HUBUNGAN FAKTOR TEMPAT TUMBUH DENGAN
PRODUKSI BUAH MINDI (
Melia azedarach
L.) DI HUTAN
RAKYAT JAWA BARAT
RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Faktor
Tempat Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi (Melia azedarach L.) di Hutan
Rakyat Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
Restu Gusti Atmandhini Bramasto
ABSTRACT
RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO. Relationship Between Fruit
Yields of Melia azedarach L. and Environmental Factors in Community Forest of
West Java. Under Direction of ISTOMO and ISKANDAR Z SIREGAR.
The main objective of the study was to determine relation between site condition of mindi seed stands and fruit yields for two consecutive years (2009-2010). Specifically, the study was aimed at i) estimating fruit yields of mother trees in the seed stand and ii) determining site condition in the respective seed stands. The study was conducted in five seed stands of mindi located in West Java. Fruit yields were estimated based on observation of 20 mother trees in each seed stand, while soil properties were determined by routine sampling procedures for soil analysis. Results of the study showed that the highest average fruit yields was observed in Legok Huni village, Purwakarta district (9.9 kg/tree/year), while the lowest was found in Mekarsari village, Bandung district (3.1 kg/tree/year). In general, tree dimension, i.e. diameter and height, did not influenced average fruit yields. However, it was found in a location, that diameter alone influence the fruit
yields (R2=0.515) namely in seed stand of Babakan Rema village, Kuningan
district. With respect to site condition, it was found that K, P, %Clay, Cation Exchange Capacity, rainfall, temperature, relative humidity, age of stand and density had significant influences on fruit yields. Findings of the research may be used to formulate the site suitability clasification for future seed stand development.
RINGKASAN
RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO. Hubungan Faktor Tempat
Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi (Melia azedarach L.) di Hutan Rakyat
Jawa Barat. Dibimbing oleh ISTOMO dan ISKANDAR Z SIREGAR.
Melia azedarach L. atau mindi merupakan jenis potensial yang cepat tumbuh dan memiliki banyak kegunaan seperti untuk dijadikan batang korek api ataupun sebagai material untuk produksi bahan lantai. Jenis ini disukai masyarakat karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan harga diatas kayu jenis sengon.
Di Jawa Barat, jenis mindi sudah mulai berkembang pesat, tetapi hal ini masih belum didukung dengan penggunaan benih yang berkualitas dikalangan para petani karena para petani mindi di Jawa Barat belum memiliki sumber benih dan informasi mengenai kesesuaian habitat mindi untuk produksi benih berkualitas yang jumlahnya masih terbatas. Produksi benih pada tanaman hutan, termasuk mindi, dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal berupa fitohormon dan latar belakang genetik, sedangkan faktor eksternalnya yaitu berupa suhu, cahaya, kelembaban dan unsur hara (Simon, 1997). Oleh karena itu, data-data dasar yang dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara produksi buah dan faktor-faktor tersebut sangat diperlukan. Beberapa pertanyaan yang timbul berkaitan dengan produksi buah di tegakan benih mindi yang masih perlu dijawab dalam rangka pengembangannya,
yaitu 1) Bagaimana pola produksi buah mindi di Jawa Barat? dan 2)
Bagaimanakah karakteristik kondisi tempat tumbuh dari tegakan benih tersebut?
Data dan informasi tentang kondisi tegakan dan tempat tumbuh tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan kesesuaian tempat tumbuh yang sesuai untuk produksi benih mindi di Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk i) menduga produksi buah tegakan benih mindi dan ii) menganalisis kondisi tempat tumbuh tegakan benih mindi khususnya sifat-sifat tanah dan karakteristik iklim.
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2009 hingga Oktober 2010. Pengambilan bahan penelitian dilakukan di 5 (lima) lokasi tegakan benih hutan rakyat di Jawa Barat yaitu, (1) Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor, (2) Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor, (3) Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta, (4) Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, dan (5) Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung. Metode yang
digunakan untuk pengambilan contoh penelitian adalah dengan teknik purposive
sampling. Jumlah petak yang digunakan adalah lima petak contoh dengan luas masing-masing 1 ha, dengan contoh uji sebanyak 20 pohon per lokasi (Nurhasybi, 2009). Tahapan kerja meliputi (1) pemilihan pohon induk yang selanjutkan dilakukan (2) penilaian produksi buah per tahun per lokasi penelitian dengan cara
pengunduhan yang mengacu kepada Bonner et al (1994). Setelah itu dilakukan (3)
plot pengamatan seluas 10 x 20 m. Selanjutnya dilakukan (5) analisis vegetasi yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan dari jenis mindi.
Analisis statistik menggunakan stepwise regression dengan software SPSS
13.0 by SPSS Inc 2004. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi buah dengan sifat-sifat tanah, iklim dan topografi, dan juga umur
tegakan dan kerapatan jenis mindi. Dari analisis stepwise regression akan
diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam meningkatkan produksi buah.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki jumlah produksi buah tertinggi yaitu 9,9 kg/pohon, sedangkan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung memiliki jumlah produksi buah terendah yaitu 3,14 kg/pohon. Umur dan kerapatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi. Semakin tua umur tegakan dan tingkat kerapatan yang rendah dapat meningkatkan produksi buah mindi. Selain itu, faktor tanah yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi yaitu kalium (K), fosfor (P), %Liat dan KTK. Sedangkan untuk faktor iklim yang memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi buah yaitu curah hujan, kelembaban dan suhu. Tegakan mindi yang menghasilkan produksi buah tertinggi yaitu berumur 7 tahun di ketinggian tempat 617 mdpl dengan curah hujan 4154 mm/thn dan memiliki kerapatan 60 individu/ha.
Kata kunci : Melia azedarach L., produksi buah, lingkungan, sifat tanah, tegakan
Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kririk, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
HUBUNGAN FAKTOR TEMPAT TUMBUH DENGAN
PRODUKSI BUAH MINDI (
Melia azedarach
L.) DI HUTAN
RAKYAT JAWA BARAT
RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Mayor Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Hubungan Faktor Tempat Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi
(Melia azedarach L.) di Hutan Rakyat Jawa Barat
Nama : Restu Gusti Atmandhini Bramasto
NRP : E451080041
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Istomo, MS Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi / Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana
Silvikultur Tropika
Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ―Hubungan Faktor Tempat
Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi (Melia azedarach L.) di Hutan Rakyat
Jawa Barat‖.
Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada :
1. Dr.Ir. Istomo, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.Dr.Ir. Iskandar
Z. Siregar, M.For.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai kesempatan diskusi
yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku Ketua Mayor Silvikultur Tropika dan
Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop selaku Penguji Luar Komisi pada
Ujian Tesis yang telah memberi banyak masukan dan saran.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPS sehingga penulis
dapat mengikuti pendidikan di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah
Pascasarjana IPB.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan adanya Hibah Penelitian Tim
Pascasarjana atas nama Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop dengan
nomor kontrak 78/13.24.4/SPK/BG-PD/2009 dan 4/12.24.4./SPK/PD/2010
yang telah mendanai penelitian ini.
5. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Ir. Yulianti, Msi selaku orang tua dan
semua anggota keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
6. Rekan-rekan Pascasarjana Mayor Silvikultur Tropika angkatan 2008 atas
bantuan dan kebersamaan selama ini dan berbagai pihak yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, untuk semua dorongan dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Mei 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Maret 1985 dari pasangan
Dr.Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Ir. Yulianti, MSi. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara.
Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Budidaya Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis
menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2008. Pada tahun 2007-2009
penulis bekerja sebagai Asisten Dosen mata kuliah Ekologi Hutan di
Laboratorium Ekologi, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun
2009 penulis menjadi Duta One Man One Tree mewakili Kementrian Kehutanan
Republik Indonesia. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pasca
sarjana pada tahun 2008 melalui beasiswa BPPS. Pendidikan pasca sarjana
ditempuh pada Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 2
Hipotesis ... 2
Output Penelitian ... 3
Kerangka Pemikiran Logis Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Hutan Rakyat di Jawa Barat ... 5
Profil Tanaman dan Kayu Mindi ... 7
Pembuahan Tanaman Hutan ... 11
METODE PENELITIAN ... ... 15
Waktu dan Tempat ... 15
Penetapan Pengambilan Contoh ... 15
Diagram Alir Penelitian ... 15
Prosedur Kerja ... 16
Analisis Data untuk Mengetahui Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik terhadap Produksi Buah Mindi ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 23
Produksi Buah Mindi ... 24
Hubungan Produksi Buah dengan Dimensi Pohon Induk ... 28
Hubungan Produksi Buah dengan Faktor Tempat Tumbuh ... 30
KESIMPULAN ... ... 35
Kesimpulan ... 35
Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi buah ... 3
2 Lokasi penelitian ... 15
3 Tahapan kerja sub penelitian 1 ... 18
4 Tahapan kerja sub penelitian 2 ... 21
5 Produksi buah mindi di lima lokasi di Jawa Barat ... 25
6 Hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh ... 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran logis ... 4
2 Profil pohon, buah dan daun Melia azedarach L ... 7
3 Penyebaran Melia azedarach L di Jawa Barat ... 9
4 Diagram alir penelitian ... 16
5 Contoh pemilihan pohon induk yang baik ... 18
6 Pola tipikal penanaman mindi di hutan rakyat Jawa Barat (Skala 1:500). Pola A : Tegakan mindi dengan palawija, Pola B : Tegakan mindi campuran, Pola C : Tegakan mindi dengan teh. ... 23
7 Daun, bunga dan buah mindi ... 24
8 Data iklim di Ds. Legok Huni, Kab Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung ... 26
9 Hubungan produksi buah dengan tinggi total disetiap lokasi penelitian 27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data curah hujan selama 5 tahun terakhir (2005-2009) ... 41
2 Produksi buah Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta ... 44
3 Produksi buah Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung... 45
4 Produksi buah Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan ... 46
5 Produksi buah Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor ... 47
6 Produksi buah Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor ... 48
7 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan kondisi tegakan dengan menggunakan metode stepwise regression ... 59
8 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan sifat tanah menggunakan metode stepwise regression ... 51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan alam di Indonesia telah mengalami laju deforestasi yang sangat
cepat. Salah satu penyebabnya yaitu kebutuhan bahan baku kayu yang terus
meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Dalam kaitannya dengan
problematika ini, banyak solusi yang sudah disuarakan agar tetap menjaga
kelestarian dari hutan alam dan mulai beralih ke hutan tanaman. Untuk itu
pemerintah sudah mencanangkan program pembangunan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR), yang akan dibangun pada areal-areal kawasan hutan Negara yang saat ini
belum dibebani hak. Hutan rakyat diyakini dapat meningkatkan produksi kayu
sehingga dapat menjadi salah satu alat penyedia bahan baku kayu yang sangat
besar. Selain dapat menjadi salah satu solusi dalam penyelamatan hutan alam,
hutan rakyat juga menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan taraf hidup
petani yang selama ini masih hidup dibawah garis kemiskinan.
Dalam pengembangannya, keberhasilan pertumbuhan tanaman sangat
ditentukan oleh ketepatan pemilihan jenis yang belum dikembangkan. Pemilihan
jenis tidak hanya terbatas pada jenis-jenis komersial yang banyak di pasaran.
Pemilihan jenis dapat dilakukan dengan menyeleksi jenis-jenis potensial yang
secara alami tumbuh di Indonesia atau dengan mengembangkan jenis-jenis
eksotik yang sudah lama tumbuh di Indonesia seperti Melia azedarach L. atau
yang lebih dikenal dengan jenis mindi.
Mindi merupakan jenis potensial yang cepat tumbuh dan memiliki banyak
kegunaan seperti untuk batang korek api atau sebagai material untuk produksi
bahan lantai. Jenis ini disukai masyarakat karena memiliki nilai ekonomi yang
cukup tinggi dengan harga di atas kayu jenis sengon. Bagi para pengrajin kayu
mindi, mereka mengatakan bahwa kayu mindi lebih mudah untuk dikerjakan dan
dapat mengering tanpa cacat. Di Jawa Barat, jenis mindi sudah mulai berkembang
pesat, tetapi masih belum didukung dengan penggunaan benih yang berkualitas.
Para petani mindi di Jawa Barat belum memiliki sumber benih dan informasi
Produksi buah pada tanaman hutan dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa fitohormon dan genetik,
sedangkan faktor eksternal berupa suhu, cahaya, kelembaban dan unsur hara. Oleh
karenanya, data-data dasar mengenai faktor-faktor tersebut sangat dibutuhkan.
Beberapa pertanyaan yang timbul berkaitan dengan produksi buah di tegakan
benih mindi yang masih perlu dijawab dalam rangka pengembangannya, yaitu 1)
Bagaimana pola produksi buah mindi di Jawa Barat? dan 2) Bagaimanakah karakteristik kondisi tempat tumbuh dari tegakan benih tersebut?. Data dan informasi tentang kondisi tegakan dan tempat tumbuh tersebut diharapkan dapat
dijadikan acuan dalam penentuan kesesuaian tempat tumbuh yang sesuai untuk
produksi buah mindi di Jawa Barat.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang telah teridentifikasi selanjutnya diuraikan dalam
perumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana kondisi tempat tumbuh yang sesuai bagi jenis mindi agar dapat
menghasilkan produksi buah yang baik?
2. Bagaimana kuantitas buah mindi di setiap lokasi yang diamati pada dua kali
musim berbuah?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi
penting yang berkaitan dengan pengadaan benih bermutu untuk peningkatan
produktivitas hutan rakyat mindi di Jawa Barat. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah:
1. Menduga produksi buah tegakan benih mindi.
2. Menganalisis kondisi tempat tumbuh tegakan benih mindi khususnya
sifat-sifat tanah dan karakteristik iklim.
Hipotesis
Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah bahwa kondisi biofisik
Output Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah informasi kondisi
biofisik yang sesuai untuk pengembangan sumber benih mindi.
Kerangka Pemikiran Logis Penelitian
Produksi buah suatu tanaman ditentukan oleh beberapa faktor, Simon
(1997) menyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi
buah yaitu faktor iklim, tanah, topografi dan biota tanah, seperti diuraikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi buah
Faktor Lingkungan Unsur yang mempengaruhi
Tanah Tekstur tanah
Kadar Air Tanah
Unsur Hara
pH
Iklim Temperatur
Kelembaban
Curah hujan
Topografi Ketinggian Tempat
Biota Tanah Serangga
Simon (1997)
Untuk dapat lebih memahami permasalahan yang ada serta
langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, secara skematis kerangka pemikiran
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Logis. Mindi merupakan
jenis tanaman hutan rakyat yang
potensial
Usaha peningkatan produktivitas
kayu mindi
Mengetahui indikator pertumbuhan yang baik bagi jenis mindi
Produktivitas sumber benih
Faktor genetik
Faktor lingkungan
Suhu Kelembaban Cahaya Unsur hara Curah hujan
Pola tanam yang digunakan
Perlakuan silvikultur yang dilakukan oleh petani
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat di Jawa Barat
Luasan hutan rakyat di Indonesia masih bersifat perkiraan sehingga belum
ada angka yang akurat mengenai potensi tegakan pada hutan rakyat. Mindawati, et
al (2006) mengemukakan bahwa luas hutan rakyat sampai dengan tahun 2003
mencapai 1.265.000 ha yang tersebar di 24 Propinsi, dimana 500.000 ha terdapat
di pulau Jawa. Potensi tegakan hutan rakyat tersebut diperkirakan mencapai 43
juta m3, dengan jenis kayu utama sengon, jati, akasia, mahoni, sonokeling dan
jenis buah-buahan. Untuk Jawa Barat perkembangan luas dan produksi hutan
rakyat terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data terakhir dari Dinas
Kehutanan Propinsi Jawa Barat (2007) luasan hutan rakyat di Jawa Barat adalah
185.547,63 ha dengan produksi kayu sebesar 1.336.006,30 m3, dengan jenis kayu
utama sengon, mahoni, jati dan afrika.
Potensi sumber daya hutan di propinsi Jawa Barat dari hasil
pemaduserasian antara RTRWP dan TGHK, adalah seluas 767.547,30 ha atau
21,59% dari luas daratan Jawa Barat yang terdiri dari hutan produksi seluas
393.117 ha, hutan lindung seluas 228.727,11 ha, dan hutan konservasi seluas
132.180 ha (Effendi 2007). Kemampuan hutan tersebut ternyata tidak dapat
mengimbangi kebutuhan pengguna hasil kayu di wilayah Jawa Barat, Banten dan
DKI Jakarta. Konsekuensinya masyarakat pengguna kayu harus memenuhi
kebutuhannya dari hutan rakyat dan kayu dari luar wilayah, khususnya dari luar
Jawa.
Pesatnya perkembangan hutan rakyat di Jawa Barat terutama dipengaruhi
oleh terbukanya pasar kayu rakyat. Adanya jaminan pasar kayu yang semakin
baik memberi motivasi tinggi terhadap minat masyarakat untuk menanam
berbagai jenis kayu, sehingga sentra-sentra budidaya dan industri kayu hutan
rakyat mulai tampak dan berkembang. Meskipun konsep pengelolaan hutan rakyat
lestari belum menjangkau petani hutan rakyat secara menyeluruh, perubahan
orientasi ke arah komersial ternyata mampu membawa pengelolaan hutan rakyat
lebih dapat bertahan dibandingkan dengan hutan alam. Berkaitan dengan orientasi
merupakan pertimbangan penting yang harus diupayakan petani. Pasar
membutuhkan jenis kayu tertentu dan kualitas yang memadai untuk bahan baku
industri, sehingga masyarakat petani harus tahu jenis-jenis yang dibutuhkan pasar
saat ini dan jangka waktu ke depan (Rachman et al 2007). Di Kabupaten Ciamis
misalnya, terdapat sekitar 23.000 ha areal hutan rakyat (tahun 2005) yang dapat
memproduksi kayu sekitar 326.000 m3 per tahunnya dengan nilai transaksi sekitar
Rp. 170 milyar yang menjadikan Kabupaten Ciamis sebagai salah satu sentra kayu
rakyat di Jawa Barat (Sukrianto 2007). Selain itu, di Kabupaten Sukabumi, salah
satu daerah sentra hutan rakyat di Jawa Barat, sampai tahun 2003 memiliki hutan
rakyat seluas 30.162,86 ha. Diantaranya terdapat 2.489 ha hutan rakyat di
Kecamatan Cisolok (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sukabumi 2003).
Peningkatan luas hutan rakyat disebabkan banyaknya tanah terbuka (lahan kritis)
yang ditelantarkan oleh masyarakat, yang mulai ditanami dengan tanaman keras.
Hutan rakyat di Jawa pada awalnya merupakan proyek penghijauan yang
dilaksanakan pada tahun 1947 melalui Proyek Rencana Kemakmuran Indonesia
(Prahasto 1996). Pada tahun 1952 lahir Gerakan Karang Kitri yaitu gerakan untuk
menanami lahan-lahan kosong dengan pohon. Program tersebut berkembang
menjadi program penghijauan dan reboisasi lahan pada tahun 1976. Program ini
merupakan program terbesar pemerintah dalam pengelolaan DAS (Hardjanto
2001). Pada awalnya program yang bertujuan untuk mengendalikan erosi dan
banjir, peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani, serta peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pelestarian sumberdaya alam ini hanya berupa
bantuan bibit penghijauan dan reboisasi. Selanjutnya, program tersebut
berkembang dan diperluas dengan Unit Percontohan Usaha Pelestarian
Sumberdaya Alam (UP-UPSA), Kebun Bibit Desa (KBD), bantuan bibit,
pembangunan hutan rakyat dan sebagainya. Setelah banyak diperoleh manfaatnya
oleh masyarakat serta introduksi dan sosialisasi yang cukup gencar, akhirnya
banyak pula masyarakat yang mengembangkan hutan rakyat. Namun demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya masyarakat sudah lama
Profil Tanaman dan Kayu Mindi
Melia azedarach L. dikenal di beberapa daerah di Indonesia dengan sebutan mindi atau gring - gring (Jawa), dan renceh (Karo). Sedangkan di
beberapa negara lain dikenal dengan sebutan white cedar, umbrella tree atau
chinaberry (English), paraiso, meila atau jazmin (Spanish), chun liang zi
(Chinesse), dan sendan (Japanese).
Mindi termasuk dalam family Meliaceae yang merupakan jenis pohon
cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama
musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas
tanah dan subur di bawah titik beku. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi
bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm (Badan Litbang Kehutanan 2001).
(A) (C)
Gambar 2 Profil pohon (A), buah (B) dan daun (C) Melia azedarach L (Koleksi
Pribadi).
Habitus
Mindi merupakan tumbuhan yang memiliki adaptasi tinggi dan toleran
dengan berbagai kondisi lingkungan yang beragam. Jenis ini tumbuh pada
tempat-tempat dengan rata-rata suhu maksimum dan minimum per tahun, berturut-turut
39°C dan -5°C. Umumnya tumbuhan ini tumbuh dari ketinggian 0-1200 m dpl,
hujan tahunan di habitat alaminya berkisar antara 600-2000 mm. Di Afrika, jenis
tumbuhan ini ditanam sebagai pohon pelindung yang toleran terhadap kekeringan.
Mindi tersebar luas di daerah-daerah kering di bagian selatan dan barat daya
Amerika Serikat, yang memiliki curah hujan kurang dari 600 mm. Mindi dapat
tumbuh pada tanah-tanah berkadar garam, tanah dengan pH basa kuat, tetapi tidak
terlalu asam. Jenis ini juga tumbuh pada tanah-tanah miskin hara, tanah marjinal,
tanah miring, dan tanah berbatu atau pada tebing curam berbatu (Ahmed dan Idris
1997).
Penyebaran
Mindi memiliki penyebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di
daerah tropis dan subtropis, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya (Badan Litbang Kehutanan 2001).
Mindi merupakan pohon dengan distribusi luas, yang mencakup wilayah
tropis, subtropis dan iklim sedang, dan diperkirakan berasal dari kawasan Asia
Selatan. Spesies ini ditemukan tumbuh liar di kaki bukit Himalaya di India dan
Pakistan pada ketinggian 700-1000 m dpl, tersebar luas di Cina, hingga kawasan
Malaysia, kepulauan Solomon serta Australia bagian utara dan timur. Tumbuhan
ini dapat tumbuh alami di sabuk daerah luas bersuhu dingin, yaitu mulai dari
bagian timur dan selatan Afrika, lalu di negara-negara Amerika dari Argentina
sampai sebelah selatan Amerika dan Hawai, seluruh kawasan Timur Tengah, di
Mediterania hingga jauh ke utara menuju Croasia dan sebelah selatan Perancis.
Kultivar yang dapat tumbuh dan toleran dari kebekuan (frost-tolerant) ditanam
sebagai tanaman pelindung di Inggris (Ahmed dan Idris 1997).
Berdasarkan hasil pengamatan awal Pramono et al. (2008), yang dilakukan
melalui metode survey dengan mendatangi langsung lokasi-lokasi yang
mempunyai potensi tegakan mindi pada lahan masyarakat. Adapun pengamatan
dilakukan dibeberapa wilayah di Jawa Barat, yaitu antara lain Kabupaten
Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang,
Gambar 3 Penyebaran Melia azedarach L di Jawa Barat.
Morfologi
Batang silindris, tegak, tidak berbanir kulit batang (papagan) abu-abu
coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda
memiliki kulit licin dan berlentisel; kayu gubal putih pucat; kayu teras coklat
kemerahan. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau
lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun,
panjang malai 10-22 cm, warna keunguan, berkelamin dua (biseksual) atau bunga
jantan dan bunga betina pada pohon yang sama. Buah bulat atau jorong, tidak
membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput
kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah
umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat,
biji kering warna hitam (Badan Litbang Kehutanan 2001).
Perbenihan Jenis Mindi
Tanaman mindi mengalami musim berbunga dan berbuah berbeda antara
satu tempat dengan lainnya. Tanaman mindi di Jawa Barat berbunga dalam bulan
Maret sampai dengan Mei, di Jawa Timur antara bulan Juni sampai dengan
November, dan di Nusa Tenggara Barat dalam bulan September dan Juni. Buah
masak dalam bulan Juni, Agustus, November dan Desember. Ekstraksi biji
biji dibersihkan dan dikeringkan di tempat teduh. Jumlah biji kering tiap kilogram
±3000 butir. Penyimpanan biji dilakukan dengan memasukan biji ke dalam wadah
yang tertutup rapat, disimpan di ruang dingin (suhu 3-5oC) daya kecambah 80%
selama satu tahun dan turun 20% setelah lima tahun ( Badan Litbang Kehutanan
2001).
Menurut Nurhasybi et al. (2000), musim berbuah terjadi pada bulan
Desember-Januari dan Juni. Ekstraksi buah dapat menggunakan food processor
(alat pengupas kopi) dan diusahakan langsung setelah buah dipanen. Ekstraksi
dilakukan sebersih mungkin, jangan sampai ada sisa kulit atau daging buah yang
menempel, hal tersebut dapat dibantu dengan menggosok buah dengan tangan
menggunakan pasir. Dalam perkecambahannya, benih ini memerlukan proses
pemasakan lanjutan (after ripening) selama 4 bulan, mempunyai sifat dormasi
yang tinggi, cara pemecahannya dengan meretakkan kulit benih dan
dikecambahkan pada bak kecambah yang ditutupi pada media campuran pasir dan
tanah (1:1).
Sifat dan Kegunaan Kayu Mindi
Kayu teras berwarna merah coklat muda keungu-unguan, gubal berwarna
putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat
lurus atau agak berpadu dengan berat jenis rata-rata 0,53. Penyusutan dari
keadaan basah sampai kering tanur adalah 3,3% (pada arah radial) dan 4,1% (pada
arah tangensial). Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni,
sungkai, meranti merah dan kelas awet IV-V. Pengeringan alami, pada papan
tebal 2,5 cm dari kadar air 37% sampai 15% memerlukan waktu 47 hari, dengan
kecenderungan pecah ujung dan melengkung. Pengeringan dalam dapur pengering
dengan bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 60-80% dengan
kelembaban nisbi 80-40% (Badan Litbang Kehutanan 2001).
Di Asia Tenggara, mindi umumnya ditanam sebagai penghasil kayu bakar,
sebagai pohon-pohon peneduh di areal pertanian Kopi dan Abaca (Musa textilis
Nee) serta pohon-pohon di pinggir jalan. Di Asia Selatan, jenis tumbuhan ini
dikenal karena ada khasiat obat yang dikandung senyawanya, seperti berkhasiat
mengontrol berbagai jenis hama serangga dan nematoda. Kayu mindi yang
berwarna putih juga digunakan sebagai bahan manufaktur, perkakas, bahan
bangunan yang baik karena memiliki sifat anti rayap. Bersama tegakan Sengon
(Paraserianthes falcataria) dan Mangium (Acacia mangium), tumbuhan ini mampu memulihkan lahan-lahan kritis atau bekas tambang (Ahmed dan Idris
1997).
Daun mindi mengandung azadirachtin, saponin, flavonoid, polifenol dan
alkanoid (Sugati dan Johny 1991). Alkanoid yang terkandung dalam tanaman
mindi adalah azadirin dan margosin, sedangkan azadirachtin termasuk dalam
senyawa triterpenoid. Heyne (1987) menyebutkan bahwa apabila daunnya
diletakkan dalam buku dapat melindunginya terhadap ngengat dan serangga lain.
Daun mindi dapat dimanfaatkan untuk obat peluruh air seni dan obat cacing.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al. (2007) tanaman mindi
mengandung senyawa anti parasit yang dimungkinkan dapat menjadi obat
alternative terhadap parasit sel tunggal Trypanosoma evansi. Hasil penelitiannya
terhadap mencit menunjukkan bahwa mindi dapat menurunkan jumlah parasit,
tetapi memberi dampak kerusakan struktur jaringan hepar dan ginjal, sehingga
semakin tinggi dosis mindi yang diberikan akan menyebabkan semakin besar
kerusakan struktur jaringan hepar dan ginjal mencit.
Pembuahan Tanaman Hutan
Penelitian mengenai perkembangan dan pemasakan benih telah banyak
dilakukan. Beberapa informasi penting mengenai waktu dan ciri-ciri masak
fisiologi telah tersedia untuk beberapa jenis tanaman hutan komersial. Sebagian
besar penelitian tersebut menentukan kemasakan berdasarkan sifat-sifat
morfologis buah seperti perubahan warna, bau dan kelunakan daging. Walaupun
demikian, informasi musim buah juga perlu dihubungkan dengan kondisi tempat
tumbuh dan iklim setempat mengingat suatu jenis kemungkinan tersebar pada
beberapa lokasi yang berbeda (Nurhasybi et al. 2007).
Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang
meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur
setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan
perubahan iklim. Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari
pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal. Faktor
eksternal yang mempengaruhi yaitu suhu, kelembaban, cahaya, unsur hara dan
curah hujan. Sedangkan faktor internal yaitu fitohormon dan genetik.
Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering
kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Studi tentang perilaku kejadian tiap
organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan
iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang dipergunakan dalam
penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan, karena curah hujan secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh penting untuk pengaturan waktu dan
ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan tropis.
Menurut Ashari (2006) sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi hal
tersebut, yaitu :
1. Curah hujan dan distribusi hujan.
2. Tinggi tempat dari permukaan laut.
Selain unsur iklim di atas, menurut Guslim (2007) produksi tanaman juga
dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu. Pertumbuhan tanaman dapat
dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang
sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan
menghasilkan benih. Kebanyakan spesies tidak akan memasuki masa reproduktif
jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang
matang untuk berbunga. Terdapat dua rangsangan, yang menyebabkan perubahan
itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan 1995).
Di wilayah dengan empat musim, pengaruh suhu berlaku ganda. Pada
waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar pertumbuhan tidak
terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman tahunan, suhu
sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting. Cekaman (stress)
air yang diikuti oleh hujan sering merangsang pembungaan tanaman tahunan
periode selama setiap 24 jam. Tanaman berhari panjang tidak akan berbunga jika
ditanam di wilayah tropika (Mugnisjah dan Setiawan 1995).
Umur pohon mulai bereproduksi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik menunjukkan strategi permudaan
jenis tertentu pada komunitas tanaman, jenis pioneer mempunyai siklus hidup
pendek bereproduksi sejak umur muda, sedangkan jenis pada hutan klimaks
memiliki siklus hidup yang panjang dan umur reproduksi agak lambat. Variasi
reproduksi juga dijumpai di dalam jenis (Schmidt 2002). Kondisi fisik lingkungan
sangat kuat mempengaruhi umur reproduksi. Apabila pohon tumbuh pada kondisi
yang sesuai untuk pertumbuhan vegetatif, maka tahap pertumbuhan awal
(juvenile) akan berlangsung lebih cepat dan reproduksi akan terjadi pada umur
yang lebih muda dibandingkan apabila tumbuh pada tanah yang kurang sesuai.
Pola regenerasi suatu jenis ditentukan oleh evolusi di dalam
lingkungannya, faktor lingkungan setempat sangat mempengaruhi reproduksi baik
individual ataupun pada tingkat populasi. Faktor luar mempengaruhi rangkaian
proses reproduksi dari pembungaan sampai pembuahan dan kematangan benih
yang menyebabkan turunnya produksi buah. Beberapa faktor kegagalan
penyerbukan dan pembuahan menurut Schmidt (2002), adalah:
a. Rendahnya produksi tepungsari. Pada jenis dioecious, rendahnya produksi
tepungsari dapat disebabkan karena gugurnya bunga jantan hutan atau
tanaman yang digunakan sebagai area produksi benih atau kebun benih.
Kondisi cuaca dan terbukanya areal dapat mempengaruhi produksi
tepungsari pada jenis-jenis monocious. Kekeringan dan kondisi terbuka
diketahui menguntungkan bunga betina dan membatasi bunga jantan.
b. Rendahnya transfer tepungsari. Kegagalan penyerbukan dapat disebabkan
oleh kurangnya agen penyerbukan pada masa reseptifitas bunga betina.
Penyerbukan pada masa reseptifitas bunga betina. Penyerbukan angin sangat
tergantung pada kecepatan dan arah angin agar transfer tepungsari menjadi
efisien. Kecepatan angin dapat menjadi faktor pembatas bagi penyerbukan
c. Bunga atau kerucut yang tertutup. Cuaca dingin dan lembab dapat
menyebabkan bunga atau kerucut tetap tertutup pada saat harus diserbuki
dan penyerbukan akhirnya menjadi gagal.
d. Kawin kerabat (inbreeding). Kebanyakan jenis memiliki mekanisme
fisiologis untuk mengurangi terjadinya inbreeding. Inbreeding merupakan
fenomena umum pada pohon. Inbreeding sering menyebabkan tekanan
fisiologis dan bunga atau kerucut yang diserbuki sendiri seringkali gugur.
Resiko inbreeding lebih tinggi pada tanaman yang terisolir dibandingkan
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2009 hingga September 2010.
Tempat pengambilan bahan penelitian dilakukan di 5 (lima) lokasi di Jawa Barat,
[image:30.595.108.535.250.450.2]sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Lokasi penelitian
No Nama Lokasi Luas
(ha)
Jumlah Sampel
Letak geografis Ketinggian (m dpl)
1. Desa Nagrak, Kec.
Sukaraja, Kab. Bogor
1 20 pohon 06o40’ 472‖S
106o53’ 615‖E
250 – 350
2. Desa Sukakarya, Kec.
Megamendung, Kab. Bogor
1 20 pohon 06º 40’ 477‖ S
106º 53’635‖E 711-721
3. Desa Legok Huni,
Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta
1 20 pohon 06º 39’ 378‖ S
107º 32’479‖E 617
4. Desa Babakan Rema,
Kec. Kuningan, Kab. Kuningan
1 20 pohon 06º 45’ S
105º20’ E
417
5. Desa Mekarsari Kec.
Pasir Jambu. Kab. Bandung
1 20 pohon 07º 14’ S
107º 5144’ E
1250-1346
Sedangkan untuk analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Penetapan Pengambilan Contoh
Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh penelitian adalah dengan
teknik purposive sampling. Jumlah petak yang digunakan adalah lima petak
contoh dengan luas masing-masing 1 Ha, dan dilakukan pengambilan data secara
sensus (menyeluruh). Sedangkan untuk pemetaan pola tanam digunakan petak
pengamatan berbentuk persegi dengan ukuran 10 x 20 m sebanyak 5 petak (sesuai
dengan jumlah lokasi penelitian).
Diagram Alir Penelitian
Secara umum, tahapan-tahapan penelitian ini dapat terangkum menjadi
Gambar 4 Diagram alir penelitian.
Dari diagram alir diatas, dapat diketahui bahwa penelitian ini dibagi menjadi
dua sub penelitian, yaitu penilaian produksi benih mindi dan penilaian kondisi
biofisik mindi. Secara lebih terperinci akan dijabarkan pada sub-sub bab di bawah
ini.
Prosedur Kerja
Sub Penelitian 1 : Penilaian Produksi Buah Mindi
Sub penelitian 1 ini bertujuan untuk menilai produksi buah mindi per tahun
di setiap lokasi penelitian. Adapun bahan dan alat yang digunakan pada sub
penelitian ini yaitu,
Bahan Lima tegakan hutan rakyat mindi di Jawa Barat.
20 pohon induk yang sudah dipilih pada setiap lokasi penelitian.
Alat Haga, penanda pohon, GPS, pita meteran, kamera, galah berkait,
kaliper, kantong plastik, label dan alat tulis.
Pemilihan Pohon Induk
Dipilih 20 pohon induk disetiap lokasi penelitian
Penilaian Produksi Buah
Pengunduhan selama 2 kali musim berbuah berturut-turut di setiap lokasi penelitian
Penilaian Kondisi Biofisik Tegakan Mindi
Tanah : Sifat fisik tanah dan kimia tanah
Iklim : Kelembaban, suhu dan curah hujan selama 5 tahun terakhir
Topografi
Analisis Data Menggunakan Metode Stepwise Regression
Untuk mengetahui hubungan
Pemilihan Pohon Induk
Pemilihan pohon induk dilakukan dengan menetapkan sasaran-sasaran yang
mencakup: prioritas jenis, tempat asal benih, dokumentasi yang diperlukan,
jumlah sampel pohon yang mewakili populasi dan jumlah buah yang harus
dikumpulkan untuk setiap pohon induk. Pohon induk adalah pohon yang memiliki
fenotip unggul, misalnya dalam hal pertumbuhan tinggi, diameter, bentuk batang,
kualitas kayu, atau sifat-sifat yang diinginkan. Pohon induk yang dipilih yaitu
sebanyak 20 pohon per lokasi penelitian.
Langkah-Langkah Pemilihan Pohon Induk
Tujuan pemilihan pohon dalam tegakan adalah untuk mendapatkan
sebanyak mungkin keragaman genetik yang ada dalam populasi. Beberapa hal
yang dipakai sebagai acuan adalah:
a. Karena tegakan pada lokasi penelitian ini yaitu tegakan homogen, maka
pemilihan pohon dapat dilakukan secara acak, dengan syarat asal-usul
tersebut dapat diketahui (mempunyai dasar keragaman yang luas).
b. Pohon-pohon yang dipilih tersebut termasuk dalam kelas dominan.
c. Pohon-pohon tersebut sehat, tidak menampakkan gejala serangan hama dan
penyakit. Untuk tujuan penghasil kayu, dipilih pohon yang berbatang lurus,
bulat, batang bebas cabang tinggi dan tajuk seimbang.
Kriteria pohon induk yang dinilai yaitu:
a. Pertumbuhan tinggi dan diameter diatas rata-rata
b. Batang lurus
c. Batang bebas cabang yang tinggi
d. Tajuk normal sesuai dengan karakter jenis
e. Bebas hama dan penyakit
f. Sudah berbunga
g. Mutu kayu baik
Gambar 5 Contoh pemilihan pohon induk yang baik (Mulawarman et al. 2002).
Penilaian Produksi Buah
Pengumpulan Buah
Pengumpulan buah dilakukan pada saat panen raya. Pengumpulan buah
hanya dilakukan pada pohon-pohon induk yang sudah terpilih. Cara pengumpulan
buah dengan memanjat dan dipetik. Dalam penilaian produksi buah, karena lokasi
penelitian merupakan hutan rakyat maka tata cara pengumpulan buah yaitu hanya
dengan mengunduh 30% dari keseluruhan buah yang ada per pohonnya (Bonner
et al. 1994). Setelah ditimbang, lalu dihitung berat 100% per pohonnya. Jadi data yang didapat yaitu data produksi buah 20 pohon induk pada setiap lokasi.
Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan pada sub penelitian ini telah
dirangkum ke dalam Tabel 3.
Tabel 3 Tahapan kerja sub penelitian 1
Tahapan Metode Jumlah
Sampel
Data Terkumpul
Pemilihan pohon induk
Pohon pembanding dengan kombinasi skoring
20 pohon 20 pohon induk dari setiap
lokasi penelitian
Penilaian produksi buah
Pengunduhan langsung dengan menggunakan galah berkait
[image:33.595.118.492.84.262.2]Sub Penelitian 2 : Penilaian Kondisi Biofisik Tegakan Mindi di Jawa Barat
Sub penelitian 2 ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
kondisi biofisik yang sesuai bagi habitat jenis mindi di Jawa Barat. Adapun bahan
dan alat yang digunakan yaitu,
Bahan Contoh tanah dan data curah hujan dalam 5 tahun terakhir pada
setiap lokasi penelitian.
Tegakan hutan rakyat mindi di setiap lokasi penelitian.
Alat Ring tanah, bor tanah, GPS, termohigrometer, plastik, label,
timbangan, meteran, kompas, alat tulis dan kuesioner.
Kondisi Biofisik Tegakan Mindi di Jawa Barat
Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi:
Pengambilan contoh tanah
Contoh tanah diambil pada setiap lokasi hutan rakyat mindi. Setiap lokasi
diambil 1 contoh tanah dengan kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm dengan
menggunakan ring tanah. Untuk analisis kimia tanah, menggunakan contoh
tanah komposit. Tanah tersebut selanjutnya dianalisis, meliputi analisis
kimia dan fisik tanah. Adapun unsur kimia yang dianalisis yaitu C, N, P, K,
pH dan KTK, sedangkan untuk fisik tanah yang dianalisis meliputi tekstur
tanah dan kadar air.
Pengambilan data sifat fisik lingkungan
Pada setiap lokasi diukur sifat fisik lingkungan, yaitu:
- Kelembaban dan suhu.
- Letak geografis dan ketinggian tempat dengan GPS.
- Topografi
- Data curah hujan selama 5 tahun terakhir yang diambil dari setiap lokasi
penelitian.
Pemetaan Pola Tanam
Secara fisik hutan rakyat memiliki pola tanam yang beragam dan berbeda di
setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun cara
petani sangat mempengaruhi dari pertumbuhan tanaman mindi, maka data-data
tersebut mutlak diperlukan.
Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data yaitu:
a. Pembuatan plot pengamatan seluas 10 x 20 m di setiap lokasi penelitian,
sehingga plot pengamatan yang dibuat yaitu sebanyak 5 plot.
b. Data yang diambil yaitu jenis tanaman, jumlah tanaman, jarak tanam,
diameter, tinggi dan tinggi bebas cabang.
c. Pemetaan plot pada setiap lokasi penelitian. Pemetaan plot tersebut secara
umum menghasilkan sebuah struktur tajuk yang juga menggambarkan pola
tanam. Penggambaran pola tanam disetiap lokasi dengan menggunakan
software Sexi FS 2.1.0.
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui kerapatan dan juga
keanekaragaman jenis yang ada di setiap lokasi penelitian. Pengukuran untuk
analisis vegetasi menggunakan metode sensus yaitu dengan mengumpulkan
seluruh data yang ada di dalam petak seluas 1 ha. Pengukuran dilakukan pada
setiap lokasi penelitian. Parameter yang diukur untuk vegetasi adalah tinggi dan
diameter. Sedangkan untuk tumbuhan bawah hanya dicatat keberadaannya saja
dan jumlahnya.
Setelah pengambilan data selesai dilakukan, rekapitulasi data dan hasilnya
dihitung dengan menggunakan parameter kerapatan dengan rumus sebagai berikut
(Soerianegara dan Indrawan 1987) :
Kerapatan
=
Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan pada sub penelitian ini telah
Tabel 4 Tahapan kerja sub penelitian 2
Tahapan Metode Jumlah Sampel Data Terkumpul
Penentuan sifat fisik tanah
Menggunakan ring tanah dikedalaman
0-20 cm dan 20–40
cm
5 sampel tanah dari setiap lokasi
Data sifat fisik tanah yaitu tekstur tanah, kadar air tanah dan pH Penentuan sifat
kimia tanah
Menggunakan tanah komposit
dikedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm
5 sampel tanah dari setiap lokasi
Data sifat kimia tanah yaitu C, N, P, K dan KTK
Pengambilan data sifat fisik lingkungan
Pengambilan data sekunder dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor
Data iklim dari setiap lokasi selama 5 tahun terakhir
Data kelembaban, suhu dan curah hujan selama 5 tahun terakhir dari setiap lokasi penelitian Pengambilan data
langsung ke lapangan
5 lokasi penelitian Data letak geografis dan ketinggian tempat Pemetaan pola tanam Pengambilan data langsung ke lapangan dengan membuat plot pengamatan seluas 10 x 20 m
1 plot
pengamatan (10 x 20 m) di setiap lokasi penelitian
Jenis tanaman, jumlah tanaman, jarak tanam, diameter, TBC dan TT dari setiap vegetasi yang ditemukan didalam plot pengamatan. Penggambaran pola tanam menggunakan software Sexi FS 2.1.0
Analisis vegetasi Menggunakan
metode sensus
Plot pengamatan seluas 1 ha di setiap lokasi penelitian
Nama jenis,
diameter, TBC dan TT, yang nantinya diolah untuk mengetahui kerapatan jenis mindi
Analisis Data untuk Mengetahui Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik
Terhadap Produksi Buah Melia Azedarach L
Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan fisik terhadap produksi buah
SPSS Inc 2004. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara
produksi buah dengan sifat-sifat tanah, iklim dan topografi, dan juga umur
tegakan dan kerapatan jenis mindi. Dari analisis stepwise regression akan
diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam meningkatkan produksi
buah. Faktor yang diamati yaitu :
a. Umur tegakan b. Kadar air tanah c. KTK
d. C e. pH tanah f. %Debu
g. N h. Kelembaban i. %Pasir
j. P k. Suhu l. Ketinggian tempat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Melia azedarch L. atau yang dikenal dengan jenis mindi merupakan jenis eksotik yang penyebaran alaminya berasal dari India dan Burma. Jenis ini sudah
lama dikenal oleh masyarakat Indonesia karena memiliki kegunaan yang sangat
beragam. Penyebaran jenis mindi di Jawa Barat cukup berkembang pesat, banyak
para petani menanam jenis ini karena harga kayu mindi lebih tinggi dibandingkan
dengan kayu sengon.
Lokasi penelitian yang diambil sebagai plot pengamatan yaitu berada di
Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor; Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung,
Kab. Bogor; Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta; Ds. Babakan
Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, dan Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu,
Kab. Bandung. Kelima lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan yang berbeda,
hal ini mengindikasikan bahwa mindi dapat hidup dengan baik di berbagai kondisi
lingkungan. Mindi di Jawa Barat memiliki periode berbuah sekali dalam setahun
yaitu pada bulan Maret – Mei. Dari kelima lokasi yang dijadikan plot pengamatan,
mindi ditanam dengan berbagai pola tanam yang berbeda. Di Ds. Mekarsari, Kec.
Pasir Jambu, Kab. Bandung dan Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab.
Purwakarta, mindi ditanam berdampingan dengan tanaman teh dan juga sengon,
di Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor dan Ds. Nagrak, Kec.
Sukaraja, Kab. Bogor, mindi dijadikan tanaman pembatas di lahan palawija
seperti jagung dan singkong, sedangkan di Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan,
Kab. Kuningan, mindi ditanam dengan berbagai jenis tanaman berkayu lainnya
seperti sengon, kayu afrika dan mahoni. Walaupun demikian, mindi di lima lokasi
tersebut dapat menghasilkan produksi buah dengan baik. Gambar 6
mengilustrasikan pola tanam yang berbeda dari setiap lokasi penelitian. Pola
tanam yang berbeda secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi buah,
karena pola tanam dapat berpengaruh pada jarak tanam dan kerapatan. Jarak
tanam yang terlalu rapat ataupun yang terlalu renggang tentunya dapat
mempengaruhi daya bereproduksi suatu tanaman. Jarak tanam yang rapat, akan
menghasilkan tanaman dengan diameter tajuk yang sempit sehingga menghasilkan
dapat menyebabkan terjadinya selfing secara terus menerus dan menghasilkan
benih dengan keragaman genetik yang rendah.
Gambar 6 Pola tipikal penanaman mindi di hutan rakyat Jawa Barat (Skala 1:500). Pola A : Tegakan mindi dengan palawija, Pola B : Tegakan mindi campuran, Pola C : Tegakan mindi dengan teh.
Produksi Buah Mindi
Proses pengumpulan buah mindi haruslah mengacu pada tingkat
kemasakannya. Masak fisiologi buah biasanya ditandai dengan penurunan kadar
air buah dan perubahan warna pada kulit buah. Pada saat ini pengangkutan bahan
makanan ke dalam buah terhenti sehingga ukuran buah sudah mencapai
maksimum. Viabilitas dan vigor juga maksimum, sehingga kualitas benih
tertinggi diperoleh pada saat masak fisiologis. Proses masak fisiologis pada buah
dan biji biasanya terjadi secara bersamaan, sehingga waktu masaknya buah
biasanya bersamaan dengan waktu masaknya biji (Nitsch 1971). Pada saat buah
masak secara fisiologis, maka secara fisiologis terjadi peningkatan produksi gula
dan kadar air pada daging buah, sehingga terjadi perubahan warna, rasa dan aroma
pada kulit buah dan daging buah, selain itu buah berubah menjadi lunak. Biasanya
kulit buah yang berwarna hijau menjadi mengkilap dan secara perlahan-lahan
klorofil akan hancur, sehingga berubah warna menjadi merah kuning atau jingga
(Sedgley dan Griffin 1989). Menurut Suita et al ( 2008), pengumpulan buah mindi
disarankan dilakukan terhadap buah yang berwarna kuning dan hijau kekuningan,
hal ini berdasarkan mutu fisik, fisiologis dan kandungan komposisi kimia benih
(A) (B)
[image:40.595.167.442.81.421.2](C)
Gambar 7 Daun (A), bunga (B) dan buah mindi (C) (Koleksi pribadi).
Produksi buah suatu jenis tanaman berkayu sangat bervariasi dari tahun ke
tahun dan dari pohon ke pohon lainnya. Banyak faktor yang menimbulkan variasi
tersebut, antara lain gagalnya pohon untuk berbunga, penyerbukan yang tidak
sempurna dan juga faktor lingkungan. Sehingga data-data yang menunjang akan
keberhasilan suatu tanaman untuk berbuah sangatlah penting. Jenis mindi dalam
pengembangan budidayanya masih dirasa kurang memiliki data pendukung,
khususnya yang berhubungan dengan produksi buah dan pembungaannya. Tabel 5
menyajikan data produksi buah mindi dari lima lokasi di Jawa Barat selama 2
Tabel 5 Produksi buah mindi di lima lokasi di Jawa Barat
Lokasi
Rata-rata Produksi Buah (kg/phn)
∑ BK
2008 2009
∑ BK
2009 2010
Rata-rata per Tahun
Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta 4 14,7±2,1 1 5,0±0,7 9,9±1,3
Ds. Mekarsari, Kab. Bandung 3 5,1±0,6 3 1,2±0,1 3,1±0,4
Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan 6 5,8±1,5 4 5,6±1,5 5,7±1,1
Ds. Nagrak, Kab. Bogor 1 4,3±0,5 0 5,5±0,7 4,9±0,4
Ds. Sukakarya, Kab. Bogor 2 5,1±0,3 0 5,2±0,3 5,1±0,2
Total 16 7,0±0,6 8 4,5±0,3 5,7±0,4
Ket : ∑ BK : Jumlah Bulan Kering yaitu Curah Hujan < 60 mm/bln (Schmidt dan Fergusson 1951).
Setelah dilakukan pengamatan selama 2 kali musim berbuah di setiap
lokasi, didapatkan data produksi buah per pohon per tahun di lima lokasi di Jawa
Barat. Setiap lokasi rata-rata mengalami penurunan produksi buah dari tahun 2009
ke tahun 2010, hal ini mungkin disebabkan karena pada tahun 2009 mengalami
kondisi cuaca yang tidak menentu yaitu hampir sepanjang tahun hujan turun terus
menerus. Penurunan jumlah produksi buah terlihat jelas dikedua lokasi penelitian
yaitu di Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung. Hal
ini didukung dengan data yang didapat dari stasiun klimatologi bahwa pada tahun
2008 jumlah bulan kering di kedua lokasi tersebut lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah bulan kering di tahun 2009, seperti yang terlihat pada Gambar 8.
0 500 1000 1500 0 20 40 60 80 100
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nop Dec
Cur ah H uj an (m m /b ln ) S uh u ( oC) da n K el em b ab an (%)
Ds. Legok Huni, Kab Purwakarta
Gambar 8 Data iklim di Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung.
Gambar 8 menjelaskan bahwa di kedua lokasi tersebut pada tahun 2009
sepanjang tahun merupakan musim hujan yang menyebabkan jumlah bulan kering
tahun 2009 sedikit, bulan kering dinyatakan apabila curah hujan pada bulan
tersebut dibawah 60 mm/bln. Sedikitnya jumlah bulan kering ini mempengaruhi
waktu pembungaan dari suatu tanaman. Sedangkan apabila dilihat dari rata-rata
per tahun, Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki rata-rata produksi buah
paling besar per tahunnya yaitu 9,9 kg/phn/thn dan lokasi yang memiliki rata-rata
produksi buah paling kecil per tahun yaitu berada di Ds. Mekarsari, Kab. Bandung
yaitu sebesar 3,1 kg/phn/thn.
Adanya perbedaan produksi buah dari tahun 2009 dan tahun 2010 di setiap
lokasi diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, hormon dan pasokan
nutrisi (Bernier et al. 1985). Fase reproduksi pohon dimulai dari tahapan
pembungaan dimana di daerah tropis induksi bunga terjadi secara alamiah pada
musim kemarau, karena mengalami stress air dan bunga muncul menjelang
musim hujan (Poerwanto 2000). Keadaan awal berbuah yang tidak menentu dan
adanya sifat biennial bearing dapat menyebabkan produksi buah yang tidak stabil
atau berbuah banyak pada satu tahun (on year) dan berbuah sedikit pada tahun
berikutnya (off year). Hal ini umumnya dipengaruhi oleh faktor iklim terutama
iklim mikro dan faktor endogen tanaman (Dennis dan Nielsen 1999).
0 200 400 600 800
0 20 40 60 80 100
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nop Dec
Cur
ah
H
uj
an
(m
m
/b
ln
)
S
uh
u
(
oC)
da
n
K
el
em
b
ab
an
(%)
Ds. Mekarsari, Kab. Bandung
[image:42.595.158.472.93.252.2]Hubungan Produksi Buah dengan Dimensi Pohon Induk
Diameter dan tinggi suatu tanaman merupakan salah satu kriteria yang
digunakan dalam penentuan pohon induk. Dalam kaitannya dengan produksi
buah, penelitian ini ingin melihat seberapa besar korelasi antara produksi buah
[image:43.595.109.509.114.579.2]dengan diameter dan tinggi tanaman di setiap lokasi penelitian (Gambar 9).
Gambar 9 Hubungan produksi buah dengan tinggi total disetiap lokasi penelitian.
Hubungan antara produksi buah dengan tinggi total tanaman mindi tidak
menunjukkan korelasi yang signifikan. Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta
menunjukkan adanya korelasi yang positif dengan nilai R2 yang lebih besar
dibandingkan dengan lokasi lainnya. Di lokasi tersebut dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tanaman mindi, maka memiliki nilai produksi buah yang tinggi
pula. Sedangkan untuk lokasi lainnya memiliki nilai R2 yang lebih kecil dari 50%,
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara
produksi buah dengan tinggi total tanaman di empat lokasi tersebut. Namun
demikian, apabila dilihat secara keseluruhan, memang terlihat bahwa tidak adanya
Ds. Sukakarya, Kab. Bogor
Tinggi Total (m)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0
0.00 3.00 6.00 9.00
Ds. Mekarsari, Kab. Bandung
Tinggi Total (m)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
7.0 9.0 11.0 13.0 15.0 17.0
0.00 3.00 6.00
Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan
Tinggi Total (m)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
8.0 11.0 14.0 17.0 20.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00
Ds. Nagrak, Kab. Bogor
Tinggi Total (m)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
8.0 11.0 14.0 17.0 20.0 23.0 26.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00
Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta
Tinggi Total (m)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
8.0 10.0 12.0 14.0 16.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 Seluruh Lokasi Tinggi Total P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
6.0 9.0 12.0 15.0 18.0 21.0 24.0 27.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00
R2 = 28% R2 = 37%
R2 = 44% R
2 = 21%
R2 = 55%
R2 = 15% Y = 3,62 + 0,09X
Y = 0,79 + 0,19X
Y = -0,86 + 0,36X
Y = 6,65 – 0,08X
korelasi signifikan antara produksi buah dengan tinggi total dimana hal ini terlihat
dari nilai R2 yang sangat kecil yaitu 15%. Tinggi dari suatu tanaman memang
tidak berpengaruh secara langsung pada produksi buah, tinggi tanaman dapat
mempengaruhi penerimaan cahaya matahari dimana cahaya matahari merupakan
salah satu faktor pendukung yang dapat mempengaruhi produksi buah. Untuk
pembungaan yang normal, tanaman memerlukan intensitas cahaya yang tidak
boleh lebih rendah daripada batas nilai tertentu. Dalam pertumbuhan tanaman
menuju ke arah reproduksi itu cahaya tidak hanya diperlukan untuk pembentukan
bunga, tetapi juga untuk pertumbuhan buah hingga dapat diperoleh buah masak.
Pada umumnya tanaman yang dalam pertumbuhan mendapat cahaya lebih banyak
akan lebih mudah berbunga daripada yang menderita kekurangan cahaya
(Darjanto dan Satifah 1990).
Gambar 10 Hubungan antara produksi buah dengan diameter pohon disetiap lokasi penelitian.
Lokasi yang memiliki korelasi yang signifikan antara produksi buah
dengan diameter pohon adalah Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan dengan nilai
Ds. Nagrak, Kab. Bogor
Diameter Pohon (cm)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
19.0 22.0 25.0 28.0 31.0 34.0 37.0 40.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00
Ds. Sukakarya, Kab. Bogor
Diameter Pohon (cm)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
14.0 17.0 20.0 23.0 26.0 29.0 32.0 35.0
0.00 3.00 6.00 9.00
Ds. Mekarsari, Kab. Bandung
Diameter Pohon (cm)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
18.0 22.0 26.0
0.00 3.00 6.00
Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan
Diameter Pohon (cm)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00
Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta
Diameter Pohon (cm)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
15.0 25.0 35.0 45.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 Seluruh Lokasi
Diameter Pohon (cm)
P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )
7.0 12.0 17.0 22.0 27.0 32.0 37.0 42.0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00
R2=5%
R2=22%
R2=46%
R2=72%
R2=39%
R2=41% Y = 4,47+0,03X
Y = 3,47+0,07X
Y = -0,22+0,15X
Y = -5,32+0,59X
Y = 0,91+0,29X
R2 tertinggi yaitu 72%, yang artinya produksi buah akan meningkat seiring dengan semakin besarnya diameter pohon. Sedangkan untuk keempat lokasi lainnya, tidak
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara produksi buah dengan
diameter pohon, hal ini juga ditunjukkan dengan nilai R2 yang rendah yaitu
kurang dari 50%, dan apabila melihat dari keseluruhan data, ternyata memang
korelasi yang ditunjukkan cukup rendah dengan nilai R2 = 41%. Diameter pohon
juga tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap produksi buah. Priyono
(1996) menyebutkan bahwa biasanya pembungaan terjadi pada pohon yang sudah
berdiameter > 20 cm. Pohon yang memiliki diameter berukuran besar dan
mempunyai tajuk yang lebat, bulat dan besar akan memproduksi biji lebih banyak
dari pohon yang lebih kecil. Setelah didapatkan data-data mengenai hubungan
produksi buah dengan diameter dan tinggi tanaman, maka dapat disimpulkan
bahwa diameter pohon lebih memiliki pengaruh dalam produksi buah mindi
dibandingkan dengan tinggi tanaman. Hal ini dapat terlihat dari nilai R2 yang
didapat yaitu 41% untuk diameter pohon dan 15% untuk tinggi tanaman.
Hubungan Produksi Buah dengan Faktor Tempat Tumbuh
Ketersediaan buah bermutu sangat tergantung pada kemampuan sumber
benih untuk berproduksi, sistem penanganan dan distribusi yang mampu
menjamin mutu buah tetap baik sehingga menghasilkan mutu benih yang
berkualitas. Kesesuaian tempat tumbuh mutlak diperlukan guna menghasilkan
jumlah buah semaksimum mungkin dengan mutu yang baik. Tempat tumbuh itu
sendiri dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kondisi tegakan, sifat tanah dan
iklim. Tempat tumbuh dari lima lokasi penelitian memiliki karakteristik berbeda
yang tentunya berpengaruh terhadap produksi buah dari setiap lokasi. Pada
subbab ini, disajikan data hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh
Tabel 6 Hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh
Lokasi Ds. Legok
Huni, Kab. Purwakarta
Ds. Sukakarya, Kab. Bogor
D