapat berjalan, dan pada akhirnya akan mampu
mengurangi kemiskinan dan tujuan pembangunan nasional akan tercapai yaitu
untuk mensehjatrakan rakyat.
4.4.3 Strategi Pengembangan Potensi Industri Kreatif
Dalam menentukan strategi pengembangan potensi industri kreatif di Kota
Medan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari gambaran usaha, potensi dan
permasalahan yang saat ini menjadi tantangan dalam perkembangan industri
kreatif di Kota Medan. Secara umum dari total 60 responden mengungkapkan
bahwa kegiatan usaha yang mereka jalani bersumber dari modal sendiri, hal ini
diutarakan oleh 24 responden atau sekitar 40 % dan sebanyak 36 orang responden
atau sekitar 60 % mengungkapkan bahwa modal mereka dalam memulai usaha
berasal dari modal pinjaman dan modal pribadi yang mereka miliki (campuran).
Hal ini diketahui pada tabel 4.12.
Tabel 4.12
Terkait temuan tersebut, penulis juga menemukan bahwa dampak dari
kemajuan usaha yang mereka miliki telah mampu membuka cabang usaha lainnya,
di mana hal ini di sampaikan oleh 20 responden. Namun, jenis cabang usaha yang
ada tidak semuanya bergerak pada jenis usaha yang sejenis. Sedangkan 40 orang
responden dari hasil wawancara mengatakan bahwa mereka tidak memiliki
cabang usaha di mana pun. Hal ini dikarenakan kondisi usaha yang masih baru
dan berkembang sehingga masih sangat sulit untuk membuka cabang usaha yang
baru.
Selain itu, terkait kondisi usaha pengembangan industri kreatif di Kota
Medan, terdapat juga beberapa kendala yang dijumpai dilapangan, hal ini
bidang usaha kreatif yang mengemukakan beberapa kendala dalam menjalankan
usahanya, hal tersebut digambarkan oleh tabel 4.13.
Tabel 4.13
Kendala yang Dihadapi Oleh Responden
No. Kendala Jumlah Persen
1. Kurangnya Modal Usaha 26 43,33
2. Tingginya Harga Bahan-bahan Produksi 10 16,66
3. Kurangnya Sarana dan Prasarana 3 5
4. Kurangnya Pemasaran 10 16,66
5. Susahnya Mencari Tenaga Kerja 5 8,33
6. Kurangnya Pelatihan yang dibuat oleh Pemerintah 6 10
Jumlah 60 100
Sumber: Diolah oleh penulis
Dari hasil temuan di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar usaha
industri kreatif memiliki permasalah pada kurangnya modal. Hal ini ditemukan
pada 26 responden atau sekitar 43,33% yang mengatakan bahwa modal masih
menjadi masalah utama dalam mengembangan usaha yang mereka miliki. Bagi 26
responden yang menjadikan modal sebagai kendala utamanya beralasan bahwa
tingginya permintaan atas barang hasil produksi sehingga disatu sisi tidak mampu
dipenuhi kebutuhannya atas permintaan produksi barang tersebut. Selain itu,
adapula yang beranggapan modal menjadi hal terpenting dalam membuka cabang
usaha yang baru yang berkaitan jenis usaha atau diluar dari usaha yang mereka
jalankan.
Kemudian, terdapat 10 responden mengatakan bahwa kurangnya
pengetahuan atas pemasaran produk yang mereka miliki menjadikan
permasalahan utama dalam menjalankan usahanya, dalam hal ini penulis
menemukan bahwa keterbatasan akses informasi atas pemasaran produk yang
Sebagaian besar dari 10 responden tersebut menginginkan adanya perhatian
khusus terkait pemasaran produk yang mereka miliki secara lebih luas lagi.
Di samping itu adapula responden yang mengungkapkan bahwa tingginya
harga bahan-bahan produksi telah menyebabkan adanya kendala utama terhadap
keberlangsungan usaha. Bahan-bahan produksi yang menjadi kendala dalam
berusaha lebih ditekankan oleh responden pada penyediaan bahan baku dan
alat-alat produksi yang sering mengalami pergesaran harga secara tidak menentu.
Setidaknya sebanyak 10 responden atau 16,66 % mengatakan demikian.
Selanjutnya adalah sebanyak 8,33 % atau 5 orang dari total keseluruhan
responden mengungkapkan bahwa kurangnya sarana dan prasarana menjadi
permasalahan utama mereka dalam menjalankan usahanya. Responden yang
mengungkapkan permasalahan tersebut, beralasan bahwa lemahnya proses
distribusi barang yang berasal dari infrastruktur ke daerah-daerah tertentu sering
menghambat perkembangan ekspansi pasar industri yang mereka jalankan.
Kemudian kurangnya pelatihan dari pemerintah adalah sebanyak 10 %
atau 6 orang dari total keseluruhan responden mengungkapkan bahwa kurangnya
keperdulian pemerintah untuk memfasilitasi pelaku industri kreatif dan
memberikan motivasi dengan berbagai cara yang sederhana seperti diadakan nya
workshop atau seminar dan mendampingi pelaku industri kreatif yang baru akan
memulai usaha dengan mencontohkan ide-ide yang nantinya akan menjadi
manfaat serta bisa lebih memajukan subsektor industri masing-masing.
Selanjutnya, yang terakhir adalah sebanyak 5 % atau 3 orang dari total
menjadi permasalahan mereka dalam menjalankan usahanya. Responden yang
mengungkapkan permasalahan tersebut, beralasan bahwa kurangnya pengetahuan
teknologi para pencari kerja sehingga membuat kesulitan para pelaku industri
kreatif untuk berinteraksi dengan menggunakan teknologi dan keterbatasan skill
yang dimiliki oleh para pencari kerja yang ditakutkan nantinya akan membuat
lamban pekerjaan sehingga tidak didapati produksi yang maksimal.
Berkaitan dengan temuan tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan
bapak Nurdin Asyhari selaku Kepala Pembinaan dan Pengembangan di Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, mengungkapkan bahwa terdapat
kebijakan-kebijakan dan strategi penting dalam mengembangkan usaha industri
kreatif di Kota Medan.
Adapun kebijakan dan strategi tersebut sebagai berikut:
1. Mengikutsertakan usaha-usaha ekonomi kreatif dalam bentuk pelatihan
ditingkat kecamatan hingga tingkat nasional.
2. Mengikutsertkan para perajin usaha untuk mengikuti pameran atau event.
3. Mengembangkan ketersediaan informasi dan teknologi yang berkaitan
dengan pelaku usaha industri kreatif.
4. Mendorong dalam pemberian fasilitas sarana dan prasarana dalam
membangun usaha industri kreatif di Kota Medan.
5. Penciptaan iklim usaha yang mendukung daya saing usaha industri
kreatif di Kota Medan.
Kebijakan dan strategi pengembangan industri kreatif yang dihimpun dari
Pengembangan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan
menunjukkan permasalahan pelatihan dan pemasaran produk menjadi hal yang
utama yang harus diperhartikan dalam melakukan pengembangan pada setiap
sektor industri kreatif. Hal ini tentu berkaitan dengan tantangan yang saat ini
dihadapi oleh pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Sejalan dengan
hasil wawancara tersebut, dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis
dapat pula dihimpun bahwa pelatihan menjadi sangat penting dalam
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Pelatihan tersebut dapat berupa
program padat karya bagi masyarakat yang secara umum mampu diberdayakan
melalui pelatihan disektor informal, tentu hal ini secara tidak langsung akan
memberi efek yang sangat baik bagi masyarakat yang secara pendidikan formal
kurang mampu bersaing, namun secara ketrampilan mampu diberdayakan melalui
program pelatihan industri kreatif.
Disamping itu, pemasaran juga merupakan hal yang paling mendasar
dalam pengembangan sektor kreatif yang ada di Kota Medan. Kegiatan yang
berupa pameran produk tentu sangat memberi manfaat yang sangat besar bagi
pelaku usaha terutama untuk memperkenalkan produk-produk yang lebih
berinovasi lagi. Dengan adanya kegiatan tersebut bukan tidak mungkin akan
memberikan pangsa pasar yang lebih luas bagi pelaku usaha dalam menjalankan
usahanya. Selain itu, adapun faktor berupa ketersediaan informasi yang baik akan
memberi kemudahan bagi masayarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui
perkembangan kreativitas yang saat ini menjadi ketertarikan bagi masyarakat
diterima apabila memiliki pengaruh yang baik bagi masayarkat. Adapun
penyediaan sarana dan prasarana tentu akan sangat membantu bagi pelaku usaha
industri kreatif dalam melakukan proses distribusi barang produk hingga menuju
kemasayarakat. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh pelaku
usaha industri kreatif yang telah diwawancarai oleh penulis (tabel 4.13) yang
sebanyak 5 % mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana menjadi permasalah
yang saat ini dihadapi oleh pelaku usaha. Permasalahan ini sebenarnya sudah
menjadi permasalahan klasik yang ada di Indonesia, tidak hanya di Kota Medan
namun berbagai daerah saat ini masih dibatasi oleh keterbatasan sarana dan
prasarana yang mendukung pengembangan usaha yang mereka miliki. Solusi yang
diberikan masih belum bisa dirasakan, tidak hanya bagi pelaku usaha namun bagi
konsumen (masayarakat) yang juga masih memiliki keterbatasan dalam
mendapatkan sarana dan prasarana yang baik dan aman.
Dengan melihat kondisi industri kreatif di Kota Medan disamping
kebijakan yang diberikan oleh pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kota Medan, penulis juga dapat menghimpun bahwa tidak hanya
pelatihan, pemasaran, informasi, atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
pelaku usaha namun kemudahan dalam hal pembiayaan modal, kestabilan harga
barang-barang baku, dan peningkatan kuantititas dan kualitas pendidikan yang
mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif secara berkelanjutan harus
dijadikan sebagai kebijakan dalam membangun potensi industri kreatif yang ada
Kemudahan dalam pemberian modal susungguhnya menjadi harapan yang
sangat besar bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Kendala dalam
pembiayaan masih menjadi momok tersendiri bagi pelaku usaha dalam malakukan
proses peminjaman di lembaga keuangan. Selain itu, penciptaan bahan baku yang
berkualitas, beragam, dan kompetitif dari sumber daya alam yang terbarukan
merupakan hal yang harus diperhatikan, sebab dengan adanya bahan baku yang
terjangkau dan berkualitas akan memberi kemudahan bagi pelaku usaha dalam
berinovasi. Namun, yang terpenting sesungguhnya berada pada sumber daya
manusia, sebab industri kreatif yang dikenal sangat menitikberatkan pada sumber
daya manusianya untuk mengembangkan usahanya. Sehingga peningkatan
kuatititas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran
orang kreatif secara merata dan berkelanjutan harus dijadiakan sebagai kebijakan
dalam membangun dan mengembangkan industri kreatif yang ada di Kota Medan.
Tidak hanya pelatihan, namun pendidikan juga penting dalam menunjang proses
produks yang lebih maju dan berkembang.
Kebijakan pengembangan industri kreatif yang ditawarkan oleh
pemerintah Kota Medan dan dari hasil temuan penulis dilapangan, dapat dijadikan
sebagai barometer untuk pengembangan industri kreatif yang ada di Kota Medan.
Dengan melihat potensi yang dimiliki oleh Kota Medan, bukan tidak mungkin
setiap kebijakan tersebut mampu dikembangkan sehingga secara khusus akan
berdampak langsung pada kondisi industri kreatif dan kondisi perekonomin di
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penjabaran tentang kebijakan pengembangan industri kreatif di Kota
Medan yang telah dianalisis secara deskriptif, maka adapun yang menjadi
kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Potensi dari usaha yang berbasis industri kreatif
a. Dilihat dari aspek tenaga kerja rata-rata mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 1-20 tenaga kerja pada setiap bidang usaha. Dengan total
tenaga kerja paling banyak diserap berasal dari industri kerajinan
sebanyak 75.
b. Dilihat dari aspek pendapatan perhari, rata-rata unit usaha mampu
mengumpulkan pendapatan sebesar Rp50.000,00 - Rp5.000.000,00
setiap harinya, dengan unit usaha yang paling besar memperoleh
pendapatan berasal dari kerajinan.
2. Kebijakan pengembangan industri kreatif dapat dilihat dari kondisi usaha
industri kreatif yang berada di Kota Medan berupa gambaran umum,
potensi dan permasalahan terkait dengan tantangan yang akan menjadi
penghambat pengembangan serta harapan para pengusaha industri kreatif
tersebut. Hal ini juga berhubungan dengan wawancara kepada dinas
perindustrian dan perdagangan Kota Medan selaku penentu kebijakan di
mana terdapat lima kebijakan dan strategi penting dalam pengembangan
potensi industri kreatif yang ada di Kota Medan sebagai acuan dalam
pengembangan potensi yang ada.
5.2 Saran
1. Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian yang
besrsifat deskriptif, sehingga penambahan varibel–variabel lainnya berupa
modal, pemasaran, dan lain-lain untuk mengetahui potensi pengembangan
industri kreatif sangatlah bermanfaat.
2. Bagi Pengusaha kemudahan yang bersifat membangun seperti dari segi
pembiayaan modal, pemasaran dan ketersediaan bahan baku harus beriring
secara baik agar kegiatan industri kreatif mampu berjalan dan memiliki
daya saing dengan usaha-usaha lainnya. Tentu hal ini sangat diharapkan
oleh pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya
3. Sebagai bagian dari industri yang mendukung perekonomian daerah,
pemerintah sebaiknya memberi perhatian lebih terhadap perkembangan
industri kreatif melalui pemberian bantuan modal khusus bagi pelaku
usaha, pemasaran produk yang lebih meluas, serta fasilitas berupa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri
Pengertian Industri secara umum adalah suatu kegiatan mengolah bahan
mentah atau bahan barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai
tambah untuk mendapatkan keuntungan.
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Industri identik dengan sebuah perusahaan. Memang benar, tapi setiap
perusahaan tidak harus besar dan menggunakan mesin. Menurut Dra. Sri
Milaningsih kata Industri berasal dari bahasa latin, yakni industria yang artinya
buruh atau tenaga kerja. Industri juga bisa diartikan sebagai semua bentuk
kegiatan manusia dalam bidang
kebutuhan hidup manusia dan mendapatkan keuntungan dari barang produksi
yang dihasilkan.
Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Industri merupakan sebuah
kesatuan unit usaha yang menjalankan suatu aktivitas ekonomi yang bertujuan
untuk menghasilkan barang maupun jasa yang berdomisili pada suatu tempat atau
Menurut Hasibuan (2000), Industri memiliki arti secara mikro dan makro.
Secara mikro, Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai
sifat yang saling mengganti sangat erat. Dari segi makro, Industri adalah kegiatan
ekonomi yang menciptakan nilai tambah.
Menurut Kartasapoetra (2000), Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih lagi penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun industri dan perekayasaan industri.
Jenis-jenis industri juga dikelompokkan oleh Departemen Perindustrian
(1986) yang mengelompokkan industri ke dalam empat kelompok utama, yaitu
sebagai berikut:
1. Industri kimia dasar, yaitu industri yang bahan baku atau olahannya
menggunakan bahan-bahan kimia. Contohnya, industri semen, pupuk
pestisida, kertas, bahan peledak dan ban kendaraan.
2. Industri mesin dan logam dasar, yaitu industri bahan dan produk dasar logam,
perlengkapan pabrik, peralatan listrik dan kendaraan bermotor.
3. Aneka industri, yaitu kelompok industri yang menghasilkan barang-barang
untuk memenuhi kebutuhan bermacam-macam kebutuhan masyarakat.
Contohnya, industri makanan dan minuman, aneka sandang, aneka kimia dan
serat, serta aneka bahan bangunan.
2.2 Industri Kreatif
Ada beberapa definisi industri kreatif. Industri kreatif didefinisikan
sebagai industri yang fokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan
intelektual seperti seni, film, permainan atau desain fesyen dan termasuk layanan
kreatif antar perusahaan seperti iklan (Simatupang, 2007). Menurut UNESCO,
industri kreatif adalah kegiatan produksi maupun pelayanan yang melingkupi
elemen substansial dari segi artistik atau usaha untuk menciptakan dan mencakup
aktifitas arsitektur dan periklanan.
Sedangkan menurut Jones (2006), industri kreatif merupakan aktifitas
yang memiliki keaslian dalam individu, bakat dan keterampilan serta memiliki
potensi untuk menciptakan pekerjaan dan kesejahteraan melalui generasi dan
eksploitasi hak kekayaan intelektual.
Definisi industri kreatif yang lain adalah semua industri yang berhubungan
dengan produk dan jasa artistik serta budaya umum (Kultur Documentation/
Mediacult/ Wifo 2004, Creativwirtschaft Austria 2004, Marcus 2005 dalam Holzi,
2005). Definisi industri kreatif dari visi pemerintah UK Department of Culture,
Media and Sport adalah industri-industri yang mengandalkan individu,
keterampilan serta talenta yang memiliki kemampuan meningkatkan taraf hidup
dan penciptaan tenaga kerja melalui penciptaan atau gagasan dan ekspoloitasi
HKI (Triaksono, 2007).
Sektor usaha industri kreatif menurut Departemen Kebudayaan, Media dan
Olahraga Inggris digolongkan ke dalam 15 sektor yaitu periklanan, arsitektur,
perangkat lunak untuk hiburan interaktif, musik, seni, pertunjukan, publikasi dan
penerbitan, perangkat lunak dan permainan komputer, televisi dan radio
(Simatupang, 2007).
Sedangkan menurut Jones (2006), industri kreatif meliputi beberapa sektor
antara lain iklan, arsitektur, seni pahat, desain, perancang busana, video dan film,
perangkat lunak, musik, penyelenggaraan seni, penerbitan, radio dan televisi,
museum serta pariwisata. Industri kreatif dapat pula dikategorikan ke dalam tiga
hal; Pertama, kegiatan ekonomi yang secara langsung berhubungan dengan dunia
seni (seni visual, penyelenggaraan seni, penerbitan dan literatur, museum, galeri,
warisan budaya, dan lain-lain. Kedua, aktifitas yang berhubungan dengan media
(penerbitan, industri penyiaran dan media digital). Dan ketiga, aktifitas yang
berhubungan dengan desain (arsitektur, industri desain, pertunjukan dan desain
produk) (Holzl, 2005).
Studi pemetaan industri kreatif yang dilakukan Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia (2008) menggunakan acuan definisi industri kreatif yang
sama, sehingga industri kreatif di Indonesia dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat
individu untuk menciptakan kesehjatraan serta lapangan pekerjaan melalui
penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut”.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2008) mengelompokkan
subsektor industri berbasis kreatifitas adalah:
1. Periklanan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan
proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya:
riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material
iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat
kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai
poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur, dan
reklame sejenis, distribusi dan delive industry advertising materials atau
samples, serta penyewaan kolom untuk iklan.
2. Arsitektur: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan,
perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan
konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (town planning, urban
design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi,
misalnya: arsitektur taman, desain interior).
3. Pasar Barang Seni: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan
barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang
tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat
musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan.
4. Kerajinan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan
distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal
dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain
meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam
maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga,
Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif
kecil (bukan produksi massal).
5. Desain: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain
interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan
jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.
6. Fesyen: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain
alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan
aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
7. Video, Film dan Fotografi: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan
film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi,
sinetron, dan eksibisi film.
8. Permainan Interaktif: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi,
produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan,
ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi
sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau
edukasi.
9. Musik: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi,
pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.
10. Seni Pertunjukan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian
termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata
panggung, dan tata pencahayaan.
11. Penerbitan dan Percetakan: Kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan
konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid dan konten digital
serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup
penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil,
obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang,
dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir
(engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan,
dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film.
12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan
pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer,
pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak,
integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak,
desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk
perawatannya.
13. Televisi dan Radio: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi,
produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show,
infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan
radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan
televisi.
14. Riset dan Pengembangan: Kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif
pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses
baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat
memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora
seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, seni serta jasa
konsultansi bisnis dan manajemen.
15. Kuliner: Kegiatan kreatif ini termasuk baru, kedepan direncanakan untuk
dimasukkan ke dalam sektor industri kreatif dengan melakukan sebuah studi
terhadap pemetaan produk makanan olahan khas Indonesia yang dapat
ditingkatkan daya saingnya di pasar ritel dan pasar internasional. Studi
dilakukan utuk mengumpulkan data dan informasi selengkap mungkin
mengenai produk-produk makanan olahan khas Indonesia, untuk di
sebarluaskan melalui media yang tepat, di dalam dan di luar negeri, sehingga
memperoleh peningkatan daya saing di pasar ritel modern dan pasar
internasional. Pentingnya kegiatan ini di latarbelakangi bahwa Indonesia
memiliki warisan budaya produk makanan khas, yang pada dasarnya
merupakan sumber keunggulan komparatif bagi Indonesia. Hanya saja,
kurangnya perhatian dan pengelolaan yang menarik, membuat keunggulan
komparatif tersebut tidak tergali menjadi lebih bernilai ekonomis. Kegiatan
ekonomi kreatif sebagai prakarsa dengan pola pemikir cost kecil tetapi
memiliki pangsa pasar yang luas serta diminati masyarakat luas diantaranya
usaha kuliner, aksesoris, cetak sablon, bordir dan usaha rakyat kecil seperti
Sumbangan industri kreatif di Indonesia tidak bisa dikatakan kecil. Seperti
dikatakan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Marie E Pangestu tahun 2006,
sebesar Rp 86,917 triliun. Pertama, industri kreatif Indonesia menyumbangkan
sekitar 4,71% dari PDB Indonesia pada tahun 2006, sudah berada diatas sektor
listrik, gas dan air bersih. Kedua, laju pertumbuhan industri kreatif Indonesia
tahun 2006 sebesar 7,28% pertahun (angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan
ekonomi Indonesia 5,14%). Ketiga, penyerapan tenaga kerja tahun 2006 sebesar
4,48 juta orang dengan persentase terhadap total tenaga kerja adalah 4,71%.
Keempat, produktivitas tenaga kerja tahun 2006 Rp 19,38 juta per orang.
Terakhir, empat sektor industri kreatif teratas adalah periklanan, desain fesyen,
kerajinan, dan arsitektur.
2.2.1 Struktur Industri
Pengertian ‘struktur’ sering disamakan dengan bentuk atau susunan
komponen pada suatu bentuk. Dengan kata lain, struktur adalah susunan
bagian-bagian dalam suatu bentuk bangunan. Bila diartikan dalam konteks ekonomi,
struktur adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dipengaruhi
oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi penjual
(perusahaan) dalam industri, jumlah dan ukuran distribusi pembeli, diferensiasi
produk, serta mudah tidaknya masuk ke dalam industri. Semakin besar hambatan
untuk masuk. Semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar. Hambatan masuk meliputi
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemerintah untuk memasuki pasar,
yaitu besarnya investasi yang dibutuhkan, efesiensi tingkat produksi,
Struktrur industri adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa
yang dipengaruhi oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi
penjual (perusahaan) dalam industri, jumlah dan ukuran distribusi pembeli,
diferensiasi produk, serta mudah tidaknya masuk ke dalam industri. Struktur pasar
merupakan bahasan yang penting untuk mengetahui perilaku dan kinerja industri
yang menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat persaingan. Kemudian
biasa dinyatakan dalam ukuran distribusi perusahaan pesaing. Elemen dalam
struktur pasar adalah pangsa pasar (market share), konsentrasi (concentration),
dan hambatan (barrier). Secara garis besar, jenis-jenis struktur pasar terdiri atas
pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, dan pasar persaingan
monopolistik. Sebaliknya, struktur industri merupakan bentuk atau tipe
keseluruhan pasar industri.
2.3 Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas merupakan faktor penting dalam pencapaian produksi dalam
suatu industri. Singkatnya produktivitas kerja dapat dikatakan produktif apabila
hasil yang dicapai lebih besar daripada sumber kerja yang digunakan. Tentunya
dengan adanya efektivitas dan efesiensi kerja, produktivitas dapat dicapai.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja seperti:
Pendidikan, Keterampilan dalam bekerja, Disiplin kerja, Sikap dan etika kerja,
Motivasi, Gizi dan kesehatan yang baik, Tingkat penghasilan yang sesuai,
Jaminan soaial, Lingkungan kerja, Kemajuan dan ketepatan teknologi, Sarana
produksi, Manajemen, dan Kesempatan untuk berprestasi merupakan faktor-faktor