• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sistem Job Order terhadap Alokasi Sumberdaya dan Produksi pada Rinadya Yoghurt Kabupaten Bogor Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sistem Job Order terhadap Alokasi Sumberdaya dan Produksi pada Rinadya Yoghurt Kabupaten Bogor Jawa Barat"

Copied!
258
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agribisnis di Indonesia sangat cocok untuk ditumbuhkembangkan, mengingat negara ini merupakan salah satu negara agraris yang memiliki potensi dan sumberdaya alam yang melimpah yang mendukung usaha di bidang pertanian. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari subsektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Salah satu sektor pertanian yang dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Subsektor peternakan meliputi berbagai macam bidang usaha. Salah satu bidang usaha andalan dalam subsektor peternakan di Indonesia adalah usahaternak sapi perah dengan produk utamanya susu segar. Usahaternak sapi perah memiliki peluang bisnis yang baik untuk dikembangkan dan berprospek menjanjikan ke depannya, baik dalam skala peternakan besar maupun skala peternakan kecil (peternakan rakyat).

Usahaternak sapi perah menghasilkan komoditi berupa susu segar yang sangat penting bagi kesehatan. Susu merupakan sumber protein hewani dengan kandungan nutrisi yang lengkap dibandingkan minuman lainnya sehingga susu memiliki banyak manfaat yang dibutuhkan oleh tubuh. Komposisi yang terkandung di dalam susu segar, dimana setiap 100 gram susu segar terdapat 3,5 gram lemak, 3,2 gram protein, 4,3 gram karbon, 143 mg kalsium, dan 60 mg fosfor, serta vitamin A dan D (Ressang dan Nasution dalam Sudono, 2003).

(2)

2 susu segar di Indonesia serta laju pertumbuhannya dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Segar di

Tabel 1 menunjukkan bahwa setiap tahunnya, jumlah populasi sapi perah di Indonesia mengalami peningkatan meski pertumbuhannya relatif lambat yaitu sebesar 32,24 persen. Hal ini yang menyebabkan lambatnya perkembangan produksi susu nasional yaitu sebesar 26,07 persen. Selain itu, rendahnya jumlah populasi sapi perah di Indonesia yang belum memadai serta kemampuan berproduksi yang masih belum optimal akibat tatalaksana pemeliharaan dan pemerahan yang tidak baik yang membuat jumlah produksi susu nasional belum mampu memenuhi jumlah konsumsi susu nasional. Menurut Ditjennak (2010), untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu segar dalam negeri, pemerintah telah menargetkan peningkatan populasi sapi perah sekitar 200.000 ekor setiap tahunnya. Karena lambatnya laju perkembangan populasi sapi perah menjadi masalah utama pengembangan persusuan nasional, maka pemerintah akan melakukan program untuk memperbanyak populasi sapi perah.

(3)

3 tahun (Ditjennak, 2011). Tingkat konsumsi ini masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi per kapita per tahun di negara berkembang lainnya. Konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura sudah mencapai di atas 20 kg per kapita per tahun sedangkan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat sudah mencapai 80 kg per kapita per tahun (Ditjennak, 2010). Faktor utama yang jadi penyebab rendahnya konsumsi susu di Indonesia adalah daya beli masyarakat akan susu rendah akibat dari tingginya harga susu untuk sebagian besar masyarakat dan belum membudayanya kebiasaan minum susu di kalangan masyarakat.

Namun, pada tahun 2007 produksi susu nasional sebesar 567.683 ton dan pada tahun 2008 sebesar 646.953 ton ternyata tidak dapat mencukupi kebutuhan konsumsi susu nasional. Oleh karena itu, kebijakan impor susu dari luar negeri dikeluarkan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu masyarakat Indonesia. Saat ini produksi susu dalam negeri baru bisa memenuhi 30 persen kebutuhan nasional, dan sisanya 70 persen konsumsi susu nasional masih dipenuhi oleh susu impor. Indonesia mengimpor susu dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru. Kekurangan produksi susu dalam negeri menyebabkan Industri Pengolahan Susu (IPS) harus mengimpor susu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu nasional. Perkembangan jumlah impor susu Indonesia serta laju pertumbuhannya dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Impor Susu Indonesia Tahun 2004-2008

Tahun Impor Susu (Ton) Laju Pertumbuhan (%)

2004 165.411 -

2005 173.084 4,6

2006 188.128 8,7

2007 198.216 5,4

2008 180.938 -8,7

(4)

4 Tabel 2 menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan impor susu dalam jumlah yang cukup besar setiap tahunnya. Laju pertumbuhan impor susu yang tinggi terlihat pada tahun 2006 sebesar 8,7 persen. Namun, pada tahun 2008 impor susu mengalami penurunan sebesar 180.938 ton. Selain untuk memenuhi pasokan susu dalam negeri, IPS melakukan impor susu juga dikarenakan harga susu impor yang murah dan berkualitas. Harga susu impor yaitu Rp 3.250,- dengan kualitas kandungan bakteri yang lebih rendah sebesar kurang dari 3 juta per cc per 10 liter per hari dibandingkan susu dalam negeri (Meisya, 2011).

Perkembangan teknologi yang semakin maju mempengaruhi kecenderungan masyarakat dalam pola hidup sehat dan konsumsinya. Saat ini minat konsumen lebih cenderung tertarik untuk mengkonsumsi susu olahan dibandingkan dengan susu segar. Pada tahun 2008 konsumsi susu olahan di Indonesia sebesar 6,71 kg per kapita per tahun. Sedangkan konsumsi susu segar hanya 0,21 kg per kapita per tahun. Di Indonesia susu olahan cenderung dikonsumsi dalam bentuk susu kental manis yakni mencapai 45,29 persen. Sedangkan bentuk susu bubuk bayi 18,63 persen, susu cair pabrik 14,16 persen, susu bubuk 11,14 persen, hasil olahan lain dari susu 5,14 persen, dan keju 1,57 persen (BPS, 2011). Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi susu olahan di Indonesia lebih besar daripada konsumsi susu segar. Sehingga perlunya untuk mengembangkan industri pengolahan susu. Hal yang membuat konsumen tertarik pada produk susu olahan yaitu kepraktisan dan kemudahan dalam penyajian serta adanya variasi rasa dan memiliki daya tahan yang lama dibandingkan susu segar.

(5)

5 pertumbuhannya dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Produksi Yoghurt di Indonesia Tahun 2002-2005

Tahun Produksi

(Liter)

Nilai (Rp 000)

Laju Pertumbuhan (%)

2002 1.039.279 8.985.642 -

2003 1.536.824 11.356.826 26,39

2004 1.682.612 13.475.394 18,65

2005 1.765.831 30.438.258 125,88

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Tabel 3 menunjukkan adanya peningkatan produksi yoghurt setiap tahunnya. Dilihat dari laju pertumbuhannya yang semakin tinggi, mengindikasikan adanya peningkatan jumlah produsen dalam industri yoghurt dan potensi peningkatan konsumsi yoghurt. Selain dilihat dari perkembangan jumlah produksi yoghurt yang ada di Indonesia, peningkatan kebutuhan yoghurt nasional dapat dilihat dari semakin besarnya nilai impor yoghurt dan semakin kecilnya nilai ekspor yoghurt. Perkembangan volume dan nilai ekspor nasional dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Yoghurt Nasional Tahun 2004-2008

Tahun Ekspor Laju Pertumbuhan (%)

Berat (Kg) Nilai (US$)

2004 704.800 878.900 -

2005 337.000 743.500 -15,41

2006 146.300 213.400 -71,30

2007 126.000 284.400 33,27

2008 220.400 612.570 115,39

(6)

6 Tabel 4 menunjukkan pada tahun 2004 sampai 2005 volume eskpor yoghurt lebih tinggi. Namun, mulai tahun 2006 volume ekspor yoghurt mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan yoghurt dalam negeri semakin meningkat. Pada tahun 2008 volume ekspor mengalami peningkatan sebesar 115,39 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor tersebut jelas menunjukkan bahwa industri yoghurt nasional mulai berkembang saat ini. Selain itu, Perkembangan volume dan nilai impor nasional dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Yoghurt Nasional Tahun 2004- 2008

Tahun Impor Laju Pertumbuhan

(%) Berat (Kg) Nilai (US$)

2004 172.000 244.800 -

2005 169.400 294.000 20,10

2006 713.300 712.800 142,45

2007 1.481.600 1.502.600 110,80

2008 500.500 711.700 -52,64

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah impor yoghurt mengalami kecenderungan meningkat sejak tahun 2004. Namun, pada tahun 2008, jumlah yoghurt menurun sebesar 52,64 persen dari tahun sebelumnya. Volume impor yoghurt nasional sempat mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2006 yaitu sebesar 142,45 persen. Mulai tahun 2006 jumlah impor yoghurt menjadi lebih tinggi daripada jumlah ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan yoghurt dalam negeri yang semakin meningkat dipenuhi oleh yoghurt impor karena dihadapkan dengan kualitas bahan baku yang baik dan mendorong industri yoghurt nasional mulai berkembang.

(7)

7 pasar yang semakin ketat. Beberapa industri yoghurt di Indonesia telah memanfaatkan peluang tersebut pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Industri Pengolahan Yoghurt dan Susu Fermentasi Probiotik Indonesia Tahun 2009

No Merek Produk Produsen

1 Yakult PT Yakult Indonesia Persada

2 Vitacharm PT Pola Sehat Industri

3 Activia PT Danone Indonesia

4 Bio Kul PT Diamond Cold Storage

5 Yo Lite PT Cisarua Mountain Diary

6 Calpico PT Milko Beverage Industry

7 Nice PT Indomurni Dairy Industry

8 Duton Milk PT Nirwana Lestari

9 Elle & Vire PT Sukanda Djaya

10 Queen Yoghurt PT Queen Bandung

11 Emmi PT Indoguna Utama

12 Taurus Bio Yoghurt PT Fajar Taurus Indonesia Sumber: Masrurah, 2009

Tabel 6 menunjukkan industri pengolahan yoghurt dan susu fermentasi di Indonesia sudah mulai berkembang dan mendorong persaingan antar industri yoghurt semakin pesat. Hal tersebut menjadi suatu tantangan bagi para produsen yoghurt yang harus bersaing untuk meningkatkan pangsa pasar. Peluang usaha untuk memproduksi yoghurt tidak hanya dimiliki oleh industri-industri pengolahan berskala besar, namun industri pengolahan berskala kecil atau rumah tangga juga dapat memanfaatkan peluang tersebut. Salah satu usaha yang bergerak dibidang pengolahan berskala industri rumah tangga yaitu Rinadya Yoghurt.

(8)

8 mengembangkan usaha yoghurt yang dilakukan Rinadya Yoghurt, maka perlu mempelajari industri hilir termasuk industi rumah tangga yoghurt. Selain itu, adanya kendala dalam persaingan usaha, harga dan kualitas yoghurt, perolehan bahan baku, skala usaha, teknologi yang digunakan, dan jaringan pemasaran yang dimiliki diperlukan untuk mempelajari optimalisasi produksi yoghurt supaya dapat memanfaatkan sumberdaya yang terbatas dan pemasaran yoghurt yang efisien yang salah satu tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang optimal.

1.2 Perumusan Masalah

Rinadya Yoghurt merupakan industri rumah tangga yang bergerak di bidang pengolahan susu segar menjadi yoghurt sejak bulan Januari tahun 2008. Pengolahan susu segar menjadi yoghurt ini merupakan upaya dari Rinadya Yoghurt untuk memberikan solusi kesehatan melalui konsumsi yoghurt dengan harga terjangkau dan berkualitas. Industri rumah tangga ini memanfaatkan sumberdaya keluarga yang dimiliki dalam menjalankan usahanya seperti modal, tenaga kerja, bahan baku, dan peralatan. Dengan memanfaatkan sumberdaya keluarga, Rinadya Yoghurt memiliki keterbatasan dalam berproduksi yoghurt seperti adanya keterbatasan modal, bahan baku, tenaga kerja, dan peralatan.

Rinadya Yoghurt juga berhadapan dengan persaingan antar perusahaan-perusahaan besar penghasil yoghurt yang memiliki kemampuan sumberdaya yang baik dalam hal produksi, modal, manajemen, teknologi, dan pemasaran hasil produksinya.Meskipun perusahaan besar tersebut tidak langsung menjadi pesaing Rinadya Yoghurt karena segmen pasarnya berbeda. Tetapi semua merek tersebut bisa mengancam pasar Rinadya Yoghurt seandainya mereka juga memasuki pasar menengah ke bawah. Persaingan usaha antar produsen yoghurt yang dihadapi Rinadya Yoghurt yaitu perolehan bahan baku, jumlah dan kapasitas produksi, harga dan kualitas yoghurt yang dihasilkan, teknologi yang digunakan, dan jaringan pemasaran yang dimiliki.

(9)

9 dan adanya persaingan usaha, maka Rinadya Yoghurt menerapkan sistem produksi yoghurt berdasarkan jumlah pesanan (job order). Dengan menggunakan sistem job order, jumlah dan jenis produk yoghurt yang diproduksi sesuai dengan permintaan konsumen. Perkembangan jumlah produksi yoghurt di Rinadya Yoghurt periode bulan November 2010 sampai April 2011 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan Jumlah Produksi Yoghurt pada Rinadya Yoghurt Periode Bulan November 2010 – April 2011

Total Produksi 1.958,1 1.608,6 4.529,0 8.095,70 Sumber: Rinadya Yoghurt, 2011

Tabel 7 menunjukkan bahwa produksi yoghurt di Rinadya Yoghurt berfluktuasi. Hal ini dikarenakan Rinadya Yoghurt menerapakan sistem job order

dalam memproduksi yoghurt yang sesuai dengan permintaan atau pesanan konsumen. Sistem job order yang diterapkan Rinadya Yoghurt memiliki kelebihan yaitu jumlah permintaan pasar akan yoghurt lebih terjamin sehingga pihak Rinadya Yoghurt dapat meminimalisir kerugian akibat tidak terjualnya produk yoghurt yang dihasilkan. Namun, kelemahan dalam sistem job order

(10)

10 Dengan memperhatikan kendala sumberdaya tersebut apakah produksi yoghurt pada sistem job order sudah optimal. Selain itu, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pengaruh sistem job order terhadap alokasi penggunaan sumberdaya dalam memproduksi yoghurt di Rinadya Yoghurt.

Dalam perkembangannya, adanya sistem job order dalam memproduksi yoghurt di Rinadya Yoghurt akan mempengaruhi pengalokasian sumberdaya seperti bahan baku susu segar, bahan baku penolong, tenaga kerja, dan mesin yang nantinya akan berpengaruh pada keuntungan maksimal yang diperoleh Rinadya Yoghurt. Menjadi pertanyaan adalah sumberdaya apa yang menjadi kendala di Rinadya Yoghurt dalam memproduksi yoghurt.

Selain itu, Rinadya Yoghurt dihadapkan pada keadaan lingkungan yang berubah. Dengan adanya perubahan tersebut tentu saja dapat mempengaruhi optimalisasi produksi yoghurt di Rinadya Yoghurt. Menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dari adanya sistem job order terhadap keuntungan Rinadya Yoghurt.

1.3 Tujuan Penelitian

Bedasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis apakah produksi yoghurt pada sistem job order sudah optimal. 2. Menganalisis pengaruh sistem job order terhadap alokasi penggunaan

sumberdaya dalam memproduksi yoghurt di Rinadya Yoghurt.

3. Menganalisis sumberdaya yang menjadi kendala di Rinadya Yoghurt dalam memproduksi yoghurt.

(11)

11 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan baik bagi perusahaan, penulis, dan pembaca dalam pengembangan susu terutama yoghurt. Secara lebih rinci, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Bagi Rinadya Yoghurt, diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai rekomendasi dalam menentukan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perencanaan produksi yoghurt yang optimal, sehingga pada masa yang akan datang sasaran perusahaan dapat tercapai dengan lebih baik. 2. Bagi mahasiswa penelitian ini dapat memberikan informasi, pustaka, dan

pengetahuan mengenai optimalisasi produksi yoghurt bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi kalangan akademis dan umum dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan referensi terhadap aplikasi metode optimalisasi produksi maupun penelitian lanjutan terkait dengan yoghurt.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(12)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia

Industri pengolahan susu baik berskala kecil maupun berskala besar memiliki peranan penting dan strategis bagi perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia. Industri pengolahan susu tersebut sangat berperan dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat akan gizi yang baik dan seimbang. Adanya kemajuan teknologi mempengaruhi kecenderungan masyarakat dalam gaya hidup dan pola konsumsinya. Menurut Risman (2009) “pola kecenderungan konsumen dalam mengkonsumsi susu lebih memilih produk susu olahan dibandingkan dengan susu segar”. Hal ini dikarenakan produk susu olahan lebih praktis, memikili daya simpan yang lebih lama dibanding susu segar, memiliki pilihan rasa yang disukai konsumen, terbatasnya jangkauan susu segar dalam pemasaran karena bersifat perishable food serta harga susu segar relatif lebih mahal daripada susu olahan.

Di Indonesia, industri pengolahan susu salah satunya mengolah susu segar menjadi yoghurt. Keunggulan dari yoghurt yaitu mengandung bakteri probiotik yang berguna bagi pencernaan makanan dalam usus manusia. Seiring dengan berjalannya waktu bisnis pengolahan susu menjadi yoghurt berkembang cukup pesat dan banyak produk yoghurt dalam berbagai bentuk serta kemasan yang dijual di pasaran. Menurut Kurniasari (2010), Perkembangan industri pengolahan itu tidak hanya dilihat dari bertambahnya jumlah industri pengolahan secara keseluruhan, tetapi juga dilihat dari bertambahnya jumlah industri pengolahan bedasarkan indikator tertentu seperti penggunaan jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, modal, dan teknologi. Dengan meningkatnya industri yang bergerak di bidang pengolahan yoghurt, dilihat dari perbedaan indikator tersebut skala usaha produksi yang menjalankan industri yoghurt semakin beragam meliputi industri rumah tangga, kecil, menengah, dan besar.

(13)

13 orang tenaga kerja, dan industri besar bila memperkerjakan seratus atau lebih orang tenaga kerja.

Selain itu, dilihat dari sisi kapasitas produksinya, industri yoghurt juga dapat dikelompokkan menjadi industri rumah tangga, kecil, menengah, dan besar. Kapasitas produksi yoghurt pada industri yoghurt skala rumah tangga dan kecil kurang dari 50.000 liter per tahun. Industri yoghurt skala menengah kapasitas produksi terpasang dari 50.000 liter hingga 100.000 liter per tahun, dan industri yoghurt skala besar kapasitas produksi terpasang lebih 100.000 liter per tahun (diacu dalam Syafrul, 2010).

Bedasarkan penggunaan modal dan teknologi, menurut Sucherly (1983), pengelompokkan industri kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai ciri-ciri investasi modal untuk mesin dan peralatan tidak lebih dari Rp 70 juta dan umumnya menggunakan teknologi yang sederhana. Sedangkan industri besar dicirikan dengan padat modal dan menggunakan teknologi modern.

Untuk menentukan besar skala produksi industri yoghurt memang dapat didekati dengan berbagai hal seperti penggunaan tenaga kerja, kapasitas produksi, dan penggunaan modal serta teknologi. Namun, semua indikator tersebut membuat industri yoghurt menjadi empat skala produksi yaitu skala rumah tangga, kecil, menengah, dan besar. Perkembangan industri yoghurt di Indonesia pada akhirnya akan mengarah pada perkembangan jumlah industri yoghurt berdasarkan skala produksi tersebut.

Perkembangan jumlah industri yoghurt berdasarkan skala produksi dikarenakan proses produksi pembuatan yoghurt yang mudah dan sederhana membuat bisnis yoghurt dapat dilakukan oleh siapa saja. Menurut Dewi (2009) dengan bertambahnya jumlah produsen yoghurt maka akan bertambah pula jumlah pesaing dalam industri yoghurt sehingga berimplikasi terhadap tingkat persaingan antar produsen yoghurt yang semakin tinggi. Tingginya tingkat persaingan antar produsen yoghurt dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menguasai proses produksi, kepemilikan modal, kemampuan manajemen, dan keberhasilan dalam pemasaran hasil produksi.

(14)

14 menengah, dan besar sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan dan nilai tambah dari produk susu segar. Selain memberikan dampak positif bagi industri pengolahan dan masyarakat, yoghurt juga dapat membawa dampak pada perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia. Proses pembuatan yang mudah, harga jual yang relatif murah, serta kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu segar, membuat usaha yoghurt memiliki prospek kedepan yang semakin baik.

2.2 Pengaruh Job Order Terhadap Produksi di Perusahaan

Pengembangan industri pengolahan susu yang dilakukan oleh koperasi maupun perusahaan pada umumnya menerapkan sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) dalam memproduksi produknya. Sistem produksi job order

merupakan sebuah kontrak kerjasama antara perusahaan dengan distributor. Sistem job order dilakukan untuk menjamin kontinuitas produksi dan meminimalisir produk yang tidak laku terjual. Penelitian Wardhani (2010) dan Meisya (2011) menyatakan koperasi menerapkan sistem job order bertujuan untuk menjamin kontinuitas permintaan pasar akan produknya, sehingga dapat meminimalisir kerugian dengan tidak terjualnya produk yang dihasilkan.

Penerapan sistem job order cenderung mengalami kerugian, karena dengan diberlakukannya sistem tersebut baik koperasi maupun perusahaan kehilangan keleluasaan kapasitasnya dalam berproduksi. Penelitian Risman (2009) menyatakan perusahaan memproduksi produk dengan melakukan sistem

job order dinilai merugikan karena proses produksi yang dilakukan tidak maksimal dan cenderung bersifat pasif karena hanya menunggu pemesanan.

(15)

15 karena pada umumnya koperasi maupun perusahaan tersebut belum dapat menguasai pasar dan adanya tingkat persaingan yang tinggi.

2.3 Model Optimalisasi Produksi

Optimalisasi produksi diperlukan oleh perusahaan dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang digunakan agar suatu produksi dapat menghasilkan produk dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan. Jenis persoalan optimalisasi dibagi menjadi dua yaitu tanpa kendala dan dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala, faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan diabaikan. Sedangkan, pada optimalisasi dengan kendala, faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan dalam menentukan titik maksimum atau titik minimum dari fungsi tujuan.

Salah satu teknik optimalisasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala adalah dengan menggunakan teknik linear programming (LP). LP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala dimana semua fungsi tujuan atau kendala merupakan fungsi linier. Halim (2009), Ramadani (2009), Yusup (2009), dan Wardhani (2010) menggunakan metode LP dalam penelitiannya untuk menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala.

Penentuan fungsi tujuan dalam metode LP terdiri dari maksimisasi keuntungan dan minimisasi biaya. Penelitian Halim (2009), Ramadani (2009), Yusup (2009), dan Wardhani (2010) membentuk fungsi tujuan perusahaan dengan cara maksimisasi keuntungan pada kendala sumberdaya yang terbatas. Penelitian Halim (2009), Ramadani (2009), dan Yusup (2009) merumuskan model fungsi tujuan dengan keuntungan yang dimaksimalkan merupakan selisih antara total peneriman dengan total biaya produksi. Sedangkan Wardhani (2010) merumuskan model fungsi tujuan yang diperoleh dari hasil perhintungan perkembangan keuntungan penjualan saja.

(16)

16 Sumberdaya yang membatasi pada setiap komoditi yang dioptimalkan di perusahaan umumnya meliputi faktor-faktor produksi seperti modal, bahan baku, tenaga kerja, dan mesin yang merupakan input serta ruang dan waktu. Halim (2009), Ramadani (2009), dan Yusup (2009) juga menambahkan keterbatasan lainnya mengenai kendala permintaan pasar untuk mengetahui batasan produksi yang dihasilkan dalam memenuhi permintaan pasar dan Wardhani (2010) juga memasukkan kendala permintaan pasar yang digambarkan melalui pesanan distributor atau sistem job order.

Keterbatasan sumberdaya dalam dimensi waktu terhadap analisis optimalisasi produksi juga dilakukan dalam penelitian Ramadani (2009), Yusup (2009), dan Wardhani (2010). Ketiga penelitian tersebut melihat pengaruh variabel waktu produksi setiap bulan untuk melihat perbedaan bulan terhadap jumlah produk yang dijual atau permintaan produk yang akan berpengaruh terhadap perbedaan keuntungan.

(17)

17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi

Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Menurut Beattie dan Taylor (1996), produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material-material serta kekuatan-kekuatan input seperti faktor, sumberdaya atau jasa-jasa produksi dalam pembuatan suatu barang dan jasa seperti output atau produk. Proses produksi dimulai dengan adanya permintaan akan barang dan jasa, kemudian didukung oleh penyediaan input yang mendukung. Unit terkecil dari kegiatan produksi adalah operasi, yaitu langkah tertentu dalam keseluruhan proses menghasilkan produk atau jasa yang membawa kepada keluaran akhir. Proses transformasi (pengubahan) ini digambarkan secara jelas dalam Gambar 1.

Umpan balik informasi tentang keluaran pengendalian proses Gambar 1. Sistem Produksi sebagai Proses Transformasi atau Konversi

Sumber: Buffa dan Sarin, 1996

(18)

18 digunakan dalam proses produksi. Nicholson (1999) memformulasikan hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) berupa barang dan jasa ke dalam fungsi produksi yang berbentuk : Q = f (K, L, M, ….), dimana Q menunjukkan jumlah output yang dihasilkan dalam periode tertentu, sedangkan K, L, M mewakili input yang berturut-turut melambangkan input berupa modal, tenaga kerja, dan bahan baku.

3.1.2. Kombinasi Produk Optimum

Kombinasi produk optimum adalah suatu perusahaan menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output dalam jumlah yang optimum. Untuk memperoleh penerimaan maksimum dalam menentukan kombinasi produk yang optimal dapat dijelaskan melalui kurva kemungkinan produksi (KKP) dan garis

isorevenue seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi dan Garis Isorevenue

Sumber: Lipsey, 1995

KKP

Isorevenue 2

Isorevenue 1

Q Q

Q Q Q

Q Q Q

(19)

19 Kurva kemungkinan produksi adalah suatu kurva yang menjelaskan semua kombinasi produk yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sumberdaya yang sudah tertentu jumlahnya. KKP disebut juga isoresource curve karena setiap titik-titik pada kurva tersebut menggambarkan kombinasi output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sejumlah input yang sama (Lipsey, 1995). Sedangkan, garis

isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual oleh perusahaan yang akan memberikan penerimaan tertentu. Garis isorevenue

diturunkan dari rumus penerimaan total (TR = P1Q1+P2Q2), atau secara matematis

dinyatakan sebagai berikut :

Q2 = TR – P1 . Q1

P2 P2

Dimana, P1 melambangkan harga jual untuk Q1 dan P2 melambangkan

harga jual untuk Q2. Sementara itu, Q1 melambangkan jumlah produk pertama

yang dijual perusahaan dan Q2 melambangkan jumlah produk kedua yang dijual

perusahaan.

Pada harga P1 dan P2 akan diperoleh kombinasi produk optimum di titik E

(titik yang menunjukkan persinggungan antara KKP dengan garis isorevenue 1), dimana diperoleh kombinasi produk sebesar Q1b dan Q2b. Kombinasi produk

selain pada titik E akan membuat perusahaan memperoleh penerimaan yang lebih kecil daripada penerimaan yang seharusnya bisa diterima oleh perusahaan dengan tingkat harga yang sama. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya sistem job order

yang dialami Rinadya Yoghurt.

Dengan adanya sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) membuat Rinadya Yoghurt tidak leluasa dalam menentukan pilihan kombinasi produksi. Jumlah dari masing-masing produk ditentukan oleh pemesanan distributor melalui sistem job order yang belum tentu sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki Rinadya Yoghurt. Kondisi ini misalkan digambarkan pada titik A. Pada titik A perusahaan memproduksi produk Q1 sebesar Q1a (lebih rendah dari produksi pada

titik optimum) dan Q2 sebesar Q2a (lebih tinggi dari produksi pada titik optimum).

(20)

20 optimumnya (isorevenue 2 lebih rendah daripada isorevenue 1). Hal ini dikarenakan kombinasi produk perusahaan tidak optimal.

Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) di Rinadya Yoghurt diduga membuat Rinadya Yoghurt berproduksi dengan menghasilkan kombinasi produk seperti pada titik A. Bedasarkan dengan teori yang ada, penelitian ini akan mencoba melihat seberapa besar kerugian yang dialami Rinadya Yoghurt serta pengalokasian sumberdaya ketika Rinadya Yoghurt berproduksi dengan menghasilkan kombinasi produk diluar titik optimal karena adanya sistem job order.

3.1.3 Teori Optimalisasi Produksi

Optimalisasi merupakan pendekatan alternatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan (Nasendi & Anwar, 1985). Secara umum, optimalisasi merupakan pencapaian suatu keadaan yang terbaik. Apabila dikaitkan dengan produksi, maka pengertian optimalisasi produksi berarti pencapaian suatu keadaan terbaik dalam kegiatan produksi. Optimalisasi produksi diperlukan oleh perusahaan dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang digunakan agar suatu produksi dapat menghasilkan produk dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan. Menurut Soekartawi (1995), optimalisasi produksi adalah penggunaan faktor-faktor produksi yang terbatas seefisien mungkin. Faktor-faktor produksi tersebut adalah modal, mesin, peralatan, bahan baku utama, bahan baku penolong, dan tenaga kerja.

Optimalisasi yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuannya yaitu memperoleh keuntungan maksimum, dapat ditempuh melalui dua cara yaitu : 1. Maksimisasi, yaitu optimalisasi produksi dengan menggunakan atau

mengalokasikan masukan (biaya) yang sudah tertentu untuk mendapatkan keuntungan maksimum.

(21)

21 Menurut Nicholson (1999), jenis persoalan optimalisasi dibagi menjadi dua yaitu tanpa kendala dan dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala atau ketebatasan yang ada terhadap fungsi tujuan diabaikan sehingga dalam menentukkan nilai maksimum atau minimum tidak terdapat batasan terhadap pilihan alternatif yang tersedia. Sedangkan, pada optimalisasi dengan kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan dalam menentukan titik maksimum atau titik minimum dari fungsi tujuan. Menurut Supranto (1988), optimalisasi dengan kendala pada dasarnya merupakan persoalan dalam menentukan nilai variabel suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada. Keterbatasan-keterbatasan-keterbatasan tersebut meliputi input atau faktor-faktor produksi seperti modal, bahan baku, tenaga kerja, dan mesin yang merupakan input serta ruang dan waktu.

Dalam teknik optimalisasi, suatu upaya untuk memperoleh solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi jarang diperoleh suatu solusi yang terbaik. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai kendala yang bersifat fisik, teknis, dan kendala lainnya yang berada di luar jangkauan pelaku kegiatan dalam perusahaan.

3.1.4 Program Linier

Salah satu teknik optimalisasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala adalah dengan menggunakan teknik linear programming (LP). Metode LP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala dimana semua fungsi baik fungsi tujuan atau kendala merupakan fungsi linier. Pada umumnya program linier yang dirancang digunakan panduan untuk mengalokasikan sumberdaya yang terbatas diantara berbagai berbagai alternatif penggunaan sumberdaya sehingga dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan secara optimal (Siswanto, 2006). Selanjutnya, Suprapto (1988) menjelaskan bahwa agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik LP harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Harus dapat dirumuskan secara matematis

(22)

22 3. Pembatasan-pembatasan hatus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang tidak

linier.

Menurut Siswanto (2006), program linier adalah salah satu teknik

operation research yang paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di dunia. Pada umumnya, metode-metode programasi matematikal dirancang untuk mengalokasikan berbagai sumberdaya yang terbatas diantara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut agar tujuan dicapai atau dioptimalkan. Tujuan yang ditetapkan perusahaan biasanya menyangkut hal yang mengenai maksimisasi laba atau minimisasi biaya. Siswanto (2006) menyatakan bahwa ada tiga unsur utama dalam model LP yaitu variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala.

1. Variabel Keputusan

Variabel keputusan tergantung pada tujuan dari perusahaan. Umumnya ada dua variabel keputusan yang dapat dipilih perusahaan dalam model LP yaitu maksimisasi atau minimisasi. Namun, pada dasarnya dalam merumuskan model, perusahaan hanya dapat menggunakan satu variabel keputusan saja. 2. Fungsi Tujuan

Dalam model LP tujuan yang hendak dicapai harus dirumuskan ke dalam fungsi matematika linier.

3. Fungsi Kendala

Kendala dapat diumpamakan sebagai pembatas terhadap keputusan yang mungkin dibuat. Sama halnya dengan fungsi tujuan, fungsi kendala juga harus dirumuskan ke dalam fungsi matematik linier. Ada tiga macam bentuk kendala dalam pemograman linier, yaitu jumlah maksimum ketersediaan sumberdaya yang dilambangkan dengan tanda lebih kecil sama dengan (≤); jumlah minimum sumberdaya yang harus tersedia (syarat minimum ketersediaan sumberdaya) yang dilambangkan dengan tanda lebih besar sama dengan (≥); dan jumlah yang tepat atau keharusan keberadaan sumberdaya yang dilambangkan dengan notasi sama dengan (=).

Secara umum, model matematis program linier dapat dinyatakan sebagai berikut :

(23)

23 Fungsi tujuan harus memenuhi syarat kendala, sebagai berikut :

a11X1 + a12X2+ …. + a1nXn≤; =; atau ≥ b1

a21X1 + a22X2+ …. + a2nXn≤; =; atau ≥ b2

am1X1 + am2X2+ …. + amnXn≤; =; atau ≥ bm , dan

X1 ≥ 0, X2≥…., Xn≥ 0

Keterangan :

Z = Fungsi tujuan

Cn = Koefisien peubah pengambilan keputusan ke-n dalam fungsi tujuan

Xn =Peubah pengambilan keputusan atau kegiatan ke-n (tingkat kegiatan)

amn = Koefisien teknis dalam kendala ke-m pada aktivitas ke-n

bm = Sumberdaya yang terbatas/konstanta dari kendala ke-m

Setelah permasalahan dirumuskan ke dalam model LP, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil olahan model LP yaitu analisis primal untuk melihat pilihan produksi dan analisis dual untuk melihat penggunaan sumberdaya. Sebelum melakukan analisis terhadap hasil keluaran model linear programming

ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan. Asumsi-asumsi tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Linearitas. Fungsi produksi bersifat linear, tidak ada input yang dapat saling mensubstitusi dan bersifat constant return to scale (Nasendi dan Anwar, 1985).

2. Deterministik. Asumsi ini menghendaki agar setiap aktivitas atau parameter adalah tetap dan dapat diketahui secara pasti (Doll dan Orazem, 1984).

3. Divisibility. Asumsi ini menyatakan bahwa peubah-peubah pengambil keputusan jika diperlukan dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan, yaitu bahwa nilai-nilai tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat) tetapi boleh non integer (Doll dan Orazem, 1984; Nasendi dan Anwar, 1985)

4. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan jika peubah pengambil keputusan berubah, maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan dan juga pada kendalanya (Taha, 1993).

(24)

24 merupakan jumlah dari nilai individu dalam model program linear tersebut (Taha, 1993).

3.1.5 Analisis Primal

Analisis primal digunakan untuk mengetahui dan menentukan kombinasi produksi terbaik yang dapat menghasilkan tujuan dengan keterbatasan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, akan diperoleh berapa jumlah setiap variabel keputusan (Xn) yang akan diproduksi dan dapat memaksimumkan nilai

fungsi tujuan (Z) dengan dihadapkan pada sumberdaya yang ada. Hasil analisis primal berupa kombinasi aktivitas pada tingkat yang optimal ini akan dibandingan dengan tingkat kombinasi aktivitas aktual perusahaan.

3.1.6 Analisis Dual

Analisis dual dilakukan untuk mengetahui penilaian terhadap sumberdaya yang ada dan menilai keputusan proses produksi dengan melihat kekurangan (slack) ataupun kelebihan (surplus) dan nilai dualnya. Nilai dual menunjukkan perubahan yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya berubah sebesar satu satuan. Variabel slack akan berhubungan dengan batasan dan mewakili jumlah kelebihan sisi kanan dari batasan tersebut dibandingkan sisi kiri. Sedangkan, variabel surplus merupakan batasan kelebihan sisi kiri dibandingkan dengan sisi kanan.

Apabila nilai slack atau surplus lebih besar dari nol dan nilai dualnya sama dengan nol, maka sumberdaya tersebut dikategorikan sebagai sumberdaya yang sifatnya berlebih atau tidak menjadi kendala. Sumberdaya tersebut termasuk dalam kendala bukan pembatas, yaitu kendala yang tidak habis dipakai dalam proses produksi serta tidak mempengaruhi fungsi tujuan jika terjadi penambahan sebesar satu satuan. Jika sumberdaya yang nilai dualnya lebih dari nol, maka sumberdaya yang digunakan merupakan sumberdaya yang bersifat langka dan termasuk kendala yang membatasi nilai fungsi tujuan. Sedangkan, apabila nilai

(25)

25 yaitu menunjukkan batas nilai harga tertinggi suatu sumberdaya yang masih memungkinkan bagi perusahaan yang tidak merubah kondisi optimal.

3.1.7 Analisis Sensitivitas

Dalam kegiatan sehari-hari faktor ketidakpastian selalu ada, maka dari itu analisis sensitivitas itu penting. Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana jawaban optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang membangun model. Perubahan yang dapat terjadi adalah perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan koefisien fungsi kendala, perubahan nilai sebelah kanan model, dan adanya tambahan variabel keputusan. Analisis ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pemecahan optimum baru yang memungkinkan sesuai dengan parameter perhitungan tambahan yang minimal.

Dengan kata lain, analisis sensitivitas berguna untuk mengetahui seberapa jauh solusi optimal awal tidak akan berubah jika terjadi perubahan pada harga jual setiap produk, biaya per satuan produk, dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki. Apabila perubahan-perubahan yang terjadi masih dalam selang yang diperbolehkan, maka solusi optimal awal tidak akan berubah.

(26)

26 awal akan berubah apabila perubahan yang terjadi di luar selang perubahan yang diperbolehkan.

3.1.8 Analisis Post Optimal

Analisis post optimal digunakan untuk mempelajari nilai-nilai dari peubah-peubah pengambilan keputusan dalam suatu model matematika jika satu atau beberapa parameter model tersebut berubah, maka akan mengubah kondisi optimal. Dalam persoalan program linier, analisis post optimal menyangkut analisis terhadap nilai-nilai peubah pengambilan keputusan sebagai dampak dari perubahan dalam :

1. Perubahan koefisien fungsi tujuan

2. Perubahan koefisien teknologi input atau output

3. Perubahan ketersediaan sumberdaya atau nilai sebelah kanan model (Right Hand Side/RHS fungsi kendala)

4. Adanya tambahan fungsi kendala baru maupun tambahan peubah pengambilan keputusan.

Analisis post optimal bertujuan untuk memperoleh informasi tentang solusi optimal yang baru dan yang mungkin sesuai dengan perubahan dalam parameter model melalui perhitungan tambahan yang minimal.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(27)

27 Rinadya Yoghurt belum menguasai sistem pemasaran dengan baik sehingga Rinadya Yoghurt mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya. Hal ini dikarenakan jumlah produksi yoghurt yang dihasilkan masih terbatas. Dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki dan adanya persaingan usaha, maka Rinadya Yoghurt menerapkan sistem produksi yoghurt berdasarkan jumlah pesanan (job order). Melalui sistem job order, jumlah produksi yoghurt tergantung dari jumlah pesanan yang belum tentu sesuai dengan kapasitas mesin, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku utama yaitu susu segar, dan bahan baku penolong lainnya.

Sistem job order diduga membuat Rinadya Yoghurt mengalami ketergantungan terhadap jumlah pemesanan produk yoghurt karena penentuan kombinasi produksi ditentukan oleh pihak konsumen yang melakukan pemesanan tanpa melihat ketersediaan sumberdaya serta kapasitas yang dimiliki oleh Rinadya Yoghurt. Dengan memformulasikan model untuk menggambarkan kombinasi produksi dan alokasi sumberdaya pada kondisi aktual dengan menggunakan model linear programming, dapat diketahui kombinasi produksi yoghurt pada kondisi optimal dengan menerapkan sistem job order, pengaruh sistem job order

terhadap alokasi penggunaan sumberdaya untuk memproduksi yoghurt pada kondisi optimal, sumberdaya yang menjadi kendala di Rinadya Yoghurt dalam memproduksi yoghurt, serta pengaruh dari adanya sistem job order dan peningkatan penggunaan seluruh bahan baku susu segar terhadap alokasi sumberdaya dan keuntungan pada Rinadya Yoghurt.

(28)

28 Gambar 3. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Job Order

Jumlah produksi yoghurt masih terbatas Persaingan pasar antar produsen yoghurt yang semakin tinggi

Belum menguasai sistem pemasaran Tujuan Rinadya Yoghurt Maksimisasi Keuntungan

Ketersediaan bahan baku susu segar Ketersediaan bahan baku penolong (susu skim, gula, starter yoghurt, plastik vakum dan plastik es mambo) Ketersediaan jam tenaga kerja langsung

Ketersediaan jam kerja mesin

Optimalisasi Produksi dan Alokasi Sumberdaya (Linear Programming)

Analisis Dual, Sensitivitas, dan Post Optimal

Kondisi Optimal

Rekomendasi

(29)

29

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rinadya Yoghurt yang berlokasi di Bukit Asri Ciomas Blok A5 No. 9, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive, dengan mempertimbangkan bahwa daerah Jawa Barat merupakan salah satu daerah sentra produksi susu segar dan susu olahan di Indonesia. Rinadya Yoghurt dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu usaha pengolahan susu segar menjadi yoghurt berskala industri rumah tangga di daerah Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Mei-Juni 2011.

4.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara, diskusi langsung, dan pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik penelitian sebagai informasi pendukung dengan pihak Rinadya Yoghurt. Selain itu, data primer juga diperoleh dari observasi (pengamatan) kegiatan karyawan serta partisipasi langsung di lapangan.

(30)

30 4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2011. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu dengan melakukan wawancara kepada pemilik dan pengurus Rinadya Yoghurt, serta browsing internet. Selain itu, pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung semua proses yang terdapat dalam produksi dan terlibat langsung dalam proses produksi. Dalam penelitian ini, data-data yang dibutuhkan dalam optimalisasi produksi yoghurt meliputi :

1. Data tentang gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi sejarah dan perkembangannya dan struktur organisasi dan manajemen.

2. Data terkait dengan produksi baik proses maupun jumlah produksi aktual dan penjualan yoghurt kemasan plastik pouch (plastik vakum) ukuran 500 ml dan yoghurt es mambo ukuran 40 ml selama enam bulan terakhir.

3. Data kebutuhan bahan baku dan bahan penolong untuk memproduksi yoghurt kemasan plastik pouch (plastik vakum) ukuran 500 ml dan yoghurt es mambo ukuran 40 ml selama enam bulan terakhir.

4. Data biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong periode enam bulan terakhir.

5. Data penjadwalan produksi yoghurt kemasan plastik pouch (plastik vakum) ukuran 500 ml dan yoghurt es mambo ukuran 40 ml selama enam bulan terakhir.

6. Data penggunaan jam tenaga kerja langsung beserta nilainya selama enam bulan terakhir.

7. Data penggunaan jam kerja mesin pengolah yoghurt kemasan plastik pouch

(plastik vakum) ukuran 500 ml dan yoghurt es mambo ukuran 40 ml selama enam bulan terakhir.

8. Data permintaan distributor melalui sistem job order selama enam bulan terakhir.

4.4 Metode Pengolahan Data

(31)

31 juga digunakan untuk mendeskripsikan alokasi sumberdaya yang dilakukan oleh Rinadya Yoghurt dalam kegiatan produksi yoghurt. Sedangkan, pengolahan data secara kuantitatif yaitu data diperoleh secara manual kemudian ditabulasikan menurut aktivitas-aktivitas dan dirumuskan dalam program linier. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan linear programming. Pengolahan tersebut dibantu dengan menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer) dan Microsoft excel. Software LINDO merupakan salah satu software yang dapat membantu memecahkan dan menghasilkan solusi optimal untuk program linear.

4.5 Perumusan Model Program Linier

Langkah-langkah formulasi model program linier untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal diawali dengan menentukan variabel keputusan, kemudian dilanjutkan dengan menentukan fungsi tujuan dan kendala. Data keuntungan Rinadya Yoghurt, nilai koefisien, dan ketersediaan sumberdaya ditabulasikan dalam bentuk tabel berdasarkan aktivitas lalu disusun suatu persamaan sebagai fungsi tujuan dan kendala.

4.5.1 Penentuan Variabel Keputusan

(32)

32 Tabel 8. Matriks Variabel Aktivitas Produksi Yoghurt pada Rinadya Yoghurt

Periode Bulan November 2010 - April 2011

Tahun Bulan Jenis Yoghurt

Yoghurt Plastik Stroberi

Yoghurt Plastik Leci

Yoghurt Es Mambo

2010 November X11 X21 X31

Desember X12 X22 X32

2011 Januari X13 X23 X33

Februari X14 X24 X34

Maret X15 X25 X35

April X16 X26 X36

4.5.2 Penentuan Fungsi Tujuan

Tujuan utama dari optimalisasi produksi yang dilakukan oleh Rinadya Yoghurt adalah untuk memaksimalkan keuntungan. Keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan memaksimumkan laba yang diperoleh perusahaan atau dengan meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses produksi yang dilakukan. Fungsi tujuan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah maksimisasi keuntungan. Keuntungan yang akan dimaksimalkan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Dalam penelitian ini, keuntungan perusahaan diperoleh dengan menghitung selisih antara pendapatan yang diperoleh dari penjualan tiap liter produk dengan biaya produksi yang diperlukan untuk memproduksi satu satuan dari masing-masing produk yang dihasilkan.

Maksimum Z = Z = Dimana :

Z = Keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp)

TRij = Kontribusi penerimaan per satuan yang dihasilkan dari produk ke-i pada

bulan ke-j (Rp/plastik)

TCij = Kontribusi biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk yoghurt

(33)

33 Aij = Kontribusi keuntungan per satuan yang dihasilkan dari produk ke-i pada

bulan ke-j (Rp/plastik)

Xij = Jumlah aktivitas produksi dari produk ke-i pada bulan ke-j

i = Jenis produk yoghurt yang dihasilkan (liter). Dimana 1 = yoghurt plastik stroberi, 2 = yoghurt plastik leci, dan 3 = yoghurt es mambo.

j = Periode produksi selama enam bulan (bulan). Dimana 1 dimulai pada bulan November 2010 dan 6 diakhiri dengan bulan April 2011.

4.5.3 Penentuan Fungsi Kendala

Fungsi kendala menunjukkan hubungan linear dari variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya dan dapat membatasi fungsi tujuan. Kendala-kendala ini ditetapkan berdasarkan hal-hal yang berkaitan langsung dengan produksi yoghurt di Rinadya Yoghurt. Kendala yang dihadapi meliputi kendala bahan baku susu segar, kendala bahan baku penolong, kendala jam kerja mesin, kendala jam tenaga kerja langsung, dan kendala sistem job order.

a. Kendala Ketersediaan Bahan Baku Susu Segar

Bahan baku utama pembuatan yoghurt adalah susu segar, sehingga dalam pengelolaan susu sangat dibutuhkan. Persamaan linear fungsi kendala ini adalah :

Dimana, Bij = Koefisien penggunaan susu segar untuk aktivitas ke-i pada bulan

ke-j (liter/bulan).

bj = Ketersediaan bahan baku susu segar pada bulan ke-j (liter/bulan)

selama enam bulan.

b. Kendala Ketersediaan Bahan Baku Penolong 1. Kendala ketersediaan susu skim

(34)

34 aktivitas ke-i pada bulan ke-j (kg/bulan).

cj = Ketersediaan bahan bahan penolong susu skim pada

bulan ke-j (kg/bulan) selama enam bulan. 2. Kendala ketersediaan gula

Dimana, Dij = Koefisien penggunaan bahan penolong gula untuk

aktivitas ke-i pada bulan ke-j (kg/bulan).

dj = Ketersediaan bahan bahan penolong gula pada bulan ke-j

(kg/bulan) selama enam bulan. 3. Kendala ketersediaan starter yoghurt

Dimana, Eij = Koefisien penggunaan bahan penolong starter yoghurt

untuk aktivitas ke-i pada bulan ke-j (liter/bulan).

ej = Ketersediaan bahan bahan penolong starter yoghurt pada

bulan ke-j (liter/bulan) selama enam bulan. 4. Kendala ketersediaan plastik vakum

Dimana, Fij = Koefisien penggunaan bahan penolong plastik vakum

untuk aktivitas ke-i pada bulan ke-j (lembar/bulan). fj = Ketersediaan bahan bahan penolong platik vakum pada

bulan ke-j (lembar/bulan) selama enam bulan. 5. Kendala ketersediaan plastik es mambo

Dimana, Gij = Koefisien penggunaan bahan penolong plastik es mambo

untuk aktivitas ke-i pada bulan ke-j (lembar/bulan). gj = Ketersediaan bahan bahan penolong platik es mambo

(35)

35 c. Kendala Ketersediaan Jam Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh Rinadya Yoghurt untuk melaksanakan kegiatan produksi pengolahan susu menjadi yoghurt. Persamaan linear fungsi kendala ini adalah :

Dimana, Hij = Koefisien penggunaan tenaga kerja langsung untuk aktivitas ke-i

pada bulan ke-j (jam/satuan produk/bulan).

hj = Ketersediaan jam tenaga kerja langsung pada bulan ke-j (jam)

selama enam bulan.

d. Kendala Ketersediaan Jam Kerja Mesin

Mesin merupakan alat untuk mengolah susu menjadi yoghurt, sehingga mesin sangat dibutuhkan. Persamaan linear fungsi kendala ini adalah :

Dimana, Kij = Koefisien penggunaan jam kerja mesin pengolah yoghurt untuk

aktivitas ke-i pada bulan ke-j (jam/satuan produk/bulan). kj = Ketersediaan jam tenaga kerja mesin pengolah yoghurt pada

bulan ke-j (jam) selama enam bulan.

e. Kendala Sistem Job Order

(36)

36 Dimana, Lj = Ketersediaan jumlah job order pada bulan ke-j selama enam bulan.

4.6Metode Analisis Data

Proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data-data yang berkenaan dengan pengolahan yoghurt. Data-data yang telah dikumpulkan dan diolah akan menunjukkan kondisi optimal dari masalah yang sedang dicarikan solusinya. Kemudian, dianalisis lebih lanjut agar dapat diinterprestasikan secara lebih jelas.

Tahap analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui perkembangan keuntungan dari penjualan yoghurt selama periode amatan, perkembangan ketersediaan sumberdaya untuk memproduksi yoghurt selama periode amatan, analisis penggunaan sumberdaya yang digunakan untuk produksi yoghurt, analisis sumberdaya yang menjadi kendala bagi Rinadya Yoghurt, serta analisis pengaruh dari dampak penerapan sistem job order dan peningkatan penggunaan bahan baku susu segar terhadap alokasi sumberdaya serta keuntungan Rinadya Yoghurt.

4.6.1 Analisis Primal

(37)

37 4.6.2 Analisis Dual

Analisis dual dilakukan untuk mengetahui nilai terhadap status atau penggunaan sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi yoghurt es mambo dan yoghurt kemasan plastik pouch di Rinadya Yoghurt selama enam bulan terakhir. Dengan mengetahui nilai slack atau surplus dan nilai dualnya, perubahan yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya yang digunakan berubah sebesar satu satuan. Sumberdaya yang akan menjadi amatan dalam analisis dual

adalah bahan baku susu segar, bahan baku penolong (susu skim, gula, starter yoghurt, plastik vakum, dan plastik es mambo), tenaga kerja langsung, jam kerja mesin pengolah yoghurt, serta kendala permintaan pasar yang digambarkan melalui pesanan distributor atau sistem job order.

Apabila nilai slack atau surplus lebih besar dari nol dan nilai dualnya sama dengan nol, maka sumberdaya tersebut dikategorikan sebagai sumberdaya yang sifatnya berlebih atau tidak menjadi kendala. Sumberdaya tersebut termasuk dalam kendala bukan pembatas, yaitu kendala yang tidak habis dipakai dalam proses produksi serta tidak mempengaruhi fungsi tujuan jika terjadi penambahan sebesar satu satuan. Jika sumberdaya yang nilai dualnya lebih dari nol, maka sumberdaya yang digunakan merupakan sumberdaya yang bersifat langka dan termasuk kendala yang membatasi nilai fungsi tujuan. Sedangkan, apabila nilai

slack atau surplus dan nilai dualnya sama dengan nol maka artinya penambahan atau pengurangan sumberdaya tidak akan berpengaruh terhadap nilai solusi optimalnya. Nilai dual dapat dilihat dari nilai harga bayangan (shadow price) yaitu menunjukkan batas nilai harga tertinggi suatu sumberdaya yang masih memungkinkan bagi perusahaan yang tidak merubah kondisi optimal.

4.6.3 Analisis Sensitivitas

(38)

38 pemecahan optimum. Oleh karena itu, analisis tersebut terdiri dari dua bagian yaitu selang perubahan terhadap koefisien tujuan dan selang perubahan yang terjadi pada nilai sebelah kanan kendala. Pada penelitian ini analisis sensitivitas digunakan untuk melihat batas perubahan susu segar, bahan penolong seperti susu skim, gula, starter yoghurt, plastik vakum, dan plastik es mambo, jam tenaga kerja langsung, jam kerja mesin pengolah yoghurt, serta permintaan pasar yang digambarkan melalui pesanan distributor (job order) tanpa merubah kondisi optimalnya.

4.6.4 Analisis Post Optimal

Tujuan dari analisis post optimal ini adalah untuk mencari kesalahan dan kelemahan dari model yang telah dibuat atau dapat pula digunakan untuk menentukan penduga-penduga penting yang dapat mempengaruhi solusi optimal awal. Analisis post optimal dilakukan untuk mengetahui nilai-nilai dari peubah-peubah pengambilan keputusan dalam suatu model jika terdapat perubahan parameter yang membentuk model. Selain itu, analisis ini dapat melihat bagaimana dampak yang terjadi jika ada perubahan di luar selang sensitivitas solusi optimal awal. Analisis ini dilakukan jika terdapat penambahan atau pengurangan variabel keputusan, penambahan atau pengurangan fungsi kendala, dan terjadinya perubahan koefisien pada setiap fungsi.

(39)

39

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Rinadya Yoghurt

Rinadya Yoghurt merupakan usaha rumahtangga yang bergerak dalam bidang pengolahan susu segar yaitu memproduksi yoghurt. Usaha ini berdiri sejak bulan Januari 2008. Usaha ini didirikan oleh Bapak Dandan Subiandanu bersama istrinya Ibu Lucy Ekayanti. Rinadya Yoghurt diambil dari gabungan keempat nama putera dan puteri mereka yaitu Nabila Pratami, Raudya Puteri, Nasywa Nazifah, dan Muhammad Riandya.

Pada perkembangannya, pendirian usaha ini dilatarbelakangi oleh keahlian pemilik dalam melihat peluang terhadap permintaan yoghurt yang semakin meningkat dan digemari masyarakat, terutama masyarakat yang mengerti khasiat dari yoghurt. Selain itu, produk yoghurt termasuk barang yang bersifat fast moving atau cepat laku dan prospek usaha yoghurt ini sangat bagus ke depannya.

Rinadya Yoghurt memulai usahanya dengan investasi awal sebesar Rp 5.000.000,-. Investasi ini terdiri dari mesin freezer, panci stainless steel,

thermometer, plastik vakum, plastik es mambo, mesin cup sealer, dan mesin

sealer plastik biasa. Untuk membeli bahan bakunya, Ibu Lucy hanya mengeluarkan modal awal yang terbilang kecil yaitu Rp 200.000,- untuk membeli susu segar, gula, susu skim, dan pasta aneka rasa buah.

Pada awal merintis usaha, Rinadya Yoghurt mengemas yoghurt dalam kemasan botol plastik dan pemasaran yoghurt dilakukan melalui penjualan dari rumah ke rumah dan warung di sekitar komplek perumahan. Namun, karena permintaan yang terus meningkat, kemasan botol plastik dirubah menjadi ke dalam kemasan plastik pouch (plastik vakum) dengan ukuran 500 ml hingga 1 liter. Saat ini pemasaran dan promosi sudah dilakukan melalui media internet dengan menggunakan website. Adanya promosi yoghurt yang dilakukan melalui

website, meningkatkan penjualan dan permintaan akan yoghurt. Kapasitas produksi Rinadya Yoghurt mencapai 40 hingga 50 liter per hari. Wilayah pemasarannya tidak hanya di daerah sekitar Bogor, tetapi sudah menyebar hingga wilayah Jakarta dan Bekasi.

(40)

40 aneka rasa yang akan dipesan. Hal ini juga dapat menekan tingkat kerugian karena stok yoghurt yang hanya tahan selama satu minggu untuk kemasan plastik pouch

(plastik vakum) dan satu bulan untuk kemasan plastik es mambo. Selain itu, Rinadya Yoghurt juga memberikan pelayanan pesan antar (delivery service) secara gratis hanya untuk kawasan sekitar Bogor.

Rinadya Yoghurt sampai saat ini belum memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor maupun sertifikasi halal dan izin dari Departemen Kesehatan. Hal ini dikarenakan masih minimnya modal yang dimiliki oleh pihak Rinadya Yoghurt untuk mengurus perizinan. Meskipun belum memiliki SIUP maupun izin dari dinas keamanan pangan terkait, Rinadya Yoghurt telah memiliki Surat Keterangan Usaha (SKU) yang dikeluarkan oleh Kecamatan Ciomas dimana daerah tempat pemilik usaha ini tinggal. Surat keterangan inilah yang meyakinkan konsumen bahwa usaha ini adalah legal.

5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Rinadya Yoghurt

Rinadya Yoghurt belum memiliki pernyataan tertulis mengenai visi, misi, dan tujuan perusahaan. Untuk bersaing dalam industri pengolahan, Rinadya Yoghurt harus memiliki arahan yang jelas dalam memasarkan usahanya. Namun, ketiga hal tersebut secara umum sudah tersirat di dalam wawancara dengan pemilik perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Rinadya Yoghurt, pernyataan mengenai visi, misi, dan tujuan perusahaan tersirat pada

positioning yang diberikan pada produk yoghurt. Positioning pada produk Rinadya Yoghurt adalah menawarkan solusi kesehatan dengan minuman yoghurt tanpa campuran bahan pengawet atau penstabil, karena mengutamakan faedah untuk minuman kesehatan keluarga. Sehingga dapat dinyatakan bahwa visi Rinadya Yoghurt adalah menjadi industri penghasil yoghurt yang memiliki kualitas terbaik yang dapat mewujudkan peningkatan kesehatan masyarakat.

(41)

41 menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitar.

5.3 Lokasi Rinadya Yoghurt

Usaha rumah tangga Rinadya Yoghurt terletak di Perumahan Bukit Asri blok A5 No. 9, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Lokasi ini merupakan tempat tinggal pemilik usaha dan keluarga sekaligus dijadikan sebagai tempat produksi yoghurt. Tempat usaha ini memiliki luas sebesar 40 m2. Lokasi ini memiliki letak yang strategis, karena terletak di sekitar komplek perumahan dan tidak jauh dari kota dan daerah pemasarannya.

5.4 Struktur Organisasi Rinadya Yoghurt

(42)

42 Gambar 4. Struktur Organisasi Rinadya Yoghurt

Sumber: Rinadya Yoghurt, 2011

Pemilik dalam usaha Rinadya Yoghurt adalah Bapak Dandan Subiandanu selaku pengelola utama yang bertanggung jawab terhadap setiap keputusan yang diambil dan berwenang untuk menetapkan kebijakan seluruh aktivitas usaha mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan pemasok bahan baku, proses produksi, pemasaran produk, dan pengelolaan keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Pemilik dan karyawan mempunyai hubungan kekeluargaan yang harmonis.

Dalam pengadaan bahan baku biasanya dilakukan oleh Bapak Dandan bersama dengan istrinya yaitu Ibu Lucy. Pada bagian pemasaran dilakukan juga oleh pemilik. Pemilik bertugas memasarkan yoghurt ke konsumen, sedangkan pada bagian produksi dikerjakan oleh istrinya bersama dengan dua orang karyawannya. Selain itu, Ibu lucy juga bertanggung jawab mengelola keuangan perusahaan dan memberikan masukan kepada pemilik sebelum memutuskan sesuatu. Adanya keterbatasan tenaga kerja dan belum adanya pembagian tugas yang jelas, hal ini menyebabkan adanya tugas dan tanggung jawab yang tumpang tindih pada pekerja.

5.4.1 Jam Kerja Produksi

Rinadya Yoghurt beroperasi setiap hari Senin hingga Sabtu dengan jam kerja dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pertama mulai pada pukul 08.00 WIB

Pemilik Perusahaan

Karyawan Karyawan

Bagian Pemasaran Bagian

Produksi Bagian Pengadaan

(43)

43 hingga pukul 12.00 WIB dan shift kedua dimulai pada pukul 16.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB. Untuk tenaga kerja harian umumnya bekerja pada shift pertama, karena hanya bertugas pada proses pengemasan produk. Sedangkan pada shift kedua dikerjakan oleh pemilik yang bertugas dalam proses produksi.

5.4.2 Sistem Upah

Sistem pemberian upah didasarkan atas jumlah hari kerja tenaga kerja atau berapa kali tenaga kerja melakukan pekerjaan produksinya selama satu bulan dengan tingkat upah yang disesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bogor. Pembayaran upah dilakukan sebulan sekali. Jika ada pekerjaan tambahan atau ada order tambahan maka tenaga kerja akan diberikan bonus atau insentif. Jumlah tenaga kerja upahan disesuaikan dengan banyaknya order yang diterima dari pelanggan.

5.5 Kegiatan Produksi Perusahaan

Kegiatan produksi Rinadya Yoghurt menghasilkan produk yoghurt. Kegiatan produksi dimulai dengan pengadaan bahan baku utama berupa susu segar dan bahan baku penolong yang kemudian diproduksi dengan menggunakan mesin pengolah yoghurt sampai menghasilkan produk yoghurt. Produk yang dijual oleh Rinadya Yoghurt adalah produk yoghurt kemasan plastik pouch

ukuran 500 ml dan produk yoghurt es mambo. Untuk memproduksi yoghurt tersebut ada beberapa proses produksi yang dilakukan perusahaan. Proses produksi yoghurt yang baik dan layak konsumsi memerlukan persyaratan kesterilan alat-alat dan lingkungan tempat kerja. Pada proses pengolahan yoghurt, Rinadya Yoghurt menggunakan masker dan lilin sebagai pemanas untuk menghindari kontaminasi bakteri dari lingkungan. Rinadya Yoghurt sangat mengutamakan kebersihan untuk menjaga kualitas yoghurt. Kualitas yoghurt yang baik, rasa yang enak, kandungan gizi yang tinggi, dan tidak menggunakan bahan pengawet merupakan kekuatan bagi perusahaan untuk mempertahankan pelanggannya.

(44)

44 1. Penyaringan dan pencampuran bahan baku

Saring susu segar ke dalam panci stainless untuk kemudian dicampurkan dengan susu skim dan gula.

2. Pemanasan

Campuran susu segar, susu skim, dan gula tersebut kemudian dipanaskan pada kompor dengan api kecil dan diaduk hingga mencapai suhu 90 C (sekitar 30 menit). Pemanasan ini diperlukan untuk membunuh mikroba yang terdapat pada susu.

3. Pendinginan

Setelah selesai dipanaskan, proses selanjutnya adalah pendinginan untuk menurunkan suhu. Penurunan suhu dapat dipercepat dengan menyimpan panci

stainless pada ember yang berisi air. 4. Pencampuran Bakteri

Siapkan dua nyala api untuk proses pencampuran bakteri agar tidak ada bakteri di lingkungan sekitar. Pencampuran bakteri Streptococcus Thermopillus

dan Lactobacillus Bulgaricus dilakukan saat suhunya sudah turun. Kemudian, diaduk dan ditutup rapat sehingga akan terjadi proses fermentasi dengan sendirinya. Proses fermentasi terjadi selama 12 jam hingga susu menjadi menggumpal.

5. Pengemasan

Setelah didiamkan selama 12 jam, yoghurt diaduk dan disaring agar yoghurt lebih lembut, yoghurt seperti ini dinamakan yoghurt plain dan siap untuk dikemas. Namun, dapat pula ditambahkan berbagai aneka rasa dari pasta buah dan siap untuk dikemas.

6. Pendinginan

(45)

45 Gambar 5. Proses Pengolahan Yoghurt pada Rinadya Yoghurt

Sumber: Rinadya Yoghurt (2011)

5.5.1 Penggunaan Bahan Baku Utama

Bahan baku utama untuk pembuatan yoghurt adalah susu sapi segar. Pemilihan susu yang digunakan adalah susu yang segar yaitu susu yang baru saja diperah. Hal ini dikarenakan untuk menjaga produk yoghurt agar tetap berkualitas. Bahan baku susu sapi segar ini diperoleh dari peternakan sapi perah yang berada di daerah Kebon Pedes Bogor. Dalam memperoleh susu segar, Rinadya Yoghurt tidak mengalami kesulitan, karena peternakan sapi perah di daerah Kebon Pedes Bogor merupakan daerah yang memiliki jumlah peternak sapi perah yang cukup banyak sehingga keberadaan bahan baku selalu ada. Harga susu segar dari peternak yang dijual kepada Rinadya Yoghurt adalah Rp 5.000,- per liter.

5.5.2 Penggunaan Bahan Baku Penolong

Penggunaan bahan baku penolong seperti bakteri penghasil asam laktat yaitu bakteri Streptococcus Thermopillus dan Lactobacillus Bulgaricus menjadi kunci fermentasi dari susu menjadi yoghurt. Kedua bakteri ini diperoleh dari Balai Penelitian Pasca Panen IPB yang terletak di Cimanggu Bogor dengan harga Rp 25.000,- per liter. Kedua bakteri ini dapat diturunkan dan digunakan sebanyak lima kali dalam proses pembuatan yoghurt. Bahan baku penolong lainnya seperti gula, susu skim, dan plastik dapat diperoleh dari toko-toko langganan di pasar.

Penyaringan Pencampuran

Bahan Baku

Pemanasan

Pendinginan (Penurunan Suhu)

Pencampuran Bakteri Proses Fermentasi

(Yoghurt) Pengemasan

Pendingan dalam

(46)

46

VI. ANALISIS ALOKASI SUMBERDAYA DAN PRODUKSI

Analisis alokasi sumberdaya dan produksi yoghurt pada penelitian ini dilakukan melalui pendekatan optimalisasi produksi yoghurt dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan yang diterima oleh Rinadya Yoghurt dari penjualan ketiga jenis yoghurt yaitu kemasan yoghurt es mambo dan yoghurt drink kemasan plastik pouch rasa stroberi dan leci yang dihasilkan oleh Rinadya Yoghurt selama periode enam bulan. Optimalisasi produksi didasarkan pada metode penelitian yang didahului dengan penentuan fungsi tujuan dilanjutkan dengan penentuan fungsi kendala. Penentuan variabel keputusan yang terbentuk pada model persamaan linear terdiri dari 18 variabel. Jumlah variabel keputusan tersebut didasarkan pada tiga jenis produk yang akan dioptimalkan yaitu yoghurt plastik stroberi, yoghurt plastik leci, dan yoghurt es mambo selama periode analisis yaitu enam bulan.

6.1 Penentuan Fungsi Tujuan

Gambar

Tabel 6. Industri Pengolahan Yoghurt dan Susu Fermentasi Probiotik Indonesia Tahun 2009
Gambar 1. Sistem Produksi sebagai Proses Transformasi atau Konversi
Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi dan Garis Isorevenue
Gambar 3. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

4 Dari hasil wawancara tersebut juga diketahui bahwa ternyata mahasiswa dengan modalitas belajar kinestetik bisa mengikuti perkuliahan yang menggunakan film sejarah

Dipilih tanggal selesai berlaku akreditasi Akreditasi Kategori akreditasi yang sudah diraih Dipilih salah satu dari pilihan yang ada Lembaga Akreditasi Nama lembaga yang

Diketahui bahwa perubahan fisik habitat yang terjadi seperti pada lahan mangrove di Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh akibat aktifitas masyarakat tentunya akan

[r]

Penggunaan ruang dalam pada rumah panggung masyarakat Suku Dayak Kenyah setelah melepaskan diri dari lamin, terbagi berdasarkan ke empat penjuru mata angin, dan letak rumah

Dan dengan dibuatnya program aplikasi sistem informasi penggolongan ini, maka penyimpanan data akan lebih aman dan juga dapat menyimpan data yang lebih banyak serta memudahkan dalam

Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis keragaan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Air Hitam, (2) Mengukur tingkat penerapan

Apabila penggabungan badan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan pooling of interest , maka jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan