• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara )"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

SIKAP PETANI KENTANG TERHADAP TEKNOLOGI

PEMBUATAN KOMPOS

(Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara )

SKRIPSI

OLEH:

IRENE S 03039042 SEP/PKP

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

SIKAP PETANI KENTANG TERHADAP TEKNOLOGI

PEMBUATAN KOMPOS

(Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara )

SKRIPSI

OLEH : IRENE S 030309042/SEP/PKP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

(Ir. Hasudungan Butar-butar, MSi) ( Ir. H. Hasman Hasyim, MSi ) Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Judul Penelitian : SIKAP MASYARAKAT TERHADAP

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBUATAN KOMPOS

( Stusi Kasus : Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara )

Nama : IRENE S

Nim : 030309042 Program Studi : SEP/PKP

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Hasudungan Butar-butar, M. Si Ir. Hasman Hasyim NIP : NIP :

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50 % dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja disektor pertanian. Keadaan seperti ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa. (Husodo, 2004 : 23-24)

Dalam kerangka pembangunan nasional, mandat utama sektor pertanian adalah sebagai penyedia bahan pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung perkembangan sektor-sektor lainnya. Pada masa-masa mendatang mandat tersebut terasa semakin berat karena laju permintaan terhadap hasil-hasil pertanian terus meningkat sejalan dengan laju pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian akan meningkat baik dalam jumlah, keragaman maupun kualitasnya.

(Suryana, 2003 : 3)

(5)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

positif terhadap suatu teknologi, kemudian dengan persepsi yang positif tersebut diharapkan petani bersedia mengubah sikap dan perilaku dalam pengolahan usahatani sesuai dengan anjuran teknologi yang hendak diterapkan.

(Gultom, 1994)

Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi bila para pengolah usahatani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksanakan anjuran penggerak perubahan terhadap hal-hal yang baru. Pengolahan usahatani dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh perilaku petani yang mengusahakan usahatani. Perilaku orang yang ternyata tergantung banyak faktor, diantaranya watak, suku, dan kebudayaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya juga dari kebijakan pemerintah.

(Ban dan Hawkins, 2000)

Kentang termasuk jenis sayuran penting di Indonesia. Nilai ekonomi komoditas ini tergolong tinggi. Diantara jenis sayuran lain, harga kentang relatif stabil. Kondisi seperti inilah yang membuat komoditas kentang, termasuk produksi bibitnya patut dipertimbangkan sebagai pilihan usaha.

(Hartus, 2001 : 1)

Meskipun kentang bukan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia, tetapi konsumennya cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena jumlah penduduk makin bertambah, taraf hidup masyarakat meningkat dan wisatawan asing atau orang asing yang tinggal di Indonesia meningkat. Sebagai bahan makanan, kentang banyak mengandung karbohiodrat, sumber mineral (fosfor, besi dan kalium), mengandung vitamin B, vitamin C dan sedikit vitamin A.

(6)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Perlu dicatat bahwa kebutuhan kentang tersebut merupakan kebutuhan untuk kentang sayur. Sedangkan dewasa ini ada kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi kentang yang lain seperti kentang goreng (french fries) dan kentang untuk makanan kecil (hasil industri makanan). Bila ada perubahan pola konsumsi masyarakat tersebut, maka kebutuhan akan kentang dapat semakin tinggi. (Setiadi dan

Dalam usaha meningkatkan jumlah produksi, perlu dilakukan usaha dengan mencari teknologi yang tepat. Teknologi pembuatan kompos yang dilaksanakan di Desa Silando dapat menambah ketrampilan petani dalam

Nurulhuda, 2000 : 5)

Dalam rangka intensifikasi tanaman hortikultura, kentang merupakan salah satu komoditas prioritas yang akan dikembangkan diberbagai daerah, terutama disentra-sentra produksi kentang dan daerah-daerah pengembangan yang mempunyai agroklimat sesuai dengan tanaman kentang, yakni dataran tinggi dan medium. Hal ini merupakan langkah konkret dalam mengantisipasi masalah pangan pada masa mendatang yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan masyarakat dunia. (Soelarso, 2001 : 11)

(7)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

melakukan pengelolaan usahatani. Pemakaian kompos pada usahatani kentang dan pengurangan jumlah pupuk kimia dapat meningkatkan jumlah produksi kentang.

Tabel 1 menunjukkan data Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan luas lahan, produksi dan produktivitas kentang.

Tabel. 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005

No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktifitas (Ton/Ha)

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa Kecamatan Muara memiliki produksi kentang sebesar 278 ton dan produktivitas kentang sebesar 21,38 ton/ha.

(8)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Tabel. 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang Menurut Desa di Kecamatan Muara Tahun 2005

No Desa Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktifitas (Ton/Ha)

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Desa Silando merupakan sentra produksi kentang di Kecamatan Muara dengan produksi sebesar 192,40 ton dan produktivitas kentang sebesar 12,02 ton/ha.

Pemilihan Kecamatan Muara sebagai daerah penelitian juga dipilih secara sengaja (purposive sampling) dengan alasan bahwa di daerah tersebutlah pembuatan kompos dilaksanakan.

(9)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

mempengaruhi pola pikir, sikap dan tindakan untuk merespon masalah yang dihadapi masyarakat dalam pembuatan kompos.

Menjadi permasalahan penelitian ini adalah bagaimana sikap masyarakat terhadap pekembangan teknologi pembuatan kompos di Desa Silando, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Untuk itu perlu dilakukan penelitian.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan jumlah atau persentase petani kentang yang telah menggunakan kompos selama tiga tahun terakhir di daerah penelitian ?

2. Bagaimana sikap petani kentang terhadap teknologi pembuatan kompos di daerah penelitian ?

3. Bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi (tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, lamanya bertani, frekuensi mengikuti penyuluhan, harga pupuk kimia dan total pendapatan) petani kentang dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos ?

4. Apakah ada perbedaan biaya produksi, produktivitas dan penerimaan antara petani kentang yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos ?

5. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi petani kentang dalam pembuatan kompos di daerah penelitian ?

(10)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perkembangan jumlah atau persentase petani kentang yang telah menggunakan kompos selama tiga tahun terakhir di daerah penelitian. 2. Untuk mengetahui sikap petani kentang terhadap teknologi pembuatan

kompos di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi (tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, lamanya bertani, frekuensi mengikuti penyuluhan, harga pupuk kimia dan total pendapatan) petani kentang dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos.

4. Untuk mengetahui perbedaan biaya produksi, produktivitas dan pendapatan antara petani kentang yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos.

5. Untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang dihadapi petani kentang dalam pembuatan kompos di daerah penelitian.

(11)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Kegunaan Penelitian

1. Berguna bagi petani kentang agar sikapnya positif terhadap teknologi pembuatan kompos.

(12)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L) mempunyai sistematika sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum

Species : Solanum tuberosum L (Soelarso, 2001 : 12)

Solanum atau kentang merupakan tanaman setahun, bentuk sesungguhnya menyemak atau bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50-120 cm dan tidak berkayu (tidak keras bila dipijat). Batang dan daun berwarna hijau kemerah-merahan atau keungu-unguan.

(Setiadi dan Nurulhuda, 2000 : 12)

Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar utama tetapi hanya akar halus atau akar serabut saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. Dalam tanah, akar-akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm.

(13)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu, tumbuh diketiak daun teratas dan berjenis kelamin dua. Benang sarinya berwarna kekuning-kuningan dan melingkari tangkai putik. (Setiadi dan Nurulhuda, 2000 : 12)

Buah kentang berwarna hijau tua sampai keunguan, berbentuk bulat, bergaris tengah ± 2,5 cm dan berongga dua. Buah kentang mengandung 500 bakal biji dan yang dapat berkembang menjadi biji hanyalah berkisar antara 10-300 biji. Buah kentang dapat dipanen kira-kira 6-8 minggu setelah penyerbukan.

(Soelarso, 2001 : 16)

Sesuai dengan pembawaan dan sifat aslinya, tempat yang disenangi tanaman kentang mula-mula yang berhawa dingin. Pada perkembangan selanjutnya, kentang disebarluaskan ke daerah lain dan ternyata bisa tumbuh dan beradaptasi di daerah-daerah beriklim sedang (sub tropis).

(Setiadi dan

Proses pengomposan adalah suatu proses mikrobiologi. Bahan organik dirombak oleh aktifitas mikroorganisme sehingga dihasilkan energi dan unsur

Nurulhuda, 2000 : 19)

Ketinggian tempat yang paling ideal untuk membudidayakan kentang bibit adalah 1.400 m dpl. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan kentang adalah 17,7 – 23,70 C (suhu siang) dan 6,1 – 12,2 0 C (suhu malam). (Hartus, 2001 : 23)

Kompos adalah pupuk organik yang bahan dasarnya dari pelapukan bahan tanaman atau limbah organik. Banyak sekali bahan dasar yang bisa digunakan seperti jerami, sekam, rumput-rumputan, sampah kota atau limbah pabrik.

(14)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

karbon sebagai pembangun sel sel tumbuh. Sumber energi diperoleh dari unsur N pada bahan organik mentah. (Musnamar, 2003 : 23)

Didalam pengomposan, akan terjadi perubahan yang dilakukan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulose, hemiselulose, lemak lilin serta lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air, pengikatan unsur hara oleh mikroorganisme yang akan dilepaskan kembali bila mikroorganisme mati, serta pembebasan unsur hara senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang akan tersedia bagi tanaman. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka bobot dan isi bahan dasar kompos akan menjadi sangat berkurang (40 – 60 %), tergantung bahan dasar kompos dan proses pengomposan. Sebagian besar senyawa CO2 akan hilang ke udara.(Musnamar, 2003 : 23)

Proses pembuatan kompos dapat dilakukan secara konvensional atau modern. Secara konvensional, kompos yang dihasilkan berupa kompos siap pakai. Sementara secara modern, kompos yang dihasilkan untuk dikomersialkan atau dijual. Biasanya skala pembuatannya sudah tergolong skala industri karena menggunakan peralatan atau mesin modern. (Musnamar, 2003 : 27)

Bahan organik yang dapat dikomposkan tersebar disekeliling kita, baik yang terdapat disekitar rumah (limbah dapur dan rumah tangga), kotoran ternak (kotoran ayam, kambing, domba, sapi dan lain-lain), maupun yang terdapat disekitar lahan usahatani (sisa tanaman, gulma, alang-alang, daun dan batang pisang, kulit coklat, tanaman penutup tanah, ranting-ranting dan daun pepohonan). (Siagian, 2006 : 2)

(15)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

(calcite, dolomite), pupuk Urea, TSP, tanah humus dan jasad renik tambahan (EM4). Alat yang digunakan adalah papan cetakan, plastik hitam, batang bambu atau bahan lain, cangkul, golok dan bahan utama untuk naungan. Persiapan yang dilakukan adalah :

• Gemburkan dan ratakan permukaan tanah

• Pada tanah yang telah diratakan tambahkan campuran kapur tanah humus,

siram secukupnya dan tutup dengan plastik hitam ± 1 minggu • Cincang dan layukan sisa tanaman dan sisa pakan ternak

• Campurkan kotoran ternak, kapur dan pupuk (Urea dan TSP), siram

secukupnya, tutup dengan plastik ± 1 minggu • Buat papan cetakan

Adapun tahap-tahap dalam pembuatan kompos adalah sebagai berikut : • Letakkan papan cetakan diatas tanah yang telah disiapkan dengan membuka

dahulu tutup plastiknya

• Masukkan campuran kotoran ternak, kapur dan pupuk secukupnya hingga

merata dipermukaan tanah setinggi 3-5 cm kedalam cetakan yang telah disiapkan

• Masukkan sisa pakan ternak dan sisa tanaman kedalam cetakan setinggi 25 cm

dan injak-injak hingga merata

• Tambahkan daun-daun segar sekulen yang mudah melapuk setinggi 3-5 cm • Masukkan kembali campuran kotoran ternak, kapur dan pupuk setinggi 3-5 cm • Siram dengan air secukupnya untuk membuat kelembaban yang menunjang

pertumbuhan bakteri pengurai

(16)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

• Semua bahan yang telah dimasukkan membuat lapisan-lapisan setinggi 30-35

cm dan disebut lapisan pertama.

• Lapisan pertama dengan terlebih dahulu mengangkat alat cetakan tepat diatas

lapisan pertama. Untuk mempermudah pembuatan kompos cukup dibuat 4-5 lapisan saja

• Setelah 4-5 lapisan, batang bambu dicabut kembali sehingga terbentuk lubang

pada tumpukan kompos dimana lubang tersebut berfungsi bagi pengaturan sirkulasi udara

• Tumpukan kompos yang baru ditutup rapat dengan plastik hitam ± 7 hari atau

sampai suhu tumpukan kompos meningkat ± 650 C

• Setelah itu plastik dibuka dan tumpukan kompos disiram air secukupnya untuk

menciptakan suhu dan kelembaban yang diperlukan bakteri pengurai • Tumpukan kompos diberi naungan agar tidak kena siraman hujan langsung • Setiap 14 hari tumpukan kompos dibalik kesebelah sisi kosong dengan tetap

menggunakan alat cetakan. Hal tersebut sangat diperlukan untuk mempercepat proses penguraian

• Dalam setiap pembalikan dilakukan penyiraman air secukupnya

• Dalam waktu 7-8 minggu kompos tersebut telah menjadi matang, yang

ditandai dengan warna menjadi gelap hitam, bahan-bahan telah menjadi hancur (tidak bisa dikenali secara utuh) dan tidak berbau

(Siagian, 2006 : 3)

Kompos juga mempunyai peranan penting, antara lain :

(17)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

secara perlahan (sedikit demi sedikit), sehingga mampu diserap oleh tanaman yang diusahakan. Disamping itu, kompos melepaskan asam-asam organic (asam humic dan fulvic) yang dapat menetralisir unsur beracun dalam tanah dan merangsang pertumbuhan tanaman.

b. Kompos akan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga menjadi gembur (mudah diolah dan mudah ditembus akar tanaman, bersifat porous (mempunyai sirkulasi udara yang baik), dan mampu menahan air lebih lama sehingga tanah menjadi lembab.

c. Kompos akan memperbaiki sifat biologi tanah sehingga dalam tanah berkembang organisme (mikro, meso dan makro) yang selanjutnya membantu memperbaiki kesuburan tanah.

d. Resultante dari perbaikan tersebut, penambahan kompos kedalam tanah akan meningkatkan produksi tanaman yang diusahakan baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga usahatani yang dilakukan menjadi menguntungkan. e. Pemberian kompos yang disertai dengan pemupukan akan meningkatkan nilai

guna pupuk yang diberikan. (Siagian, 2006 : 2)

(18)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

pemakaian pupuk kimia dan kompos yang seimbang dapat memberi pengaruh yang baik pada produksi kentang baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Landasan Teori

Sikap

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan siap mental yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan.

(Winardi, 2004 : )

Sikap adalah gambaran perilaku kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Sikap ini harus dibaca dengan sangat hati-hati, sebab gambaran yang terwujud tersebut dapat saja direkayasa sedemikian rupa yang pada gilirannya akan membutakan kita dari keadaan yang sesungguhnya.

(Suit dan

Dalam melahirkan sikap tersebut, dapat dilakukan dalam bentuk ungkapan pemikiran atau tanggapan melalui pembicaraan (lisan) atau dalam bentuk tulisan, yang wujudnya dapat dilahirkan dalam dua kondisi, yaitu sikap dualisme

Almasdi, 2006 : 5)

(19)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

(mendua). Artinya, lain yang terkandung dalam pikiran atau nurani, lain pula yang dilahirkan; ada yang dipendam saja dalan hati dan ada pula yang dilahirkan sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran. Misalnya, pertama, sikap yang menyatakan setuju atau tidak setuju dengan mengemukakan berbagai pertimbangan atau bisa juga sikap yang menunjukkan antipati tanpa alasan yang jelas. Kedua, dapat dilakukan dalam bentuk sikap fisik : seperti sikap duduk, cara berbicara, berjalan dan sebagainya. (Suit dan Almasdi, 2006 : 5)

Jadi, pengertian sikap ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sikap dalam bentuk fisik dan sikap dalam bentuk nonfisik. Sikap dalam bentuk fisik adalah tingkah laku yang terlahir dalam bentuk gerakan dan perbuatan fisik. Sikap dalam bentuk non fisik, yang sering juga disebut mentalitas, merupakan gambaran keadaan kepribadian seseorang yang tersimpan dan mengendalikan setiap tindakannya; tidak dapat dilihat serta sulit dibaca. (Suit dan Almasdi, 2006 : 5)

(20)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Sikap seseorang dapat mengalami perubahan, baik karena proses interaksi dengan lingkungan maupun melalui proses pendidikan. Perubahan sikap dapat terjadi secara sebangun (congruent change) dan dapat pula terjadi secara tidak sebangun (incongruent change). Perubahan yang sebangun adalah perubahan dalam intensitas saja. Misalnya, seseorang yang tadinya bersikap “sangat setuju” menjadi “setuju”. Adapun perubahan yang tidak sebangun adalah perubahan yang bersifat perpindahan arah. Misalnya, yang tadinya bersikap “sangat setuju” beralih menjadi “tidak setuju” atau “sangat tidak setuju”, dan kebalikannya.

(Indrawijaya, 2000 : 43-44)

Kecenderungan individu untuk bereaksi terhadap suatu objek mendekati dan menjauhi disebut sikap. Sikap seseorang akan dipengeruhi oleh tingkat pendidikan dan terbawa dalam perbuatannya melalui faktor pembawa sejak lahir karena pendapat dan keyakinan bisa ditanamkan dalam pendidikan, misalnya dalam keluarga atau dalam masyarakat dimana individu hidup atau tinggal, sehingga melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal sikap seseorang akan dapat terbentuk. (Azwar, 2002 : 15)

(21)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Orang-orang yang lanjut usia dan orang-orang yang beranjak dewasa dapat berubah sikapnya karena mereka lebih terbuka. Seseorang akan memiliki sikap yang positif terhadap suatu objek pada saat seseorang percaya bahwa objek tersebut berhubungan dengan tujuan yang positif. Walaupun sikap seringkali bertahan terhadap perubahan, tetapi sikap dapat dipengaruhi secara tidak langsung melalui pengalaman, pendidikan dan pelatihan yang merubah keyakinan yang melandasi perilaku tersebut. (Kreitner dan

Faktor Sosial Ekonomi

Kinicki, 2003 : 182)

Masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang dinamis dan aktif berpartisipasi dalam membangun diri mereka. Tidak menggantungkan hidupnya kepada belas kasihan orang lain. Mereka memiliki pola pikir kosmopolitan memiliki wawasan berpikir yang kuat, cepat mengadopsi inovasi, toleransi tinggi dan menghindari konflik sosial. Hal ini dapat berwujud berkat aktualisasi pendidikan yang membekali mereka dengan perilaku / behavior yang baik dan handal pengetahuan, sikap dan ketrampilan. (Tampubolon, 2002 : 15)

Para petani yang berusia lanjut, berumur lima puluh tahun keatas, biasanya fanatic terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian pengetian yang dapat merubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Petani ini bersikap apatis terhadap teknologi baru. (Soekartawi, 2002 : 14)

(22)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan lebih mengenal dan lebih mengetahui tentang berbagai media yang ada. Mereka akan menyadari bahwa dengan adanya media yang akan memudahkan mereka dalam memperluas wawasan dan pengalamannya. Jadi rendahnya pendidikan mempengaruhi perkembangan desa yang mengakibatkan sulitnya penerimaan teknologi baru serta tidak adanya pembaharuan yang dilakukan bagi usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. (Simbolon, 2003 : 40)

Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, maka petani harus mampu memanajemen faktor-faktor produksi tersebut secara efisien. Faktor produksi yang dimaksud adalah tanah, modal, tenaga kerja dan sarana produksi. Permasalahan yang dihadapi petani adalah kemampuan petani dalam menguasai suatu teknologi baru.

Tujuan dari suatu penerapan teknologi dalam usahatani adalah untuk mencapai produktifitas pertanian yang lebih tinggi. Hasil yang diperoleh akan berbentuk uang yang akan diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi atau diperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani atau pendapatannya akan mendorong petani dapat mengalokasikan kebutuhan seperti biaya produksi periode selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Kerangka Pemikiran

(23)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

dimiliki petani untuk memperoleh hasil atau produksi. Petani didalam melakukan usahataninya menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan produksi usahataninya. Serangkaian kegiatan usahatani ini dikerjakan mulai dari persiapan lahan (pengolahan lahan), pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemberian pupuk, pemberantasan hama dan penyakit dan masa panen. Petani berharap dengan mengerjakan usaha tersebut, maka akan meningkatkan pendapatan keluarga.

Petani sebagai individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari pada usahataninya selalu dihadapkan dengan berbagai rangsangan atau stimulus yang berasal dari lingkungan sosial.

Karakteristik sosial ekonomi petani seperti (tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, lama bertani, frekuensi mengikuti penyuluhan, harga pupuk kimia, total pendapatan) dapat mempengaruhi sikap petani terhadap berbagai masalah yang dihadapi petani. Tanggapan terhadap rangsangan dapat berupa sikap yang ditunjukkan melalui perilaku petani untuk memecahkan masalah tersebut. Karakteristik sosial ekonomi tersebut juga dapat mempengaruhi pola pikir, sikap dan tindakan merespon masalah khususnya terhadap teknologi pembuatan kompos.

(24)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

dalam pembuatan kompos tersebut sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Sikap merupakan hasil sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Mengukur bagaimana sikap petani maka perlu dilakukan upaya upaya pendekatan terhadap masing masing pihak karena sikap merupakan suatu hal yang tertutup dimana sikap dapat ditunjukkan dirinya melalui perilaku, walaupun tidak selamanya menunjukkan sikap yang ada dalam dirinya.

(25)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Skema Kerangka Pemikiran

PETANI

USAHATANI

PRODUKSI

Faktor sosial petani : UPAYA 1. Umur petani

2. Tingkat pendidikan

3. Tingkat kosmopolitan MASALAH 4. Pengalaman bertani

Faktor ekonomi petani : 1. Luas lahan

2. Total pendapatan 3. Jumlah tanggungan

(26)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perkembangan jumlah atau persentase petani kentang yang telah menggunakan kompos selama tiga tahun terakhir di daerah penelitian.

2. Sikap petani kentang terhadap teknologi pembuatan kompos di daerah penelitian adalah positif.

3. Terdapat hubungan karakteristik sosial dengan sikap petani kentang terhadap teknologi pembuatan kompos.

Karakteristik sosial antara lain :

a. Terdapat hubungan tingkat pendidikan petani kentang dengan sikap terhadap teknologi pembuatan kompos.

b. Terdapat hubungan tingkat kosmopolitan petani kentang dengan sikap terhadap teknologi pembuatan kompos.

c. Terdapat hubungan lamanya bertani petani kentang dengan sikap terhadap teknologi pembuatan kompos.

d. Terdapat hubungan frekuensi mengikuti penyuluhan petani kentang dengan sikap terhadap teknologi pembuatan kompos.

Karakteristik ekonomi antara lain :

(27)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

b. Terdapat hubungan total pendapatan dengan sikap petani kentang terhadap teknologi pembuatan kompos.

4. Terdapat perbedaan biaya produksi, produktivitas dan pendapatan antara petani kentang yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos.

a Terdapat perbedaan biaya produksi antara petani kentang yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos

b Terdapat perbedaan produktivitas antara petani kentang yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos

c Terdapat perbedaan pendapatan antara petani kentang yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos

5. Terdapat masalah masalah dalam pembuatan kompos yang dihadapi petani kentang di daerah penelitian.

(28)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive artinya dengan sengaja yaitu di Desa Silando, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan lokasi pembuatan kompos.

Metode Pengambilan Sampel

Populasi didalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang ada di Kecamatan Muara yang pekerjaan utamanya disektor pertanian. Pengambilan sampel ditentukan dengan “Stratified Proporsional Random Sampling” berdasarkan jenis penggunaan teknologi. Sampel yang diambil sebanyak 30 KK. Distribusi populasi dan sampel penelitian di Kecamatan Muara dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Penggunaan Teknologi di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006

Strata Jenis Pemakai Teknologi Populasi (KK) Sampel (KK)

I Pemakai Kompos 56 15

II Bukan Pemakai Kompos 16 15

Jumlah 72 30

(29)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Tapanuli Utara, Kantor Kecamatan Muara dan buku-buku pendukung lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis 1, 5, 6 dianalisi dengan metode deskriptif.

Untuk menguji hipotesis 2 digunakan teknik penskalaan Likert yaitu dengan pemberian skor pada setiap pilihan jawaban yang diberikan dengan alat bantu Microsoft Excel. Adapun skor yang ditetapkan untuk pernyataan positif adalah SS = 4, S = 3, R = 2, TS = 1, STS = 0 sedangkan untuk pernyataan

Untuk mengukur sikap digunakan skala pengukuran sikap Likert dengan rumus Skor standard yang digunakan adalah skor T yaitu :

(30)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

T = Skor standard X = Skor responden

X = Rata - rata skor kelompok S = Deviasi standard kelompok Kriteria uji apabila T > 50 = sikap positif

Untuk menguji hipotesis 3 dianalisis dengan menggunakan Koefisien Korelasi Rank Spearman,dengan alat bantu Microsoft Excel.

N

Kriteria uji hipotesa adalah :

Jika th ≤ tα berarti terima H0 atau tidak diterima H1 Jika th > tα berarti tidak diterima H0 atau terima H1

Untuk menguji hipotesis 4 (a), dianalisis dengan menggunakan rumus Total Biaya (Rupiah) :

(31)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Dimana :

TC = Total Cost (Biaya Total) FC = Fix Cost (Biaya Tetap)

VC = Variable Cost (Biaya Tidak Tetap)

Kemudian dibandingkan dengan menggunakan uji beda rata-rata (t-hitung) :

H0 : 1 = 2

H1 : 1 ≠ 2

Dimana :

1 = variabel I (Usahatani Kentang Petani Pemakai Kompos) 2 = Variabel II (Usahatani Kentang Tidak Pemakai Kompos)

dengan menggunakan rumus t-hitung, dengan alat bantu program SPSS :

(32)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

t-hitung ≤ t-tabel maka hipotesis H0 diterima t-hitung > t-tabel maka hipotesis H0 ditolak

Untuk menguji hipotesis 4 (b), dianalisis dengan menggunakan rumus Produktivitas :

Kemudian dibandingkan dengan menggunakan uji beda rata-rata (t-hitung) :

H0 : 1 = 2

H1 : 1 ≠ 2

Dimana :

1 = variabel I (Usahatani Kentang Petani Pemakai Kompos) 2 = Variabel II (Usahatani Kentang Tidak Pemakai Kompos)

dengan menggunakan rumus t-hitung, dengan alat bantu program SPSS :

t-hitung

(33)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

S22 = rata-rata standard deviasi variabel II N1 = jumlah sampel variabel I

N2 = jumlah sampel variabel II

Kriteria Uji :

t-hitung ≤ t-tabel maka hipotesis H0 diterima t-hitung > t-tabel maka hipotesis H0 ditolak

Untuk menguji hipotesis 4 (c), dianalisis dengan menggunakan rumus Total Biaya (Rupiah) :

Dimana :

TC = Total Cost (Biaya Total) FC = Fix Cost (Biaya Tetap)

VC = Variable Cost (Biaya Tidak Tetap) Rumus Penerimaan :

Dimana :

TRi = Total Revenue (Total Penerimaan) Yi = Produksi yang diperoleh dalam usahatani PYi = Harga

TC = FC + VC

(34)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Rumus Pendapatan :

Dimana :

Pd = Pendapatan

TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)

Kemudian dibandingkan dengan menggunakan uji beda rata-rata (t-hitung) :

H0 : 1 = 2

H1 : 1 ≠ 2

Dimana :

1 = variabel I (Usahatani Kentang Petani Pemakai Kompos) 2 = Variabel II (Usahatani Kentang Tidak Pemakai Kompos)

dengan menggunakan rumus t-hitung, dengan alat bantu program SPSS :

t-hitung S22 = rata-rata standard deviasi variabel II

(35)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

N1 = jumlah sampel variabel I N2 = jumlah sampel variabel II

Kriteria Uji :

t-hitung ≤ t-tabel maka hipotesis H0 diterima t-hitung > t-tabel maka hipotesis H0 ditolak Defenisi dan Batasan Operasional

Defenisi

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran maka dilakukan beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

1. Jumlah skor keseluruhan responden (X) adalah jumlah skor yang ditetapkan dari setiap pernyataan yang diajukan kepada setiap responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu sampel yang menggunakan teknologi pembuatan kompos dan yang tidak menggunakan teknologi pembuatan kompos.

2. × adalah rata rata dari total skor keseluruhan responden dibagi banyaknya responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

3. Standard Deviasi (S) adalah simpangan baku sampel dari variabel.

(36)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

5. di adalah selisih antara peringkat faktor sosial ekonomi dengan sikap dari masing masing sampel dalam penelitian ini.

6. Jumlah sampel (n) adalah jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30 sampel yang terdiri dari 15 sampel pemakai kompos dan 15 sampel yang bukan pemakai kompos.

7. Derajat kesalahan ( ) adalah tingkat kesalahan yang ditolerir atau tingkat kesalahan yang dimaafkan yang besarnya adalah 1 – derajat keyakinan.

8. Derajat bebas (db) adalah nilai nilai variabel yang bebas berubah setelah menempatkan batasan batasan tetentu terhadap data yang dimiliki.

Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. 2. Waktu penelitian adalah tahun 2008.

3. Sampel penelitian adalah petani yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos.

(37)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Keadaan Fisik dan Geografi

Desa Silando, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara berada pada ketinggian 1400 m diatas permukaan laut, keadaan suhu rata-rata 250 C, curah hujan rata-rata 900 mm/tahun dan memiliki luas 888 ha. Secara administratif, Desa Silando mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan : Hutaginjang Sebelah Selatan berbatasan dengan : Parik Sabungan Sebelah Barat berbatasan dengan : Bahalimbalo Sebelah Timur berbatasan dengan : Hutaginjang

Jarak dengan pusat pemerintahan kecamatan sejauh 18 km dan jarak dari pusat pemerintahan ibukota kabupaten sejauh 43 km.

Tata Guna Tanah

(38)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 4. Tata Guna Tanah di Desa Silando Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007

No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 35 3,94

2 Tanah Kering 364 41

3 Bangun Pekarangan 13 1,46

4 Lain-lain 476 53,60

Jumlah 888 100

(Sumber : Kantor Kepala Desa Silando)

Dari Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa penggunaan lahan di Desa Silando selain lebih banyak digunakan untuk keperluan lain juga lebih banyak digunakan untuk tanah kering. Sebagian besar penduduk desa ini bekerja sebagai petani sebagai mata pencaharian utama.

Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Silando sebanyak 883 jiwa terdiri dari 456 orang laki-laki dan 427 orang perempuan dengan total keluarga 186 KK. Keadaan penduduk menurut kelompok dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Silando Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007

Nomor Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0-7 212 24,01

(39)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat pada kelompok umur 16-19 tahun yakni 223 jiwa dengan persentase sebesar 25,25 % dan yang terkecil adalah kelompok umur >40 tahun yakni 117 jiwa dengan persentase 13,26 %. Hal ini memberi indikasi bahwa ketersediaan tenaga kerja di Desa Silando relatif besar.

Keadaan penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Silando Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007

Nomor Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Pegawai Negeri Sipil 30 3,40

(Sumber : Kantor Kepala Desa Silando)

Tabel 6 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Silando sebagian besar adalah petani yaitu sebesar 93,20 %.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di Desa Silando dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Silando Kecamatan Muara

Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007

Nomor Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit) 1 Sarana Pendidikan

• SD 1

2 Sarana Komunikasi

• Pesawat TV 44

(40)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

• Polindes • Posyandu

1 1

5 Gereja 4

(Sumber : Kantor Kepala Desa Silando)

Dari keadaan sarana dan prasarana di Desa Silando maka dapat dilihat bahwa kebutuhan masyarakat masih belum dapat terpenuhi dengan baik seperti dibidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian.

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari tingkat pendidikan petani, tingkat kosmopolitan, lamanya bertani, frekuensi mengikuti penyuluhan, harga pupuk kimia dan total pendapatan petani yang memakai kompos dan yang tidak memakai kompos. Karakteristik dari kedua sistem penggunaan pupuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Kentang di Desa Silando Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007

No Karakteristik

4 Frekuensi Mengikuti Penyuluhan

25,27 20,73 16-30 10-30

5 Harga Pupuk Kimia 716.400 860.666,67 554.000-924.000

634.000-1.060.000

6 Total Pendapatan 24.727.993.33 14.439.253.33 21.210.000-27.471.500

12.340.000-18.177.600

(Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1)

a. Tingkat Pendidikan

(41)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

petani dalam hal menerima dan menyerap teknologi dan informasi untuk mengoptimalkan usahataninya. Dari tabel 7 diketahui bahwa rentang tingkat pendidikan formal antara petani yang menggunakan kompos dan petani yang tidak menggunakan kompos adalah sama yaitu antara 6-12 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa dari kedua jenis sampel memiliki rentang tingkat pendidikan yang sama tetapi berbeda pada rata-rata pendidikannya.

b. Tingkat Kosmopolitan

Petani yang memiliki kemauan untuk mengetahui informasi dari surat kabar, majalah, siaran radio, TV dan buku-buku pertanian, akan lebih mudah dalam menerapkan informasi baru. Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kosmopolitan petani yang memakai kompos adalah 34,80 dengan rentang 17-47. Sedangkan rata-rata tingkat kosmopolitan petani yang tidak memakai kompos adalah 29,27 dengan rentang 14-45. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kosmopolitan petani sampel yang memakai kompos lebih tinggi dibandingkan dengan petani sampel yang tidak menggunakan kompos.

c. Lama Bertani

(42)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

banyak dibandingkan dengan lama bertani petani sampel yang tidak menggunakan kompos.

d. Frekuensi Mengikuti Penyuluhan

Penyuluhan pertanian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk membantu petani beserta anggota keluarganya yaitu memperbaiki cara dan teknik berusahatani sehingga pendapatan petani meningkat. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata frekuensi mengikuti penyuluhan petani sampel yang memakai kompos adalah 25,27 dengan rentang 16-30. Sedangkan rata-rata frekuensi mengikuti penyuluhan petani sampel yang tidak memakai kompos adalah 20,73 dengan rentang 10-30. Sehingga dapat dikatakan bahwa frekuensi mengikuti penyuluhan petani sampel yang memakai kompos lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi mengikuti penyuluhan petani sampel yang tidak menggunakan kompos.

e. Harga Pupuk Kimia

(43)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

f. Total Pendapatan

(44)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Jumlah atau Persentase Petani Kentang yang Menggunakan

Kompos Selama Tiga Tahun Terakhir

Selama tiga tahun terakhir pelaksanaan penyuluhan pertanian terutama dalam hal pembuatan kompos berjalan dengan baik. Tetapi pada satu tahun terakhir terdapat penurunan jumlah petani kentang yang menggunakan kompos. Perkembangan jumlah petani kentang yang memakai kompos selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Jumlah Petani Kentang Pemakai Kompos di Desa Silando Selama Tiga Tahun Terakhir (Sumber : PPL Desa Silando)

(45)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

karena kurangnya modal petani dalam membeli kompos. Pada usahatani kentang yang diusahakan petani sampel di daerah penelitian, jumlah pemakaian pupuk kompos lebih besar dibandingkan jumlah pemakaian pupuk kimia. Oleh sebab itu, petani harus mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membeli pupuk tersebut. Walaupun petani percaya dan telah membuktikan bahwa pemakaian pupuk kompos pada usahatani dan pengurangan pupuk kimia dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, mereka tetap saja berada pada pendiriannya untuk tidak memakai kompos. Pupuk kompos yang selama ini digunakan diganti menjadi pemakaian pupuk kimia tetapi dengan menambah porsi pupuk kimia tersebut.

Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos di Desa

Silando

(46)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

kumulatif dilihat deviasinya menurut deviasi normal, sehingga diperoleh skor (nilai skala untuk masing-masing kategori jawaban), kemudian skor terhadap masing-masing pernyataan dijumlahkan.

Interpretasi terhadap skor masing-masing responden dilakukan dengan mengubah skor tersebut kedalam skor standart yang mana dalam hal ini digunakan model Skala Likert (Skor T). Dengan mengubah skor pada skala sikap menjadi skor T menyebabkan skor ini mengikuti distribusi skor yang mempunyai mean sebesar T=50 dan standart deviasi S=10. Sehingga apabila skor standart > 50, berarti mempunyai sikap yang positif. Jika skor standart ≤ 50, berarti mempunyai sikap negatif.

Sikap petani kentang terhadap teknologi pembuatan kompos di Desa Silando dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos di Desa Silando

No Kategori Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Positif 21 70

2 Negatif 9 30

Jumlah 30 100

(Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 7)

(47)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Hubungan Karakteristik Sosial Dengan Sikap Petani Kentang Terhadap

Teknologi Pembuatan Kompos

Faktor sosial ekonomi yang diduga berhubungan dengan sikap petani adalah tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, lamanya bertani, frekuensi mengikuti penyuluhan, harga pupuk kimia dan total pendapatan.

Untuk mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi petani kentang dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos maka dianalisis dengan

menggunakan analisis koefisien korelasi Rank Spearman dengan nilai = 0,05

dan n = 30.

Hubungan Tingkat Pendidikan Petani Kentang Dengan Sikapnya Terhadap

Teknologi Pembuatan Kompos

Cara berpikir seseorang akan dipengaruhi tingkat pendidikan yang dimilikinya dalam melakukan suatu aktifitas dalam kehidupannya sehari-hari. Demikian dengan petani kentang (sampel) ternyata 16,7 % berpendidikan SD, 30 % berpendidikan SMP dan 53,3 % berpendidikan SMA. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Hubungan Tingkat Pendidikan Petani Kentang dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

No Tingkat Pendidikan Sikap Petani Kentang Total Positif Negatif

1 0-6 4 (13,3) 1 (3,3) 5 (16,7)

(48)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

3 10-12 10 (33,3) 6 (20) 16 (53,3)

Jumlah 21 (69,9) 9 (30) 30 (100) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 8)

Tabel 11 menunjukkan 16 (53,3 %) orang petani sampel berpendidikan SMA (12 tahun) terdapat 10 (33,3 %) orang yang bersikap positif dan 6 (20 %) orang bersikap negatif. Petani sampel yang tingkat pendidikannya SD terdapat 4 (13,3 %) orang yang bersikap positif dan 1 (3,3 %) bersikap negatif. Sementara petani sampel yang tingkat pendidikannya SMP dominan bersifat positif (23,3 %).

Untuk melihat erat tidaknya hubungan tingkat pendidikan dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos maka dianalisis dengan menggunakan

Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,085 dan thitung = 0,454 serta ttabel = 2,048. Data ini menunjukkan bahwa thitung < ttabel. Hal ini

berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos.. Ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang dimiliki petani adalah pendidikan formal yang tidak ada kaitannya dengan usahatani kentang yang dikelolanya.

Hubungan Tingkat Kosmopolitan Petani Kentang Dengan Sikapnya

Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

(49)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Hubungan tingkat kosmopolitan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat ditunjukkan melalui perhitungan skor yang diperoleh dari 18 parameter. Setiap parameter skor terendah adalah 0 dan yang tertinggi adalah 4. Skor terendah untuk seluruh parameter adalah 0 dan yang tertinggi adalah 72. Tingkat kosmopolitan tersebut menggunakan tiga kriteria yaitu :

• Kriteria rendah dengan skor 0-23 • Kriteria sedang dengan skor 24-48 • Kriteria tinggi dengan skor 49-72

Untuk melihat hubungan faktor tingkat kosmopolitan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 12. Hubungan Tingkat Kosmopolitan Petani Kentang dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

No Tingkat (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 10)

Tabel 12 menunjukkan tidak ada petani kentang yang memiliki tingkat kosmopolitan yang tinggi. Pada tabel 10 menjelaskan bahwa 23 (76,7 %) orang petani sampel yang memiliki tingkat kosmopolitan sedang terdapat 18 (60 %) orang yang bersikap positif dan 5 (16,7 %) orang bersikap negatif. Petani sampel yang tingkat kosmopolitannya rendah terdapat 3 (10 %) orang yang bersikap positif dan 4 (13,3 %) orang bersikap negatif.

(50)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

dan thitung = 5,098 serta ttabel = 2,048. Data ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Hal ini berarti H1 diterima dan H0 ditolak, artinya ada hubungan tingkat kosmopolitan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos. Hal ini menunjukkan bahwa kemauan petani untuk mengetahui informasi dari berbagai media (surat kabar, majalah, radio, TV) dan seringnya melakukan perjalanan keluar daerah baik dalam hubungannya dengan pengelolaan usahatani ataupun tidak akan sangat mempengaruhi petani dalam menerapkan teknologi baru.

Hubungan Lama Bertani Petani Kentang Dengan Sikapnya Terhadap

Teknologi Pembuatan Kompos

Setiap orang belajar dari pengalaman tanpa menerima pengajaran secara formil. Pengalaman bertani tentu saja menambah wawasan petani dalam berusahatani dengan baik. Untuk mengetahui hubungan antara lama bertani dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13. Hubungan Lama Bertani Petani Kentang dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

No Lama Bertani Sikap Petani Kentang Total Positif Negatif

1 2-14 10 (33,3) 9 (30) 19 (63,3)

2 15-27 8 (26,7) 0 (0) 8 (26,7)

3 28-40 3 (10) 0 (0) 3 (10)

Jumlah 21 (70) 9 (30) 30 (100) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 9)

Untuk melihat erat tidaknya hubungan lama bertani dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos maka dianalisis dengan menggunakan

(51)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan lama bertani dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos.

Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan Petani Kentang Dengan

Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

Penyuluhan pertanian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk membantu petani beserta anggota keluarganya yaitu memperbaiki cara dan teknik berusahatani sehingga pendapatan petani meningkat. Hubungan frekuensi mengikuti penyuluhan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat ditunjukkan melalui perhitungan skor yang diperoleh dari 10 parameter. Setiap parameter skor terendah adalah 1 dan yang tertinggi adalah 4. Skor terendah untuk seluruh parameter adalah 10 dan yang tertinggi adalah 30. Frekuensi mengikuti penyuluhan petani tersebut menggunakan tiga kriteria yaitu :

• Kriteria rendah dengan skor 10-16 • Kriteria sedang dengan skor 17-23 • Kriteria tinggi dengan skor 24-30

Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi mengikuti penyuluhan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan Petani Kentang dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

No Frekuensi Mengikuti

(52)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Untuk melihat erat tidaknya hubungan frekuensi mengikuti penyuluhan dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,673 dan thitung = 4,823 serta ttabel = 2,048. Data ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Hal ini berarti H1 diterima dan H0 ditolak, artinya ada hubungan frekuensi mengikuti penyuluhan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos.

Data ini menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian secara rutin, terpadu dan berkesinambungan akan dapat membantu petani dalam mengadopsi suatu teknologi yang diberikan. Pemanfaatan teknologi tersebut dapat meningkatkan produktivitas, produksi dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani dan anggota keluarganya.

Hubungan Harga Pupuk Kimia Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi

Pembuatan Kompos

Harga pupuk kimia berhubungan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos. Hubungan harga pupuk kimia dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat ditunjukkan melalui penjumlahan harga pupuk kimia yang digunakan petani dalam usahataninya. Untuk mengetahui hubungan antara harga pupuk kimia dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.

Tabel 15. Hubungan Harga Pupuk Kimia dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

No Harga Pupuk Kimia Sikap Petani Kentang Total Positif Negatif

(53)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

3 Rp 892.000-1.060.000 4 (13,3) 5 (16,7) 30 Jumlah 21 (69,9) 9 (30,1) 30 (100) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 12)

Untuk melihat erat tidaknya hubungan harga pupuk kimia dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,125 dan thitung = 0,669 serta ttabel = 2,048. Data ini menunjukkan bahwa thitung < ttabel. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan harga pupuk kimia dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos. Hal ini disebabkan karena harga pupuk kimia dipasaran relatif stabil sehingga tidak menyusahkan petani.

Hubungan Total Pendapatan Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi

Pembuatan Kompos

Petani yang memiliki tingkat pendapatan usahataninya tinggi akan berusaha lagi mencari informasi dan melakukan inovasi baru agar produksi usahataninya lebih meningkat. Dan petani yang pendapatan usahataninya rendah akan lebih sulit dalam menerapkan inovasi baru. Tingkat pendapatan petani dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

• Pendapatan Rendah : Rp 12.340.000-17.383.800 • Pendapatan Sedang : Rp 17.383.800-22.427.600 • Pendapatan Tinggi :Rp 22.427.600-27.471.500

(54)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 16. Hubungan Total Pendapatan dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos

No Total Pendapatan Sikap Petani Kentang Total Positif Negatif

1 Rp 12.340.000-17.383.800 4 (13,3) 9 (30) 13 (43,3) 2 Rp 17.383.800-22.427.600 4 (13,3) 0 (0) 4 (13,3) 3 Rp 22.427.600-27.471.500 13 (43,3) 0(0) 13 (43,3)

Jumlah 21 (70) 9 (30) 30 (100) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 13)

Untuk melihat erat tidaknya hubungan total pendapatan dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan kompos maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,559 dan thitung = 3,573 serta ttabel = 2,048. Data ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Hal ini berarti H1 diterima dan H0 ditolak, artinya ada hubungan total pendapatan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos.

Biaya Produksi Usahatani Kentang Petani Pemakai Kompos dan Tidak

Pemakai Kompos

(55)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

biaya input produksi, biaya penyusutan dan total biaya produksi per Ha untuk usahatani kentang antara pemakai dan tidak pemakai kompos.

Tabel 17. Rata-rata Total Biaya Produksi Per Ha Usahatani Kentang Pemakai Kompos dan Tidak Pemakai Kompos

No Keterangan Pemakai Kompos

Tidak Pemakai Kompos 1 Rata-rata Biaya Input Produksi (Rp/Ha) 14.354.133,33 8.994.000,00 2 Rata-rata Biaya Penyusutan (Rp/Ha) 377.873,33 413.746,67 3 Rata-rata Biaya Tenaga Kerja 14.732.006,67 9.407.746,67 Rata-rata Total Biaya Produksi (Rp/Ha) 29.464.013,33 18.815.493,33 (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 28)

Dari Tabel 17 diatas dapat dilihat dengan jelas perbedaan rata-rata total biaya produksi (input) per Ha usahatani kentang antara pemakai dan tidak pemakai kompos. Rata-rata biaya input produksi per Ha usahatani kentang pemakai kompos adalah Rp 14.354.133,33/Ha sedangkan tidak pemakai kompos adalah Rp 8.994.000,00/Ha. Untuk rata-rata biaya penyusutan per Ha usahatani kentang pemakai kompos adalah Rp 377.873,33 sedangkan tidak pemakai kompos adalah Rp 413.746,67. Untuk rata-rata biaya tenaga kerja per Ha usahatani kentang pemakai kompos adalah Rp 14.732.006,67 sedangkan tidak pemakai kompos adalah Rp 9.407.746,67. Maka rata-rata total biaya produksi per Ha usahatani kentang pemakai kompos adalah Rp 29.464.013,33 sedangkan tidak pemakai kompos adalah Rp 18.815.493,33. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata total biaya produksi terbesar terdapat pada usahatani kentang petani pemakai kompos.

(56)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

1) Perbedaan penggunaan jenis dan harga input, seperti benih, tenaga kerja, pupuk, insektisida dan herbisida.

2) Perbedaan penggunaan dan harga alat-alat usahatani, seperti nilai penyusutan dari setiap alat.

Perbedaan dari biaya produksi tersebut yang paling berpengaruh adalah karena penggunaan pupuk. Petani yang menggunakan kompos mengeluarkan biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan petani yang hanya menggunakan pupuk kimia.

Analisis Perbedaan Biaya Produksi Usahatani Kentang Petani Pemakai

Kompos dan Tidak Pemakai Kompos

Untuk menganalisis perbedaan biaya produksi usahatani kentang petani pemakai kompos dan tidak pemakai kompos dilakukan dengan analisis uji beda rata-rata, dimana rata-rata biaya produksi dikonversikan per Ha dari setiap sampel kemudian diuji beda rata-rata (t-test), dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 18. Analisis Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi Per Ha Usahatani Kentang Pemakai Kompos dan Tidak Pemakai Kompos

Jenis Pemakai Teknologi Jumlah Sampel Rata-rata Total Biaya Produksi per Ha (Rp/Ha) Pemakai Kompos 15 29.464.013,33 Tidak Pemakai Kompos 15 18.815.493,33 t-hitung = 6,342

t-tabel = 2,048 = 0,05

(Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 28)

(57)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

tidak pemakai kompos dan secara uji statistik perbedaan biaya produksi itu nyata. Dengan demikian berarti ada perbedaan nyata biaya produksi antara usahatani kentang petani pemakai kompos dan tidak pemakai kompos.

Produktivitas Usahatani Kentang Petani Pemakai Kompos dan Tidak

Pemakai Kompos

Nilai produksi yang diperoleh petani dapat dikatakan baik jika tingkat dari produktivitas yang dicapai petani tinggi. Nilai produktivitas diperoleh dari pembagian antara produksi dengan luas lahan yang dikelola untuk komoditi tersebut.

Didaerah penelitian untuk kedua jenis sampel yaitu pemakai dan tidak pemakai kompos, perbedaan mendasar dari pengelolaan usahataninya terdapat pada pemakaian pupuk. Untuk jenis sampel yang memakai kompos, maka pemakaian pupuk kimia dikurangi, tetapi untuk jenis sampel yang tidak memakai kompos, pemakaian pupuk kimia menjadi bertambah dari ukuran seharusnya.

Berikut adalah nilai rata-rata produksi dan produktivitas untuk masing-masing usahatani kentang pemakai kompos dan tidak pemakai kompos didaerah penelitian.

Tabel 19. Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Usahatani Kentang Pemakai Kompos dan Tidak Pemakai Kompos

(58)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

Dari Tabel 19 diatas dapat dilihat bahwa total produksi usahatani kentang pemakai kompos adalah sebesar 197,3 ton sedangkan tidak pemakai kompos adalah 119,23 ton. Dari Tabel 19 tersebut juga dapat dilihat bahwa produktivitas usahatani kentang pemakai kompos adalah sebesar 26,30 ton/ha sedangkan tidak pemakai kompos adalah 15,89 ton/ha, sehingga selisih antara kedua jenis sampel tersebut adalah 10,41 ton/ha.

Perbedaan produktivitas hasil usahatani kentang ini salah satu faktornya disebabkan oleh perbedaan pemakaian pupuk pada usahatani. Pemakaian pupuk kompos dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas kentang. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Siagian (2006) yang menyatakan kompos yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehingga menjadi gembur dan juga dapat memperbaiki sifat biologi tanah yang selanjutnya membantu memperbaiki kesuburan tanah. Resultante dari perbaikan tersebut akan meningkatkan produksi tanaman yang diusahakan baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga usahatani yang dilakukan menjadi menguntungkan. Sedangkan pada usahatani kentang yang tidak menggunakan kompos, produksi yang dihasilkan akan berkurang. Hal ini disebabkan karena pemakaian pupuk kimia yang besar sehingga mengakibatkan kuantitas produksi kentang turun sampai 40 % dan juga kualitas yang dihasilkan tidak sebaik produksi kentang yang menggunakan kompos.

Analisis Perbedaan Produktivitas Usahatani Kentang Petani Pemakai

Kompos dan Tidak Pemakai Kompos

(59)

Irene S. : Sikap Petani Kentang Terhadap Teknologi Pembuatan Kompos (Studi Kasus : Desa Silando, Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara ), 2008.

USU Repository © 2009

analisis uji beda rata-rata. Uji beda rata-rata produktivitas dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.

Tabel 20. Analisis Uji Beda Rata-rata Produktivitas Usahatani Kentang Pemakai Kompos dan Tidak Pemakai Kompos

Jenis Pemakai Teknologi Jumlah Sampel Rata-rata Produktivitas

Pemakai Kompos 15 26,30

Tidak Pemakai Kompos 15 15,89 t-hitung = 11,100

t-tabel = 2,048 = 0,05

(Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 28)

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata produktivitas usahatani kentang petani pemakai kompos dan tidak pemakai kompos diperoleh t-hitung = 11,100 dan t-tabel = 2,048 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Secara nominal diketahui produktivitas usahatani kentang pemakai kompos lebih tinggi daripada tidak pemakai kompos dan secara uji statistik perbedaan produktivitas itu nyata. Dengan demikian berarti ada perbedaan nyata produktivitas antara usahatani kentang petani pemakai kompos dan tidak pemakai kompos. Sehingga hipotesis 4 yang menyatakan ada perbedaan produktivitas antara petani kentang yang menggunakan kompos dan yang tidak menggunakan kompos didaerah penelitian diterima.

Pendapatan Usahatani Kentang Petani Pemakai Kompos dan Tidak Pemakai

Kompos

Gambar

Tabel. 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005
Tabel. 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang Menurut Desa di Kecamatan Muara Tahun 2005
Tabel 3.Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Penggunaan Teknologi di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli
Tabel 4. Tata Guna Tanah di Desa Silando Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membatasi penelitian agar tidak keluar dari tujuan penulisan yang ingin dicapai, maka peneliti memberi batasan penelitian yaitu: hanya menjelaskan investasi Jepang

Penelitian lain yang dilakukan oleh Karlina (2011) tentang difusi inovasi listrik prabayar menyebutkan bahwa ada beberapa faktor seperti pendidikan, sosial,

Kondisi yang sama juga terjadi pada saat pasang menuju surut (gambar 7), yaitu arus bergerak menjauhi pantai menuju mulut teluk, hanya saja yang membedakan adalah nilai

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 dapat diketahui pada upaya pencegahan HIV/ADIS menunjukkan bahwa upaya pencegahan kategori tinggi yaitu 7 responden (14%),

Pelapukan atau transformasi kimiawi umunya merupakan proses yang menyertai proses pelapukan fisik dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam komposisi kimiawi maupun

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia yang berlimpah dan atas penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan dan

Rendahnya hasil belajar kognitif dalam pembelajaran IPA juga diduga disebabkan oleh faktor: (1) masih banyaknya permasalahan- permasalahan pembelajaran khususnya

Pas foto berwarna ukuran 4X6 cm sebanyak 4 (empat) lembar dengan warna latar belakang biru bagi yang memiliki tahun kelahiran genap dan warna latar belakang