• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Konsumsi, Ketersediaan Pangan, Pengetahuan Gizi Dan Status Kesehatan Dengan Kejadian Kek Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Simalungun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pola Konsumsi, Ketersediaan Pangan, Pengetahuan Gizi Dan Status Kesehatan Dengan Kejadian Kek Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Simalungun 2008"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, KETERSEDIAAN PANGAN,

PENGETAHUAN GIZI DAN STATUS KESEHATAN

DENGAN KEJADIAN KEK PADA IBU HAMIL

DI KABUPATEN SIMALUNGUN 2008

TESIS

Oleh

MARICE SIMARMATA 067023010/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, KETERSEDIAAN PANGAN, PENGETAHUAN GIZI DAN STATUS KESEHATAN

DENGAN KEJADIAN KEK PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN SIMALUNGUN 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARICE SIMARMATA 067023010/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

SURAT PERNYATAAN

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, KETERSEDIAAN PANGAN, PENGETAHUAN GIZI DAN STATUS KESEHATAN

DENGAN KEJADIAN KEK PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN SIMALUNGUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008

Marice Simarmata

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 25 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir. Evawany Aritonang, M.Si

Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

2. Dr.Dra. Ida Yustina, M.Si

(5)

Judul Tesis : HUBUNGAN POLA KONSUMSI, KETERSEDIAAN PANGAN, PENGETAHUAN GIZI DAN STATUS KESEHATAN DENGAN KEJADIAN KEK PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN SIMALUNGUN 2008

Nama Mahasiswa : Marice Simarmata

Nomor Pokok : 067023010

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi dan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, Msi) (Dra. Jumirah, Apt, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(6)

ABSTRAK

Masalah gizi kurang masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Salah satu masalah gizi kurang adalah KEK yang ditandai dengan ukuran LILA < 23,5 cm. Di Kabupaten Simalungun masih dijumpai angka Kejadian KEK yang melebihi standar nasional. Kejadian KEK berhubungan dengan pola konsumsi makan, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi dan status kesehatan. Kejadian KEK pada ibu hamil mempunyai dampak terhadap kesehatan generasi berikutnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pola konsumsi makan, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, dan status kesehatan ibu hamil dengan kejadian KEK di Kabupaten Simalungun 2008. Metode yang digunakan adalah Case Control Study dengan sampel sebanyak 140 ibu hamil terdiri dari 70 kasus (ukuran LILA < 23,5 cm) dan 70 kontrol ( LILA ≥ 23,5 cm). Uji statistik yang digunakan adalah Uji Regresi Logistik Ganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi makan berdasarkan jumlah energi dan protein, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi dan status kesehatan dengan kejadian KEK dengan OR masing masing (2,230; 4,565; 16,364; 3,852 and 2,364). Hubungan yang paling dominan adalah ketersediaan pangan.

(7)

ABSTRACT

The problem of undernutrition is still a major health problem in Indonesia. Once of the problem of undernutrition is energy cronic malnutrition which is recognized by the size of upper arm circumference < 23,5 cm. In Simalungun District, the incident of energy cronic malnutrition still exceeds the national standard. The incident of energy cronic malnutrition is related to the pattern of food consumption, food availability knowledge on nutrion and the health status. The incident of energy cronic malnutrition in pregnant women brings an impact to the health of the next generation.

The purpose of study is to analyze the relationship between the pattern of food consumption food availability knowledge on nutrion and the health status of pregnant mother incident of energy cronic malnutrition in Simalungun district in 2008. This case control study was conducted with the samples of 140 pregnant women who were divided into groups consisting 70 per case group (arm < 23,5 cm) and the other 70 for control group ( the size of upper arm circle > 23,5 cm). The data obtained were statistically analized through Multiple Logistic Regression Test.

The result of study shows that there is a significant relationship between the pattern of food consumption, food availability, knowledge on nutrition, and health status the incident of energy cronic malnutrition with respective OR of 2,230; 4,565; 16,364; 3,852 and 2,364. The most dominant variable related to the incident of energy cronic malnutrition is food availability.

It is expected that the District government of Simalungun make policy on local food development, improve the quality of the health extention on balanced food and various kind of food conducted by health workers, and conduct a further study on this topic.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan pola konsumsi, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi dan status kesehatan dengan kejadian KEK pada ibu hamil di Kabupaten Simalungun 2008Dalam menyusun tesis, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan Ibu Dra Jumirah, Apt, M.Kes, selaku komisi pembimbing yang telah membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh keseabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H,DSAK, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan dan Ibu Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara.

(9)

3. Bapak dr Waldy Saragih selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Smalungun yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

4. Pemerintah Kabupaten Simalungun yang telah memberikan tugas belajar untuk melanjutkan perkuliahan.

5. Bapak Drs. Agustrisno, MSP sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis dan ibu mertua, suami HL Tobing dan ketiga putri Chey, Yaya dan Arga, abang, kakak dan adik yang telah memberikan motivasi. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2008.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Marice Simarmata yang dilahirkan di Simarmata Samosir pada tanggal 30 Maret 1973, anak ketiga dari delapan bersaudara, beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jalan Jason Saragih No 20 Pematang Siantar.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1986 di SDN Simarmata, tahun 1989 menamatkan SMP, kemudian tahun 1991 menamatkan SPK Depkes Pematang Siantar, kemudian pada tahun 1992 menamatkan Program Pendidikan Bidan Depkes Pematang Siantar, 2001 menamatkan Akademi Kebidanan Depkes Pematang Siantar, 2002 menamatkan AKTA III Fakultas Ilmu Keguruan Universitas Medan, Tahun 2004 menamatkan FKM USU Medan.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Kejadian KEK ... 8

2.2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan KEK ... 17

2.3. Landasan teori ... 31

2.4. Kerangka konsep... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN... 33

3.1. Jenis Penelitian... 33

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.6. Metode Pengukuran ... 39

3.7. Metode Analisis Data... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 41

4.1. Gambaran Umum dan Keadaan Wilayah... 41

4.2. Karakteristik Responden ... 43

(12)

4.5. Ketersediaan Pangan ... 51

4.6. Pengetahuan Gizi ... 52

4.7. Status Kesehatan ... 53

4.8. Analisis Bivariat... 55

4.9. Analisis Multivariat... 58

BAB 5. PEMBAHASAN... 60

5.1. Beberapa faktor yang berhubungan dengan Kejadian KEK ... 60

5.2. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan Kejadian KEK ... 69

5.3. Keterbatasan Penelitian... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran... 72

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan pada Wanita Dewasa ... 14 2.2. Ketersediaan dan Konsumsi Energi dan Protein Per Kapita Tahun

2002, 2003 dan 2005 ... 22 3.1 Perhitungan Sampelyang Diperlukan Berdasarkan Lokasi

Penelitian... 36 3.2 Variabel Independen Penelitian ... 39

3.3. Variabel Dependen Penelitian... 40 4.1. Data Demografi, Geografi, Fasilitas Kesehatan dan Tenaga

Kesehatan di Tiga(3) Puskesmas Kabupaten Simalungun Tahun 2008... 42 4.2. Distribusi Karakteristik Responden di Kabupaten Simalungun

Tahun 2008 ... 44

4.3. Distribusi Frekuensi Ukuran LILA Ibu hamil di Kabupaten Simalungun Tahun 2008 ... 45 4.4. Distribusi Pola Konsumsi Makan Responden Berdasarkan jumlah

Energi di Kabupaten Simalungun Tahun 2008 ... 45 4.5. Distribusi Pola Konsumsi Makan Berdasarkan jumlah Protein yang

Dikonsumsi Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008 ... 46 4.6. Distribusi Rata-rata Jumlah Energi dan Protein yang Dikonsumsi

Responden di Kabupaten Simalungun 2008 ... 46 4.7. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Pokok Responden

di Kabupaten Simalungun Tahun 2008... 47 4.8. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Lauk Pauk Pada

(14)

4.9. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Sayuran di Kabupaten Simalungun Tahun 2008... 49 4.10. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Buah-buahan Pada

Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008 ... 50 4.11. Distribusi Ketersediaan Pangan Responden di Kabupaten

Simalungun Tahun 2008 ... 51 4.12. Distribusi Indikator Pengetahuan Responden di Kabupaten

Simalungun Tahun 2008 ... 52 4.13. Distribusi Pengetahuan Responden di Kabupaten Simalungun

Tahun 2008 ... 53 4.14. Distribusi Status Kesehatan Responden di Kabupaten Simalungun

Tahun 2008 ... 53 4.15. Distribusi Indikator Status Kesehatan Responden di Kabupaten

Simalungun Tahun 2008 ... 54 4.16. Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi yang Pernah Diderita

Responden Berdasarkan Lama Sakit di Kabupaten Simalungun Tahun 2008 ... 54 4.17. Distribusi Pola Konsumsi, Ketersediaan Pangan, Pengetahuan dan

Status Kesehatan Responden yang berhubungan dengan KEK di Kabupaten Simalungun Tahun 2008... 55 4.18. Hasil Analisis Multivariat Hubungan Pola Konsumsi, Pengetahuan

Gizi dan Status Kesehatan dengan Kejadian KEK ... 59 4.19. Hasil Analisis Multivariat Hubungan Pola Konsumsi, Pengetahuan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 79

2 Outprint Penelitian ... 85

3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 98

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indikator keberhasilan pembangunan suatu bangsa dinilai dengan Indeks

Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan,

ekonomi dan kesehatan. Indikator kesehatan meliputi angka kematian ibu, angka

kematian bayi, status gizi dan usia harapan hidup. Menurut UNDP (2008), IPM

Indonesia tahun 2007 berada di peringkat 107 dari 177 negara.

Masalah gizi di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah gizi kurang. Data Depkes menggambarkan masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari perkiraan selama ini. Gizi buruk diderita semua kelompok usia. Bahkan masalah gizi pada kelompok umur tertentu mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Wanita dan anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). KEK adalah suatu kondisi kurang gizi disebabkan rendahnya konsumsi energi dalam makanan sehari-hari yang berlangsung menahun sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Supariasa, 2002).

KEK dapat terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS). WUS adalah wanita

periode reproduksi yaitu usia 15-45 tahun (Supariasa, 2002). Analisis nasional

(1999-2003) menggambarkan proporsi risiko KEK (24,9%) tahun 1999 dan menjadi

(18)

Nusa Tenggara Barat sebanyak 26,7%, Papua sebanyak 25,7%, Bangka Belitung

sebanyak 22,4% dan Jawa Timur sebanyak 21,9% (Harahap, 2002).

Data Depkes menyatakan WUS menderita KEK yaitu 17,6% dari populasi

11,7 juta orang (Depkes, 2002) . Sementara penelitian di Nusa Tenggara Timur

menunjukkan bahwa 29,3% WUS mengalami KEK (Hermawan, 2003). Kondisi ini

sangat memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko KEK cenderung melahirkan

bayi Berat Badan Lahir Rendah atau BBLR (Paath, 2005). Rata-rata setiap tahun

lahir 350.000 bayi dengan BBLR (Atmarita, 2004).

Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisi saat janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan jauh sebelum kehamilan, yaitu saat remaja atau usia sekolah (Azwar, 2004). Status gizi ibu hamil mempunyai dampak langsung pada perjalanan kehamilan dan bayi yang akan dilahirkan. Kekurangan gizi pada awal kehamilan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin (Paath, 2005).

Kehamilan menyebabkan peningkatan metabolisme energi. Kebutuhan energi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Lubis, 2003).

(19)

placenta dan organ/jaringan lainnya. Ibu hamil memerlukan tambahan energi rata-rata 200 kkal perhari (Khumaidi, 1994). Untuk itu ibu hamil harus menambah asupan makan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi.

Pelayanan kesehatan ibu hamil atau Ante Natal Care (Manuaba, 2000). Ante Natal Care berguna untuk pemeriksaan kehamilan serta deteksi dini kelainan dan penyakit yang diderita. Status kesehatan ibu hamil dapat dilihat dari riwayat penyakit ibu hamil. Menurut Scrimshaw dalam Supariasa (2002), bahwa ada hubungan antara infeksi dengan malnutrisi seseorang. Menurut Sudirman, (2004) meskipun zat gizi yang dikonsumsi cukup, akan tidak banyak gunanya bagi tubuh jika terjadi gangguan penyerapan, misalnya akibat diare, cacingan, ataupun penyakit infeksi lainnya.

Menurut data Susenas 1999, jumlah ibu hamil yang mengalami KEK

sebanyak 27,6% (Almasyhuri, 2006). Ibu hamil menderita KEK mempunyai risiko

lebih besar untuk mengalami perdarahan, persalinan yang sulit dan melahirkan

BBLR. Penelitian BANPO (Bantul Anemia and Pregnancy Outcome) tahun 2001

menunjukkan prevalensi KEK ibu hamil di Bantul sebanyak 26,34%. Angka ini

masih di atas prevalensi KEK WUS tingkat nasional (Wijoyo, 2005).

Produksi pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masalah

kekurangan gizi (Harper, 1986). Persediaan pangan di Indonesia telah berada di atas

kecukupan energi dan protein yang dianjurkan diukur dengan Neraca Bahan Makanan

(NBM). Gambaran yang tersaji dalam NBM tidak dapat dipergunakan sebagai

(20)

gambaran tentang potensi nyata persediaan pangan dan tidak dapat menerangkan

distribusi pangan tersebut (Khumaidi, 1994).

Sulawesi Selatan merupakan daerah surplus pangan namun masih dijumpai

masalah gizi kurang. Produksi yang tinggi tidak menjamin ketersediaan pangan pada tingkat masyarakat karena masih tergantung pada distribusi dan pemasaran hasil produksi pangan, demikian juga ketersediaan pangan di tingkat masyarakat tidak menjamin ketersediaan pangan di tingkat keluarga. Hal ini disebabkan daya beli keluarga dan ketidaktahuan dalam pengelolaan pangan dan gizi akibat pendidikan dan akses informasi rendah. Ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak menjamin setiap anggota keluarga mengonsumsi zat gizi yang cukup disebabkan pola distribusi makanan dalam keluarga, pola asuh dan penyiapan makanan tidak memadai (Sudirman 2004).

Kabupaten Simalungun adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang

memiliki lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama perekonomian

Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar kedua Sumatera Utara

setelah Kabupaten Deli Serdang (Profil Kabupaten Simalungun, 2007). Persentase

kejadian masalah gizi kurang masih tergolong tinggi.

Berdasarkan Hasil Survey Kesehatan Daerah tahun 2005, di Kabupaten

Simalungun diperoleh status gizi kurang pada WUS sebanyak 30% dengan

perhitungan IMT dan pengukuran LILA. Dari tiga puluh kecamatan terdapat empat

(21)

Dolok (73%), Batu Nanggar (73%), Jorlang Hataran (57%) dan Siantar (45%)

(Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, 2006).

Berdasarkan survey pendahuluan pada bulan Maret 2008, di tiga kecamatan

Kabupaten Simalungun terhadap 93 ibu hamil didapat data KEK ibu hamil sebagai

berikut: di Kecamatan Jorlang Hataran terdapat 7 dari 21 ibu hamil (30,0%)

mengalami KEK, di Tapian Dolok 11 dari 35 ibu hamil (31,8%) mengalami KEK dan

di kecamatan Siantar (wilayah kerja Puskesmas Batu Anam) dari 37 ibu hamil

mengalami KEK (27%). Hal ini melebihi target cakupan pembangunan kesehatan

2010 sebesar 20 %.

Gambaran pola penyakit terbanyak di Kabupaten Simalungun masih didominasi oleh penyakit infeksi. Hal ini dapat dilihat dari laporan penyakit bahwa penyakit infeksi masih menempati ke sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas yaitu ISPA, Diare, Bronhitis dan penyakit infeksi lainnya (Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, 2007). Penyakit infeksi berhubungan erat dengan keadaan gizi

Berdasarkan data di atas maka diperlukan suatu penelitian tentang hubungan

pola konsumsi makan, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, dan status kesehatan

ibu hamil dengan kejadian KEK di Kabupaten Simalungun 2008.

1.2. Permasalahan Penelitian

Bagaimana hubungan pola konsumsi makan, ketersediaan pangan,

(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis hubungan pola konsumsi makan, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, dan status kesehatan ibu hamil dengan kejadian KEK di Kabupaten Simalungun 2008.

1.4. Hipotesis

1. Pola konsumsi makan ibu hamil mempunyai hubungan dengan kejadian KEK

di Kabupaten Simalungun 2008.

2. Ketersediaan pangan mempunyai hubungan dengan kejadian KEK di

Kabupaten Simalungun 2008.

3. Pengetahuan gizi ibu hamil mempunyai hubungan dengan kejadian KEK di

Kabupaten Simalungun 2008.

4. Status kesehatan ibu hamil mempunyai hubungan dengan kejadian KEK di

Kabupaten Simalungun 2008.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Menyediakan data hubungan pola konsumsi makan ibu hamil, ketersediaan

pangan, pengetahuan gizi, status kesehatan ibu hamil dengan kejadian KEK di

(23)

2. Sebagai bahan masukan bagi perencana Dinas Kesehatan Kabupaten

Simalungun untuk menyusun program gizi masyarakat yang berkaitan dengan

penanggulangan kejadian KEK.

3. Sebagai referensi bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kejadian KEK

KEK adalah suatu keadaan akibat kekurangan energi atau ketidakseimbangan asupan energi untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang berlangsung dalam waktu yang lama (Supariasa, 2002).

Kekurangan gizi kronis merupakan masalah gizi yang sering dijumpai pada usia produktif. Kekurangan energi kronis dijumpai pada WUS usia 15-49 tahun yang ditandai dengan proporsi LILA (Lingkaran Lengan Atas) < 23,5 cm. Kondisi ini memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko KEK cenderung melahirkan bayi dengan berat badan rendah (Azwar, 2006). Kebutuhan gizi dari setiap golongan usia dengan jumlah zat gizi yang dikonsumsi, dapat memberikan indikasi ada dan tidaknya masalah kekurangan gizi (Suhardjo, 2005).

(25)

reproduksi merupakan akibat dari asupan zat gizi yang tidak optimal pada saat bayi sampai masa pubertas (Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).

Kehamilan merupakan suatu proses fisiologi normal, yaitu terbentuknya janin pada rahim sebagai akibat dari pertemuan antara sel telur dan sel sperma (Manuaba, 2000). Seorang wanita dipastikan hamil jika pemeriksaan terlihat tanda hamil pasti, yaitu mendengar suara detak jantung janin dan meraba bentuk janin. Kesehatan fisik dan mental ibu hamil sebelum dan selama hamil berpengaruh terhadap keadaan janin. Kehamilan merupakan masa yang penting karena masa ini mempengaruhi kualitas anak yang akan dilahirkan. Pemeliharaan kehamilan dimulai dari perencanaan menu yang benar (Paath, 2005). Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Lubis, 2003).

(26)

Kebutuhan fisiologis sewaktu hamil ialah jumlah energi protein dan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Proses kehamilan akan selalu disertai dengan berbagai perobahan baik komposisi maupun metabolisme ibu.

Konsumsi makanan yang rendah disebabkan oleh adanya penyakit terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Di samping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional (Supariasa, 2002).

Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Tubuh memperoleh energi dari makanan yang dimakan. Energi dalam makanan merupakan energi kimia yang dapat dibuat menjadi energi bentuk lain (Budiyanto, 2002). Energi yang diperlukan tubuh dapat bersumber dari zat karbohidrat, lemak dan protein, sehingga ketiga zat gizi ini disebut dengan makronutrient. Setiap 1 gram lemak menghasilkan energi sebesar 9 kalori (Uripi, 2004).

(27)

walaupun protein dapat memberikan energi untuk keperluan tersebut, tetapi fungsi utamanya adalah untuk menyediakan asam amino bagi sintesa protein sel, hormon maupun enzim untuk mengatur metabolisme.

Suplai energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan daripada suplai protein bagi pertumbuhan. Bila jumlah energi dalam makanan sehari-hari tidak cukup, maka sebagian protein akan digunakan sebagai sumber energi. Hal ini akan mengurangi bagian protein yang diperlukan untuk pertumbuhan. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung pada kualitas zat gizi yang dimakan. Dianjurkan supaya jumlah energi yang diperoleh 50-60%, karbohidrat 25-30%, lemak dan protein 10-15%.

Energi dalam tubuh manusia dapat timbul akibat pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Karbohidrat banyak terdapat dalam berbagai bahan makanan yang dikonsumsi, terutama pada bahan pangan yang banyak mengandung zat tepung/pati dan gula (Kartasapoetra,2005).

Fungsi karbohidrat adalah menyediakan keperluan energi bagi tubuh, melangsungkan proses metabolisma lemak, memberi volume pada isi usus dan melancarkan gerak peristaltik usus, simpanan energi dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen, melangsungkan aksi penghematan terhadap protein, pemberi rasa manis pada makanan dan memberi aroma serta bentuk khas makanan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).

(28)

zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan unsur utama dalam otot, darah, matriks tulang, gigi, kulit, kuku dan rambut. Sumber protein dapat berasal dari protein hewan, seperti: protein daging, susu dan sebagainya. Protein nabati, yaitu protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan yaitu protein dari jagung dan sebagainya.

Fungsi protein bagi tubuh, adalah: 1. Sebagai enzim

Protein memegang peranan dalam mengatur keseimbangan air dan menjaga kenetralan cairan tubuh.

2. Sebagai alat pengangkut dan penyimpan

Banyak molekul dengan berat molekul yang lebih kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein tertentu.

3. Sebagai alat pengatur/pergerakan

Merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul yang bergeser.

4. Penunjang mekanis

Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen, suatu protein yang berbentuk bulat dan panjang dan mudah membentuk serabut. 5. Pertahanan tubuh/imunitas

(29)

6. Media perambatan impuls saraf

Protein ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya: redopsin yang bekerja sebagai penerima cahaya pada sel-sel mata.

7. Pengendalian pertumbuhan

Protein bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi-fungsi DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan.

Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal. Kebutuhan wanita akan protein membubung sampai 68%. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan 925 gr yang tertimbun dalam jaringan ibu, placenta serta bayi. Bahan pangan yang dijadikan sumber sebaiknya 2/3-nya merupakan bahan pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) sebanyak 1/3 bagian (Arisman, 2004).

Untuk menilai tingkat konsumsi makanan (energi dan zat lain) diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowance

(30)

Tabel 2.1. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan pada Wanita Dewasa Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Pada Wanita

Dewasa Vitamin B12 (mg) Vitamin C (mg)

Besaran energi yang terasup merupakan faktor gizi yang paling penting pada masa hidup. Usia diperlukan untuk menentukan besaran kalori serta zat gizi yang diberikan. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena menimbulkan resiko penyakit dan mempengaruhi produktivitas (Supariasa, 2002).

(31)

Tanda-tanda klinis masalah gizi kurang tidak spesifik, karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang sama, tetapi penyebabnya berbeda. Oleh karena itu pemeriksaan klinis harus dipadukan dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboratorium dan survei konsumsi makanan, sehingga kesimpulan penilaian status gizi dapat lebih tepat dan lebih baik (Supariasa, 2002).

Kelainan atau gangguan yang terjadi pada kulit, rambut, mata, membran mukosa mulut, dan bagian tubuh yang lain dapat dipakai sebagai petunjuk ada tidaknya masalah gizi kurang. Meskipun demikian perlu diperhatikan bahwa tanda-tanda gizi kurang dapat saja tidak spesifik, karena tanda-tanda itu mungkin timbul bukan akibat kurang gizi, tetapi mungkin disebabkan oleh faktor higiene dan sanitasi yang jelek, atau terkena panas sinar matahari (Supariasa, 2002).

Penggunaan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi defisiensi gizi mempunyai kelemahan bila diinterpretasikan hanya atas dasar data klinis saja. Oleh sebab itu, adanya dukungan pemeriksaan konsumsi pangan dan biokimia serta pemeriksaan yang lain sangat membantu dalam menilai keadaan gizi individu atau masyarakat (Arisman, 2004).

(32)

penilaian status gizi secara langsung terutama masalah gizi kurang pada anak-anak dan gizi lebih (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (18 tahun ke atas) merupakan masalah penting. Kekurangan gizi mempengaruhi produktifitas kerja dan memiliki resiko mengalami penyakit-penyakit tertentu. Pemantauan keadaan berat badan yang berkesinambungan mengacu pada patokan tertentu.

LILA merupakan indikator status gizi yang digunakan terutama untuk deteksi Kurang Energi Protein pada anak-anak dan merupakan alat yang baik untuk mendeteksi wanita usia subur dan ibu hamil dengan resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Waspadji, 2003).

Penentuan status gizi pada wanita usia subur dilakukan dengan pengukuran lingkar lengan atas. Pengukuran ini merupakan salah satu cara deteksi dini yang mudah untuk mengetahui kelompok berisiko kekurangan energi kronis. Ambang batas lingkar lengan atas di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran kurang dari 23,5 cm, berarti risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) (Kartasaputra, 2005) dan diperkirakan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Supariasa, 2002).

(33)

mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.

Cara pengukuran LILA adalah: 1. Tetapkan posisi bahu dan siku 2. Letakkan pita antara bahu dan siku 3. Tentukan titik tengah lengan

4. Lingkarkan pita pada tengah lengan 5. Pita jangan terlalu ketat atau longgar

6. Lakukan pembacaan skala dengan benar (Supariasa, 2002).

2.2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan KEK

Konsumsi makan adalah makanan yang dimakan seseorang (Almatsier, 2006). Konsumsi makan merupakan jumlah makanan (tunggal atau beragam) yang dikonsumsi masyarakat, keluarga dan individu dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Supariasa, 2002). Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis, jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, 2004).

(34)

memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 2005).

Konsumsi makan oleh masyarakat atau keluarga tergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dalam kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini tergantung pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan (Almatsier, 2006).

Di dalam susunan pola menu tersebut ada satu bahan makanan yang dianggap paling penting. Suatu hidangan dianggap tidak lengkap apabila bahan makanan tersebut tidak ada. Bahan makanan tersebut dinamakan bahan makanan pokok. Bahan makanan pokok dalam pola menu di Indonesia adalah beras dan pada beberapa daerah digunakan juga jagung, sagu dan ubi jalar (Suhardjo, 2005).

Pola konsumsi pangan merupakan hasil budaya masyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus menerus sesuai dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat. Pola konsumsi ini diajarkan dan bukan diturunkan secara herediter dari nenek moyang sampai generasi mendatang (Sediaoetama, 1999).

(35)

keluarga yaitu pengetahuan, pendapatan rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi pangan berkurang pula (Harper, 1986).

Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan makanan yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi Pengukuran konsumsi makanan ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. Konsumsi makanan dalam bentuk zat gizi diperoleh dari konsumsi bahan pangan yang dikonversi ke dalam bentuk zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (Supariasa, 2002).

Survey konsumsi pangan rumah tangga ataupun perorangan merupakan cara pengamatan langsung. Data survey konsumsi pangan dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah (kota/desa), golongan sosio-ekonomi dan sosial-budaya dari wilayah yang bersangkutan (Suhardjo, 2005). Komponen anamnesis asupan pangan mencakup: method food recall 24 hours, food frequency quesioner, dietary history dan food records (Arisman, 2004).

Metode food recall 24 hours digunakan untuk mengukur konsumsi makan individu. Prinsipnya adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Data yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif (Supariasa, 2002).

(36)

biasa dipergunakan sehari-hari). Pengukuran minimal dua kali recall 24 jam tanpa berturut-turut agar dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi.

Kelebihan metode recall adalah mudah dilaksanakan, biaya relative murah, cepat, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf dan dapat memberikan gambaran nyata makanan yang dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake

zat gizi sehari-hari. Kekurangan metode ini adalah ketepatannya sangat tergantung dari daya ingat responden, terjadinya the flat slope syndrome dan membutuhkan petugas yang terlatih (Supariasa, 2002).

Metode food frequency questionnery menghasilkan data bahan makanan dan frekuensi makan individu. Penggolongan bahan makanan di Indonesia terdiri dari bahan makanan pokok, bahan makanan lauk-pauk, bahan makanan sayur-mayur dan bahan makanan buah. Bahan makanan pokok ialah bahan makanan yang dianggap memegang peranan paling penting di dalam susunan hidangan. Suatu hidangan tidaklah lengkap bila tidak mengandung bahan makanan pokok. Bahkan sebagian besar menganggap belum makan bila yang dikonsumsi itu belum mengandung bahan makanan pokok, meskipun sudah kenyang mengkonsumsi jenis bahan makanan lain (Sediaoetama, 1999).

(37)

pengetahuan mengolah dan menyajikan telah dikuasai oleh masyarakat Indonesia

sangat sesuai dengan beras sebagai makanan pokok. Bahan makanan lauk-pauk terdiri dari dua golongan besar menurut sumbernya, yaitu lauk-pauk hewani dan nabati. Lauk-pauk hewani mencakup semua bahan makanan yang berasal dari hewan, terutama hewan piaraan. Sumber protein nabati lebih murah harganya dibandingkan dengan sumber protein hewani (Sediaoetama, 1999).

Data sosial yang perlu dipertimbangkan adalah: keadaan penduduk di suatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi seks dan geografis), keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak kelahiran), Pendidikan (tingkat pendidikan ibu/bapak, keberadaan buku-buku, usia anak sekolah), perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, ventilasi, listrik, jumlah kamar, perabotan, pemilikan dan lain-lain), dapur (lokasi, bangunan, kompor, alat masak, bahan bakar, pembuangan sampah), penyimpanan makanan (isi, ukuran, penutup serangga) dan air (sumber, jarak dari rumah) serta kakus (tipe jika ada, keadaannya) (Supariasa, 2002).

(38)

Ketersediaan pangan per kapita menurut daerah tersebut, tidak dapat memberikan gambaran tentang distribusi di tingkat rumah tangga ataupun individu atau dengan perkataan lain bahwa tingkat ketersediaan tidak identik dengan kuantitas yang dikonsumsi masyarakat ataupun perseorangan (Suryana, 2003).

Untuk melihat gambaran ketersediaan dan konsumsi energi dan protein per kapita per tahun dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Ketersediaan dan Konsumsi Energi dan Protein Per Kapita Tahun 2002, 2003 dan 2005

Standard

Sumber : Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, 2005.

(39)

Ketahanan pangan Indonesia selama tiga dekade lalu, berada dalam kondisi yang relatif baik yaitu ditunjukkan dengan ketersediaan pangan perkapita meningkat dari 2000 kkal/hari pada tahun 1960 an menjadi sekitar 2700 kkal/hari awal tahun 1990-an. Tingkat kemiskinan menurun dari 40% pada tahun 1976 menjadi 11% pada tahun 1996. Kombinasi antara peningkatan ketersediaan pangan dan penurunan tingkat kemiskinan tersebut membawa dampak pada peningkatan ketahanan pangan dan perbaikan gizi baik pada tingkat nasional maupun tingkat rumah tangga.

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno, 1998).

Ketahanan pangan menunjukkan eksistensinya, jika setiap rumah tangga selalu dapat mengakses, secara fisik maupun ekonomi, memperoleh pangan yang cukup aman dan sehat bagi seluruh anggotanya. Artinya, titik berat kondisi ketahanan pangan terletak pada tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan ini harus mencakup aksesibilitas, ketersediaan, keamanan dan kesinambungan. Aksesibilitas di sini artinya setiap rumah tangga mampu memenuhi kecukupan pangan keluarga dengan gizi yang sehat. Ketersediaan pangan adalah rata-rata pangan dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan konsumsi di tingkat wilayah dan rumah tangga. Sedangkan keamanan pangan dititikberatkan pada kualitas pangan yang memenuhi kebutuhan gizi (Martaja, 2004).

(40)

lainnya, kualitas sumberdaya manusia (pendidikan formal) di rumah tangga relatif rendah, akses terhadap sumber modal tidak ada, dan akses terhadap sumber informasi terkendala. Ketersediaan pangan di level regional (kabupaten) distribusinya sering tidak merata dan harganya tidak terjangkau sehingga kebutuhan pangan bagi rumah tangga tidak terpenuhi yang akhirnya menurunkan derajat ketahanan pangan.

Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan dua fenomena yang saling terkait, bahkan dapat dipandang memiliki hubungan sebab akibat. Dalam hal ini kondisi ketahanan pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya karena miskin maka ia tidak memiliki ketahanan pangan.

Kondisi ketahanan pangan rumah tangga itu menurut Suhardjo (1996) dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain: (a) Tingkat kerusakan tanaman, ternak, perikanan; (b) Penurunan produksi pangan; (c) Tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga; (d) Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total; (e) Fluktuasi harga-harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga; (f) Perubahan kehidupan sosial (misalnya migrasi, menjual/menggadaikan harta miliknya, peminjaman); (g) Keadaan konsumsi pangan (kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas) dan (h) Status gizi.

(41)

maupun tingkat rumah tangga, akan tetapi krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada akhir tahun 1990-an sampai sekarang telah membawa dampak negatif terhadap ketahanan pangan, kemiskinan dan status gizi masyarakat.

Depkes merangkum tiga faktor yang saling berinteraksi memengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat: ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuhan gizi keluarga dan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas.

Simpul pertama, persediaan makanan di tingkat masyarakat. Produksi yang tinggi tidak menjamin ketersediaan pangan pada tingkat masyarakat karena masih bergantung pada distribusi dan pemasaran hasil produksi pangan tersebut.

Simpul kedua, persediaan makanan di tingkat keluarga. Ketersediaan pangan di tingkat masyarakat tidak menjamin ketersediaan pangan di tingkat keluarga. Masih ada sejumlah faktor yang mempengaruhinya. Pertama, daya beli keluarga yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan harga pangan. Setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, harga-harga bahan pangan meningkat berkali-kali. Semakin langkanya lapangan kerja dan banyaknya pemutusan hubungan kerja mengakibatkan daya beli keluarga makin melemah. Kedua, ketidaktahuan tentang gizi akibat pendidikan dan akses informasi yang rendah.

(42)

makanan dalam keluarga yang sering kali timpang. Kedua, pola asuh dan penyiapan makanan yang tidak memadai.

Simpul keempat adalah penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi yang dikonsumsi. Meskipun zat gizi yang dikonsumsi cukup, akan tidak banyak gunanya bagi tubuh jika terjadi gangguan penyerapan, misalnya akibat diare, cacingan, ataupun penyakit infeksi lainnya. (Sukirman, 2004).

Keadaan di atas menunjukkan bahwa di tingkat rumah tangga ketahanan pangan masih lemah. Penyebab utama lemahnya ketahanan pangan tersebut adalah kemiskinan yang menyebabkan bukan hanya keluarga tidak mampu membeli pangan untuk mencukupi kebutuhan minimum mereka, tetapi juga rendahnya pengetahuan mengenai pangan yang ikut menyumbang terhadap status gizi seseorang. Jangan dilupakan pula di sini terabaikannya status sosial-ekonomi perempuan sebagai ibu yang sangat berperan dalam mengolah pangan (Ninuk, 2004).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia mengakibatkan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin. Sejak tahun 1996–1998 data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin meningkat sekitar 60% atau sekitar 4,4 juta jiwa di perkotaan dan 9,6 juta di pedesaan, namun pada akhir tahun 1998 jumlah penduduk miskin mencapai 49,5 juta dan 31,9 juta terdapat di pedesaan. Mayoritas penduduk miskin di Indonesia adalah penduduk desa dan umumnya adalah golongan nelayan, petani lahan sempit, buruh tani dan pengrajin.

(43)

kemiskinan yang menyebabkan bukan hanya keluarga tidak mampu membeli pangan untuk mencukupi kebutuhan minimum mereka, tetapi juga rendahnya pengetahuan mengenai pangan yang ikut menyumbang terhadap status gizi seseorang. Jangan dilupakan pula di sini terabaikannya status sosial-ekonomi perempuan sebagai ibu yang sangat berperan dalam mengolah pangan (Ninuk,2004).

Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan dua fenomena yang saling terkait, bahkan dapat dipandang memiliki hubungan sebab akibat. Dalam hal ini kondisi ketahanan pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya karena miskin maka ia tidak memiliki ketahanan pangan. Oleh karena itu kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, karena satu sama lain saling berinteraksi.

Dalam melangsungkan kehidupannya manusia senantiasa melakukan berbagai kegiatan atau pekerjaan fisik yang memerlukan energi (Kartasaputra, 2005). Menurut Sandra (2007) energi yang berasal dari makanan diperlukan manusia untuk metabolisme basal, aktivitas fisik dan efek makanan. Pada anak-anak dan wanita hamil atau menyusui memerlukan kebutuhan energi yang lebih besar untuk pembentukan jaringan baru (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).

(44)

lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1987).

Menurut Sandra (2007), seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi tentang gizi, bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmojo, 2005). Pengetahuan tentang gizi akan membantu dalam mencari berbagai alternatif pemecahan masalah kondisi gizi keluarga. Untuk menanggulangi kekurangan konsumsi yang disebabkan oleh daya beli yang rendah, perlu diusahakan peningkatan penghasilan keluarga dengan memanfaatkan pekarangan sekitar rumah (Sediaoetomo, 1999).

Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan: 1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang

dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

(45)

Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga. Ibu harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik diperoleh melalui pendidikan formal, maupun non formal (Berg, 1986). Dewasa ini, pemberian atau penyajian makanan keluarga di kota masih kurang mencukupi. Kebanyakan keluarga telah merasa lega kalau sudah mengkonsumsi makanan pokok (Kartasapoetra, 2005). Keadaan ini menimbulkan masalah kurang gizi.

Status kesehatan adalah kondisi kesehatan individu dilihat dari keadaan fisik dan kesakitan. Permasalahan utama dalam kesehatan ibu saat ini adalah adalah tingginya angka kematian ibu. Status kesehatan ibu hamil dapat ditingkatkan dengan melaksanakan pemeliharaan kehamilan yang sering disebut dengan Ante Natal Care (ANC). ANC merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Standar ANC terdiri dari 7 langkah, yaitu: pengukuran tinggi badan-berat badan, pengukuran tinggi fundus uteri, pengukuran tekanan darah, pemberian tablet zat besi, pemberian imunisasi tetanus toksoid, tapis penyakit menular seksual dan pelaksanaan temu bicara (Manuaba, 2000).

(46)

mempermudah terkena infeksi (Supariasa, 2002). Mekanisme patologis infeksi dengan malnutrisi yaitu:

a. Penurunan asupan gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit.

b. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan perdarahan yang terus-menerus.

Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh. Ada lima tahapan patogenesis gizi kurang yang pertama ketidak cukupan gizi. Apabila ketidakcukupan gizi berlangsung lama maka persediaan/cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan. Kedua, apabila berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan yang ditandai penurunan berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat dilihat dari munculnya tanda yang klasik (Supariasa, 2002).

Riwayat kesehatan ibu hamil dapat dipantau melalui pemeriksaan kehamilan. ANC yang teratur dapat menurunkan kejadian KEK. ANC di pedesaan dapat dilakukan di sarana kesehatan masyarakat yaitu Puskesmas, Polindes dan Posyandu.

(47)

tetapi persebaran fisik tersebut tidak diikuti sepenuhnya peningkatan mutu layanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat (Depkes, 1999).

2.3. Landasan Teori

Status gizi ibu ditentukan oleh keadaan kesehatan, sosial ekonomi, tingkat aktifitas fisik, asupan pangan dan pernah tidaknya terjangkit penyakit infeksi. Dalam Supariasa (2002), Call dan Levinson (1871), faktor-faktor yang menimbulkan masalah gizi adalah konsumsi makanan dan kesehatan. Hal-hal yang mempengaruhi konsumsi makanan adalah zat gizi dalam makanan, ada tidaknya program pemberian makanan diluar keluarga, daya beli keluarga, pengetahuan gizi, kebiasaan makan. Daya beli keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan kesehatan serta lingkungan fisik dan sosial, erat kaitannya dengan kesehatan.

(48)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Pola Konsumsi

Makan

Ketersediaan Pangan

Status Kesehatan Pengetahuan Gizi

(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan Case Control Study

bertujuan menilai hubungan paparan penyakit dengan cara menentukan sekelompok kasus dan sekelompok kontrol lalu membandingkan frekuensi paparan. Case Control Study dilakukan dengan memilih kelompok-kelompok penelitian berdasarkan status penyakit, satu kelompok dengan penyakit (kasus) dan kelompok lainnya tanpa penyakit atau kontrol (Murti, 2003).

Penelitian Case Control Study dapat digunakan untuk mencari hubungan faktor risiko dengan terjadinya penyakit. Penelitian ini untuk menjelaskan hubungan variabel pola konsumsi makan, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, dan status kesehatan dengan kejadian KEK ibu hamil di Kabupaten Simalungun 2008.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

(50)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang tinggal di tiga wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Simalungun pada periode pengumpulan data diantaranya :

1. Puskesmas Purba Sari (Tapian Dolok) sebanyak 967 jiwa. 2. Puskesmas Batu Anam (Siantar) sebanyak 1029 jiwa.

3. Puskesmas Jorlang Hataran (Tigabalata) sebanyak 565 jiwa.

Jumlah populasi keseluruhan adalah 2561 jiwa (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, 2007).

Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan Rumus Lemeshow sebagai berikut: (Sastroasmoro, 2000)

(51)

Q = 1-P

R = Odd Ratio diperkirakan 2

Dari rumus di atas, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:

3

Dari hasil perhitungan diperoleh sampel pada penelitian ini sebanyak 70 orang untuk kasus dan 70 orang untuk kontrol. Jadi jumlah sampel keseluruhan adalah 140 responden.

Besar sampel setiap Puskesmas ditentukan dengan menggunakan metode alokasi atau proportional allocation method, yaitu:

(52)

Tabel 3.1 Perhitungan Sampel yang Diperlukan Berdasarkan Lokasi Penelitian

Kecamatan/ Puskesmas

Populasi Sampel

(

N Nh nh= n)

Purba Sari/Tapian Dolok 967

2561 967 =

nh 76= 26

Siantar/Batu Anam 1029

2561 1029 =

nh 76 = 29

Jorlang Hataran/Tiga Balata 565

2561 565 =

nh 76 = 15

Jumlah 2561 70

Dari hasil perhitungan yang dilakukan maka jumlah sampel:

1. Puskesmas Purba Sari Kecamatan Tapian Dolok sebanyak 26 kasus dan 26 kontrol

2. Puskesmas Batu Anam Kecamatan Siantar sebanyak 29 kasus dan 29 kontrol 3. Puskesmas Tiga Balata Kecamatan Jorlang Hataran sebanyak 15 kasus dan 15

kontrol

(53)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dan pengukuran LILA dan IMT dilakukan oleh peneliti sendiri dibantu Tenaga Petugas Gizi Puskesmas sebanyak tiga orang.

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan alat kuesioner meliputi: 1. Pola makan (jenis, frekuensi dan jumlah zat gizi yaitu kalori/protein) 2. Ketersediaan pangan

3. Pengetahuan gizi 4. Status kesehatan

5. Karateristik ibu hamil (usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, usia kehamilan, dan paritas )

6. Data antropometri ibu hamil (LILA)

(54)

dilakukan, koefisien alpha yang diperoleh menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini cukup valid dan reliabel (data terlampir).

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen di Dinas Kabupaten Simalungun mencakup gambaran umum Puskesmas, data demografi dan geografis wilayah penelitian.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel independen atau terikat terdiri dari:

1. Pola konsumsi makan adalah jumlah kalori/protein, jenis makanan yang dikonsumsi dan frekuensi makan ibu hamil dalam jangka waktu tertentu.

2. Ketersediaan pangan adalah keadaan pangan keluarga ibu hamil yang tersedia dalam tiga bulan terakhir berdasarkan skor yang ditentukan.

3. Pengetahuan gizi ibu adalah gambaran pemahaman ibu tentang gizi yang dihitung berdasarkan skor tertentu dari aspek yang dinilai

4. Status kesehatan adalah kondisi kesehatan ibu hamil berdasarkan jenis penyakit infeksi yang pernah dialami ibu hamil dan lama sakit dalam tiga bulan terakhir berdasarkan skor yang telah ditentukan.

Variabel Dependen

(55)

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Variabel Independen Penelitian

No Variabel Independen

Kategori Range Cara Ukur Skala

Ukur

2 dari 18 pertanyaan dijawab dengan: sering/kadang-kadang, ya dan hampir setiap bulan/beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan.

3-5 dari 18 pertanyaan dijawab dengan:

sering/kadang-kadang, ya dan hampir setiap bulan/beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan.

6-8 dari 18 pertanyaan dijawab dengan:

sering/kadang-kadang, ya dan hampir setiap bulan/beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan.

Lebih dari 9 dari 18

(56)

Tabel 3.3 Variabel Dependen Penelitian Variabel

Dependen

Kategori Range Cara Ukur Skala Ukur

Kejadian KEK 1. Ada

0. Tidak ada

< 23,5 cm ≥ 23,5 cm

Pengukuran LILA

Nominal

3.7. Metode Analisis Data

(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum dan Keadaan Wilayah

Kabupaten Simalungun terletak antara 02° 36' - 03° 18' Lintang Utara dan 98° 32' - 99° 35' Bujur Timur, dan berbatasan dengan lima kabupaten yaitu: kabupaten Serdang Bedagai, kabupaten Karo, kabupaten Tobasa, kabupaten Samosir dan kabupaten Asahan. Luas wilayah adalah 4.386,6 km2 atau 6,12 % dari luas wilayah provinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk sebanyak 831.664 jiwa, laki-laki 416.510 dan perempuan 415.154 jiwa.

Jumlah kecamatan sebanyak 33 kecamatan, terdiri dari 302 desa/nagari dan 21 kelurahan, dengan jarak rata-rata ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten antara 13 km sampai dengan 97 km. Dari 323 desa/kelurahan di kabupaten Simalungun sebanyak 259 desa/kelurahan merupakan desa swasembada dan 64 desa swakarsa.

Sarana kesehatan yang tersedia terdiri dari rumah sakit dan puskesmas. Rumah Sakit berjumlah 7 buah yakni dua RS Pemerintah, tiga RS Swasta, dua)RS Perkebunan. Sarana kesehatan tingkat kecamatan yakni puskesmas terdapat di seluruh kecamatan dengan jumlah 33 buah. Sementara tenaga medis yang ada: dokter umum berjumlah 58 orang, dokter spesialis sebanyak 1 orang dan dokter gigi sebanyak 23 orang.

(58)

termasuk dalam Program Wajib Puskesmas yang terdiri dari Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak, Gizi Masyarakat, Penanggulangan Penyakit dan Pengobatan.

Potensi ekonomi kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada produksi pertanian. Lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama perekonomian Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar kedua Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serda

Sebagian besar masyarakat Simalungun mengkonsumsi bahan makanan yang berasal dari hasil pertanian sendiri seperti beras dan sayuran. Menurut data Susenas 2004, konsumsi masyarakat Simalungun untuk pemenuhan pangan 2,4 kali dibandingkan kebutuhan non pangan.

Dari 33 Puskesmas yang ada di Kabupaten Simalungun, 3 Puskesmas menjadi lokasi penelitian ini. Data ketiga Puskesmas tersebut pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Demografi, Geografi, Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan di Tiga (3) Puskesmas Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Puskesmas

Keadaan Batu Anam Purba Sari Tiga Balata

(59)

4.2. Karakteristik Responden

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa umur responden yang paling banyak pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masing 45 orang (64,3%).

Suku responden mayoritas Batak sebanyak 75 orang, responden kelompok kasus 33 (47,2%), kontrol 42 (60%), kemudian diikuti suku Jawa sebanyak 56 orang, kasus 36 (51,4%) dan kontrol 20 (28,5%) dan sebagian besar agama responden adalah Islam sebanyak 71 orang, kasus 37 (52,9%) dan kontrol 34 (48,6%),

Tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA, kasus 29 orang (41,4%) dan kontrol 39 orang (55,7%). Pekerjaan responden mayoritas adalah ibu rumah tangga, responden kelompok kasus 41 orang (58,6%) dan kontrol 37 orang (52,9%). Pendapatan keluarga responden yang terbanyak melebihi indikator hidup layak sebanyak 94, kasus 37 (52,9%) dan kontrol 57 (81,4%).

Umur kehamilan yang paling banyak pada usia trimester ke tiga (>28 minggu), kasus 39 (55,7%) dan kontrol 46 (65,7%) ibu hamil. Sebagian besar paritas responden adalah 1-2 sebanyak 75 orang yaitu kasus 37 (52,9%) dan kontrol 38 orang (54,3%) dan jarak kehamilan responden yang paling banyak ≥ 2 tahun sebanyak 77, kasus 37 orang (52,9%) dan kasus 40 orang (57,2%). Ada 23 orang responden merupakan kehamilan yang pertama yaitu 8 orang (11,4%) responden kasus dan kontrol 15 orang (21,4%).

(60)

Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok Kasus Kelompok Kontrol No Karakteristik Responden

(61)

4.3. Ukuran LILA

Data ukuran Lingkar Lengan Atas responden menurut kasus dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Ukuran LILA Responden di Kabupaten

Simalungun Tahun 2008

LILA N

o Ukuran Kelompok Kasus Kelompok Kontrol

1 Mean 22,61 25,23

2 SD 0,57 17,99

3 Range 3,20 8,00

4 Minimum 20,00 23,50

5 Maximum 23,20 31,50

Rata-rata ukuran LILA responden kelompok kasus adalah 22,613 cm sedangkan kontrol 25,23 cm. SD kasus adalah 0,5753 dan kontrol adalah 1,7998 . Ukuran LILA minimum dan maksimum kasus 20-23,2 dengan range 3,2 dan kontrol 23,5-31,5 dengan range 8.

4.4. Pola Konsumsi Makan

Pola konsumsi responden di Kabupaten Simalungun berdasarkan jumlah energi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Pola Konsumsi Makan Responden Berdasarkan jumlah Energi di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok Kasus Kelompok Kontrol

Pola Konsumsi n % n %

Jumlah Energi.

(62)

Berdasarkan Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa pola konsumsi menurut jumlah energi yang dikonsumsi responden yang terbanyak adalah kategori cukup kelompok kasus 32 (45,7%) dan kontrol sebanyak 28 orang (40,0%).

Pola konsumsi responden di Kabupaten Simalungun berdasarkan jumlah protein dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Distribusi Pola Konsumsi Makan Berdasarkan Jumlah Protein yang Dikonsumsi Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok Kasus Kelompok Kontrol

Pola Konsumsi n % n %

Jumlah Protein

a. Baik (≥ 100% AKG) 10 14,3 29 41,4

b. Cukup (80-99% AKG) 26 37,2 29 41,4

c. Kurang (70-79% AKG) 15 21,4 3 4,3

d. Buruk (<70% AKG) 19 27,1 9 12,9

Total 70 100,0 70 100,0

Responden yang mengkonsumsi protein paling banyak pada kelompok kasus adalah kategori cukup 26 (37,1%). Diikuti kategori buruk, 19 orang (27,1%). Jumlah protein kategori baik dan cukup pada kelompok kontrol masing-masing 29 (41,4%).

Tabel 4.6.Distribusi Rata-Rata Jumlah Energi dan Protein yang Dikonsumsi Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok Kasus Kelompok Kontrol

No Ukuran

Energi Protein Energi Protein

1 Mean 1801,5 54,3 2089,2 66,2

2 Minimum 1198,2 27,6 1446,9 39,9

3 Maximum 2614,3 83,1 4022,0 144,8

(63)

Pola konsumsi responden berdasarkan frekuensi makan dan jenis bahan makanan pokok kabupaten Simalungun dengan menggunakan metode Food Frequency dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Pokok Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

KelompokKasus Kelompok Kontrol Jenis

Bahan Makanan

Frekuensi

n % n %

Total %

Beras 1-3 kali/hr 70 100,0 67 95,7 137 97,9 4-5 kali/hr 0 0,0 3 4,3 3 2,1

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Mie 1-3 kali/mg 44 62,9 49 70,0 93 66,6 1-3 kali/bln 26 37,1 21 29,9 47 33,1

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Roti 1-3 kali/mg 31 44,2 42 60,0 73 52,3

1-3 kali/bln 37 52,9 28 40,0 65 46,4

Tidak pernah 2 2,9 0 0,0 2 1,4

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Biskuit 1-3 kali/mg 24 34,3 37 52,9 61 43,6 1-3 kali/bln 33 47,1 32 45,7 65 46,4 Tidak pernah 13 18,6 1 1,4 14 10,0

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Ubi 1-3 kali/hr 20 29,0 17 24,3 37 26,4

1-3 kali/mg 31 44,3 22 31,4 53 37,9

1-3 kali/bln 19 27,2 31 44,3 50 35,7

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

(64)

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Lauk Pauk pada Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok

(65)

kontrol 16 (22,8%). Responden sangat jarang mengkonsumsi daging. Frekuensi makan daging 1-3 kali perbulan kelompok kasus 44 (62,8%) dan kontrol 37 (52,9%). Telur dikonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali perminggu kasus 53 (75,7%) kontrol 45 dari 70 (64,3%). Mayoritas responden mengkonsumsi ikan sebagai lauk dengan frekuensi 1-3 kali sehari, kasus 62 dari 70 (88,5%) dan kontrol 69 dari 70 (98,6%) sedangkan udang dan cumi jarang dikonsumsi.

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Sayuran di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

KelompokKasus Kelompok Kontrol Jenis

Bahan Makanan

Frekuensi

n % n %

Total %

Bayam 1-3 kali/mg 61 87,1 69 98,6 130 92,9 1-3 kali/bln 9 12,9 1 1,4 10 7,1

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Wortel 1-3 kali/mg 34 58,6 56 80,0 90 64,3 1-3 kali/bln 35 50,0 14 20,0 49 35,0

Tidak pernah 1 1,4 0 0,00 1 0,7

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Buncis 1-3 kali/mg 42 60,0 56 80,0 98 69,9

1-3 kali/bln 26 37,1 14 20,0 40 28,6

Tidak pernah 2 2,9 0 0,0 2 1,43

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Kentang 1-3 kali/mg 34 48,5 40 57,1 74 52,8 1-3 kali/bln 36 51,4 30 42,9 66 47,9

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Daun Ubi 1-3 kali/hr 12 17,1 11 15,7 23 32,5 1-3 kali/mg 52 74,2 56 80,0 108 77,1

1-3 kali/bln 6 8,7 3 4,3 9 6,4

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Jipang 1-3 kali/mg 41 58,6 49 70,0 90 64,3

1-3 kali/bln 29 41,4 21 30,0 50 35,7

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Kangkung 1-3 kali/mg 61 87,1 67 95,7 128 91,4

(66)

Berdasarkan Tabel 4.8. responden yang mengkonsumsi bayam dengan frekuensi 1-3 kali seminggu yaitu 61 (87,1%) kasus dan 69 kontrol (98,6%). Sebagian besar responden mengkonsumsi buncis dengan frekuensi 1-3 kali perminggu sebanyak 42 kasus (60%) dan 56 kontrol (80,0%). Daun ubi dikonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali seminggu yaitu 52 (74,2%) dan 56 kontrol (80%). Sayur jipang dikonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali seminggu pada kelompok kasus 41 (58,6%) dan kontrol 49 (70%). Kangkung dengan frekuensi 1-3 kali perminggu, kasus 61 (87,1%) dan kontrol 67 (95,7%).

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi dan Jenis Bahan Makanan Buah-buahan pada Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok Kasus KelompokKontrol Jenis

Bahan Makanan

Frekuensi

n % n % Total %

Jeruk 1-3 kali/hr 1 1,4 6 8,6 7 5,0

1-3 kali/mg 32 45,7 29 41,4 61 43,6

1-3 kali/bln 37 52,7 35 50 72 51,4

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0

Pisang 1-3 kali/hr 8 11,4 10 14,3 18 12,9

1-3 kali/mg 46 65,8 54 77,1 100 71,4 1-3 kali/bln 15 21,4 6 8,6 21 15,0

Tidak pernah 1 1,4 0 0,0 1 0,7

Total 70 100,0 70 100,0 140 100,0 Pepaya 1-3 kali/hr 9 12,8 15 21,5 24 17,1 1-3 kali/mg 51 72,9 48 68,5 89 63,6 1-3 kali/bln 10 14,3 7 10,0 17 11,3 Total 70 100,0 70 100,0 40 100,0 Semangka 1-3 kali/mg 19 27,1 30 42,9 49 35,0 1-3 kali/bln 39 55,7 31 44,3 70 50,0 Tidak pernah 12 17,1 9 12,9 21 15,0

(67)

Berdasarkan Tabel 4.10. responden yang mengkonsumsi jeruk dengan frekuensi 1-3 kali perhari, kelompok kasus hanya 1 (1,4 %) dan kontrol 6 (8,6%). Pepaya dikonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali perminggu sebanyak 51 (72,9%) dan kontrol 48 (68,5%). Semangka dikonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali seminggu yaitu 19, kasus (27,1%) dan 28 kontrol (40%), 1-3 kali perbulan kasus dan kelompok kontrol masing-masing sebanyak 39 responden (50,7%) dan kontrol 31 dari 70 (44,3%).

4.5. Ketersediaan Pangan

Dalam penelitian ini, dapat dilihat distribusi ketersediaan pangan responden di Kabupaten Simalungun seperti pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Distribusi Ketersediaan Pangan Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok Kasus Kelompok Kontrol Variabel independen

n % n %

Ketersediaan Pangan a.Terjamin

b.Rawan tanpa kelaparan

c.Rawan kelaparan tingkat sedang

8 53 9

11,4 75,7 12,9

48 20 2

68,6 28,6 2,9

Total 70 100,0 70 100,0

(68)

4.6. Pengetahuan Gizi

Indikator pengetahuan gizi responden dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12. Distribusi Indikator Pengetahuan Responden di Kabupaten Simalungun Tahun 2008

Kelompok Kasus Kelompok Kontrol Total

No Indikator Pengetahuan n % n % n %

Pola makan ibu hamil yang seimbang

a. tahu 18 12,9 26 18,6 44 31,4

1

b. tidak tahu 52 37,1 44 31,4 96 68,6

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Makanan yang mengandung zat besi

a. tahu 7 5,0 13 9,3 20 14,3

2

b. tidak tahu 63 45,0 57 40,7 120 85,7

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Manfaat makanan aneka ragam

a. tahu 13 9,3 17 12,1 30 21,4

3

b. tidak tahu 57 40,7 53 37,9 110 87,3

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Makanan yang mengandung zat tenaga

a. tahu 23 16,4 34 24,3 57 40,7

4

b. tidak tahu 47 33,6 36 25,7 83 50,3

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Porsi makan ibu hamil

a. tahu 33 23,6 42 30,0 75 53,6

5

b. tidak tahu 37 26,4 28 20,0 65 46,4

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Manfaat pemenuhan zat gizi

a. tahu 5 3,6 8 5,7 12 8,6

6

b. tidak tahu 65 46,4 62 44,3 128 91,4

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Sumber makanan untuk ibu hamil

a. tahu 26 18,6 34 24,3 59 42,1

7

b. tidak tahu 45 31,4 36 25,7 81 57,9

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Makanan yang baik dikonsumsi ibu

a. tahu 21 15,0 14 10 34 24,3

8

b. tidak tahu 49 35,7 56 40 106 75,7

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Dampak Kekurangan zat gizi

a. tahu 38 27,1 58 41,4 97 69,3

9

b. tidak tahu 32 22,9 12 8,6 43 30,7

Total 70 50,0 70 50,0 140 100,0

Pengolahan makanan yang baik

a. tahu 16 11,4 33 23,6 49 35,0

10

b. tidak tahu 54 38,6 37 26,4 91 65,0

Gambar

Tabel 2.1.   Kecukupan Gizi yang Dianjurkan pada Wanita Dewasa  Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Pada Wanita
gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh
Tabel 2.2   Ketersediaan    dan    Konsumsi    Energi    dan   Protein   Per  Kapita Tahun 2002, 2003 dan 2005
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan bagaiman penggunaan PHP dalam website e-learning memberikan web dinamis bagi user yang berarti memberikan tampilan berdasarkan permintaan terkini dan database MySQL yang

terjemahan ayat-ayat dalam surat al- Kafirun ● Menterjemahkan surat al-Kafirun secara keseluruhan Jenis Tulis Instrumen Tes Subyektif 4 jam pel Kartu ayat dan tafsir

[r]

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Analisis Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru (Studi Kasus Di SMK Nusa Bangsa Mranggen

Al Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics) is a peer-reviewed journal published by State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Since we know the speaker in this case is a learner of English, our first attempt at explanation might involve the patterns of her native language: we can hypothesise that in

Jika dibandingkan dengan nilai standar deviasi dari beberapa formula empiris seperti pada tabel 3, maka nilai standar deviasi untuk formula empiris magnitudo

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,