PERBEDAAN KEJADIAN STRES PASCA TRAUMA PADA IBU
POST PARTUM DENGAN SEKSIO SESARIA EMERGENCI,
PARTUS PERVAGINAM DENGAN VAKUM DAN PARTUS
SPONTAN DI RUMAH SAKIT UMUM
DR. PIRNGADI MEDAN
T E S I S
Oleh
DINA YUSDIANA. D
077033007/IKM
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERBEDAAN KEJADIAN STRES PASCA TRAUMA PADA IBU
POST PARTUM DENGAN SEKSIO SESARIA EMERGENCI,
PARTUS PERVAGINAM DENGAN VAKUM DAN PARTUS
SPONTAN DI RUMAH SAKIT UMUM
DR. PIRNGADI MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DINA YUSDIANA. D
077033007/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERBEDAAN KEJADIAN STRES PASCA TRAUMA PADA IBU POST PARTUM DENGAN SEKSIO SESARIA EMERGENCI, PARTUS PERVAGINAM DENGAN VAKUM DAN PARTUS SPONTAN DI RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI MEDAN
Nama Mahasiswa : Dina Yusdiana. D
Nomor Pokok : 077033007
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Syamsir BS. Sp.KJ (K)) Ketua
(Dr. Muhammad Rusda, Sp.OG) Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T Chairun Nisa B, M. Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 3 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Syamsir BS. Sp.KJ (K)
Anggota : 1. Dr. Muhammad Rusda, Sp.OG
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
PERNYATAAN
PERBEDAAN KEJADIAN STRES PASCA TRAUMA PADA IBU
POST PARTUM DENGAN SEKSIO SESARIA EMERGENCI,
PARTUS PERVAGINAM DENGAN VAKUM DAN PARTUS
SPONTAN DI RUMAH SAKIT UMUM
Dr. PIRNGADI MEDAN
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 03 Juni 2009
ABSTRAK
Stres pasca trauma merupakan salah satu jenis gangguan psikologis yang terjadi pada ibu pasca melahirkan yang disebabkan oleh stressor yang berlebih selama pra persalinan maupun proses persalinan. Perbedaan jenis persalinan berimplikasi terhadap tingkat stress ibu postpartum, yaitu melalui partus dengan seksio sesaria, pervaginam dengan alat vakum, dan spontan.
Penelitian ini adalah penelitian survei observasional dengan pendekatan cross sectional study untuk mengetahui perbedaan kejadian stres pasca trauma pada ibu post partum dengan seksio sesaria, partus pervagina dengan alat vakum, dan partus spontan di RSU dr. Pirngadi Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu post partum baik dengan tindakan bedah ceaseremergency, vakum dan partus spontan RSU dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 1.317 ibu. Sampel sebanyak 90 ibu postpartum, dengan kriteria (1) Ibu post partum seksio sesaria secara emergency, (2) pervaginam spontan, (3) esktrasi vakum, (4) tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan kejiwaan, (5) didampingi suami atau keluarga selama di rumah sakit, dan (6) dirawat selama 1-6 hari. Analisis data dilakukan dengan uji T-Independen Test, chi square dan uji regresi logistik pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 56,7% ibu mengalami stress berat pasca persalinan di RSU dr. Pirngadi Medan, 83,3% diantaranya yang mengalami
stres berat melakukan partus dengan cara spontan (tidak terencana). Hasil uji T - Independen Test menunjukkan terdapat perbedaan stres pasca persalinan pada ibu
dengan cara partus seksio sesaria, indikasi vakum dan spontan nilai sig.0,018 (p<0,05). Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan pendidikan ibu (p=0,043) dan pendapatan keluarga (p=0,038) dengan kejadian stres pasca trauma ibu bersalin di RSU dr. Pirngadi Medan, dan hasil uji regresi logistik menunjukkan variabel pendidikan ibu merupakan paling dominan berhubungan dengan kejadian stres pada ibu postpartum ( p= 0,007; ß = -0,899; ß (exp) = 3,764).
Disarankan perlu dilakukan konseling secara psikologis terhadap ibu sebelum melakukan persalinan, dan peningkatan pendidikan kesehatan dan konseling secara psikologis terhadap ibu pasca persalinan.
ABSTRACT
Post-trauma stress is one of the types of psychological problem that occur in the mother post-birth caused by a stressor during the pre excess labor and labor process. Differences in the type of labor affecting postpartum maternal stress level, namely through partus with seksio sesaria, pervaginam with vacuum, and spontaneous.
This study is a observational survey research with cross sectional study to find the differences between post trauma stress incident on post-partum mothers with secsio caesaria, partus pervaginam with vacuum, and in spontaneous partus in dr. Pirngadi General Hospital Medan. Population in this research is the post partum mother with emergency caesar surgery, with vacuum and spontaneous partus in dr.Pirngadi General Hospital Medan which the total is 1317 mothers. The sample 90 maternal postpartum mothers, with the criteria (1) Post partum mother with emergency secsio caesaria, (2) pervaginam spontaneous, (3) vacuum extraction, (4) no family history with psychiatric problem, (5) accompanied by husband or family during in the hospital, and (6) treated for 1-6 days. Data analysis conducted with the independent T-test and chi square tests on the 95% confidence level.
Results of research shows there are 56.7% of mothers experience post labor severe stress in dr. Pirngadi General Hospital Medan, 83.3% among the severe stress had spontaneous partus (not planned). T-test Independent test shows there are differences in post-labor stress on the mother with secsio caesar, vacuum, and spontaneous sig.value. 0,018 (p<0.05) Chi square test results indicate there is a significant relationship between maternal education (p = 0.043) and family income (p = 0.038) with post-labor stress in dr. Pirngadi General Hospital Medan, and the result of logistic regression test shows that mothers’s education is the most dominant variable that has relationship with post labor stress on post partum mothers (p=0.007; nilai =-0.899; (exp)=3.764).
It is recommended to give counseling to the mother before labor, and increased health education and psychological counseling to the mother post-labor.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang senantiasa dan tiada hentinya melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “PERBEDAAN KEJADIAN STRES PASCA TRAUMA PADA IBU POST PARTUM DENGAN SEKSIO SESARIA EMERGENCI, PARTUS PERVAGINAM DENGAN VAKUM DAN PARTUS SPONTAN DI RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI MEDAN” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Syamsir B.S., Sp.KJ (K) selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Muhammad Rusda, Sp.OG selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah membimbing penulis dari awal sampai selesainya penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu memberikan perhatian dan dukungan atas penyelesaian tesis ini, terutama kepada yang terhormat:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi IKM Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Pembanding Tesis.
3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembanding Tesis.
4. Pimpinan RSU dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan izin penelitian dan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian penulisan tesis ini.
6. Kedua orang tua penulis Ayahanda H. Baharuddin Dalimunthe dan Ibunda Hj. Primadonni Nasution yang selalu memberikan doa dan dorongan baik moril maupun materi untuk selalu melanjutkan pendidikan penulis ke jenjang yang lebih tinggi.
7. Suami tercinta Mahsur Al Haz Kiyani, S.Kep dan anakku putri tersayang Farah Aqilah yang senantiasa memberi semangat belajar dan inspirasi serta doa selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesai pendidikan di Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh rekan-rekan Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Medan, Juni 2009 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS
1. Nama : Dina Yusdiana Dalimunthe
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Agama : Islam
4. Tempat/Tgl lahir : Karang Baru/24 Juni 1976
5. Alamat : Jl. Binjai Km 12 Pinang Mas III/Blok G No. 4 Perumahan Palem Kencana
6. Handphone : 08126334476
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri I Karang Baru, tamat tahun 1988 2. SMP Negeri I Kuala Simpang, tamat tahun 1991 3. SMA Negeri I Kuala Simpang, tamat tahun 1994 4. Akper DepKes RI Medan, tamat tahun 1997
5. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2005
6. Program Studi Ilmu Kesehatan dan Masyarakat Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana USU, tamat tahun 2009
C. RIWAYAT PEKERJAAN
DAFTAR ISI
2.2. Jenis Persalinan yang Berisiko Terjadi Stres ... 14
2.2.1. Persalinan Pervaginam ... 14
2.2.2. Persalinan dengan Ekstraksi Vakum... 15
2.2.3. Seksio Sesaria ... 15
2.3. Landasan Teori... 19
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 21
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 29
3.5.2. Variabel Dependen... 29
3.6. Metode Pengukuran ... 30
3.7. Metode Analisis Data ... 32
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 33
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33
4.2. Analisis Univariat ... 37
4.2.1. Karakteristik Ibu ... 37
4.2.2. Kejadian Stres Pasca Trauma... 38
4.2.3. Cara Partus Ibu Berdasarkan Karakteristik Ibu... 39
4.3. Analisis Bivariat ... 40
4.3.1. Perbedaan Kejadian Stres Berdasarkan Cara Partus Ibu 41 4.3.2. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian Stres... 41
4.4. Analisis Multivariat... 43
BAB 5 PEMBAHASAN ... 45
5.1. Kejadian Stres pada Ibu Pasca Trauma di RSU dr. Pirngadi Medan ... 45
5.2. Perbedaan Kejadian Stres pada Ibu Berdasarkan Cara Partus Ibu di RSU dr. Pirngadi Medan... 47
5.3. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian Stres Pasca Trauma ... 48
5.5. Keterbatasan Penelitian... 50
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
6.1. Kesimpulan ... 52
6.2. Saran ... 53
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 27
4.1. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Karakteristik Ibu... 37 4.2. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Kejadian Stres... 38
4.3. Distribusi Frekuensi Cara Partus Ibu Berdasarkan Karakteristik
Ibu... 39
4.4. Perbedaan Kejadian Stres pada Ibu Berdasarkan Cara Partus
Ibu... 41
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Landasan Teori Determinan Stres Pasca Trauma... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 56
2. Kuesioner... 60
3. Lembar Observasi... 63
4. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 64
5. Surat Izin Penelitian... 86
6. Surat Selesai Penelitian... 87
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan ibu sangat ditentukan oleh status kesehatan jiwanya, oleh karena itu jiwa ibu perlu mendapat perhatian terutama ibu yang mengalami trauma setelah
mengalami proses persalinan. Kesehatan jiwa ibu yang terganggu akan sangat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan keluarganya. Berbagai masalah psikologis yang dialami ibu bersalin di rumah sakit sangat memerlukan perhatian dan
perawatan yang optimal dari seorang perawat/bidan dan keluarganya. Maka menjadi sangat penting peran perawat/bidan dan dukungan keluarga dalam membantu ibu
untuk beradaptasi dengan perubahan psikis setelah melahirkan, terutama yang mengalami stres pasca trauma akibat prosedur pertolongan persalinan di rumah sakit.
Menurut WHO (1993) satu dari sepuluh bayi berusia 6-9 bulan diasuh oleh
ibu yang mengalami gangguan jiwa. Demikian juga menurut Ayers dan Pickering (2001) menemukan bahwa 2,8% memenuhi kriteria diagnostik untuk post traumatic stress disorder pada enam minggu setelah melahirkan, kemudian akan menurun
menjadi 1,5% setelah enam bulan, dengan berbagai cara melahirkan seperti: partus spontan, seksio sesaria, ekstraksi vakum. Demikian juga yang dikemukakan oleh
Menurut Wong dan Hess (1998) sekitar 25%-50% ibu dengan seksio sesaria
mengalami komplikasi seperti aspirasi, embolisme pulmonal, infeksi luka, perdarahan. Selain aspek fisik, aspek psikologis juga dapat terjadi pada ibu bersalin dengan seksio sesaria.
Beberapa penelitian sudah dilakukan di Indonesia tentang depresi postpartum, diantaranya penelitian Achir Yani (1997), bahwa terdapat 30%-80% wanita
mengalami gejala kemurungan setelah melahirkan, lebih kurang 20% mengalami depresi pasca melahirkan. Adapun kemurungan yang dimaksud adalah berupa kesedihan, menangis, sangat lelah, mudah tersinggung dan sulit konsentrasi hal ini
dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor psikologis termasuk sikap negatif tentang mengasuh anak, riwayat kehidupan menegangkan, perkawinan tidak harmonis dan
kurangnya dukungan keluarga.
Sussman (2000), mengatakan pengalaman melahirkan adalah suatu masa krisis di mana proses persalinan adalah saat menegangkan dan mencemaskan bagi
wanita dan keluarga, terutama persalinan dengan tindakan bedah. Sejumlah 8%-12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran menjadi orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan tenaga kesehatan. Melahirkan merupakan kejadian
hidup yang sangat berarti bagi ibu, demikian juga tidak kalah pentingnya perubahan peran menjadi orang tua.
Menurut Adhi (2003) yang mengutip dari American Psychiatric Association (APA) dapat disimpulkan gejala stres pasca trauma dengan kemurungan pasca
re experiencing peristiwa trauma seperti: flash back, mimpi buruk, avoidance/
menghindari tempat, situasi maupun aktivitas yang berkaitan dengan trauma, serta kesadaran berlebihan (hiperaurosal) dan penyebabnya adalah peristiwa traumatik.
Menurut Czarnocka dan Slade (2000) prevalensi dan perjalanan penyakit post
traumatic stress disorder selama kehamilan dan pasca kelahiran (post partum) tidak mendapat cukup perhatian. Adapun sebagian besar laporan mencatat pengalaman
traumatik obstetrikal seperti proses melahirkan, kelahiran, keguguran, kematian janin, bayi lahir mati adalah sebagai pendorong simtomatologi yang berkaitan dengan trauma.
Menurut Marsella (1996), faktor budaya dan sosial dapat menjadi faktor penentu yang penting dalam kerentanan terhadap post traumatic stress disorder
postpartum dengan cara membentuk konsep tentang apa yang menyebabkan trauma. Demikian juga pendapat Paltiel (1993) menyatakan distres psikologi meningkat dalam 12 bulan pertama setelah melahirkan.
Berdasarkan pendapat Kendell dan Platz (1989), risiko ibu post partum mengalami gangguan jiwa pada satu bulan pertama 22 kali lebih besar dibandingkan ibu post partum 24 bulan. Pendapat Nanang (2006) mengatakan proses persalinan
juga dapat berlangsung melalui vagina, baik secara spontan maupun dengan bantuan alat seperti vakum. Ekstraksi vakum merupakan alat yang dipakai untuk memegang
dilakukan bila ada indikasi pada ibu seperti persalinan lama, menderita penyakit
jantung, hipertensi, preeklamsi atau jika ibu memiliki bekas operasi rahim.
Berdasarkan hasil penelitian Benbow (1995), yang dilakukan pada dua kelompok ibu inpartum, kelompok pertama wanita bersalin dengan prosedur dengan
seksio sesaria, persalinan dengan vakum dan kelompok kedua wanita bersalin spontan. Maka diperoleh gambaran bahwa ibu yang mengalami tindakan seksio
sesaria dan persalinan dengan vakum mengalami stres sangat tinggi dibandingkan ibu bersalin spontan. Namun ibu yang mengalami persalinan spontan juga menunjukkan stres yang tinggi juga, jadi kedua kelompok memberikan gambaran yang cukup
memenuhi kriteria stres pasca trauma.
Berdasarkan pendapat Mercer dan Ferketich (1994), gangguan kesehatan jiwa
yang dialami ibu akan sangat berpengaruhi pada bayi dan keluarga, seperti “Bonding” (penundaan) dan “attachment” (kasih sayang) sehingga interaksi antara ibu dan bayi tidak akan terjalin, di mana sifat hubungan istimewa yang terjalin antara ibu dan
bayinya memiliki peranan penting bagi kesehatan mental ibu dan perkembangan anak. Menurut WHO (1993), menyatakan bahwa satu dari sepuluh bayi berusia 6-9 bulan diasuh oleh ibu yang mengalami gangguan jiwa.
Menurut Nurmiati (2005), stres memegang peranan penting pada status kesehatan ibu. Ibu dapat berperan sebagai faktor penyebab, presipitasi, dan dapat
perasaan caring (kepedulian) dalam upaya membantu mengatasi stres yang dialami
oleh ibu post partum.
Menurut Shinto (2007), bila beban trauma terus berlanjut, dampaknya akan berbekas pada janin. Terlebih jika ibu sampai mengalami stres. Untuk itu ibu hamil
bukan hanya memperhatikan kesehatan fisiknya saja, melainkan juga kesehatan psikologisnya. Salah satunya dengan menghindari trauma masa hamil yang dapat
berujung pada stres, yakni timbunan permasalahan yang tidak bisa diatasi dengan baik.
Berdasarkan pendapat para ahli (Andreas, 2001; Gabbard, 1994; Ibrahim,
2003) dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami stres pasca trauma adalah yang terlibat atau mengalami suatu stressor traumatic yang sangat hebat, kemudian ibu
tersebut akan bereaksi terhadap pengalaman yang dialaminya, bisa berupa ketakutan dan perasaan tidak berdaya, yang secara persistem dihindarinya dan mencoba menghindari dari mengingat kejadian tersebut.
Gabbard (1994) mengemukakan beberapa kriteria diagnostik pada gangguan stress pasca traumatic antara lain: (1) orang yang mengalami, menyaksikan suatu kejadian yang berupa ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau orang lain;
(2) rasa takut dan rasa tidak berdaya; (3) kejadian traumatik secara menetap dialami kembali; (4) penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma
bermakna; (6) dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun
dengan fungsi lainnya yang penting.
Menurut Soewandi (1990) stres pasca trauma berkembang dikarenakan oleh stressor, tetapi tidak semua individu akan mengalami gangguan stres pasca trauma
setelah suatu peristiwa traumatik. Walaupun stressor diperlukan, namun stressor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan, adapun faktor-faktor yang harus ikut
dipertimbangkan adalah faktor biologis individual, faktor psikososial sebelumnya dan peristiwa yang terjadi setelah trauma.
Menurut Shinto (2007) yang mengutip pendapat Evariny bahwa tidak semua
ibu menyadari aspek fisik dan psikis adalah dua hal yang terkait erat, saling pengaruh-mempengaruhi, jika kondisi fisik kurang baik maka proses berfikir, suasana
hati, kendali emosi dan tindakan yang bersangkutan dalam kehidupan akan terkena imbas negatif, antara lain keadaan emosi cepat berubah, kepekaan meningkat dan akan mempengaruhi konsep diri sang ibu. Oleh karena itu perubahan yang terjadi
pada fisik ibu akan mempengaruhi aspek psikologisnya, maka akan mudah bagi ibu post partum untuk mengalami stres pasca trauma, dan trauma ini sendiri dapat juga dirasakan oleh bayi maupun kepada anggota keluarga.
Melihat banyaknya insiden terjadinya stres pasca trauma saat ini terlebih pada kelompok ibu post partum, maka sangat penting bagi perawat dan keluarga untuk
Dilihat dari pelayanan kesehatan yang lebih sering berorientasi pada kemajuan
kesehatan fisik ibu post partum dibandingkan psikologisnya, padahal ibu post partum yang dirawat setelah persalinan di rumah sakit selain mengalami stres fisik juga mengalami stres psikologis yang pada dasarnya keduanya saling berpengaruh
terhadap kesehatan ibu dan anak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bidang perawatan RSU dr.
Pirngadi Medan (April, 2008) bahwa pertolongan persalinan pada tahun 2007 sejumlah 1.317 persalinan dan rata-rata per bulan 110 persalinan dengan rincian persalinan spontan pervaginam sejumlah 640 ibu atau 48%, seksio sesaria 591 ibu
atau 45%, ekstraksi vakum 86 atau 7%. Dengan lama hari rawat antara tujuh sampai sepuluh hari tergantung dari keadaan kesehatan ibu yang melahirkan. Ruangan
perawatan bersalin ada berjumlah 4 ruangan dengan jumlah tempat tidur 30 buah dan jumlah bidan yang bertugas 30 orang dengan menggunakan sistem tiga shif kerja. Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan adalah rumah sakit tipe B pendidikan dan
merupakan salah satu rumah sakit rujukan di Propinsi Sumatera Utara yang menerima pasien pertolongan persalinan cukup tinggi dibandingkan dengan rumah sakit lainnya yang ada di Kota Medan. Demikian juga hasil wawancara dengan kepala ruangan dan
perawat yang bertugas diruangan bersalin RSU dr. Pirngadi Medan (April, 2008) menemukan gejala-gejala seperti sedih, cemas, mudah marah, tersinggung, murung,
mudah terkejut dan kurang perhatian terhadap bayinya menangis.
pasca trauma pada persalinan dengan seksio sesaria, persalinan pervaginam dengan
vakum dan persalinan spontan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: bagaimana perbedaan kejadian stres pasca trauma pada ibu post partum dengan
seksio sesaria, partus pervaginam dengan vakum, dan partus spontan di RSU dr. Pirngadi Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan kejadian stres pasca
trauma pada ibu post partum dengan seksio sesaria, partus pervaginam dengan alat vakum, dan partus spontan di RSU dr. Pirngadi Medan.
1.4. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada perbedaan kejadian stres pasca trauma pada ibu post partum terhadap
prosedur persalinan dengan seksio sesaria, partus pervaginam dengan vakum dan partus spontan di RSU dr. Pirngadi Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah:
1. Untuk Pemerintah dan Pembuat Kebijakan
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk
menyusun program atau kebijakan dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di semua tatanan sehingga dapat meminimalkan angka kejadian stres
pasca trauma pada ibu post partum. 2. Untuk Rumah Sakit dan Perawat/Bidan
Penelitian ini diharapkan berguna bagi rumah sakit dan perawat/bidan dalam
meningkatkan peran dan dukungan psikologis kepada klien, bukan pemenuhan fisik saja tetapi perlu juga pemenuhan perawatan psikologis juga
agar tidak terjadi stres pasca trauma pada ibu post partum. 3. Untuk ibu post partum
Dengan kegiatan pemberian pendidikan kesehatan kepada ibu post partum dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres Pasca Trauma
Menurut Smeltzer & Bare (2004) Stres adalah merupakan hasil perubahan perilaku dari munculnya tantangan, ancaman keadaan yang merusak terhadap
keseimbangan dinamik seseorang.
Nurmiati (2005) menyatakan sumber-sumber stres psikologis dapat berupa masalah perkawinan, problem orang tua, masalah pekerjaan, lingkungan, tempat
tinggal, finansial, masalah hukum dan sakit fisik (seperti: kecelakaan, tindakan bedah emergensi, kehamilan akibat perkosaan).
Sedangkan stres pasca trauma menurut Kaplan & Sadock (1997) dan Smelzer & Bare (2004) adalah suatu kondisi yang membangkitkan kecemasan, kemarahan, agresi, depresi dan curiga terhadap sesuatu yang mengancam diri termasuk fungsi
hidup.
Namun menurut American Psychhiatric Association (APA) (2005) gangguan stres pasca trauma adalah gangguan kejiwaan di mana seseorang memiliki
pengalaman menyaksikan kejadian yang mengancam hidup seperti, bencana alam, insiden serius, peperangan, penganiyaan, penyerangan dan kekerasan. Dapat
Menurut Kaplan & Sadock (1997), sebuah peristiwa traumatik dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang, diantaranya teori ‘Social Learning’, kognitif behavioral, teori psikoanalitik maupun neurobiologik.
1. Social Learning Theory
a). Classical Conditioning, peristiwa traumatik akan merangsang ‘aurosal/ startle system’ untuk menghasilkan ‘reflexive response (unconditioned Respons).
Ketakutan yang ekstrim disertai persepsi kognitif akan adanya ketidakberdayaan pada dirinya, b). Instrument Conditioning, isyarat-isyarat penyerta (kognitif, afektif, fisiologik, maupun lingkungan) pada saat peristiwa traumatik dapat berperan sebagai
conditioned stimulus dan merangsang ‘aurosal/startle system’ untuk menghasilkan ‘reflexive response (unconditioned Respons) dalam bentuk gejala stres pasca trauma.
2. Teory Psikoanalitik
Freud (1990) mengemukakan neurosis traumatic sebagai akibat stimulus traumatic yang sangat ‘intens’ dan melampaui ambang tahan ego. Hal ini
mengakibatkan ego tak berdaya dan timbul gejala mirip stres pasca trauma. Mekanisme koping yang digunakan pada stress pasca traumatik berupa penyangkalan (denial), represi, kompensasi dan regresi.
3. Teori Neurobiologi
Bangkitnya respon takut setelah traumatik akan menginialisasi
biokimiawi pada sistem informasi otak. Ketidakseimbangan ini menghalangi proses
informasi kepada keadaan resolusi adaptif dengan hasil berupa depresi, emosi keyakinan dan pengalaman traumatik sehingga pengalaman menakutkan tersebut seolah-olah terjebak dalam tubuh klien.
Menurut Kaplan & Sadock (1997) Stressor adalah faktor penyebab utama dalam gangguan stres pasca trauma. Tetapi tidak setiap orang mengalami gangguan
stres pasca trauma setelah suatu peristiwa traumatik. Stressor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan. Perawat harus mempertimbangkan faktor biologis individual yang telah ada sebelumnya, faktor psikososial sebelumnya, dan peristiwa
yang terjadi setelah trauma.
Kaplan & Sadock (1997) menyatakan bahwa Faktor Predisposisi yang
memegang peranan penting dalam menentukan apakah gangguan berkembang adalah 1) adanya trauma masa kanak-kanak, 2) sifat gangguan pribadi, paranoid, ketergantungan atau anti sosial, 3) sistem pendukung yang tidak adekuat,
4) kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik, 5) perubahan hidup penuh stres yang baru terjadi, dan 6) penggunaan alkohol.
Menurut American Psychiatric Association (2005) gejala-gejala stres pasca
trauma adalah:
a. ‘Instrusion/re experiencing’ peristiwa traumatik:’flashback’ mimpi buruk.
c. Kesadaran yang berlebihan (‘Hyper-aurosal’): gangguan tidur, mudah
tersinggung, sulit konsentrasi.
Menurut Smeltzer dan Bare (2004) tanda-tanda dan gejala stres pasca trauma adalah: dilatasi pupil, gangguan tidur, tremor, perubahan tekanan darah, takikardi
atau palpitasi, berkeringat pada suhu dingin, kulit basah, hiperventilasi, dispnea, sensasi tertekan atau tercekik, mual, muntah, diare, radang lambung, nyeri perut,
tegang otot atau kesakitan dan kelelahan. Secara psikologis meliputi: cemas, marah, depresi, takut, merasa bersalah, waspada berlebihan, ‘flashback’, pikiran kacau, gangguan daya ingat, menarik diri, gelisah, respon berlebihan, perilaku kejam,
membenci diri sendiri, merasa pusing, tidak berdaya, putus asa, kurang minat untuk hidup, tidak mampu konsentrasi, sulit komunikasi, sulit mengekspresikan cinta dan
sayang, bermasalah dalam berhubungan, masalah seksual dan sulit percaya pada orang.
Menurut Kaplan & Sadock (1997) kriteria diagnosis untuk gejala gangguan
stres pasca trauma dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa tahun setelah trauma terjadi. Penggolongan stres pasca trauma dibagi menjadi 3 yaitu stres akut, kronis dan onset lambat. Termasuk dalam stres akut jika gejala kurang dari 3
bulan, stres kronis jika berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Jika lamanya gangguan lebih dari 1 bulan dapat mengakibatkan gangguan yang bermakna terhadap fungsi
sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
sedang, dan 10% tetap tidak berubah atau menjadi memburuk. Prognosis yang
diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gejala singkat (< 6 bulan), tidak ada kelainan fungsi, dukungan sosial kuat, dan tidak adanya gangguan psikiatrik, medis, atau berhubungan dengan zat lainnya.
Kaplan & Sadock; APA (2005) menyatakan bahwa penatalaksanaan klien stres pasca trauma meliputi ‘Cognitive Behavior Therapy (CBT), ‘Exposure Therapy’
psikodinamik psikoterapi, terapi keluarga, diskusi kelompok atau ‘peergroup’ konseling dan medikasi.
2.2. Jenis Persalinan yang Berisiko Terjadi Stres
2.2.1. Persalinan Pervaginam
Abdul (2001) menyatakan Persalinan Pervaginam adalah proses pengeluaran bayi melalui vagina, baik berupa persalinan spontan, dengan bantuan alat vakum atau forsep. Persalinan spontan pervaginam adalah proses pengeluaran bayi dengan usia
kehamilan cukup bulan, letak memanjang, presentasi belakang kepala dan dengan tenaga ibu sendiri. Hampir sebagian besar persalinan merupakan persalinan normal, sebesar 12%-15% berupa persalinan patologik.
Sedangkan menurut Saifudin (2001) Persalinan Pervaginam adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu) dengan
2.2.2. Persalinan dengan Ekstraksi Vakum
Menurut Saifudin (2001) Proses persalinan dengan ekstraksi vakum adalah proses persalinan dengan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi.
Menurut Abdul (2001) Persalinan dengan ekstraksi vakum adalah persalinan dengan bantuan alat yang dipakai untuk memegang kepala janin yang masih berada
dalam jalan lahir. Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu, kerjasama dan kemampuan ibu untuk
mengekspresikan bayinya, merupakan faktor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan ke arah yang sama. Ada
tiga gaya yang bekerja pada prosedur ini yaitu: (1) Tekanan intra uterin (kontraksi), (2) Tenaga mengedan, (3) Gaya tarik.
2.2.3. Seksio Sesaria
Seksio sesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Abdul, dkk, 2001). Sedangkan menurut Pilliteri (2003), seksio sesaria adalah persalinan
melalui insisi abdominal dan uterus dengan prosedur pembedahan, tindakan dilakukan jika persalinan pervaginam merugikan.
kehamilan, pre eklampsi, induksi atas indikasi tanpa kemajuan persalinan, obstruksi
tumor benigna/maligna dan sebelumnya dilakukan operasi seksio sesaria. Dari faktor plasenta diantaranya adalah plasenta previa, solusio plasenta dan prolaps tali pusat. Dari faktor janin meliputi kondisi fetus besar, “fetal distress” (gawat janin), anomali
mayor fetal, multi gestasi atau kembar siam, dan presentasi abnormal.
Read, et.al (2001) mengatakan pelaksanaan persalinan seksio sesaria ada 2
yaitu, seksio sesaria terencana (elektif) dan seksio sesaria darurat (emergensi). Seksio sesaria terencana adalah tindakan seksio sesaria yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan teliti sebelum periode melahirkan, seperti pada kasus panggul
sempit, presentasi lintang, herpes genitalia, dan plasenta previa totalis. Sedangkan menurut Pileteri (2003) seksio sesaria darurat adalah tindakan yang dilakukan dengan
persiapan, “informed consent” dan “support” yang sangat cepat dilakukan untuk upaya penyelamatan ibu dan bayi. Seksio sesaria emergensi dilakukan pada plasenta previa dengan perdarahan yang mengancam, solusio plasenta, “fetal distress” dan
persalinan tak maju. Resiko tindakan emergensi seksio sesaria meningkatkan resiko bedah secara umum, di mana ibu tidak siap secara psikologis menghadapinya.
Adapun efek pembedahan pada wanita menurut Townsend (2003) jika
seorang wanita mengalami tindakan seksio sesaria, dapat mengalami stress baik fisik maupun psikologis. Dampak stres terhadap fisik diantaranya adalah terjadinya
lemak. Selain itu hipotalamus juga merangsang pelepasan hormon-hormon dari
glandula pituary.
Pilliteri, A (2003) mengatakan bahwa adanya komplikasi fisik akibat prosedur bedah sesaria adalah yang dapat menyebabkan terjadinya hipovolemia, karena sekitar
500-1000 ml darah dikeluarkan selama proses pembedahan. Komplikasi fisik lainnya dapat terjadi pada ibu pasca bedah seksio sesaria adalah terjadinya infeksi, terutama
pada klien yang telah mengalami pecah ketuban lebih dari 4 jam, kondisi ini memerlukan memerlukan antibiotik untuk mencegah endometritis pasca bedah. Di samping itu stress menyebabkan fungsi kandung kemih menjadi kurang sensitif
dan peristaltik usus menurun, kondisi ini akan semakin menurun lagi dengan adanya efek dari anastesi pembedahan.
Menurut Pilleteri (2003) dampak stres setelah pembedahan seksio sesaria terhadap psikologis ibu post partum diantaranya adalah gangguan rasa percaya diri dan gangguan gambaran diri terkait adanya skar pada kulit akibat pembedahan.
Ganggugan psikologis lain yang dapat terjadi akibat pembedahan seksio sesaria dan pasca melahirkan adalah kemurungan, depresi dan psikosis pasca melahirkan.
Johnson (1989) mengatakan melahirkan merupakan kejadian hidup yang
sangat berarti bagi wanita, begitu pula peran tambahan sebagai orang tua. Masalah yang terjadi sebagai akibat dari perubahan yang terjadi antara lain penyesuaian akan
terabaikan oleh suami. Hal ini sangat berperan dalam perubahan psikologis ibu post
partum.
Menurut Whibley (2006) perubahan emosi ibu post partum secara umum antara adalah:
a. Thrilled dan excited, ibu merasakan bahwa persalinan merupakan peristiwa besar dalam hidup. Ibu terheran-heran dengan keberhasilan melahirkan
seorang bayi dan selalu bercerita seputar peristiwa persalinan dan bayinya. b. Overwhelmed, merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam pertama untuk
merawat bayinya. Ibu mulai melakukan tugas-tugas baru.
c. Let down, status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit kecewa khususnya dengan perubahan fisik dan perubahan peran.
d. Weepy, ibu mengalami baby blues pasca salin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupan, merasa cemas dan takut dengan ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa bersalah. Perubahan emosi ini dapat membaik
dalam beberapa hari setelah ibu dapat merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.
e. Feeling beat up, merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup dan akhirnya
merasa kelelahan.
Kishore (2006) mengatakan bahwa masalah kesehatan jiwa pada masa
Sindrom stres dan mood postpartum dapat menetap sampai mencapai 2 bulan. Gejala
berupa rasa malu, merasa sangat sibuk, tidak berdaya, tidak nafsu makan, masalah tidur, mudah marah, dan iritabel. Reaksi kecemasan dapat berlangsung sampai 6 bulan atau lebih, dengan gejala rasa percaya diri rendah, tidak berharga, agitasi,
bingung, distraksi, cemas berlebih dan kurang tidur. Kejadian psikosis postpartum 1-2 dari 1000 ibu postpartum dengan gejala halusinasi, bingung dan delusi.
Penelitian Coben (2004), yang meneliti tentang stres pasca trauma pada ibu hamil, melahirkan dan pasca melahirkan. Dari sejumlah 253 responden ibu postpartum yang diobservasi di RS Toronto Canada dan 200 ibu postpartum
di rumah yang diinterview melalui telepon, diperoleh hasil bahwa kelompok ibu yang mengalami kesulitan persalinan berhubungan signifikan dengan tingginya kejadian
stres pasca trauma.
2.3. Landasan Teori
Stres digambarkan sebagai suatu perasaan tegang secara emosional dan fisik. Salah satu dampak bencana yang memerlukan perhatian jangka panjang adalah stres pasca trauma.
Menurut Andreasen N.C and Black (2001) stres pasca trauma adalah suatu keadaan yang melemahkan fisik dan mental secara ekstrim yang timbul setelah
maupun kegiatan yang menimbulkan kesenangan, kadang-kadang disertai dengan
waham dan bila sudah berat dapat menimbulkan gangguan dalam fungsi peran dan kehidupan sosial. Sedangkan menurut Kaplan & Sadock (2001) gangguan pasca trauma harus mengalami suatu stres emosional yang besar akan trauma bagi hampir
setiap orang. Trauma tersebut termasuk trauma bencana alam, peperangan, pemerkosaan dan kecelakaan serius. Gangguan tersebut timbul apabila mengalami
stres emosional/trauma psikologi yang besar yang berada di luar batas-batas pengalaman manusia yang lazim. Untuk membuat sebuah diagnosa gangguan stres pasca trauma gejala-gejalanya harus berlangsung satu bulan setelah peristiwa itu
terjadi dan harus secara jelas mempengaruhi bagian-bagian penting kehidupan seperti keluarga dan pekerjaan.
Menurut Smeltzer & Bare (2004) penting bagi perawat memperhatikan pasien yang berisiko mengalami stres pasca trauma dan memiliki pengetahuan tentang gejala stres pasca trauma tersebut. Kepekaan dan ‘caring’ perawat/bidan diperlukan dalam
hubungan personal, membantu ketrampilan koping di ‘recovery’ (kesembuhan) dan ‘selfcare’ klien.
Dalam menguatkan penelitian ini maka dapat dijelaskan bahwa sebuah
peristiwa trauma pada seseorang dapat menjadi stressor yang berdampak terhadap perubahan fisik dan psikologis seseorang. Selain peristiwa trauma, faktor predisposisi
perhatian sangat diperlukan klien stres pasca trauma pada postpartum. Secara
skematis dapat dilihat sebagai berikut:
--- Peran Perawat/Bidan ---
Faktor Predisposisi
Biologi : Latar belakang genetik, status nutrisi/kesehatan Psikologi : Kecerdasan, konsep diri, dan mekanisme koping
Sosial kultural : Usia, gender, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, latar belakang budaya, religi/kepercayaan.
Peristiwa Trauma:
- Peristiwa Persalinan (Spontan, Bedah, Alat) - Korban Kekerasan - Bencana Alam - Peperangan - Kecelakaan
- Peristiwa Menakutkan
Stres Pasca Trauma
Sumber: (Stuart & laraia, 2001; Kaplan & sadock, 1997; Taylor & Mone, 1997; Smeltzer & Bare, 2004; Adhi Wibowo, 2003; APA, 2005; Berne & Levy, 1993).
Gambar 2.1. Landasan Teori Determinan Stress Pasca Trauma
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan integrasi konsep tindakan pertolongan persalinan dengan
pertolongan persalinan dengan seksio sesaria, partus pervagina dengan vakum dan
partus spontan, sedangkan variabel terikatnya adalah kejadian stres pasca trauma. Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam skema kerangka konsep berikut ini:
Variabel Bebas Variabel terikat
Stres Pasca Trauma Partus dengan:
1. Seksio Sesaria emergensi 2. Vakum 3. Partus
Spontan Karateristik Ibu:
1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Pendapatan
Variabel Konfounding
Keterangan
Tidak diteliti
- Konsep diri
- Mekanisme Koping
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei observasional dengan pendekatan cross sectional study untuk mengetahui perbedaan kejadian stres pasca trauma pada
ibu post partum dengan seksio sesaria, partus pervagina dengan alat vakum, dan partus spontan di RSU dr. Pirngadi Medan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSU Dr. Pirngadi Medan, dengan pertimbangan
masih ditemui gejala stres pasca trauma pada ibu post partum seperti gelisah, cemas, tidak menerima anak yang dilahirkan, dan merupakan rumah sakit di Propinsi Sumatera Utara dengan frekuensi jumlah persalinan terbanyak, jumlah persalinan
1.317 ibu tahun 2008.
Penelitian ini membutuhkan waktu 6 (enam) bulan terhitung Desember 2008 sampai dengan Mei 2009.
3.3. Populasi dan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu melahirkan dengan cara
spontan, seksio sesaria dan vakum yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. (1) Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:
a) Ibu post partum seksio sesaria secara emergency.
b) Ibu yang bersalin pervaginam spontan. c) Ibu yang bersalin dengan esktrasi vakum.
d) Tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan kejiwaan.
e) Ibu post partum didampingi suami atau keluarga selama di rumah sakit. f) Ibu dirawat selama di rumah sakit.
(2) Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Ibu melahirkan seksio sesaria yang telah direncanakan.
b) Ibu melahirkan dengan tindakan vakum direncanakan. c) Tidak bersedia diwawancarai.
Besarnya sampel dalam penelitian ini didasarkan pada kerangka sampling
yaitu ibu dengan partus seaser secaria, spontan dan vakum, maka untuk memilih 3 jenis kerangka sampling tersebut dapat digunakan rumus yang dikemukakan oleh Vincent (1991), yaitu:
2
2 = Ragam populasi (ragam populasi hasil survey awal 8,35%)
Maka dapat dihitung jumlah sampel untuk penelitian ini yaitu:
n ibu digenapkan menjadi 90 ibu
n=n1+ n2+ n3= 90 ibu
Maka untuk ibu yang partus dengan seksio sesaria sebanyak 30 orang, ibu
dengan partus spontan sebanyak 30 orang, dan ibu partus dengan vakum sebanyak 30 orang, maka total keseluruhan sampel adalah sebanyak 90 orang.
Pengambilan masing-masing besar sampel tersebut dilakukan secara purposive sampling sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari responden melalui wawancara dan observasi berpedoman pada kuesioner dan daftar tilik.
Kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 10
3.4.1. Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atau item
dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas data yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total pada nilai corrected
correlation item total pada hasil reability dengan ketentuan: 1. Jika nilai r hitung > r tabel (0,259), maka dinyatakan valid. 2. Jika nilai r hitung < r tabel (0,259), maka dinyatakan tidak valid.
Nilai r-Tabel untuk responden 10 orang adalah =0,432. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 3.1.
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Teknik yang dipakai untuk menguji kuesioner penelitian, adalah teknik Alpha Cronbach yaitu dengan menguji coba instrumen kepada sekelompok responden pada satu kali pengukuran (Syahyunan, 2004). Taraf kepercayaan pengujian adalah
95%, maka nilai r-Tabel untuk sampel pengujian 10 orang adalah sebesar 0,423, maka ketentuan dikatakan valid, dan relialibel jika:
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Item Pertanyaan Nilai Corrected Item Total Keputusan Pertanyaan Stress 1
Pertanyaan Stress 2 Pertanyaan Stress 3 Pertanyaan Stress 4 Pertanyaan Stress 5 Pertanyaan Stress 6 Pertanyaan Stress 7 Pertanyaan Stress 8 Pertanyaan Stress 9 Pertanyaan Stress 10 Pertanyaan Stress 11 Pertanyaan Stress 12 Pertanyaan Stress 13 Pertanyaan Stress 14 Pertanyaan Stress 15 Pertanyaan Stress 16 Pertanyaan Stress 17 Pertanyaan Stress 18 Pertanyaan Stress 19 Pertanyaan Stress 20 Pertanyaan Stress 21 Pertanyaan Stress 22 Pertanyaan Stress 23 Pertanyaan Stress 24 Pertanyaan Stress 25 Pertanyaan Stress 26 Pertanyaan Stress 27 Pertanyaan Stress 28 Pertanyaan Stress 29 Pertanyaan Stress 30 Pertanyaan Stress 31 Pertanyaan Stress 32 Pertanyaan Stress 33 Pertanyaan Stress 34 Pertanyaan Stress 35 Pertanyaan Stress 36 Pertanyaan Stress 37 Pertanyaan Stress 38 Pertanyaan Stress 39 Pertanyaan Stress 40 Pertanyaan Stress 41 Pertanyaan Stress 42 Pertanyaan Stress 43 Pertanyaan Stress 44
Lanjutan Tabel 3.1
Item Pertanyaan Nilai Corrected Item Total Keputusan Observasi 1
Observasi 2 Observasi 3 Observasi 4 Observasi 5 Observasi 6 Observasi 7 Observasi 8 Observasi 9 Observasi 10 Observasi 11 Observasi 12 Observasi 13 Observasi 14 Observasi 15 Observasi 16 Observasi 17 Observasi 18 Observasi 19 Observasi 20 Observasi 21 Observasi 22 Observasi 23 Observasi 24 Observasi 25 Observasi 26 Observasi 27 Observasi 28 Observasi 29 Observasi 30
0,593 Nilai Alpha Cronbach’s 0,991 Relialibel
Berdasarkan Tabel 3.1. diketahui bahwa pada sampel 10 responden dengan nilai r-hitung = 0,432, maka secara keseluruhan pertanyaan dalam kuesioner
Selain itu dalam penelitian ini juga dikumpulkan data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dari catatan atau dokumen RSU dr. Pirngadi, berupa jumlah kasus depresi postpartum, jumlah kunjungan persalinan dan data profil rumah sakit.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah ibu post partus, dengan indikator:
1. Ibu dengan seksio sesaria adalah suatu keadaan partus ibu dengan suatu tindakan
pembedahan untuk melahirkan bayinya melalui sayatan pada uterusnya, dan dalam penelitian ini yang bersifat emergensi.
2. Ibu dengan partus spontan adalah suatu keadaan partus ibu dengan melahirkan secara spontan melalui vagina tanpa tindakan medis lainnya.
3. Ibu dengan partus vakum adalah suatu keadaan partus ibu dengan melahirkan
bayi melalui vagina dengan menggunakan alat atau vakum.
3.5.2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah stres pasca trauma, adalah
suatu gejala-gejala yang mengarah pada kejadian stres pada ibu setelah melahirkan berdasarkan diagnosis identifikasi stres pada ibu bersalin.
Variabel karakteristik ibu adalah segala sesuatu ciri demografi atau biologis
yang terdapat pada ibu yang melahirkan dengan seksio sesaria, spontan dan menggunakan vakum, yang terdiri dari:
1. Umur adalah lama tahun hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai ulang
tahun terakhir yang dinyatakan dalam tahun.
2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh ibu dan
memperoleh ijazah yang sah.
3. Pekerjaan adalah jenis kegiatan rutin yang dilakukan ibu dan menghasilkan pendapatan.
4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diperoleh ibu dalam sebulan yang dinyatakan dalam rupiah.
3.6. Metode Pengukuran
Untuk mengukur variabel independen yaitu variabel ibu postpartum adalah
didasarkan pada skala nominal yang dikategorikan menjadi: 1. Ibu partus dengan seksio sesaria.
2. Ibu partus dengan spontan.
3. Ibu partus dengan vakum.
Pengukuran variabel dependen yaitu kejadian stres pasca trauma, didasarkan
1) Ya
2) Tidak
Kemudian variabel stres pasca trauma, dikategorikan menjadi:
1) Stres Berat, jika responden memperoleh nilai ≤110 hasil pertanyaan, dan nilai
<75 untuk observasi.
2) Stres Ringan, jika responden memperoleh nilai ≤110 hasil pertanyaan, dan
nilai >75 untuk observasi.
Pengukuran variabel moderat atau perantara, yaitu sebagai berikut:
1) Pengukuran variabel umur didasarkan pada skala rasio dengan melakukan
pengelompokan umur berdasarkan tahun.
2) Pengukuran variabel pendidikan didasarkan pada skala ordinal dengan kategori:
a. Pendidikan dasar, jika responden hanya menamatkan pendidikan SD.
b. Pendidikan menengah, jika responden menamatkan pendidikan setingkat SLTP dan SLTA.
c. Pendidikan lanjutan, jika responden menamatkan pendidikan D-3/S-1. 3) Pengukuran variabel pekerjaan didasarkan pada skala nominal, dengan kategori:
a. Bekerja, jika responden bekerja sebagai petani/buruh/PNS/Pegawai Swasta
atau wiraswasta.
b. Tidak bekerja, jika ibu hanya sebagai ibu rumah tangga.
a. Tinggi, jika responden dengan pendapatan ≥ UMR.
b. Rendah, jika responden dengan pendapatan < UMR.
3.7. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini mencakup:
(1) Untuk mendeskripsikan variabel penelitian secara tunggal dilakukan analisis
univariat dengan mendiskripsikan variabel ibu yang melakukan partus, karakteristik ibu yang melakukan partus dan kejadian stres pada ibu yang melakukan partus dan didistribusikan dalam bentuk persentase dan tabel
distribusi frekuensi.
(2) Bivariatnya merupakan kelanjutan dari analisis univariat dan mencari hubungan
dengan cara melakukan tabulasi silang antara variabel dependen dengan variabel independen.
(3) Untuk melihat perbedaan kejadian stres pada ibu yang melakukan partus
dengan seksio sesaria, partus dengan spontan, dan partus dengan vakum digunakan uji independet-T Test pada taraf kepercayaan 95%.
(4) Untuk melihat hubungan karakteristik ibu dengan partus melalui seksio sesaria,
spontan dan vakum digunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan uji regresi logistik untuk mengetahui variabel
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Perkembangan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tidak terlepas dari dimensi history (sejarah) dan juga berfungsi sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan
di Kota Medan yang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang menjadi tempat kedudukan/perwakilan/konsulat negara-negara sahabat, perwakilan perusahaan, bisnis, pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan pintu
gerbang regional, internasional, kepariwisataan dan sebagai pusat rujukan kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Sejalan dengan era reformasi dan otonomi daerah, kepemilikan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan diserahkan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan pada tanggal 27 Desember 2001 oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara kepemilikannya diserahkan kepada Pemerintah Kota Medan. Setelah diserahkan kepemilikan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan kepada Pemerintah Kota Medan, Pemko Medan mempunyai perhatian yang besar
untuk memajukan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi melalui pembenahan dan perbaikan di segala bidang. Hal ini diwujudkan dengan Peraturan Daerah No. 30
dr. Pirngadi Medan, sehingga terjadi restrukturisasi organisasi, personil dan
manajemen.
Pada era ini juga Walikota Medan membuat sebuah gebrakan besar dan berani melakukan pembangunan gedung baru Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi
Medan 8 (delapan) tingkat yang dilengkapi dengan peralatan canggih. Peletakan batu pertama pembangunan gedung tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2004
dan mulai dioperasionalkan tanggal 16 April 2005.
Berdasarkan kondisi tersebut dan mengingat sumber daya manusia, sarana dan prasarana di Bidang Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi
Medan berkeinginan meningkatkan statusnya dari Rumah Sakit Tempat Pendidikan Menjadi Rumah Sakit Pendidikan. Pada tanggal 13 Juli 2006, Kepala Badan
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan meminta rekomendasi persetujuan menjadi Rumah Sakit Pendidikan dari Ikatan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (IRSPI).
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas Pokok Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya
rujukan, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
1. Menyelenggarakan pelayanan medis.
2. Menyelenggarakan pelayanan, penunjang medis dan non medis. 3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan, dan pendidikan dan pelatihan.
5. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. 6. Mengelola administrasi dan keuangan.
7. Melaksanakan seluruh kewenangan yang sesuai dengan bidang tugasnya. 8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
2. Visi dan Misi
Visi Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan diyakini mampu memacu pelaksanaan tugas, fungsi yang diemban, termasuk merancang
Rencana Strategis secara keseluruhan, pengelolaan sumber daya manusia, pengukuran kinerja dan evaluasi bagi seluruh pelaku pelayanan kesehatan. Atas dasar kebutuhan tersebut, dirumuskan visi sebagai berikut: RSPM MANTAP 2010. RSPM
adalah akronim dari Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Kota Medan, sedangkan MANTAP adalah akronim Mandiri, Tanggap dan Profesional.
Misi Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan pelayanan medik, non medik dan perawatan secara profesional.
2. Meningkatkan peran rumah sakit sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
4. Meningkatkan pengeloalaan keuangan secara transparan dan akuntabel.
3. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan terletak di Jalan Prof. Dr. Muh. Yamin, SH No. 47 Medan, bangunan rumah sakit berdiri atas tanah seluas ±38.495
m2. luas bangunan yaitu 37.200,64 m2. Ruang rawat yang ada dalam rumah sakit dr. Pirngadi berjumlah 29 ruangan. Klasifikasi Ruang terdiri dari VIP = 44 tempat tidur,
kelas I plus = 109 tempat tidur, kelas I = 120 tempat tidur, kelas II = 85 tempat tidur, kelas III = 260 tempat tidur, Mata = 20 tempat tidur. Ruangan khusus terdiri dari Hemodialysa = 8 tempat tidur, ICCU = 6 tempat tidur, ICU anak dan dewasa = 16
tempat tidur, kamar prematur = 16 tempat tidur, unit stroke = 8 tempat tidur, dan neonatus = 5 tempat tidur. Klinik rawat jalan terdiri dari efektif (terencana) = 6 unit,
Emergensi = 2 unit, THT= 1 unit, bedah kulit = 1 unit, Mata = 1 unit, KB kontrasepsi =1 unit dan instalasi sebanyak 6 unit.
Prasarana Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan meliputi alat-alat berat/
bear sebanyak 5 buah, alat-alat angkutan 24 unit, alat-alat bengkel 102 set, alat-alat pertanian 11 buah, alat-alat kantor/rumah tangga 12.549 buah, alat-alat studio 260 buah, alat-alat kedokteran/kesehatan 7.908 buah, alat-alat laboratorium 158 set, dan
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini dilihat berdasarkan karakteristik ibu dan kejadian stres pasca trauma dengan mendistribusikan dalam tabel distribusi frekuensi dan dilihat persentase masing-masing variabel.
4.2.1. Karakteristik Ibu
Karakteristik dalam penelitian ini meliputi umur ibu, pendidikan, pekerjaan,
dan pendapatan keluarga, seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Karakteristik Ibu
No Karakteristik Ibu Jumlah (n) Persentase (%)
1 Umur Ibu
a Muda (≤20 tahun) 12 13,3
b Dewasa (>20 tahun) 78 86,7
Total 90 100
2 Pendidikan Ibu
a Dasar 26 28,9
b Menengah 39 43,3
c Tinggi 25 27,8
Total 90 100
3 Pekerjaan Ibu
a Tidak Bekerja 52 57,8
b Bekerja 38 42,2
Total 90 100
4 Pendapatan Keluarga
a < UMR 61 67,8
b ≥ UMR 29 32,2
Total 90 100
Berdasarkan Tabel 4.1. di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas ibu berusia lebih dari 20 tahun yaitu sebanyak 78 ibu (86,7%) dibandingkan ibu dengan usia
39 ibu (43,3%) dibandingkan ibu dengan pendidikan dasar dan tinggi masing-masing
sebanyak 25 ibu (27,8%) dan 26 ibu (28,9%).
Berdasarkan pekerjaan mayotitas ibu berstatus tidak bekerja yaitu sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 52 ibu (57,8%) dibandingkan yang bekerja yaitu
sebanyak 38 ibu (42,2%), dengan pendapatan keluarga mayoritas di bawah UMR yaitu sebanyak 61 ibu (67,8%).
4.2.2. Kejadian Stres Pasca Trauma
Stres pasca trauma didasarkan 44 indikator stres dan 75 hasil observasi terhadap pasien pasca persalinan, dan berdasarkan kategorisasi stres. Hasil penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Kejadian Stres
No Kejadian Stres Jumlah (n) Persentase (%)
1 Berat 39 43.3
2 Ringan 51 56.7
Total 90 100
Berdasarkan Tabel 4.2. di atas, diketahui mayoritas ibu mengalami stres kategori ringan yaitu sebanyak 51 ibu (56,7%) dibanding ibu dengan stres berat yaitu
4.2.3. Cara Partus Ibu Berdasarkan Karakteristik Ibu
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Cara Partus Ibu Berdasarkan Karakteristik Ibu
Cara Partus Seksio
Sesaria Spontan Vakum
Total Karakteristik Ibu
n % n % n % n %
Umur Ibu
1 Muda 5 41.7 4 33.3 3 25.0 12 100.0
2 Dewasa 25 32.1 26 33.3 27 34.6 78 100.0
Pendidikan Ibu
1 Dasar 7 26.9 13 50.0 6 23.1 26 100.0
2 Menengah 16 41.0 11 28.2 12 30.8 39 100.0
3 Tinggi 7 28.0 6 24.0 12 48.0 25 100.0
Pekerjaan Ibu
1 Bekerja 17 32.7 15 28.8 20 38.5 52 100.0
2 Tidak Bekerja 13 34.2 15 39.5 10 26.3 38 100.0
Pendapatan Keluarga
1 < UMR 18 42.9 13 31.0 11 26.2 42 100.0
2 > UMR 12 25.0 17 35.4 19 39.6 48 100.0
Berdasarkan Tabel 4.3. di atas, diketahui bahwa ibu yang berusia muda sebagian besar (41,7%) melakukan partus dengan seksio sesaria dibandingkan partus
dengan cara spontan (33,3%) dan vakum (25,0%). Sedangkan ibu dewasa mayoritas (34,5%) melakukan partus dengan cara vakum, dibandingkan partus secara spontan (33,3%) dan seksio sesaria (32,1%).
Berdasarkan pendidikan, ibu dengan pendidikan dasar mayoritas (50,0%) melakukan partus dengan cara spontan, dibandingkan ibu yang partus dengan cara
yang berpendidikan tinggi, mayoritas (melakukan partus dengan cara vakum (48,0%)
dibandingkan partus dengan cara seksio sesaria (28,0%) dan partus secara spontan (24,0%).
Berdasarkan pekerjaan, diketahui ibu dengan status bekerja mayoritas
melakukan partus dengan cara vakum (38,5%) dibandingkan ibu partus dengan cara seksio sesaria (32,7%) dan partus dengan cara spontan (28,8%). Sedangkan ibu yang
berstatus tidak bekerja mayoritas melakukan partus dengan cara spontan (39,5%) dibandingkan ibu partus dengan cara seksio sesaria (34,2%) dan partus secara vakum (26,3%).
Berdasarkan pendapatan keluarga, diketahui ibu dengan pendapatan keluarga kurang dari Upah Minimum Regional mayoritas melakukan partus dengan seksio
sesaria (42,9%) dibandingkan ibu partus dengan cara spontan (31,0%) dan partus dengan cara vakum (26,2%). Sedangkan ibu dengan pendapatan keluarga lebih dari UMR mayoritas melakukan partus dengan cara vakum (39,6%) dibandingkan ibu
partus dengan cara spontan (35,4%) dan partus dengan cara seksio sesaria (25,0%).
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan kejadian stres berdasarkan tindakan partus, dan korelasi karakteristik ibu
4.3.1. Perbedaan Kejadian Stres Berdasarkan Cara Partus Ibu
Cara partus ibu dalam penelitian ini meliputi partus dengan cara seksio sesaria, partus dengan secara spontan dan partus dengan vakum. Perbedaan kejadian stres didasarkan pada uji statistik menggunakan uji T-Test Independent pada taraf
kepercayaan 95%. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perbedaan Kejadian Stres pada Ibu Berdasarkan Cara Partus Ibu
Stres
Ringan Berat Total
Hasil Uji T-Independent Cara Partus Ibu
n % n % n % Nilai t
Nilai sig. (2-tailed)
1 Seksio Sesaria 13 43.3 17 56.7 30 100.0
2 Spontan 5 16.7 25 83.3 30 100.0
3 Vakum 15 50.0 15 50.0 30 100.0 8,038 0,36 0,018
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas (83,3%) ibu
yang mengalami stres berat melakukan partus dengan cara spontan (tidak terencana) dibandingkan ibu partus dengan seksio sesaria (56,7%) dan vakum (50,0%). Hasil uji T-Test Independent diketahui terdapat perbedaan signifikan cara partus ibu dengan
kejadian stres yang ditunjukkan oleh nilai sig.0,018 (p=<0,05) pada nilai t=8,038 dan rata-rata 0,36.
4.3.2. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian Stres
digunakan adalah uji chi square pada kepercayaan 95%. Hasil penelitian dapat dilihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian Stres
Stres
Ringan Berat Total
Karakteristik Ibu
n % n % n %
*) Signifikan pada <0,05 dan dimasukkan dalam analisis multivariat
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, bahwa berdasarkan umur ibu proporsi ibu yang mengalami stres berat relatif sama antara ibu muda (≤ 20 tahun) yaitu 66,7% dengan
ibu usia dewasa (> 20 tahun) yaitu 62,8%. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan umur ibu dengan kejadian stres pasca trauma
(p=0,797).
Berdasarkan pendidikan ibu, proporsi ibu yang mengalami stres berat mayoritas (76,9%) terjadi pada ibu dengan pendidikan dasar dibandingkan ibu dengan
menunjukkan terdapat hubungan signifikan pendidikan ibu dengan kejadian stres
pasca trauma (p=0,043).
Berdasarkan pekerjaan ibu, proporsi ibu yang mengalami stres berat tidak jauh beda antara ibu yang bekerja (61,5%) dengan ibu tidak bekerja (65,8%). Hasil
uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan pekerjaan ibu dengan kejadian stres pasca trauma (p=0,679).
Berdasarkan pendapatan keluarga, proporsi ibu yang mengalami stres berat mayoritas (50,8%) terjadi pada ibu dengan pendapatan keluarga kurang dari UMR dibandingkan ibu dengan pendapatan keluarga ≥UMR (27,6%). Hasil uji chi square
menunjukkan terdapat hubungan signifikan pendapatan keluarga dengan kejadian stres pasca trauma (p=0,038).
4.4. Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan kelanjutan dari analisis bivariat dengan
ketentuan variabel yang dilakukan pengujian secara statistik mempunyai nilai p<0,25. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan stres pasca trauma adalah (1) variabel
pendidikan ibu (p=0,043) dan (2) variabel pendapatan keluarga (p=0,038). Uji statistik yang digunakan dalam analisis multivariat ini adalah uji regresi logistik
Tabel 4.6. Hasil Uji Regresi Logistik
No Variabel Nilai B Nilai
B(Exp)
Nilai Sig.
1 Pendapatan Ibu - 0,899 0,407 0,008
2 Pendidikan Ibu 1,326 3,764 0,007
Nilai Konstant 0,405
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, menunjukkan kedua variabel penelitian
mempunyai pengaruh signifikan dengan kejadian stres pasca trauma pada ibu pasca melahirkan di RSU dr. Pirngadi Medan, masing-masing variabel pendidikan ibu
(p=0,007; nilai =-0,899; dan Nilai (exp) =3,764) dan variabel pendapatan keluarga (p=0,008; nilai =1,326; dan Nilai (exp) =0,407), maka dapat disimpulkan bahwa variabel paling berpengaruh terhadap stres pasca trauma pada ibu postpartum adalah
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Kejadian Stres pada Ibu Pasca Trauma di RSU dr. Pingadi Medan
Stres pada ibu pasca trauma dalam penelitian ini adalah berbagai gejala-gejala yang dialami oleh ibu pasca bersalin yang mengarah pada stres. Ibu pasca
bersalin dalam penelitian ini terpilih berdasarkan kriteria inklusi dengan tiga tindakan partus yaitu seksio sesaria secara emergency, pervaginam spontan, dan esktrasi vakum, serta dalam perawatan selama 1-6 hari.
Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan bahwa 56,7% ibu mengalami stres ringan dan 43,3% mengalami stres berat. Hasil penelitian ini
memberikan gambaran bahwa angka stres berat ibu pasca bersalin termasuk tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian-penelitian sebelumnya, seperti Ayers dan Pickering (2001) menemukan bahwa 2,8% memenuhi kriteria diagnostik untuk post
traumatic stress disorder pada enam minggu setelah melahirkan, kemudian akan menurun menjadi 1,5% setelah enam bulan, dengan berbagai cara melahirkan seperti:
partus spontan, seksio sesaria, ekstraksi vakum, dan penelitian Lovelan-Cook CA (2004), bahwa 7,7% wanita setelah melahirkan memenuhi kriteria diagnostik untuk terjadinya post traumatic stress disorder dengan gangguan mood dan kecemasan.
partus ibu. Menurut Soewandi (1990) stres pasca trauma berkembang dikarenakan
oleh stressor, tetapi tidak semua individu akan mengalami gangguan stres pasca trauma setelah suatu peristiwa traumatik. Walaupun stressor diperlukan, namun stressor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan, adapun faktor-faktor yang harus
ikut dipertimbangkan adalah faktor biologis individual, faktor psikososial sebelumnya dan peristiwa yang terjadi setelah trauma.
Berdasarkan karakteristik ibu, diketahui 86,7% ibu yang melakukan partus berusia dewasa (≥ 20 tahun), 43,3% berpendidikan dasar yaitu hanya menamatkan SD dan SLTP sederajat, dan 57,8% tidak bekerja yaitu hanya sebagai ibu rumah tangga
serta 67,8% mempunyai pendapatan keluarga di bawah UMR yaitu di bawah 850.000,-. Keseluruhan karakteristik tersebut diasumsikan menjadi faktor penting
terhadap terjadinya stres pada ibu pasca melahirkan.
Dilihat dari segi psikologis, persalinan merupakan suatu kejadian penuh dengan stres pada sebagian besar ibu bersalin yang menyebabkan peningkatan rasa
nyeri, takut dan cemas (Ladewig & Patricia, 1998). Menurut Gorrie, McKinney dan Murray (1998), stres pada ibu bersalin terjadi peningkatan konsumsi glukosa tubuh yang menyebabkan kelelahan, dan sekresi katekolamin yang menghambat kontraksi
uterus. Hal tersebut menyebabkan persalinan lama yang akhirnya menyebabkan cemas pada ibu, peningkatan nyeri dan stres berkepanjangan.