• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Ekuitas Merek Ikan Kaleng dan Implikasinya terhadap Bauran Pemasaran (Studi Kasus di Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Ekuitas Merek Ikan Kaleng dan Implikasinya terhadap Bauran Pemasaran (Studi Kasus di Kota Bogor)"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EKUITAS MEREK IKAN KALENG DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN

(Studi kasus di kota Bogor)

ZUMI SAIDAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN EKUITAS MEREK IKAN KALENG DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN

(Studi kasus di kota Bogor)

ZUMI SAIDAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Ekuitas Merek Ikan Kaleng dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran (Studi kasus di kota Bogor) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2005

(5)

ABSTRAK

ZUMI SAIDAH. Kajian Ekuitas Merek Ikan Kaleng dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran (Studi kasus di kota Bogor). Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, UJANG SUMARWAN dan JONO M. MUNANDAR.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ekuitas merek berbagai produk ikan kaleng, menganalisa hubungan demografi konsumen dengan ekuitas merek ikan kaleng serta merumuskan strategi bauran pemasaran berdasarkan elemen-elemen ekuitas merek. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa dari masing-masing brand equity, analisa fishbein, analisa biplot, dan analisa deskriptif.

Hasil penelitian brand equity menunjukkan bahwa merek ikan kaleng yang paling banyak diingat konsumen pada brand awarenes adalah merek Botan yang kemudian diikuti oleh merek Gaga dan ABC. Asosisai pembentuk brand image dari merek Gaga lebih banyak daripada yang dimiliki oleh merek Botan dan ABC. Sementara pada brand loyalty ketiga merek ikan kaleng berada pada posisi yang tidak jauh berbeda, hampir semua merek pada tiap tahapan brand loyalty menguntungkan pihak perusahaan kecuali pada tahapan committed buyer pihak perusahaan harus mengeluarkan biaya promosi yang lebih besar karena masih banyak konsumen yang tidak mengenal merek ikan kaleng. Secara umum ekuitas merek terkuat dipegang oleh merek Botan, yang diikuti oleh merek Gaga sedangkan ABC belum memiliki ekuitas merek, karena merek ABC termasuk merek ikan kaleng baru yang beredar di pasar.

Dari hasil analisa segmentasi didapatkan bahwa produk ikan kaleng lebih difokuskan pada jenis kelamin perempuan dengan usia antara 25 hingga 34 tahun dengan tingkat pendapatan menengah ke atas yang memiliki kegiatan yang cukup sibuk di luar rumah, sedangkan berdasarkan segmen lokasi dapat disimpulkan bahwa lokasi tempat tinggal konsumen akan mempengaruhi pola konsumsinya. Hal tersebut berguna agar produsen ikan kaleng dapat memfokuskan ke mana produknya akan dijual.

(6)

kuantitas produk hingga sampai di tangan konsumen, (7) bukti fisik (physical evidence) dapat dilakukan dengan menampilkan kemasan yang lebih baik dengan memodifikasi bentuk kaleng seperti bentuk oval dan warna kemasan yang lebih menarik yang berguna untuk membedakan produk yang dihasilkan dengan produk pesaing.

Strategi bauran pemasaran merek Gaga adalah: (1) bauran produk (product) dapat dilakukan dengan mempertahankan produk dengan memberikan apresiasi kepada konsumen yang telah lama menjadi pelanggan Gaga, (2) bauran harga (price) dapat dilakukan dengan mempertahankan loyalitas konsumen terhadap harga yang ditawarkan oleh produsen Gaga dan memberikan bonus bila konsumen melakukan pembelian lebih banyak, (3) bauran tempat (place) dapat dilakukan dengan mempertahankan agen distributor yang loyal dan mengurangi produk ditempat agen yang tidak loyal serta menyeleksi agen-agen yang tidak sesuai dengan produk agar lebih efisien, (4) bauran promosi (promotion) dapat diterapkan dengan melakukan promosi lanjut agar produk tetap dikenal dan diingat oleh konsumen melalui media elektronik, media cetak, famflet dan media lainnya, (5) bauran orang (people) dapat dilakukan dengan menciptakan produk yang berkualitas tinggi sehingga mampu menyulitkan konsumen untuk berpindah merek, (6) bauran proses (process mix) dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan proses terutama pengaturan pada saat pre-cooking agar ikan tidak terlalu masak sehingga tidak mudah hancur, (7) bukti fisik (physical evidence) dapat dilakukan dengan mempertahan penampilan kemasan Gaga serta melakukan strategi above the line dengan memanfaatkan media cetak dan elektronik untuk menonjolkan keunggulan Gaga.

(7)

ABSTRACT

ZUMI SAIDAH. Analysis of Brand Equity of Canned Fish and it’s Implication on Marketing Mix (Case study in Bogor). Under supervision of E. GUMBIRA SA’ID, UJANG SUMARWAN and JONO M. MUNANDAR.

The objective of this research is to analyze the brand equity of various canned fish product, to analyze the relation of consumer demography with the brand equity of canned fish product and also to formulate the marketing mix based on the elements of brand equity. Analyzing tools used in this research are analysis tools of each stage of brand equity, fishbein analysis, biplot analysis, and descriptives analysis.

The result of brand equity research shows that the most remembered brand is Botan, followed by Gaga and ABC. Gaga brand has more brand image farming association than that of Botan and ABC. While all the three brand have the same position on brand loyalty, most of all brand at every stage of brand loyalty give profit except for the committed buyer step, the company have to spend a great expense on promotion cost due to consumer’s lack of knowladge on canned fish brand. In general, the strongerst brand equity is held by Botan and followed by Gaga. ABC brand has not yet owned brand equity, because ABC brand is included as new canned fish in market.

The result of segmentation analysis shows that canned fish product is more focused on female between 15 to 35 years old with in middle earning level who has high activity and according to location analysis, it can be concluded that location of consumers residence influence consuption pattern. This can help producer to focus where to sell the product.

According to marketing mix result, recommendation for Botan brand is: (1) product mix, by improving product quality and creating new product with more spesific taste and aroma, (2) price mix, by determining optimum/premium price to find out the level of which consumer will to pay, e.q. premium sardines product, (3) place mix, by improving distribution system and placing Botan canned fish product on easily-reached-by-consumer places, (4) promotion mix, further promotion need to conduct in order to keep Botan brand on top of mind of consumer such as direct selling strategy on canned fish counters, (5) people mix, by maintaining contiguilty relation with consumer e.q. by giving prizes (gimmic) to consumer’s, (6) process mix, by maintaining product quality from process dispatch to consumers home, (7) physical evidence mix, making better packaging appearance by modification of can shape such as oval shape and modification of packaging colour to distinguish with competitor’s product.

(8)

evidence mix, by maintaining the good appreance of Gaga packaging and by using above the line strategy with media to empasize Gaga’s streght.

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Kajian Ekuitas merek Ikan Kaleng dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran (Studi kasus di kota Bogor).

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, M .A.DeV, selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc, dan Dr. Ir. Jono Minarto Munandar, M.Sc selaku anggota pembimbing atas kesediaannya menjadi pembimbing dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sukardi, M.M. sebagai penguji luar komisi atas kritikan dan saran yang telah diberikan untuk penyempurnaan tesis ini, serta seluruh staf pengajar pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas ilmu yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan Sekolah Pascasarjana IPB antara lain Muh. Ridwan, Husrifnah, Siti Zakiah Anwar, Doni Hidayat, Deni Sumarna, Sumarto, Aton Prasetyo, Endang Sari S, Indria Purwanti Ningrum, Wiwit Estuti yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasinya. Buat anak-anak Wisma Puteri Monas, Phiet, Yuyun, Mila, Deshe dan Oca. Makasih banyak buat keindahan yang kita jalani sehari-hari di rumah.

Semoga apa yang penulis rumuskan dalam penyusunan tesis ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi semua pihak terkait. Sumbangan, saran dan kritikan yang membangun guna penyempurnaan tesis ini akan penulis terima dengan tangan terbuka.

Bogor, Juni 2005

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 6 November 1978 anak dari ayahnda Ahmad Suhaimi, Hrp B.A. dan ibunda Nuraisyah Hs, S.Pd. Penulis merupakan putri ke empat dari enam bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Riau dan lulus pada tahun 2002. Setelah menamatkan pendidikan sarjana penulis sempat bekerja pada sebuah lembaga pendidikan tinggi di Pekanbaru selama tiga bulan. Pada tahun yang sama penulis juga diterima di Program Studi Teknologi Pertanian pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(11)

KAJIAN EKUITAS MEREK IKAN KALENG DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN

(Studi kasus di kota Bogor)

ZUMI SAIDAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KAJIAN EKUITAS MEREK IKAN KALENG DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN

(Studi kasus di kota Bogor)

ZUMI SAIDAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)
(14)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Ekuitas Merek Ikan Kaleng dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran (Studi kasus di kota Bogor) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2005

(15)

ABSTRAK

ZUMI SAIDAH. Kajian Ekuitas Merek Ikan Kaleng dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran (Studi kasus di kota Bogor). Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, UJANG SUMARWAN dan JONO M. MUNANDAR.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ekuitas merek berbagai produk ikan kaleng, menganalisa hubungan demografi konsumen dengan ekuitas merek ikan kaleng serta merumuskan strategi bauran pemasaran berdasarkan elemen-elemen ekuitas merek. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa dari masing-masing brand equity, analisa fishbein, analisa biplot, dan analisa deskriptif.

Hasil penelitian brand equity menunjukkan bahwa merek ikan kaleng yang paling banyak diingat konsumen pada brand awarenes adalah merek Botan yang kemudian diikuti oleh merek Gaga dan ABC. Asosisai pembentuk brand image dari merek Gaga lebih banyak daripada yang dimiliki oleh merek Botan dan ABC. Sementara pada brand loyalty ketiga merek ikan kaleng berada pada posisi yang tidak jauh berbeda, hampir semua merek pada tiap tahapan brand loyalty menguntungkan pihak perusahaan kecuali pada tahapan committed buyer pihak perusahaan harus mengeluarkan biaya promosi yang lebih besar karena masih banyak konsumen yang tidak mengenal merek ikan kaleng. Secara umum ekuitas merek terkuat dipegang oleh merek Botan, yang diikuti oleh merek Gaga sedangkan ABC belum memiliki ekuitas merek, karena merek ABC termasuk merek ikan kaleng baru yang beredar di pasar.

Dari hasil analisa segmentasi didapatkan bahwa produk ikan kaleng lebih difokuskan pada jenis kelamin perempuan dengan usia antara 25 hingga 34 tahun dengan tingkat pendapatan menengah ke atas yang memiliki kegiatan yang cukup sibuk di luar rumah, sedangkan berdasarkan segmen lokasi dapat disimpulkan bahwa lokasi tempat tinggal konsumen akan mempengaruhi pola konsumsinya. Hal tersebut berguna agar produsen ikan kaleng dapat memfokuskan ke mana produknya akan dijual.

(16)

kuantitas produk hingga sampai di tangan konsumen, (7) bukti fisik (physical evidence) dapat dilakukan dengan menampilkan kemasan yang lebih baik dengan memodifikasi bentuk kaleng seperti bentuk oval dan warna kemasan yang lebih menarik yang berguna untuk membedakan produk yang dihasilkan dengan produk pesaing.

Strategi bauran pemasaran merek Gaga adalah: (1) bauran produk (product) dapat dilakukan dengan mempertahankan produk dengan memberikan apresiasi kepada konsumen yang telah lama menjadi pelanggan Gaga, (2) bauran harga (price) dapat dilakukan dengan mempertahankan loyalitas konsumen terhadap harga yang ditawarkan oleh produsen Gaga dan memberikan bonus bila konsumen melakukan pembelian lebih banyak, (3) bauran tempat (place) dapat dilakukan dengan mempertahankan agen distributor yang loyal dan mengurangi produk ditempat agen yang tidak loyal serta menyeleksi agen-agen yang tidak sesuai dengan produk agar lebih efisien, (4) bauran promosi (promotion) dapat diterapkan dengan melakukan promosi lanjut agar produk tetap dikenal dan diingat oleh konsumen melalui media elektronik, media cetak, famflet dan media lainnya, (5) bauran orang (people) dapat dilakukan dengan menciptakan produk yang berkualitas tinggi sehingga mampu menyulitkan konsumen untuk berpindah merek, (6) bauran proses (process mix) dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan proses terutama pengaturan pada saat pre-cooking agar ikan tidak terlalu masak sehingga tidak mudah hancur, (7) bukti fisik (physical evidence) dapat dilakukan dengan mempertahan penampilan kemasan Gaga serta melakukan strategi above the line dengan memanfaatkan media cetak dan elektronik untuk menonjolkan keunggulan Gaga.

(17)

ABSTRACT

ZUMI SAIDAH. Analysis of Brand Equity of Canned Fish and it’s Implication on Marketing Mix (Case study in Bogor). Under supervision of E. GUMBIRA SA’ID, UJANG SUMARWAN and JONO M. MUNANDAR.

The objective of this research is to analyze the brand equity of various canned fish product, to analyze the relation of consumer demography with the brand equity of canned fish product and also to formulate the marketing mix based on the elements of brand equity. Analyzing tools used in this research are analysis tools of each stage of brand equity, fishbein analysis, biplot analysis, and descriptives analysis.

The result of brand equity research shows that the most remembered brand is Botan, followed by Gaga and ABC. Gaga brand has more brand image farming association than that of Botan and ABC. While all the three brand have the same position on brand loyalty, most of all brand at every stage of brand loyalty give profit except for the committed buyer step, the company have to spend a great expense on promotion cost due to consumer’s lack of knowladge on canned fish brand. In general, the strongerst brand equity is held by Botan and followed by Gaga. ABC brand has not yet owned brand equity, because ABC brand is included as new canned fish in market.

The result of segmentation analysis shows that canned fish product is more focused on female between 15 to 35 years old with in middle earning level who has high activity and according to location analysis, it can be concluded that location of consumers residence influence consuption pattern. This can help producer to focus where to sell the product.

According to marketing mix result, recommendation for Botan brand is: (1) product mix, by improving product quality and creating new product with more spesific taste and aroma, (2) price mix, by determining optimum/premium price to find out the level of which consumer will to pay, e.q. premium sardines product, (3) place mix, by improving distribution system and placing Botan canned fish product on easily-reached-by-consumer places, (4) promotion mix, further promotion need to conduct in order to keep Botan brand on top of mind of consumer such as direct selling strategy on canned fish counters, (5) people mix, by maintaining contiguilty relation with consumer e.q. by giving prizes (gimmic) to consumer’s, (6) process mix, by maintaining product quality from process dispatch to consumers home, (7) physical evidence mix, making better packaging appearance by modification of can shape such as oval shape and modification of packaging colour to distinguish with competitor’s product.

(18)

evidence mix, by maintaining the good appreance of Gaga packaging and by using above the line strategy with media to empasize Gaga’s streght.

(19)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Kajian Ekuitas merek Ikan Kaleng dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran (Studi kasus di kota Bogor).

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, M .A.DeV, selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc, dan Dr. Ir. Jono Minarto Munandar, M.Sc selaku anggota pembimbing atas kesediaannya menjadi pembimbing dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sukardi, M.M. sebagai penguji luar komisi atas kritikan dan saran yang telah diberikan untuk penyempurnaan tesis ini, serta seluruh staf pengajar pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas ilmu yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan Sekolah Pascasarjana IPB antara lain Muh. Ridwan, Husrifnah, Siti Zakiah Anwar, Doni Hidayat, Deni Sumarna, Sumarto, Aton Prasetyo, Endang Sari S, Indria Purwanti Ningrum, Wiwit Estuti yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasinya. Buat anak-anak Wisma Puteri Monas, Phiet, Yuyun, Mila, Deshe dan Oca. Makasih banyak buat keindahan yang kita jalani sehari-hari di rumah.

Semoga apa yang penulis rumuskan dalam penyusunan tesis ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi semua pihak terkait. Sumbangan, saran dan kritikan yang membangun guna penyempurnaan tesis ini akan penulis terima dengan tangan terbuka.

Bogor, Juni 2005

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 6 November 1978 anak dari ayahnda Ahmad Suhaimi, Hrp B.A. dan ibunda Nuraisyah Hs, S.Pd. Penulis merupakan putri ke empat dari enam bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Riau dan lulus pada tahun 2002. Setelah menamatkan pendidikan sarjana penulis sempat bekerja pada sebuah lembaga pendidikan tinggi di Pekanbaru selama tiga bulan. Pada tahun yang sama penulis juga diterima di Program Studi Teknologi Pertanian pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(21)

© Hak cipta milik Zumi Saidah, tahun 2005

Hak cipta dilindungi

(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR ... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian... 4 Ruang Lingkup... 5 Manfaat Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Ekspor dan Prospek Perikanan ... 6 Ikan Kaleng ... 7 Perilaku Konsumsi Ikan Kaleng ... 8 Brand (Merek) ... 10 Ekuitas Merek (Brand Equity)... 12 Bauran Pemasaran... 15 Peran Merek dalam Bauran Pemasaran... 17 Penelitian Terdahulu Brand Equity... 18

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Konseptual ... 22 Tata Laksana Penelitian ... 24 Analisa Data ... 27

GAMBARAN UMUM

(23)

PERILAKU KONSUMEN IKAN KALENG

Karakteristik Responden ... 47 Analisa Sikap Fishbein... 49 Perilaku Konsumen Ikan Kaleng ... 54

ANALISIS EKUITAS MEREK

Kesadaran Merek (Brand Awareness) ... 57 Asosiasi Merek (Brand Association) ... 61 Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality) ... 66 Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ... 73 Ekuitas Merek (Brand Equity)... 82

SRATEGI PEMASARAN IKAN KALENG

Segmentation, Targetting dan Positioning... 85 Bauran Pemasaran Ikan Kaleng... 92

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 106 Saran... 108

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Volume ekspor perikanan periode tahun 1998-2002 ... 2 2 Nilai ekspor perikanan periode tahun 1998-2002 ... 3 3 Tanggapan 7P’s penjualan terhadap 7C’s pembeli ... 16 4 Swalayan dan lokasi yang mewakilinya... 25 5 Penentuan besar dan struktur sampel ... 27 6 Matriks data dengan metode biplot ... 28 7 Nilai, atribut dan interpretasi produk ikan kaleng... 32 8 Hasil analisis sikap multiatribut fishbein terhadap ketiga atribut merek

(25)

DAFTAR GAMBAR

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Diagram alir pengalengan ikan lemuru (Sardinella longiceps) ... 113 2 Diagram alir pengalengan ikan tuna (Thunnus sp.) ... 114 3 Pohon industri ikan ... 115 4 Daftar produk halal ikan kaleng... 116 5 Denah lokasi PT Blambangan Raya Muncar... 117 6 Struktur organisasi PT Blambangan Raya Muncar... 118 7 Hasil analisis biplot ... 119 8 Frequencies data konsumen... 122 9 Segmentasi demografi konsumen ikan kaleng berdasarkan merek... 124 10 Crosstab demografi konsumen ... 127 11 Evaluasi tingkat kepercayaan dan tingkat kepentingan ikan kaleng ... 129 12 Daftar produk ikan kaleng di Ramayana-Plaza Jambu Dua ... 131 13 Daftar produk ikan kaleng di Hero-Padjajaran ... 132 14 Daftar produk ikan kaleng di Superindo-Plaza Jembatan Merah ... 134 15 Daftar produk ikan kaleng di Yogya-Bogor Indah Plaza ... 135 16 Keterangan tentang label pangan dan fungsinya... 136 17 Data label produk makanan ikan kaleng lokal... 137 18 Data label produk makanan ikan kaleng impor ... 138 19 Hasil perhitungan brand loyalty ikan kaleng... 140 20 Hubungan antara merek terkenal dengan merek ikan kaleng yang

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas perairan 5,8 juta km2 dan garis pantai dengan panjang 81.000 km memiliki potensi sumber daya perikanan yang potensial. Potensi tersebut terdapat pada Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia sebesar 6,7 juta ton. Pada tahun 2002 dilaporkan bahwa potensi perikanan laut Indonesia sebesar 6.167.940 ton per tahun dengan potensi terbesar berasal dari jenis ikan plagis kecil (small pelagic) yaitu sekitar 3.325.500 ton per tahun atau 52,54 persen. Jenis ikan demarsal merupakan jenis ikan ke dua yang jumlah produksinya cukup besar yaitu 1.786.750 ton per tahun atau 28,96 persen yang diikuti dengan ikan pelagis sebesar 975.050 ton per tahun atau 15,18 persen (Ditjen Perikanan 2003).

Produksi perikanan di Indonesia sepanjang enam tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sekitar 0,13 juta ton per tahun. Pada tahun 1999-2002, produksi perikanan Indonesia rata-rata mencapai 4,7 juta ton per tahun dengan perkiraan sekitar 3,7 juta ton berasal dari perikanan laut dan 1,0 juta ton berasal dari perikanan darat. Produksi perikanan darat tersebut bersumber dari perairan umum dan hasil budidaya (tambak, kolam, keramba, dan sawah).

Indonesia yang dikaruniai kelimpahan alam yang besar seyogianya memanfaatkan keunggulan hasil perikanan menjadi keunggulan kompetitif untuk merebut peluang yang ada di pasar global. Untuk menciptakan keunggulan yang kompetitif produk perikanan di pasar global dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai tambahnya melalui agroindustri perikanan. Produk agroindustri perikanan di Indonesia dapat dipilah menjadi ikan segar dan ikan olahan, sedangkan bila ditinjau dari perlakuannya dapat berupa ikan dalam keadaan hidup, ikan segar dalam keadaan beku, dan ikan olahan (Hermawan 2002 diacu dalam Gumbira-Sa’id 2002).

(28)

produk perikanan, ii) mengamankan produksi karena sifat produk yang mudah rusak (perishable), iii) diversifikasi produk-produk perikanan, iv) menjamin kontinuitas ketersediaan ikan sepanjang tahun, dan v) meningkatkan jangkauan pemasaran ikan (Dahuri 2004).

Pada Tabel 1 terlihat bahwa salah satu sumber perikanan yang memiliki peranan penting dalam peningkatan ekspor dan menghasilkan devisa bagi negara adalah ikan kaleng. Ikan kaleng adalah komoditas ekspor andalan setelah udang. Bila dilihat dari pertumbuhan rata-rata volume ekspor untuk komoditas udang sebesar 7,25 persen dan rata-rata pertumbuhan ekspor ikan kaleng sebesar 10,27 persen. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata persentase pertumbuhan nilai ekspor perikanan mengalami penurunan sebesar 2,41 persen, namun untuk ikan kaleng terjadi kenaikan sebesar 6,24 persen. Penurunan nilai rata-rata ekspor komoditas perikanan tersebut terjadi akibat penurunan volume ekspor yang cukup tajam pada tahun 2002.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dan menekan kerugian seminimal mungkin adalah dengan memanfaatkan manajemen teknologi produksi. Penerapan manajemen teknologi produksi pada agroindustri berhubungan erat dengan produktivitas dan operasional pengolahan untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi, serta dilaksanakan melalui proses inovasi teknologi yang didukung oleh peranan penelitian dan pemilihan tekonologi tepat guna. Produktivitas berkaitan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas suatu unit usaha. Efisiensi dimaksudkan sebagai penghematan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sebuah produk, sedangkan efektivitas erat hubungannya dengan sasaran/target pasar yang dituju. Di lain pihak, mutu suatu produk biasanya dipengaruhi oleh kompetisi global, pola konsumsi serta selera konsumen (Gumbira-Sa’id 2000).

Tabel 1 Volume ekspor perikanan periode tahun 1998-2002

Volume (Ton) Komoditas

1998 1999 2000 2001 2002

(29)

Tabel 2 Nilai ekspor perikanan periode tahun 1998-2002

dalam (000) Nilai (US $)

Komoditas

1998 1999 2000 2001 2002

Pertumbuhan (%) Udang Ikan a. Segar b. Beku c. Kaleng Lainnya 1.037.005 212.983 97.992 41.775 73.213 339.098 1.017.892 192.980 76.423 36.943 79.615 391.254 1.011.135 189.433 70.236 48.936 70.261 336.730 1.011.467 215.134 54.576 56.387 104.168 313.730 888.892 189.386 77.988 28.889 82.500 328.221 -3,64 -2,41 -2,38 -3,16 6,24 -0,21 Sumber: Dirjen Perikanan (2003)

Terdapat tiga alasan mengapa perilaku konsumen perlu diperhatikan. Pertama, konsumen merupakan titik pusat perhatian pemasaran sehingga perlu memahami sikap dan perilaku konsumen untuk dapat merebut pasar. Ke dua, perkembangan perdagangan pada saat ini menunjukkan bahwa lebih banyak produk yang ditawarkan daripada permintaan. Kelebihan penawaran tersebut menyebabkan banyak produk yang tidak terjual atau tidak terkonsumsi oleh konsumen. Ke tiga, kelebihan penawaran mengakibatkan faktor kualitas barang tidak layak dan tidak dapat memenuhi keinginan konsumen sehingga konsumen tidak mengetahui keberadaan produk tersebut. Dari tiga alasan di atas, dua alasan berhubungan langsung dengan konsumen dan alasan ke tiga disebabkan kurangnya produsen dalam mengkomunikasikan produknya kepada konsumen (Sutisna 2001).

Perusahaan harus dapat memahami dan mengerti konsumen yang akan dilayaninya pada saat memasarkan produknya dengan cara memberikan jalan keluar dari permasalahan yang dimiliki oleh konsumen. Untuk itu perusahaan tidak hanya memproduksi produk yang dihasilkan saja akan tetapi perusahaan juga harus dapat mengkaji pasar yang masih terbuka luas dan berkonsentrasi dalam menyediakan nilai tambah potensial.

(30)

sesuai dengan kebutuhan, selera, dan daya belinya. Konsumen biasanya memilih produk yang bermutu baik dengan harga yang lebih murah (Sumarwan 2003).

Ikan kaleng (canned fish) merupakan salah satu hasil perikanan yang diolah melalui teknologi moderen yang memiliki harga yang relatif berfluktuasi. Ikan kaleng merupakan salah satu bentuk dari diversifikasi produk perikanan yang bertujuan untuk memenuhi keinginan konsumen dalam mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung protein. Berbagai merek produk ikan kaleng yang beredar di pasar membuktikan bahwa semakin ketatnya persaingan yang mengarah pada mekanisme pasar, yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar (market share). Salah satu cara untuk dapat mencapai keadaan tersebut adalah dengan merek (brand) dari produk yang pada saat ini berkembang menjadi aset terbesar bagi pihak perusahaan.

Pemasaran pada saat ini lebih merupakan persaingan persepsi konsumen dan bukan persaingan produk. Membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek dengan memahami perilaku konsumen terhadap merek. Merek yang prestisious memiliki ekuitas merek yang kuat. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk akan semakin kuat pula daya tariknya untuk menarik konsumen mengkonsumsi produk tersebut. Bila hal tersebut terus berlanjut maka pihak perusahaan akan dapat meraih keuntungan secara terus menerus. Pemahaman terhadap elemen-elemen ekuitas merek, perilaku merek, serta pengukurannya menjadi sangat penting peranannya untuk menyusun langkah strategis dalam meningkatkan eksistensi merek sehingga perusahaan mampu menguasai pasar (Aaker 1997).

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisa ekuitas merek berbagai ikan kaleng

2. Menganalisa hubungan demografi konsumen dengan ekuitas merek ikan kaleng.

(31)

Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di kota Bogor karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah pemasaran berbagai merek produk ikan kaleng. Dari penelitian ini diharapkan akan dapat menyediakan informasi yang memadai sebagai bahan analisis elemen perilaku kosumen ikan kaleng terhadap berbagai merek yang ada. Adapun aspek yang dikaji dalam ruang lingkup ini adalah aspek ekuitas merek (brand equity) yang terdiri atas brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty. Setelah itu di analisis baurannya baik bauran produk, bauran harga, bauran tempat (distribusi), bauran promosi, bauran proses, bauran orang dan bukti fisik. Jumlah responden yang heterogen menjadi salah satu masukan dalam memahami persepsi responden terhadap berbagai merek produk ikan kaleng.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan referensi bagi pihak perusahaan ikan kaleng dalam pengukuran perilaku konsumen untuk meningkatkan kepuasan konsumen.

2. Memberikan informasi kepada pihak perusahaan ikan kaleng tentang gambaran persaingan beberapa merek ikan kaleng yang beredar di kota Bogor. 3. Memberikan alternatif strategi bauran pemasaran ikan kaleng berdasarkan

elemen-elemen ekuitas merek.

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Ekspor dan Prospek Perikanan

Indonesia dengan luas laut 5,8 juta km2 memiliki sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Berdasarkan perhitungan harga di tingkat produsen tahun 2000 nilai produksi ikan tangkap mencapai Rp 18,46 triliun. Untuk harga benih ikan laut mencapai Rp 8,07 milyar, sedangkan untuk budidaya laut yang meliputi ikan, rumput laut, kerang-kerangan, tiram, teripang, mutiara mencapai produksi senilai Rp 1,36 triliun di tingkat produsen pada tahun 2002 (Dahuri 2004).

Konsumsi ikan per kapita di Indonesia relatif masih rendah yaitu sekitar 18 kilogram/tahun pada tahun 1999 (sebelum adanya Departemen Kelautan dan Perikanan) dan 23 kilogram/tahun pada tahun 2003. Sementara itu, negara lain, seperti Jepang, sudah mencapai 100 kg, Korea Selatan 80 kg, Malaysia 40 kg, dan Thailand 35 kg per kapita per tahun (Osa 2004). Namun konsumsi ikan per kapita secara nasional menunjukkan kenaikan sebesar 4,61% pada kurun waktu antara tahun 2000 sampai dengan 2003. Angka konsumsi ikan tahun 2000 mencapai 21,57 kg/kapita/tahun, sedangkan pada tahun 2003 terus mengalami peningkatan menjadi 24,67 kg/kapita/tahun (Wawa 2004).

Dalam pelaksanaan ekspor, komoditi perikanan Indonesia mendapat tantangan yang berat akibat semakin banyaknya pesaing, bahkan negara pesaing semakin meningkatkan mutunya untuk keperluan ekspor padahal bagi produsen Indonesia umumnya hanya mengandalkan jumlah yang diproduksi. Hal tersebut disebabkan setiap tahunnya kebutuhan akan produk perikanan semakin bertambah. Namun dengan adanya produk yang berkualitas tentu saja konsumen akan memilih produk tersebut (Nazaruddin 1993).

(33)

adalah variasi jenis produk yang beragam, harga rata-rata produk perikanan menurun dan lain sebagainya (Janny 2004).

Ikan Kaleng

Ikan memiliki keunggulan dalam hal kandungan gizi sebagai sumber protein hewani yang berguna bagi pertumbuhan. Nilai gizi ikan lebih tinggi bila dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya, karena ikan mengandung omega tiga (ù) yang cukup tinggi dan sangat berguna untuk mencegah timbulnya penyakit athero sclerosis yaitu mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Ranastuti 1999).

Lebih lanjut, Ranastuti (1999) menyatakan bahwa kendala utama dalam mempopulerkan makan ikan dalam masyarakat antara lain kualitas hasil perikanan yang masih rendah, distribusi yang tidak merata, sulitnya penanganan ikan karena termasuk produk yang mudah rusak, kelompok masyarakat tertentu yang alergi terhadap ikan, kasus-kasus pencemaran, kurangnya pemahaman manfaat makan ikan, dan adanya substitusi bahan makanan lain yang relatif lebih murah dan mudah didapatkan seperti telur, daging ayam daging sapi dan sebagainya. Ikan merupakan salah satu produk yang cepat mengalami pembusukan. Pembusukan ikan terutama disebabkan oleh enzim dan bakteri yang terdapat pada tubuh ikan sejak masih hidup. Ikan yang belum mengalami proses pengawetan atau pengolahan akan segera membusuk setelah ikan tersebut mati (Moeljanto 1994).

(34)

Jenis produk ikan kaleng adalah jenis ikan segar dari beberapa spesies (sarden, lemuru mackerel, dan tuna) yang telah mengalami perlakuan awal sebelumnya seperti pemotongan kepala, ekor (tergantung jenis ikannya), dan pencucian, kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang memenuhi syarat dan di proses melalui pemasakan awal (pre-cooking) dengan atau tidak dibubuhi saus tomat serta diawetkan dengan cara sterilisasi. Dalam proses pengalengan ikan, secara umum tahap-tahap kegiatan dapat dibagi menjadi beberapa bagian meskipun jenis-jenis ikan tertentu ada kemungkinan berbeda (Irawan & Agus 1998). Adapun diagram alir pengalengan ikan lemuru dan tuna dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Perilaku Konsumsi Ikan Kaleng

Menurut Sumarwan (2003), ada dua jenis persepsi konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri sedangkan konsumen organisasi yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit), membeli produk, peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Schiffman dan Kanuk (1994) diacu dalam Sumarwan (2003) mengatakan bahwa perilaku konsumen merupakan kegiatan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Engel et al. (1994) diacu dalam Sumarwan (2003) mengartikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan di atas.

(35)
[image:35.612.203.434.78.208.2]

Gambar 1 Model perilaku konsumen (Engel et al. 1994).

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen terbagi atas lima tahap yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil. Pembuatan keputusan konsumen bervariasi dengan keputusan membeli. Pembelian yang rumit dan mahal kemungkinan besar akan melibatkan pertimbangan pembelian dan partisipan pembeli yang lebih banyak (Engel et al. 1994). Jenis perilaku pembelian konsumen didasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan antar merek seperti terlihat pada Gambar 2 (Assael 1992).

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian adalah : (1) unsur-unsur pemasaran seperti produk, harga, promosi, dan tempat, (2) faktor psikologi yang meliputi motivasi, kepribadian, persepsi, nilai, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup, (3) faktor sosial budaya yang meliputi kelompok-kelompok referensi, pengaruh pribadi, keluarga, kelas sosial, kebudayaan serta (4) faktor situasi yang meliputi kebutuhan untuk membeli, keadaan sosial, keadaan fisik, dan pengaruh yang bersifat sementara.

Gambar 2 Jenis-jenis perilaku konsumen (Assael 1992).

Pengaruh Lingkungan Perbedaan

Individu

Proses Psikologis Proses

Keputusan

Strategi Pemasaran

Keterlibatan tinggi Keterlibatan rendah

Perbedaan yang jelas antar berbagai merek Sedikit

perbedaan antar berbagai merek

Perilaku membeli rumit

Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokan

Perilaku membeli mencari keragaman

(36)

Ranastuti (1999) menyatakan bahwa tingkat konsumsi merupakan bagian dari perilaku konsumen yang berasal dari dalam diri konsumen. Pada saat proses pengambilan keputusan sebelum melakukan pembelian, konsumen biasanya terlebih dahulu menilai berbagai alternatif yang ada. Proses pengambilan keputusan membeli produk ikan kaleng sangat dipengaruhi oleh faktor internal diantaranya adalah faktor proses psikologis, yang menentukan tingkat perhatian responden berdasarkan sikap penilaian responden terhadap atribut produk. Sikap tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, informasi, dan manfaat produk bagi masyarakat.

Saefulloh (2002) menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis demografi responden yang memposisikan responden sebagai konsumen (user) dari merek ikan kaleng membuktikan bahwa merek Gaga merupakan merek yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar responden, yang kemudian diikuti oleh merek Botan serta ABC pada posisi ke dua dan ke tiga. Dengan memperhatikan variabel demografi responden dapat dibuat rancangan segmentasi pasar untuk produk ikan kaleng.

Ranastuti (1999) menyatakan bahwa tingkat perhatian responden rumah tangga kelas atas, menengah dan bawah, menunjukkan adanya tingkat perhatian terhadap harga dan rasa sebagai alternatif pembelian. Proses keputusan membeli terkait dengan karakteristik responden yang berupa motivasi, jenis produk yang disukai, penentu keputusan membeli, jumlah pembelian dan tingkat kepuasan yang dihasilkan.

Merek (Brand)

(37)

diatur bahwa merek tidak boleh menyerupai nama orang terkenal, foto, nama badan hukum, bendera, dan lambang suatu negara (Shidarta 2000 diacu dalam Savitri 2003).

American Marketing Association diacu dalam Kotler (1997) menyebutkan bahwa merek adalah nama, tanda, istilah, simbol, rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut, untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Sumarwan (2003) mengartikan merek sebagai nama penting bagi produk atau jasa, simbol dan indikator kualitas dari sebuah produk atau jasa.

[image:37.612.132.504.356.641.2]

Merek dapat memberikan jaminan kualitas bagi konsumen dengan melihat pada level mana identitas merek tertanam di benak konsumennya. Merek yang paling tahan lama adalah merek yang memiliki nilai budaya, dan kepribadian yang tercermin dari merek tersebut. Agar merek dapat dikuatkan sepanjang waktu, perlu dilakukan penelusuran merek yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Strategi-strategi penguatan merek (Keller 1999 diacu dalam Retnawati 2003).

Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang

Brand Awareness - Produk apa yang

ditawarkan? - Keuntungan apa dari

penawaran produk tersebut? - Kebutuhan apa yang akan

dipuaskan produk tersebut?

Brand Image - Bagaimana merek dapat

membuat produk menjadi superior?

- Kekuatan, keuntungan, dan keunikan apa yang ada dalam pikiran konsumen dari merek tersebut?

Inovasi dalam design produk,

manufacture dan merchandising

Keterkaitan (hubungan) pengguna dan perbandingan dalam penggunaan pemakaian

Konsistensi dalam jumlah

dan aktivitas dari dukungan

pemasaran

Kontinyuitas dalam pengartian merek; perubahan

dalam taktik pemasaran

Menjaga sumber

ekuitas merek Perbandingan aktivitas pemasaran

dalam membangun merek dengan

(38)

memposisikan pemasar untuk mengembangkan pangsa pasar. Salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut yaitu merek (brand) dari produk yang dewasa ini menjadi aset terbesar perusahaan (Durianto et al. 2004).

Merek sebenarnya merupakan janji produsen untuk konsisten membeli featur, manfaat, dan jasa tertentu kepada konsumen. Menurut Kotler (1997), merek memiliki enam tingkatan pengertian: (1) atribut; merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu, (2) manfaat; suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan/atau emosional, (3) nilai; merek menyatakan sesuatu tentang nilai produsen, (4) budaya; merek memiliki budaya tertentu, (5) pemakai; merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli dan menggunakan produk tersebut, (6) komunikasi; merek menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.

Lebih lanjut Kotler (1997) menambahkan bahwa dengan enam tingkatan pengertian merek, pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan menanamkan identitas merek yaitu (i) pembeli tidak begitu tertarik pada atribut merek dibandingkan dengan manfaat merek, (ii) pesaing mudah meniru atribut tersebut, dan (iii) atribut yang sekarang mungkin akan kurang bernilai, sehingga merugikan merek yang terlalu terikat pada atribut tersebut.

Saefulloh (2002) menyatakan bahwa jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan konsumen, maka merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen pada saat pengambilan keputusan pembelian. Biasanya merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek yang disukai atau merek yang dibenci, tetapi konsumen akan cenderung lebih mengingat merek yang disukainya.

Ekuitas Merek (Brand Equity)

(39)

aset liabilitas yang menjadi dasar brand equity akan berubah pula (Durianto et al. 2004). Aset ekuitas merek pada umumnya menambah atau mengurangi nilai bagi para konsumen. Aset-aset ini biasanya membantu mereka dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek. Ekuitas merek juga bisa mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian (Aaker 1997).

Menurut Aaker (1997), ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima katagori: (1) brand awareness (kesadaran merek); menunjukkan kesanggupan sebagai calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari produk tertentu, (2) brand association (asosiasi merek); mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain, (3) perceived quality (persepsi kualitas); mencerminkan persepsi pelanggan, terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan, (4) brand loyalty (loyalitas merek); mencerminkan tingkat keterikatan dengan konsumen dengan suatu merek, dan (5) other properietary brand assets (aset-aset merek lainnya).

Keempat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen brand equity yang ke lima secara langsung dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep mengenai ekuitas merek tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 yang memperlihatkan lima katagori (loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi kualitas merek, assosiasi merek dan aset-aset merek lainnya) yang mendasari ekuitas merek dan nilai yang diciptakan ekuitas merek bagi perusahaan maupun pelanggan (Aaker 1997).

(40)

Kotler (1997) menjelaskan bahwa merek perlu dikelola dengan cermat agar ekuitas merek tidak mengalami penyusutan. Hal tersebut membutuhkan pemeliharaan atau peningkatan kesadaran merek, kualitas dan fungsi yang diyakini dari merek itu, asosiasi merek yang positif secara terus menerus.

Nilai yang diperoleh pelanggan melalui peningkatan atau pengembangan brand equity adalah (1) sebagai bahan interpretasi dan pemprosesan informasi oleh konsumen, (2) kepercayaan diri dan keputusan pembelian, (3) kepuasan manfaat. Nilai yang diperoleh perusahaan melalui peningkatan dan pengembangan brand equity adalah (1) efisiensi dan efektifitas program-program pemasaran;

[image:40.612.135.505.311.625.2]

(2) loyalitas merek; (3) harga atau margin; (4) perluasan merek; (5) pengembangan perdagangan; (6) keunggulan bersaing (Aaker 1997).

Gambar 4 Model ekuitas merek (Aaker 1997).

Ekuitas merek Persepsi kualitas merek Kesadaran merek Assosiasi merek Loyalitas merek Asset-aset merek lainnya

- Mengurangi biaya pemasaran

- Waktu untuk merespon ancaman pesaing

- Merek yang dipertimbangkan - Rantai yang

menggambarkan assosiasi merek

- Differensiasi/ posisi - Alasan membeli - Harga

- Perluasan merek

- Differensiasi/posisi - Alasan membeli - Harga

- Perluasan merek

Persaingan kompetitif Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat: - Interpretasi /informasi - Rasa percaya diri

dalam pembelian - Pencapaian kepuasan pelanggan Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat: - Efisiensi dan

efektivitas program pemasaran - Loyalitas merek - Harga/laba - Perluasan merek - Peningkatan

perdagangan - Keuntungan

(41)

Bauran Pemasaran

[image:41.612.94.539.286.507.2]

Penentuan strategi pemasaran yang tepat merupakan hal penting yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satu konsep utama strategi pemasaran moderen adalah bauran pemasaran. Bauran pemasaran merupakan kemampuan variabel yang terdiri dari 7P yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion), orang (people), proses (process), dan bukti fisik (physical evidence) (Boovee et al. 1995 diacu dalam Kruger et al. 2003). Dari masing-masing P dalam marketing mix ini masih terdapat lagi variabel-variabel didalamnya. Berbagai variabel dalam masing-masing P ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Versi pengembangan bauran pemasaran (Boovee et al. 1995 diacu dalam Kruger et al. 2003).

Kotler (1997) mengatakan bauran pemasaran sebagai seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Silalahi (2000) menekankan bahwa ada tiga elemen penting dalam pemasaran yaitu brand, differentiation, dan positioning. Brand, differentiation, dan positioning di dalam strategic business triangle harus terintegrasi dan saling terkait serta saling menguatkan antara satu dengan lainnya.

VERSI PENGEMBANGAN BAURAN PEMASARAN (7P)

Produk (Product) - Mutu

- Citra - Merek

- Peralatan

- Pelayanan pelanggan

Harga (Price) - Diskon - kredit - Daftar harga - Cara pembayaran

Tempat (Place) - Saluran pemasaran - Pendukung - Segmentasi

Promosi (Promotion) - Komunikasi - Penjualan pribadi - Iklan

- Humas

- Penjualan langsung

Individu (Person) - Staf marketing - Penasehat pelanggan - perekrutan

- Budaya /citra - Gaji Proses (Process)

- Orientasi konsumen - Orientasi bisnis - Dukungan teknologi

informasi - Desain - Riset /penelitian

(42)

Empat P’s (product, price, place, dan promotion) dalam bauran pemasaran mencerminkan pandangan penjual terhadap alat pemasaran yang tersedia untuk mempengaruhi pembeli. Bila dilihat dari sudut pandang pembeli maka setiap alat pemasaran tersebut dirancang untuk memberikan manfaat kepada pelanggan (Kotler 1997). Produk yang dihasilkan oleh produsen merupakan jawaban dari kebutuhan dan keinginan konsumen. Empat P’s merupakan product oriented dimana produk yang dihasilkan dipaksa masuk ke pasar (konsumen), sedangkan tambahan terhadap tiga P’s lainnya yaitu person, process dan physical evidence merupakan consumer oriented artinya produk tersebut harus ada karena diinginkan oleh pasar.

[image:42.612.129.506.426.530.2]

Harga yang ditetapkan oleh penjual merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Begitu pula halnya dengan unsur tempat yang disediakan oleh penjual dipandang sebagai kemudahan memperoleh produk yang dibutuhkan pembeli, sedangkan kegiatan promosi yang dilakukan penjual dipandang sebagai proses komunikasi oleh pembeli. Agar 7 P’s penjual merupakan tanggapan terhadap 7 C’s dari pembeli yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Tanggapan 7 P’s penjualan terhadap 7 C’s pembeli

7 P’s 7 C’s

Produk (product) Harga (price) Tempat (place) Promosi (promotion) Proses (process) Individu (person)

Bukti fisik (physical evidence)

Kebutuhan dan keinginan pembeli (customer need & wants)

Biaya bagi pembeli (cost to the customer) Kemudahan memperoleh (convenience) Komunikasi (communication)

Perbaikan proses (consumer oriented) Orientasi konsumen (consumer service) Penampilan fisik produk (consumer evidence) Sumber: Kotler 1997 (hasil modifikasi)

(43)

pelanggan sasaran sedangkan promotion merupakan bermacam kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan kelebihan produknya, dan untuk membujuk pelanggan sasaran untuk membeli (Kotler 1997).

Peranan Merek dalam Bauran Pemasaran

Penentuan strategi bauran pemasaran merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh perusahaan. Salah satu konsep utama strategi pemasaran dalam pemasaran moderen adalah bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran merupakan kumpulan variabel yang terdiri dari produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), promosi (promotion), ditambah dengan unsur-unsur lain seperti power, public relation, dan sebagainya (Kotler 1997).

Peranan merek dalam bauran pemasaran adalah merek merupakan bagian dari komponen-komponen yang membentuk produk. Merek berperan sebagai tanda pengenal produk sehingga dapat dibedakan antara produk yang satu dengan produk lainnya. Selain itu juga merek juga dapat memberikan perlindungan hukum baik bagi produsen maupun bagi konsumen (Arnold 1996).

Dalam bauran promosi, merek dapat membuat perusahaan lebih mudah dalam mempromosikan produknya. Tanpa adanya merek, suatu produk hanya bisa dipromosikan secara generik tanpa perbedaan sehingga menyulitkan konsumen dalam melakukan pemilihan terhadap produk yang akan dibelinya. Dengan merek, produsen dapat mempromosikan keunggulan, manfaat dan atribut produknya melalui promosi merek sehingga konsumen dapat melihat perbedaan yang ada diantara sekian banyak produk yang sejenis (Kotler 1997).

(44)

Penelitian Terdahulu Brand Equity

Saefulloh (2002), melakukan analisis ekuitas merek produk ikan kaleng. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling pada pengunjung supermarket Matahari Sultan Plaza Bandung. Analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif, uji reliabilitas, uji cochran, skala likert, skala semantic differential, dan brand switching pattern matrix. Hasil penelitian menunjukkan bahwa merek ikan kaleng yang Gaga mendapatkan posisi yang lebih baik pada elemen brand awareness, yang kemudian disusul oleh merek Botan dan ABC. Merek Gaga mendapat peringkat pertama pada tingkatan top of mind dan peringkat ideal pada brand recall, brand recognition, dan brand unware sedangkan merek Botan secara keseluruhan mempunyai nilai rata-rata tertinggi pada setiap atribut produk ikan kaleng berdasarkan hasil pengukuran pada brand perceived quality. Ketiga merek ikan kaleng pada brand loyalty, mempunyai kondisi yang terlalu jauh berbeda, baik dalam perolehan persentase maupun pada rentang skala dan interpretasi pada setiap tahapan brand loyalty. Merek ikan kaleng yang memiliki brand equity terkuat di antara ketiga merek tersebut adalah merek Botan.

(45)

Merek Indomie yang secara umum mendapat posisi yang lebih baik pada elemen brand awareness adalah mie instan, yang kemudian disusul oleh Supermie dan Sarimie. Indomie mendapat peringkat pertama pada tingkatan top of mind sedangkan pada audit recall merek Supermie merupakan merek yang paling banyak disebut.

Merek Supermie unggul pada elemen brand association yang nilainya sama dengan merek Sarimie. Kedua merek tersebut mempunyai assosiasi yang sama dalam membentuk brand image, yaitu assosiasi harga terjangkau, desain kemasan khas, mudahan didapat, rasanya enak, promosi iklan yang menarik serta volume/berat yang cukup, sedangkan Indomie hanya mempunyai tiga asosiasi yang membentuk brand image yaitu harga terjangkau, mudah di dapat, dan rasanya yang enak.

Merek Supermie mempunyai persepsi kualitas yang lebih baik dibandingkan merek lainnya. Kualitas Supermie ditunjukkan pada kuadran ke dua yaitu maintain yang pada diagram performance-importance, atribut yang ada harus dipertahankan. Pada merek Supermie, atribut-atribut yang baik menurut persepsi konsumen adalah kemudahan mendapat, rasa, keterangan halal, dan tanggal kadaluwarsa. Pada merek Indomie, atribut-atribut yang baik menurut persepsi konsumen adalah rasa, keterangan halal, dan keterangan kadaluwarsa sedangkan merek Sarimie memiliki atribut-atribut yang baik menurut persepsi konsumen yaitu rasa dan keterangan halal.

Pada elemen brand loyalty, hasil perhitungan Possibility rate of Transition (ProT) menunjukkan bahwa Indomie mempunyai kondisi yang paling baik menurut tingkat kemungkinan perpindahan merek paling kecil, sedangkan urutan ke dua ditempati oleh merek Sarimie, dan urutan ke tiga oleh Supermie.

(46)

Hasil yang diperoleh dari penelitian teh celup didapatkan bahwa merek Sariwangi memiliki posisi yang lebih baik daripada Sostro dan Tong Tji pada elemen brand awareness. Pada tingkatan top of mind, Sariwangi menempati urutan tertinggi sebagai merek yang paling banyak diingat konsumen sedangkan pada tingkatan brand recall ditempati oleh merek Sosro.

Pada elemen brand association, merek yang berada pada posisi puncak adalah merek Sosro karena assosiasi yang membentuk brand image seperti harga yang murah, mudah didapat, rasanya enak, praktis dalam penggunaan dan waktu penyeduhan cepat membuat merek ini lebih unggul daripada merek Sariwangi dan Tong Tji. Merek Sariwangi dan Sosro secara keseluruhan mempunyai nilai persepsi kualitas yang sama berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengukuran brand perceived quality.

Hasil analisis brand loyalty menunjukkan bahwa loyalitas merek Sariwangi berada pada kondisi paling baik di antara dua merek lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya nilai Possibility rate of Transition (ProT) yang paling kecil. Selain itu juga pengguna yang tidak loyal yang paling kecil adalah Sostro dan Tong Tji. Dari hasil tersebut, merek teh celup yang memiliki ekuitas merek terkuat adalah Sariwangi karena memiliki kekuatan pada brand awareness, brand perceived quality, dan brand loyalty.

Susanto (2003) menganalisis ekuitas merek pada produk jamu kemasan terhadap tiga merek jamu di Semarang yaitu Nyonya Meneer, Sidomuncul, dan jamu Jago. Responden dipilih dengan menggunakan teknik pemilihan sampel judgment sampling, sedangkan alat analisis yang digunakan adalah skala likert, median dan kuartil, deskriptif, diagram performance-importance, dan analisis proporsi.

(47)

baik dibandingkan dengan kedua merek jamu lainnya yaitu pada kuadran ke tiga dari diagram performance-importance.

Merek Sidomuncul memiliki kondisi yang lebih baik pada elemen brand loyalty karena memiliki persentase switcher terkecil bila dibandingkan dengan merek jamu lainnya. Konsumen yang loyal terhadap merek Sidomuncul lebih banyak pada tahap committed buyer, kemudian diikuti oleh merek Nyonya Meneer dan jamu Jago. Nyonya Meneer termasuk merek dengan kualitas terkuat yang bersaing ketat dengan Sidomuncul.

Purwantoro (2003) melakukan penelitian terhadap ekuitas merek apel Manalagi pada beberapa pasar tradisional dan moderen serta memberikan alternatif strategi bauran pemasaran buah apel Manalagi berdasarkan elemen-elemen brand equity yang telah diketahui. Pengambilan sampel dilakukan di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan dengan menggunakan teknik judgment sampling. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah analisis deskriptif, analisis uji perbandingan (Hoyt) untuk mengetahui tingkat kedekatan dari masing-masing asosiasi yang telah diajukan pada responden dalam kuisioner, diagram performance-importance, dan analisis brand switching pattern matrix.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apel Manalagi merupakan merek apel yang pertama kali diingat. Pada elemen brand association dan brand perceived quality dilakukan screening yaitu responden yang pernah mengkonsumsi apel Manalagi saja yang berhak mengisi jawaban dari pertanyaan selanjutnya. Pada pembentukan brand image terdapat assosiasi yaitu harga terjangkau, kesegaran buah, rasa buah yang manis, warna buah hijau kekuningan, kemasan yang unik, serta buah yang berfungsi untuk kesehatan.

(48)

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Konseptual

Perilaku manusia dalam mengkonsumsi barang dan jasa dijelaskan berdasarkan perilaku konsumen. Teori perilaku konsumen menjadi penting karena dari teori inilah diturunkan permintaan individu, yang pada akhirnya menjadi permintaan pasar. Hal tersebut didasarkan pada anggapan bahwa permintaan pasar merupakan penjumlahan horizontal dari permintaan individu atau perorangan.

Dalam meraih pangsa pasar perlu diketahui secara lebih mendalam mengenai perilaku konsumen yang menjadi sasarannya, termasuk didalamnya karakteristik konsumen. Selain itu juga perlu diketahui alasan mengapa konsumen tidak mengkonsumsi suatu produk tertentu, pengambilan keputusan pembelian produk serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian produk.

Saat ini berbagai merek beredar di pasaran, di mana konsumen memiliki banyak alternatif pilihan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Untuk itu, maka perusahaan dituntut untuk memberikan ciri produk yang berbeda dengan produk lain sejenis. Salah satunya adalah dengan memberikan merek sebagai identitas dari produk tersebut. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang dibelinya sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

Analisa perilaku konsumen ditujukan untuk mengkaji bagaimana persepsi konsumen terhadap produk ikan kaleng serta strategi untuk mempertahankan pasar dari pesaing-pesaing yang ada. Pengkajian perilaku dan strategi tersebut dimulai dengan melakukan riset pasar untuk mengetahui merek ikan kaleng yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.

(49)

mengkaji perilaku konsumen untuk menilai kinerja apakah terjadi kesenjangan keinginan antara produsen dengan konsumen. Selain itu juga perlu dikaji ekuitas merek ikan kaleng untuk mengetahui merek yang ideal di mata konsumen. Hal tersebut dilakukan untuk dapat memberikan masukan terutama perbaikan dari sisi pengolahan ikan kaleng agar dapat diterima baik oleh konsumen.

Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis elemen-elemen ekuitas merek produk ikan kaleng. Elemen-elemen ekuitas merek yang dianalisis adalah kesadaran merek (brand awareness), assosiasi merek (brand association), persepsi kualitas terhadap merek (perceived quality) dan loyalitas merek (brand loyalty). Dari keempat elemen ekuitas merek yang dianalisis tersebut akan dilihat bagaimana kekuatan dari merek produk ikan kaleng diantaranya Gaga, ABC, Botan, Ayam Brand dan merek lainnya di kalangan konsumen (pelanggan) serta implikasinya terhadap bauran pemasaran.

Dalam penelitian ini digunakan quesioner structure non disguised di mana data dan informasi yang dikumpulkan dianalisa dengan metode analisa pada setiap elemen brand equity, baik itu analisis brand awareness dengan analisa secara deskriptif, brand association dengan uji reliabilitas dan uji cochran, brand perceived quality dengan analisis semantic differential, pembuatan grafik kolom dan pembuatan grafik cartesius, brand loyalty dengan analisis interpretasi skala likert, rata-rata dan standar deviasi. Untuk melihat kemungkinan terjadinya perpindahan merek dapat dianalisis dengan brand swithching pattern matrix (Durianto et al. 2004).

(50)
[image:50.612.135.503.77.446.2]

Gambar 6 Kerangka pemikiran konseptual.

Tatalaksana Penelitian

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di empat swalayan besar yang tersebar di kota Bogor. Dengan melakukan teknik survai di lapangan terhadap konsumen ikan kaleng dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Lokasi yang menjadi tempat penyebaran kuesioner adalah swalayan Hero-Pajajaran, swalayan Ramayana-Plaza Jambu Dua, swalayan Superindo-Plaza Jembatan Merah dan swalayan Yogya-Plaza Bogor Indah.

Keempat swalayan dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa swalayan yang dipilih memiliki tingkat keramaian yang cukup tinggi dan

Loyalitas merek (brand loyalty) Ekuitas merek ikan

kaleng

Kesadaran merek (brand awareness)

Persepsi kualitas merek

(brand perceived Asosiasi

merek (brand association)

Ekuitas merek terkuat

Implikasi terhadap bauran

pemasaran Merek-merek ikan kaleng yang ada di

(51)

merupakan swalayan yang cukup besar di kota Bogor. Selain itu juga menyediakan berbagai merek dagang ikan kaleng, serta lokasi dari masing-masing market place yang telah mewakili dari enam kecamatan yang ada di kota Bogor.

Tabel 4 Swalayan dan lokasi yang mewakilinya

Swalayan Mewakili Kecamatan

Hero-Padjajaran Bogor Timur Dan Selatan Ramayana-Plaza Jambu Dua Bogor Utara Dan Tengah Superindo-Plaza Jembatan Merah Bogor Barat

Yogya-Plaza Bogor Indah Tanah Sareal

Fokus merek produk yang diteliti pada penelitian ini adalah merek-merek ikan kaleng yang banyak dikonsumsi oleh konsumen ikan kaleng. Terdapat tiga merek utama yang paling banyak dikonsumsi konsumen yaitu merek Botan, Gaga, dan ABC. Pembatasan fokus merek tersebut akan berpengaruh pada kedalaman informasi yang dicerminkan dalam perangkat pengambilan data serta alat analisis yang dibutuhkan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September sampai November 2004.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi penelitian lapangan yang didapatkan dengan melakukan survai langsung melalui pengamatan pasar (observasi) dan wawancara langsung kepada konsumen.

(52)

Pemilihan Responden

Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel secara purposive sampling untuk memilih pasar swalayan yang akan dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel dan dalam memilih responden dari supermarket tersebut di mana sampel dipilih berdasarkan teknik convenience sampling atau yang disebut juga dengan accidental sampling (sampel kebetulan). Sampel yang diambil berdasarkan konsumen yang kebetulan berbelanja dan membeli produk ikan kaleng di lokasi penelitian. Teknik ini dipilih karena tidak tersedianya kerangka sample (sampling frame) konsumen secara pasti.

Kriteria sampel adalah responden yang melakukan pembelian dan mengkonsumsi ikan kaleng dalam waktu maksimal satu bulan yang lalu serta pembelian dan konsumsi yang pernah dilakukan minimal dua kali dengan merek yang tetap atau sama yang dapat diketahui melalui jawaban pada kuesioner. Alasan dari penentuan kriteria tersebut adalah untuk mendapatkan penilaian responden yang akurat terhadap produk ikan kaleng yang dikonsumsinya dengan asumsi bahwa semakin dekat waktu melakukan konsumsi, semakin kuat retensi responden terhadap informasi ikan kaleng.

Dengan jumlah populasi sebanyak 697.496 jiwa (BPS 2003) maka jumlah responden yang mewakili penelitian ini dapat ditentukan sesuai dengan metode penentuan sampel yang digunakan yaitu convenience sampling. Responden yang dipilih adalah konsumen yang ditemui di lokasi penelitian dengan syarat melakukan pembelian ikan kaleng dengan merek-merek yang diteliti. Penentuan jumlah sampel ini berdasarkan rumus Slovin diacu dalam Umar (2002).

2

1 Ne N n

+ =

di mana :

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = nilai kritis yang digunakan yaitu 7,5 %

(53)
[image:53.612.133.506.100.189.2]

Tabel 5 Penentuan besar dan struktur sampel

Lokasi

Jumlah Populasi

(orang)

Persentase Populasi

Jumlah Sampel (orang)

Persentase Sampel Hero-Padjajaran 203.601 29,19 59 29,5 Ramayan-Plaza Jambu Dua 213.946 30,67 61 30,5 Superindo-Plaza Jembatan Merah 157.041 22,52 45 22,5 Yogya-Plaza Bogor Indah 122.908 17,62 35 17,5

Total 697.496 100 200 100

Analisa Data

Model Sikap Multiatribut Fishbein

Model multiatribut Fishbein merupakan suatu model pendekatan untuk menguji hubungan antara pengetahuan produk konsumen dengan sikap mereka terhadap produk itu (Lutz & Bettman 1977). Model tersebut mengidentifikasikan konsumen dalam mengkombinasikan keyakinan (belief) mereka terhadap atribut produk sehingga akan membentuk sikap (attitude) mereka terhadap berbagai merek alternatif (Mowen & Minor 1998). Apabila konsumen menemukan sikap yang mendukung suatu merek, maka merek tersebut akan dipilih dan dibeli. Sikap konsumen tersebut membantu pemasar untuk dapat memahami dan mengevaluasi keseluruhan dari keinginan konsumen terhadap suatu produk. Model multiatribut Fishbein sebagai berikut (Fishbein 1975 diacu dalam Moon & Florwski 1999).

Sikap t =

=

n

i it itz

1

β i = 1, 2, ... , n

di mana:

âit = Pertimbangan terhadap baik atau buruknya suatu atribut (i) yang dievaluasi oleh konsumen (t)

zit = Tingkat kepercayaan konsumen (t) terhadap atribut (i) n = Banyaknya atribut

(54)

Analisa Biplot

Analisa biplot merupakan suatu analisa statistika yang menyajikan posisi relatif n objek pengamatan dengan p peubah secara simultan dalam dua dimensi. Analisis tersebut mengkaji hubungan antara pengamatan dan peubah, selain itu juga menunjukkan hubungan antara peubah dan kesamaan antar pengamatan serta dapat dilihat juga penciri dari masing-masing objek (Gabriel 1971).

Dengan menggunakan biplot akan diperoleh visualisasi dari segugus objek dan peubah dalam bentuk grafik bidang datar. Data yang digunakan dalam metode biplot data berupa data rataan atau data asli. Pengolahan data didasarkan pada penguraian nilai singular (Singular Value Decompotion). Di mana SVD bertujuan menguraikan suatu matriks X berukuran n x p yang matriks data peubah ganda yang terkoreksi terhadap rataannya di mana n banyaknya objek dan p banyaknya peubah bebas. Struktur data dapat dianalisis dengan metode biplot yang diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Matriks data dengan metode biplot

Peubah ke- (atribut) Objek

(Merek ikan kaleng) 1 2 ... P

1 X11 X12 ... X1p

2 X21 X22 ... X2p

... ... ... ... ...

N Xn1 Xn2 ... Xnp

Sumber: Gabriel (1971)

di mana:

n = Jumlah objek p = Jumlah peubah

Xnp = Skala penilaian responden peubah ke-n

Analisis ini digunakan pada data yang menggunakan skala interval. Data yang digunakan berupa matriks data X dengan n pengamatan dan p peubah yang dikoreksi terhadap nilai rata-ratanya, berpangkat r sebagai berikut:

X = ULA’ ...(1) di mana :

(55)

Menurut kaedah Singular Value Decompotion (SVD) persamaan (1) dapat diuraikan menjadi :

X = U LáL1-á A’...(2)

Jika ULá = G dan L1-áA’ =H’ maka persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut:

X = GH’...(3)

Dengan demikian setiap elemen ke (I,J) unsur matriks X dapat dinyatakan sebagai berikut:

Xij = gi’hj i = 1,2,...,n dan j =1,2,...,n di mana:

gi dan hj adalah baris G dan H yang memiliki r

Matriks U digunakan sebagai titik koordinat pengamatan Matriks LA’ adalah koordinat vektor peubah

Pemeriksaan biplot dilakukan pada nilai á=0, di mana pada keadaaan

tersebut antara peubah diperiksa dengan mengamati vektor-vektor pengaruh lajur. Ragam, peragam dan korelasi antar peubah diperiksa dengan melihat panjang vektor suatu peubah. Jika peubah tersebut memiliki vektor yang panjang maka semakin besar keragaman yang dimiliki peubah tersebut. Nilai sudut antara dua peubah berarti semakin kuat hubungan diantara keduanya. Jika sudut antara dua peubah tersebut tegak lurus maka korelasi keduanya rendah dan jika kedua vektor peubah tersebut tumpul maka korelasinya negatif.

Analisa Segmentasi

(56)

Jarak yang sering digunakan adalah jarak Mahalanobis dan jarak Euclid. Jarak Mahalanobis digunakan bila peubah-peubah amatan berkorelasi, sedangkan jarak Euclid digunakan bila semua peubah tidak saling berkorelasi atau saling orthogonal. Misalkan matriks X’ = (X1,X2,...,Xn), maka jarak Euclid antara objek i dan j didefenisikan sebagai:

(

Xik Xjk

)(

Xik Xjk

)

dij2 = − ' −

di mana:

dij2 = jarak antar objek pengamatan ke-i dan ke-j

Xik = nilai peubah ke-k pada pengamatan ke-i

Xjk = nilai peubah ke-k pada pengamatan ke-j

Jika diantara peubah yang diamati terdapat korelasi, maka perlu dilakukan transformasi terhadap data asal menjadi komponen-komponen utamanya untuk menyederhanakan peubah-peubahnya. Jika tidak dilakukan transformasi biasanya digunakan ukuran jarak Mahalanobis yang didefenisikan sebagai berikut:

(

i j

) (

i j

)

ij <

Gambar

Gambar 1 Model perilaku konsumen (Engel et al. 1994).
Gambar 3 Strategi-strategi penguatan merek (Keller 1999 diacu dalam Retnawati  2003).
Gambar 4  Model ekuitas merek (Aaker 1997).
Gambar 5 Versi pengembangan bauran pemasaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Validasi

Konsep ini yang disebut konsep public goods.Ide kabijakan publik mengandung anggapan bahwa ada suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau

Dengan kata lain, bongkah paduan Fe-Cr yang terbentuk melalui proses sintering pada suhu 1300 0 C akan memiliki komposisi lebih mendekati dengan komposisi awal

Abstrak: Metode membaca merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak, karena bahasa mempunyai peranan yang sangat penting

Navedeni simptomi pobuđuju opravdanu sumnju da je neka osoba oboljela od dijabetesa, zbog toga postoje određene mjere koje se poduzimaju da bi se i ta sumnja opravdala kao što

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan stabilisasi tanah dasar dengan cara penambahan chemical geopolymer mengetahui pengaruh dan persentase penambahan bahan tambah

Sedangkan untuk tingkat kesulitan pengendalian kebakaran hutan dan lahan berada pada tingkat AMAN - TIDAK SULIT (Sebagian Sumatera dan Kalimantan).. Ringkasan

- Bahwa benar terdakwa berperan sebagai penjual/pengecer nomor judi KIM yang dilakukan terdakwa dengan cara terdakwa terdakwa sedang duduk-duduk sambil menjaga kedai nasi