• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

PENGARUH BERAT DAN WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH

SKRIPSI

NOVIANTY SYAH FITRI 040802047

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

PENGARUH BERAT DAN WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SKRIPSI

NOVIANTY SYAH FITRI 040802047

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH BERAT DAN WAKTU

PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH

Kategori : SKRIPSI

Nama : NOVIANTY SYAH FITRI

Nomor Induk Mahasiswa : 040802047

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Maret 2009

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

(DR. Pina Barus, MS) (Drs. Chairuddin, MSc)

NIP 130 872 292 NIP 131 653 992

Diketahui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(DR.Rumondang Bulan,MS) NIP 131 459 466

(4)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

PERNYATAAN

PENGARUH BERAT DAN WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2009

(5)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul : “PENGARUH BERAT DAN WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH”.

Penulis mengucapkan terima kasih sedalam – dalamnya kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis sayangi, ayahanda Syahduar dan ibunda Yurisma yang telah mengayomi, memberikan kasih sayang yang terhingga, dukungan moral dan material, serta kakak penulis Eka Diliana.

Dengan segala kerendahan hati penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Bapak DR. Pina Barus, MS selaku dosen pembimbing II yang telah mengarahkan penulis selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ibu DR. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS sebagai ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang turut memberikan pengarahan dan mensahkan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Yugia Muis, M.Si selaku dosen wali, Dekan Dan Pembantu Dekan

serta selutuh dosen dan staff Departemen Kimia FMIPA USU.

4. Sahabat – sahabatku : Mona, Atun, Ina, Tarra, Rina, Sari, Kiki, Yeni, Iva,

Wilda, Sri, Ridwan dan juga my best friend di kos : Mala dan Neni.

5. Seluruh asisten LIDA yang telah membantu : Via, Novrida, Dina, Rivan, Soni,

Ando, Fatma, Yani, Afrima, Widya, Hendi, Eko, Yuki, Reni, Deasy, dan Ani. 6. Seluruh temen – teman stambuk 2004 dan selruh adik – adik stambuk 2005,

2006, khususnya 2007.

7. Seluruh laboran : kak Via, Kak Mas, mas Gun, Ayu, bang Edi yang telah

membantu dalam penelitian.

(6)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu

penulis mangharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi agar dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca skripsi ini.

Medan, April 2009

Penulis

(7)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK

(8)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

THE INFLUENCE OF WEIGHT AND SOAKING TIME TO THE CAFFEINE OF TEA POWDER

ABSTRACT

(9)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Daftar Gambar xii

Bab 1 Pendahuluan

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1. Sejarah Teh 5

2.1.1. Nama Teh 6

2.1.2. Perkembangan Teh di Indonesia 6

2.2. Taksonomi Teh 6

2.2.1. Tanaman Teh 7

2.3. Jenis dan Pengolahan Teh 7

2.4. Komposisi Kimia Teh 9

2.4.1. Senyawa Alkaloid 10

(10)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

2.5. Farmakologi Kafein 11

2.6. Ekstraksi 12

2.7. Spektrofotometri 13

2.7.1. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visibel 13

2.7.2. Analisa Secara Spektrofotometri 14

2.7.3. Hukum Lambert-Beer 15

Bab 3 Bahan dan Metodologi Penelitian

3.1. Alat – alat 16

3.3.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Kafein 17

3.3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi 18

3.3.4. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh 18

3.4 Bagan Penelitian 19

3.4.1. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh 19

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil dan Pengolahan Data 20

4.1.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 20 4.1.2. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kafein 21 4.1.3. Penurunan Persamaan Garis Regresi 22

4.1.4. Perhitungan Koefisien Korelasi 23

4.1.5. Perhitungan Standar Deviasi 24

4.1.6. Penentuan Batas Deteksi 25

4.1.7. Penentuan Konsentrasi Kafein Pada Bubuk Teh 27

(11)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

Daftar Pustaka 31

Lampiran 33

(12)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Kimia Dalam 100 gram Teh 9

Tabel 4.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar Kafein

4 mg/L 20

Tabel 4.2. Data Absorbansi Larutan Standar Kafein Berbagai Konsentrasi

Pada Panjang Gelombang 273,5 nm 22

Tabel 4.3. Absorbansi Larutan Sampel Bubuk Teh 27 Tabel 4.4. Kadar Kafein Dari Bubuk Teh Dengan Variasi Berat Dan Waktu

(13)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Kafein 10

(14)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi setelah air. Diperkirakan tidak kurang dari 120 mL setiap harinya, teh dikonsumsi setiap orang. Pada dasarnya, teh diproses menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh hitam, dan teh oolong. Lebih dari tiga perempat teh di dunia atau 75% diolah menjadi teh hitam dan menjadi salah satu jenis yang paling digemari di Amerika, Eropa, dan Indonesia. Sisanya sebanyak 23% diolah menjadi teh hijau dan 2% diolah menjadi teh oolong.

Teh sudah dikenal sejak lama sebagai minuman dengan seribu khasiat yang menakjubkan. Seiring dengan perkembangan penelitian modern, teh terbukti bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan sebagai penyebab penyakit (Noni Soraya,

2007). Pada masyarakat pedesaan, seduhan teh yang kental biasa digunakan dalam usaha pertolongan awal pada penderita diare. Bahkan di daerah tertentu, seduhan teh diyakini bermanfaat sebagai obat kuat dan membuat awet muda (Arif Hartoyo, 2003). Hasil penelitian menunjukkan, teh jika dikonsumsi secara teratur dapat mencegah kanker, kolesterol, dan darah tinggi.

(15)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Kafein mudah larut dalam air panas, hampir semua sifat kafein yang

terkandung di dalam daun teh mudah larut, maka ketika teh diseduh selama 1-2 menit pertama semua kafein akan larut tanpa tannin. Akibat dari pembuatan teh yang singkat ini adalah, karena minuman yang telah dibuat tersebut memiliki tingkat kafein tinggi yang tidak lagi bertalian dengan tannin, maka dengan cepat kafein tersebut diserap tubuh saat teh tersebut dikonsumsi. Kafein juga memiliki rangsangan pada sistem saraf dan fungsi otak. (Stephen Fulder, 2004). Semakin lama teh direndam, maka kafein dalam teh akan semakin terekstrak sehingga terjadi oksidasi. Untuk mendapatkan teh yang lebih pekat dilakukan dengan menambahkan takaran daun teh, bukan dengan memperlama waktu penyeduhan (Sri Kumalaningsih, 2007)

Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari (Hardinsyah, 2008). Para ahli menyarankan 200-300 miligram konsumsi kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa. Tapi, mengonsumsi kafein sebanyak 100 miligram tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut tergantung pada kafein. Maksudnya, seseorang dapat mengalami gejala seperti rasa lelah, perasaan terganggu atau sakit kepala jika ia tiba-tiba berhenti mengonsumsi kafein (Siswono, 2008).

Keracunan kafein kronis, bila minum 5 cangkir teh setiap hari yang setara dengan 600 mg kafein, lama kelamaan akan memperlihatkan tanda dan gejala seperti gangguan pencernaan makanan (dispepsia), rasa lemah, gelisah, sukar tidur, tidak

nafsu makan, sakit kepala, pusing (vertigo), bingung, berdebar, sesak napas, dan kadang sukar buang air besar (Setiawan Dalimartha, 2002).

(16)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

1.2. Permasalahan

Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

1. Bagaimana pengaruh massa dan waktu penyeduhan teh terhadap perolehan kadar

kafein dari bubuk teh dengan cara ekstraksi pelarut.

2. Berapa massa optimum dan waktu penyeduhan optimum terhadap perolehan kadar

kafein dari bubuk teh.

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian ini saja, yaitu :

1. Penentuan kadar kafein dari bubuk teh dengan memvariasikan massa dari bubuk teh yaitu 1, 2, dan 3 gram serta waktu penyeduhan yaitu 2, 4, dan 6 menit.

2. Banyaknya air yang digunakan untuk menyeduh bubuk teh yaitu 150 mL setara dengan satu cangkir teh.

3. Bubuk teh yang digunakan adalah bubuk teh hitam yang biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat dengan membandingkan dua merk dagang yaitu teh sariwangi

dan teh bendera.

4. Pengukuran kadar kafein dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Visibel.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengaruh massa dan waktu penyeduhan terhadap perolehan

kadar kafein dari bubuk teh.

2. Untuk mengetahui massa optimum dan waktu penyeduhan optimum terhadap

(17)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

1.5. Manfaat Penelitian

Untuk dapat memperoleh dan memberikan informasi ilmiah tentang kadar kafein yang terdapat dalam secangkir teh dari cara menyeduh teh yang biasa dilakukan masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui takaran dalam menyeduh teh dan efek rangsangan yang dirasakan.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA), Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium

2. Pengambilan sampel bubuk teh dilakukan secara acak di pasaran daerah Padang Bulan.

3. Perolehan kafein dari bubuk teh dipisahkan dengan cara ekstraksi dimana sampel

diseduh dalam air panas. Kemudian disaring dan diekstraksi dengan kloroform, tiap-tiap perolehan kafein ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer UV Visibel.

4. Data pengukuran panjang gelombang maksimum dari kafein standard dan

(18)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Teh

Tanaman teh pertama kali ditemukan di daratan China. Diperkirakan di propinsi Szechwan. Daerah tersebut berbatasan dengan wilayah China bagian Barat Daya bagian Timur Laut India, Birma, Siam dan Indocina.

Ada beberapa versi dalam cerita legenda tentang pertama kali ditemukannya tanaman teh. Dalam salah satu legenda diceritakan bahawa dalam suatu perjalanannya ke hutan, seorang raja China menyempatkan diri untuk beristirahat melepas lelah. Sambil beristirahat mereka menjerang air untuk minuman, secara tidak terduga terbanglah sehelai daun dan masuk dalam air mendidih itu. Pada saat raja menghirup

minuman itu dirasakan sebagai suatu minuman yang cukup menyegarkan. Maka sejak itulah dikenal minuman teh di China. Masa itu bertepatan dengan masa sesudah pemerintahan dinasti Han, atau kira-kira tahun 221-265 sesudah masehi (Djiman dkk, 1996). Telah didokumentasikan bahwa di bawah kepemimpinan kaisar Han (202SM-1M), pohon teh ditanam secara independen oleh para biarawan.

(19)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

dengan ketatnya persaingan antar berbagai dermaga. Secara berangsur-angsur teh

menjadi bisa terjangkau oleh masyarakat kelas menengah. Meskipun demikian Inggris mengalami ‘demam teh’ lebih besar dibanding negara-negara lain.

2.1.1. Nama Teh

Nama asli teh di Asia semuanya hampir sama satu sama lain. Di Cina namanya ‘ch’a, di India ‘tsch’, di Jepang ‘cha’ dan di Rusia ‘caj’, dalam bahasa Inggris ‘tea’ dan dalam bahasa Jerman ‘tee’. Pada fase awal sejarah Eropa, minuman teh juga disebut ‘cha’ di Inggris, Belanda, dan Portugal. Pada akhir abad ke 17, kata ‘cha’ menjadi ‘tay’ dan tidak lama kemudian menjadi ‘tee’ dan ‘tea’ (Stephen Fulder, 2004).

2.1.2. Perkembangan Teh di Indonesia

Munculnya teh di Indonesia berawal ketika Dr. Andreas Cleyer, seorang berkebangsaan Belanda, yang membawa bibit tanaman teh untuk dijadikan tanaman hias pada tahun 1686. Mulai tahun 1728, bibit teh dari Cina mulai dibudidayakan di Pulau Jawa. Usaha tersebut baru berhasil pada tahun 1824, saat Dr. Van Siebold, yang meneliti teh di Jepang, mempromosikan bibit teh asal Jepang. Sementara perkebunan teh di Indonesia baru dimulai tahun 1828 dan dipelopori oleh Jacobson.

Teh kemudian menjadi komoditas yang menguntungkan. Dengan demikian, pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosch, rakyat dipaksa untuk menanam

teh melalui politik tanam paksa. Setelah Indonesia merdeka, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil pemerintah (Noni Soraya, 2007).

2.2. Taksonomi Teh

Kingdom : Plantae

(20)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis (L) (Djiman dkk, 1996)

2.2.1. Tanaman Teh

Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara manual, dan dapat tumbuh pada ketinggian 200 – 2.300 m dpl. Teh berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu Camellia sinensis var. Assamica yang berasal dari Assam dan Camellia sinensis var. Sinensis

yang berasal dari cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas Sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul.

Pohon kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu. Bila tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 – 10 m, dengan bentuk tajuk seperti kerucut. Batang tegak, berkayu, bercabang – cabang, ujung ranting dan daun muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6 – 18 cm, lebar 2 – 6 cm, warnanya hijau,permukaannya mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah 3 -4 cm, warnanya putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning, harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal, pecah menurut ruang, masih muda hijau, setelah tua cokelat kehitaman. Biji keras, 1-

3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan minuman teh. Perbanyakan dengan biji, setek, sambungan atau cangkokan (Setiawan Dalimartha, 2002).

2.3. Jenis dan Pengolahan Teh

(21)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin

dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Sementara, teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling atau penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi, yang memiliki karakteristik khusus dibandingkan teh hitam dan teh hijau (Arif Hartoyo, 2003)

2.3.1. Pengolahan Teh Hitam

Teh hitam terbaik di dunia dihasilkan di India (Assam, Darjeeling, dan Nilgiri), Sri Lanka (Ceylon), serta Cina. Di negara-negara barat, konsumsi tehnya lebih dari 80% menggunakan teh hitam. Khusus di Amerika, konsumsi teh jenis ini mencapai lebih dari 90%.

Cara pengolahannya, daun dirajang dan dijemur di bawah panas matahari sehingga mengalami perubahan kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut akan menyebabkan warna daun menjadi cokelat dan memberikan cita rasa teh hitam yang khas. Tahap-tahap pengolahan teh hitam sebagai berikut :

a. Pelayuan dalam ruangan

Pelayuan dalam ruangan dilakukan selama 12 – 18 jam. Selama proses pelayuan yang lama ini, kadar air daun berkurang dan menjadi lembut sehingga daun-daun mudah digiling.

b. Penggilingan

Penggilingan bertujuan agar membran daun hancur sehingga mengeluarkan minyak atsiri yang menimbulkan aroma yang khas.

c. Fermentasi penuh

Selama proses fermentasi, warna daun menjadi gelap dan sarinya menjadi kurang pahit. Proses fermentasi dihentikan saat aroma dan rasanya sudah maksimal.

d. Pengeringan

(22)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

e. Sortasi

Selama proses produksi, banyak daun teh robek atau remuk sehingga produk teh akhir terdiri atas daun utuh, daun robek, dan partikel-partikel yang lebih kecil (Noni Soraya, 2007).

2.4. Komposisi Kimia Teh

Teh mengandung sejenis antioksidan yang bernama katekin. Pada daun teh segar, kadar katekin bisa mencapai 30% dari berat kering. Teh hijau dan teh putih mengandung katekin yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung lebih sedikit katekin karena katekin hilang dalam proses oksidasi. Teh juga mengandung kafein (sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir), teofilin dan teobromin dalam jumlah sedikit

Daun mengandung kafein (2 – 3%), theobromin, theofilin, tannin, xanthine, adenine, minyak atsiri, kuersetin, naringenin, dan natural fluoride.

Tabel 2.1. Kandungan Kimia dalam 100 gram Teh

(23)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

(Setiawan Dalimartha, 2002).

2.4.1. Senyawa alkaloid

Di alam terdapat beberapa senyawa alkaloid santin, antara lain 1,3-dimetilsantin (theophillin), 3,7-dimetilsantin (theobromine) yang banyak terdapat dalam biji coklat dan 1,3,7-trimetilsantin (kafein) dalam kopi dan teh.

Kafein (1,3,7-trimetilsantin)

Gambar 2.1. Struktur kafein

Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol tidak terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilat

putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75) atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60oC) (Wilson and Gisvold, 1982).

Kafein merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, cokelat, kola dan beberapa minuman penyegar lainnya. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulan dan beberapa aktifitas biologis lainnya. Kandungan kafein dalam teh relatif lebih besar daripada yang terdapat dalam kopi, tetapi pemakaian teh dalam minuman lebih encer dibandingkan dengan kopi (Sudarmi, 1997).

(24)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Kafein berbentuk anhidrat. Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari

101,0% C8H10N4O2.

Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal, tidak berbau, rasa pahit. Larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus. Bentuk hidratnya mekar di udara.

Kelarutan agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

2.5. Farmakologi Kafein

Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat dapat menimbulkan diuresis, merangsang otot jantung dan melemaskan otot polos bronchus. Secara klinis biasanya digunakan berdasarkan khasiat sentralnya, meransang semua susunan sarafpusat mula-mula korteks kemudian batang otak, sedangkan medula spinalis hanya dirangsang dengan dosis besar (Sudarmi, 1997).

Dalam dosis standar antara 50 – 200 mg, kafein utamanya mempengaruhi lapisan luar otak. Pengaruh ini bisa mengurangi kelelahan. Dalam dosis yang lebih besar, pusat vasomotor dan pernafasan terpengaruh. Fakta menunjukkan hal ini pun tidak mempengaruhi tekanan darah karena pembuluh darah jantung dan

pembuluh-pembuluh darah yang ada di kulit dan ginjal terbuka secara simultan.

(25)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Selama masa hamil, jika terlalu sering overdosis kafein, lebih dari 600 mg per

hari, bisa berakibat gugurnya kandungan. Tetapi, jumlah kafein yang setara dengan angka di atas, maka harus mengkonsumsi teh sedikitnya 14 cangkir setiap hari dengan kanndungan kafein setinggi mungkin (Stephen Fulder, 2004

2.6. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan kimia yang paling lama. Penyediaan secangkir kopi atau teh termasuk termasuk rasa dari ekstraksi dan komponen bau dari dari masalah sayuran kering dengan air panas. Demikian juga dengan bahan-bahan wewangian dan banyak obat diisolasi secara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik.

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sebaiknya memiliki banyak sifat pengekstrakksian yang memuaskan. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak memecah substansi yang akan diekstraksi, memiliki titik didih yang rendah sehingga mudah dihilangkan, tidak bereaksi dengan pelarut, tidak mudah terbakar dan berbahaya, dan relatif tidak mahal (Fieser Williamson, 1983).

Metode dasar pada ekstraksi cair – cair adalah ekstraksi bertahap (batch), ekstraksi kontinyu. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi

kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada dua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan.

(26)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan

tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya, adalah zat terlarut yang dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Underwood, 1992).

2.7. Spektrofotometri

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, S.M, 2002).

2.7.1. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visibel

SR M SK D A VD Keterangan :

SR = Sumber Radiasi D = Detektor

M = Monokromator A = Amplifier atau penguat SK = Sampel Kompartemen VD = Visual Display atau meter

Spektrofotometri merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain :

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi, dan auksokrom

(27)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang

maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisa senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer.

4. Metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang

sangat kecil (Basset et al, 1994).

2.7.2. Analisa secara Spektrofotometri

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800nm (Abdul Rohman, 2007).

Suatu energi yang dikenakan terhadap suatu zat akan dapat diabsorbsi, ditransmisikan, dipantulkan ataupun dibiaskan oleh zat tersebut. Energi yang diabsorbsi suatu zat adalah sebanding dengan energi yang dibutuhkan untuk memungkinkan suatu perubahan dalam atom ataupun molekul zat tersebut, sehingga mengakibatkan hanya satu panjang gelombang dari energi tertentu yang dapat diabsorsi, sedangkan panjang gelombang yang tidak.

Apabila sinar polikromatik (sinar yang terdiri dari beberapa spektrum) dilewatkan melalui suatu larutan maka spektrum yang monokromatis diabsorbsi, sementara spektrum yang lain dilewatkan dari larutan. Besarnya absorbsi tergantung pada jarak yang dijalani oleh radiasi dan tabiat jenis zat molekul dalam larutan (Underwood, 1992).

2.7.3. Hukum Lambert-Beer

(28)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

• Sinar yang digunakan dianggap monokromatis

• Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang sama

• Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut.

• Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Abdul Rohman ,2007).

Kombinasi hukum Lambert-Beer dapat dituiskan dengan persamaan : It = Io . 10 – .b.c

atau It

log = A (absorbansi) Io

Sehingga A = . b . c

Atau dalam lain dapat dituliskan : A = a . b . c dimana A = absorbansi

= koefisien ekstingsi molar a = absorbsivitas

b = tebal medium pengabsorsi

(29)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

BAB III

BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat-alat

- Alat – alat gelas Pyrex

- Neraca Analitis Mettler Toledo

- Rotarievaporator Heidolph

- Spektrofotometer 1240 Shimadzu

- Hot plate Bibby

- Corong pisah - Bola Karet - Botol akuades - Pipet Volumetri

3.2. Bahan-bahan

- Bubuk teh sariwamgi - Bubuk teh bendera

- CaCO3 p.a. (E.Merck)

- Akuades

- Kloroform p.a. (E.Merck)

(30)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan

3.3.1.1. Larutan Standar Kafein 1000 mg/L

Ditimbang sebanyak 1,0000 gram kafein, dimasukkan ke dalam beaker glass, dilarutkan dengan akuades panas secukupnya, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

3.3.1.2. Larutan Standar Kafein 100 mg/L

Dipipet larutan standar kafein 1000 mg/L sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan diomogenkan.

3.3.1.3. Larutan Standar Kafein 10 mg/L

Dipipet larutan alikuot standar kafein 100 mg/L sebanyak 25 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

3.3.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Kafein

(31)

UV-Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Visible pada panjang gelombang 266 – 280 nm. Sebagai uji blanko digunakan

akuades.

3.3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dari larutan standar kafein 10 mg/L dipipet dengan tepat masing-masing 10, 15, 20, 25, 30, dan 35 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan, besarnya absorbansi dari masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Visible dengan panjang gelombang 273,5 nm. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali, sebagai uji blanko digunakan akuades.

3.3.4. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh

Sebanyak 1 gram bubuk teh dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambahkan 150 mL air panas kedalamnya, selanjutnya diseduh selama 2 menit sambil diaduk. Larutan teh panas disaring melalui corong dengan kertas saring ke dalam erlenmeyer, kemudian 1,5 gram CaCO3 dan larutan teh tadi dimasukkan ke

dalam corong pisah lalu diekstraksi sebanyak 4 kali, masing-masing dengan

(32)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

3.4. Bagan penelitian

3.4.1. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh

(33)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

UV-Vis pada = 273,5 nm

Catatan : Dilakukan hal yang sama untuk berat sebanyak 1 gram dengan waktu penyeduhan selama 4 dan 6 menit serta berat sebanyak 2 dan 3 gram

dengan waktu penyeduhan selama 2, 4, dan 6 menit.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pengolahan Data

4.1.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dari kafein dilakukan dengan menggunakan larutan kafein standar dengan kadar 4 mg/L dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 266 – 280 nm. Data dari absorbansi pengukuran panjang gelombang dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar Kafein 4 mg/L

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

266 0,3655

266,5 0,3712

267 0,3751

267,5 0,3823

(34)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

268,5 0,3933

4.1.2. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kafein

(35)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

gambar 2). Persamaan garis kurva kalibrasi dapat dihitung dari persamaan garis

regresi.

Tabel 4.2. Data Absorbansi Larutan Standar Kafein Berbagai Konsentrasi Pada Panjang Gelombang 273,5 nm

Konsentrasi Kafein (mg/L) Absorbansi

2,0 0,174

4.1.3. Penurunan Persamaan Garis Regresi

Setelah diperoleh hasil pengukuran absorbansi dari larutan standar kafein maka absorbansi dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar untuk mendapatkan kurva kalibrasi berupa garis linier. Selanjutnya persamaan garis regresi kurva kalibrasi

dihitung menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

(36)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

27,0 2,486 0 0,0002 17,5 0,1462 1,5983

Dimana harga X rata – rata :

X = =

= 4,5

Dimana harga Y rata – rata :

Y = =

= 0,4143

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan : Y = aX + b

Dimana : a = slope b = intersept

Nilai dapat ditentukan dengan :

a =

sehingga diperoleh nilai a :

a =

= 0,0913

Nilai diperoleh melalui substitusi nilai a ke dalam persamaan berikut : Y = aX + b

b = Y – aX

(37)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Maka persamaan garis regresi yang diperoleh :

Y = 0,0913X + 0,0034

4.1.4. Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dari persamaan kurva kalibrasi dapat ditunjukkan sebagai berikut :

r =

r =

= 0,9993

4.1.5. Perhitungan Standar Deviasi

Dengan mensubstitusikan nilai konsentrasi larutan standar (Xi) ke persamaan garis regresi maka diperoleh nilai Y yang baru ( ), seperti yang tercantum pada tabel :

No Xi Yi (Xi)2 |Yi - | (Yi – )2

1 2,0 0,174 0,1860 4 0,0120 0,0001

2 3,0 0,283 0,2773 9 0,0057 0,0000

3 4,0 0,384 0,3686 16 0,0154 0,0002

4 5,0 0,458 0,4599 25 0,0019 0,0000

5 6,0 0,547 0,5512 36 0.0042 0,0000

6 7,0 0,640 0,6425 49 0.0025 0,0000

27,0 2,486 2,4855 129 0,0417 0,0003

(38)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Sb =

Dimana,

=

=

= 0,0086

Sehingga diperoleh :

Sb =

= 0,0005

4.1.6. Penentuan Batas Deteksi

Batas deteksi dapat dihitung dengan persamaan : 3 Sb = Y – Yb

Y = 3 Sb + Yb

Dimana :

Y = sinyal pada batas kadar deteksi Sb = standar deviasi

Yb = intersept kurva kalibrasi

Persamaan kurva kalibrasi : Y = 0,0913X + 0,0034 , dimana Yb = 0,0034 dan Sb = 0,0005

Maka dengan mensubstitusi Yb dan Sb pada persamaan Y = 3 Sb + Yb diperoleh nilai batas deteksi :

Y = 3 Sb + Yb

(39)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

= 0,0049

Dengam mensubstitusi nilai Y pada persamaan : Y = 0,0913X + 0,0034 maka : 0,0049 = 0,0913X + 0,0034

X =

= 0,0164 mg/L

Jadi batas deteksi pengukuran kafein untuk penelitian ini adalah 0,0164 mg/L

4.1.6. Penentuan Konsentrasi Kafein Pada Bubuk Teh

Konsentrasi kafein dalam bubuk teh dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari pengukuran (tabel 4.3) terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Untuk bubuk teh Bendera dengan berat 1 gram dan waktu penyeduhan 2 menit Y = 0,5344

Dengan mensubstitusi Y terhadap persamaan garis regresi beri Y = 0,0913X + 0,0034, maka diperoleh :

X = = 5,8160

Konsentrasi kafein (b/b) =

=

(40)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Persentase (%) kafein dalam 1 g bubuk teh bendera = x 100% = 0,582%

Dengan cara yang sama dapat dihitung persentase (%) kafein di dalam bubuk teh Bendera dan Sariwangi untuk variasi berat 1; 2; 3 gram dan waktu penyeduhan 2; 4; 6 menit, dimana berat bubuk teh 1 gram dilakukan dengan pengenceran 10 kali dan berat bubuk teh 2 dan 3 gram dilakukan dengan pengenceran 50 kali. Data hasil pengukuran absorbansi larutan sampel bubuk teh dapat dilihat pada tabel 4.3 dan data hasil perhitungan kadar kafein dari bubuk teh dengan variasi berat dan waktu penyeduhan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.3. Absorbansi Larutan Sampel Bubuk Teh

(41)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

(42)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

3

2 25,3560 0,8452

4 26,3035 0,8768

6 27,0755 0,9025

4.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri, dimana terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang absorbsi maksimum dari kafein, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada berbagai konsentrasi kafein yaitu 2 mg/L sampai dengan 7 mg/L, selanjutnya pengukuran absorbansi larutan sampel bubuk teh dengan memvariasikan berat dan waktu penyeduhan serta penentuan konsentrasi kafein dari bubuk teh dengan menggunakan persamaan Least-Square.

Hasil yang diperoleh dari penentuan panjang gelombang absorbsi maksimum adalah 273,5 nm. Berdasarkan panjang gelombang absorbsi maksimum secara teori adalah 272 – 276 nm (Egan, 1981). Penentuan kadar kafein dalam bubuk teh

berdasarkan nilai absorbansi diperlukan kurva kalibrasi dari hubungan antara absorbansi yang terukur terhadap berbagai konsentrasi kafein standar. Persamaan garis kurva kalibrasi dapat dihitung dengan menggunakan metode Least – Square dimana persamaan garis regresinya adalah Y = 0,0913X + 0,0034.

(43)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

0,96%, dan 0,90%. Teh mengandung kafein sekitar 3% atau sekitar 40 mg per cangkir.

Para ahli menyarankan 200 – 300 mg konsumsi kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa (Siswono, 2008).

Dari hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan kadar kafein yang dipengaruhi oleh berat dan waktu penyeduhan. Semakin tingginya kadar kafein yang dipengaruhi oleh berat bubuk teh dan waktu penyeduhan dapat disebabkan oleh semakin banyak bubuk teh yang digunakan dan adanya penambahan kalsium karbonat sehingga kafein dihasilkan dalam basa bebas semakin banyak (Williamson, 1987).

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengaruh berat dan waktu penyeduhan terhadap kadar kafein adalah semakin banyak bubuk teh dan semakin lama waktu penyeduhan maka kadar kafein

akan semakin tinggi, yaitu diperoleh bahwa kadar kafein dari bubuk teh merek Bendera dengan berat 1 g, 2 g, dan 3 g serta waktu penyeduhan selama 6 menit adalah 0,62%, 1,01%, dan 0,91%. Selanjutnya kadar kafein dari bubuk teh merek Sariwangi dengan berat 1 g, 2 g, dan 3 g serta waktu penyeduhan selama 6 menit adalah 0,61%, 0,96%, 0,90%. Teh mengandung sekitar 3% atau sekitar 40 mg per cangkir.

2. Berat optimum dan waktu penyeduhan optimum diperoleh pada berat 2 gram dan waktu penyeduhan 6 menit dari bubuk teh Bendera.

(44)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Sebaiknya penelitian ini dilanjutkan dengan memvariasikan merek bubuk teh yang

lain dan juga variasi waktu penyeduhan yang lebih lama sehingga dapat diketahui kadar kafein setiap merek bubuk teh di dalam minuman dan juga dapat diketahui berat dan waktu penyeduhan optimum.

DAFTAR PUSTAKA

Aninomous.

Ault, Addison. 1987. Techniques and Experiments for Organic Chemistry. Fifth Edition. USA : Allyn and Bacon Inc.

Bassett, J, R, C. Denny G, H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Jakarta: EGC Kedokteran.

Dalimartha, Setiawan. 2002. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Egan, H. Kirk, R, S. Sawyer, R. 1981. Pearson’s Chemical Analysis of Foods. Eight Edition. London. Longman Scientific & Technical.

Fulder, Stephen. 2004. Khasiat Teh Hijau. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Dawud, Abu. Januari 2009.

Djiman. Soehardjo. Hartati, S. 1996. Teh. Sumatera Utara: PT. Perkenunan Nusantara IV.

Hardinsyah

(45)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Kenner, C,T. Busch, K,W. 1979. Quantitative Analysis. New York: Mac Millan Publishing Co.

Khopkar, S, M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Kumalaningsih, Sri. 2007. 28 Juni 2008.

Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analitik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siswono.

Soraya, Noni. 2007. Sehat & Cantik Berkat Teh Hijau. Depok: Penebar Swadaya.

Sudarmi. 1997. Kafein Dalam Pandangan Farmasi. Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU).

Underwood, A, L. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Williamson, Fieser. 1983. Organic Experiments. Sixth Edition. Canada: DC Heath & Company.

Williamson, K, L. 1987. Microscale Organic Experiment. Canada : DC Heath and Company

(46)
(47)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

(48)

Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository © 2009

Gambar

Tabel 4.4. Kadar Kafein Dari Bubuk Teh Dengan Variasi Berat Dan Waktu
Gambar 2. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi Kafein
Tabel 2.1. Kandungan Kimia dalam 100 gram Teh
Tabel 4.1. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar          Kafein 4 mg/L
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan kadar Bromheksin HCl dalam tablet dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang maksimum lebih kurang 249 nm, sesuai dengan prosedur dan alat

Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu per satu, semoga ALLAH SWT memberikan rahmat, ridho dan karunia-Nya

Setelah konsentrasi pada masing-masing sampel diketahui maka dilakukan perhitungan kadar kafein, dari perhitungan tersebut dapat diketahui perolehan kadar kafein dalam

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka metode spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang berganda dapat digunakan untuk melakukan penetapan

Apakah kadar parasetamol dan kafein dalam sediaan tablet yang ditentukan dengan metode panjang gelombang berganda secara spektrofotometri memenuhi persyaratan yang tercantum pada

3.3.8.2 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Beta Karoten Untuk penentuan panjang gelombang serapan maksimum beta karoten dilakukan pada konsentrasi 60 ppm dengan cara dipipet

Dengan metode Spektrofotometri Uv-Vis yang pertama sekali dilakukan Panjang gelombang maksimum dapat diperoleh dengan pengukuran absorbansi yang dilakukan pada rentang panjang gelombang

Semua hasil pengujian menunjukkan hasil positif + yang menandakan bahwa kedua sampel mengandung senyawa kafein.\ Uji Kuantitatif Kafein secara Spektrofotometri Ultraviolet Panjang