• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Anatomi dan Fisis Kelapa Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sifat Anatomi dan Fisis Kelapa Hibrida"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT ANATOMIS DAN FISIS

BATANG KELAPA HIBRIDA

SKRIPSI

Oleh :

MARIHOT HAMONANGAN HUTABARAT 031203004

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Skripsi : Sifat Anatomi dan Fisis Kelapa Hibrida

Nama : Marihot Hamonangan Hutabarat

NIM : 031203004

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Departemen : Kehutanan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Evalina Herawati S.Hut., M.Si Luthfi Hakim S.Hut., M.Si.

Mengetahui

Sekretaris Departemen kehutanan

(3)

ABSTRACT

MARIHOT H. HUTABARAT : Anatomical and physic properties of Cocos nucifera Linn), Supervised by Evalina Herawati and Luthfi Hakim.

This research is aim to evaluate the anatomical and physical properties of Cocos

nucifera Linn. The anatomical studied by identification the sample and using microscop

for determined the fiber dimension and Bristish Standard 373-1975 were used to test the physic properties.

The anatomical and physical properties variated according to height and depth of the stem. The anatomical structure of Cocos nucifera dominated of vascular bundles and parenchyma. Vascular bundles effect moisture content, spesefic gravity and the shrinkage three direction. Fiber were contained in vascular bundles wich the average of fiber length and fiber wall thickness variated according to length and depth of stem. Moisture content of Cocos nucifera was between 71.23% - 337.51%, spesific gravity was between 0,08 – 0,39. The average of shrinkage three direction (tangencial, radial and longitudinal) waw between 0,44% - 23,87%.

(4)

ABSTRAK

MARIHOT H. HUTABARAT: Sifat anatomis dan fisis batang kelapa hibrida, dibimbing oleh EVALINA HERAWATI DAN LUTHFI HAKIM.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat anatomis dan fisis batang kelapa hibrida. Ciri anatomi diamati langsung pada sampel dan menggunakan mikroskop untuk pengamatan dimensi seratnya, dan pengujian sifat fisis menggunakan British Standard.

Sifat anatomis dan fisis batang kelapa hibrida bervariasi menurut ketinggian dan kedalaman. Struktur anatomis batang kelapa hibrida didominasi oleh vascular bundle dan parenkim. Serat kayu dapat ditemukan didalam vascular bundle dengan rata-rata panjang dan tebal dinding serat yang bervariasi menurut ketinggian dan kedalaman. Kadar air basah batang kelapa hibrida berkisar antara 71,23% - 337,51%, berat jenis berkisar antara 0,08 – 0,39. Kisaran rata-rata penyusutan 3 arah (tangensial, radial, longitudinal) yaitu 0,44% - 23,87%.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Marihot Hamonangan Hutabarat dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 13 September 1985 dari Ayah P.Hutabarat (Alm) dan ibu R. Marpaung. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul : “Sifat Anatomis dan Fisis Kayu Kelapa Hibrida (Cocos nucifera Linn)”.

Penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Deparetemen Kehutanan ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat anatomis dan fisis kelapa hibrida. Evaluasi sifat dasar batang hibrida kiranya dapat digunakan sebagai perbandingan dalam melaksanakan penelitian batang kelapa selanjutnya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarnya kepada :

1. Ibunda Tercinta Rospita Marpaung atas kasih dan pengertian beliau kepada saya dalam menjalani kegiatan akademik di Unversitas Sumatera Utara.

2. Ibu Evalina Herawati S.Hut, M.Si dan Bapak Luthfi Hakim S.Hut., M.Si selaku komisi pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan membantu serta memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam penulisan usulan penelitian ini.

(7)

DAFTAR ISI

Sifat Anatomi Kelapa Hibrida ... 10

Sifat makroskopis ... 10

Serat Kayu (Sel serabut) ... 14

Sifat Fisis ... 14

Kadar air ... 14

Berat jenis ... 15

Penyusutan ... 16

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Alat dan Bahan ... 18

Alat yang Digunakan ... 18

Bahan yang Digunakan ... 18

Prosedur Penelitian ... 19

Pembuatan Contoh Uji ... 19

Pengujian Sifat Anatomis ... 20

Sifat makroskopis ... 20

Sifat mikroskopis ... 21

Pengujian Sifat Fisis ... 24

(8)

Berat jenis ... 25

Penyusutan ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat anatomis ... 27

Sifat makroskopis ... 27

Sifat mikroskopis ... 32

Sifat fisis ... 34

Kadar air ... 35

Berat jenis ... 36

Penyusutan ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 45

Saran ... 45

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Karakterisitik Kelapa Dalam, Genjah dan Hibrida ... 7

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kelapa hibrida ... 7

2. Pembagian Batang Kelapa Menurut Segmen (a) Ketinggian dan (b) Kedalaman ... 20

3. Contoh Uji Pengujian Sifat Anatomi Kayu Kelapa Hibrida ... 21

4. Bagian dari Serat ... 23

5. Proses maserasi ... 24

6. Contoh Uji Pengujian Sifat Fisis ... 24

7. Corak batang kelapa hibrida ... 28

8. Vascular bundle kelapa hibrida ... 31

9. Serat kayu kelapa hibrida (perbesaran 10x) ... 32

10. Kadar air segar... 35

11. Kadar air kering udara ... 35

12. Berat jenis ... 37

13. Penyusutan segar tepi kulit batang kelapa hibrida ... 38

14. Penyusutan kering udara tepi kulit batnag kelapa hibrida ... 39

15. Penyusutan segar tengah/medium batang kelapa hibrida ... 39

16. Penyusutan kering udara tengah/medium batang kelapa hibrida ... 39

17. Penyusutan segar empulur batang kelapa hibrida ... 40

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tinggi dan diameter pohon kelapa hibrida... 46

2. Sifat anatomis makroskopis kayu kelapa hibrida ... 47

3. Klasifikasi panjang serat Casey ... 48

4. Klasifikasi diameter serat Casey ... 48

5. Dimensi serat segmen pangkal ... 48

6. Dimensi serat segmen tengah ... 51

7. Dimensi serat segmen ujung ... 53

8. Nilai kadar air segar dan kadar air kering udara ... 56

9. Nilai berat jenis batang kelapa hibrida... 57

9. Penyusutan tangensial kayu kelapa hibrida ... 58

10. Penyusutan radial kayu kelapa hibrida... 59

(12)

ABSTRACT

MARIHOT H. HUTABARAT : Anatomical and physic properties of Cocos nucifera Linn), Supervised by Evalina Herawati and Luthfi Hakim.

This research is aim to evaluate the anatomical and physical properties of Cocos

nucifera Linn. The anatomical studied by identification the sample and using microscop

for determined the fiber dimension and Bristish Standard 373-1975 were used to test the physic properties.

The anatomical and physical properties variated according to height and depth of the stem. The anatomical structure of Cocos nucifera dominated of vascular bundles and parenchyma. Vascular bundles effect moisture content, spesefic gravity and the shrinkage three direction. Fiber were contained in vascular bundles wich the average of fiber length and fiber wall thickness variated according to length and depth of stem. Moisture content of Cocos nucifera was between 71.23% - 337.51%, spesific gravity was between 0,08 – 0,39. The average of shrinkage three direction (tangencial, radial and longitudinal) waw between 0,44% - 23,87%.

(13)

ABSTRAK

MARIHOT H. HUTABARAT: Sifat anatomis dan fisis batang kelapa hibrida, dibimbing oleh EVALINA HERAWATI DAN LUTHFI HAKIM.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat anatomis dan fisis batang kelapa hibrida. Ciri anatomi diamati langsung pada sampel dan menggunakan mikroskop untuk pengamatan dimensi seratnya, dan pengujian sifat fisis menggunakan British Standard.

Sifat anatomis dan fisis batang kelapa hibrida bervariasi menurut ketinggian dan kedalaman. Struktur anatomis batang kelapa hibrida didominasi oleh vascular bundle dan parenkim. Serat kayu dapat ditemukan didalam vascular bundle dengan rata-rata panjang dan tebal dinding serat yang bervariasi menurut ketinggian dan kedalaman. Kadar air basah batang kelapa hibrida berkisar antara 71,23% - 337,51%, berat jenis berkisar antara 0,08 – 0,39. Kisaran rata-rata penyusutan 3 arah (tangensial, radial, longitudinal) yaitu 0,44% - 23,87%.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini industri perkayuan dalam negeri mengalami kelangkaan bahan baku kayu karena jumlah yang dibutuhkan sudah melebihi kemampuan produksi hutan dan keadaan ini dikhawatirkan akan terus meningkat. Menurut data kehutanan tahun 2008, potensi ketersediaan kayu bulat dari HTI sampai dengan bulan Juni 2006 produksinya telah mencapai 19,2 juta m3 per tahun. Berdasarkan jumlah kapasitas industri yang ada, kebutuhan kayu bulat mencapai 27 juta m3 per tahun. Dalam waktu sepuluh tahun ke depan kebutuhan tersebut bisa mencapai 37,6 juta m3 per tahun (Departemen kehutanan, 2008).

Permasalahan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan tindakan-tindakan penghematan penggunaan kayu, misalnya dengan meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, diversifikasi jenis dengan memanfaatkan kayu-kayu yang kurang dikenal atau bahan berkayu lainnya yang memiliki potensi cukup besar tetapi belum dimanfaatkan dengan baik. Salah satu bahan yang dijadikan alternatif adalah kayu kelapa hibrida (Cocos nucifera Linn).

Kelapa varietas hibrida (C. nucifera Linn) adalah merupakan hasil persilangan antara kelapa varietas dalam dan kelapa varietas genjah. Hasil persilangan dua jenis kelapa tersebut menghasilkan varietas hibrida yang memiliki keunggulan kedua varietas tersebut. Kelapa hibrida memiliki keunggulan seperti lebih cepat berbuah, produksi kopra tinggi, daging tebal, keras dan kandungan minyaknya tinggi.

(15)

areal tersebut merupakan tanaman yang telah berumur di atas 50 tahun dan perlu diremajakan, karena produktifitasnya dalam menghasilkan buah semakin menurun.

Jika satu hektar ditanami 100-200 pohon dengan rata-rata diameter 40 cm dan tinggi batang 10 m, maka diperkirakan potensi kayu kelapa hibrida/ha adalah 125,6 – 251,2 m3. Bila luas perkebunan kelapa menurut BPS adalah 3,7 juta ha, maka akan dihasilkan 929.44 juta m3 batang kelapa (BPS, 2002).

Seperti halnya kayu kelapa dalam atau genjah yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi berbagai macam barang seperti mebel, bahan bangunan atau tiang-tiang pagar (Sunarwan, 1996 dalam Rahayu 2005), maka batang kelapa hibrida dengan potensi yang cukup besar juga memiliki peluang yang sama untuk dapat dimanfaatkan secara luas. Oleh karena itu dalam rangka pemanfaatan batang kelapa hibrida secara optimum, diperlukan penelitian tentang sifat-sifat dasar batang kelapa hibrida terutama sifat anatomis dan sifat fisis batang kelapa hibrida.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat anatomis dan sifat fisis kayu kelapa hibrida sebagai dasar dalam penentuan pemanfaatan batang kelapa sesuai dengan sifat-sifat tersebut.

Manfaat Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Kelapa (Cocos nucifera Linn)

Asal usul kelapa belum ada kesepakatan para ahli. Child (1974) dalam Suhardiyono (1995) melakukan penelaahan menyeluruh terhadap literatur tentang asal-usul kelapa. Pada abad ke-9, pertama kali dikenal alat tukar yaitu perdagangan serat dan minuman keras yang dibuat dari kelapa, diproduksi oleh pedagang bangsa Arab bernama Soleyman yang mengunjungi negeri China. Diantara penulis abad pertengahan yang membuat literatur tentang kelapa adalah Marco Polo dan Friar Jordanas. Kelapa (coconut) dikenal dengan berbagai sebutan seperti Nux Indica, al djanz al kindi,

ganz-ganz, nargil, narle, tenga, temuai dan pohon kehidupan.

Suhardiman (1999) menyatakan klasifikasi botanis kelapa (C. nucifera Linn) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Famili : Arecaceae (Palmae) Subfamilia : Cocoidae

Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera Linn.

(17)

kopra sampai kepada pengolahan minyak menjadi senyawa-senyawa kimia yang mempunyai nilai tambah yang tinggi serta pengolahan batang kelapa sebagai salah satu produk mebel (Tenda, 2004).

Kelapa memerlukan lingkungan hidup yang sesuai agar dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi dengan baik. Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi kelapa antara lain, faktor yang berasal dari udara, terutama sinar matahari, temperatur, curah hujan dan kelembaban. Faktor yang berasal dari dalam tanah, terutama partikel tanah, jenis tanah dan tersedianya unsur hara di dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi kelapa (Suhardiyono, 1995).

Tanaman kelapa menyukai sinar matahari, bila tumbuhnya dinaungi, tanaman mudanya akan tumbuh lambat dan berbuahnya juga agak terlambat. Fremond et al. (1966) dalam Suhardiyono (1995) memperkirakan bahwa penyinaran selama 2000 jam per tahun atau 120 jam per bulan dapat dipandang sebagai batas penyinaran minimun yang dapat menganggu produksi.

Tanaman kelapa sangat peka terhadap suhu rendah. Hal ini merupakan sebab, mengapa penyebaran tanaman kelapa terbatas pada sabuk khatulistiwa yaitu pada 270 Lintang Utara dan 270 Lintang Selatan dan pada ketinggian 0 – 900 meter diatas permukaan laut. Walaupun begitu tanaman kelapa masih dapat tumbuh hingga pada ketinggian 1500 mdpl namun sudah memiliki perubahan fisiologis dan morfologi tanaman kelapa (Wahyuni, 1990).

(18)

lebih kelapa masih dapat tumbuh dengan baik sepanjang tanah mempunyai drainase yang baik.

Di Indonesia sendiri pada tahun 2002 areal pertanaman kelapa tercatat seluas 3,7 juta ha dimana 92,04% jenis kelapa dalam diperoleh dari perkebunan rakyat, 4% merupakan tanaman kelapa hibrida dan mampu berproduksi lebih dari 3 juta metrik ton (Abdurachman dan Mulyani, 2003). Dengan demikian Indonesia merupakan negara yang mempunyai areal tanaman kelapa terluas di dunia. Dari jumlah produksi tersebut, industri pengolahan kelapa perlu mendapat perhatian karena saat ini kita dapat melihat begitu banyaknya diversifikasi dari produk kelapa (APCC, 2005).

Industri pengolahan kelapa di Indonesia antara lain industri pengolahan minyak dari kopra dan kelapa segar, dessicated coconut, santan, arang tempurung, arang aktif, serat sabut, gula kelapa dan nata de coco. Industri minyak kelapa skala kecil berjumlah 4.352 unit usaha yang menyerap tenaga kerja 115.000 orang dengan nilai produksi sekitar 85 milyar. Untuk industri minyak kelapa/minyak goreng skala menengah berjumlah 49 perusahaan dengan kapasitas produksi 1 juta ton (APCC, 2005).

(19)

Gambar 1. Kelapa hibrida

Kelapa varietas dalam mempunyai batang yang tinggi dan besar, dapat tumbuh mencapai tinggi 30 meter lebih dan dapat mencapai umur 100 tahun lebih. Kelapa varietas genjah bentuk batangnya ramping dari pangkal sampai ke ujung, tinggi batangnya 5 meter atau lebih dan dapat berumur 50 tahun atau lebih (Menristek, 2005).

Tabel 1. Karakteristik Kelapa Dalam, Genjah dan Hibrida

Karakteristik Jenis Kelapa

Dalam Genjah Hibrida Produksi Kopra pada umur tahun

(ton/ha/tahun)

1,0 0,5 6,0 ~ 7,0

Produksi buah (butir/pohon/tahun)

90 140 140

Kadar minyak daging buah Tinggi Rendah Tinggi

Ketahanan terhadap penyakit Kurang peka

peka Kurang peka

Umur berbuah (tahun) 6 ~ 7 3 ~ 4 3 ~ 4

Habitus Pohon Tinggi Pendek Sedang

Sumber : Menristek, 2005.

Sifat Kayu Kelapa

Hartadi dan Sumardjan, 1992 dalam Wardhani 2004 membagi BJ kayu kelapa menjadi tiga berdasarkan ketebalan kayu mulai dari bawah kulit, yaitu :

a) High density wood (BJ = >0,6) meliputi 53% bagian batang, umumnya terdapat

(20)

b) Medium density wood (BJ = 0,4 – 0,6) meliputi 25% bagian batang, berada pada

ketebalan 2-4 inci setelah bagian high density wood, sedikit tahan terhadap goresan, tidak tahan terhadap cuaca yang lembab.

c) Low density wood (BJ = <0,4) meliputi 22% bagian batang, terdapat dibagian

tengah, cukup lunak, cepat lapuk, tidak tahan terhadap goresan dan kelembaban tinggi.

V. K. Sulc (1990) dalam Wardhani et al. (2004) memberikan pembagian yang lebih luas meliputi tiga kelas di atas dan tambahan satu kelas yaitu very low density wood dengan nilai BJ dibawah 0,25. Kayu kelapa berbeda bila dibandingkan dengan jenis-jenis

hardwood lainnya, dimana:

a) Kayu kelapa tidak mempunyai kambium sehingga diameter batang tidak bertambah

b) Pada bagian penampang lintang, berkas pembuluh tidak seragam dan tersebar secara acak

c) Kayu kelapa tidak membentuk kayu teras dan kayu gubal sehingga tidak dapat dikatakan bahwa setiap bagian tanaman kelapa aktif secara biologis sepanjang hidupnya.

d) Kelapa tidak membentuk lingkaran tumbuh karena tidak ada pertumbuhan tahunan pada diameter batang

e) Kelapa tidak mempunyai cabang, artinya kayu kelapa bebas mata kayu.

f) Kayu kelapa tidak dapat beregenerasi, terlihat pada bekas pijakan saat pemanenan buah kelapa yang tidak pernah hilang sepanjang hidupnya.

(21)

Secara fisis kayu kelapa memiliki kerapatan yang sangat beragam baik dari pangkal ke ujung maupun dari tepi ke dalam. Pada bagian pangkal dan tepi memiliki kerapatan yang tinggi dan didominasi oleh ikatan pembuluh dewasa sedangkan bagian tengah dan ujung lebih banyak mengandung jaringan dasar berupa parenkim serta ikatan pembuluh muda dengan kerapatan yang lebih rendah. Kerapatan yang beragam dalam satu pohon kemungkinan diikuti oleh variasi kandungan kimia (Wardhani et al., 2004).

Kelapa Hibrida

Kelapa hibrida merupakan kelapa hasil persilangan atau hibridasi antara dua tanaman kelapa sejenis yang memiliki perbedaan sifat (Suhardiman, 1985 dalam Wijaya 2007). Berdasarkan jumlah perbedaan yang dimiliki oleh kedua tanaman yang disilangkan, hasil hibrida dapat menjadi:

a) Monohibrida, yakni hibrida dengan satu perbedaan sifat, misalnya perbedaan bentuk buah

b) Di- atau trihibrida dengan dua atau tiga perbedaan sifat, misalnya warna buah, bentuk buah, dan umur mulai berbuah

c) Polihibrida, yakni hibrida dengan banyak perbedaan sifat, namun tetap dalam satu jenis.

(22)

ini berbeda dengan kelapa tipe jangkung dan genjah yang secara genetik beragam (Bari dan Mansjur 1987 dalam Wijaya, 2007).

Sedangkan menurut Fremond dan de Lamote (1971) dalam Wijaya (2007), kelapa hibrida memiliki sifat unggul yang diwariskan oleh tetuanya, antara lain: (1) berbuah cepat (4-5 tahun), (2) potensi berbuah rata-rata mencapai 120 butir per pohon per tahun, (3) daging buah tebal, (5) kandungan minyak tinggi, (6) habitus tanaman sedang, serta (7) relatif serangan hama dan penyakit.

Sifat Anatomi Kayu Kelapa Hibrida

Sifat anatomi kayu merupakan sifat dasar yang ada dalam kayu yang harus diketahui baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Sifat makroskopis yang diamati yaitu warna dan corak kayu, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, dan kekerasan. Sedangkan sifat mikroskopis yang harus diamati adalah Serat Kayu.

Sifat makroskopis

Warna dan corak kayu

Warna kayu terutama disebabkan oleh adanya zat ekstraktif. Warna kayu sangat bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada macam atau jenis kayu yang berbeda saja, tetapi perbedaan warna juga dapat terjadi pada sebatang kayu. Warna asli kayu sangat bervariasi dari hampir putih sampai berwarna hitam (Mandang dan Pandit, 1997).

(23)

Tekstur

Tekstur dari kayu adalah suatu sifat yang menunjukkan ukuran-ukuran relatif dari sel-sel yang mencolok besarnya didalam kayu. Tekstur dikatakan halus apabila ukuran dari sel-selnya sangat kecil. Menurut Mandang dan Pandit (1997), tekstur suatu jenis kayu disebut halus jika diameter sel serabut lebih kecil dari 30 mikron. Diameter antara 30-45 mikron berukuran sedang, dan bila berdiameter lebih dari 45 mikron dikatakan bertekstur kasar.

Tekstur dinilai pula dari tingkat kerataannya, tekstur dikatakan tidak rata jika halus di tempat-tempat tertentu dan kasar di tempat-tempat lain pada permukaa yang sama Hal ini disebabkan oleh pembuluh yang berkelompok atau berganda radial 4 sel atau lebih (Mandang dan Pandit, 1997).

Kilap

Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang memungkinkan kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap disini berbeda dengan kilap yang diakibatkan oleh pemberian bahan seperti pernis (Mandang dan Pandit, 1997).

Kesan raba

(24)

Untuk identifikasi kayu, kesan raba ini ditentukan pada keadaan kayu kering udara. Kesan raba ini dinilainya sangat terbatas sekali dalam identifikasi disamping sangat bervariasi menurut individu-individu bersangkutan juga tergantung dari bagian-bagian pohon yang diambil (Pandit dan Ramdan, 2002).

Kekerasan

Kekerasan kayu merupakan salah satu sifat yang berguna dalam identifikasi jenis kayu. Kekerasan dinilai sangat lunak, agak lunak, agak keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan cara menyayat contoh uji pada arah tegak lurus serat. Makin keras makin sukar disayat. Bekas sayatan juga mengkilap. Makin tebal dinding serat makin keras kayu yang bersangkutan. Kekerasan kayu dapat pula bertambah oleh kandungan mineral, terutama silika dalam sel-sel kayu (Mandang dan Pandit, 1997).

Ikatan Pembuluh

Ikatan sel pembuluh atau disebut juga vascular bundle mengandung phloem,

xylem, parenkim dan serat berdinding tebal. Serat berdinding tebal berfungsi sebagai

pemberi tenaga mekanik pada batang. Dinding sel dari serat ini bertambah tebal dari bagian tengah (core) ke bagian korteks batang. Xylem diselimuti oleh sel-sel parenkim yang biasanya mengandung dua sel pembuluh yang lebih dan besar, kombinasi dari sel pembuluh besar dan kecil atau kumpulan dari beberapa sel pembuluh besar dan kecil (Wijaya, 2007).

Secara makroskopis diketahui adanya perbedaan kerapatan (penyebaran)

vascular bundle antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang. Semakin ke

(25)

penyokong kekuatan kayu berkaitan erat dengan tebal dinding sel serabut dan kandungan silika dalam sel (Rahayu, 2005).

Parenkim

Di dalam kayu, parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Ciri parenkim yang penting untuk diidentifikasi adalah susunannya sebagaimana dilihat pada penampang lintang kayu. Pada bagian ini, dengan bantuan lup, parenkim biasanya dapat dilihat berupa jaringan yang berwarna lebih cerah daripada jaringan serat, umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat atau coklat merah. Secara garis besar, susunan parenkim dapat dibagi atas dua tipe berdasarkan hubungannya dengan pembuluh. Tipe pertama dinamakan parenkim apotrakea yaitu semua bentuk parenkim yang tidak berhubungan langsung dengan pembuluh. Tipe kedua parenkim paratrakea, meliputi semua parenkim yang berhubungan dengan pembuluh (Mandang dan Pandit, 1997).

Menurut Sudarna (1990) dalam Rahayu (2001) menyatakan bahwa secara secara garis besar struktur anatomi batang kelapa terdiri dari jaringan parenkim sebagai jaringan dasar, dan sejumlah ikatan pembuluh yang tersebar diantara jaringan parenkim terdiri dari sel-sel berdinding tipis berbentuk polignol sampai bundar.

Sifat mikroskopis

Serat kayu (Sel serabut)

(26)

selnya hampir seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding (Mandang dan Pandit, 1997).

Sel serabut kayu kelapa terdapat di dalam ikatan pembuluh. Sel serabut atau yang biasa disebut serat berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik. Luas daerah yang ditempati oleh serat dalam ikatan pembuluh menurun dari korteks dan dari pangkal ke ujung, sedangkan ketebalan dinding serat menurun dari korteks ke pusat (Wardhani et al. 2004)

Sifat Fisis Kayu Kelapa Hibrida

Kadar Air

Haygreen dan Bowyer (1996) menyebutkan bahwa kadar air (KA) adalah berat air yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT). Kadar air berkolerasi negatif dengan BJ (Berat Jenis) dimana kadar air menurun dengan meningkatnya nilai BJ, dan sebaliknya. Besarnya kadar air dalam batang kelapa meningkat dengan meningkatnya ketinggian batang dan menurun dari bagian core ke bagian atas korteks. Kadar air batang kelapa pada bagian dermal di pangkal batang sebesar 50 sampai 400% pada bagian core di ujung batang (Palomar, 1990 dalam Wijaya, 2007).

(27)

Seperti yang diketahui bahwa parenkim ialah jaringan yang berfungsi untuk menyimpan dan mengatur cadangan makanan, oleh karena itu parenkim memiliki kandungan gula dan pati yang tinggi yang bersifat higroskopis. Maka oleh karena itu parenkim sangat mempengaruhi kandungan kadar air yang terdapat pada kayu kelapa (Wijaya, 2007).

Berat Jenis

Berat Jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering tanur dan volume pada kandungan air yang telah ditentukan) dengan kerapatan air pada suhu 40C air memiliki kerapatan sama dengan 1 kg/cm3 atau 1000 gram/cm3 (Haygreen dan Bowyer 1996). Hubungan langsung antara proporsi volume ronga dalam kayu (porositas) dan kerapatan zat kayu hampir sama untuk semua spesies. Jadi, apabila potongan-potongan zat dinding sel bebas rongga diambil dari spesies dengan kerapatan rendah diuji berat jenisnya dan dibandingkan dengan hasil-hasil pengujian serupa dari suatu kayu yang rapat, kedua nilai BJ-nya hampir sama. Untuk tujuan umum dapat dianggap bahwa kerapatan dinding sel kayu kering kurang lebih 1,5 g/cm3, artinya BJ-nya 1,5 (Wijaya, 2007).

Kayu kelapa memiliki BJ yang beragam berdasarkan perbedaan kedalaman dan ketinggian batang. V.K Sulc (1990) dalam Wardhani dkk (2004) menyebutkan bahwa kayu kelapa memiliki empat zona BJ berdasarkan kedalamannya yaitu BJ tinggi (lebih dari 0,6); BJ sedang (0,4-0,6); BJ rendah (0,25-0,4); dan BJ sangat rendah (kurang dari 0,25). Palomar (1990) dalam Wardhani (2004) menyebutkan bahwa BJ kayu kelapa menurun dengan bertambahnya tinggi batang dan meningkat dari bagian pusat batang (core) ke bagian tepi batang (korteks). Hal ini terkait dengan penyebaran dan kondisi

vascular bundle, serta tebal dinding serat. Semakin berkurangnya jumlah vascular

(28)

yang sama juga terjadi apabila persentase parenkim dalam vascular bundle bertambah dan vascular bundle tersebut belum mengalami proses lignifikasi (Wijaya, 2007).

Penyusutan

Penyusutan dinding sel yang juga berarti penyusutan semua bagian kayu terjadi karena lepasnya molekul-molekul air terikat diantara hemiselulosa dan rantai panjang molekul-molekul selulosa (Haygreen dan Bowyer 1996). Besarnya penyusutan yang terjadi sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel. Stabilitas dimensi kayu sangat dipengaruhi oleh penyusutan dan pengembangan yang berhubungan dengan penurunan dan peningkatan kadar air di bawah titik jenuh serat. Tidak seperti kayu-kayu konvensional yang memperlihatkan penyusutan tangensial hampir dua kali penyusutan radial, penyusutan radial tangensial kayu kelapa tidak berbeda secara signifikan (Palomar, 1990 dalam Wijaya 2007).

(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2009 hingga Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kayu kelapa hibrida (C.

nucifera Linn) yang sudah tidak produktif yang berumur kurang lebih 40 tahun yang

berasal dari perkebunan masyarakat dari daerah Binjai, Sumatera Utara. Sedangkan bahan yang digunakan aquades, alkohol, larutan safranin, H202 (hidrogen peroksida) dan

asam asetat.

Alat penelitian yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kapak dan chainsaw untuk penebangan pohon, band saw dan circular saw untuk pembuatan contoh uji, meteran,

caliper dan timbangan electric untuk mengukur dimensi dan berat contoh uji, kipas angin

(30)

uji serat untuk pengamatan mikroskopik, cover glass, pipet tetes untuk menetesi bahan kimia yang digunakan, spatula, bak perendaman, corong dan gelas ukur untuk proses penyaringan, mikroskop mikrometer.

Prosedur Penelitian

Pembuatan contoh uji

Contoh uji yang digunakan dalam pengujian sifat anatomis dan sifat fisis diambil berdasarkan segmen ketinggian dan kedalaman penampang pada batang yang diambil dari 1 m dari permukaan tanah dan 40 cm dari ujung batang. Batang kelapa hibrida dibagi menjadi tiga bagian dari segmen ketinggian yang berukuran 100 cm dan diambil dari bagian tengah masing-masing segmen yaitu pangkal, tengah dan ujung (Gambar 2.a). Sedangkan untuk segmen kedalaman batang kelapa dibagi menjadi tiga bagian yaitu pusat potongan (dekat empulur), medium potongan (t), dan bagian tepi potongan (tepi kulit) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. (b). Dari segmen ketinggian batang kelapa yang berukuran 100 cm, diambil 15 cm untuk persiapan contoh uji sifat anatomis dan fisis, dan 25 cm untuk pengujian keawetan alami.

(31)

40 cm

Ujung 15 cm

100 cm 100 cm

Tengah 100 cm

Pangkal 100 cm

(b)

Keterangan :

100 cm p = potongan dekat kulit (perifer) (a) t = medium potongan (endosfer)

d = pusat potongan (dekat empulur)

Gambar 2. Pembagian batang kelapa menurut segmen (a) ketinggian, dan (b) kedalaman

Pengujian Sifat Anatomis

Sifat Makroskopis

Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati langsung dengan panca indra tanpa bantuan alat pembesar pada contoh uji yang berukuran 2 cm x2 cm x 10 cm yang sudah kering udara. Pengamatan ciri umum meliputi warna, corak, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, kekerasan, ikatan pembuluh dan parenkim.

Warna kayu diamati pada permukaan lintang maupun memanjang dari contoh uji, dicatat setiap warna kayu yang tampak. Adanya warna kayu yang berbeda dicatat sebagai corak. Tekstur kayu diamati pada permukaan lintang yang telah disayat dengan pisau, pengamatan dilakukan tanpa bantuan alat pembesar.

Pengamatan terhadap ikatan pembuluh dilakukan untuk mengetahui diameter dan jumlah (frekuensi) pembuluh. Pengukuran dilakukan pada penampang lintang dengan

(32)

menggunakan lup dengan pembesaran 10 kali. Pengukuran dilakukan pada arah vertikal dan horizontal.

Pengukuran ukuran pembuluh didasarkan pada diameternya. Diameter pembuluh pada semua jenis kayu rata-rata bervariasi dari yang berukuran luar biasa kecil sampai sangat besar.

Parenkim diamati pada penampang melintang dan memanjang dari contoh uji. Diamati perbandingan komposisi parenkim dibanding dengan vascular bundle.

Sifat Mikroskopis

Pengukuran ciri anatomis mikroskopis kayu dilakukan menurut standar IAWA (International Association of Wood Anatomist) dalam (Wheeler, 1998). Pengujian sifat anatomi kayu menggunakan contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 10 cm pada kadar air kering udara yang diambil dari setiap variasi kedalaman dan ketinggian. Pengamatan mikroskopis meliputi serat kayu.

2 cm 2 cm

10 cm

Gambar 3. Contoh uji pengujian sifat anatomi kayu

Serat kayu (Sel serabut)

Proses maserasi

(33)

Contoh uji berukuran 0,2 cm x 0,2 cm x 2 cm atau sebesar batang korek api dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi larutan H2O2 (hidrogen peroksida) dan asam

asetat (perbandingan 2:1) sampai terendam. Tabung reaksi dimasukkan dalam penangas air dengan suhu ±1200C selama 4-5 jam sampai potongan kayu berwarna putih dan terlihat adanya tanda-tanda serat mulai lepas. Setelah serat mulai terlepas, dimasukkan aquades dan dikocok untuk mendapatkan serat-serat yang terlepas sempurna. Selanjutnya dicuci berulang-ulang diatas kertas saring sampai bebas asam. Setelah itu serat dipindahkan ke dalam cawan petri dan diberi beberapa tetes safranin 2% kemudian ditunggu selama 6-8 jam agar zat warna benar-benar meresap dalam serat. Kemudian serat dipindahkan ke object glass, dan dilakukan pemisahan serat. Preparat lalu ditutup dengan cover glass. Serat siap diamati dibawah mikroskop dan diukur

Pengukuran dimensi serat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 kali untuk panjang serat dan perbesaran 40 kali untuk diameter serat dan diameter lumen. Sedangkan untuk tebal dinding serat diperoleh dari perhitungan diameter serat dikurangi diameter lumen dibagi dua.

Dalam pengukuran serat yaitu panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding sel dipilih serat yang utuh atau tidak patah, rusak terlipat pecah, terpotong dan kerusakan lainnya.

Pegukuran dimensi serat dilakukan sebagai berikut :

(34)

I

2. Tebal dinding serat dihitung dengan rumus

W = 2

1 -D

3. Dihitung turunan dimensi nya

(35)

Gambar 5. Proses maserasi

Pengujian Sifat Fisis

Pengujian sifat fisis dilakukan berdasarkan standar BS 373 : 1957 meliputi: berat jenis, kadar air dan penyusutan (radial, longitudinal dan tangensial) dengan contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm yang diambil dari masing-masing bagian batang berdasarkan variasi ketinggian pohon dan kedalaman. Contoh uji dapat dilihat pada Gambar 3.

2 cm

2 cm

2 cm

Gambar 6. Contoh uji pengujian sifat fisis

Kadar air

(36)

udarakan menggunakan kipas angin selama ±3 minggu. Setelah dikeringudarakan contoh uji ditimbang untuk menentukan berat kering udara. Contoh uji yang telah kering udara dimasukkan oven dengan suhu 103±20C selama 24 jam kemudian ditimbang beratnya dan dioven kembali selama 3 jam kemudian ditimbang dan dioven lagi sampai beratnya konstan.

Kadar air dihitung dengan rumus :

Nilai berat jenis diperoleh dengan cara menimbang berat dan mengukur volume contoh uji. Untuk mengetahui volume contoh uji digunakan metode gravimetri, dimana sejumlah air yang dipindahkan merupakan volume kayu itu sendiri. Setelah diukur volumenya, contoh uji dioven dengan suhu (103 ± 20 C) sampai beratnya konstan kemudian ditimbang (BKT).

(37)

Penyusutan

Penyusutan pada kayu terjadi dikarenakan adanya molekul-molekul air yang terlepas dari dinding-dinding sel pada kayu, penyusutan kayu ini terjadi apabila kayu berada pada kondisi dibawah titik jenuh serat. Pengukuran susut dilakukan pada arah radial, tangensial dan longitudinal.

Contoh uji penyusutan diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Diukur dimensinya. Contoh uji dikeringudarakan menggunakan kipas angin selama ±3 minggu hingga mencapai kadar air kering udara. Setelah dikeringudarakan contoh uji diukur lagi dimensinya. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven 103±20C selama 24 jam, kemudian diukur dimensinya.

Penyusutan dapat dihitung dengan rumus :

Penyusutan Segar (%) =

Penyusutan Kering Udara (%) =

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Anatomis

Sifat makroskopis

Batang kelapa hibrida yang digunakan dalam penelitian ini berumur 40 tahun yang diambil dari perkebunan rakyat kota Binjai. Data umur, tinggi dan diameter kelapa hibrida dapat dilihat pada Lampiran 1. Ciri-ciri umum batang kelapa yang diamati adalah warna dan corak kayu,tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, kekerasan dan vascular

bundle. Pengamatan dilakukan pada penampang melintang batang yang dibagi dalam 3

faktor kedalaman, yaitu tepi kulit (p), antara tepi kulit dengan empulur/medium (t) dan dekat empulur (d). Pengamatan sifat makroskopis batang kelapa hibrida mengacu pada identifikasi kayu dikotil Mandang dan Pandit (1997).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, warna batang kelapa cenderung lebih gelap pada daerah tepi kulit dan lebih cerah pada daerah empulur. Warna pada tepi kulit cenderung berwarna coklat kemerahan sedangkan bagian tua berwarna coklat dan bagian empulur cenderung berwarna coklat kekuningan. Segmen ketinggian batang kelapa menunjukkan variasi warna pada bagian pangkal berwarna lebih gelap dari pada bagian tengah dan ujung batang. Hal ini terjadi karena kandungan vascular bundle yang terdapat pada tepi kulit lebih banyak dibanding pada daerah empulur yang justru memiliki kandungan parenkim yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh Mandang dan Pandit (1997) yang menyatakan bahwa parenkim berupa jaringan yang memiliki warna lebih cerah dibanding jaringan serat. Krisdianto (2006) juga menyatakan bahwa bagian perifer (tepi kulit) merupakan jaringan berwarna gelap dan keras dengan susunan vascular

bundle yang sangat rapat, bagian endoperifer (tengah) memiliki jaringan berwarna agak

(39)

Batang kelapa tidak memiliki corak yang begitu mencolok. Corak terbentuk karena adanya perbedaan warna yang disebabkan oleh alur-alur vascular bundle. Corak batang kelapa berwarna coklat dan coklat tua atau yang pada umumnya lebih gelap dibanding warna parenkim kayu.

Gambar 7. Corak pada penampang tangensial batang kelapa hibrida

Batang kelapa memiliki tekstur yang sangat kasar. Ukuran vascular bundle batang kelapa yang digunakan pada penelitian ini memiliki rataan diatas 400 µ di semua bagian batang (Lampiran 2), oleh karena itu batang kelapa memiliki tekstur yang sangat kasar. Manding dan Pandit (1997) juga menyatakan bahwa tekstur suatu jenis kayu dikatakan kasar jika sel-selnya, terutama vascular bundle dan jari-jari berukuran kecil dan sebaliknya tekstur kayu dikatakan kasar jika ukuran vascular bundle dan jari-jari kayu relatif besar.

Batang kelapa tidak mengkilap, karena batang kelapa tidak bersifat memantulkan cahaya. Sedangkan kesan raba kelapa sangat kasar. Hal ini berkaitan dengan ukuran

(40)

Kekerasan batang kelapa berbeda baik dari segmen ketinggian maupun segmen kedalaman. Batang kelapa sendiri termasuk dalam kayu yang agak keras. Daerah tepi kulit memiliki kekerasan yang lebih kuat dibanding pada bagian empulur. Sedangkan pada bagian pangkal batang kelapa lebih keras dibanding bagian ujung. Hal ini disebabkan karena pada bagian tepi kulit memiliki diameter vascular bundle yang lebih besar dibanding dengan bagian empulur yang justru didominasi oleh parenkim dan bagian ujung batang kelapa yang merupakan jaringan muda dan pusat titik pertumbuhan batang (Krisdianto, 2006). Sifat makroskopis batang kelapa dilihat pada Lampiran 2. Vascular bundle

Variasi susunan, frekuensi dan diameter vascular bundle berbeda menurut ketinggian dan kedalaman didalam ketinggian. Rata-rata perhitungan susunan, frekuensi dan diameter vascular bundle dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan susunan, frekuensi dan diameter vascular bundle Kedalaman Ketinggian Vascular bundle

(41)

Frekuensi vascular bundle batang kelapa hibrida adalah 1,16/mm2 termasuk kategori frekuensi jarang menurut Mandang dan Pandit (1997). Dari Tabel 2 terlihat bahwa frekuensi vascular bundle batang kelapa hibrida bertambah dari pangkal menuju ujung batang. Rataan bagian pangkal adalah 0,84/mm2, bagian tengah 1,17/mm2 dan 1,48/mm2 pada bagian ujung batang. Pada segmen kedalaman, frekuensi vascular bundle terbesar terdapat pada bagian tepi kulit dan berkurang menuju empulur. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, dimana frekuensi vascular bundle paling banyak terdapat pada bagian tepi kulit dan berkurang pada bagian tengah dan empulur batang

Menurut Rahayu (2001) dalam Wijaya (2007), variasi penyebaran vascular

bundle menurut arah kedalaman dan arah ketinggian ada kaitannya dengan keadaan

vascular bundle dan terkait pula dengan umur serta fungsi jaringan dalam batang. Pada

bagian batang yang masih muda (bagian pusat dan ujung batang) yang jaringan penyusunnya masih aktif, didominasi oleh jaringan parenkim sedangkan di bagian batang yang sel-sel penyusunnya sudah tidak aktif khususnya di bagian tepi dan pangkal batang lebih didominasi oleh vascular bundle. Penyebaran vascular bundle ini akan mempengaruhi BJ batang kelapa hibrida, kadar air, dan sifat mekanisnya.

(42)

menyatakan bahwa rata-rata diameter vascular bundle pada bagian pangkal lebih besar dibanding bagian tengah dan ujung batang kelapa hibrida. Data sifat anatomis batang kelapa hibrida dapat dilihat pada Lampiran 2.

(a) (b) (c)

Gambar 8 . Vascular bundle pada bagian (a) empulur, (b) tengah dan (c) tepi kulit

Keterangan: a = vascular bundle, b= parenkim

Parenkim

Berdasarkan pengamatan batang kelapa hibrida, variasi kedalaman batang menunjukan parenkim pada bagian tepi kulit memiliki luasan yang lebih sedikit dibanding vascular bundle, semakin banyak menuju ke bagian tengah dan akan lebih banyak lagi pada bagian empulur. Bagian pangkal batang kelapa hibrida memiliki kandungan parenkim yang lebih sedikit dibanding bagian tengah dan ujung. Rendahnya parenkim pada bagian pangkal disebabkan kandungan vascular bundle yang lebih tinggi dibanding parenkim. Hal ini didukung oleh Rahayu (2001) yang menyatakan pada bagian batang yang masih muda (pusat dan ujung batang) sel-sel parenkim lebih mendominasi dibandingkan vascular bundle.

Parenkim merupakan jaringan dasar yang berfungsi sebagai penyimpan makanan, sedangkan sel pembuluh merupakan jaringan penguat pada batang, khususnya batang palma. Sehingga biasanya parenkim akan lebih banyak pada bagian batang yang masih terus tumbuh seperti pada bagian empulur dan ujung batang.

(43)

Sifat mikroskopis

Sel serabut (Serat)

Palomar (1990) dan V.K Sulc, 1990 dalam Wijaya (2007) menyatakan bahwa Sel serabut atau yang biasa disebut serat berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik Adapun dimensi serat batang kelapa hibrida dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Serat batang kelapa hibrida (perbesaran 10x) Keterangan : Perbesaran 10x dengan mikrometer mikroskop

1. Panjang serat 3. Diameter lumen 2. Diameter serat 4. Tebal dinding serat

Rataan panjang serat batang kelapa hibrida adalah 2223,80 µ. Variasi panjang serat batang kelapa bertambah seiring bertambahnya ketinggian batang. Panjang serat pada bagian pangkal lebih kecil dari bagian tengah dan ujung batang, begitu juga dengan bagian tengah pangkal lebih kecil dari bagian ujung batang. Rataan panjang serat pada masing-masing bagian batang berturut-turut adalah sebesar 1965,9µ (pangkal), 2246,6µ (tengah), 2458,9µ (ujung). Variasi pengukuran dimensi serat dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan ketiga bagian batang kelapa hibrida menunjukan bahwa panjang serat kelapa

1

4

(44)

termasuk kedalam golong serat panjang menurut klasifikasi serat Casey (1960) dalam Panggabean (2008). Klasifikasi serat Casey dapat dilihat Lampiran 3.

Krisdianto (2006) juga menyatakan hal yang sama bahwa semakin tinggi letak batang kelapa, semakin panjang seratnya. Serat batang kelapa hibrida bertambah panjang dari pangkal menuju ujung batang.

Tabel 3. Rataan Dimensi serat batang kelapa hibrida Dimensi serat

(mikron) Bagian batang

Pangkal Tengah Ujung Rataan

Panjang serat 1965,90 2246,60 2458,90 2223,80

Diameter serat 37,68 28,98 23,10 29,92

Diameter lumen 16,48 16,19 12,02 14,90

Tebal dinding serat 10,60 6,49 5,54 7,54

Berdasarkan Tabel 3, diameter serat pada pangkal cenderung lebih besar dari bagian tengah dan bagian ujung, dan diameter serat pada bagian tengah lebih besar dari diameter serat bagian ujung batang. Rataan diameter serat batang kelapa hibrida adalah 29,92 µ. Berdasarkan klasifikasi Casey (1960) dalam Panggabean (2008) (Lampiran 4), diameter serat batang kelapa hibrida termasuk dalam klasifikasi diameter lebar dengan kisaran >20 µ.

(45)

Variasi tebal dinding serat batang kelapa menunjukkan pola yang sama dengan panjang serat dan diameter serat, dimana rataan dinding serat berturut-turut pada bagian pangkal 10,6 µ, pada bagian tengah 7,73 µ dan bagian ujung 6,08 µ. Secara umum, serat kayu pada bagian ujung batang lebih tipis dinding seratnya dibanding bagian tengah maupun pangkal. Data ini sesuai dengan Krisdianto (2006) yang menyatakan bahwa tebal dinding serat yang paling tebal terdapat pada bagian pangkal dan kemudian menurun pada bagian ujung pohon. Sel serat yang terdapat pada pangkal batang adalah sel-sel dewasa dan telah mengalami penebalan sekunder yang sempurna. Proses penebalan sekunder diiringi dengan lignifikasi pada dinding sel menyebabkan dinding sel bertambah tebal dan kaku (Higuchi 1997 dalam Wardhani 2005). Adapun variasi dimensi serat batang hibrida dapat diliaht pada Lampiran 5.

Sifat Fisis

Kadar air

(46)

Gambar 10. Kadar air segar

Gambar 11. Kadar air kering udara

Dari gambar diatas dapat dilihat baik pada kadar air segar maupun pada kadar air kering udara terjadi peningkatan dari tepi kulit menuju empulur dan dari pangkal menuju ujung batang. Variasi kadar air yang terkait dengan segmen ketinggian dan kedalaman disebabkan karena adanya perbedaan persentase parenkim dan vascular

bundle. Dengan persentase parenkim yang lebih banyak dan persentase vascular bundle

(47)

yang terdapat dalam parenkim. Baik pati maupun gula merupakan polimer yang bersifat higroskopis.

Rahayu (2001) dalam wijaya (2007) menyatakan bahwa variasi kadar air dipengaruhi oleh berat jenis vascular bundle. Menurunnya berat jenis vascular bundle akan diikuti dengan meningkatnya proporsi daerah amorf pada dinding sel penyusunnya

vascular bundle. Semakin tinggi proporsi daerah amorf, semakin banyak air yang

mampu diikat.

Variasi kadar air kering udara juga menunjukkan variasi yang sama dengan kadar air basah. Kadar air kering udara berkisar antara 12,51% pada bagian pangkal, 19,95% pada bagian tengah dan 23,54% pada bagian ujung. Variasi kering udara menurun menurut segmen ketinggian, begitu juga pada segmen kedalaman. Nilai kadar air ujung empulur yang mencapai 27,78% ini hampir mencapai kadar air TJS. Hal ini mungkin terjadi karena kondisi sampel belum mencapai kering udara pada saat di oven. Variasi kadari air segar dan kadar air kering udara terlampir (Lampiran 6).

Berat jenis

(48)

Gambar 12. Berat jenis menurut segmen ketinggian

Berat jenis batang kelapa hibrida tertinggi terdapat pada dekat kulit pangkal 0,39 dan terendah pada ujung empulur 0,08. Berat jenis pada tepi kulit lebih besar dibanding bagian tengah dan empulur batang. Variasi yang sama ditunjukkan padaa segmen ketinggian dimana pada bagian tepi kulit pangkal lebih besar dibanding tepi kulit bagian tengah dan ujung batang.Variasi yang sama juga ditunjukkan bagian tengah dan empulur batang, dimana terjadi penurunan nilai berat jenis dari pangkal menuju ujung batang. Adapun variasi berat jenis batang kelapa hibrida dapat dilihat pada Lampiran 7.

Variasi berat jenis menurut segmen ketinggian dan segmen kedalaman terkait dengan penyebab dan kondisi vascular bundle, serta tebal dinding serat. Semakin berkurangnya jumlah vascular bundle dan ketebalan dinding serat akan mengakibatkan berat jenis kayu berkurang. Hal yang sama juga terjadi apabila persentase parenkim dalam vascular bundle bertambah dan vascular bundle tersebut belum mengalami proses lignifikasi (Wijaya, 2007)

Pernyataan diatas juga didukung Rahayu (2005) yang menyatakan bahwa variasi berat jenis menurut segmen ketinggian dan kedalaman diduga karena luasan vascular

(49)

Luasan parenkim yang lebih sedikit mengakibatkan struktur pada bagian tepi batang akan lebih kompak.

Rataan berat jenis batang kelapa hibrida pada segmen ketinggian dan kedalaman memiliki nilai yang rendah (lebih kecil dari 0,4), sehingga sifat batang kelapa hibrida cukup lunak, cepat lapuk dan tidak tahan terhadap goresan dan kelembapan tinggi.

Penyusutan

Besarnya nilai penyusutan arah longitudinal, radial dan tangensial pada berbagai kedalaman dan ketinggian dalam batang dari kondisi basah ke kondisi kering oven dan kondisi kering udara ke kondisi kering oven disajikan pada Gambar 14 sampai Gambar 17. Data lengkap tentang hasil penyusutan batang kelapa hibrida pada seluruh orientasi (longitudinal, radial, dan penyusutan) dari kondisi basah ke kering oven dan kondisi kering udara ke kering oven di masing-masing bagian batang (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Lampiran 8.

(50)

Gambar 14. Penyusutan kering udara tepi kulit batang kelapa hibrida

Gambar 15. Penyusutan segar tengah/medium batang kelapa hibrida

(51)

Gambar 17. Penyusutan segar empulur batang kelapa hibrida

Gambar 18. Penyusutan kering udara empulur batang kelapa hibrida

Variasi penyusutan longitudinal pada batang kelapa hibrida pada segmen ketinggian tidak menunjukkan adanya peningkatan dari bagian pangkal menuju bagian ujung batang kecuali pada penyusutan segar tepi kulit dan penyusutan kering udara bagian tengah. Nilai penyusutan terbesar terdapat pada empulur tengah batang (1,93%) dan penyusutan terendah terdapat pada pangkal tepi kulit (0,44%) baik pada kondisi segar maupun kondisi kering udara.

(52)

dari pangkal batang menuju bagian ujung. Hal yang serupa ditunjukkan pada faktor kedalaman dimana dari bagian tepi kulit, nilai penyusutan bertambah besar menuju bagian pusat/empulur.

Variasi yang sama ditunjukkan pada penyusutan kering udara dimana penyusutan tertinggi terjadi pada bagian ujung empulur (11,42%) dan penyusutan terendah pada bagian pangkal batang (3,16%). Demikian halnya dengan tepi kulit, nilai penyusutan menurun menuju bagian pusat batang.

Penyusutan arah tangensial memiliki nilai yang paling besar dari tiga arah penyusutan.Variasi nilai penyusutan tangensial menunjukan adanya peningkatan penyusutan dari bagian pangkal menuju bagian ujung batang

Segmen ketinggian dan kedalaman yang terdapat pada ketinggian berpengaruh terhadap nilai penyusutan tangensial. Dapat dilihat pada gambar diatas rataan penyusutan pada bagian pangkal lebih rendah dibanding pada bagian tengah dan ujung. Sedangkan pada faktor kedalaman juga menunjukan hal yang sama, dimana terjadi peningkatan nilai penyusutan dari bagian tepi kulit menuju pusat batang. Peningkatan nilai penyusutan yang signifikan ditunjukkan pada bagian ujung batang, Hal ini mungkin disebabkan karena tingginya nilai parenkim yang terdapat pada ujung batang sebagai daerah titik tumbuh dari batang kelapa.

(53)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada arah radial dan tangensial, segmen ketinggian dan kedalaman berpengaruh terhadap peningkatan nilai penyusutan baik pada kondisi segar maupun kondisi kering udara. Adanya variasi nilai penyusutan terhadap ketinggian dan faktor kedalaman ini sangat dipengaruhi oleh kondisi vascular bundle. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan diameter vascular bundle pada bagian pangkal batang lebih besar dibanding pada bagian tengah dan ujung batang. Seperti diketahui bahwa luasan vascular bundle berbanding terbalik dengan luasan parenkim, oleh karena itu luasan parenkim pada bagian ujung batang lebih besar dibanding dengan bagian pangkal yang menyebabkan tingginya nilai kadar air, yang dimana nilai penyusutan dipengaruhi oleh kadar air.

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sifat anatomis batang kelapa menunjukkan batang kelapa didominasi oleh ikatan pembuluh (vascular bundles) pada bagian pangkal tepi kulit kemudian didominasi oleh parenkim pada bagian ujung empulur.

Serat kayu dapat ditemukan didalam vascular bundle dengan rata-rata panjang dan tebal dinding serat yang bervariasi menurut ketinggian dan kedalaman, sedangkan kadar air, berat jenis dan penyusutan kayu bervariasi menurut perbedaan kedalaman dan ketinggian batang. Penyebaran vascular bundle mempengaruhi kadar air, berat jenis dan penyusutan batang kelapa hibrida.

Bagian batang kelapa hibrida yang jaringan penyusunnya masih muda (empulur dan ujung) memiliki kadar air dan penyusutan yang lebih tinggi dibanding pada bagian batang yang memiliki jaringan yang lebih tua (tepi kulit dan pangkal).

Berat jenis pada bagian batang yang lebih dewasa (tepi kulit dan pangkal) lebih besar dibanding bagian batang yang masih muda (empulur dan ujung).

Saran

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan maka diperlukan penelitian lanjutan khususnya tentang sifat vascular bundle dan parenkim dalam pengaruhnya terhadap sifat dasar batang kelapa hibrida.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman A. dan Mulyani A. 2003. Pemanfaatan Lahan Berpotensi Untuk Pengembangan Produksi Kelapa.

Asian Pacific Coconut Community (APCC). 2005. Perkembangan Komoditi Kelapa dan Kerjasama Melalui Asian And Pacific Coconut Community. (APCC).

BPS (Badan Pusat Statistik). (2002). Statistik Indonesia 2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2001. Kebutuhan Kayu Indonesia.

Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu (terjemah Sujipto, A.H.). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Krisdianto. 2006. Anatomi Dan Dimensi Serat Batang Kelapa Dalam Dan Hibrida (Cocos nucifera L.). Info Hasil Hutan Volume 12, No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor.

Mandang, Y. I. dan Pandit, N.K. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan PROSEA Bogor Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Bogor Menteri Riset dan Tehknologi. 2005. Perkembangan Komoditi Kelapa Hibrida di

Indonesia Jakarta. [14-2-2008]

Panggabean, M. 2008. Struktur Anatomi Kayu Mindi (Melia azedarach L.) Pada Umur 6 Tahun. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Dipublikasikan Rahayu, I.S. 2005. Sifat Dasar Vascular Bundle dan Parenchyma Batang Kelapa Hibrida

Dalam Kaitannya Dengan Sifat Fisis, Mekanis Serta Keawetan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suhardiman, P. 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Penebar Swadaya. Anggota IKAPI. Bogor.

(56)

Tenda, E.T. 2004. Perakitan Kelapa Hibrida Intervarietas dan Pengembangannya di Indonesia

Wardhani, I.Y dkk. 2004. Distribusi Kandungan Kimia Kayu Kelapa Hibrida (Cocos

nucifera Linn). Bogor.

Wardhani, I.Y. dkk. 2006. Penampilan Kayu Kelapa (Cocos nucifera Linn) Bagian Dalam yang Dimampatkan.

Wheeler. 1989. IAWA. List of Microscopic Feaures For Hardwood Identification. Rijksherbarium. Leiden. Belanda

(57)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tinggi dan diameter pohon kayu kelapa hibrida

Kelapa hibrida Tinggi Diameter Umur Diameter per segmen

1 8 28.5 40 P 28.1

T 26.5

U 22

2 10 30.5 40 P 30.5

T 27

U 20.5

3 6 25 40 P 25

T 24.5

U 23

4 8 24.5 40

5 7 20.15 40

6 7 18.5 38

7 12 32.25 42

8 8 22.6 40

9 8.5 23.5 39

10 6 19 40

11 7 21.06 40

12 6 24.55 40

13 9 25.5 35

14 12 32.16 42

(58)

Lampiran 2. Sifat anatomis makroskopis kayu kelapa hibrida

(59)

Lampiran 3. Klasifikasi panjang serat Casey

Sumber Casey (1960) dalam Panggabean (2008)

Lampiran 4. Klasifikasi diameter serat Casey

No Golongan Diameter serat (mm)

1 Sumber Casey (1960) dalam Panggabean (2008)

Lampiran 5 Dimensi serat segmen pangkal

(60)

52 1800 40 20 10

(61)
(62)

88 1500 18 10 4

89 1500 10 5 2.5

90 1200 20 10 5

91 3000 25 15 5

92 3100 30 15 7.5

93 1800 25 12 6.5

94 1400 20 10 5

95 2950 30 14 8

96 2450 28 10 9

97 2700 28 10 9

98 2900 30 15 7.5

99 2250 30 15 7.5

100 2150 28 12 8

(63)
(64)
(65)
(66)

97 2700 25 13 6

98 2900 14 7 3,5

99 2250 15 8 3,5

100 2150 20 10 5

(67)

Lampiran 8. Nilai Kadar air segar dan kadar air kering udara

(68)

Lampiran 9. Nilai berat jenis batang kelapa hibrida

Batang kelapa

dimensi

awal Berat Kering Tanur Berat jenis

(69)

Lampiran 10. Penyusutan tangensial kayu kelapa hibrida

(70)

Lampiran 11. Penyusutan radial batang kelapa hibrida

(71)

Lampiran 12. Penyusutan longitudinal batang kelapa hibrida

Gambar

Gambar 1. Kelapa hibrida
Gambar 2. Pembagian batang kelapa menurut segmen (a) ketinggian, dan (b) kedalaman
Gambar 3. Contoh uji pengujian sifat anatomi kayu
Gambar 5. Proses maserasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini pula, pasangan kedua yakni WY dan IR memiliki self- compassion yang tinggi dapat pula mengontrol emosi negatif dengan cara tersendiri, sang istri

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: prestasi belajar CAD mahasiswa pada kelas yang diberi perlakuan strategi pembelajaran menggunakan “Pohon Kata” perintah

Bentuk dan jenis kegiatan Program Desa Benderang adalah Pembangunan Listrik Perdesaan bagi masyarakat miskin/ masyarakat berpenghasilan rendah dan daerah yang belum

Menurut Fitriani, seorang alumni pondok pesantren Al-Ikhlas tahun 2003 mengatakan bahwa setelah berdirinya pondok pesantren Al-Ikhlas memberikan respon yang sangat

S: klien mengatakan S: klien mengatakan sesak nafas dan jantung sesak nafas dan jantung bergerak tidak teratur  bergerak tidak teratur  O: TD: 120/90 O: TD: 120/90 mmHg,RR: 22

Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan menerapkan metode PBL (Poject Based Learning) atau Pembelajaran Berbasis Proyek menggunakan media Asana pada mata pelajaran

Adapun sebanyak 40,72% mahasiswa calon guru menyatakan tidak selalu menyiapkan media pembelajaran berbasis TIK sebelum proses belajar mengajar dan mahasiswa calon

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang dilakukan peserta didik lebih banyak di kesalahan proseduralnya antara lain: Kesalahan karena tidak