MINERALISASI NITROGEN PADA EMPAT KEDALAMAN
TANAH ANDISOL YANG DIKELOLA SECARA ORGANIK
DAN KONVENSIONAL DI CIWIDEY DAN CISARUA
EGIH NOORIZQIYAH
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
EGIH NOORIZQIYAH. Mineralisasi Nitrogen pada Empat Kadalaman Tanah Andisol yang Dikelola secara Organik dan Konvensional di Ciwidey dan Cisarua. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan DIAH SETYORINI.
Sistem pertanian konvensional menggunakan pestisida dan pupuk anorganik dengan dosis yang berlebihan, sehingga menyebabkan akumulasi hara di perairan maupun air tanah yang berdampak pada pencemaran lingkungan. Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial dengan tingkat ketersediaan yang rendah dalam tanah. Perilaku nitrogen dalam tanah sangat dinamis dan mudah berubah sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat pelepasan nitrogen khususnya dalam bentuk NH4
+
dan NO3 -pada empat kedalaman tanah Andisol yang dikelola secara organik dan konvensional di Ciwidey dan Cisarua.
Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-25, 25-50, 50-75, dan 75-100 cm di Ciwidey (Bukit Organik) dan Cisarua (Permata Hati dan Bina Sarana Bakti). Pengeboran dilakukan pada tiap bedengan dengan 4 titik yang dipilih secara acak di setiap pertanaman. Contoh tanah dari 4 titik tersebut dicampurkan menjadi satu contoh tanah komposit yang homogen. Kadar NH4
+
dan NO3
pada tanah tersebut dianalisis dengan metode KCl dan CaCl2 secara spektrofotometri. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat perbedaan pelepasan kadar NH4+ dan NO3- pada beberapa kedalaman tanah Andisol yang dikelola secara organik dan konvensional di Permata Hati, Bukit Organik, dan Bina Sarana Bakti. Mineralisasi nitrogen dalam bentuk NH4+ tanah pada pertanian organik lebih lambat dibandingkan dengan pertanian konvensional.
ABSTRACT
EGIH NOORIZQIYAH. Nitrogen Mineralization of Four Andisol Soil Depths which is Cultivating Organic and Conventional in Ciwidey and Cisarua. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA and DIAH SETYORINI.
Conventional agricultural system uses pesticide and organic fertilizer excessively that cause nutrient accumulation in waters and ground water that can pollute environment. Nitrogen is one of essential nutrient with low availability in the ground. Nitrogen is dynamic nutrient and easy to change. Therefore it needs to obtain information about nitrogen mineralization degrees especially NH4
+
and NO3
in some depths of Andisol soil which is developed for cultivating organic and conventional in Ciwidey and Cisarua.
The soil samples were taken from 0-25, 25-50, 50-75, and 75-100 cm depths at Ciwidey (Bukit Organik) and Cisarua (Permata Hati dan Bina Sarana Bakti). Drilling was done in each embankment of four points which were chosen randomly of each cultivating area. Soil samples of four points were mixed to homogenous. NH4
+
and NO3 -
contents of the soil were analyzed using KCl and CaCl2 spectrophotometric methods. Based on the results, there was a difference of nitrogen mineralization (content of NH4
+
and NO3
-) in the some depths of Andisol soil which is developed for cultivating organic and conventional at Permata Hati, Bukit Organik, and Bina Sarana Bakti. Nitrogen mineralization of NH4
+
in the soil of organic cultivating is slower than conventional cultivating.
MINERALISASI NITROGEN PADA EMPAT KEDALAMAN
TANAH ANDISOL YANG DIKELOLA SECARA ORGANIK
DAN KONVENSIONAL DI CIWIDEY DAN CISARUA
EGIH NOORIZQIYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
NIM : G44204025
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Betty Marita Soebrata, S.Si., M.Si. Dr. Diah Setyorini NIP 131 694 523 NIP 080 077 872
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berdasarkan hasil penelitian dengan judul ”Mineralisasi Nitrogen pada Empat Kedalaman Tanah Andisol yang Dikelola secara Organik dan Konvensional di Ciwidey dan Cisarua”. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2008 sampai Juli 2008 di Laboratorium Uji Tanah Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Betty Marita Soebrata, S.Si., M.Si. selaku pembimbing pertama, dan Ibu Dr. Diah Setyorini selaku pembimbing kedua, atas semua arahan, kesabaran dan bimbingannya kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. MS Saeni, MS. (Alm) yang telah memberikan arahan dan masukan ilmunya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kegiatan penelitian N-Balance yang kerja sama antara Ghent University, Belgia dan Balai Penelitian Tanah, Bogor, Pak Dedi, Bu Retno dan Bu Linca atas masukan ilmu dan kesabaranya, Pak Iwan, dan Teh Iin atas masukan ilmunya, beserta teman-teman kimia angkatan 41 khususnya Uchan, Anggi, Ai, Harry, iyan yang telah memberikan doa dan dukungannya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih buat Hardiriyanto, S.Si yang telah memberi motivasi, masukan ilmu, dukungan, dan doa yang sangat berarti bagi penulis.Penghargaan dan terima kasih juga ditujukan kepada Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik, atas kasih sayang, doa, perhatian, dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2009
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 22 Desember 1985 dari ayah bernama H. Maman Majuddin (Alm) dan ibu bernama Hj. Enok Juenah. Penulis adalah anak ke-3 dari 4 bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciasem dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penulis melakukan praktik lapangan pada tahun 2007 di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang. Judul yang dipilih adalah Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen Terhadap Kadar Protein, Mutu Fisik, dan Sifat Fisikokimia Beras Varietas Cigeulis, Ciherang, dan Batang Lembang. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Kimia Fisik pada tahun ajaran 2007/2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Andisol .. ... 1
Nitrogen Tanah... 2
Mineralisasi Nitrogen ... 2
Nitrifikasi ... 3
Metode Penetapan Senyawa Nitrogen... 3
Pertanian Organik dan Konvensional ... 4
Kadar Air... 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ... 4
Metode ... 4
Pengambilan Contoh Tanah ... 4
Penentuan Kadar Air ... 4
Penentuan Kandungan Amonium Tanah ... 4
Penentuan Kandungan Nitrat Tanah ... 5
Analisis Statistik ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Tanah Awal ... 5
Kadar Air ... 5
Pelepasan NH
4+Tanah pada Sistem Pertanian Organik dan
Konvensional ... 6
Pelepasan NO
3-Tanah pada Sistem Pertanian Organik dan
Konvensional ... 7
Perbandingan antara Pertanian Organik dan Konvensional pada
Penentuan Kadar NH
4+Tanah ... 8
Perbandingan antara Pertanian Organik dan Konvensional pada
Penentuan Kadar NO
3-Tanah ... 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 10
Saran ... 10
DAFTAR PUSTAKA ... 10
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kadar air (%) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian organik .. 6
2 Kadar air (%) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian
konvensional ... 6
3 Kadar amonium (mg/kg) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian
organik ... 7
4 Kadar amonium (mg/kg) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian
konvensional ... 7
5 Kadar nitrat (mg/kg) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian
organik ... 8
6 Kadar nitrat (mg/kg) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian
konvensional... 8
7 Perbandingan kadar NH
4+tanah awal pada kedalaman 0-25 cm
antara pertanian organik dan konvensional... 9
8
Perbandingan kadar NO
3-tanah awal pada kedalaman 0-25 cm
antara pertanian organik dan konvensional ... 9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pembuatan pereaksi dan larutan... 13
2 Data analisis tanah awal ... 14
3 Kriteria penilaian sifat-sifat tanah (Puslittanah 2005)... 15
4 Diagram alir penelitian ... 16
5 Contoh perhitungan analisis tanah ... 17
6 Data analisis penentuan NH
4+tanah di Permata Hati ... 18
7 Data analisis penentuan NH
4+tanah di BukitOrganik ... 19
8 Data analisis penentuan NH
4+tanah di Bina Sarana Bakti ... 20
9 Data analisis penentuan NO
3-tanah di Permata Hati ... 21
10 Data analisis penentuan NO
3-tanah di Bukit Organik ...
22
11 Data analisis penentuan NO
3-tanah di Bina Sarana Bakti ...
23
12 Perhitungan analisis statistik kadar NH
4+tanah... 24
13 Perhitungan analisis statistik kadar NO
3-tanah ... 27
PENDAHULUAN
Sistem pertanian di Indonesia pada umumnya berbasis konvensional, namun beberapa tahun terakhir muncul alternatif teknologi berbasis lingkungan, seperti LEISA (sistem pertanian input rendah) dan pertanian organik. Sistem pertanian sayuran dataran tinggi yang dibudidayakan di Ciwidey dan Cisarua adalah sistem pertanian organik dan konvensional. Namun petani di daerah tersebut telah menggunakan pupuk yang berlebihan sehingga perlu dikaji untuk mengetahui kesuburan tanah dan perubahan sifat kimia yang terjadi. Sistem pertanian konvensional menggunakan pestisida dan pupuk anorganik dengan dosis yang ber- lebihan, sehingga menyebabkan akumulasi hara di perairan maupun air tanah yang berdampak pada pencemaran lingkungan.
Meningkatnya dampak kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida dan pupuk, membawa kesadaran bagi segenap pihak, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan antara lain melalui cara budidaya pertanian organik. Menurut Sutanto (2002) pertanian organik menerapkan hukum pengembalian yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman.
Analisis tanah dapat menilai tingkat produktivitas tanah. Hal ini dibutuhkan karena kondisi setiap tanah berbeda-beda, bergantung pada proses pembentukannya. Proses pembentukkan tanah sendiri dipengaruhi oleh faktor lingkungan (pedogenesis) maupun kegiatan manusia (metapedogenesis) (Purwowidodo 1998). Salah satu jenis tanah di Indonesia adalah tanah Andisol. Tanah Andisol merupakan tanah yang berkembang dari bahan vulkanik (Hardjowigeno 2003). Analisis tanah dilakukan pada beberapa kedalaman. Pemilihan kedalaman untuk sampling berdasarkan pada nilai kedalaman efektif. Kedalaman efektif adalah tingkat kedalaman tanah yang tidak dapat ditembus oleh akar karena batu. Analisis tanah digunakan dalam penelitian kesuburan sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan untuk perbaikan kesuburan tanah dan peningkatan hasil pertanian.
Perilaku nitrogen di dalam tanah sangat dinamis dan mudah berubah. Oleh karena itu bila dalam jumlah yang berlebihan akan
berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia sehingga penggunaan pupuk khususnya nitrogen harus diefisienkan (Resh 1983). Menurut Hakim (1998) proses mineralisasi tanah sangat bergantung pada faktor-faktor lingkungan seperti iklim dan macam vegetasi yang dipengaruhi oleh keadaan setempat seperti topografi, batuan induk dan kegiatan manusia. Oleh karena itu perbedaan jenis tanah dan cara pengolahan tanah terutama pemupukan, memungkinkan terjadinya perbedaan ketersediaan nitrogen hasil proses mineralisasi nitrogen dalam tanah.
Nitrogen adalah salah satu unsur hara esensial dengan tingkat ketersediaan yang rendah di dalam tanah, karena mudah hilang melalui proses penguapan dan pencucian. Sumber utama nitrogen tanah adalah bahan organik, yang kemudian akan mengalami proses mineralisasi yaitu konversi nitrogen oleh mikroorganisme dari nitrogen organik (protein dan senyawa amina) menjadi bentuk anorganik (NH4+ dan NO3-) sehingga menjadi
tersedia untuk diserap oleh tanaman (Crohn 2004). Hasil penelitian Umariah (2007) menjelaskan bahwa metode yang digunakan untuk analisis penetapan NH4+ pada tanah,
yaitu metode ekstraksi KCl sedangkan metode yang digunakan untuk penetapan NO3- adalah
metode ekstraksi CaCl2. Walaupun nitrogen
tersedia secara alami namun jumlahnya tidak cukup untuk tanaman maka diberikan dalam bentuk pupuk organik maupun pupuk sintetis.
Penelitian ini bertujuan mengukur dan membandingkan tingkat pelepasan amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) pada beberapa
kedalaman tanah Andisol pada sistem pertanian organik dan konvensional. Selain itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pemberian dosis pupuk nitrogen.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Andisol
Tanah merupakan hasil pelapukan batuan yang bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di permukaan atau di dalamnya. Setiap jenis tanah mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang dicirikan melalui sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Tejoyuwono 1998). Andisol berdasarkan pada sistem klasifikasi taksonomi tanah dikenal dengan Andosol yang memiliki epipedon histik dan sifat andik serta memiliki kompleks pertukaran yang didominasi oleh
bahan amorf dengan bobot isi kurang dari 0.85 g/cm3 (Soil Survey Staff 1999).
Sifat umum Andisol di Indonesia meliputi ciri morfologi dan fisik kimia. Ciri morfologi Andisol ditandai dengan tanah yang berwarna gelap, coklat sampai hitam, porositas tinggi, memiliki kapasitas air tinggi, tetapi ketahanan terhadap erosinya rendah. Sifat fisik kimia Andisol ditandai dengan reaksi tanah agak masam sampai netral (pH 5.0−6.5), kejenuhan basa sekitar 20−40%, kapasitas tukar kation tinggi sekitar 20−30 me/100g, kandungan C dan N tinggi tetapi rasio C/N rendah, kandungan kalium sedang, kandungan fosfor rendah, sukar mengalami peptisasi, berat jenis <0.85% dan pada kapasitas lapang kelembaban tanah >15%. Andisol terbentuk baik di dataran rendah maupun di lereng gunung sampai kira−kira ketinggian 2000 m di atas permukaan laut (Tan 1991). Menurut Lembaga Penelitian Tanah, peta penyebaran tanah tahun 1963 (Ciwidey) dan 1966 (Cisarua) skala 1:250.000 menunjukkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah Andisol. Berikut ini data analisis awal tanah Andisol Cisarua dan Ciwidey.
Tabel 1 Data analisis awal tanah Andisol Cisarua dan Ciwidey*
Kode N-total C-organik C/N
(%) (%) PHO 0.38 3.36 8.9 PHK 0.23 1.95 8.7 BOO 0.49 5.06 10.4 BOK 0.31 2.75 8.8 BSBO 0.34 3.18 9.4 BSBK 0.35 3.08 8.7 *Sumber: Moeskops, 2007
Keterangan: Permata Hati (PH), Bukit Organik (BO), dan Bina Sarana Bakti (BSB).
Nitrogen Tanah
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas terbanyak dibandingkan dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah (Krisna 2002). Atmosfer mengandung nitrogen dalam jumlah yang besar, kira-kira 80% dari udara terdiri atas nitrogen. Pembentukan nitrogen di alam dalam bentuk terikat, yang disebut fiksasi nitrogen. Hal ini terjadi di dalam tanah, terutama oleh bakteri. Jenis bakteri pengikat nitrogen yang paling efisien bersifat simbiotik (Nasoetion 1996).
Fraksi nitrogen yang terdapat dalam tanah yang umum adalah N-organik. Sub-fraksi dari N-organik terdiri atas asam amino dan humin N. Persen konsentrasi dan distribusi dari sub-fraksi dari N-organik selalu bervariasi, bergantung pada faktor tanah, komponen yang ditambahkan, proses pengairan, intensitas pengolahan dan komponen mikrobiologi tanah. Fraksi N-tanah yang lain adalah fraksi N-anorganik yang disusun atas N-NH4+, N-NO3-, N-NO2- dan N2
(Krisna 2002). Kehilangan nitrogen pada tanah pertanian dapat terjadi melalui denitrifikasi, volatilisasi amonia, dan pencucian (kehilangan NO3-). Pencucian nitrat
merupakan masalah pencemaran yang potensial terjadi pada air permukaan dan air bawah tanah yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Bohn et al. 1979).
Mineralisasi Nitrogen Tanah
Mineralisasi merupakan aspek penting dari transformasi nitrogen dalam tanah. Mineralisasi adalah proses konversi dari bentuk organik dari nitrogen menjadi bentuk mineral (Krisna 2002). Proses mineralisasi nitrogen mencakup perombakan N-organik menjadi N-mineral dalam tanah. Nitrogen tanah sebagian besar berada dalam bentuk organik, maka pelapukan N-organik merupakan suatu proses yang menjadikan nitrogen tersedia bagi tanaman. Pelapukan yang merupakan suatu proses biokimia yang kompleks membebaskan karbondioksida dan akhirnya nitrogen dibebaskan dalam bentuk amonium (NH4+).
Menurut Havlin et al. (1999), proses
mineralisasi melibatkan dua reaksi yaitu reaksi aminisasi dan amonifikasi yang terjadi melalui aktivitas mikroorganisme heterotrofik. Aminisasi merupakan proses perubahan protein dan senyawa serupa yang merupakan sebagian besar nitrogen dari tanah menjadi senyawa amino. Prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut (Soepardi 1983):
Protein → R–NH2 + CO2 + Energi
Mineralisasi disebut juga dengan amonifikasi, karena hasil akhirnya adalah amonia. Sebagian besar amonia cepat menghasilkan bentuk NH4+. Kecenderungan
NH4+ terbentuk karena kehadiran ion-ion
hidrogen dalam tanah, dan ikatan yang kuat terbentuk antara amonia dan hidrogen dari penyatuan elektron (Foth 1998).
3
Amino dan asam amino yang dihasilkan melalui proses aminisasi didekomposisi oleh bakteri heterotrof dan membebaskan NH4+.
Proses ini disebut dengan amonifikasi nitrogen. Prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut:
R–NH2 + H2O→NH3 + R - OH + Energi
NH3 + H+ → NH4+
Amonium yang terbentuk pada proses ini (1) diubah menjadi N-NO3- melalui nitrifikasi; (2)
diserap oleh tanaman; (3) digunakan langsung oleh mikroorganisme heterotrof dalam dekomposisi C-organik untuk proses selanjutnya; (4) fiksasi dalam kisi-kisi mineral liat; dan (5) diubah menjadi N2 dan dilepaskan
perlahan kembali ke atmosfer (Havlin et al.
1999).
Nitrifikasi
Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi N-NH4+ menjadi N-NO3-. Nitrifikasi
merupakan proses dua tahap dengan N-NO2
-sebagai hasil antara (Foth 1998). Proses pertama dalam nitrifikasi, yaitu perubahan N-NH4+ menjadi N-NO2- dan selanjutnya
diubah menjadi N-NO3-. Oksidasi secara
biologis N-NH4+ menjadi N-NO2- dapat
digambarkan sebagai berikut:
2NH4+ + 3 O2→ 2 NO2- + 2H2O +4 H+
Nitrosomonas adalah bakteri autotrofik
yang mendapatkan energi dari oksidasi N dan karbon dari CO2. Bakteri autotrofik lainnya
(nitrosolobus, nitrospira dan nitrosovibrio)
dan beberapa bakteri heterotrofik juga dapat mengoksidasi N-NH4+ menjadi N-NO2-.
Pada reaksi yang kedua N-NO2- dioksidasi
menjadi N-NO3- melalui reaksi:
2 NO2- + O2 → 2 NO3-
Oksidasi N-NO2- dilakukan oleh bakteri
autotrofik yang dikenal dengan nama
Nitrobacter. Intensitas proses ini terutama
bergantung pada jumlah N-NH4+ yang tersedia
untuk bakteri penitrifikasi (Sanchez et al.
2001). Menurut Havlin et al. (1999),
faktor-faktor yang mempengaruhi nitrifikasi dalam tanah adalah jumlah amonium dalam tanah, populasi bakteri, reaksi tanah, aerasi tanah, kelembaban tanah, dan suhu.
Bentuk nitrogen yang tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme, yaitu N-NH4+
dan N-NO3-. Penggunaannya berakibat dalam
perubahan bentuk mineral nitrogen ke dalam bentuk organik dan prosesnya disebut imobilisasi nitrogen. Imobilisasi nitrogen
tidak berbahaya dalam tanah. Hal ini merupakan subyek untuk mengulangi siklus nitrogen dalam tanah yang meliputi mineralisasi, nitrifikasi dan imobilisasi (Foth 1998).
Pencucian nitrat (leaching) merupakan
salah satu proses hilangnya nitrat di dalam tanah. Kehilangan nitrat merupakan kejadian fisika disebabkan oleh perkolasi air melalui tanah. Nitrat mudah larut dan bergerak dengan tanah yang airnya berlebih di bawah zona akar. Standar yang ditetapkan untuk jumlah nitrat yang diperbolehkan dalam air minum adalah 50 mg/l (Permenkes No. 416/1990).
Metode Penetapan Senyawa Nitrogen Penetapan nitrogen total dalam tanah dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl yang didasarkan ketetapan bahwa senyawa .nitrogen organik dan anorganik dapat dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk disuling dengan penambahan NaOH yang akan membebaskan NH3. NH3
yang tersuling akan diikat oleh asam borat dan dapat dititrasi dengan H2SO4 dengan
menggunakan indikator conway (Widjik & Hardjono 1996). Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
N-Tanah + H2SO4→ (NH4)2 SO4
(NH4)2SO4+2NaOH→2NH3+Na2SO4+2H2O
NH3 + H3BO3 → NH4H2BO3
2NH4H2BO3+H2SO4→(NH4)2SO4 +2H3BO3
Nitrogen yang tersedia dalam tanah dapat ditetapkan dengan metode KCl. Dasar metode ektraksi dengan KCl pada penetapan senyawa nitrogen (NH4+ dan NO3-) dalam
tanah dapat dibebaskan oleh KCl 1N menjadi amonium klorida dan kalium nitrat (Bertrand 2006). Metode ekstraksi CaCl2 yang
digunakan pada penentuan nitrat telah memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan metode ekstraksi KCl (Umariah 2007). Nitrat dapat juga diekstrak dengan menggunakan CaCl2 (Suhardi 2005).
Sementara N-organik tidak terekstrak. NH3+
dan NO3- yang dibebaskan dari dalam tanah
dapat diukur dengan spektrofotometer (Widjik & Hardjono 1996). Panjang gelombang yang digunakan pada penentuan konsentrasi amonium tanah adalah 636 nm, sedangkan pada penentuan nitrat digunakan panjang gelombang 210 nm dan 275 nm (Norman et al. 1985). Panjang gelombang tersebut
digunakan karena memberikan nilai serapan yang maksimum. Panjang gelombang 275 nm digunakan sebagai pengoreksi dari serapan bahan organik.
Pertanian Organik dan konvensional Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab meghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan (Sutanto 2002). Pertanian organik merupakan jenis pertanian yang sumber pengolahannya dengan memanfaatkan bahan organik yang terdapat di alam. Bahan organik tersebut dapat berfungsi sebagai pestisida dan pupuk. Pertanian konvensional merupakan pertanian yang memanfaatkan bahan agrokimia sintetis (pupuk dan pestisida) di dalam sumber pengolahannya. Pertanian organik dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang berasal dari agrokimia jika dibandingkan dengan pertanian konvensional (Poveda et al.
2005). Oleh karena itu, dilakukan analisis tanah yang pada dasarnya bertujuan memberikan data sifat fisika dan kimia serta unsur hara dalam tanah.
Analisis tanah lebih ditekankan pada data status unsur hara, sedangkan analisis untuk klasifikasi dan evaluasi lahan lebih banyak menetapkan sifat dan karakteristik tanah dibandingkan status unsur hara (Puslittanah 2005). Hasil analisis tanah dapat digunakan sebagai rekomendasi pemupukan dan pengelolaan tanah setelah ada korelasi dengan respon pemupukan di lapangan.
Kadar Air
Air kurang tersedia untuk tanaman karena penjerapan secara fisik maupun kimia air oleh bahan-bahan organik. Untuk menetapkan kandungan komponen lain dari bahan penentuan kadar air dilakukan agar komponen-komponen tersebut dapat dinyatakan sebagai % bahan kering dan nilainya konstan (Harjadi 1993). Kadar air dapat ditetapkan dengan gravimetri. Gravimetri merupakan cara penentuan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisis direaksikan (Harjadi 1993).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah contoh tanah Andisol pada beberapa kedalaman (0-25, 25-50, 50-75, 75-100 cm) daerah
pertanian organik dan konvensional dari Ciwidey dan Cisarua, Jawa Barat. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer Uv-Vis HITACHI U-2010.
Metode
Metode analisis tanah dilakukan berdasarkan pada standar analisis kimia tanah dan tanaman Balittanah (Puslittanah 2005). Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pengambilan contoh tanah di lapangan yang dilanjutkan dengan analisis di laboratorium. Contoh tanah komposit diambil dari lahan pertanian organik dan konvensional di lahan sayuran organik dan konvensional Cisarua (Bina Sarana Bakti dan Permata Hati) dan Ciwidey (Bukit Organik), Jawa Barat.
Pengambilan Contoh Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan di 3 lokasi kebun sayuran yang dibudidayakan secara organik dan konvensional, yaitu Bina Sarana Bakti Cisarua, Permata Hati Cisarua, dan Bukit Organik Ciwidey. Contoh tanah diambil dengan menggunakan bor belgi pada beberapa kedalaman, diantaranya: 0-25, 25-50, 50-75 dan 75-100 cm. Pengeboran dilakukan pada tiap bedengan dengan 4 titik yang dipilih secara acak di setiap pertanaman. Contoh tanah dari 4 titik tersebut dicampurkan menjadi satu contoh tanah komposit yang homogen. Selanjutnya contoh tanah komposit tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang telah berlabel contoh tanah dan disimpan dalam lemari pendingin hingga akan dianalisis.
Penentuan Kadar Air
Contoh tanah ditimbang sebanyak 5 g dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Contoh tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 16 jam. Setelah itu, contoh tanah didinginkan di dalam eksikator, contoh tanah beserta wadah ditimbang. Bobot tanah yang hilang adalah bobot air.
Penentuan Kandungan Amonium Tanah Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukan ke dalam botol kocok dan ditambahkan larutan KCl 1 N sebanyak 50 ml. Setelah itu larutan contoh tanah dikocok dengan menggunakan mesin pengocok selama 60 menit. Setelah 60 menit larutan tersebut disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung pada botol film. Sebanyak 1 ml filtrat ditambahkan dengan pereaksi 1, pereaksi 2, dan NaOCl 5% masing-masing sebanyak 2
5
ml (Lampiran 1). Larutan filtrat tersebut diukur absorbansnya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 636 nm. Konsentrasi larutan standar amonium yang digunakan adalah 0, 0.5, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm (Lampiran 1).
Penentuan Kandungan Nitrat Tanah Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukan ke dalam botol kocok dan ditambahkan larutan CaCl2 0.01 M sebanyak 50 ml. Setelah
itu larutan contoh tanah dikocok dengan menggunakan mesin pengocok selama 60 menit. Setelah 60 menit larutan tersebut disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung pada botol film lalu diukur absorbansnya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 210 nm dan 275 nm. Konsentrasi larutan standar nitrat yang digunakan adalah 0, 0.5, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm (Lampiran 1).
Analisis Statistik
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji beda nilai tengah dua populasi pada dua contoh bebas dengan ragam tidak sama. Bentuk hipotesis untuk kedua kondisi sama. Dengan persamaan sebagai berikut:
H0 : µ1- µ2 = δ0
H1 : µ1- µ2 ≠δ0
Hal ini menyatakan bahwa bila H0 diterima
maka mineralisasi nitrogen pada pertanian organik dan konvensional dapat dikatakan tidak berbeda. Sebaliknya bila H0 ditolak
maka mineralisasi nitrogen pada pertanian organik dan konvensional dapat dikatakan berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Tanah Awal
Analisis tanah awal di Ciwidey (Bandung) dan Cisarua (Bogor) telah dilakukan sebelum analisis lebih lanjut. Tanah awal yang dianalisis, yaitu pada kedalaman 0-25 cm dapat dilihat pada Tabel 1 yang diperoleh data dari Lampiran 2. Tanah Andisol Permata Hati (PH), Bina Sarana Bakti (BSB) dan Bukit Organik (BO) pada pertanian organik mempunyai kandungan N-total berkisar 0.34-0.49%, sedangkan tanah pada pertanian kon- vensional mempunyai kandungan N-total berkisar 0.23-0.31%. Menurut Puslittanah (2005) kriteria penilaian sifat-sifat tanah menunjukkan bahwa tanah tersebut baik untuk pertanian organik
maupun kon- vensional mempunyai kandungan N-total yang sedang.
Kandungan C-organik pada tanah pertanian organik berkisar 3.18-5.06% sedangkan tanah pada pertanian konvensional berkisar 1.95-3.08%, berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat tanah menunjukkan bahwa pada pertanian organik mempunyai kandungan C-organik yang tinggi sedangkan pada pertanian konvensional mempunyai kandungan C-organik yang rendah sampai tinggi (Lampiran 3). Data Tabel 1 menunjukkan bahwa semua contoh tanah yang akan dianalisis mempunyai kesuburan tanah yang baik karena mempunyai jumlah C-organik ≥ 2%. Nilai rasio C/N berkisar 8.7-10.4, berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat tanah menunjukkan bahwa tanah tersebut mempunyai rasio C/N yang rendah (Puslittanah 2005). Kandungan rasio C/N pada tanah pertanian organik lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional. Hal ini dikarenakan pertanian organik menggunakan pupuk organik lebih banyak dari pada pertanian konvensional.
Mikroorganisme membutuhkan C-organik untuk menyediakan energi, sedangkan nitrogen untuk pemeliharaan dan pembentukan sel-sel tubuh. Kandungan nitrogen makin banyak maka makin cepat bahan organik terurai karena jasad renik yang menguraikan bahan ini memerlukan nitrogen untuk perkembangannya. Transformasi residu organik menjadi bahan organik yang stabil (humus) akan menyebabkan hubungan yang konsisten antara C dengan N (Bohn et al.
1979). Menurut Darmawijaya (1990), sifat fisika kimia tanah Andisol salah satu diantaranya mengandung C dan N tinggi tetapi rasio C/N rendah.
Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri tidak langsung. Bobot air dihitung berdasarkan pada kehilangan bobot setelah penguapan pada suhu 105 ºC (Harjadi 1993). Suhu 105 ºC digunakan untuk menghilangkan air pada tanah yang terikat secara fisik. Penentuan kadar air sangat penting dalam menentukan kadar amonium dan nitrat dalam tanah. Kadar air tanah dapat mempengaruhi ekosistem yang terdapat pada tanah, oleh karena itu pada proses analisis dilakukan pengukuran kadar air sebagai faktor koreksi dari setiap kondisi tanah yang berbeda.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, kadar air yang dihasilkan berkisar 39-72%
(Lampiran 6-11). Secara umum kadar air yang dihasilkan baik pertanian organik maupun konvensional pada beberapa kedalaman fluktuatif dan tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya penguapan pada permukaan tanah sehingga kadar air akan cenderung berbeda-beda pada setiap kedalaman (Gambar 1 dan 2). Contoh tanah Andisol memiliki kadar air yang tinggi (Gardiner & Miller 2004).
0 20 40 60 80 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 (% ) K e d a la ma n ( c m)
PHO BOO BSBO
Gambar 1 Kadar air (%) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian organik. 0 20 40 60 80 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 (% ) K e d a la ma n ( c m) PHK BOK BSBK
Gambar 2 Kadar air (%) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian konvensional.
Pelepasan NH4+ Tanah pada Sistem
Pertanian Organik dan Konvensional Proses pelepasan NH4+ tanah pada
pertanian organik dan konvensional tanah Andisol Cisarua (Permata Hati dan Bina Sarana Bakti) dan Ciwidey (Bukit Organik) disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4 yang diperoleh dari data Lampiran 6-7. Terdapat hubungan antara proses mineralisasi nitrogen tanah dengan rasio C/N. Rasio C/N yang rendah menyebabkan tanah tersebut masih aktif untuk melakukan proses mineralisasi
nitrogen. Laju mineralisasi nitrogen bergantung pada suhu, rasio C/N, pH tanah, dan susunan mineral lempung (Sanchez 1992).
Kadar NH4+ pada pertanian organik dan
konvensional dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya proses dekomposisi bahan organik (Soepardi 1996). Kadar NH4+ tanah
pada pertanian organik di Bukit Organik pada kedalaman 0-25, 25-50, dan 50-75 cm semakin menurun berturut-turut, yaitu 17.52, 11.32, dan 9.37 mg/kg (Gambar 3), hal ini menunjukkan bahwa proses mineralisasi nitrogen aktif berlangsung pada kedalaman 0-25 cm. Penurunan kadar NH4+ pada
kedalaman 25-50 dan 50-75 cm dikarenakan pada kedalaman tersebut telah terjadi proses nitrifikasi, yaitu proses perubahan NH4+
menjadi NO3-. Kadar NH4+ tanah di Permata
Hati dan Bina Sarana Bakti mengalami kenaikan dari kedalaman 0-25 sampai 25-50 cm. Kadar amonium di Permata Hati naik dari kedalaman 0-25 cm sebesar 17.11 menjadi 18.67 mg/kg pada kedalaman 25-50 cm, sedangkan di Bina Sarana Bakti naik dari 5.82 menjadi 8.50 mg/kg. Pada kedalaman 50-75 cm turun kembali.
Kadar NH4+ dari ketiga lokasi naik
kembali pada kedalaman 75-100 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada kedalaman tersebut telah terjadi proses denitrifikasi karena kurangnya oksigen dalam tanah. Kadar oksigen pada tanah semakin dalam akan semakin berkurang. Kurangnya oksigen dapat memicu berkembangnya mikroorganisme anaerob yang berperan dalam proses denitrifikasi, sehingga NO3- dirombak
kembali menjadi NH4+ (Soepardi 1983).
Kadar NH4+ tanah pada pertanian
konvensional di Permata Hati dari kedalaman 0-25 dan 25-50 cm turun dari 34.55 menjadi 23.34 mg/kg (Gambar 4). Setelah itu, kadar amonium naik kembali pada kedalaman 50-75 cm dan kemudian turun kembali pada kedalaman 75-100 cm, namun relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pada kedalaman tersebut mikroorganisme sedang membutuhkan nitrogen untuk membentuk sel-sel baru yang diperoleh dari denitrifikasi NO3- yang terjadi pada kondisi anaerob
menghasilkan NH4+ selanjutnya mengalami
proses imobilisasi nitrogen, yaitu proses konversi nitrogen anorganik menjadi nitrogen organik.
Kadar NH4+ tanah di Bukit Organik dan
Bina Sarana Bakti pada pertanian konvensional di kedalaman 0-25, 25-50, dan 50-75 cm semakin menurun. Kadar NH4+ di
7
Bukit Organik menurun dari 27.49 menjadi 7.38 mg/kg, sedangkan kadar NH4+ di Bina
Sarana Bakti menurun dari 31.34 menjadi 7.28 mg/kg. Kadar NH4+ naik kembali pada
kedalaman 75-100 cm.
Kadar NH4+ tanah pada pertanian
konvensional pada beberapa kedalaman umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian organik. Hal ini dikarenakan pupuk N-anorganik yang diberikan pada pertanian konvensional sangat mudah larut sehingga proses mineralisasi nitrogen pada pertanian konvensioanal lebih cepat. Penurunan kadar NH4+ disebabkan oleh jumlah nitrogen yang
berasal dari pupuk sintetis mulai berkurang dengan kedalaman tanah yang semakin dalam. Jumlah nitrogen tanah yang berkurang diikuti dengan pelepasan gas nitrogen lebih cepat dari reaksi denitrifikasi pembentukan ion NH4+,
sehingga nitrogen banyak yang hilang dari tanah dan dilepaskan ke udara dalam bentuk gas. 0 20 40 60 80 100 0 5 10 15 20 25 30 35 (mg/kg) K e d a la ma n ( c m)
PHO BOO BSBO
Gambar 3 Kadar amonium (mg/kg) pada . beberapa kedalaman tanah di pertanian organik. 0 20 40 60 80 100 0 5 10 15 20 25 30 35 (mg/kg) Ke d a la m a n ( c m ) PHK BOK BSBK
Gambar 4 Kadar amonium (mg/kg) pada beberapa kedalaman tanah di pertanian konvensional.
Proses mineralisasi dalam tanah melibatkan dua reaksi, yaitu aminisasi dan amonifikasi. Aminisasi dalam tanah berubah dari protein menjadi asam amino, setelah itu akan mengalami amonifikasi tanah dari asam amino menjadi amonium (Havlin et al. 1999).
Hal ini dapat menyebabkan kadar amonium dalam tanah meningkat. Amonium dalam tanah pada kondisi aerob akan mengalami nitrifikasi, sehingga amonium dalam tanah akan menurun karena terjadi transformasi dari amonium menjadi nitrat (Soepardi 1996). Proses perubahan amonium menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas,
sedangkan nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Intensitas proses ini
bergantung pada jumlah amonium yang tersedia untuk bakteri penitrifikasi (Sanchez
et al. 2001).
Pelepasan NO3- Tanah pada Sistem
Pertanian Organik dan Konvensional Proses pelepasan NO3- tanah pada
pertanian organik dan konvensional tanah Andisol Cisarua (Permata Hati dan Bina Sarana Bakti) dan Ciwidey (Bukit Organik) disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6 yang diperoleh data dari Lampiran 9-11. Pergerakan nitrat di dalam tanah lebih cepat dari pada amonium karena sifatnya yang mudah larut dan tidak terjerap oleh partikel tanah. Nitrat di dalam tanah lebih cepat bergerak dibandingkan amonium (Tisdale et al. 1985), sehingga kadar nitrat tanah dari
ketiga lokasi pada pertanian organik dan konvensional berbeda. Kadar NO3- tanah pada
beberapa kedalaman di pertanian organik pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional, meskipun kadar N-total tanah awal pada pertanian organik lebih besar dibandinkan dengan pertanian konvensional, hal ini disebabkan pada pertanian organik mikroorganisme lambat mendekomposisi bahan organik sedangkan pada pertanian konvensional telah ditambahkan pupuk sintetis yang lebih cepat tersedia.
Kadar NO3- tanah pada pertanian organik
di Bukit Organik semakin menurun pada kedalaman 0-75 cm dan di Bina Sarana Bakti menurun pada kedalaman 0-100 cm (Gambar 5). Kadar NO3- pada kedalaman 0-25 cm di
lokasi tersebut mempunyai kadar nitrat yang tinggi sebesar 321.40 dan 432.74 mg/kg, hal ini menunjukkan bahwa pada kedalaman tersebut banyak tersedia nitrogen yang berasal dari dekomposisi bahan organik, sehingga
mempunyai kadar NH4+ yang tinggi. Pada
kondisi aerob, NH4+ tersebut akan berubah
menjadi NO3-. Pada kedalaman 25-75 cm di
Bukit Organik mempunyai kadar NO3- yang
semakin menurun dari 66.41 menjadi 41.03 mg/kg sedangkan di Bina Sarana Bakti pada kedalaman 25-100 cm menurun dari 137.65 menjadi 42.84 mg/kg, hal ini disebabkan pada kedalaman tersebut kadar oksigen semakin berkurang dan penggunaan amonium sebagai pembentuk sel mikroorganisme. Kadar NO3
-pada pertanian organik di Permata Hati -pada kedalaman 0-100 cm semakin meningkat dari 39.96 menjadi 162.94 mg/kg. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor pendukung seperti jumlah mikroorganisme, bahan organik sebagai sumber nitrogen, air dan oksigen yang mencukupi.
0 20 40 60 80 100 0 125 250 375 500 625 750 875 (mg/kg) K e d a la ma n ( c m)
PHO BOO BSBO
Gambar 5 Kadar nitrat (mg/kg) pada . beberapa kedalaman tanah di pertanian organik. 0 20 40 60 80 100 0 125 250 375 500 625 750 875 (mg/kg) K e d a la man (c m) PHK BOK BSBK G ambar 6 Kadar nitrat (mg/kg) pada
beberapa kedalaman tanah di pertanian konvensional.
Kadar NO3- tanah pada pertanian
konvensional di Bukit Organik pada kedalaman 0-25 cm lebih tinggi dibandingkan kadar NO3-di Permata Hati dan Bina Sarana
Bakti. Hal ini disebabkan oleh pemberian pupuk sintetis dalam bentuk amonium yang berlebih, sehingga pada kondisi aerob amonium tersebut akan berubah menjadi NO3
-. Pada kedalaman 25-50 cm di Bukit Organik kadar NO3- tanah turun dengan cepat dari
833.43 menjadi 254.78 mg/kg. Hal ini menandakan dalam kedalaman tersebut jumlah nitrogen yang berasal dari pupuk sintetis mulai berkurang. Pada umumnya dari ketiga lokasi pada beberapa kedalaman tanah mempunyai kadar nitrat yang fluktuatif, karena kadar nitrat juga dipengaruhi oleh proses dekomposisi di dalam tanah (Soepardi 1996) namun di Permata Hati kadar nitrat semakin naik dari kedalaman 50-100 cm.
Kadar NO3- tanah pada umumnya di
setiap pertanian organik dan pertanian konvensional berbeda (Gambar 5 dan 6). Perbedaan tersebut terjadi pada kecepatan proses nitrifikasi pada kedalaman 0-25 cm, tanah yang dipupuk dengan pupuk sintetis mengalami proses mineralisasi lebih cepat dan stabil dibandingkan yang dipupuk dengan pupuk organik. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik di dalam tanah masih cukup tinggi sehingga ketika ditambahkan pupuk sintetis, nitrogen dari pupuk akan bereaksi dengan baik dan ditahan oleh bahan organik (Sarwono 2007), sedangkan bila ditambahkan pupuk organik saja proses mineralisasi yang diawali dengan proses dekomposisi bahan organik dan fiksasi amonium oleh mikroorganisme terhadap reaksi pembentukan nitrat berjalan dengan lambat.
Perbandingan antara Pertanian Organik dan Konvensional pada Penentuan Kadar
NH4+ Tanah
Mineralisasi nitrogen merupakan proses konversi nitrogen bentuk organik menjadi bentuk anorganik (Krisna 2002), antara lain NH4+ dan NO3-. Perbandingan kadar NH4+
tanah pada pertanian organik dan tanah pada pertanian konvensional pada kedalaman 0-25 cm di Permata Hati, Bukit Organik, dan Bina Sarana Bakti disajikan pada Gambar 7. Kadar NH4+ di ketiga lokasi pada sistem pertanian
konvensional lebih tinggi dari pada pertanian organik. Hal ini terjadi karena pada pertanian konvensional diberikan pupuk input berupa pupuk anorganik (urea dan ZA) dalam dosis yang tinggi selain pupuk organik. NH4+ pada
pertanian organik tersedia lambat, karena dekomposisi bahan organik membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan pupuk
9
sintetis. Sedangkan pada pertanian konvensional yang ditambahkan pupuk sintetis nitrogen akan cepat mengalami mineralisasi menjadi NH4+ dan mudah hilang
dari solum tanah, sehingga pada kedalaman 0-25 cm kadar NH4+ lebih tinggi dibandingkan
dengan pertanian organik.
Analisis statistik yang digunakan untuk membandingkan kadar NH4+ pada beberapa
kedalaman tanah Andisol pertanian organik dan konvensional yaitu uji beda nilai tengah. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar NH4+ tanah pada kedalaman 0-25 cm di
Permata Hati, Bukit Organik, dan Bina Sarana Bakti pada pertanian organik dan konvensional pada memiliki hipotesis yang mendukung untuk menerima H0. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar NH4+ tanah dari
ketiga lokasi tidak beda nyata (Gambar 7). Lampiran 12 menyajikan uji t-hitung pada
perhitungan statistik dengan nilai α 0.05, yang menyatakan bahwa kedua pertanian tersebut memiliki kadar NH4+ tanah yang beda nyata
pada kedalaman 50-75 cm di Permata Hati dan 25-50 cm di Bina Sarana Bakti.
0 10 20 30 40 PH BO BSB Lokasi K ad a r am on iu m ( m g /k g ) Organik Konvensional
Gambar 7 Perbandingan kadar NH4+ tanah
awal pada kedalaman 0-25 cm antara pertanian organik dan konvensional.
Data lain yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar NH4+ di Bukit Organik pada
pertanian organik dan konvensional pada beberapa kedalaman memiliki hipotesis yang mendukung untuk menerima H0. Lampiran 12
menyajikan uji t-hitung pada perhitungan
statistik dengan nilai α 0.05, yang menyatakan bahwa kedua pertanian tersebut memiliki kadar NH4+ pada beberapa kedalaman tidak
beda nyata.
Perbandingan antara Pertanian Organik dan Konvensional pada Penentuan Kadar
NO3- Tanah
Perbandingan kadar NO3- tanahpertanian
organik dan konvensional pada kedalaman 0-25 cm di Permata Hati, Bukit Organik, dan Bina Sarana Bakti disajikan pada Gambar 8. Kadar NO3- pada pertanian organik umumnya
lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional. Hal ini disebabkan jumlah NH4+ yang tersedia pada pertanian
konvensional lebih tinggi (Gambar 7). Pada kondisi aerob amonium akan cepat berubah menjadi nitrat. Selain itu, pada pertanian organik proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat dan terjadi fiksasi amonium oleh mikroorganisme sehingga pembentukan nitrat berjalan lambat pada kedalaman 0-25 cm.
Penentuan kadar NO3- tanah pertanian
organik dan konvensional di Permata Hati pada kedalaman 0-25 cm dengan menggunakan uji beda nilai tengah menunjukkan hasil yang beda nyata, sedangkan di Bukit Organik dan Bina Sarana Bakti menunjukkan hasil yang tidak beda nyata. Lampiran 13 menyajikan uji t-hitung
pada perhitungan statistik dengan nilai α 0.05 menyatakan bahwa pada kedua pertanian memiliki kadar NO3- yang beda nyata pada
kedalaman 50-75 cm di Bukit Organik.
0 200 400 600 800 PH BO BSB Lokasi K a d a r n itr a t (m g /k g ) Organik Konvensional Gambar 8 Perbandingan kadar NO3- tanah
awal pada kedalaman 0-25 cm antara pertanian organik dan konvensional.
Data lain yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar NO3- tanah di Bina Sarana Bakti
pada pertanian organik dan konvensional pada beberapa kedalaman memiliki hipotesis yang mendukung untuk menerima H0. Lampiran 13
menyajikan nilai uji t-hitung pada perhitungan
bahwa kedua pertanian tersebut memiliki kadar NO3- tanah pada beberapa kedalaman
yang tidak berbeda nyata.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pelepasan kadar NH4+ dan NO3- pada
beberapa kedalaman tanah Andisol yang dikelola secara organik dan konvensional di Permata Hati, Bukit Organik, dan Bina Sarana Bakti. Kadar NH4+ tanah sistem pertanian
konvensional pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pertanian organik. Pada kedalaman 0-25 cm, kadar NH4+ tanah yang dikelola secara konvensional
di ketiga lokasi penelitian berkisar 27.49 sampai 34.55 mg/kg sedangkan pada sistem pertanian organik berkisar 5.82 sampai 17.11 mg/kg. Semakin meningkat kedalaman tanah, kadar NH4+ semakin menurun. Kadar NO3
-pada sistem pertanian konvensional -pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pertanian organik. Pada kedalaman 0-25 cm, kadar NO3- dalam tanah yang dikelola
secara konvensional di ketiga lokasi penelitian berkisar 241.72 sampai 833.43 mg/kg sedangkan pada sistem pertanian organik berkisar 39.96 sampai 432.74 mg/kg. Semakin meningkat kedalaman tanah, kadar NO3
-semakin menurun namun nilainya diatas batas ambang NO3- yang diperbolehkan.
Mineralisasi nitrogen dalam bentuk NH4+
tanah pada pertanian organik lebih lambat dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui berapa banyak dosis pupuk organik maupun anorganik yang seharusnya diberikan pada pertanian organik dan konvensional agar tidak mencemari lingkungan. Mempelajari dinamika mi- neralisasi nitrogen yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukung seperti pH tanah, populasi dan jenis mikroorganisme.
DAFTAR PUSTAKA
Bertrand I, Delfose O, Mary B. 2006. Carbon and nitrogen mineralization in acidic, limed and calcareous agricultural soils: apparent and actual effects. Soil Biol Biochem 39:276-288.
Bohn HL, McNeal BL, O’Connor GA. 1979
Soil Chemistry. New York: J Wiley.
Buckman OH, Brady NC. 1982. Ilmu Tanah.
Prof Dr Soegiman, Penerjemah. Terjemahan dari The Nature and Properties of Soils. Penerbit Bhatara Karya Aksara Jakarta.
Crohn D. 2004. Nitrogen Mineralization and Its Importance in Organic Waste Recycling. [terhubung berkala]. http://alfalfa.ucdavis.edu.pdf. [Agustus
2008].
Darmawijaya. 1990. Klasifikasi Tanah.
Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. [Depkes]. 1990. Peraturan Menteri Keseha-
tan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/PERIX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta: Depkes.
Foth HD. 1998. Fundamental of Soil Science.
John Wiley.
Gardiner DT, Miller RW. 2004. Soils In Our Environment. Tenth Edition. New
Jersay: Pearson Education.
Goldman E, Jacobs R. 1991. Determination of nitrates by ultraviolets absopstion. J. Amer. Water Works Assoc 53:187.
Hardjowigeno S. 2003. llmu Tanah. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelsen
WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizers, 6th Edition. Prentice Hall, New Jersey.
Krisna KR. 2002. Soil Fertility and Crop Production. Science Publisher.
Moeskops B. 2007. Soil Quality under Organic and Convensional Agriculture in Java. Interm Report of PhD Research. Ghent University. Belgium.
Nasoetion AH. 1996. Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Pustaka Literatur Antar Nusa,
hlm. 133.
Norman JL, Edbrg JC, Stucky JW. 1985. Determination of nitrate soil extracts by dual-wavelength ultraviolet spectro- photometry. J Soil Scl Soc.
49:1182-1186.
Poveda K, Dewenter IS, Scheu S, Tscharntke T. 2005. Belowground effects of organic
11
and conventional farming on aboveground plant–herbivore and plant– pathogen interactions. Agric Environ
113:162-167.
Purwowidodo. 1998. Penampang Tanah.
Bogor: IPB Pr.
Puslittanah. 2005. Penuntun Analisis Kimia Tanah dan Tanaman. Bogor: Balai
Penelitian Tanah.
Resh HM. 1983. Hydroponic Food Production. Ed ke-2. California:
Woodbridge Pr. Hlm 335.
Sanchez PA, Roig A, Pareder C, Bernal MP. 2001. Nitrogen Transformation during Organic Waste Composting by The Rutgers System.
Sanchez PA. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Bandung: ITB.
Sarwono, H. 2007. Ilmu Tanah. Ed ke-4.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Soepardi G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Juruan tanah, Fakultas Pertanian, PB. Bogor. Hlm. 11-12.
Soepardi G. 1996. Sifat dan Ciri Tanah.
Bogor. IPB Pr.
Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. Ed
ke-2. United States Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.
Suhardi. 2005. Pengaruh penggunaan tanah gambut sebagai lahan pertanian teradap perubahan pola laju mineralisasi nitrogen.
Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia
7:104-110.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik: Menuju
Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius Yogyakarta. Hal. 19-31.
Tan KH. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah.
Gumadi DH, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr.
Tejoyuwono N. 1998. Tanah & Lingkungan.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985.
Soil Fertility and Fertilizers. New York:
Macmillan.
Umariah S. 2007. Perbandingan metode analisis senyawa nitrogendengan KCl dan CaCl2 di beberapa kedalaman tanah yang
ditanami bawang daun [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Widjik S, Hardjono. 1996. Metode Analisis Tanah. Jakarta: Astra Agro Niaga.
Wiederholt R., Johnson B. 2005. Behaviour in The Environment. [terhubung berkala]. http://www.ag.ndsu.udu.html. [September
13
Lampiran 1 Pembuatan pereaksi dan larutan
Ekstrak KCl 1 N: Sebanyak 74.55 g kristal KCl dilarutkan ke dalam labu berukuran 1 liter dengan air bebas ion hingga homogen.
Standar pokok 1000 ppm NH4 +
: Sebanyak 4.7143 g serbuk (NH4)2SO4 (kering 105 ºC) dilarutkan kedalam labu berukuran 1 liter dengan air bebas ion hingga homogen.
Standar 50 ppm NH4 +
dalam KCl 1N: Sebanyak 5 mlstandar pokok 1000 ppm NH4 +
dipipet ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan ekstrak KCl 1N hingga tanda tera.
Standar 5 ppmNH4 +
dalam KCl 1N: Sebanyak 10 mlstandar 50 ppm NH4 +
dipipet ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan ekstrak KCl 1N hingga tanda tera.
Ekstrak CaCl2 0.01 M: Sebanyak 1.48 g kristal CaCl2 dilarutkan ke dalam labu berukuran 1 liter dengan air bebas ion hingga homogen.
Standar pokok 1000 ppm NO3
-: Sebanyak 1.6290 g serbuk KNO3 pekat dilarutkan kedalam labu berukuran 1 liter dengan air bebas ion hingga homogen.
Standar 50 ppm NO3
dalam CaCl2 0.01 M: Sebanyak 5 ml standar pokok 1000 ppm
NO3
dipipet ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan ekstrak CaCl2 0.01 M hingga tanda tera.
Pereaksi 1 dan 2 KCl
Pereaksi 1 (larutan buffer sitrat), yaitu 32 g NaOH dilarutkan 500 ml air bebas ion secara perlahan-lahan ke dalam labu ukur 1000 ml kemudian ditambahkan 40 g serbuk trinatrium sitrat, 0,3 natrium nitroprusida, dan air bebas ion sampai tanda tera. Pereaksi 2 (larutan fenolat), yaitu sebanyak 56.3 g serbuk NaOH ditambahkan 500 ml air bebas ion secara perlahan-lahan ke dalam labu ukur 1000 ml kemudian ditambahkan 137 g fenol dan air bebas ion sampai tanda tera.
Deret standar amonium pada KCl
Penetapan amonium dilakukan dengan pembuatan deret standar (0-5 ppm NH4+). Standar 5 ppm NH4+ dalam KCl 1N dipipet 0; 0.1; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8; dan 1 ml ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan ekstrak KCl 1 N hingga menjadi 1 ml. Deret standar ini memiliki konsentrasi 0; 0.5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ppm NH4+. Kemudian deret standar ini ditambahkan 2 ml pereaksi 1, 2 ml pereaksi 2, dan 2 ml NaOCl 5 %. Kemudian dikocok dan diukur serapannya pada panjang gelombang 636 nm.
Deret standar nitrat pada CaCl2
Penetapan amonium dilakukan dengan pembuatan deret standar (0-5 ppm NO3
-). Standar 50 ppmNO3
dalam CaCl2 0.01 M dipipet 0; 0.05; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; dan 0.5 ml ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan ekstrak CaCl2 0.01 M hingga menjadi 5 ml. Deret standar ini memiliki konsentrasi 0; 0.5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ppm NO3
-. Kemudian dikocok dan diukur serapannya pada panjang gelombang 210 nm dan 275 nm sebagai koreksi.
Lampiran 2 Data analisis tanah awal
Kode Lokasi Sistem Tanaman N-total C-organik C/N
Pertanian (%) (%)
I A 1 Permata Hati (PHO) Organik Kubis 0.402 3.636 9.0
I A 2 0.401 3.463 8.6
I A 3 0.333 2.966 8.9
I B 1 Permata Hati (PHK) Konvensional Kubis 0.241 2.055 8.5
I B 1 0.215 1.971 9.2
I B 3 0.220 1.835 8.3
II A 1 Bukit Organik (BOO) Organik Kentang 0.534 5.562 10.4
II A 2 0.469 4.895 10.4
II A 3 0.462 4.719 10.2
II B 1 Bukit Organik (BOK) Konvensional Kentang 0.309 2.758 8.9
II B 2 0.315 2.751 8.7
II B 3 - - -
III A 1 Bina Sarana Bakti (BSBO) Organik Tomat 0.341 3.463 10.2
III A 2 0.286 2.504 8.8
III A 3 0.387 3.584 9.3
III B 1 Bina Sarana Bakti (BSBK) Konvensional Tomat 0.376 3.262 8.7
III B 2 0.339 2.947 8.7
15
Lampiran 3 Kriteria penilaian sifat-sifat tanah (Puslittanah 2005)
Nilai Jenis analisis
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi C organik (%) < 1.00 1-2.0 2.01-3 3.01-5 > 5 N total (%) < 0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 > 0.75 C/N < 5 5-10 11-15 16-25 > 25 P2O5 HCl 25 % (mg/100 g) < 15 15-20 21-40 41-60 >60 P2O5 Bray 1 (ppm) < 4 5-7 8-10 11-15 > 15 P2O5 Olsen (ppm) < 5 5-10 11-15 16-20 > 20 K2O HCl 25% < 10 10-20 21-40 41-60 > 60 KTK (me/100 g) < 5 5-16 17-24 25-40 > 40 Susunan kation (me/100 g)
Ca < 2 2-5 6-10 11-20 > 20 Mg < 0.4 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 > 8 K < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 > 1 Na < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 > 1 KB (%) < 20 20-40 41-60 61-80 > 80 Kemasaman Al (me/100 g) < 5 5-10 11-20 20-40 > 40 Sangat masam Masam Agak masam Netral Agak netral Alkali pH H2O 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 > 8.5
Lampiran 4 Diagram alir penelitian
Contoh tanah
Penetapan kadar air
Ekstraksi contoh tanah
CaCl
20.01M KCl 1 N
Penetapan
Nitrat
Penetapan
Amonium
17
Lampiran 5 Contoh perhitungan analisis tanah
Penentuan Kadar Air
Kadar Air (KA) = (bobot cawan + bobot basah) – (bobot cawan +bobot kering) x 100% (bobot cawan +bobot kering) – bobot cawan
Kadar Air (KA) = (3.376 + 5.019) – (3.376 +3.628) x 100% = 38.34% (3.376 +3.628) – 3.376
Faktor Koreksi (fk) = 100 + KA 100
Faktor Koreksi (fk) = 100 + 38.34 = 1.383 100
Penentuan kadar amonium tanah [NH4
+
contoh] (mg/kg) = [NH4 +
] kurva x fk x volume ekstrak Bobot tanah [NH4 + contoh] (mg/kg) = 2.131 mg/L x 1.383 x 50 mL x 1L x 1000 g 10 g 1000 mL 1 kg [NH4 + contoh] = 14.740 mg/kg
Penentuan kadar nitrat tanah
[NO3- contoh] (mg/kg) = [NO3-] kurva x fk x fp x volume ekstrak Bobot tanah
[NO3- contoh] (mg/kg) = 0.485 mg/L x 1.383 x 10x 50 mL x 1L x 1000 g 10 g 1000 mL 1 kg [NO3- contoh] = 33.572 mg/kg
Kode Kedalaman A Slope Intersept [NH4+] kurva Bobot cawan kosong Bobot contoh contoh kering +cawan Bobot contoh
kering KA fk fP [NH4+] tanah Rerata
(cm) (ppm) (g) (g) (g) (g) (%) (mg/kg) I.A.a.1 0-25 0.259 0.1275 -0.0127 2.131 3.376 5.019 7.004 3.628 38.34 1.383 1.00 14.740 17.11 I.A.a.2 0.336 0.1243 -0.0150 2.824 3.367 5.011 6.998 3.631 38.01 1.380 1.00 19.485 I.A.a.1 25-50 0.288 0.1243 -0.0150 2.438 3.447 5.014 6.772 3.325 50.80 1.508 1.00 18.380 18.67 I.A.a.2 0.301 0.1243 -0.0150 2.542 3.316 5.008 6.672 3.356 49.23 1.492 1.00 18.968 I.A.a.1 50-75 0.068 0.1243 -0.0150 0.668 3.377 5.009 6.227 2.850 75.75 1.758 1.00 5.868 6.12 I.A.a.2 0.087 0.1275 -0.0127 0.782 3.369 5.009 6.445 3.076 62.84 1.628 1.00 6.367 I.A.a.1 75-100 0.055 0.1275 -0.0127 0.531 3.388 5.011 6.390 3.002 66.92 1.669 1.00 4.432 5.61 I.A.a.2 0.089 0.1243 -0.0150 0.837 3.365 5.021 6.461 3.096 62.18 1.622 1.00 6.785 I.B.a.1 0-25 0.628 0.1243 -0.0150 5.173 3.419 5.012 7.026 3.607 38.95 1.390 1.00 35.940 34.55 I.B.a.2 0.576 0.1243 -0.0150 4.755 3.353 5.034 6.961 3.608 39.52 1.395 1.00 33.169 I.B.a.1 25-50 0.312 0.1275 -0.0127 2.547 3.362 5.004 6.738 3.376 48.22 1.482 1.00 18.874 23.34 I.B.a.2 0.457 0.1243 -0.0150 3.797 3.373 5.020 6.800 3.427 46.48 1.465 1.00 27.812 I.B.a.1 50-75 0.415 0.1243 -0.0150 3.459 3.370 5.004 6.716 3.346 49.55 1.496 1.00 25.868 25.31 I.B.a.2 0.399 0.1243 -0.0150 3.331 3.328 5.006 6.695 3.367 48.68 1.487 1.00 24.760 I.B.a.1 75-100 0.325 0.1243 -0.0150 2.735 3.323 5.008 6.595 3.272 53.06 1.531 1.00 20.933 21.89 I.B.a.2 0.420 0.1243 -0.0150 3.500 3.345 5.012 7.182 3.837 30.62 1.306 1.00 22.856
18
Lampiran 7 Data analisis penentuan NH
4+tanah di Bukit Organik
Kode Kedalaman A Slope Intersept
[NH4+] kurva Bobot cawan kosong Bobot contoh Bobot contoh kering +cawan Bobot contoh
kering KA fk fP [NH4+] tanah Rerata
(cm) (ppm) (g) (g) (g) (g) (%) (mg/kg) II.A.a.1 0-25 0.301 0.1390 -0.0098 2.236 3.322 5.007 6.309 2.987 67.63 1.676 1.00 18.740 17.52 II.A.a.2 0.311 0.1390 -0.0098 2.308 3.310 5.002 6.852 3.542 41.22 1.412 1.00 16.296 II.A.a.1 25-50 0.130 0.1141 -0.0036 1.171 3.377 5.058 5.950 2.573 96.58 1.966 1.00 11.509 11.32 II.A.a.2 0.165 0.1390 -0.0098 1.258 3.307 5.006 6.134 2.827 77.08 1.771 1.00 11.134 II.A.a.1 50-75 0.142 0.1275 -0.0127 1.213 3.355 5.018 5.964 2.609 92.33 1.923 1.00 11.668 9.37 II.A.a.2 0.120 0.1390 -0.0098 0.934 3.425 5.003 6.725 3.300 51.61 1.516 1.00 7.079 II.A.a.1 75-100 0.320 0.1243 -0.0150 2.695 3.453 5.003 6.917 3.464 44.43 1.444 1.00 19.462 17.72 II.A.a.2 0.270 0.1390 -0.0098 2.013 3.371 5.002 6.523 3.152 58.69 1.587 1.00 15.972 II.B.a.1 0-25 0.464 0.1243 -0.0150 3.854 3.375 5.010 6.995 3.620 38.40 1.384 1.00 26.666 27.49 II.B.a.2 0.480 0.1502 -0.0015 3.206 3.376 5.026 6.221 2.845 76.66 1.767 1.00 28.316 II.B.a.1 25-50 0.564 0.1502 -0.0015 3.765 3.383 5.085 6.815 3.432 48.16 1.482 1.00 27.892 20.60 II.B.a.2 0.212 0.1502 -0.0015 1.421 3.311 5.066 6.015 2.704 87.35 1.874 1.00 13.315 II.B.a.1 50-75 0.140 0.1141 -0.0036 1.259 3.434 5.005 6.940 3.506 42.76 1.428 1.00 8.983 7.38 II.B.a.2 0.070 0.1275 -0.0127 0.649 3.334 5.027 6.152 2.818 78.39 1.784 1.00 5.785 II.B.a.1 75-100 0.219 0.1502 -0.0015 1.468 3.433 5.007 6.196 2.763 81.22 1.812 1.00 13.302 11.69 II.B.a.2 0.159 0.1141 -0.0036 1.425 3.424 5.005 6.960 3.536 41.54 1.415 1.00 10.085
19
Kode Kedalaman A Slope Intersept [NH4+] kurva Bobot cawan kosong Bobot contoh contoh kering +cawan Bobot contoh
kering KA fk fP [NH4+] tanah Rerata
(cm) (ppm) (g) (g) (g) (g) (%) (mg/kg) III.A.a.1 0-25 0.130 0.1275 -0.0127 1.119 3.430 5.010 7.056 3.626 38.17 1.382 1.00 7.732 5.82 III.A.a.2 0.057 0.1275 -0.0127 0.547 3.310 5.012 6.814 3.504 43.04 1.430 1.00 3.910 III.A.a.1 25-50 0.125 0.1275 -0.0127 1.080 3.343 5.012 6.706 3.363 49.03 1.490 1.00 8.048 8.50 III.A.a.2 0.130 0.1243 -0.0150 1.167 3.371 5.011 6.635 3.264 53.52 1.535 1.00 8.954 III.A.a.1 50-75 0.094 0.1275 -0.0127 0.837 3.365 5.008 6.518 3.153 58.83 1.588 1.00 6.646 5.67 III.A.a.2 0.058 0.1275 -0.0127 0.555 3.377 5.019 6.340 2.963 69.39 1.694 1.00 4.696 III.A.a.1 75-100 0.122 0.1243 -0.0150 1.102 3.396 5.005 6.625 3.229 55.00 1.550 1.00 8.542 7.12 III.A.a.2 0.074 0.1275 -0.0127 0.680 3.337 5.018 6.336 2.999 67.32 1.673 1.00 5.689 III.B.a.1 0-25 0.418 0.1243 -0.0150 3.484 3.376 5.027 7.093 3.717 35.24 1.352 1.00 23.556 31.34 III.B.a.2 0.637 0.1243 -0.0150 5.245 3.435 5.004 6.789 3.354 49.19 1.492 1.00 39.129 III.B.a.1 25-50 0.436 0.1243 -0.0150 3.628 3.360 5.008 6.685 3.325 50.62 1.506 1.00 27.324 26.69 III.B.a.2 0.374 0.1243 -0.0150 3.130 3.362 5.018 6.376 3.014 66.49 1.665 1.00 26.052 III.B.a.1 50-75 0.112 0.1243 -0.0150 1.022 3.335 5.007 6.522 3.187 57.11 1.571 1.00 8.026 8.84 III.B.a.2 0.136 0.1243 -0.0150 1.215 3.394 5.015 6.549 3.155 58.95 1.590 1.00 9.655 III.B.a.1 75-100 0.112 0.1243 -0.0150 1.022 3.407 5.001 6.923 3.516 42.24 1.422 1.00 7.266 7.28 III.B.a.2 0.106 0.1243 -0.0150 0.973 3.348 5.004 6.690 3.342 49.73 1.497 1.00 7.288
20
Lampiran 9 Data analisis penentuan NO
3-tanah di Permata Hati
Kode Kedalaman A Slope Intersept
[NO3-] kurva Bobot cawan kosong Bobot contoh Bobot contoh kering +cawan Bobot contoh kering KA fk fp [NO3-] tanah Rerata (cm) (ppm) (g) (g) (g) (g) (%) (mg/kg) I.A.a.1 0-25 0.061 0.1263 -0.0003 0.485 3.376 5.019 7.004 3.628 38.34 1.383 10.00 33.572 39.96 I.A.a.2 0.073 0.1268 -0.0104 0.658 3.453 5.031 7.022 3.569 40.96 1.410 10.00 46.358 I.A.a.1 25-50 0.058 0.1268 -0.0104 0.539 3.447 5.014 6.772 3.325 50.80 1.508 10.00 40.672 51.64 I.A.a.2 0.096 0.1268 -0.0104 0.839 3.316 5.008 6.672 3.356 49.23 1.492 10.00 62.609 I.A.a.1 50-75 0.072 0.1282 -0.0044 0.596 3.377 5.009 6.227 2.850 75.75 1.758 10.00 52.370 51.75 I.A.a.2 0.079 0.1263 -0.0003 0.628 3.369 5.009 6.445 3.076 62.84 1.628 10.00 51.122 I.A.a.1 75-100 0.179 0.1282 -0.0044 1.431 3.365 5.021 6.461 3.096 62.18 1.622 10.00 116.003 162.94 I.A.a.2 0.313 0.1268 -0.0104 2.550 3.398 5.023 6.450 3.052 64.58 1.646 10.00 209.879 I.B.a.1 0-25 0.459 0.1282 -0.0044 3.615 3.352 5.011 6.936 3.584 39.82 1.398 10.00 252.694 241.72 I.B.a.2 0.409 0.1268 -0.0104 3.308 3.353 5.034 6.961 3.608 39.52 1.395 10.00 230.742 I.B.a.1 25-50 0.079 0.1282 -0.0044 0.651 3.354 5.004 6.570 3.216 55.60 1.556 10.00 50.612 54.88 I.B.a.2 0.092 0.1268 -0.0104 0.808 3.373 5.020 6.800 3.427 46.48 1.465 10.00 59.148 I.B.a.1 50-75 0.316 0.1268 -0.0104 2.574 3.349 5.037 7.162 3.813 32.10 1.321 10.00 170.022 150.94 I.B.a.2 0.223 0.1282 -0.0044 1.774 3.328 5.006 6.695 3.367 48.68 1.487 10.00 131.862 I.B.a.1 75-100 0.650 0.1268 -0.0104 5.208 3.323 5.008 6.595 3.272 53.06 1.531 10.00 398.574 260.47 I.B.a.2 0.215 0.1282 -0.0044 1.711 3.420 5.005 6.920 3.500 43.00 1.430 10.00 122.364
21
Kode Kedalaman A Slope Intersept [NO3-] kurva Bobot cawan kosong Bobot contoh contoh kering +cawan Bobot contoh kering KA fk fp [NO3-] tanah Rerata (cm) (ppm) (g) (g) (g) (g) (%) (mg/kg) II.A.a.1 0-25 0.615 0.1272 0.00002 4.835 3.322 5.007 6.309 2.987 67.63 1.676 10.00 405.216 321.40 II.A.a.2 0.428 0.1272 0.00002 3.365 3.310 5.002 6.852 3.542 41.22 1.412 10.00 237.575 II.A.a.1 25-50 0.046 0.1284 -0.0105 0.440 3.377 5.058 5.950 2.573 96.58 1.966 10.00 43.251 66.41 II.A.a.2 0.154 0.1272 0.00002 1.211 3.447 5.002 6.827 3.380 47.99 1.480 10.00 89.572 II.A.a.1 50-75 0.093 0.1272 0.00002 0.731 3.425 5.003 6.725 3.300 51.61 1.516 10.00 55.410 41.03 II.A.a.2 0.038 0.1284 -0.0105 0.378 3.354 5.039 6.924 3.570 41.15 1.411 10.00 26.658 II.A.a.1 75-100 0.211 0.1268 -0.0104 1.746 3.453 5.003 6.917 3.464 44.43 1.444 10.00 126.090 126.50 II.A.a.2 0.220 0.1272 0.00002 1.729 3.317 5.000 6.724 3.407 46.76 1.468 10.00 126.901 II.B.a.1 0-25 1.636 0.1282 -0.0044 12.796 3.375 5.010 6.995 3.620 38.40 1.384 10.00 885.444 833.43 II.B.a.2 1.385 0.1265 0.0035 10.921 3.311 5.063 6.849 3.538 43.10 1.431 10.00 781.413 II.B.a.1 25-50 0.395 0.1265 0.0035 3.095 3.383 5.085 6.815 3.432 48.16 1.482 10.00 229.274 254.78 II.B.a.2 0.382 0.1265 0.0035 2.992 3.311 5.066 6.015 2.704 87.35 1.874 10.00 280.288 II.B.a.1 50-75 0.650 0.1284 -0.0105 5.144 3.434 5.005 6.940 3.506 42.76 1.428 10.00 367.172 362.70 II.B.a.2 0.495 0.1284 -0.0105 3.937 3.321 5.092 6.119 2.798 81.99 1.820 10.00 358.234 II.B.a.1 75-100 0.480 0.1284 -0.0105 3.820 3.382 5.042 6.023 2.641 90.91 1.909 10.00 364.652 285.81 II.B.a.2 0.365 0.1284 -0.0105 2.924 3.424 5.005 6.960 3.536 41.54 1.415 10.00 206.970
22
23
Lampiran 11 Data analisis penentuan NO
3-tanah di Bina Sarana Bakti
Kode Kedalaman A Slope Intersept
[NO3-] kurva Bobot cawan kosong Bobot contoh Bobot contoh kering +cawan Bobot contoh kering KA fk fp [NO3-] tanah Rerata (cm) (ppm) (g) (g) (g) (g) (%) (mg/kg) III.A.a.1 0-25 0.793 0.1263 -0.0003 6.281 3.310 5.012 6.814 3.504 43.04 1.430 10.00 449.212 432.74 III.A.a.2 0.746 0.1263 -0.0003 5.909 3.355 5.006 6.908 3.553 40.90 1.409 10.00 416.271 III.A.a.1 25-50 0.216 0.1263 -0.0003 1.713 3.343 5.012 6.706 3.363 49.03 1.490 10.00 127.617 137.65 III.A.a.2 0.254 0.1263 -0.0003 2.013 3.361 5.007 6.774 3.413 46.70 1.467 10.00 147.691 III.A.a.1 50-75 0.083 0.1263 -0.0003 0.660 3.365 5.008 6.518 3.153 58.83 1.588 10.00 52.378 48.05 III.A.a.2 0.069 0.1263 -0.0003 0.549 3.351 5.011 6.496 3.145 59.33 1.593 10.00 43.712 III.A.a.1 75-100 0.057 0.1282 -0.0044 0.479 3.396 5.005 6.625 3.229 55.00 1.550 10.00 37.118 42.84 III.A.a.2 0.073 0.1263 -0.0003 0.580 3.337 5.018 6.336 2.999 67.32 1.673 10.00 48.554 III.B.a.1 0-25 0.583 0.1268 -0.0104 4.680 3.376 5.027 7.093 3.717 35.24 1.352 10.00 316.457 334.84 III.B.a.2 0.590 0.1268 -0.0104 4.735 3.435 5.004 6.789 3.354 49.19 1.492 10.00 353.220 III.B.a.1 25-50 0.184 0.1268 -0.0104 1.533 3.360 5.008 6.685 3.325 50.62 1.506 10.00 115.457 167.50 III.B.a.2 0.324 0.1268 -0.0104 2.637 3.362 5.018 6.376 3.014 66.49 1.665 10.00 219.535 III.B.a.1 50-75 0.160 0.1268 -0.0104 1.344 3.394 5.015 6.549 3.155 58.95 1.590 10.00 106.805 144.97 III.B.a.2 0.278 0.1268 -0.0104 2.274 3.423 5.008 6.533 3.110 61.03 1.610 10.00 183.126 III.B.a.1 75-100 0.094 0.1282 -0.0044 0.768 3.407 5.001 6.923 3.516 42.24 1.422 10.00 54.586 56.05 III.B.a.2 0.087 0.1268 -0.0104 0.768 3.348 5.004 6.690 3.342 49.73 1.497 10.00 57.507
Lampiran 12 Perhitungan analisis statiatik kadar NH
4+tanah
Two-Sample T-Test and CI: I Ba; I Aa NH4 (0-25 cm)
Two-sample T for I Ba vs I Aa
N Mean StDev SE Mean I Ba 2 34,55 1,96 1,4 I Aa 2 17,11 3,36 2,4 Difference = mu I Ba - mu I Aa
Estimate for difference: 17,44
95% CI for difference: (-17,47; 52,35)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 6,35 P-Value = 0,099 DF = 1
Two-Sample T-Test and CI: I B a; I Aa NH4 (25-50 cm)
Two-sample T for I B a vs I Aa
N Mean StDev SE Mean I B a 2 23,34 6,32 4,5 I Aa 2 18,674 0,416 0,29 Difference = mu I B a - mu I Aa
Estimate for difference: 4,67
95% CI for difference: (-52,24; 61,58)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,04 P-Value = 0,487 DF = 1
Two-Sample T-Test and CI: I Ba; I Aa NH4 (50-75 cm)
Two-sample T for I Ba vs I Aa
N Mean StDev SE Mean I Ba 2 25,314 0,783 0,55 I Aa 2 6,118 0,353 0,25 Difference = mu I Ba - mu I Aa
Estimate for difference: 19,197
95% CI for difference: (11,476; 26,917)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 31,59 P-Value = 0,020 DF = 1
Two-Sample T-Test and CI: I Ba; I Aa NH4 (75-100 cm)
Two-sample T for I Ba vs I Aa
N Mean StDev SE Mean I Ba 2 21,89 1,36 0,96 I Aa 2 5,61 1,66 1,2 Difference = mu I Ba - mu I Aa
Estimate for difference: 16,29 95% CI for difference: (-3,02; 35,59)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 10,72 P-Value = 0,059 DF = 1