• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Sifat Kimia Tanah Inceptisol Dan Entisol Pada Tanah Sawah Dengan Teknik Budidaya Konvensional Dan Organik Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Sifat Kimia Tanah Inceptisol Dan Entisol Pada Tanah Sawah Dengan Teknik Budidaya Konvensional Dan Organik Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL DAN ENTISOL PADA TANAH SAWAH DENGAN TEKNIK BUDIDAYA KONVENSIONAL DAN ORGANIK

DI KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH:

TOMI EKA PUTRA G 050303011 ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL DAN ENTISOL PADA TANAH SAWAH DENGAN TEKNIK BUDIDAYA KONVENSIONAL DAN ORGANIK

DI KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH:

TOMI EKA PUTRA G 050303011 ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL DAN ENTISOL PADA TANAH SAWAH DENGAN TEKNIK BUDIDAYA KONVENSIONAL DAN ORGANIK DI KABUPATEN DELI SERDANG

Nama : Tomi Eka Putra G

Nim : 050303011

Jurusan : Ilmu Tanah

Minat Studi : Konservasi Tanah dan Air

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Posma Marbun, MP)

Ketua Anggota

(Ir. Razali, MP)

(Ir. Bintang Sitorus, MP)

Penguji Penyaksi

(4)

ABSTRAK

Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang merupakan Kecamatan yang terkenal akan hasil produksi pertanian organiknya meskipun belum seluruh petani di dua kecamatan ini beralih ke teknik pertanian organik. tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik di Kabupaten Deli Serdang, agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari teknik budidaya yang mereka gunakan terhadap tanah dan produksi padi sawah. Adapun metode yang digunakan adalah metode Survey. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada dua kedalaman tanah yaitu pada kedalaman 0-20 cm, dan lapisan bawah pada kedalaman 20-40 cm. yang diambil dengan metode sistematik (sistem zig-zag). Setiap satu sampel tanah merupakan perwakilan dari 10 titik sampel tanah yang telah dikompositkan terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 1 kg.

Dari hasil analisis Laboratorium nilai C-organik tertinggi terdapat pada kedalaman 20-40 cm, great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (3.87 %) dan nilai C-oraganik terendah terdapat pada great group Tropaquepts dengan teknik budidaya organik (0.21 %). Nilai N-total tertinggi terdapat pada great group Hydraquents dengan kedalaman 20-40 cm pada teknik budidaya konvensional dan pada great group Fluvaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.15 %. Nilai N-total terendah terdapat pada great group Fluvaquents dan Tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya konvensional yaitu 0.1 %. Nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 10.81 ppm. Nilai P-tersedia terendah terdapat pada great group tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.2 ppm. Nilai K-dd tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.28 me/100 g. Nilai K-dd terendah terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.43 me/100 g. Nilai KTK tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 32.28 me/100 g. Nilai KTK terendah terdapat pada great group Tropaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 15.22 me/100 g.

(5)

ABSTRACT

District Sub Pantai Labu and District Sub Beringin, Deli Serdang regency is famous for District organic agricultural production although not all farmers in the two districts are switching to an organic farming techniques. purpose of this study was to investigate the chemical properties of soil Entisol and Inceptisol in paddy soils with conventional and organic farming techniques in Deli Serdang district, so that people can know the impact of cultivation techniques they use to land and lowland rice production. The method used is survey method. Soil sampling conducted at two soil depths namely at a depth of 0-20 cm, and the bottom layer at a depth of 20-40 cm, taken with a systematic method (system zig-zag). Every single soil sample is representative of the 10 soil sample points that have been composit first and then taken as many as 1 kg.

From the results of laboratory analysis of organic C-highest value found at a depth of 20-40 cm, great group Fluvaquents with organic farming techniques (3,87%), and the lowest value of C-oraganik Tropaquepts contained in the great group with organic farming techniques (0,21%). N-highest total value contained in the great group with a depth of 20-40 cm Hydraquents on conventional farming techniques and the great group Fluvaquents at a depth of 00-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,15%. Lowest total-N values found in the great group and Tropaquents Fluvaquents at a depth of 0-20 cm with conventional cultivation techniques is 0,1%. The highest available P-value contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquepts with organic agriculture techniques is 10,81 ppm. P-values are the lowest available at the great group tropaquents at a depth of 0-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 1,2 ppm. K-dd values are highest on the great group at a depth of 20-40 cm Fluvaquents with organic agriculture techniques are 1,28 me/100 g. K-dd lowest value contained in the great group Tropaquepts at a depth of 0-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,43 me/100 g. The highest CEC values contained in the great group Fluvaquents at a depth of 20-40 cm with organic agriculture techniques, is 32,28 g. me/100 The lowest CEC values contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquents with organic agriculture techniques, namely 15,22 me/100 g.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Tomi Eka Putra G, lahir di Desa Kuta Buluh Kec. Kuta Buluh Kab. Karo Sumatera Utara pada tanggal 16 Mei 1986 sebagai anak ke tiga dari keluarga F. Ginting dan N. Karina br. Kaban

Riwayat Pendidikan:

1. Tahun 1992 Sekolah Dasar di SD N. Gedung Johor Kec. Namorambe Kab. Deli Serdang Sumatera Utara dan lulus tahun 1998.

2. Tahun 1998 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertaman di SLTP N 1 Namorambe dan lulus tahun 2001.

3. Tahun 2001 Sekolah Menengah Umum di SMU N. 2 Medan dan lulus tahun 2004.

4. Tahun 2005 memasuki Fakultas Pertanian dan memilih jurusan Ilmu Tanah dan minat studi Konservasi Tanah dan Air USU Medan.

Aktivitas Selama Pendidikan:

1. Tahun 2008 menjadi asisten Pengelolaan air FP UMI, Medan. 2. Tahun 2008 menjadi asisten Dasar Ilmu Tanah FP UMI, Medan

3. Tahun 2009 melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PTPN III Kebun Dusun Hulu Lima Puluh

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha E sa. Karena atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul dari Skripsi ini yaitu “ Kajian Sifat Kimia Tanah Inceptisol dan Entisol Dengan Teknik Budidaya Konvensional dan Organik Di Kabupaten Deli Serdang” Yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Posma Marbun, MP., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Razali, MP., selaku Anggota Komisi Pembimbing. Dan kepada semua pihak yang telah banyak memberikan masukan.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan Skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2010

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Jenis Tanah ... 4

Entisol ... 4

Inceptisol ... 6

Tanah Sawah ... 7

Teknik Budidaya ... 9

Pertanian Organik ... 9

Pertanian Konvensional ...14

Teknik Budidaya Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang ...16

Teknik Budidaya Organik ...16

Teknik budidaya konvensional ...19

Pengolahan tanah ...20

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ...22

(9)

Pelaksaan Penelitian ...23

Persiapan ...23

Pelaksanaan ...23

Peubah Amatan ...24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil...25

Analisis Laboratorium ...25

Pembahasan ...31

C-organik...31

N-total ...32

P-tersedia ...33

K-dd ...34

KTK ...35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...37

Saran ...38

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Sumbangan Bahan Organik Tahunan Dalam Tanah Dari Berbagai

Macam Bahan Organik ... ...11 2.2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ... 13 2.3. Laju pertumbuhan luas areal, produksi dan produktivitas tanaman

Padi di indonesia 1969-2003... ... ....16 2.4. Data Produksi Padi Sawah Pada Kecamatan Pantai Labu dan

Kecamatan Beringin ... 19 4.1. Hasil analisis beberapa sifat kimia lahan sawah kedalaman 0-20 cm

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Perubahan Sifat Tanah Yang Disebabkan Pengelolaan Bahan Organik ... 13

4.1. Histogram c-organik pada Kedalaman 0-20 cm ... 26

4.2. Histogram c-organik pada Kedalaman 20-40 cm ... 26

4.3. Histogram N-total pada Kedalaman 0-20 cm... 27

4.4. Histogram N-total pada Kedalaman 20-40 cm ... 27

4.5. Histogram P-tersedia pada Kedalaman 0-20 cm ... 28

4.6. Histogram P-tersedia pada Kedalaman 20-40 cm ... 28

4.7. Histogram K-dd pada Kedalaman 0-20 cm... 29

4.8. Histogram K-dd pada Kedalaman 20-40 cm ... 29

4.9. Histogram KTK pada Kedalaman 0-20 cm... 30

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Tanah Sebagian Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi

Sumatera Utara ... 41 2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Kecamatan Pantai Labu dan

(13)

ABSTRAK

Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang merupakan Kecamatan yang terkenal akan hasil produksi pertanian organiknya meskipun belum seluruh petani di dua kecamatan ini beralih ke teknik pertanian organik. tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik di Kabupaten Deli Serdang, agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari teknik budidaya yang mereka gunakan terhadap tanah dan produksi padi sawah. Adapun metode yang digunakan adalah metode Survey. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada dua kedalaman tanah yaitu pada kedalaman 0-20 cm, dan lapisan bawah pada kedalaman 20-40 cm. yang diambil dengan metode sistematik (sistem zig-zag). Setiap satu sampel tanah merupakan perwakilan dari 10 titik sampel tanah yang telah dikompositkan terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 1 kg.

Dari hasil analisis Laboratorium nilai C-organik tertinggi terdapat pada kedalaman 20-40 cm, great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (3.87 %) dan nilai C-oraganik terendah terdapat pada great group Tropaquepts dengan teknik budidaya organik (0.21 %). Nilai N-total tertinggi terdapat pada great group Hydraquents dengan kedalaman 20-40 cm pada teknik budidaya konvensional dan pada great group Fluvaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.15 %. Nilai N-total terendah terdapat pada great group Fluvaquents dan Tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya konvensional yaitu 0.1 %. Nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 10.81 ppm. Nilai P-tersedia terendah terdapat pada great group tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.2 ppm. Nilai K-dd tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.28 me/100 g. Nilai K-dd terendah terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.43 me/100 g. Nilai KTK tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 32.28 me/100 g. Nilai KTK terendah terdapat pada great group Tropaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 15.22 me/100 g.

(14)

ABSTRACT

District Sub Pantai Labu and District Sub Beringin, Deli Serdang regency is famous for District organic agricultural production although not all farmers in the two districts are switching to an organic farming techniques. purpose of this study was to investigate the chemical properties of soil Entisol and Inceptisol in paddy soils with conventional and organic farming techniques in Deli Serdang district, so that people can know the impact of cultivation techniques they use to land and lowland rice production. The method used is survey method. Soil sampling conducted at two soil depths namely at a depth of 0-20 cm, and the bottom layer at a depth of 20-40 cm, taken with a systematic method (system zig-zag). Every single soil sample is representative of the 10 soil sample points that have been composit first and then taken as many as 1 kg.

From the results of laboratory analysis of organic C-highest value found at a depth of 20-40 cm, great group Fluvaquents with organic farming techniques (3,87%), and the lowest value of C-oraganik Tropaquepts contained in the great group with organic farming techniques (0,21%). N-highest total value contained in the great group with a depth of 20-40 cm Hydraquents on conventional farming techniques and the great group Fluvaquents at a depth of 00-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,15%. Lowest total-N values found in the great group and Tropaquents Fluvaquents at a depth of 0-20 cm with conventional cultivation techniques is 0,1%. The highest available P-value contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquepts with organic agriculture techniques is 10,81 ppm. P-values are the lowest available at the great group tropaquents at a depth of 0-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 1,2 ppm. K-dd values are highest on the great group at a depth of 20-40 cm Fluvaquents with organic agriculture techniques are 1,28 me/100 g. K-dd lowest value contained in the great group Tropaquepts at a depth of 0-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,43 me/100 g. The highest CEC values contained in the great group Fluvaquents at a depth of 20-40 cm with organic agriculture techniques, is 32,28 g. me/100 The lowest CEC values contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquents with organic agriculture techniques, namely 15,22 me/100 g.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tingginya produktivitas tanaman akibat penggunaan benih unggul, pupuk dan terbasminya hama penyakit tanaman adalah berkat kemampuan pestisida menempatkan manusia sebagai pemenang dalam kemampuannya menguasai alam yang sering disebut teknik pertanian konvensional. Mula-mula pupuk kimia digunakan untuk memicu pertumbuhan tanaman padi sebagai tanaman pokok, namun ternyata mempunyai efek merusak tanah, seperti misalnya struktur tanah yang secara alami remah menjadi keras. Dampak negatif dari pengaplikasian pestisida bukan hanya terjadi pada tanaman dan tanah pertanian saja, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia, dimana jenis pestisida kimia yang bersifat karsinogen atau penyebab kanker adalah pembasmi gulma yang biasa digunakan oleh petani (Andoko, 2002).

Teknik pertanian konvensional ini banyak memberikan pengaruh buruk bagi lingkungan dan manusia. Akibat kerugian teknik pertanian tersebut, manusia mulai mengambil tindakan dengan merubah teknik budidaya konvensional menjadi teknik budidaya organik. Perbedaan yang mencolok antara kedua teknik budidaya tersebut adalah terletak pada pemupukan dan pemberantasan hama penyakit.

(16)

terjadi akibat pemekaran wilayah Kab. Deli Serdang dan pengalihan fungsi lahan menjadi perumahan dan perkebunan non-padi.

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang adalah Entisol dan Inceptisol dengan beberapa great group, diantaranya Hydraquents, Tropaquents, Fluvaquents dan Tropaquepts. Great group ini tersebar pada beberapa kecamatan yang diantaranya adalah Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Beringin, Kecamatan Lubuk Pakam dan Kecamatan Pagar Merbau.

Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang merupakan Kecamatan yang terkenal akan hasil produksi pertanian organiknya meskipun belum seluruh petani di dua kecamatan ini beralih ke teknik pertanian organik. Hal inilah yang membuat penulis tertarik melakukan kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari teknik budidaya yang mereka gunakan terhadap tanah dan produksi padi sawah mereka.

Tujuan Penelitian

(17)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi tentang kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik di Kabupaten Deli Serdang

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Jenis Tanah

Entisol

Entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk tanah saja tetapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah yang menghasilkan epipedon okhrik. Banyak tanah Entisol yang digunakan untuk usaha pertanian misalnya di daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa pantai. Padi sawah banyak ditanam di daerah-daerah Aluvial ini (Hardjowigeno, 1993).

Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).

(19)

hara tanaman dan relatip subur, untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K (Munir, 1996).

Entisol dapat juga dibagi berdasarkan great groupnya, beberapa diantaranya adalah Hydraquent, Tropaquent dan Fluvaquents. Ketiga great group ini merupakann subordo Aquent yaitu Entisol yang mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman ≤ 50 cm dari permukaan tanah mineral atau selalu jenuh air dan pada semua horizon dibawah 25 cm terdapat hue dominan netral atau biru dari 10 Y dan warna-warna yang berubah karena teroksidasi oleh udara. Jenuh air selama beberapa waktu setiap tahun atau didrainase secara buatan (Hardjowigeno, 1993).

Hydraquent adalah great group dari ordo tanah Entisol dengan subordo Aquent yang pada seluruh horison di antara kedalaman 20 cm dan 50 cm di bawah permukaan tanah mineral, mempunyai nilai-n sebesar lebih dari 0,7 dan mengandung liat sebesar 8 persen atau lebih pada fraksi tanah halus (Soil survey staff, 1998).

Tropaquent adalah great group dari ordo tanah Entisol dengan subordo Aquent. Tanah ini dibedakan karena memiliki regim suhu tanah iso (perbedaan suhu musim panas dan dingin kurang dari 50C. Tanah ini terbentuk karena selalu basah atau basah pada musim tertentu. Jika dilakukan perbaikan drainase akan berwarna kelabu kebiruan (gley) atau banyak ditemukan karatan (Hardjowigeno, 1993).

(20)

Inceptisol

Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau nonpertanian adalah beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, rekreasi atau wildlife, yang berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).

Inceptisol yang banyak dijumpai pada tanah sawah memerlukan masukan yang tinggi baik untuk masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P, dan K) maupun masukan organik (pencampuran sisa panen kedalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang atau pupuk hijau) terutama bila tanah sawah dipersiapkan untuk tanaman palawija setelah padi. Kisaran kadar C-Organik dan kapasitas tukar kation (KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).

(21)

Tanah Sawah

Bila tanah digenangi, persediaan oksigen menurun sampai mencapai nol dalam waktu kurang dari sehari. Reaksi reduksi akan terjadi pada tanah yang tergenang. Kuatnya proses reduksi bergantung pada jumlah bahan organik yang mudah tereput (substrat jasad renik) dan suhu tanah. Makin tinggi kandungan bahan organik tanahnya makin besar kekuatan reduksinya. Tanpa memperhatikan pH asalnya, hampir semua jenis tanah mencapai pH 6,5 sampai 7,2 dalam 1 bulan setelah penggenangan (Sanchez, 1993).

Profil tanah sawah mempunyai lapisan oksidasi dan lapisan reduksi. Pada lapisan oksidasi ion NH4+ tidak stabil karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO3+ . Oleh karena ion nitrat ini sangat mobil maka ia mudah tercuci ke lapisan reduksi. Di lapisan reduksi inilah nitrat mengalami denetrifikasi sehingga berubah menjadi gas N2. Ion NH4+ stabil pada lapisan reduksi dan dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman padi (Hasibuan, 2004).

Pelapukan bahan organik berjalan lambat dalam tanah tergenang ketimbang dalam tanah aerob. Pelapukan anaerob tidak memerlukan banyak energi sehingga kebutuhan akan nitrogen rendah. Akibatnya, pemineralan nitrogen tanah dapat terjadi pada nisbah C:N yang lebih tinggi pada tanah tergenang dibandingkan dengan anaerob (DeDatta and Magnaye, 1969).

(22)

direduksi lebih lanjut menjadi berbagai alkohol dan asam organik yang akhirnya direduksi menjadi CH4 atau Co2 oleh jasad renik anaerob (Sanchez, 1993).

Dengan penggenangan, kadar fosfor didalam larutan tanah meningkat sekali. Peningkatan ini disebabkan oleh 1) tereduksinya ferifosfat menjadi ferofosfat yang lebih mudah larut, 2) tersediannya senyawa fosfor larut-pereduksi sebagai akibat melarutnya lapisan yang sebelumnya teroksidasi, meningkatnya pemineralan fosfor organik pada tanah asam yang disebabkan karena dinaikannya pH 6 dan 7. (Sanchez, 1993).

Bahan organik dapat merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba yang memang selalu menempel pada bahan organik. Proses dekomposisi akan melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga menjadikan bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat kolloid. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena meningkatnya luas permukaan partikel tanah. Hal ini menjadikan tanah mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara yang semakin baik, mengurangi penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara-hara kation lain. Pada saatnya berarti pula meningkatkan kapasitas tanah untuk melepas hara kation bagi kebutuhan tanaman, baik melalui proses pertukaran secara langsung maupun pasif oleh proses difusi (Kusumanto, 2009)

(23)

Bahkan ada yang mengatakan bahwa terjadinya ikatan khelat ini justru meningkatkan mobilitas banyak kation, karena ikatan ni memang bisa larut sehingga memudahkan tanaman untuk memanfaatkannya (Kusumanto, 2009)

Teknik Budidaya

Pertanian Organik

Pertanian organik atau disebut juga pertanian biologis, pertanian ekologis diartikan sebagai suatu sistem produksi pertanian dengan masukan bahan alami yang berazaskan prinsip daur ulang hara secara hayati dengan sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah demi meningkatkan kualitas kehidupan (IFOAM, 2002).

Pada pertanian non-organik, dosis pemupukan dengan pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Lain dengan penggunaan pupuk organik, dosisnya justru cenderung semakin menurun. Kecenderungan menurunnya penggunaan pupuk kandang tersebut disebabkan oleh sifat dari pupuk organik itu sendiri yang menguntungkan bagi tanah. Semua sifat menguntungkan tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah. Oleh karena itu, dapatdimengerti bahwa kebutuhan pupuknya pun makin berkurang karena struktur tanahnya sudah semakin bagus (Andoko, 2002).

IFOAM (2002), merumuskan prinsip-prinsip pertanian organik atas empat kelompok sebagai berikut :

(24)

menguntungkan pertumbuhan tanaman, optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani; membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi; membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat serangan organisme pengganggu tanaman dengan melaksanakan usaha preventif melalui pengendalian yang aman, serta memanfaatkan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanaman terpadu.

c. Prinsip keseimbangan, pertanian organik harus dibangun dalam kaitannya dengan dasar-dasar keseimbangan terhadap linkungan dan kesempatan hidup.

d. Prinsip pemeliharaan, pertanian organik harus dikelola secara bertanggung jawab untuk mempertahankan kesehatan dan kelestarian lingkungan untuk masa kini serta bagi generasi yang akan datang.

Pemberian bahan organik ke dalam tanah adalah membangun kesuburan tanah, mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah , dan yang paling besar adalah dalam kaitannya dengan sifat fisik tanah. Dalam pertanian konvensional penggunaan pupuk kimia (pupuk nitrogen) hanya untuk mendorong kesuburan tanaman, dan tidak menyumbang kepada perbaikan kesuburan tanah (Sukana, dkk, 2006).

(25)

itu merupakan produk dari faktor lingkungan yang seyogyanya dapat dikelola sebaik mungkin (Adiningsih,2005).

Menurut Sarkar, et al.,(2003) aplikasi pupuk organik selama sembilan tahun, dapat meningkatkan bahan organik, kestabilan agregat, kapasitas retensi kelembaban dan kerapatan isi tanah, sedangkan aplikasi pupuk anorganik menurunkan kestabilan agregat makro dan kapasitas retensi kelembaban tetapi meningkatkan nilai kerapatan isi tanah.

Keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik adalah mempengaruhi sifat kimia tanah. Kapasistas tukar kation (KTK) dan ketersediaan hara meningkat dengan penggunaan bahan organik. Pupuk organik (pupuk kandang) merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding bahan pembenah lainnya. Pada umumnya nilai pupuk yang dikandung pupuk organik terutama unsur makro nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) rendah, tetapi pupuk organik juga mengandung unsur mikro esesial yang lain (Sutanto, 2002).

Pada Tabel 2.1. disajikan berbagai macam sumber bahan organik, dalam kaitannya dengan bahan organik tanah yang terbentuk.

Tabel 2.1. Sumbangan Bahan Organik Tahunan Dalam Tanah Dari Berbagai Macam Bahan Organik

Bahan Organik Bahan Kering (kg/ha)

C (%) Koefisien Humifika si Bahan Organik Tanah (kg/ha) A.Pengembalian Secara

Alami

1.Akar Tanaman Padi 2.Akar Tanaman Gandum 3.Daun-daun Kedelai

4.Akar Tanaman. Pupuk Hijau

5.Bonggol Tanaman Padi B.Pupuk Organik

1.Pupuk Hijau (selain akar)

(26)

2.Azolla 3.Jerami Padi 4.Kotoran Babi 5.Urine Babi 6.Kotoran Sapi 7.Urine Sapi

563 96 596 23 44 37 40 37 0,52 0,10 0,58 0,10 220 6 238 1

Sumber : IRRI, 1984

Apabila pengelolaan bahan organik yang sepadan dilaksanakan, maka perubahan sifat fisika, kimia dan biologi yang terjadi ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan menjadi sumber energi dan makanan untuk bermacam-macam mikroorganisme di dalam tanah. Mikroorganisme tanah yang bermacam-macam menjadi aktif melalui rantai makanan, kemudian mengalami proses dekomposisi menghasilkan bermacam-macam senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik dan anorganik tersebut diikat oleh partikel lempung yang bermuatan negatif. Senyawa-senyawa tersebut menguntungkan pertumbuhan tanaman sebagai hara dan senyawa pengatur pertumbuhan (Mizuno,1996).

Gambar 2.1. Perubahan Sifat Tanah yang Disebabkan Pengelolaan Bahan Organik

Sumber : Mizuno, (1996)

Penggunaan Bahan Organik

Kandungan Bahan Organik Tanah

Aktivitas Dan Pertumbuhan Mikroorganisme Tanah

(Karbon Dalam Bahan Organik Merupakan Sumber Energi Dan

Hara Untuk Pertumbuhan Dan Aktivitas Mikroba)

Asosiasi Mikroba Nisbah B/F Penyakit Dari Tanah

Aktivitas Perkembangan Akar

Pertumbuhan Dan Kualitas Tanaman

Kapasitas Pertumbuhan Ion Stabilitas Pasokan Hara

Kumulatif Kesuburan Tanah

Daya Sangga

Senyawa Perangsang Pertumbuhan Agregasi Partikel Tanah

Porositas Tanah

(27)

Menurut Harjowigeno (1996) untuk mengetahui kekurangan unsur hara dalam tanah dilakukan beberapa cara, salah satunya dengan analisis tanah. Kriteria penilaian hasil analisis tanah disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Sifat Tanah Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat tinggi C -Organik (%) < 1,00 1,00-2,00

2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00 Nitrogen (%) < 0,10 0,10-0,20

0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75 C/N < 5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25 P2O5 HCl

(mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60 P2O5 Bray-1

(ppm) < 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35 P2O5 Olsen

(ppm) < 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 > 60 K2O HCl 25%

(mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60 KTK (me/100g) < 5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40 Susunan Kation :

K (me/100g) < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 >1,0 Na (me/100g) < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0 Mg (me/100g) < 0,4 0,4-1,0 1,1-2 ,0 2,1-8,0 > 8,0 Ca (me/100g) < 0,2 2 - 5 6 - 10 11 – 20 > 20 Kejenuhan Basa

(%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 – 70 > 70 Aluminium (%) < 10 10 - 20 21 - 30 31 – 60 > 60 pH H2O

Sangat

Masam masam

Agak

masam Netral

Agak

Alkalis alkalis < 4,5 4,5 - 5,5 5,6- 6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5 Sumber : Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 (Hardjowigeno, 1996).

(28)

barat menyebutnya sebagai suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman (von Uexkull dan Beaton, 1991). Sistem pertanian atau budidaya organik merupakan salah satu alternatif solusi untuk membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan akibat budidaya kimia (Sutanto, 1992).

Pertanian Konvensional

Penerapan pertanian konvensional di Indonesia dimulai sejak digulirkannya sebuah program untuk meningkatkan produktivitas pertanian dimulai dengan Padi Sentra pada tahun 1959-1962. Kemudian dilanjutkan dengan Program Demonstrasi Massal (Demas) tahun 1963-1964 dengan Swa Sembada Bahan Makanan (SSBM). Program ini dimulai dengan mengenalkan “Panca Usaha Tani” yang meliputi penggunaan bibit unggul, perbaikan cara bercocok tanam, pemupukan yang baik, perbaikan pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Kemudian program ini diadopsi menjadi bimbingan Massal (Bimas) pada tahun 1964 dengan melengkapi panca usaha tani dengan memasukkan kredit untuk pertanian di dalamnya. Program Intensifikasi Massal (Inmas) menyusul dikenalkan sejak tahun 1969, merupakan program Bimas tetapi tidak ada kredit. Intensifikasi Khusus (Insus) sejak tahun 1980 dilakukan secara berkelompok dalam suatu kelompok hamparan. Pada tahun 1987 Insus dilanjutkan dengan Supra Insus yang merupakan penyempurnaan Insus dengan penggunaan zat perangsang tumbuh serta kerjasama antar kelompok hamparan (Isnaini, 2006).

(29)

dikemukakan oleh Wolf (1986) dalam Suhartini (2006) bahwa kenaikan produksi pangan dunia sejalan dengan penggunaan bahan kimia.

Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan produksi, produktivitas, dan luas panen padi terus meningkat walaupun relatif kecil. Peningkatan produktivitas padi dicapai antara lain karena pemakaian pupuk kimia dengan dosis yang semakin besar. Misalnya, rekomendasi pemakaian pupuk urea pada tahun 1970 sebesar 100-150 kg/ha, meningkat menjadi 200-250 kg/ha,dan pada tahun 1990 menjadi 300-350 kg/ha (Mulyadi, 2000).

Pencemaran atas tanah dan air tanah yang bersumber dari suatu kegiatan yang terencana misalnya kegiatan pertanian,yaitu penggunanaan pupuk, pestisida, air irigasi yang berlebih dan mengandung pupuk, akan merembes ke dalam tanah dan mencemari tanah. Sumber lain dari kegiatan peternakan dimana pencemar berupa kotoran binatang yang mengandung zat-zat organik, bakteri dan virus (Notodarmojo, 2005).

Pada Tabel 2.2 di bawah ini terlihat bahwa laju pertumbuhan produktivitas paling tinggi terjadi pada periode tahun 1979-1983 yang kemudian menurun.

Tabel 2.3. Laju Pertumbuhan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi di Indonesia Tahun 1969-2003

Periode Rata-rata per tahun Laju pertumbuhan

(%/thn)

Areal Produksi Produktivitas (000 ha) (000 ton) (ton/ha)

Areal Produksi Produktivitas (000 ha) (000 ton) (ton/ha)

1969-73(Pelita I) 1974-78 (Pelita II) 1979-83 (Pelita III) 1984-88 (Pelita IV) 1989-93 (Pelita V) 1994-98 (Pelita VI) 1999-03 (Pelita VII)

8.155 19.677 2,41 8.533 23.443 2,75 9.068 31.519 3,47 9.943 39.730 4,00 10.686 46.203 4,33 11.299 49.067 4,34 11.655 51.371 4,41

0,66 3,62 2,95 0,80 3,24 2,43 0,78 7,41 6,54 0,78 2,06 1,26 1,46 2,17 0,27

1,32 0,69 0,61 0,98 0,64 1,65

(30)

Dari data pada Tabel 2.2 di atas, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimiawi makin lama semakin tidak efisien dalam arti peningkatan penggunaan pupuk tidak sebanding dengan kenaikan hasil panen (Rachmawati dan Setyaningsih 2007).

[image:30.595.117.504.249.348.2]

Berikut data produksi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani di Kecamatan Pantai Labu dan Beringin :

Tabel 2.4. Data Produksi Padi Sawah Pada Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin

Nama Desa Great Group Luas Lahan (rante) Produksi (Ton/Ha)

PO PK PO PK

Karang anyar Tropaquepts 12 2 8.25 4 Binjai bakung Fluvaquents 10 6 8.3 6.5

Denai lama Tropaquents 25 2 7.5 6.5

Denai kuala Hydraquents 2 4 7 6.5

Sumber : Hasil Wawancara Petani

Teknik pertanian yang dilakukan pada lokasi penelitian adalah teknik budidaya organik dan konvensional. Petani pada lokasi penelitian menerapkan sistem penanaman komoditi 2:1, dimana petani menanam dua kali padi sawah dan kemudian ditanami palawija seperti kacang kedelai.

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sistem pertanian organik dan pertanian konvensional tanaman padi sawah di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl dari bulan Februari 2010 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Peta Topografi, plastik tempat sampel tanah, kertas label untuk tanda sampel, spidol permanen untuk menulis tanda sampel, karet gelang untuk mengikat sampel tanah yang telah dibungkus plastik, bahan kimia untuk analisis, tanah sawah ordo Inceptisol dengan great group Hydraquent, Fluvaquents dan Tropaquent dan tanah sawah ordo Inceptisol dengan great group Tropaquepts. Peta jenis tanah tersebut dapat dilihat pada lampiran.

Alat

(32)

Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan adalah metode Survey untuk mengkaji beberapa sifat kimia lahan sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik pada empat jenis great group tanah Entisol dan Inceptisol di Kabupaten Deli Serdang.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan

Tahap persiapan meliputi pengumpulan data dalam bentuk deskripsi mengenai daerah penelitian, pengumpulan tinjauan literatur, dan penentuan lokasi pengambilan contoh tanah.

Pelaksanaan

- Pengambilan sampel tanah dilakukan di dua wilayah teknik budidaya lahan sawah yaitu pertanian organik dan pertanian konvensional.

- Pengambilan sampel tanah dilakukan pada dua kedalaman tanah yaitu pada kedalaman 0-20 cm, dan lapisan bawah pada kedalaman 20-40 cm. yang diambil dengan metode sistematik (sistem zig-zag).

- Setiap satu sampel tanah merupakan perwakilan dari 10 titik sampel tanah yang telah dikompositkan terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 1 kg. - Sampel tanah diambil diambil berdasarkan perbedaan jenis tanah, great group tanah dan teknik budidaya pertanian pada Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin.

(33)

- Penentuan simbol satuan peta tanah adalah sebagai berikut : - Untuk mewakili pertanian organik diberi simbol O - Untuk mewakili pertanian konvensional diberi simbol K - Untuk mewakili great group Hydraquents diberi sombol H - Untuk mewakili great group Fluvaquents diberi simbol F - Untuk mewakili great group Tropaquents diberi simbol T - Untuk mewakili great group Tropaquepts diberi simbol t

Peubah Amatan

- N-total (%) dengan metode Metode Kjeldahl - P-tersedia dengan metode Bray II

- K-tukar (me/100g) dengan menggunakan metode NH4OAc pH 7

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Laboratorium

[image:34.595.114.538.321.603.2]

Data hasil analisis beberapa sifat kimia pada lahan sawah dengan teknik budidaya organik dan konvensional pada empat jenis great group Entisol dan Inceptisol di Kabupaten Deli Sredang disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Lahan Sawah kedalaman 0-20 dan 20-40 cm

Kode

Sampel C-organik (%) N-total (%)

P-tersedia (ppm) K-dd (me/100 g) KTK (me/100 g)

OH1 1.02 0.11 2.26 0.83 24.9

OH2 0.49 0.13 1.27 0.96 20.46

KH1 0.84 0.12 2.12 0.69 26.67

KH2 0.44 0.15 6.91 1.01 20.12

OF1 2.89 0.15 3.61 1.22 30.72

OF2 3.87 0.13 4.25 1.28 32.28

KF1 0.91 0.1 6.14 0.93 20.57

KF2 2.54 0.11 5.26 1.05 23.08

OT1 1.26 0.13 1.2 0.82 23.12

OT2 0.6 0.12 7.09 0.84 15.22

KT1 1.18 0.1 1.72 0.71 23

KT2 0.83 0.11 2.24 0.89 22.87

Ot1 0.96 0.12 7.36 0.43 20.25

Ot2 0.21 0.12 10.81 0.84 19.51

Kt1 0.68 0.14 7.6 0.5 17.74

Kt2 0.29 0.11 9.96 0.83 16.73

(35)

C

-or

g

an

ik

(

%

)

C

-or

g

an

ik

(

%

[image:35.595.95.500.92.568.2]

)

[image:35.595.100.413.105.321.2]

Gambar 4.1. Histogram C-organik pada Kedalaman 0-20 cm

Gambar 4.2. Histogram C-organik pada Kedalaman 20-40 cm

[image:35.595.97.415.266.556.2]
(36)

N

-t

ot

al

(

%

)

N

-t

ot

al

(

%

[image:36.595.105.405.116.293.2]

)

[image:36.595.103.491.202.523.2]

Gambar 4.3. Histogram N-total pada Kedalaman 0-20 cm

Gambar 4.4. Histogram N-total pada Kedalaman 20-40 cm

(37)

P

-te

rs

e

d

ia

(

p

p

m

)

P

-te

rs

e

d

ia

(

p

p

m

[image:37.595.104.413.104.298.2]

)

Gambar 4.5. Histogram P-tersedia pada Kedalaman 0-20 cm

Gambar 4.6. Histogram P-tersedia pada Kedalaman 20-40 cm

[image:37.595.102.490.342.539.2]
(38)

K

-d

d

(

m

e

/100

g

))

K

-d

d

(

m

e

/100

g

[image:38.595.103.409.105.308.2]

))

[image:38.595.98.491.346.558.2]

Gambar 4.7. Histogram K-dd pada Kedalaman 0-20 cm

Gambar 4.8. Histogram K-dd pada Kedalaman 20-40 cm

(39)

K

T

K

(

m

e

/100 g

)

K

T

K

(

m

e

/100 g

[image:39.595.100.405.117.322.2]

)

[image:39.595.100.421.367.568.2]

Gambar 4.9. Histogram KTK pada Kedalaman 0-20 cm

Gambar 4.10. Histogram KTK pada Kedalaman 20-40 cm

(40)
(41)

Pembahasan

C-organik

Dari hasil analisis Laboratorium diketahui bahwa nilai C-organik tanah tertinggi untuk kedalaman 0-20 cm terdapat pada great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (2.89 %) dan nilai C-organik terendah terdapat pada great group Tropaquepts dengan teknik budidaya konvensional (0.68 %). Nilai C-organik tanah tertinggi untuk kedalaman 20-40 cm terdapat pada great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (3.87 %) dan nilai C-oraganik terendah terdapat pada great group Tropaquepts dengan teknik budidaya organik (0.21 %). Menurut Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) nilai C-organik tanah untuk kedalaman 0-20cm pada great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (2.89 %) memiliki kriteria sedang dan untuk nilai C-organik tertinggi untuk kedalaman 20-40 cm pada great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (3.87 %) memiliki kriteria tinggi.

(42)

nilai C-organik pada great group Fluvaquent ini juga mendukung tingginya produktivitas tanaman padi sawah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 yaitu sebesar 8.3 Ton/ha yang merupakan nilai produktivitas tertinggi berdasarkan hasil wawancara dengan petani di lokasi penelitian.

N-total

Dari hasil analisis Laboratorium dapat dilihat nilai N-total tanah tertinggi pada kedalaman 0-20 cm terdapat pada pertanian organik dengan great group Fluvaquents (0.15 %) dan nilai N-total tanah terendah terdapat pada pertanian konvensional dengan great group Fluvaquents (0.1 %) dan Tropaquents (0.1 %). Untuk kedalaman 20-40 cm dapat dilihat nilai N-total tanah tertinggi terdapat pada pertanian konvensional dengan great group Hydraquents (0.15 %) dan N-total tanah terendah terdapat pada pertanian konvensional dengan great group Fluvaquents, Tropaquents dan Tropaquepts (0.11 %). Menurut Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) nilai N-total tertinggi untuk kedalaman 0-20 cm (0.15 %) memiliki kriteria rendah dan nilai N-total tertinggi untuk kedalaman 20-40 cm (0.15 %) memiliki kriteria rendah.

(43)

mendukung produktivitas padi sawah pada lokasi penelitian yaitu 8.3 Ton/ha pada Fluvaquents dengan teknik budidaya organik dan 6.5 Ton/ha pada Hydraquents dengan teknik budidaya konvensional, meskipun menurut data produksi pada great group Hydraquents dengan teknik budidaya organik lebih tinggi (7 Ton/ha) dari budidaya konvensional hal ioni dapat terjadi dikarenakan kandungan N-total tanah pada great group Hydraquents dengan teknik budidaya organik telah banyak diserap tanaman sehingga produksinya lebih tinggi daripada teknik budidaya konvensional.

P-tersedia

Dari hasil analisis Laboratorium diketahui bahwa nilai P-tersedia tertinggi untuk kedalaman 0-20 cm terdapat pada pertanian konvensional dengan great group Tropaquepts (7.6 ppm) dan nilai P-tersedia terendah terdapat pada pertanian organik dengan great group Tropaquents (1.2 ppm). Untuk kedalaman 20-40 cm dapat dilihat nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada pertanian organik dengan great group Tropaquepts (10.81 ppm) dan nilai P-tersedia terendah terdapat pada pertanian organik dengan great group Hydraquents (1.27 ppm). Menurut Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) nilai P-tersedia tertinggi pada kedalaman 0-20 cm memiliki kriteria sangat rendah dan nilai P-tersedia tertinggi pada kedalaman 20-40 cm memiliki kriteria rendah.

(44)

Munir (1996) yang menyatakan bahwa meskipun tidak ada pencucian hara tanaman dan relatip subur, untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi pada tanah Entisol dan Inceptisol biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K maupun masukan organik (pencampuran sisa panen kedalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang atau pupuk hijau) terutama bila tanah sawah dipersiapkan untuk tanaman palawija setelah padi.

Meskipun nilai P-tersedia pada great group Tropaquepts termasuk dalam kriteria rendah, tetapi dalam produktivitas padi sawah pada lokasi penelitian berada pada nilai produksi tertinggi kedua setelah Fluvaquents yaitu 8.25 Ton/ha, ini dapat dikarenakan P-tersedia yang telah banyak diserap tanaman ataupun berubah menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman di dalam tanah.

K-dd

Dari hasil analisis Laboratorium diketahui bahwa nilai K-dd tertinggi terdapat pada pertanian organik dengan great group Fluvaquents (1.22 me/100 g) dan nilai K-dd terendah terdapat pada pertanian organik dengan great froup Tropaquepts (0.43 me/100 g). Pada kedalaman 20-40 cm dapat dilihat nilai K-dd tertinggi terdapat pada pertanian organik dengan great group Fluvaquents (1.28 me/100 g) dan nilai K-dd terendah terdapat pada pertanian konvensional dengan great group Tropaquents (0.83 me/100 g). Menurut Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) nilai K-dd tertinggi untuk kedalaman 0-20 cm (1.22 me/100 g) memiliki kriteria sangat tinggi dan nilai K-dd tertinggi untuk kedalaman 20-40 cm )1.28 me/100 g) memiliki kriteria sangat tinggi.

(45)

unsur K yang terus dilakukan seperti yang dituliskan oleh Munir (1996) yang menyatakan bahwa meskipun tidak ada pencucian hara tanaman dan relatip subur, untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K. Kriteria K-dd yang sangat tinggi pada great group Fluvaquents juga mendukung produktivitas padi sawah pada lokasi penelitian yang mencapai angka 8.3 Ton/ha pada teknik budidaya organik.

KTK

Dari hasil analisis di Laboratorium dapat dilihat nilai KTK tertinggi untuk kedalaman 0-20 cm terdapat pada pertanian organik dengan great group Fluvaquents (30.72 me/100g) dan nilai KTK terendah terdapat pada pertanian konvensional dengan great group Tropaquepts (17.74 me/100g). Nilai KTK tertinggi untuk kedalaman 20-40 cm terdapat pada pertanian organik dengan great group Fluvaquents (32.28 me/100g) dan nilai KTK terendah terdapat pada pertanian organik dengan great group Tropaquents (15.22 me/100g). Menurut Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) nilai KTK tertinggi untuk kedalaman 0-20 cm adalah sedang dan 20-40 cm memiliki kriteria tinggi.

(46)

paling baik dibanding bahan pembenah lainnya. Pada umumnya nilai pupuk yang dikandung pupuk organik terutama unsur makro nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) rendah, tetapi pupuk organik juga mengandung unsur mikro esesial yang lain.

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai C-organik tertinggi terdapat pada great group fluvaquent pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 3.87 % dan nilai C-organik terendah terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.21 % tingginya nilai C-organik pada kedalaman 20-40 disebabkan oleh pengolahan tanah yang dipersiapkan untuk tanaman palawija seperti kacang kedelai.

2. Nilai N-total tertinggi terdapat pada great group Hydraquents dengan kedalaman 20-40 cm pada teknik budidaya konvensional dan pada great group Fluvaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.15 %. Nilai N-total tanah terendah terdapat pada great group Fluvaquents dan Tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya konvensional yaitu 0.1 %.

3. Nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 10.81 ppm. Nilai P-tersedia terendah terdapat pada great group tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.2 ppm.

(48)

5. Nilai KTK tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 32.28 me/100 g. Nilai KTK terendah terdapat pada great group Tropaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 15.22 me/100 g.

6. Nilai C-organik, N-total, K-dd dan KTK yang tinggi pada great group Fluvaquents mendukung produksi padi sawah sehingga mencapai angka tertinggi yaitu 8.3 Ton/ha. Angka produksi pada great group ini lebih tinggi daripada angka produksi padi sawah pada great group tanah yang lainnya.

Saran

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang perlakuan pemupukan yang diberikan

pada masing-masing great group dan teknik budidaya untuk memperoleh data yang lebih

detail.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih., 2005. Peranan Bahan Organik Tanah Dalam Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Lahan Pertanian. Materi Workshoop dan Kongres Nasional II Masayarakat Pertanian Organik Indonesia.Jakarta.21-22 Desember 2005.

Andoko, A., 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anonimous., 2010. Menyulap Kotoran Ternak Menjadi Uang.

(49)

DeDatta, S.K., A.C dan C.P. Magnaye., 1969. A Survey of Forms and Souscre of Fertilizer Nitogen for Flooded Rice. Soil and Fertilizer, 32:103-109.

Hardjowigeno, S., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta. 102, 110, 250-251, 255-256 p.

---, 1996. Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

IFOAM, 2002. IFOAM Basic Standars for Organic Production and Processing International Federation of Organic Agriculture Movements,Tholey-Theley,Germany

IRRI, 1984. Organic Matter and Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines.20p

Isnaini, M., 2006. Pertanian Organik Untuk Keuntungan Ekonomi & Kelestarian Bumi. Kreasi Wacana. Yogyakarta

Mizuno, S., 1996. “Integrated Soil Building: Concept and Practices.” In:Organic Farming and Sustainable Agriculture.Proc. of the Nat. Seminar Held at UAS, Bangalore (India).G.K. Veresh, K. Shivashankar, M.A. Singalachar (eds).p.76-89. Ass.for Promotion of Organic Farming. Bangalore (India). Mulyadi, 2000. Price Policies in Central Java,Ind.Impact on Demand for Urea

Fertilizer in Paddy Production and The Resulting Nitrate Contamination,

Ph.D Dissertation. University Putra Malaysia.

Munir, M., 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya, Jakarta.

Notodarmojo,S.2005.Pencemaran Tanah dan Air Tanah. ITB Bandung

Rachmawati dan Setyaningsih., 2003. Analisis Fungsi Keuntungan Usahatani Padi Secara Organik di Kabupaten Bantul.Tesis S2. UGM, Yogyakarta

Sarkar, S., Singh, S.R. and Singh, R.P., 2003. The Effect of Organic and Inorganic Fertilizers on Soil Physical Condition and the Productivity of a Rice-Lentil Cropping Sequence in India. Journal of Agricultural Science 140, 419-425p.

Sanchez, P. A., 1993. Sifat dan Pengolahan Tanah Tropika, Jilid 2. Penerbit ITB, Bandung.

(50)

Suhartini., 2006.Kajian Keberlanjutan Sistem Usahatani Padi Semi Organik di Kabupaten Sragen.Disertasi Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan.

Sukana, Endang dan Notohadiprawiro, T. 1988. Peranan Pupuk Dalam Pembangunan Pertanian. Diskusi Nasional IV Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia 20-21 Desember 1988 di Yogyakarta.

Sutanto, R. 1998. Inventarisasi Teknologi Alternatif Dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Fakultas Pertanian UGM. Yogayakarta.

---., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

Tan, K. H. 1986. Degradation of Soil Minerals by Organic Acid. SSSA Publ. 17: 1-25. Kusumanto, 2009. Memahami Konsep Kesuburan Tanah.

http//dian-kusumanto.blogspot.com.Diaskes 1 april 2010.

(51)
(52)
(53)

Gambar

Tabel 2.1. Sumbangan Bahan Organik Tahunan Dalam Tanah Dari Berbagai
Gambar 2.1. Perubahan Sifat Tanah yang Disebabkan Pengelolaan Bahan Organik  Sumber : Mizuno, (1996)
Tabel 2.2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah
Tabel 2.3.   Laju Pertumbuhan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman                 Padi di Indonesia Tahun 1969-2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar tersebut menunjukkan bahwa aktivitas enzim dehidrogenase tanah semua komoditas tanaman pada pertanian organik lebih tinggi daripada pertanian

Parameter yang diukur adalah tekstur tanah, struktur tanah, bulk density tanah, total ruang pori tanah, infiltrasi tanah, warna tanah, permeabilitas tanah, pH tanah, C-organik

Sifat tanah dan status hara yang meliputi pH, Corganik, N total, P tersedia, K tukar, Ca tukar, Mg tukar, Na tukar, KTK dan KB baik pada tanah sawah tadah hujan dan irigasi

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap sifat kimia tanah (KPK, pH H2O, P tersedia, K tersedia, N total, kandungan karbon, asam humat dan fulfat) antara tanah

Perhitungan bulk density, particle density dan porositas pada vegetasi Paku harupat kedalaman 5 cm... Hasil analisa sifat kimia tanah Tanah dengan vegetasi

Pengaruh Pemberian Kompos Kulit Durian Pada Entisol, Inseptisol, dan Ultisol terhadap Beberapa Aspek Kesuburan Tanah (pH, C Organik, dan N Total) serta Produksi Tanaman Jagung

menunjukkan bahwa Mg tukar tanah sawah tadah hujan berada pada kategori rendah hingga tinggi yang dominan dengan Mg tukar sedang.. Mg tukar rendah terdapat pada

Hasil penilaian menunjukkan bahwa kandungan C-organik dan N-total di seluruh plot TPTJ pada kedalaman 0-10 cm maupun 10-20 cm ternyata lebih besar dibandingkan dengan