• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Bromheksin HCl Dalam Tablet Omelsovon Secara Spektrofotometri Ultraviolet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Bromheksin HCl Dalam Tablet Omelsovon Secara Spektrofotometri Ultraviolet"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR BROMHEKSIN HCl DALAM TABLET

OMELSOVON SECARA SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET

TUGAS AKHIR

OLEH: ALFIA RAHMI NIM 112410050

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

(2)

PENETAPAN KADAR BROMHEKSIN HCl DALAM TABLET

OMELSOVON SECARA SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: ALFIA RAHMI NIM 112410050

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR BROMHEKSIN HCl DALAM TABLET

OMELSOVON SECARA SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET

TUGAS AKHIR

Oleh:

ALFIA RAHMI NIM 112410050

Medan, April 2014 Disetujui

Dosen Pembimbing,

Drs. Rasmadin Mukhtar, MS, Apt. NIP 194909101980031002

Disahkan Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah: “Penetapan Kadar Bromheksin HCl Dalam Tablet Omelsovon Secara Spektrofotometri Ultraviolet” yang dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kedua orang tua, Ayahanda Syamsul Bahri dan Ibunda Rosmawati tercinta serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil, motivasi, dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis telah mendapatkan banyak bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, MS, Apt., yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

(5)

5. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suandi, M.M., Apt selaku Kepala BBPOM di Medan yang telah memberi izin pelaksanaan PKL.

6. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., selaku Koordinator Pembimbing PKL di BBPOM di Medan.

7. Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang telah membantu selama melaksanakan PKL.

8. Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2011, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2014 Penulis,

(6)

PENETAPAN KADAR BROMHEKSIN HCL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Abstrak

Bromheksin HCl adalah ekspektoran yang telah lama digunakan untuk pengobatan batuk. Bromheksin HCl bekerja dengan meningkatkan jumlah lendir dan mengurangi kekentalannya.

Dalam perdagangan, biasanya Bromheksin HCl diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet dengan dosis 8 mg untuk setiap tablet. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet Omelsovon yang beredar dipasaran sesuai persyaratan yang tertera pada Farmakope Cina 2005.

Penentuan kadar Bromheksin HCl dalam tablet dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang maksimum lebih kurang 249 nm, sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan dilaboratorium obat Badan Pengawas Obat dan Makanan diMedan.

(7)

DAFTAR ISI

2.3.1 Pengertian dan Fisiologi Batuk ... 4

2.3.2 Jenis-Jenis Batuk ... 5

2.3.3 Pengobatan Batuk ... 5

2.3.4 Penggolongan Obat Batuk ... 5

(8)

2.4 Bromheksin HCl ... 8

2.5.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet... 10

2.5.2 Hukum Lambert beer ... 13

2.5.3 Peralatan Spektrofotometri ... 13

BAB III METODE PENGUJIAN ... 16

3.3.3 Pembuatan Larutan Blanko ... 18

3.3.4 Perhitungan Kadar ... 18

3.3.5 Persyaratan ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

(9)

4.2 Pembahasan ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Data sampel dan baku pembanding BPFI ... 25 Lampiran 2 Hasil pengujian penetapan kadar Bromheksin HCl dalam

sediaan tablet dengan Spektrofotometri Ultraviolet ... .... 27 Lampiran 3. Gambar seperangkat alat spektrofotometri UV-Vis ... 28 Lampiran 4. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum baku

Pembanding Bromheksin HCl secara spektrofotometri

UV ... 29 Lampiran 5. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum

Bromheksin HCl 1 secara spektrofotometri UV ... 30 Lampiran 6. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum

(12)

PENETAPAN KADAR BROMHEKSIN HCL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Abstrak

Bromheksin HCl adalah ekspektoran yang telah lama digunakan untuk pengobatan batuk. Bromheksin HCl bekerja dengan meningkatkan jumlah lendir dan mengurangi kekentalannya.

Dalam perdagangan, biasanya Bromheksin HCl diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet dengan dosis 8 mg untuk setiap tablet. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet Omelsovon yang beredar dipasaran sesuai persyaratan yang tertera pada Farmakope Cina 2005.

Penentuan kadar Bromheksin HCl dalam tablet dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang maksimum lebih kurang 249 nm, sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan dilaboratorium obat Badan Pengawas Obat dan Makanan diMedan.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (pencegahan), diagnosa (mengetahui penyakit), terapi (pengobatan) dan rehabilitasi (pemulihan) terhadap suatu penyakit pada manusia maupun hewan. Zat aktif yang dipergunakan sebagai obat terlebih dahulu dibuat dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria dan salep (Jas, 2004).

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapi yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang dikandung harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam farmakope indonesia atau buku standar lainnya (Ditjen POM, 1979).

(14)

Penetapan kadar Bromheksin HCl digunakan secara spektrofotometri ultraviolet karena memiliki gugus kromofor, mudah digunakan, penggunaannya cepat dan murah, dan terandalkan memberikan presisi yang baik untuk melakukan pengukuran kuantitatif obat-obat dalam formulasi (Watson, 2007).

Cara spektrofotometri merupakan cara yang tertera pada Farmakope Cina 2005 dan mempunyai panjang gelombang serapan maksimum 249 nm. kadar dari Bromheksin HCl pada sediaan tablet adalah tidak kurang dari 93% dan tidak lebih dari 107%.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memastikan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Cina 2005.

1.3 Manfaat

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat

2.1.1 Definisi Obat

Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, bila digunakan salah dalam pengobatan atau overdosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek penyembuhan (Anief, 2007).

2.2 Tablet

2.2.1 PengertianTablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (Ditjen PM, 1995)

2.2.2 Komponen Tablet

Komponen dalam formulasi tablet adalah zat aktif dan zat tambahan. Zat tambahan pembuatan tablet antara lain:

(16)

b. Zat pengembang: pati terigu, pektin, agar, CMC, dan lain-lain

c. Zat pengikat: sakarosa, glukosa, pati terigu, gelatin, gom arab dan lain-lain d. Zat pelicin : Mg-stearat, asam stearat, lemak, parafin cair, bahan lain yang

cocok (Jas, 2004). 2.2.3 Syarat-syarat Tablet

Menurut Farmakope Edisi III persyaratan tablet sebagai berikut: a. Memenuhi keseragaman ukuran

b. Memenuhi keseragaman bobot c. Memenuhi keseragaman zat brkhasiat d. Memenuhi waktu hancur

e. Memenuhi waktu larut

2.3 Batuk

2.3.1 Pengertian dan Fisiologi Batuk

Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa bagian dari tenggorokan. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi (Halim,1996).

Batuk berperan sebagai pertahanan tubuh dalam menghadapi penyakit atau radang pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh lendir (riak). Pengobatan terhadap batuk yang paling tepat adalah mengobati atau menghilangkan

(17)

2.3.2 Jenis-Jenis Batuk

1. Batuk produktif

Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-zat asing ( kuman, debu dan sebagainya ) dan dahak dari batang tenggorokan. Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan.

2. Batuk Non Produktif

Bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan atau memang pengeluarannya memang tidak mungkin. Batuk jenis ini tidak ada manfaatnya, maka haruslah dihentikan (Tan dan Kirana, 1987).

2.3.3 Pengobatan Batuk

Terapi batuk hendaknya dimulai dengan mencari penyebab batuk dan mengobati penyebabnya. Misal pemberian antibiotik terhadap infeksi bakterial dari saluran pernafasan kemudian dilakukan pertimbangan apakah perlu dilakukan terapi guna menghilangkan atau mengurangi gejala batuk.

2.3.4 Penggolongan Obat Batuk

Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit batuk disebut antitusif. Menurut Sartono, obat ini dapat dibagi kedalam tiga golongan berdasarkan daya kerjanya, yaitu yang menekan batuk, sebagai ekspektoran, dan mukolitik.

A.Obat Penekan Batuk

(18)

bensilalkohol, dan garam fenolyang digunakan dalam bentuk tablet isap (lozenge). Obat-obat ini hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk karena gangguan pada saluran pernapasan bagian bawah.

Obat penekan batuk yang bekerja secara sentral, bekerja menekan batuk dengan cara meningkatkan ambang batas rangsang yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk. Dari golongan obat yang menekan batuk secara sentral dibagi dua golongan, yaitu narkotik dan non-narkotik. Dari golongan non-narkotik yang dijual bebas antara lain dekstrometorfan HBr dan noskapin, juga difenhidramin HCl yang sebetulnya termasuk golongan obat antihistaminika.

B. Ekspektoran

Ekspektoran meningkatkan jumlah cairan sehingga lendir menjadi encer dan juga merangsang pengeluaran lendir dari saluran pernapasan. Obat-obat yang bekerja sebagai ekspektoran antara lain Amonium Klorida, Kalium atau Natrium Iodida, Sukus Liquiritae, Gliseril Guaiakolat, Kalium Sulfoguaiakolat, Minyak Anisi, Minyak Timi, dan Bromheksin.

(19)

C. Mukolitik

Mukolitik adalah obat yang digunakan dalam obat batuk yang bekerja dengan cara mengurangi kekentalan lendir. Air dan larutan garam isotonis juga merupakan obat yang bekerja mukolitik. Obat mukolitik yang biasa digunakan dalam obat batuk ialah asetilsistein dan karboksimetilsistein. Obat batuk yang mengandung asetilsistein atau karboksimetilsistein, didapat dengan resep dokter (Sartono, 1993).

Sedangkan menurut Moh Anief obat batuk dibagi dalam 2 golongan besar yaitu: .

A. Ekspektoransia

Mempertinggi sekresi dari saluran pernapasan dan atau mencairkan riak sehingga mudah dikeluarkan. Ekspektoransia dibagi dalam dua keompok:

a. Zat-zat pencair riak (bronchial secretolytic) = Mukolitik

b. Zat- zat pengeluar riak (bronchial secretomotoric), contohnya: Ammonii Chloridum, Bromheksin Hydrochloridum, Glycerilis Guaiacolas, Ipecacuanhae radix, Kaii sulfoguaiacolas, Kaii iodidum. B. Zat-zat pereda batuk

Zat-zat ini mengerem rangsang batuk, dan titik tangkapnya dapat sentral, dapat perifer. Zat peteda batuk sentral (zat pengerem rangsang batuk).

a. Codeinum dan garamnya (narkotik)

b. Aethylmorphini Hydrochloridum (narkotik) c. Opii pulvis compositus (narkotik)

(20)

f. Clofedanolum

g. Dextromethorphani Hydrobromidum Zat pereda batuk perifer:

a. Benzonatatum b. Natrii Dibunas 2.3.5 Penyebab Batuk

Refleks batuk dapat timbul akibat radang (infeksi saluran pernafasan), alergi(asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru-paru), perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Penyebab utama batuk adalah infeksi virus misalnya influenza, selesma, dan radang pada cabang serta hulu tenggorokan. Penyebab lain dari batuk antara lain peradangan pada paru-paru, tumor dan juga akibat dari suatu efek samping obat (Tan dan Kirana, 1978)

2.4 Bromheksin HCl

2.4.1 Uraian Bromheksin HCl

(21)

2.4.2 Struktur Bromheksin HCl

HCl

(Gambar I : Struktur Bromheksin HCl) Rumus molekul : C14H20Br2N2.HCl

Nama Kimia : 2-Amino-3.5-dibromobenzyl (cyclohexyl) methylamine hydrochloride.

Pemerian : Serbuk kristal warna putih atau hampir putih.

Kelarutan : Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan kloroform (Anonim, 2014)b.

2.4.3 Farmakologi

Bila digunakan perinhalasi efeknya sudah tampak setelah 20 menit, sedangkan bila peroral baru setelah beberapa hari dengan berkurangnya rangsangan batuk. Resorpsinya dari usus baik, mulai kerjanya per oral sesudah k.l. 5 jam, sedangkan sebagai inhalasi sesudah 15 menit. Dalam hati zat ini dirombak praktis tuntas menjadi a.l. metabolit aktif ambroxol (Ambril, Mucopect), yang juga digunakan sebagai mukolitikum (Tan dan Kirana, 1978).

2.4.4 Efek Samping

(22)

2.4.5 Interaksi Obat

Antibiotik (Amoxicillin, Cefuroxime, Doxycycline) : penggunaan bersama dengan Bromheksin akan menyebabkan peningkatan konsentrasi antibiotik di jaringan paru (Anonim, 2014)a.

2.4.6 Dosis Obat

Oral 3-4 dd 8-16 mg (Klorida), anak-anak 3 dd 1,6-8 mg, tergantung dari usia (Tan dan Kirana, 1978).

2.5 Spektrofotometri

2.5.1 Teori Spektrofotometri ultraviolet

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia, teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, Sinar inframerah dekat 800-3000 nm, dan daerah serapan atom 2,5-40 μm atau 4000-250/cm (Ditjen POM, 1995).

(23)

radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi khas yang diabsorbsi oleh molekul adalah absorban yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar pemeriksaan kuantitatif (Satiadarma dkk, 2004).

Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaanya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya sampai 20 μg/ml,tetapi untuk senyawa

yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor (Satiadarma dkk, 2004).

(24)

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorbsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron terkonyugasi menyebabkan transisi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma dkk, 2004).

Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel.

Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding, lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dari kondisi pengujian yang sama. Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan pelarut yang sama, harus sama. Jika tidak harus dilakukan koreksi yang tepat. Toleransi bagi tebal kuvet yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm. Kuvet harus dibersihkan dan diperlakukan dengan hati-hati (Ditjen POM, 1995).

2.5.2 Hukum Lambert-Beer

(25)

hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004), yang ditulis Watson (2009) sebagai berikut:

Log I0/It = A = εbc

Dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk; It adalah intensitas radiasi yang di transmisikan; A dikenal sebagai absorbans dan merupakan ukuran jumlah cahaya yang diserap oleh sampel; ε adalah tetapan yang dikenal sebgai koefisien ekstingsi molar dan merupakan absorbans larutan 1 M analit tersebut; b adalah panjang jalur sel dalm cm, biasanya 1 cm; dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter. Dalam produk farmasi, konsentrasi dan jumlah biasanya dinyatakan dalam gram atau milligram dan bukan dengan mol sehingga untuk keperluan analisis produk ini, hukum Lambert-Beer ditulis dalam bentuk:

A = A (1%, 1 cm) bc

A adalah absorbans yang diukur; A (1%, 1 cm) adalah absorbans larutan 1% b/v (1g/100ml) dalam suatu sel berukuran 1 cm; b adalah panjang jalur dalam cm (biasanya 1 cm); c adalah konsentrasi sampel dalam 1g/100ml.

2.5.3 Peralatan Spektrofotometri

Menurut Khopkar (1990), suatu spektrofotometri tersusun dari :

1. Sumber, sumber yang biasa digunakan untuk daerah UV adalah lampu deuterium pada panjang gelombang 190-350 nm.

(26)

3. Sel absorpsi, untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adala 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. 4. Detektor, ini berperan dalam memberikan respons terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang, mempunyai kepekaan yang tinggi, dan juga mempunyai kestabilan yang cukup lama.

Menurut Rohman dan Sudjaji (2007), hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri ultraviolet adalah:

a. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

b. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus.

c. Pembacaan absorbsi sampel atau cuplikan

(27)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1Tempat dan Waktu Pengujian

Pengujian penetapan kadar Bromheksin HCl pada tablet Omelsovon dilakukan di Laboratorium obat, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan, Jalan Willem Iskandar, Pasar V Barat I No. 2 Medan pada tanggal 11 Maret 2014.

3.2Alat

Alat yang digunakan adalah aluminium foil, batang pengaduk, beaker glass,

botol aquadest, bola karet, gelas ukur, shimadzu hp laserjet, kertas perkamen,

labu tentukur 50 ml, labu tentukur 25 ml, mortir dan stamper, pipet tetes, pipet

volume, spatula, timbangan analitik, ultrasonic cleaner bransonic B-2000, corong

penyaring.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquadest, baku pembanding Bromheksin HCl

BPFI, etanol.

3.4Sampel

(28)

3.5Prosedur

Prosedur yang digunakan adalah sesuai dengan yang diterapkan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) Medan dengan acuan Farmakope cina 200 3.5.1 Penetapan Kadar

1. Menentukan panjang gelombang maksimum

Ditetapkan panjang gelombang maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu dan selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi larutan uji.

Sesuai Farmakope Cina 2005 untuk Bromheksin HCl ditetapkan bahwa panjang gelombang yang digunakan adalah 249 nm.

2. Pembuatan Kurva baku atau Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk melihat hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi (C), untuk membuat persamaan garis regresi dan untuk menentukan konsentrasi pengukuran zat uji. Pembuatan kurva kalibrasi diupayakan menghasilkan harga absorbansi (A) dalam rentang 0,2-0,8 atau biasanya 0,2-0,65. Tapi pada pengujian ini tidak dilakukan kurva kalibrasi karena menggunakan single point methode, dimana konsentrasi baku dan uji harus sama.

3. Pembacaan absorbsi sampel atau cuplikan

(29)

3.5.2 Pembuatan Larutan Sampel

Ditimbang 20 tablet Omelsovon (mengandung 8 mg Bromheksin HCl

pertablet). Digerus sampai halus. Timbang serbuk setara 10 mg (perhitungan lihat

didalam lampiran). dimasukkan kelabu tentukur 50 ml. Ditambahkan etanol 25

ml, disonifikasi selama 15 menit, dinginkan, ditambahkan lagi etanol sampai garis

tanda, dihomogenkan. Dipipet 5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml,

ditambahkan etanol sampai garis tanda.

3.5.3 Pembuatan Larutan Baku

Timbang bromheksin HCl BPFI sebanyak 5 mg, dimasukkan kedalam labu

tentukur 25 ml lalu ditambahkan sedikit etanol, disonifikasi, ditambahkan etanol

sampai garis tanda. Dipipet 2 ml kedalam labu tentukur 20 ml, ditambahkan

dengan etanol sampai garis tanda.

3.5.4 Perhitungan Kadar

Perhitungan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: K =��

Au : Area uji (absorbansi uji)

Ab : Area baku (absorbansi baku)

Bb : Bobot baku

Br : Bobot rata-rata sampel uji

Ke : Kadar etiket pada baku BPFI

Fu : Faktor pengenceran uji

(30)

3.5.5 Persyaratan

Persyaratan: tablet Omelsovon mengandung Bromheksin HCl tidak kurang dari 93% dan tidak lebih dari 107% dari jumlah yang tertera pada etiket

(Farmakope Cina , 2005).

(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penetapan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet Omelsovon secara spektrofotometri ultraviolet , diperoleh kadar sebagai berikut (dilihat pada tabel 4.1).

Tabel 4.1 Kadar Bromheksin HCl dalam tablet Omelsovon No. Berat serbuk (g) Absorbansi uji (Au) Kadar %

1. 194,0 mg 0,5632 101,96%

2. 196,4 mg 0,5542 99,11%

3. 196,6 mg 0,5639 100,73%

Rata-rata 100,53%

Kadar Bromheksin HCl dalam tablet Omelsovon adalah memenuhi persyaratan Farmakope Cina 2005.

4.2 Pembahasan

(32)

Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang jauh dari panjang gelombang yang didapatkan dari percobaan dengan literatur. Untuk absorbansi hasil dari fotometrik baku dengan konsentrasi 0.0200 mg/ml adalah 0.5437, dan pada sampel dengan tiga kali penimbangan berturut-turut absorbansinya adalah 0.5632, 0.5542 dan 0,5639. Dengan data ini diperoleh kadar sesuai dengan kadar yang ditetapkan di Farmakope Cina 2005 yaitu berada pada kisaran 93%-107%.

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan kadar secara spektrofotometri ultraviolet, diketahui kadar Bromheksin HCl dalam sampel tablet Omelsovon adalah 100,53%. Dalam hal ini sampel memenuhi persyaratan, karena kadar Bromheksin HCl yang ditetapkan Farmakope cina 2005 persyaratannya adalah mengandung Bromheksin HCl tidak kurang dari 93% dan tidak lebih dari 107% dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2007). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Anonim.(2014)a.

tanggal 16 April 2014.

Anonim.(2014)b

Cairns, D. (2004). Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. Halaman 151-152.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 8.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4, 402

Halim, D. (1996). Batuk. Jakarta: Universitas Trisakti. Hal. 10.

Jas, A. (2004). Perihal Obat Dengan Berbagai Bentuk Sediaan. Medan: USU

Press. Halaman 2-3, 25

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Halaman 225-227

Pharmacopeia of the People’s Republic of China. (2005). vol II. Hal 112

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 246.

Rohman, A dan Sudjaji. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sartono. (1993). Apa yang sebaiknya anda ketahui tentang Obat-Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Satiadarma, K., dkk. (2004). Azas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi 1. Surabaya: Airlangga University Press.

(35)
(36)

Lampiran 1. Data Sampel dan Baku Pembanding Bromheksin HCl BPFI Data Sampel

Nama contoh : Tablet Omelsovon No Reg : DTL.0616909210A1

Komposisi : Mengandung 8 mg Bromheksin HCl

Baku Pembanding BPFI Bromheksin HCl No.Kontrol : 9569,805

Kadar : 99,3%

Susut pengeringan : 0%

Berat baku yang ditimbang : 4,949 mg

(37)

Lampiran 2. Hasil pengujian penetapan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet dengan Spektrofotometri Ultraviolet

Tablet mengandung 8 mg Bromheksin HCl Jumlah 20 tablet = ����ℎ���−����ℎ����

20

=

3,2547−0,1455

20 = 0,15546 g

Ditimbang serbuk setara 10 mg = 10

8 x 0,15546 g = 0,1943 g

Data penimbangan sampel sebagai berikut: Sampel 1

(38)

=

0,5632

Kadar Bromheksin rata-rata =

KadarBromheksin1+KadarBromheksin2+KadarBromheksin3

3

= 101,96%+99,11%+100,73%

3

= 100,535 %

(39)

Lampiran 3

(40)

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding Bromheksin HCL Secara Spektrofotometri UV

A

(41)
(42)

Gambar

Tabel 4.1 Kadar Bromheksin HCl dalam tablet Omelsovon
Tablet mengandung 8 mg Bromheksin HCl
Gambar seperangkat alat spektrofotometri UV-Vis

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KADAR NATRIUM DIKLOFENAK DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET..

Metode penelitian yang dilakukan adalah pengambilan sampel yang mengandung bromazepam dan ditentukan kadarnya dengan menggunakan metode spektrofotometri UV, dengan panjang

Spektra hasil penentuan panjang gelombang maksimum senyawa derivat hasil reaksi antara larutan baku heptaminol HCl kadar 10 µg/ml dengan agen penderivat OPA. * = absorbansi

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Campuran Rifampisin dan Isoniazid dalam Sediaan Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Metode Panjang Gelombang Berganda.. Dengan

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melakukan penetapan kadar domperidone secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut metanol untuk menentukan apakah sediaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet metode

diukur serapan dari masing-masing pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl panjang gelombang 200 - 400 nm..

pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada.. daerah