• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perdagangan bebas ASEAN – China (ACFTA) terhadap pemasaran mebel di kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh perdagangan bebas ASEAN – China (ACFTA) terhadap pemasaran mebel di kota Bogor"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN

CHINA

(ACFTA) TERHADAP PEMASARAN MEBEL DI KOTA BOGOR

BAYU CAHYO NUGROHO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN

CHINA

(ACFTA) TERHADAP PEMASARAN MEBEL DI KOTA BOGOR

BAYU CAHYO NUGROHO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan IPB

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Bayu Cahyo Nugroho. Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor. Dibimbing oleh Dodik Ridho Nurrichmat.

RINGKASAN

Dalam rangka mewujudkan “triple track strategy” (pro poor, pro job, dan

pro investment) pengembangan industri kehutanan hendaknya diarahkan untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang kompetitif. Globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010 membawa dampak pada terciptanya suatu kondisi industri yang semakin luas dan kompetitif pada negara-negara yang tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Kebijakan tersebut dapat berdampak pada persaingan yang semakin berat antara produk lokal dengan produk impor dari China. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh ACFTA terhadap pemasaran mebel lokal dan China. Dalam hal ini dilakukan analisis pemasaran mebel dengan mengambil kasus di Kota Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa toko penjual mebel di kawasan pusat perbelanjaan di kota Bogor pada bulan Oktober 2010. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah ditentukan secara acak (random sampling) dengan mengambil 40 responden yang merupakan konsumen/calon pembeli mebel. Analisis data dilakukan melalui analisis korelasi, analisis faktor dan analisis SWOT (Strength, Weakness. Opportunities, Threat). Variabel yang dianalisis korelasinya meliputi: hubungan antara pola pembelian berupa perilaku, motivasi, sikap dan preferensi dengan variabel karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan. Posisi pasar berdasarkan matrik SWOT, bauran pemasaran mebel lokal berada pada Kuadran 1 yaitu posisi SO (Strength

-Opportunities). Posisi ini berarti bahwa industri kecil mebel harus menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi SO yang dapat diciptakan untuk pemasaran mebel lokal diantaranya adalah meningkatkan kualitas produk, menggunakan bahan baku yang baik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah, menjaga kualitas rekam jejak (traceability) produk dan meningkatkan pelayanan kepada konsumen serta mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan menggalakkan kesadaran menggunakan produk dalam negeri.

(4)

Bayu Cahyo Nugroho. Study of the ASEAN China Free Trade Area Against Marketing Furniture in Bogor City. Guided by Dodik Ridho Nurrichmat.

SUMMARY

In order to create a "triple track strategy" (poor, job, and pro-investment), the development of forestry industry should be directed to encourage a growth of some competitive small and cottage industries. A world trade globalization was indicated by the existence of ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) in 2010. Until now it has brought some impacts on the appearance of an industry condition to be wider and more competitive for the countries which

involved in it’s trade block. This policy could coerce a local industry of Indonesia to face a severe competition tightly. Therefore, it requires a study to determine the influence of ACFTA to local and China furniture marketing. In this case a market analysis of furniture in Bogor will be done.

This research was conducted at several furniture stores in the shopping center area in Bogor and was held on October 2010. A sampling method used was simple random sampling by choosing fourty consumers / potential buyers as a respondents randomly. Then, a data were analyzed by using correlation analysis, factor analysis, and SWOT analysis (Strength, Weakness. Opportunities, Threat). For correlations analysis, some analyzed variables consisted of the relationship between variables of consumption pattern (such as behaviour, motivation, attitude, and preference) and variables of characteristics (such as age, gender, education, and income). The preferences of consumer when choosing furniture was based on the quality of products by considering the affordable price, the color of furniture, the raw materials, and the furniture use in the country. The SWOT’s matrix analysis had shown that a marketing mix of local furniture was located in Quadrant 1 or SO (Strength-Opportunities). This position shown a point that a small furniture industry ought to create a strategy which used a strengths to take some advantages of existing opportunity. SO strategy could be built for local furniture marketing was to improve the quality of products, the use of good raw materials by utilizing the potential of abundant natural resources; to keep the quality products; to improve a services to consumers; and to optimize the government policy by promoting the awareness of using domestic products.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di

Kota Bogor” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor

Nama : Bayu Cahyo Nugroho

NIM : E14062737

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F.Trop NIP. 19700329 199608 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, petunjuk, dan karuniaNya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di

Kota Bogor” disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis pada

bulan Oktober 2010.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan peran serta semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis Bapak Bambang Nugroho dan Ibu Eka Hujannia, serta Mas Dimas, Adik Iyo dan Rayhan yang senantiasa mendoakan dan memberikan dorongan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Dodik Nurrochmat, M.Sc. F.Trop selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan dan pelajaran berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

3. Para pengusaha mebel di Pertokoan Bogor Indah Plaza (Toserba Jogja) atas kerjasama dan bantuannya yang telah memberikan izin bagi penulis melakukan penelitian.

4. Teman-teman Manajemen Hutan ’43 atas suka duka, kebersamaan, dan keceriaan yang terasa begitu indah.

5. Teman-teman seorganisasi: BEM TPB’43, FMSC, DKM Ibadurrahman terima kasih atas dukungan, kerja sama dan pengorbanan yang luar biasa. 6. Sahabat terbaik sepanjang masa, Daniel Furqon atas persahabatan tulus yang

tercipta antar kita.

7. Kepada Mbak Dwi Juli Styowati (MNH’41) atas sumbangsih berbagi

(8)

8. Sahabat seperjuangan maestro gatot untuk kebersamaan setiap pekan duduk melingkar bersama saling mengingatkan dalam naungan keimanan dan kesholehan.

9. Teman-teman seperjuangan Sonic IPB (Dhida Praja Sukmawan, Rido Monthazeri, Yudhi Romansyah, Kusuma Ratih, Belinda Bunga Nagara, dan Destya Kusuma Ariani) atas keceriaan, dukungan, dan doa yang diberikan. 10. Semua pihak yang telah membantu selama persiapan, pelaksanaan, dan

penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 Februari 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Nugroho dan Ibu Eka Hujannia. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 2 Bekasi dan masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis telah mengikuti praktek lapang diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Baturaden dan Cilacap, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Nityasa Idola Tbk, Kalimantan Barat. Selain itu penulis juga aktif di beberapa lembaga kemahasiswaan antara lain di BEM TPB IPB periode 2006-2007 sebagai Ketua Umum, himpunan profesi manajemen hutan FMSC (Forest Management Students Club) sebagai Wakil Ketua periode 2007-2008 dan Ketua Umum FMSC pada periode 2008-2009 serta penulis tercatat sebagai anggota DKM (Dewan Kerohanian Mahasiswa) Ibadurrahman Fakultas Kehutanan IPB periode 2006-2010.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian dan membuat karya ilmiah “Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN –

(10)

DAFTAR ISI

2.5 Perilaku Konsumen ...11

2.6 Lingkungan Industri ...12

2.7 Analisis Korelasi ...16

2.8 Analisis SWOT ...17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...21

3.2 Kerangka Pemikiran ...21

3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan ...23

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...24

3.5 Analisis SWOT ...25

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Posisi Geografis ...30

4.2 Topografi dan Jenis Tanah ...30

4.3 Iklim ...30

4.4 Wilayah Admisnistrasi ...31

4.5 Demografi ...32

4.6 “Outlets” Mebel di Yogya Departement Store ...32

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...34

5.2 Karakteristik Responden Konsumen Kota Bogor ...37

5.3 Preferensi Konsumen antara Mebel Lokal dengan China ...39

5.4 Motivasi Konsumen ...40

5.5 Uji Korelasi ...41

5.6 Analisis SWOT ...49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...60

6.2 Saran ...60

DAFTAR PUSTAKA ...62

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. IFAS ... 27

2. EFAS ... 28

3. Jumlah penduduk dan pendapatan perkapita Kota Bogor ... 32

4. Coding antara variabel karakteristik dengan pola pembelian ... 36

5. Karakteristik responden ... 37

6. Preferensi konsumen antara mebel lokal dengan China ... 39

7. Hasil uji korelasi kecenderungan ... 42

8. Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya ... 50

9. Faktor-faktor unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya... 52

10. Faktor-faktor unsur peluang dan nilai pengaruhnya ... 53

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan bauran pemasaran (Marketing Mix) ... 9

2. Saluran pemasaran bagi industri ... 10

3. Saluran pemasaran barang konsumsi ... 11

4. Model perilaku konsumen ... 12

5. Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri ... 13

6. Kerangka pemikiran ... 22

7. Tahapan analisis SWOT ... 25

8. Diagram matrik SWOT ... 26

9. Matriks SWOT ... 29

10. Diagram batang preferensi konsumen ... 40

11. Diagram batang peringkat motivasi ... 41

12. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan umur dengan pola pembeliaan ... 43

13. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan jenis kelamin dengan pola pembeliaan ... 44

14. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan pendidikan dengan pola pembeliaan ... 45

15. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan pendapatan dengan pola pembeliaan ... 47

16. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan jenis pekerjaan dengan pola pembeliaan ... 48

16. Hasil perhitungan data matrik SWOT ... 56

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor ... 65

2. Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor ... 66

3. Foto dokumentasi penelitian ... 67

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan “triple track strategy” (pro poor, pro job dan

pro investment), pengembangan industri kehutanan sebaiknya diarahkan untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang kompetitif. Sektor kehutanan diharapkan mampu menghasilkan bahan mentah bagi kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli dan dapat melanjutkan proses industrialisasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan industri yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa, melalui peningkatan kemandirian pembangunan industri yang bersumber pada potensi objektif yang meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.

Globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan

ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010 membawa dampak pada terciptanya suatu kondisi industri yang semakin luas dan kompetitif pada negara-negara yang tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Penghapusan berbagai hambatan perdagangan seperti tarif dan non-tarif, proteksi serta peraturan-peraturan lain yang dinilai menghambat masuknya arus investasi asing merupakan ancaman besar bagi perusahaan industri dalam negeri, namun juga sebagai peluang besar perusahaan untuk memasuki pasar ekspor. ACFTA merupakan zona perdagangan bebas yang digagas oleh negara-negara di kawasan ASEAN dengan China melalui hubungan perdagangan ekspor dan impor. China merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, produk yang dihasilkan memiliki harga terjangkau sehingga dapat merambah hampir ke seluruh dunia.

(15)

Hal ini yang memberikan kekhawatiran tersendiri atas dampak ACFTA di dalam negeri. Produk dalam negeri dinilai belum mampu bersaing dengan produk dari China karena biaya produksi di dalam negeri masih tinggi sehingga menyebabkan harga jual produk jauh di atas produk China. Penerapan ACFTA akan menyebabkan berubahnya peta perdagangan antara Indonesia, negara-negara ASEAN dan China.

Dengan adanya kesepakatan ACFTA akan memberikan dampak positif dan negatif dengan implikasi yang cukup luas di bidang ekonomi, industri dan perdagangan. Di sisi konsumen kesepakatan ini memberikan angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan banyak pilihan, yang akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi lain, kesepakatan tersebut akan menjadikan industri lokal terancam, karena industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi produk China dengan harga terjangkau. Produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup tinggi sehingga harga sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ditutupnya perusahaan dalam negeri karena kalah bersaing. Masalah yang paling dikhawatirkan adalah pengaruh ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berkonsentrasi pada pasar dalam negeri.

(16)

Untuk mengetahui pengaruh ACFTA terhadap pemasaran mebel lokal dan China, maka perlu dilakukan analisis pemasaran mebel dengan mengambil kasus di Kota Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam era globalisasi saat ini, kegiatan perdagangan antar negara dan kerjasama ekonomi merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan diharapkan dapat memperluas kesempatan berusaha dan memperoleh aneka produk menjadi lebih mudah. Salah satu wujud kerjasama ekonomi regional adalah kesepakatan ACFTA yang telah mulai berlaku sejak 1 Januari 2010 dengan menggunakan prinsip perdagangan bebas. Perdagangan bebas didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan tarif yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individu maupun perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Bagi pendukung ACFTA, kesepakatan ini akan bermakna besar bagi kepentingan geostrategis dan ekonomi Indonesia dan Asia Tenggara secara keseluruhan. Namun bagi penentangnya, penerapan ACFTA dikhawatirkan dapat menghancurkan industri nasional karena tarif bea masuk barang-barang dari China ke ASEAN, khususnya Indonesia menjadi nol persen. Hal ini akan mengancam industri dalam negeri akibat melimpahnya produk China dengan harga murah di pasar domestik. Tanpa kebijakan yang sistematis dan terarah, kesepakatan ACFTA hanya akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Dampak dari ACFTA ini diduga juga dirasakan oleh industri kerajinan mebel lokal yang mendadak mendapatkan saingan serbuan mebel yang berasal dari China.

(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis pengaruh mebel impor China terhadap pemasaran produk mebel lokal di Kota Bogor.

2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Kota Bogor dalam memilih produk mebel.

1.4 Manfaat Penelitian

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses terjadinya ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China (DKRDKPI 2010).

Pada tahun 2001, dalam pertemuan antara China dengan ASEAN di Bandar Sri Begawan-Brunei Darussalam, China menawarkan sebuah proposal ASEAN-China Free Trade Area untuk jangka waktu 10 tahun ke depan. Satu tahun berikutnya, pada tahun 2002, pemimpin ASEAN dan China menandatangani kerangka perjanjian Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang didalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade Area (FTA). Proposal yang ditawarkan oleh China dipandang menarik karena China dan ASEAN sama-sama melihat adanya kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dengan perjanjian tersebut. Inisiatif untuk bekerjasama dalam pengembangan ekonomi datang dari China. ACFTA dirancang oleh para kepala pemerintahan ASEAN dan China pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat China 6 November 2001 lalu. Inisiatif tersebut selanjutnya dikukuhkan menjadi

“Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara

Negara-negara Anggota ASEAN dan RRC” yang ditandatangani di Pnom Penh, Kamboja tanggal 4 November 2004. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2003 protokol perubahan persetujuan tersebut ditandatangani oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN-RRC. (Dewitari et al 2009).

(19)

yang mencakup binatang yang masih hidup; daging; ikan; produk-produk binatang lainnya; pohon; sayuran dan buah-buahan. Produk-produk yang termasuk dalam program ini dibagi menjadi tiga kategori dan akan dikenakan pengurangan tarif serta penghapusan tarif. Tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari et al. 2009).

Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman. Bagi kalangan pendukung, ACFTA dipandang positif karena bisa memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia. Pertama, walaupun tidak dapat mengelakkan pajak impor namun Indonesia berpotensi memperoleh pemasukan tambahan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPn) produk-produk impor yang diperdagangkan. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua, persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen (Jiwayana 2010).

Bila kalangan pendukung memandang ACFTA sebagai kesempatan, kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai alasan. ACFTA di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari membanjirnya produk China yang memiliki harga lebih murah. Secara perlahan ketika kelangsungan industri mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal akan terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) (Purna 2010).

(20)

perlindungan tersebut juga harus dihilangkan sesuai kesepakatan. Jika pemerintah melanggar kesepakatan dan terlalu melindungi industri dalam negeri, konsumen dirugikan karena harus membayar produk dengan harga lebih mahal, perekonomian dikhawatirkan menjadi tak berkembang karena industri dalam negeri tidak efisien dan pemerintah dibebani subsidi yang terlalu besar. Produk dalam negeri yang bersaing ketat di pasar adalah industri kerajinan seperti furnitur, industri hasil hutan yang selama ini menjadi unggulan Indonesia dalam pasar domestik maupun mancanegara serta sektor industri lainnya juga tak luput bersaing di era perdagangan bebas ini (Jiwayana 2010).

2.2 Mabel

Kata mebel dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi furniture. Istilah

“mebel” digunakan karena sifat bergeraknya atau mobilitasnya sebagai barang

lepas di dalam interior arsitektural. Kata mebel berasal dari bahasa Perancis yaitu

meubel, atau bahasa Jerman yaitu mobel. Pengertian mebel secara umum adalah benda pakai yang dapat dipindahkan, berguna bagi kegiatan hidup manusia, mulai dari duduk, tidur, bekerja, makan, bermain dan sebagainya, yang memberi kenyamanan dan keindahan bagi pemakainya (Marizar 2005).

Mebel juga merupakan salah satu produk kayu olahan yang pertumbuhannya amat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini adalah produk mebel. Berawal dari pekerjaan rumah tangga, produk mebel kini telah menjadi industri yang cukup besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terdidik yang tidak sedikit. Produk jenis ini secara prinsip dibagi dalam dua kategori yaitu mebel untuk taman (garden) dan interior dalam rumah (Marizar 2005).

2.3 Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial dimana manusia baik individu maupun kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan nilai dengan individu dan kelompok lainnya (Kotler dan Amstrong 1997). Dalam mencapai tujuannya, perusahaan merancang dan menerapkan strategi pemasaran bagi produknya.

(21)

demi kelangsungan hidup, berkembang dan memperoleh suatu keuntungan. Berkembangnya teknologi, kuatnya posisi tawar menawar (bargaining power) pelanggan dan banyaknya pesaing yang memasuki pasar, mengharuskan perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola bidang pemasaran dan penetapan keputusan strategi pemasaran yang tepat (Kotler dan Amstrong 1997). Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi dan distribusi ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan tujuan-tujuan organisasi (Kotler dan Andreasen 1993).

Tjiptono dan Anastasia (2000) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Strategi pemasaran adalah strategi yang disatukan luas, terintegrasi, dan komprehensif yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan dari pemasaran perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi manajemen untuk mencapai tujuan bisnis dan permasalahannya dalam sebuah pasar sasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran (Kotler dan Amstrong 1997).

2.4 Bauran Pemasaran

(22)

Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)

Gambar 1 Bagan bauran pemasaran (Marketingmix).

2.4.1 Produk

Produk adalah sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, dan dikonsumsi sehingga memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Amstrong 1997). Selain itu, produk didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia secara individu maupun organisasi. Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berhubungan erat dengan produk yang dipasarkan. Strategi ini mencakup konsep produk total yang meliputi barang, kemasan, merek, label, pelayanan dan jaminan.

2.4.2 Harga

Harga adalah sejumlah nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh konsumen untuk dapat mendapatkan suatu produk. Terdapat beberapa tujuan dalam strategi penetapan harga yaitu tujuan yang berorientasi laba, tujuan berorientasi volume (volume pricing object), tujuan berorientasi citra (image of value), dan mempertahankan loyalitas konsumen. Strategi harga meliputi strategi penetapan

(23)

harga, keseragaman harga, potongan harga, tingkat harga dan syarat-syarat pembayaran (Kotler dan Amstrong 1997).

2.4.3 Distribusi

Saluran distribusi merupakan seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikan dari produsen ke konsumen. Dalam saluran distribusi terdapat beberapa perantara yang jumlahnya sangat bervariasi (Gambar 3 dan Gambar 4). Tingkatan-tingkatan dalam saluran distribusi berdasarkan jumlah perantaranya, terdiri dari saluran tingkat nol (zero level channel) yang menunjukkan tidak adanya perantara dalam pemasaran, saluran tingkat satu (one level channel) dimana perantara yang digunakan hanya satu, saluran tingkat dua (two level channel) yang menggunakan dua perantara, dan seterusnya (Kotler dan Amstrong 1997).

Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)

Gambar 2 Saluran pemasaran bagi industri.

Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)

(24)

2.4.4 Promosi

Promosi pada hakekatnya adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan dan mengkomunikasikan suatu produk kepada pasar sasaran untuk memberikan informasi tentang suatu keistimewaan kegunaan dan terutama tentang keberadaannya dengan tujuan untuk mengubah sikap ataupun mendorong orang dalam bertindak. Bauran promosi terdiri dari empat alat utama yaitu iklan, promosi penjualan, publisitas, dan penjualan pribadi atau wiraniaga (Kotler dan Amstrong 1997).

2.5 Perilaku Konsumen

Menurut (Engel et al. 1995) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlihat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Terdapat tiga peubah yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu: pengaruh lingkungan (budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi), pengaruh perbedaan individu (motivasi dan keterlibatan, sumber daya konsumen, pemahaman, sikap, kepribadian, nilai dan gaya hidup), proses psikologis (proses informasi, pembelajaran, perubahan, sikap dan prilaku). Hubungan ketiga faktor tersebut dengan proses keputusan konsumen dan implikasinya dalam strategi pemasaran dapat dijabarkan dalam Gambar 4.

Sumber: Engel et al (1995)

Gambar 4 Model perilaku konsumen.

Pengaruh Lingkungan

Keluarga, Kelas Sosial, Budaya, dan Situasi

Perbedaan

(25)

2.6 Lingkungan Industri

Menurut (Pearce dan Robinson 1997), lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan organisasi yang menghasilkan komponen-komponen yang secara normal memiliki implikasi relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional perusahaan. Suatu perusahaan dalam jangka panjang akan mampu bertahan jika berhasil mengembangkan strategi untuk menghadapi lima kekuatan yang membentuk suatu struktur persaingan dalam industri yang terdiri atas persaingan usaha sejenis dalam industri, ancaman pendatang baru, ancaman produk substitusi, kekuatan daya tawar pemasok, dan kekuatan daya tawar pembeli. Lima kekuatan bersaing dalam industri dapat dilihat pada Gambar 5.

“Kekuatan tawar

-menawar pemasok” “pendatang baruAncaman masuknya ”

Ancaman produk a

Gambar 5 Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri. a. Ancaman Masuknya Pendatang Baru

Masuknya perusahaan pendatang baru akan berimplikasi terhadap perusahaan yang sudah ada, seperti bertambahnya jumlah produk sejenis di pasar akan bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar dan perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Terdapat beberapa faktor penghambat pendatang baru untuk masuk ke dalam suatu industri yang sering disebut hambatan masuk, adalah sebagai berikut: (Pearce dan Robinson 1997)

(26)

1) Skala Ekonomis

Skala ekonomis menggambarkan turunnya biaya satuan (unit cost) suatu produk apabila volume absolut per periode meningkat. Skala ekonomis ini dapat menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa para pendatang baru tersebut untuk masuk pada skala besar dan menghadapi risiko adanya reaksi keras dari pesaing yang ada atau masuk dengan skala kecil dan beroperasi dengan biaya yang tidak menguntungkan.

2) Diferensiasi Produk

Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan yang ada. Kondisi ini biasanya akan berdampak terhadap kerugian di saat awal dan seringkali bertahan untuk waktu yang cukup panjang.

3) Kebutuhan Modal

Kebutuhan untuk menanamkan sumberdaya keuangan yang besar agar mampu bersaing dapat menciptakan hambatan masuk bagi pemain baru, terutama jika modal tersebut diperlukan untuk periklanan di saat awal yang tidak dapat kembali atau untuk kegiatan riset dan pengembangan yang penuh risiko.

4) Biaya Beralih Pemasok

Biaya beralih pemasok adalah biaya satu kali yang harus dikeluarkan pembeli apabila berpindah dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok lainnya. Jika biaya beralih ini tinggi, maka pendatang baru harus menawarkan penyempurnaan yang besar dalam hal biaya atau prestasi agar pembeli mau beralih dari pemasok lama.

5) Akses ke Saluran Distribusi

Apabila saluran distribusi untuk produk tersebut telah dikuasai oleh perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru mungkin sulit memasuki saluran yang ada dan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membangun saluran sendiri.

6) Biaya Tidak Menguntungkan Terlepas dari Skala

(27)

dalam industri, seperti teknologi produk milik sendiri, penguasaan atas bahan baku, lokasi yang menguntungkan, subsidi pemerintah, dan kurva belajar atau pengalaman.

b. Daya Tawar Menawar Pemasok

Kelompok pemasok yang terkuat menurut Pearce dan Robinson (1997), yaitu jika didominasi oleh sedikit perusahaan dan lebih terkonsentrasi daripada industri di tempat mereka menjual produknya, produk pemasok bersifat unik atau jika terdapat biaya pengalihan, pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri, pemasok memiliki kemampuan untuk melakukan intergasi maju ke industri pembelinya, serta industri bukan merupakan pelanggan penting bagi pemasok. Kekuatan tawar menawar pemasok dapat menaikkan harga atau menurunkan kualitas barang atau jasa yang dijualnya.

c. Daya Tawar Menawar Pembeli

Pearce dan Robinson (1997) menyebutkan bahwa kriteria pembeli yang kuat adalah jika pembeli terkonsentrasi atau membeli dalam jumlah yang banyak, produk yang terbeli tidak terdiferensiasi atau standar, produk yang dibeli dari industri merupakan komponen penting dari produk pembeli dan merupakan komponen biaya yang cukup besar, pembeli menerima laba rendah, produk industri tidak penting bagi kualitas produk atau jasa pembeli, produk industri tidak menghasilkan penghematan energi bagi pembeli, serta pembeli memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi baik.

d. Ancaman Produk Substitusi

Ancaman produk substitusi terjadi jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas produk dan mendiferensiasikannya. Produk pengganti yang harus diperhatikan adalah kualitasnya mampu menandingi kualitas produk industri dan dihasilkan oleh industri yang memiliki laba bersih tinggi.

e. Persaingan di Antara Industri Sejenis

(28)

1) Jumlah peserta persaingan banyak dan setara dalam hal kekuatan.

2) Pertumbuhan industri lambat mengakibatkan perebutan bagian pasar yang dilakukan perusahaan yang ingin melakukan ekspansi.

3) Produk atau jasa tidak terdiferensiasi atau tidak membutuhkan biaya pengalihan.

4) Biaya tetap tinggi atau produk mudah rusak menyebabkan keinginan untuk menurunkan harga.

5) Penambahan kapasitas harus dalam jumlah besar.

6) Hambatan keluar tinggi dan para anggota persaingan beragam dalam hal strategi.

2.7 Analisis Korelasi

Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel. Analisis korelasi adalah alat untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel. Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan-perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada variabel lainnya. Korelasi yang terjadi antar dua variabel dapat berupa korelasi positif, korelasi negatif, tidak ada korelasi, ataupun korelasi sempurna (Hasan 2001).

2.7.1 Korelasi Positif

Korelasi positif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung untuk meningkat atau menurun pula.

2.7.2 Korelasi Negatif

Korelasi negatif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung untuk meningkat atau menurun.

2.7.3 Tidak ada Korelasi

(29)

2.7.4 Korelasi Sempurna

Korelasi sempurna adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila kenaikan atau penurunan variabel yang satu (variabel X) berbanding dengan kenaikan atau penurunan variabel lainnya (variabel Y) (Hasan 2001).

2.8 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu sistem (perusahaan). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti 2000). Proses penggunaan analisis SWOT menghendaki nadanya suatu survey internal tentang strengths

(kekuatan) dan weaknesses (kelemahan), serta survei eksternal atas opportunities

(peluang/kesempatan) dan threats (ancaman) (Subroto 2003).

Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi terus berkembang (Rangkuti 2000). Menurut Nickols (2000), strategi dapat diartikan dalam beberapa hal seperti rencana, pola, posisi, serta pandangan. Sebagai rencana, strategi berhubungan dengan bagaimana memfokuskan perhatian dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai pola, strategi berarti suatu ketetapan yang berdasarkan alasan-alasan tertentu dalam menentukan keputusan akhir untuk memadukan kenyataan yang dihadapi dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai posisi, strategi berarti sikap yang diambil untuk mencapai tujuan, dan sebagai pandangan strategis berarti cara memandang bentuk dan acuan dalam mengambil keputusan atau tindakan.

(30)

tahap input (the input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap keputusan (the decision stage).

2.8.1 Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal perusahaan dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek produksi, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek sumberdaya manusia (Kotler dan Amstrong 2007).

2.8.2 Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan mikro dan faktor lingkungan makro. Lingkungan mikro menurut Kotler dan Amstrong (1997), meliputi:

a. Pemasok, yaitu perusahaan bisnis dan individi-individu yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan oleh perusahaan dan para pesaing untuk memproduksi barang dan jasa.

b. Perantara, yaitu perusahaan bisnis yang membantu perusahaan menemukan pelanggan atau mendekatkan penjualan kepada perusahaan. c. Pelanggan, yaitu suatu perusahaan mengaitkan dirinya dengan beberapa

pemasok dan perantara sehingga dapat memasok secara efisien produk-produk dan jasanya kepada pasar sasaran.

d. Pesaing, yaitu suatu perusahaan yang menjual sendiri ke suatu pasar pelanggan tertentu.

e. Publik atau masyarakat, yaitu sekelompok orang mempunyai kepentingan aktual/potensial atau mempunyai dampak terhadap kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Lingkungan makro menurut Kotler dan Amstrong (1997), memiliki enam kekuatan utama , yaitu:

(31)

kelahirannya, perkawinannya dan kematiannya, rasialnya, kesukuan dan struktur keagamaannya.

b. Lingkungan ekonomi; lingkungan ekonomi terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli konsumen dan pola pengeluarannya. Pasar memerlukan daya beli selain jumlah orang. Daya beli total tergantung pada pendapatan sekarang, harga-harga, tabungan dan utang. Pemasar harus menyadari kecenderungan utama dalam pendapatan dan pola pengeluaran konsumen yang berubah-ubah.

c. Lingkungan alam; kondisi lingkungan alam yang memburuk merupakan salah satu dari masalah utama yang dihadapi bisnis dan masyarakat di tahun 1990-an. Di banyak kota-kota dunia polusi udara dan air telah mencapai tingkat yang membahayakan.

d. Lingkungan teknologi; kekuatan yang paling dramatis yang membentuk hidup manusia adalah teknologi. Setiap teknologi baru merupakan kekuatan untuk penghancuran yang praktis. Tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa penemuan teknologi baru yang besar.

e. Lingkungan politik; keputusan pemasaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan dalam lingkungan politik. Lingkungan ini terdiri dari Undang-undang, lembaga pemerintah dan golongan yang mempengaruhi dan membatasi berbagai organisasi dan individu dalam masyarakat.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada outlets mebel di kawasan pusat

perbelanjaan “Yogya Departement Store” di Jalan Baru, Bogor. Pemilihan lokasi

telah ditentukan sebelumnya dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi yang memasarkan mebel kayu China dan lokal, serta mampu menyediakan data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2010.

3.2 Kerangka Pemikiran

Masuknya produk-produk China dalam jumlah besar ke Indonesia yang merupakan dampak dari dilaksanakannya kebijakan ACFTA menjadi pesaing utama bagi produk lokal diberbagai jenis termasuk mebel. Produk asal China yang dikenal memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan produk lokal membuat konsumen dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan produk mebel China atau mebel lokal.

(33)

Gambar 6 Kerangka pemikiran.

3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara terhadap 40 responden calon konsumen mebel di Yogya Department Store dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Diketahui rata-rata jumlah pengunjung dalam sehari mencapai 10-15 orang. Sehingga jika dirata-ratakan dalam sebulan jumlah konsumen yang datang sekitar 400 orang. Penentuan 40 responden ini berdasarkan penggunaan rumus Slovin dengan perhitungan sebagai berikut:

ACFTA

(ASEAN China Free Trade Area)

Analisis bauran pemasaran 1. Produk 2. Harga 3. Distribusi 4. Promosi

PERSAINGAN USAHA

MEBEL

ASING (China) LOKAL

Analisis SWOT Perilaku Konsumen

(34)

N

1 + N e²

Keterangan:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

E = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir.

Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar 15%, maka dengan menggunakan rumus di atas diperoleh sampel sebesar:

400 1 + 400 (0.15)²

Pemilihan responden ditentukan secara acak (random sampling). Responden yang dipilih adalah calon konsumen mebel dan pemilik atau penjaga outlets.

Adapun kriteria outlets mebel yang dipilih sebagai responden yaitu telah menjalankan usaha mebel selama minimal tiga tahun, responden mampu berkomunikasi dengan baik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dan memiliki tempat untuk memasarkan produk mebel, sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dan dari literatur yang relevan.

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara :

1. Teknik observasi, dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti.

2. Teknik wawancara, dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap responden. Wawancara dilakukan secara terstruktur yang dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah disiapkan untuk mengetahui karakteristik konsumen. Selain itu juga dilakukan pengamatan langsung di lapangan untuk memperoleh informasi tambahan yang mendukung.

3. Pengumpulan data berupa informasi yang mendukung dari instansi-instansi terkait dan literatur yang relevan.

n =

(35)

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data meliputi entry, editing, dan coding. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dengan sistem komputerisasi menggunakan

Microsoft Excel 2007. Hubungan antara variabel kategorik dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis korelasi grafik regresi linear. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 for windows.

Kuesioner preferensi konsumen mebel disusun dengan menggunakan pertanyaan tertutup yang berisi pernyataan untuk mengetahui tentang motivasi, preferensi, sikap konsumen, tanggung jawab dan kepercayaan konsumen, norma perilaku konsumen, serta perilaku konsumen.

Data karakteristik sampel meliputi data jenis kelamin, usia, pendidikan, dan tingkat pendapatan. Jenis kelamin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Usia diklasifikasikan menjadi lima, yaitu 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, dan ≥ 55 tahun. Pengolahan data menggunakan program SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007.

Variabel yang akan dianalisis meliputi: hubungan antara pola pembelian berupa perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi dengan variabel karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan.

3.4.1 Analisis Korelasi

Dalam studi ini korelasi antar variabel diduga dengan menggunakan analisis grafik regresi linear dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan grafik tersebut dapat diduga kecenderungan hubungan antara karakteristik responden dengan pola pembelian (perilaku, motiasi, sikap, dan preferensi) baik positif, negatif, atau netral.

3.5 Analisis SWOT

(36)

Tahap Pengumpulan data

Tahap pengidentifikasian faktor internal dan eksternal

Analisis faktor internal Analisis faktor ekternal

Gambar 7 Tahapan analisis SWOT.

Sumber: Rangkuti (2000)

(37)

3.5.1 Analisis IFE (Internal Factor Evaluation)

Cara analisis faktor strategi internal (IFAS) adalah:

1. Menyusun 5-10 faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 1.

2. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategi perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00).

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkan dengan rata-rata industri/dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya. Contohnya jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata industri, nilainya adalah 4.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

5. Kolom 5 digunakan untuk memberikan komentar/catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

(38)

Tabel 1IFAS FAKTOR-FAKTOR STRATEGI INTERNAL

Bobot Rating Bobot X Rating

Komentar

Kekuatan

Kelemahan

Sumber : Rangkuti (2000)

3.5.2 Analisis EFE (Eksternal Factor Evaluation)

Cara analisis faktor strategi eksternal (EFAS) adalah: 1. Menyusun 5-10 faktor peluang dan ancaman pada kolom 1.

2. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1, sebaliknya jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

5. Memberikan komentar/catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung pada kolom 5.

(39)

perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

Tabel 2 EFAS

FAKTOR-FAKTOR STRATEGI EKSTERNAL

Bobot Rating Bobot X Rating

Komentar

Peluang

Ancaman

Sumber : Rangkuti (2000)

Berdasarkan hasil analisis menghasilkan matrik SWOT yang bisa digunakan untuk mempermudah dalam memberikan pemilihan alternatif strategi sesuai dengan posisi yang terletak pada kuadran seperti disajikan Gambar 8 di bawah ini.

Peluang (O)

Kuadran 3 (WO) Kuadran 1 (SO)

Kelemahan (W) Kekuatan (S)

Kuadran 4 (WT) Kuadran 2 (ST)

Ancaman (T) Gambar 9 Matrik SWOT. Keterangan:

SO = Strategi Strength-Opportunities

WO = Strategi Weakness-Opportunities ST = Strategi Strength-Threat

(40)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Posisi Geografis

Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS.

Lokasi Kota Bogor sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata (Pemerintah Kota Bogor 2011).

4.2 Topografi dan Jenis Tanah

Kota Bogor berada pada ketinggian antara 190-330 m dari permukaan laut. Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30%. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi (Pemerintah Kota Bogor 2011).

4.3 Iklim

(41)

4.4 Wilayah Administrasi

Luas Wilayah Kota bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu: Desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. (Pemerintah Kota Bogor 2011).

4.5 Demografi

Keadaan penduduk Kota Bogor tersaji dalam Tabel 3, sebagai berikut : Tabel 3 Jumlah penduduk dan pendapatan perkapita penduduk Kota Bogor per

kecamatan menurut jenis kelamin tahun 2006 Kecamatan

Laki-Laki

Perempuan Jumlah Pendapatan Perkapita

Bogor Selatan 77.254 73.881 151.135 Bogor Timur 38.307 38.958 77.265 Bogor Utara 64.148 61.710 125.858 Bogor Barat 86.496 84.148 170.644 Bogor Tengah 46.235 46.620 92.855 Tanah Sareal 67.006 65.487 132.493

Kota Bogor 379.446 370.804 750.250 Rp 4.281.752,38

(42)

4.6 “Outlets” Mebel di Yogya Department Store

Di “Yogya Department Store”, terdapat 12 outlets mebel. Produk yang dipasarkan bervariasi jenisnya, antara lain: kasur, kursi, sofa, rak buku, lemari, meja dan aksesoris pelengkap rumah tangga lainnya. Mayoritas mebel yang dipasarkan berasal dari produk lokal, namun menjelang awal tahun 2010 produk import khususnya yang berasal dari China mulai banyak memasuki pasar penjualan.

Apabila ditinjau dari harga, maka produk yang dipasarkan pada masing-masing outlets berkisar antara Rp 350.000,00 hingga Rp 10.000.000,00 per unit tergantung model, merek dan bahan yang digunakan. Meja makan misalnya, dijual dengan harga Rp 1.500.000,00, tempat tidur dengan harga Rp 4.500.000,00. Untuk produk lain seperti meja belajar dijual dengan harga Rp 1.100.000,00 per unit dan lemari kaca dengan harga Rp 2.000.000,00.

Menurut informasi dari beberapa pengusaha mebel, pada umumnya pemilihan produk berdasarkan model yang sedang trend atau populer di pasaran maupun selera konsumen. Dengan cara itu model-model yang dihasilkan tidak ketinggalan jaman dan terus mengikuti trend permintaan konsumen.

Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap penjaga outlets, diketahui bahwa rata-rata jumlah pengunjung dalam sehari mencapai 10-15 orang. Sehingga jika dirata-ratakan dalam sebulan jumlah konsumen yang datang sekitar 400 orang. Mayoritas calon konsumen yang datang berpenghasilan diatas UMR (Upah Minimum Regional) Kota Bogor sebesar Rp 971.200,00.

(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Umur yaitu identitas usia konsumen yang dibagi ke dalam lima kelas umur, yaitu: usia 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, usia diatas 55 tahun.

2. Jenis Kelamin yaitu identitas biologis konsumen yang terbagi atas dua kategori, yaitu laki-laki dan perempuan.

3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang terakhir ditempuh oleh konsumen yang dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: pendidikan rendah (SD), pendidikan menengah (SMP dan SMA), dan pendidikan tinggi (Diploma, Sarjana, dan Pasca Sarjana).

4. Tingkat Pendapatan adalah jumlah uang dalam rupiah yang dihasilkan oleh konsumen dalam waktu sebulan yang dikategorikan sebagai berikut: penghasilan kurang dari Rp 500.000, penghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000, penghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000, penghasilan antara Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000, penghasilan antara Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000, dan penghasilan diatas Rp 5.000.000

5. Pekerjaan adalah mata pencarian yang dimiliki oleh konsumen. Dikategorikan sebagai berikut:

a. Pekerja Negeri Sipil (PNS) b. Karyawan

c. Wirausaha d. Mahasiswa e. Ibu rumah tangga f. Lain-lain

(44)

6. Perilaku adalah tindakan langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul ketika memilih mebel yang akan dibeli. Nilai dari kode perilaku konsumen yang tinggi, menunjukkan konsumen memilih berdasarkan kualitas dari mebel tersebut. Sedangkan perilaku yang bernilai kode yang rendah, menunjukkan konsumen memilih mebel berdasarkan kebutuhan yang diperlukan.

7. Sikap adalah cara menempatkan, membawa diri atau cara merasakan, dan jalan pikiran konsumen dalam menyikapi penetapan kebijakan ACFTA di Indonesia. Semaikin tinggi nilai dari kode sikap yang ditunjukkan oleh konsumen, hal ini berarti konsumen semakin mendukung penerapan kebijakan ACFTA di Indonesia. Sedangkan semakin rendah nilai dari kode sikap menunjukkan konsumen menolak penerapan kebijakan ACFTA di Indonesia.

8. Motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan tujuan konsumen dalam tindakan-tindakannya dalam memilih mebel. Nilai dari kode motivasi konsumen yang tinggi, menunjukkan konsumen memilih berdasarkan tampilan produk mebel tersebut. Sedangkan motivasi yang bernilai kode rendah, menunjukkan konsumen memilih mebel berdasarkan daya beli konsumen.

(45)

Tabel 4 Coding antara variabel karakteristik dengan pola pembelian

Kelamin Laki-laki Perempuan

Pendidikan SD SMP SMA Perguruan

Pekerjaan PNS Pekerja

Swasta

Pernah Sekali Jarang Sering Selalu

Sikap Tidak

5.2 Karakteristik Responden Konsumen Mebel Kota Bogor

Berdasarkan data yang berisikan karakteristik responden konsumen mebel kota Bogor dapat diketahui beberapa karakteristik, antara lain: jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan perbulan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik responden

No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)

(46)

Ibu rumah tangga 2 5,0

Terlihat bahwa jenis kelamin responden didominasi oleh jenis kelamin laki-laki sebesar 57,5 persen dan wanita sebesar 42,5 persen. Usia responden menyebar ke dalam beberapa kelompok umur. Sebagian besar konsumen berusia 25-34 tahun dengan persentasi 32,5 persen selanjutnya 45-54 tahun dengan 27,5 persen. Untuk yang berusia 15-24 tahun dan 35-44 tahun memiliki persentase yang sama besar yakni 17,5 persen. Terakhir usia >= 55 tahun sebesar lima persen.

Pendidikan adalah tingkatan atau jenjang tertinggi sekolah terakhir yang pernah ditempuh oleh para konsumen mebel. Tingkatan pendidikan konsumen mebel yang ditemui terbanyak adalah SMA sebesar 50 persen dari total responsen. Kemudian untuk tingkat pendidikan Perguruan Tinggi memiliki persentase yaitu sebesar 40 persen serta terakhir SD dan SMP sebesar lima persen.

Berdasarkan hasil yang didapat, pekerjaan konsumen mayoritas adalah sebagai pegawai swasta sebesar 35 persen. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 27,5 persen, kemudian wirausaha sebesar 17,5 persen. Konsumen dari kalangan mahasiswa sebesar 10 persen dan yang terakhir ibu rumah tangga serta pekerjaan lainnya sebesar lima persen.

(47)

5.3 Preferensi Konsumen antara Mebel Lokal dengan China

Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat diketahui preferensi konsumen mebel kota Bogor dalam memilih antara mebel lokal dengan mebel buatan China. Dari kelima jenis mebel yang ada, yaitu: meja, kursi/sofa, lemari, tempat tidur, dan rak buku diperoleh preferensi konsumen kota bogor yang lebih menyukai mebel buatan dalam negeri (lokal) dari pada mebel buatan China. Dari hasil yang didapat, disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Preferensi konsumen antara mebel lokal dengan China

No. Jenis mebel Preferensi Jumlah Persentase (%)

Mebel lokal lebih disukai 29 72,5

Total 40 100,0

3. Lemari Mebel lokal kurang disukai 4 10,0

Sama 7 17,5

Mebel lokal lebih disukai 29 72,5

Total 40 100,0

4. Tempat tidur Mebel lokal kurang disukai 3 7,5

Sama 6 15,0

Mebel lokal lebih disukai 31 77,5

Total 40 100,0 10 persen (lemari), 7,5 persen (tempat tidur), dan 17,5 persen (rak buku). Sisanya berpendapat sama saja antara mebel lokal dengan mebel yang berasal dari China.

(48)

Gambar 10 Diagram batang preferensi konsumen.

5.4 Motivasi Konsumen

Motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk memperoleh produk tersebut. Implikasinya dalam pemasaran adalah kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan.

Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui bahwa motivasi mulai dari yang tertinggi hingga yang paling rendah ketika konsumen memilih mebel yaitu: model, kualitas, bahan baku, harga, warna, ukuran, dan asal daerah atau negara pembuat. Kedelapan motivasi ini dapat dilihat dalam diagram batang yang disajikan pada Gambar 11.

(49)

5.5 Uji Korelasi

Untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel yang saling terkait dan ada tidaknya hubungan antar variabel maka digunakanlah uji korelasi. Setelah dilakukan uji dari analisis korelasi, maka dapat diduga hubungan antar variabel tersebut. Pada penelitian ini dipergunakan uji korelasi grafik regresi linear untuk melihat kecenderungan hubungan antar variabel.

Adapun variabel yang akan dianalisis meliputi: hubungan antara pola pembelian berupa perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi dengan variabel karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan.

Tujuan analisis ini adalah mengembangkan dan menguji apakah sebuah model sesuai dengan data yangdilengkapi juga dengan penjabaran deskriptif.

Dari hasil analisis maka akan diperoleh nilai dari korelasi antar variable. Pada Tabel 7 dijelaskan uraian dari masing-masing korelasi tersebut:

Tabel 7 Hasil uji korelasi kecenderungan

Variabel Pola Pembelian

Karakteristik Perilaku Motivasi Sikap Preferensi

Umur Tidak ada

Jenis Kelamin Tidak ada

kecenderungan

5.5.1 Korelasi Antara Umur dan Pola Pembelian

Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara umur dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi) dengan

coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

(50)

2. Umur menunjukkan adanya kecenderungan negatif yang lemah dengan motivasi. Semakin dewasa umur konsumen maka motivasi dalam memilih mebel menunjukkan kecenderungan berdasarkan daya beli konsumen.

3. Umur menunjukkan adanya kecenderungan negatif yang lemah dengan sikap. Semakin dewasa umur seseorang maka sikap konsumen terhadap kebijakan ACFTA akan semakin tidak mendukung.

4. Umur menunjukkan adanya kecenderungan positif yang lemah dengan preferensi. Semakin dewasa umur seseorang maka preferensi konsumen akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan: a) Umur dan Perilaku

b) Umur dan Motivasi Pembelian c) Umur dan Sikap

d) Umur dan Preferensi

Gambar 12 Scatter plot output SPSS kecenderungan umur dengan pola pembelian.

(51)

Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara jenis kelamin dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil bahwa jenis kelamin tidak menunjukkan adanya kecenderungan kepada seluruh pola pembelian.

( a ) ( b )

( c ) ( d )

Gambar 13 Scatter plot output SPSS kecenderungan jenis kelamin dengan pola pembelian.

Keterangan:

a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi

5.5.3 Korelasi Antara Pendidikan dan Pola Pembelian

(52)

1. Pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan perilaku konsumen mebel. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan kualitas ketika memilih mebel.

2. Pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan motivasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka motivasi dalam memilih mebel menunjukkan kecenderungan berdasarkan tampilan produk. 3. Pendidikan menunjukkan tidak adanya kecenderungan dengan sikap.

4. Pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan positif dengan preferensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka preferensi konsumen akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.

Gambar 14 Scatter plot output SPSS kecenderungan pendidikan dengan pola pembelian.

Keterangan:

a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi

(a) (b)

(53)

5.5.4 Korelasi Antara Pendapatan dan Pola Pembelian

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan:

a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi

Gambar 15 Scatter plot output SPSS kecenderungan pendapatan dengan pola pembelian.

Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara pendapatan dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Pendapatan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan perilaku konsumen mebel. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan kualitas ketika memilih mebel.

(54)

3. Pendapatan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan sikap. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka menunjukkan sikap tidak mendukung kebijakan ACFTA.

4. Pendapatan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan preferensi. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka preferensi konsumen akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.

5.5.5 Korelasi Antara Jenis Pekerjaan dan Pola Pembelian

Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara jenis pekerjaan dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan perilaku. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan kebutuhan ketika memilih mebel.

2. Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan motivasi. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka menunjukkan motivasi memilih mebel karena daya beli konsumen.

3. Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan positif lemah dengan sikap. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka menunjukkan sikap mendukung kebijakan ACFTA.

(55)

( a ) ( b )

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 16 Scatter plot output SPSS kecenderungan jenis pekerjaan dengan pola pembelian.

Keterangan:

a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi 5.6 Analisis SWOT

(56)

5.6.1 Kekuatan (Strength)

Dalam menjalankan usahanya suatu perusahaan memerlukan kekuatan untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Ada beberapa faktor yang menjadi kekuatan bagi produk mebel lokal (buatan Indonesia) diantaranya adalah produk yang berkualitas, bahan baku yang bermutu baik, jumlah sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah, memiliki cukup banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal, track record kualitas produk yang baik, dan persepsi masyarakat yang positif terhadap mebel lokal.

Dari hasil analisis diperoleh nilai pengaruh dan ranking dari masing-masing faktor. Berdasarkan ranking tersebut diketahui faktor yang menjadi kekuatan paling besar sampai dengan paling kecil yang bisa dijadikan pertimbangan bagi perusahaan untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan usahanya.

Berdasarkan hasil analisis matrik IFE diketahui bahwa kekuatan terbesar pada produk mebel lokal adalah produk yang berkualitas (ranking 1), bahan baku yang bermutu baik (ranking 2), track record produk yang baik (ranking 3), persepsi masyarakat yang positif akan mebel lokal (ranking 4), jumlah sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah (ranking 5) dan memiliki cukup banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal (ranking 6). Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya No. Faktor-faktor strategi internal Nilai

pengaruh Ranking

1 Produk yang berkualitas 0,39 1

2 Bahan baku yang bermutu baik 0,35 2

3 Jumlah sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah

0,26

5 4 Memiliki cukup banyak merek mebel

lokal yang sudah terkenal 0,19 6

5 Track record kualitas yang produk

baik 0,30 3

6 Persepsi masyarakat yang positif

terhadap mebel lokal 0,27 4

Gambar

Gambar 1 Bagan bauran pemasaran (Marketing mix).
Gambar 2  Saluran pemasaran bagi industri.
Gambar 4  Model perilaku konsumen.
Gambar 5 Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 1, gambaran yang diperoleh dari sepuluh perusahaan BUMN pemberi kerja yang dijadikan rujukan penelitian: (A). Kompetensi sekretaris yang dibutuhkan oleh

Ada satu novel menggambarkan laki-laki (kakak/Sam) sebagai yang bertanggung jawab dalam keluarga tetapi tidak sepenuhnya, karena keputusan tetap diberikan pada ibu. Hal itu

PENEGAKAN HUKUM MENYALAKAN LAMPU UTAMA DI SIANG HARI BAGI PENGENDARA SEPEDA MOTOR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Studi Kasus

Lifetime differences in costs and health effects were compared by means of an incremental cost-effectiveness ratio (ICER) of stroke service care as compared to usual care, i.e.,

The characteristic of flash flood by initially defining it as a rapid flooding of low-lying areas, rivers and streams that are caused by the intense rainfall also occur when

Aplikasi ini dibuat untuk memberikan sarana belajar dan latihan bagi pelajar SMU yang ingin mengikuti ujian SPMB.Program Aplikasi ini dibangun dengan menggunakan Microdoft Visual

Pemahaman Konsep Matematika dalam

Termasuk sebab penyimpangan dalam penafsiran al- Qur’an dan patut diperhatikan adalah ‘meletakkan ucapan atau ketetapan bukan pada tempatnya.’ Banyak sekali ketetapan yang benar