• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi biskuit dengan tepung komposit berbasis labu kuning (Curcubita moschata) sebagai alternatif makanan pendamping ASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi biskuit dengan tepung komposit berbasis labu kuning (Curcubita moschata) sebagai alternatif makanan pendamping ASI"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: TRI SUNDARI

I14052816

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

Masa bayi dan anak-anak merupakan masa yang paling penting dalam perkembangan manusia. Selama periode 2 tahun pertama dicirikan dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik dan sosial yang sangat cepat yang dipengaruhi oleh asupan makanan dan gizinya. MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Salah satu bahan lokal

yang populer di masyarakat adalah labu kuning yang tinggi kandungan β -karoten. Pisang mengandung energinya cukup tinggi dan pemenuhan kebutuhan protein bayi diperlukan bahan pangan bersumber protein, salah satunya adalah kacang hijau. Kombinasi dari labu kuning, pisang, dan kacang hijau jika diformulasikan akan memberikan produk dengan zat gizi lengkap. Berdasarkan hal tersebut tepung komposit menjadi potensi untuk dikembangkan sebagai bahan substitusi MP-ASI dalam pembuatan biskuit.

Tepung komposit terdiri dari 60% tepung labu kuning, 25% tepung kacang hijau dan 15% tepung pisang. Bahan baku tepung mengalami perlakuan untuk pengurangan oligosakarida dengan beberapa cara yaitu perendaman kultur

enzim α-galaktosidase 108CFU/ml selama 18 jam pada labu kuning, perendaman dengan natrium metabisulfit 150 ppm selama 5 menit pada pisang dan perendaman dengan air bersih selama 6 jam pada kacang hijau.

Formulasi biskuit dilakukan dengan membuat perbandingan bahan dasar penyusunan antara tepung komposit, pati garut, margarin, susu dan telur. Rancangan metode formulasi menggunakan rancangan Response Surface Methodology mixture design D-optimal yang menggunakan software Design Expert 7.0 trial (DX 7 trial). Kisaran komponen dikonversi berdasarkan berat total formula biskuit (100%), kisaran komponen yang digunakan adalah tepung komposit 20-23%, pati garut 30-33%, margarin 10-12.5%, susu 12-14%, gula 5-7.5 % dan telur 20%. D-optimal menghasilkan 25 formula dalam percobaan. Hasil 25 formula dimasukkan ke dalam syarat MP-ASI menghasilkan 10 formula.

Pembuatan 10 formula biskuit kemudian diuji sifat fisik dan organoleptik untuk mendapatkan formula terbaik dengan kontrol biskuit MP-ASI Depkes. Sifat fisik yang diuji adalah densitas kamba, kekerasan, uji seduh dan waktu rehidrasi. Sifat organoletik yang diuji adalah kemudahan biskuit melarut dalam mulut, kerenyahan biskuit di mulut, kemudahan biskuit ditelan dan kehalusan biskuit dalam mulut. Hasil dari kedua uji ini didapatkan satu formula biskuit terbaik (F10) dengan kandungan 20% tepung komposit dan 30% pati garut.

(4)

Oleh: TRI SUNDARI

I14052816

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Disetujui :

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Prof.Dr. Ir. Faisal Anwar, MS Dr. Ir. Roswita Sunarlim, MS NIP.19520413.198703.1001 NIP. 19460918.197602.2001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Ir. Budi Setiawan, MS,. Ph.D NIP. 19621218.198703.1001

(6)

Ernawati. Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar yang diselesaikan di SD Muhammadiyah 2 Pontianak. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan di SLTP Negeri 3 Pontianak dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan di SMAN 1 Pontianak. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2006/2007, 2007/2008, dan 2009/2010. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) IPB.

Selama studi di Institut Pertanian Bogor penulis bergabung dalam keanggotaan DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) TPB IPB periode 2005/2006, periode 2006/2007 sebagai perintis kelembagaan FEMA dan DPM FEMA, periode 2007/2008 sebagai Bendahara DPM FEMA dan anggota FORSIA (Forum Silaturahim Islam FEMA). Penulis juga pernah terlibat dalam Kepanitiaan Open House 43 dan MPKMB 43 tahun 2006, MPF (Masa Perkenalan Fakultas)

dan MPD (Masa Perkenalan Departemen) tahun 2007, panitia Seminar Gizi 42 ” FRESH” tahun 2008 dan kepanitiaan lainnya. Selain itu penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Depok dan Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok serta internship bidang Dietetika di RSUD R. Syamsudin, Sukabumi.

Penulis menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat dengan melakukan penelitian yang berjudul

(7)

dengan Tepung Komposit Berbasis Labu Kuning (Cucurbita moschata) sebagai

Makanan Pendamping ASI” dapat terselesaikan. Shalawat serta salam selalu

tercurah kepada Rasulullah SAW juga atas keluarga, sahabat dan umatnya yang senantiasa tetap istiqomah hingga tibanya hari perhitungan kelak.

Skripsi ini merupakan bagian yang paling manis untuk dikenang karena merupakan akhir dari perjalanan panjang dan penuh tantangan sejak mengikuti perkuliahan, penulisan proposal, pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan. Banyak hal yang penulis dapatkan dan pelajari untuk bekal hidup penulis di kemudian hari. Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Ismuntiono dan Ernawati selaku orang tua yang tak henti-hentinya memberikan doa, mendidik, dan kasih sayang yang tiada tara.

2. Prof. Dr. Ir Faisal Anwar,MS dan Dr. Ir. Roswita Sunarlim, MS selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Tim penelitian labu kuning di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Bogor tahun 2009 ( Bu Leni, Bu Sri, Pak Abu) 4. Teman- teman penelitian labu kuning (Sri, Huri, Rino) atas semangat dan

kerja samanya.

5. Teknisi baik yang berada di Lab Balai, Lab Gizi maupun di LIPI atas bantuan untuk kemudahan penelitian ini.

6. Kakak dan adikku tercinta (Mas Guntur, Mas Tio, Anggun) terima kasih doa dan dukungannya.

7. Para sahabatku FEMA atas doa dan dukungannya (Nisa, Diah, Kiki, Heni, Vivi, Riri) terutama teman GIZI 42 atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

8. Para imeh dan rangers (Ulfa, Fefin, Dinar, Sari, Nisa, Dude, Lily, Sima, Fuji, Listiana, Lisma, Ami, Eka, Ayiz) atas doa dan dukungannya.

(8)

10. Nafisa dan WAD crew (Endang, Puspa, Rahmi, Meita, Indra, Sarah,

Henti, Eka, Trisna, Rani, Ma‟cik, „Aliim, Nunu, Mb Nyit) atas doa,

dukungan dan bantuannya.

11. Adik-adik keluarga dakwahku (Age, Danis, Eka, Fitri, Kokom, Niswa, Fina, Risma, Yuni, Ana, Kokom, Leni, Syahida, Yani, Novi, Nur, Marni, Khusnul, Mentari, Rahma, dan Sarifah) atas doa, dukungan dan semangatnya. 12. Para ikhwah 41, 42, 43, 44, 45, 46 dan 47 sehingga banyak mendapatkan

kemudahan dalam menjalankan semua amanah ini, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda atas bantuan, doa dan kerjasamanya selama ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi peningkatan gizi pada anak- anak Indonesia. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk berperan serta dalam peningkatan kualitas gizi di Indonesia.

Bogor, Maret 2011

(9)

Halaman

Persyaratan Fisik Makanan Pendamping ASI ... 5

Kecukupan Gizi ... 6

Response Surface Methodology (RSM) ... 15

Optimasi ... 16

Formulasi Tepung Komposit ... 21

Formulasi Biskuit ... 22

Formulasi Biskuit Terpilih ... 25

(10)

Sifat Organoleptik Biskuit ... 34

Pertimbangan Formula Biskuit Terpilih ... 35

Kandungan Gizi Biskuit ... 36

Daya Cerna Pati dan Protein Biskuit ... 38

Daya Cerna Pati ... 38

Daya Cerna Protein ... 39

Sifat Mikrobiologi Biskuit ... 39

Salmonella sp ... 40

Staphylococcus aureus ... 40

E. coli ... 40

Penentuan Takaran Saji ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Persyaratan Biskuit MP-ASI menurut SK Menkes 2007 ... 5

2 AKG rata- rata per hari yang dianjurkan untuk anak umur 6-36 bulan ... 6

3 Komposisi dan kandungan zat gizi labu kuning (per 100 g) ... 8

4 Komposisi dan kandungan zat gizi kacang hijau (per 100 g) ... 9

5 Komposisi asam amino kacang hijau (per 100 g) ... 10

6 Kandungan zat gizi dalam 100 g daging pisang raja buluh ... 12

7 Kisaran konsentrasi masing-masing komponen penyusun biskuit... 23

8 Formula biskuit MP-ASI dengan tepung komposit ... 24

9 Kandungan zat gizi dan daya cerna tepung komposit ... 28

10 Kandungan zat gizi pati garut ... 29

11 Kandungan zat gizi bahan penyusun biskuit ... 30

12 Formula biskuit yang memenuhi standar MP-ASI (per 100 g) ... 30

13 Komposisi bahan penyusun biskuit yang memenuhi syarat MP-ASI ... 31

14 Hasil pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit ... 34

15 Hasil pengujian indrawi biskuit dengan tepung komposit ... 35

16 Kandungan zat gizi biskuit (per 100 gram) ... 37

17 Hasil pengujian sifat biologi biskuit dengan tepung komposit ... 38

18 Hasil pengujian sifat mikrobiologi biskuit dengan tepung komposit ... 40

(12)

Halaman

1 Diagram alir pembuatan tepung labu kuning ... 19

2 Diagram alir pembuatan tepung pisang ... 20

3 Diagram alir pembuatan tepung kacang hijau ... 21

4 Diagram alir formulasi tepung komposit ... 22

5 Diagram alir pembuatan biskuit dengan tepung komposit ... 25

6 Diagram alir formulasi biskuit ... 26

(13)

Halaman

1 Lembar penilaian indrawi biskuit MP-ASI ... 47

2 Transformasi penilaian uji indrawi ... 48

3 Prosedur pengujian sifat fisik ... 49

4 Prosedur pengujian sifat kimia ... 50

5 Prosedur pengujian sifat biologi ... 55

6 Perhitungan takaran saji... 56

7 Analisis ragam densitas ... 57

8 Analisis ragam kekerasan ... 57

9 Analisis ragam uji seduh ... 57

10 Analisis ragam waktu rehidrasi ... 57

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masa bayi dan anak-anak merupakan masa yang paling penting dalam perkembangan manusia. Selama periode 2 tahun pertama dicirikan dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik dan sosial yang sangat cepat yang dipengaruhi oleh asupan makanan dan gizinya. Kecukupan pada asupan zat gizi bayi dan anak-anak dipengaruhi oleh lingkungannya mulai dari cara asuhnya, kesehatannya, sampai kualitas makanan yang diberikan. Masa ini juga merupakan masa yang rentan terhadap kekurangan gizi dan terserang penyakit. Akibat kekurangan gizi pada bayi dan anak-anak dapat menyebabkan terjadinya gagal tumbuh, yang akan mempengaruhi tumbuh kembang pada fase berikutnya.

Menurut Krisnatuti & Yenrina (2000), Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan sempurna untuk bayi karena ASI dapat memenuhi semua kebutuhan zat gizi bayi hingga umur 6 bulan. Setelah melampaui periode ini bayi membutuhkan makanan tambahan selain ASI yaitu makanan pendamping ASI (MP-ASI). MP- ASI komersial yang berkembang adalah dalam bentuk biskuit dan bubur yang memudahkan untuk disiapkan dalam waktu singkat.

Salah satu bahan lokal yang populer di masyarakat adalah labu kuning. Labu

kuning merupakan sayuran yang kaya akan β-karoten dan antioksidan. Warna kuning

atau orange yang ada pada labu menandakan bahwa labu mengandung β-karoten

(Middleton 1977). Buahnya mengandung karotenoid tinggi (1187.23 μg/g) sehingga

dijuluki ”raja β-karoten”. Dalam saluran cerna, β-karoten dikonversi oleh sistem enzim menjadi retinol yang berfungsi sebagai vitamin A. Labu juga mengandung vitamin C, mineral (Ca, Fe, dan Na), inulin, dan serat pangan yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan kesehatan.

Bahan lokal lain yang biasa menjadi makanan tambahan bayi adalah pisang. Pisang mengandung gizi yang sangat baik yaitu energinya cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang juga mengandung vitamin A (terutama pisang raja bulu sekitar 950 SI) , vitamin C, vitamin B-kompleks, dan serotonin.

(15)

fosspor yang relatif tinggi bermanfaat untuk memperkuat kerangka (Astawan & Wresdiyati 2004).

Kombinasi dari labu kuning, pisang, dan kacang hijau jika diformulasikan akan memberikan produk dengan zat gizi lengkap. Dalam pembuatan produk MP-ASI yang perlu diingat adalah bahwa organ pencernaan bayi pada usia 12-24 bulan belum kuat, sehingga makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan lunak. Menurut Muchtadi (1994) hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan MP-ASI adalah kandungan energi dan protein tinggi dengan total kalori 100-120 per kilogram berat badan, kandungan vitamin dan mineral yang baik, bersifat padat gizi dan mempunyai daya cerna tinggi.

Daya cerna MP-ASI yang tinggi membutuhkan proses pengurangan oligosakarida penyebab diare dan flatulensi pada bahan yang digunakan hingga taraf aman. Dosis aman konsumsi oligosakarida sekitar 0.3 g/kg bb/hari (Muchtadi 1996). Tepung komposit dari labu kuning, pisang dan kacang hijau yang sudah mengalami reduksi oligosakarida dapat menjadi bahan baku makanan pendamping ASI yang dapat diterima oleh pencernaan bayi.

Berdasarkan hal tersebut tepung komposit campuran tepung labu kuning, pisang dan kacang hijau menjadi potensi untuk dikembangkan sebagai bahan substitusi dalam pembuatan MP-ASI. Produk yang potensial untuk dikembangkan dalam MP-ASI adalah biskuit untuk anak usia 12-24 bulan.

Tujuan Tujuan Umum:

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh formulasi terbaik biskuit yang berasal dari tepung komposit berbasis labu kuning sebagai alternatif MP-ASI dengan menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM).

Tujuan Khusus:

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Membuat biskuit MP-ASI dari tepung komposit berbasis labu kuning.

2. Menganalisis sifat fisik, organoleptik, kimia, biologi dan mikrobiologi MP-ASI terpilih. 3. Menentukan takaran saji biskuit per sajian

Kegunaan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi setelah berumur 4-6 bulan (Krisnatuti & Yenrina 2006). Menurut SNI 01-7111.4-2005, MP-ASI adalah makanan bergizi yang diberikan disamping ASI kepada bayi berusia 6 bulan ke atas atau berdasarkam indikasi medis, sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizinya. Makanan pendamping ASI bukan merupakan makanan utama, melainkan makanan pelengkap disamping air susu ibu, paling tidak sampai bayi berumur 24 bulan.

ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Setelah itu produksi ASI semakin berkurang, sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan berat badan sehingga diperlukan makanan yang dapat melengkapi kebutuhan zat gizi bayi yaitu MP-ASI. Makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa makanan pendamping ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung di dalam ASI (Krisnatuti & Yenrina 2006).

Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus-menerus. Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dilihat dari kondisi pertambahan berat badan anak. Jika setelah usia 6 bulan berat badan anak tidak mengalami peningkatan, maka hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi dan zat-zat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan oleh asupan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau pemberian makanan tambahan kurang memenuhi syarat. Disamping itu faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernaan juga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Syarat Makanan Pendamping ASI

Agar pemberian makanan pendamping ASI dapat terpenuhi dengan sempurna maka perlu diperhatikan sifat-sifat bahan makanan yang digunakan. Makanan tambahan untuk bayi harus memiliki sifat fisik yang baik yaitu bentuk dan aroma yang layak untuk dikonsumsi. Selain itu, makanan pendamping ASI sebaiknya praktis dan mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat.

(17)

dengan skor asam amino sekitar 60-70 NPU (Net Protein Utilization). Codex Alimentarius Guidelines mensyaratkan mutu protein dengan skor asam amino 65 NPU atau tidak kurang dari 2.1 PER (Protein Efficiency Ratio). Selain mutu protein juga harus memperhatikan jumlahnya (Krisnatuti & Yenrina 2006).

Makanan pendamping ASI, selain mengandung protein yang bermutu tinggi juga harus menghasilkan energi yang cukup tinggi. Menurut Protein Advisory Group (PAG) no 8. dan Codex Alimentarius Guidelines (Winarno 1995), mensyaratkan dalam 100 gram produk harus dapat menyumbang energi sebesar 400 kkal. Kandungan energi ini dapat dicapai dengan melakukan penambahan gula dan lemak. Lemak dapat diberikan sampai kandungannya dapat menyediakan energi sebanyak 25% atau maksimum sebanyak 10 g/100g produk (Krisnatuti & Yenrina 2006).

Penambahan vitamin dan mineral sangat diperlukan untuk memenuhi kelengkapan zat gizi yang dianjurkan. Penggunaan bahan tambahan makanan seperti penyedap, pewarna, pengawet, garam dan pemanis hendaknya dibatasi seminimal mungkin. Menurut Codex Alimentarius Guidelines diperkenankan penggunaan bahan tambahan makanan berupa emulsifier, pengatur keasaman, antioksidan, perisa dan enzim. Menurut SNI 01-7111.4-2005, bahan tambahan pangan yang diizinkan adalah pengemulsi, pengatur keasaman, antioksidan, perisa vanilla, penegas cita rasa, enzim dan bahan pengembang.

Makanan bayi tidak boleh memiliki sifat kamba (bulk) yaitu volume makanan yang besar, tetapi memiliki kandungan gizi yang rendah. Makanan yang memiliki sifat kamba akan cepat memberi rasa kenyang. Namun, terdapat kemungkinan bahwa energi yang diperlukan bayi belum dapat terpenuhi (Krisnatuti & Yenrina 2006).

Menurut Krisnatuti & Yenrina (2006), formulasi MP-ASI harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi, (2) memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan, (3) dapat diterima oleh pencernaan bayi, (4) harga relatif murah, (5) bersifat padat gizi, dan diperoleh dari bahan pangan lokal, dan (6) kandungan serat kasar yang sukar dicerna dalam jumlah yang minimal, karena serat kasar yang terlalu banyak dapat mengganggu pencernaan bayi.

(18)

seratus kkal dan tidak lebih dari 12 per seratus kkal dengan mutu protein tidak kurang dari 70% kasein standar. Sedangkan kandungan lemak tidak kurang dari 10 g per seratus kkal dan tidak lebih dari 18 g perseratus kkal (Depkes 2007)

Tabel 1 Persyaratan Biskuit MP-ASI menurut SK. Menkes 2007

No Zat Gizi Satuan Kadar

1 Energi kkal minimum 400 2 Protein (kualitas protein

tidak kurang dari 70%

(19)

Beberapa sifat fisik lain yang harus diperhatikan adalah densitas kamba (kekambaan) dan kapasitas pengikat air. Makanan MP-ASI harus bersifat tidak kamba sehingga anak tidak cepat merasa kenyang mengingat masih terbatas kapasitas perutnya. Densitas kamba yang besar akan membutuhkan volume lebih besar untuk sejumlah kecil bahan sehingga hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar nilai densitas kamba akan semakin sedikit pula kandungan gizi yang akan diterima. Menurut Sulaeman (1993) densitas kamba dipengaruhi oleh tepung-tepungan penyusun produk. Kapasitas pengikatan air merupakan sifat fungsional bahan yang dipengaruhi oleh kandungan protein dan lemak produk. Sifat fisik ini juga terkait pula dengan penyimpanan produk.

Biskuit untuk MP-ASI harus memenuhi beberapa persyaratan seperti kandungan gizi yang sesuai serta beberapa persyaratan fisik. Karakteristik fisik biskuit yaitu densitas kamba rendah, kapasitas air rendah dan kekerasan rendah.

Kecukupan Gizi

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk anak umur 6-36 bulan disajikan pada Tabel 2. Kecukupan gizi yang dianjurkan ini dapat dipenuhi dari ASI, makanan utama maupun makanan tambahan yang dikonsumsi tiap harinya. Hal ini menuntut tersedianya berbagai jenis MP-ASI yang bermutu, mempunyai nilai gizi yang tinggi serta dapat diterima dan disukai anak- anak 6-24 bln.

Tabel 2. Angka kecukupan gizi rata- rata per hari untuk anak umur 6-36 bulan.

Komponen Golongan Umur

(20)

atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan.

Protein tidak lengkap atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial. Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang- kacangan yang lain merupakan protein tidak lengkap.

Daya Cerna Protein

Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar zat gizi yang dikandungnya, tetapi juga dapat tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam- asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya daya cerna protein dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Makin keras bahan, maka akan menurunkan daya cerna tubuh. Hal ini disebabkan ikatan kompleks yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein fitat dan sebagainya. Sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor dan fitat (Muchtadi 1989).

Labu Kuning

Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari famili Cucurbitaceae yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0-1500 m dpl (Hendrasty 2003).

Labu kuning (Cucurbita moschata) diperkirakan berasal dari Peru dan Meksiko, Amerika Tengah. Awal penyebarannya tidak diketahui secara pasti. Tanaman ini banyak ditanam di daerah tropis seperti Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika, Amerika Tengah dan Karibia (Setiawan & Trisnawati 1993). Setiawan & Trisnawati (1993) menambahkan bahwa labu kuning memiliki daya adaptasi yang tinggi. Tanaman ini dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan iklim yang berlainan atau tahan terhadap suhu dan curah hujan yang tinggi, sehingga labu kuning dapat ditanam di tempat yang berhawa panas dan dingin. Tanaman ini juga dapat hidup sepanjang tahun, baik musim hujan maupun di musim kemarau.

(21)

pada ketiak daun muncul sulur-sulur berbentuk pilin yang berfungsi sebagai alat pemegang. Daun berbentuk menyirih, ujungnya agak runcing, tulang daun nampak jelas, berbulu halus dan agak lembek sehingga bila terkena sinar matahari akan layu. Bunga labu kuning berbentuk lonceng dan berwarna kuning. Dalam satu rumpun bunga terdapat bunga jantan dan bunga betina dengan buah terdapat pada satu pangkal bunga betina. Jumlah bunga jantan lebih banyak dibandingkan jumlah bunga betina tetapi beberapa jenis ada yang berumah satu yakni dalam satu bunga terdapat bunga jantan dan bunga betina (Sudarto 1993).

Bentuk buah labu kuning bermacam-macam tergantung dari jenis, ada yang berbentuk bokor (bulat pipih dan beralur), berbentuk oval, berbentuk panjang dan berbentuk piala. Buah yang masih muda kulitnya hijau sedangkan yang sudah tua berwarna kuning, hijau kotor dan jingga dengan bercak-bercak kuning kehijauan. Buah labu kuning terdiri dari atas lapisan kulit luar yang keras dan lapisan daging buah yang merupakan tempat timbunan makanan. Tekstur daging buah tergantung jenisnya ada yang halus, padat, lunak (Sudarto 1993).

Menurut Astawan (2004) labu kuning mempunyai kadar air dan kandungan β -karoten yang cukup tinggi, selain itu juga merupakan sumber vitamin C. Komposisi dan kandungan zat gizi labu kuning secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi dan kandungan zat gizi labu kuning (per 100 g)

Komposisi Kandungan Sumber : Puslitbang Gizi, Depkes RI (2001)

(22)

buahnya sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya merupakan mengobati cacing pita (Astawan 2004).

Kacang Hijau

Kacang hijau merupakan salah satu tanaman yang berumur pendek (±60 hari) yang disebut mungbean, greengram atau goldengram. Menurut Soeprapto (1993) kacang hijau termasuk divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae klas Ddicitiledonaea, ordo Rosales, famili Papilionaceae, genus Vigna, dan spesies Vigna radiata / Phaseolus radiatus.

Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi antara 30 sampai dengan 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat dan berbulu, warna batang dan cabangnya ada yang hijau ada juga yang ungu. Polong kacang hijau berbentuk silindris dengan panjang antara 6 sampai dengan 15 cm dan biasanya berbulu pendek. Warna bijinya kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna kuning, coklat dan hitam (Soeprapto 1993).

Kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki panas sepanjang hidupnya, hidup di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl seperti daerah Pasuruan, Probolinggo, Bondowoso, Mojosari, Jombang, Pekalongan, Banyumas, Jepara, Cirebon, Subang, Banten, Sulawesi, NTT, dan Maluku. (Soeprapto 1993).

Kacang hijau mempunyai kandungan gizi baik. Menurut Soeprapto (1993) tiap 100 g biji kacang hijau mengandung Vitamin A, Vitamin B1 dan Vitamin C. Bila bijinya dikecambahkan maka kecambah yang tumbuh menjadi kaya Vitamin E. Berikut ini disajikan Tabel kandungan zat gizi kacang hijau :

Tabel 4. Komposisi dan kandungan zat gizi kacang hijau (per 100 g)

(23)

Kandungan protein kacang hijau bervariasi antara 22.5-26 %. Kandungan asam amino lisin kacang hijau tinggi sedangkan kandungan asam amino metioninnya rendah. Berikut ini Tabel kandungan asam amino kacang hijau. Tabel 5. Komposisi asam

Senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas proteolitik beberapa macam enzim telah ditemukan dalam bahan pangan nabati terutama dalam kacang-kacangan dan telah dibuktikan bahwa senyawa aktifnya adalah protein (Muchtadi 1989). Tripsin inhibitor yang terdapat dalam kacang hijau ini menurut Thirumaran & Seralathan dalam Mc Lean (1988) dapat dihilangkan atau dihancurkan selama proses pengolahan dengan menggunakan panas, tetapi proses ini juga akan menghancurkan asam amino sulpur. Kecepatan penghancuran inhibitor tripsin dalam kacang-kacangan oleh panas adalah fungsi dari suhu, lama pemasakan, ukuran partikel dan kadar air bahan.

(24)

verbakosa. Perendaman kacang-kacangan dalam air, proses perkecambahan, dan fermentasi mencegah timbulnya flatulensi (Astawan 2004).

Pemanfaatan kacang hijau sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan antara lain untuk diolah menjadi makanan atau ditumbuhkan menjadi kecambah (tauge). Kacang hijau juga diolah menjadi tepung, baik tepung kacang hijau atau tepung pati kacang hijau (tepung hunkwe). Tepung kacang hijau dapat digunakan untuk membuat kue basah, cookies, dan kue tradisional, produk bakery, bubur, dan makanan bayi.

Menurut SNI (2005), tepung kacang hijau adalah bahan makanan yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Paseolus radiatus L) yang sudah dihilangkan kulitnya dan diolah menjadi tepung. Pembuatan tepung kacang hijau dilakukan dengan merendam biji di dalam air selama tujuh jam. Selanjutnya ditiriskan, dikeringkan dan disosoh. Penyosohan ini dapat dilakukan dengan menggunakan mesin penyosoh beras. Kacang hijau tanpa kulit (dhal) selanjutnya digiling dan diayak untuk memperoleh tepung kacang hijau (Astawan 2009).

Pisang Raja

Pisang (Musa sp. famili Musaceae) merupakan tanaman sepanjang musim yang tumbuh subur di daerah tropis. Pisang juga merupakan tanaman yang biasa menjadi tanaman rumah tangga penduduk Indonesia. Produktivitas pisang merupakan tertinggi kedua di antara jenis buah-buah lainnya yaitu 510.30 kw/Ha pada tahun 2005 (Deptan 2007).

Pisang Raja termasuk jenis pisang komersial karena banyak terdapat di pasaran. Pisang raja terdiri dari beberapa jenis seperti pisang raja sereh yang biasa dikonsumsi sebagai pisang meja, pisang raja uli yang terkenal sebagai pisang olahan, dan pisang raja bulu sebagai pisang olahan dan buah pisang (Satuhu & Supriyadi 2000). Ciri-ciri umum pisang ini antara lain berkulit tebal dan berwarna kuning berbintik-bintik. Bintik hitam pada buah yang sudah matang, ukuran buah cukup besar dengan diameter 3.2 cm dan panjang 12-18 cm, bentuk buah umumnya melengkung, dan daging buah yang telah matang terasa legit dan manis (Cahyono 1995).

(25)

antara 12-18 cm, diameter 3-4 cm dengan bobot rata-rata 110 - 120 g. Setiap pohon biasanya dapat menghasilkan rata-rata sekitar 90 buah (ipteknet 2005)

Tabel 6. Kandungan zat gizi daging pisang raja buluh (per 100 g) Zat Gizi Jumlah

Pemanfaatan buah pisang kebanyakan masih sebatas konsumsi dalam bentuk asli dan pengolahan dari buah segarnya. Peningkatan pemanfaatan pisang dapat dilakukan dengan menbuat tepung pisang. Tepung pisang mempunyai sifat mudah dicerna dan cocok digunakan sebagai bahan makanan untuk anak-anak. Tepung pisang di Eropa dimanfaatkan sebagai campuran dengan bubuk kakao sebagai bahan puding. Tepung pisang dapat membantu memperingan beban penyediaan kalori dalam bentuk beras (Hardiman 1982).

Menurut SNI 01-3841-1995, terdapat dua klasifikasi tepung pisang, jenis A dan jenis B. Tepung pisang jenis A diperoleh dari penepungan pisang yang sudah matang melalui proses pengeringan dengan menggunakan mesin pengering sedangkan tepung pisang B diperoleh dari penepungan pisang yang sudah tua, tidak matang melalui proses pengeringan.

Tepung pisang dapat dibuat dari pisang muda dan pisang yang belum matang. Tepung pisang dari pisang muda mengandung pati yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung pisang dari pisang tua (Munadjim 1983).

Biskuit

(26)

Klasifikasi Biskuit

Menurut Departemen Perindustrian RI (1990), biskuit diklasifikasikan menjadi biskuit keras, kraker, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi maupun rendah. Kraker adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya berongga-rongga.

Bahan-bahan Pembuat Biskuit

Bahan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material) (Matz & Matz 1978). Bahan pengikat terdiri dari tepung, susu bubuk, putih telur dan bubuk coklat. Sedangkan, bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang dan kuning telur.

1. Tepung

Tepung merupakan komponen pembentuk struktur dalam pembuatan biskuit dan memegang peran penting dalam citarasa. Sebagai pengikat dalam penelitian menggunakan tepung komposit yang merupakan campuran tepung labu kuning, tepung kacang hijau dan tepung pisang. Campuran tepung sebagai pengikat adalah tepung komposit dan pati garut yang biasa digunakan sebagai bahan tambahan atau utama pada pembuatan biskuit bayi (Puspowati 2003).

2. Telur

Menurut Matz & Matz (1978) dalam pembuatan biskuit, telur berfungsi sebagai pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan, juga berperan meningkatkan dan menguatkan aroma, warna dan kelembutan. Tingkat kerenyahan biskuit akan semakin bertambah dengan penambahan telur.

3. Lemak (shortening)

(27)

melunak saat di mulut. Kombinasi lemak dan gula sukrosa akan mencegah terbentuknya lapisan keras di permukaan biskuit pada saat pendinginan (Sunaryo 1985).

4. Gula

Menurut Sunaryo (1985) fungsi utama penambahan gula adlah sebagai pemberi rasa manis, memberi warna (karamel pada waktu pemanggangan) dan memperkeras tekstur biskuit. Faktor waktu pemanggangan biskuit harus diperhatikan karena jika terlalu lama akan menyebabkan karamelisasi gula yang berlebihan sehingga penampakkan biskuit akan menjdi hangus. Jenis gula yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa, yaitu pemanis yang mengandung kalori atau memberikan sumbangan energi ke bahan pangan.

5. Susu

Susu digunakan dalam pembuatan biskuit berfungsi membentuk aroma, mengikat air, bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porous karena adanya protein berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi pencoklatan dan menambah keempukan karena adanya laktosa. Selain itu, nilai gizi biskuit akan meningkat dengan digunakannya susu. Susu skim merupakan produk susu rendah lemak yang kaya protein. Sumber karbohidrat pada susu skim adalah laktosa yang mempunyai dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita (Matz & Matz 1978).

6. Bahan Pengembang

Bahan pengembang yang umum digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan sodium bikarbonat (Wheat Associates 1981 dalam Puspowati 2003). Fungsi baking powder dalam adonan adalah melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang dengan sempurna, menjaga penyusutan dan untuk menyeragamkan remah. Ammonium bikarbonat adalah suatu garam yang menguap jika dipanaskan, melepas gas karbondioksida, amonia dan air.

Proses Pembuatan Biskuit

(28)

pencampuran dapat ditambahkan perwarna atau essens. Selanjutnya dilakukan penambahan susu dan bahan kimia aerasi yang dicampur dalam waktu yang singkat. Setelah itu, ditambahkan tepung dan sisa air kedalam krim dan diaduk hingga adonan cukup mengembang serta mudah dibentuk. Metode all-in dilakukan dengan mencampur semua bahan secara langsung. Metode ini lebih cepat dan menghasilkan adonan yang agak lebih padat dan keras dibandingkan metode krim.

Adonan keras dibuat dengan menggunakan metode all-in. Pencampuran dilakukan hingga adonan cukup mengembang yang umumnya diistirahatkan selama satu jam dan kemudian dicetak serta dipanggang.Proses penting lain dalam pembuatan biskuit adalah proses pemanggangan. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses pemanggangan adlah tipe oven yang digunakan, metode pemanasan, dan tipe bahan bakar yang digunakan. Kondisi pemanggangan yang benar akan menghasilkan biskuit dengan penampakan tekstur yang diinginkan dengan kadar air yang minimum. Mutu Biskuit

Tekstur dan aroma biskuit adlah karakteristik utama biskuit. Tekstur biskuit didesain sejak dari pengaturan bahan baku, pecampuran, pencetakan hingga pemanggangan. Pada produk biskuit kerusakannya lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur.

Response Surface Methodology (RSM)

Menurut Giovani (1983), diacu dalam Hadiningsih (2004), RSM adalah metode statistik menggunakan data kuantitatif dan desain penelitian yang sesuai untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan multivarian secara simultan. Persamaan-persamaan dapat ditampilkan secara grafis sebagai respon permukaan yang dapat digunakan dalam tiga cara, yaitu: 1) untuk menggambarkan bagaimana faktor dapat mempengaruhi respon; 2) untuk menunjukkan hubungan interaksi antar faktor; dan 3) untuk menggambarkan efek gabungan dari respon seluruh faktor.

RSM juga merupakan metode yang mengeksplorasi hubungan dari masing-masing unsur dalam penelitian misalnya hubungan suatu hasil penelitian dengan sejumlah peubah yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut. Teknik optimasi RSM bekerja didasarkan pada proses atau siklus pengetahuan-gagasan-analisis desain secara berulang. Jadi RSM merupakan teknik optimasi yang sangat berguna untuk investigasi proses yang kompleks.

(29)

level faktor dapat mempengaruhi produk diketahui; 3) faktor-faktor bervariasai secara berkesinambungan sepanjang sebaran penelitian yang diuji; 4) ada fungsi matematis yang menghubungkan faktor dengan respon terukur; dan 5) respon yang ditetapkan oleh teknik optimasi ini merupakan suatu permukaan halus. Kegunaan dari teknik optimasi RSM ini adalah; 1) dapat menentukan kombinasi optimum dari faktor (peubah bebas) yang akan menghasilkan respon (peubah tak bebas) yang diinginkan dan dapat menggambarkan bahwa respon mendekati optimum; 2) dapat menentukan bagaimana suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor pada level tertentu; dan 3) dapat menentukan level faktor yang akan menghasilkan sekumpulan spesifikasi yang diinginkan secara simultan.

Optimasi

Optimasi merupakan suatu pendekatan normatif untuk mengidentifikasi penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan suatu permasalahan. Melalui optimasi, permasalahan akan diselesaikan untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai

dengan batasan yang diberikan (Ma‟arif et al 1989 dalam Hadiningsih 2004)

Tujuan dari optimasi adalah untuk meminimumkan usaha atau biaya operasional yang dibutuhkan dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Unsur penting dalam masalah ini adalah fungsi tujuan yang sangat tergantung pada peubah masukan. Fungsi tujuan adalah langkah untuk meminimalisasi hasil atau efisiensi pemanfaatan bahan- bahan produksi, proses dan sebagainya. Penentuan fungsi tujuan dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi.

Design Expert

Design expert (DX) adalah sebuah program yang digunakan dalam mengoptimasi produk atau proses. Program ini menyediakan rancangan yang efisiensinya tinggi untuk factorial design, response surface methode, mixture design techniques, dan combined design. Factorial design digunakan untuk mengidentifikasi faktor- faktor utama yang mempengaruhi proses atau produk, response surface methode digunakan untuk menentukan model proses yang ideal untuk mencapai hasil yang optimal. Mixture design techniques digunakan untuk menemukan formulasi yang optimal. Combined design digunakan untuk mengkombinasikan variabel- variabel, komponen campuran, dan faktor- faktor kategori dalam satu desain (Anonim 2005).

(30)

formula dan bukan tergantung pada jumlah ingredien tersebut. Dua kriteria dalam memilih mixture design diantaranya: 1) Komponen- komponen di dalam formula merupakan bagian dari total formulasi. Jika persentasi salah satu komponen naik, maka persentasi komponen yang lain turun. 2) Respon harus merupakan fungsi dari proporsi komponen- komponennya (Cornell 1990). Ada beberapa pilihan dalam mixture design yaitu simplex design dan non simplex design. Simplex design digunakan ketika selang konsentrasi komponen-komponen yang digunakan sama. Bila selang konsentrasi yang digunakan berbeda digunakan non simplex design, yaitu D-optimal (Antonim 2005).

Proses optimasi melalui program DX terdapat empat tahap, yaitu merancang percobaan, mengukur respon (parameter yang akan dioptimasi) dan memasukkan datanya ke dalam rancangan percobaan, analisis data, dan rekomendasi formula yang optimal. Pada tahap merancang percobaan untuk tujuan optimasi formulasi harus ditentukan faktor/fungsi kendala yang akan mempengaruhi produk, kemudian ditentukan rentang nilai (kuantitas masing-masing komponen dari jumlah minimal hingga maksimal). Keluaran dari tahap perancangan adalah beberapa rancangan formula yang direkomendasikan untuk dicoba dan diukur responnya. Data respon yang telah diukur, kemudian dimasukkan dalam program DX. Sebelum program melakukan optimasi, ditentukan dulu respon yang akan dioptimasi beserta tujuannya yaitu dimaksimalkan, diminimalkan, berada dalam rentang nilai tertentu atau tidak dioptimasi. Setelah ini, program secara otomatis akan melakukan optimasi berdasarkan data yang dimasukkan dan merekomendasikan formula baru yang paling optimal (Anonim 2005).

(31)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Februari 2010 yang merupakan bagian dari penelitian labu kuning yang dilaksanakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor (BBPP Pascapanen Pertanian Bogor). Proses pembuatan biskuit dan uji organoleptik dilaksanakan di BBPP Pascapanen Pertanian, Bogor sedangkan analisis sifat fisik, kimia dan mikrobilogi dilaksanakan di Laboratorium Analisis Zat Gizi serta Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Analisis β- karoten dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung komposit yang berasal dari campuran tepung labu kuning, kacang hijau dan pisang raja dengan proporsi tertentu, pati garut, telur, gula bubuk, margarin, susu skim dan baking powder double acting. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah aquades, HCL 0.02 N, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, merah metil biru, asam askorbat, KOH, petroleum eter, dietil eter, kloroform, etanol 96%, hidroquinon, NaCl, Na-Sulfat anhydrous, n-heksan, phenolpthalein, asetonitril, HNO3, buffer phospat , etanol 78%, etanol murni, aseton, enzim α-amilase, dan bahan kimia lainnya.

Alat yang digunakan untuk membuat biskuit adalah baskom, oven, mixer dan cetakan. Alat untuk analisis yang digunakan adalah timbangan analitik, tanur listrik, eksikator, cawan, oven, desikator, labu lemak, kertas saring, ekstraksi soklet, labu Kjeldahl, alat destilasi, erlenmeyer, stirer, labu pemisah, HPLC, dan alat-alat untuk analisis mikrobiologi.

Persiapan Bahan Baku

(32)

tepung pisang yang melalui proses reduksi oligosakarida. Proses pembuatan tepung labu kuning meliputi proses pembuangan kulit dan biji, pencucian, pengirisan, perendaman dengan air kapur, penirisan, perendaman dengan enzim α-galaktosidase, penirisan, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Lamanya perendaman dengan

kultur enzim α-galaktosidase selama 18 jam pada kultur 108CFU/ml. Proses pengeringan dilakukan dengan oven dan penepungan menggunakan disk mill. Proses penepungan labu kuning dapat dilihat pada Gambar 1.

Pisang yang digunakan dalam pembuatan tepung pisang adalah pisang raja bulu (Musa paradisiaca.sp) yang memiliki tingkat kematangan ¾ sehingga kandungan pati yang lebih banyak dibandingkan kandungan gulanya. Penepungan pisang dengan

Labu Kuning

Pemotongan

Pengupasan dan pembersihan biji

Pengirisan

Penirisan

Pengeringan dengan oven Penggilingan

Pengayakan 80 mesh

Perendaman kultur enzim α-galaktosidase 108CFU/ml 18 jam

Perendaman dengan larutan CaC03 0,15% selama 1 jam

Tepung labu kuning

(33)

reduksi oligosakarida meliputi pengupasan, pengirisan, pemblansiran, perendaman natrium metabisulfit, penirisan, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Blansir dilakukan pada suhu 80-100oC selama 5 menit. Perendaman dengan natrium metabisulfit 150 ppm dilakukan selama 5 menit. Pengeringan dilakukan dengan oven dan penepungan menggunakan disk mill. Proses penepungan pisang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung pisang (Hidayat 2010)

Penepungan kacang hijau dengan reduksi oligosakarida meliputi perendaman air bersih, pengeringan, penyosohan, penepungan, dan pengayakan. Perendaman dengan air bersih dilakukan selama 6 jam, pengeringan dilakukan dengan

Dibersihkan dan dicuci

Penirisan dan pencucian

Perendaman dengan natrium metabisulfit 150 ppm selama 5 menit

Blansir selama 5 menit pada suhu 80oC

Pengeringan dengan drum drier atau oven pengering

Pengirisan Pisang ¾ matang

Penepungan dengan disk mill

Pengayakan 80 mesh

(34)

menggunakan oven dan penepungan menggunakan disk mill. Proses alur penepungan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung kacang hijau (Rahmawati 2010) Formulasi Tepung Komposit

Tahap ini dilakukan formulasi tepung komposit hasil reduksi oligosakarida. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi yang terbaik dari campuran tiga tepung (labu kuning, pisang, dan kacang hijau). Formula tepung komposit berdasarkan metode RSM (Response Surface Methodology). Formulasi tepung komposit dilakukan dengan mencampurkan tepung labu kuning, tepung pisang raja dan tepung kacang hijau yang telah mengalami pengurangan oligosakarida.

Rancangan metode optimasi tepung komposit dilakukan dengan rancangan RSM mixture design D-optimal yang menggunakan software Design Expert 7.0 trial (DX 7 trial). Menurut Rahmawati (2010) kisaran formulasi untuk mendapatkan tepung komposit berbasis labu kuning maka komposisi tepung labu kuning harus diatas atau sama dengan 50% dari total komposisi bahan baku Konversi formulasi berdasarkan

Kacang hijau

Perendaman air selama 6 jam

Penirisan

Pengeringan dengan rak

pengering

Penyosohan kulit

(35)

berat total formula tepung komposit (100 %) yaitu tepung labu kuning 50-60 %, tepung pisang 15-25 %, dan tepung kacang hijau 15-25 %. Hasil kisaran ini menghasilkan 16 formula dalam percobaan. Respon yang mempengaruhi tepung komposit terpilih adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, karbohidrat, kadar Fe, kadar

Zn, kadar Ca, kadar β-karoten, total pati, dan daya cerna pati. Berdasarkan hasil analisis yang memenuhi standar tepung untuk MP-ASI, formula tepung komposit yang optimum yaitu formula dengan komposisi tepung labu kuning 60%, tepung pisang 15% dan tepung kacang hijau 25%.Diagram alir formulasi tepung komposit dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir formulasi tepung komposit MP-ASI Formulasi Biskuit

Formulasi biskuit dilakukan dengan membuat perbandingan bahan dasar penyusunan antara tepung komposit, pati garut, margarin, dan susu. Rancangan metode formulasi menggunakan rancangan RSM mixture design D-optimal yang menggunakan software Design Expert 7.0 trial (DX 7 trial). Penggunaan RSM mixture design dikarenakan rancangan ini sesuai dengan faktor perlakuan pada metode ini, yaitu perlakuan pencampuran komponen yang diubah- ubah untuk memperoleh repon tertentu (Anonim 2005).

Faktor perlakuan berupa komponen yang diubah- ubah pada penelitian ini adalah jumlah tepung komposit, pati garut, margarin, susu dan telur. Output dari proses analisa respon yang diolah dengan rancangan statisik RSM mixture design

Tepung labu kuning rendah oligosakarida

Tepung kacang hijau rendah oligosakarida

Tepung kacang hijau rendah oligosakarida

Formulasi tepung komposit dengan metode RSM

Analisis karakteristik kimia formulasi tepung komposit

Penentuan formula tepung komposit terbaik melalui RSM

(36)

adalah berupa persamaan polinomial. Persamaan polinomial yang diperoleh tiap respon ditunjukkan dengan variabel tertentu yang dapat berbentuk Mean (M), Linear (L), Quadratik (Q) dan Cubic (C). Variabel tersebut menjadi faktor yang menentukan rancangan model polinomial untuk faktor perlakuan pada pebelitian sehingga didapatka repon yang mendukung terciptanya produk yang optimal (Anonim 2005).

Kisaran komponen dikonversi berdasarkan berat total formula tepung komposit (100%), kisaran komponen yang digunakan adalah tepung komposit 20-23%, pati garut 30-33%, margarin 10-12,5%, susu 12-14%, gula 5-7,5 % dan sisanya adalah telur 20%. Bahan baku tambahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan biskuit adalah baking powder double acting yang diberikan sebanyak 0,5 gram untuk setiap 100 gram pembuatan biskuit. Bahan ini tidak dimasukkan dalam kisaran jumlah 100 gram bahan baku karena jumlahnya yang kecil dan mengalami penguapan selama proses pemanggangan biskuit. D-optimal menghasilkan 25 formula dalam percobaan. Tabel 7 menunjukkan kisaran masing- masing komponen penyusun biskuit.

Tabel 7. Kisaran konsentrasi masing- masing komponen penyusun biskuit

Komponen Batas Bawah (%) Batas Atas (%)

Tepung Komposit 20 23

Pati Garut 30 33

Margarin 10 12,5

Susu 12 14

Gula 5 7,5

Berdasarkan kisaran konsentrasi masing- masing komponen ini, program DX trial merancang beberapa formula. Pada tahap ini juga dilakukan penetuan respon apa saja yang diukur. Pemilihan respon dilakukan berdasarkan karakteristik yang akan berubah akibat perubahan proposi relatif dari komponen- komponennya. Respon- respon ini diukur dan dioptimasi sehingga diperoleh formula optimum. Respon- respon ini diukur dan dioptimasi sehingga diperoleh formula optimum. Respon pada penelitian ini adalah kadar energi, protein dan lemak. Respon ini dipilih agar dapat diperoleh formula yang dapat menghasilkan tepung komposit yang sesuai dengan syarat MP-ASI. Rancangan formula biskuit dapat dilihat pada Tabel 8.

(37)

rancangan statistik RSM mixture design D-optimal yang menunjukkan hasil analisis mutu awal atau respon produk. Program Design Expert trial merekomendasikan salah satu model yang sesuai untuk setiap respon.

Variabel respon yang paling signifikan dapat digunakan sebagai model predikasi pada tahap optimasi. Variabel- variabel respon tersebut selanjutnya digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan formula terpilih.

Tabel 8. Formula biskuit MP-ASI dengan tepung komposit

Formula

Tepung

Komposit Pati Garut Susu Margarin Gula

Kuning

.Proses pembuatan biskuit diawali dengan mencampur margarin, gula bubuk dan baking powder dengan mixer kecepatan tinggi selama 3 menit. Kemudian ditambahkan telur dengan mixer kecepatan sedang, setelah itu ditambahkan sisa bahan yang lain yaitu campuran tepung komposit, pati garut dan susu diaduk hingga adonan kalis. Adonan yang sudah kalis siap dicetak dan dipanggang dengan suhu 140 0

(38)

Gambar 5. Diagram alir pembuatan biskuit dengan tepung komposit Formula Biskuit Terpilih

Formula biskuit direspon untuk yang memenuhi syarat MP-ASI terhadap kandungan energi, protein dan lemak dari kandungan bahan- bahan penyusunnya dari TKPI (Tabel Komposisi Pangan Indonesia) (Persagi 2009) dan hasil penelitian. Formula biskuit yang memenuhi syarat MP-ASI dilakukan uji fisik yang meliputi: densitas kamba, kekerasan, uji seduh, waktu rehidrasi yang kemudian dilanjutkan dengan uji organoleptik. Satu formula terbaik yang dipilih melalui uji fisik dan uji organoleptik dilanjutkan dengan uji kimia, uji biologi dan uji mikrobiologi. Uji kimia meliputi: kadar air, karbohidrat, protein, lemak, abu, serat makanan, total gula, β -karoten, besi (Fe), seng (Zn), kalsium (Ca), fosfor (P), timbal (Pb), raksa (Hg), vitamin B1, B2, B6, B12, D. Metode masing – masing analisis secara rinci disajikan pada Lampiran 3 sampai 5.

Semua data analisis disajkan dalam berat basah. Uji biologi meliputi daya cerna pati dan daya cerna protein. Sedangkan uji mikrobiologi meliputi jumlah E.coli, Salmonella sp dan Staphylococcus aureus. Diagram alir formulasi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6

Margarin, gula bubuk dan baking powder dicampur dengan mixer kecepatan tinggi (3 menit)

Ditambahkan telur dengan kecepatan sedang

Ditambahkan campuran tepung komposit, pati garut dan susu skim diaduk hingga tercampur rata dan kalis

Pencetakan

Pemanggangan (140 0C, 40 menit)

(39)

Gambar 6. Diagram alir formulasi biskuit Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dihasilkan diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Penentuan terhadap sifat fisik dilakukan analisis varian (ANOVA). Jika hasil ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ). Penentuan terhadap uji organoleptik dilakukan dengan nilai mean dari masing- masing parameter.

Bahan penyusun biskuit (tepung komposit, pati garut, margarin, gula, dan telur)

Formulasi biskuit dengan metode RSM

Respon kadar Energi, lemak dan Protein

Formula yang memenuhi syarat MP-ASI (10 formula)

10 formula diuji sifat fisik dan organoleptik

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Tepung Komposit

Tepung komposit adalah campuran lebih dari satu jenis tepung dengan perbandingan tertentu untuk melengkapkan zat gizi yang tidak atau kurang terdapat dalam salah satu bahan. Tepung komposit dalam penelitian ini adalah tepung yang terbuat dari campuran tepung labu kuning (Curcubita moschata), pisang raja bulu (Musa paradisiaca.sp) dan kacang hijau (Phaseolus radiatus). Alasan pemilihan bahan baku dari penelitian ini adalah pemanfaatan labu kuning sebagai bahan baku biskuit yang belum banyak sedangkan penggunaan tepung kacang hijau dan pisang karena pemanfaatannya telah banyak digunakan dalam industri MP-ASI.Tepung ini didapat dari penelitian sebelumnya karena penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian labu kuning yang dilaksanakan oleh BBPP Pascapanen Pertanian Bogor.

Tepung komposit yang terpilih didasarkan pada tepung yang memenuhi syarat MP-ASI dan memiliki kandungan β-karoten dan protein serta daya cerna pati yang tinggi. Berdasarkan respon dari RSM didapatkan bahwa tepung komposit yang terpilih adalah tepung dengan kandungan tepung labu kuning 60%, tepung pisang 15% dan tepung kacang hijau 25% untuk berat basah bahan baku. Berdasarkan kandungan tepung labu kuning sebanyak 60%, maka tepung komposit ini bisa dinyatakan berbasis labu kuning didasarkan pendapat Rahmawati (2010) bahwa suatu bahan pangan dapat dikatakan basis jika memiliki kandungan bahan lebih dari 50%.

Tepung komposit ini mengalami beberapa perlakuan untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang optimal sebagai bahan dalam pembuatan makanan bayi. Proses pentingnya adalah pengurangan oligosakarida yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu perendaman kultur enzim α-galaktosidase 108CFU/ml selama 18 jam pada labu kuning, perendaman dengan natrium metabisulfit 150 ppm selama 5 menit pada pisang dan perendaman dengan air bersih selama 6 jam pada kacang hijau sebelum proses pengeringan dan penepungan dilakukan.

(41)

tepung komposit cukup baik karena sama dengan kecernaan tepung- tepungan yang lain. Kandungan zat gizi dan daya cerna tepung komposit disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kandungan zat gizi dan daya cerna tepung komposit (per 100 gram)

Komponen Kandungan

Kadar Air (g) 7,12

Abu (g) 4.66

Protein (g) 11.17

Lemak (g) 3.6

Karbohidrat (g) 73.77

Energi (kkal) 372

β-Karoten (mg) 23.9

Besi (mg) 8.59

Seng (mg) 0.87

Kalsium (mg) 666

Total Pati (g) 64.5

Daya Cerna Pati (%) 84,7

Sumber: Rahmawati (2010)

Pati garut

Pati garut adalah pati yang berasal dari umbi garut (Maranta arundinaceae L) yang merupakan tanaman herba berumpun yang berkembang biak dengan bertunas (Deptan 2007). Pati ini biasa digunakan sebagai bahan baku atau tambahan dalam proses pembuatan produk MP-ASI salah satu biskuit komersil MP-ASI yang menggunakan pati garut sebagai bahan utama dikenal dengan biskuit arrowroot.

Menurut Puspowati (2003) serat dalam pati garut sangat halus dan memiliki daya cerna pati yang cukup tinggi yaitu 30% untuk pati garut mentah, meningkatnya kecernaan pati garut yang disangrai mencapai 60,16% dan kecernaan dalam bentuk dekstrin pati garut mencapai 81,63. Pati yang digunakan sebagai bahan baku didapatkan dari hasil produksi BBPP Pascapanen Pertanian Bogor.

(42)

Tabel 10. Kandungan zat gizi pati garut (per 100 gram)

Komponen Gizi Kandungan Kadar Air (g) 13.6 Abu (g) 0.3 Protein (g) 0.7 Lemak (g) 0.2 Karbohidrat (g) 85.2 Energi (kkal) 355 Besi (mg) 1.5 Kalsium (mg) 8 Sumber : Persagi (2009)

Formulasi Biskuit

Pembuatan biskuit yang berasal dari tepung komposit berbasis labu kuning sebagai MP-ASI yang ditujukan untuk anak umur 12-24 bulan. Biskuit MP-ASI adalah biskuit yang dapat dikonsumsi langsung (anak langsung dapat memegangnya) dan merupakan jenis makanan yang disukai oleh anak-anak. Hal ini didasarkan bentuk dan warnanya yang menarik seta rasa dan nilai gizi yang memenuhi syarat MP-ASI.

Formulasi biskuit dikembangkan melalui nilai optimum yang didapat dari teknik RSM (Response Surface Methodology). Nilai optimum ini diperoleh dari enam faktor bahan penyusun yang mempengaruhi pembuatan biskuit yaitu jumlah tepung komposit, pati garut, susu, margarin, gula dan kuning telur.

Desain baku yang digunakan dengan teknik RSM, dimana keenam faktor tersebut diacak adalah Mixture D-Optimal Design agar di dapat formula yang optimum. Batasan yang digunakan untuk pembuatan tepung komposit berbasis labu kuning ini adalah jumlah tepung komposit 20-23%, pati garut 30 – 33%, susu 12 – 14 %, margarin 10 – 12.5 %, gula 5 – 7.5 % dan telur 20 %. Jumlah dari seluruh bahan formula adalah 100 % yang menghasilkan 25 formula.

(43)

Formula hasil metode RSM dihitung total kandungan zat gizinya berdasarkan bahan penyusunnya. Kandungan zat gizi penyusun biskuit MP-ASI ditentukan dengan menggunakan TKPI (Persagi 2009) dan hasil analisis penelitian tepung komposit yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Kandungan zat gizi bahan penyusun biskuit (per 100 gram)

Nama Pangan Energi Protein Lemak Keterangan: * Persagi (2009), ** Rahmawati (2010)

Setelah semua data kandungan zat gizi terpenuhi, langkah selanjutnya adalah memasukkan persyaratan MP-ASI untuk bayi usia 12-24 bulan sebagai response formula biskuit yang memenuhi syarat. Formula optimum yang dihasilkan melalui metode RSM didapatkan sepuluh formula terpilih yang dibandingkan dengan biskuit kontrol yaitu biskuit Depkes untuk anak usia 12-24 bulan. Bahan- bahan penyusun dari biskuit Depkes adalah tepung terigu, margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). Formula biskuit yang memenuhi standar MP-ASI dapat dilihat di Tabel 12.

Tabel 12 Formula biskuit yang memenuhi standar MP-ASI (per 100 gram)

Formula Komponen

(44)

Pembuatan Biskuit

Pembuatan biskuit dilakukan dengan pencetakan ukuran yang sama dan mirip dengan biskuit kontrol. Masing- masing biskuit dicetak dengan ukuran berdiameter 5 cm dengan berat berkisar 10-11 gram. Biskuit yang dibuat adalah 10 formula yang memenuhi syarat MP-ASI dari 25 formula yang ada. Bahan- bahan penyusun setiap biskuit dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Komposisi bahan penyusun biskuit yang memenuhi syarat MP-ASI

Formula Tepung Komposit Pati Garut Susu Margarin Gula Kuning Telur F2 20.5 30 12.7 10.9 5.9 20

F4 20 30 14 11 5 20

F5 20 31.8 12 11.2 5 20

F7 21.8 30 12 11.2 5 20

F10 20 30 12 12.5 5.5 20

F16 20.6 30.6 12.8 11.1 5 20

F17 20 30 12 11.5 6.5 20

F18 21.8 30 12 11.2 5 20

F22 20 30 13.2 11.8 5 20

F23 20 31.8 12 11.2 5 20

Warna biskuit dengan tepung komposit menghasilkan warna kuning kecoklatan. Warna coklat pada biskuit dengan tepung komposit disebabkan warna karatenoid yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning dan larut dalam lemak yang terdapat pada tepung komposit, kuning telur dan margarin sebagai bahan pembuat biskuit (Winarno 1997). Warna coklat juga dipengaruhi oleh reaksi Maillard selama proses pemanggangan.

Sifat Fisik Biskuit

Sifat fisik biskuit komposit yang dianalisis dalam penelitian ini adalah densitas kamba, uji seduh dan waktu rehidrasi. Hasil rata-rata pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit tanpa perlakuan disajikan pada Tabel 14.

Densitas Kamba (bulk)

Densitas kamba merupakan salah satu karakteristik fisik penting yang diperlukan untuk evaluasi proses pemanggangan produk pangan terutama biskuit dan dinyatakan dalam satuan gram/ml. Selain itu tingkat kepadatan gizi suatu produk makanan terutama MP-ASI dapat dinyatakan dengan nilai densitas kamba.

(45)

pembagian dari berat bahan dengan volume wadah. Suatu bahan dikatakan kamba jika densitas kambanya kecil. Densitas kamba yang kecil berarti bahan tersebut membutuhkan volume yang besar untuk sejumlah kecil bahan sehingga semakin sedikit pula kandungan gizi yang akan diterima anak karena kapasitas perut bayi yang terbatas. Makanan bayi tidak boleh memiliki sifat kamba sebab memberikan rasa cepat kenyang yang ditunjukkan dengan nilai densitas kamba yang paling kecil.

Hasil pengamatan menunjukkan biskuit Depkes sebagai kontrol memiliki nilai densitas kamba paling kecil yaitu 0.405 g/ml. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap densitas kamba (Tabel 14). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata jujur (BNJ) menunjukkan densitas kamba semua biskuit perlakuan berbeda nyata dengan biskuit kontrol. Namun demikian, densitas kamba antar biskuit perlakuan adalah tidak berbeda nyata (Tabel 14).

Bila dikaitkan dengan kandungan lemak dan densitas kamba didapat bahwa semakin besar kandungan lemaknya maka densitas kambanya juga semakin besar. Menurut Winarno (1989) bahwa lemak dapat mempengaruhi densitas kamba suatu produk karena lemak dapat mengkompakkan struktur bahan sehingga kadar lemak yang lebih besar cenderung menyebabkan densitas kamba yang semakin besar. Kekerasan

Kekerasan merupakan sifat fisik yang perlu diketahui pada produk biskuit. Biskuit yang dirancang untuk MP-ASI sebaiknya memiliki kekerasan yang rendah. Kekerasan produk- produk makanan kering dikaitkan dengan sifat kerenyahannya. Kekerasan umumnya diuji menggunakan alat texture analyzer, sedangkan kerenyahan diuji secara inderawi karena terkait kesan digigit dalam mulut semakin tinggi nilai kekerasan makan semakin keras biskuit. Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa nilai kekerasan biskuit terbesar adalah biskuit F22 yaitu 5.99 kg/mm/s dan terkecil adalah biskuit kontrol dari Depkes yaitu 1.92 kg/mm/s.

(46)

Kekerasan biskuit MP-ASI berkaitan dengan kekambaan produk yaitu semakin keras biskuit maka densitas kambanya semakin besar pula (Puspowati 2003).

Produk biskuit MP-ASI diharapkan tidak terlalu keras juga tidak terlalu renyah. Bila terlalu keras, biskuit tersebut tidak renyah maka tidak akan disukai anak- anak. Sedangkan bila terlalu renyah (kekerasan rendah) maka biskuit tersebut mudah pecah atau rusak sehingga akan merugikan baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Uji Seduh

Jumlah air yang dibutuhkan untuk uji seduh per sajian juga dapat menunjukkan sifat kepadatan gizi biskuit. Jumlah air matang yang ditambah hingga kekentalannya sama dengan biskuit kontrol adalah jumlah air yang cocok untuk uji seduh sebagai petunjuk penyajiannya bila akan disajikan dalam bentuk bubur. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan jumlah air hangat yang ditambahkan adalah 80 ml untuk membuat biskuit kontrol per saji (40 g). Banyaknya air yang dibutuhkan biskuit perlakuan untuk menyerupai bubur pada biskuit kontrol adalah berkisar antara 74.5 ml sampai 77.25 ml.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap uji seduh (Tabel 14). Oleh karena itu, jumlah air yang diperlukan untuk menyeduh agar diperoleh bubur biskuit yang serupa baik antar perlakuan maupun antar perlakuan dengan kontrol adalah tidak nyata jumlah atau volume airnya. Namun demikian, pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah air yang dibutuhkan biskuit perlakuan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan biskuit kontrol. Hal ini diduga ada hubungannya dengan densitas kamba produk. Hal ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan bahwa biskuit dengan densitas kamba yang semakin besar maka semakin sedikit air yang dibutuhkan unyuk memperoleh bubr biskuit dengan konsistensi yang serupa. Bahan pangan yang densitas kambanya kecil akan membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan yang densitas kambanya besar.

Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi adalah waktu untuk menyatakan mulai biskuit diberi air sampai menjadi bubur yang dihitung dan dinyatakan sebagai waktu rehidrasi biskuit. Hasilnya diperoleh bahwa biskuit kontrol memiliki waktu rehidrasi yang paling cepat yaitu 58 detik dan biskuit perlakuan berkisar 149 sampai 155 detik.

(47)

(BNJ) menunjukkan bahwa antara biskuit dengan tepung komposit F2 dan F23 berbeda nyata satu sama lain, namun tidak berbeda nyata dengan biskuit lainnya. Semua formula biskuit dengan tepung komposit berbeda nyata waktu rehidrasi dengan biskuit kontrol. Waktu rehidrasi berkaitan dengan kekerasan produk pangan dan jumlah air yang diperlukan untuk membuat bubur biskuit dengan konsistensi serupa. Dengan demikian, semakin keras suatu produk, maka memerlukan waktu rehidrasi yang lebih lama dan jumlah air yang lebih banyak (Puspowati 2003).

Tabel 14. Hasil pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit

Formula

(48)

nilai 5 untuk sangat halus. Penjelasan secara rinci tentang skala uji organoleptik ini dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 15. Hasil pengujian indrawi biskuit dengan tepung komposit

Formula

Berdasarkan uji organoleptik hampir semua formula biskuit dengan tepung komposit perlakuan memiliki kehalusan di mulut yaitu agak kasar, kecuali untuk formula F5, F10 dan F23 yang agak halus. Sifat indrawi untuk kemudahan ditelan untuk semua formula biskuit komposit adalah bersifat agak mudah ditelan, dibandingkan biskuit Depkes bersifat mudah ditelan. Sifat indrawi untuk kerenyahan dimulut untuk formula biskuit komposit semuanya bersifat agak renyah, sedangkan biskuit Depkes bersifat renyah. Sifat indrawi untuk kemudahan melarut dalam mulut, hampir semua formulasi biskuit komposit bersifat agak sukar melarut dalam mulut, kecuali untuk biskuit komposit F4, F5, F10, dan F23 yang bersifat agak mudah melarut. Hal ini berbeda nyata dengan biskuit Depkes yang memiliki sifat kemudahan melarut dalam mulut.

Semua nilai uji organoleptik pada biskuit perlakuan memiliki nilai yang lebih rendah daripada biskuit Depkes. Hal ini disebabkan karakteristik biskuit perlakuan yang memiliki kekerasan yang relatif tinggi dan kekompakkan biskuit yang padat serta kurangnya porosnya tekstur biskuit dibandingkan dengan biskuit Depkes.

Pertimbangan Formula Biskuit Terpilih

Gambar

Tabel 1 Persyaratan Biskuit MP-ASI menurut SK. Menkes 2007
Tabel 2. Angka kecukupan gizi rata- rata per hari untuk anak umur 6-36 bulan.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung labu kuning (Pratama 2010)
Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung pisang (Hidayat 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam hal ini GKJ sebagai Sinode tidak mempunyai sebuah aturan yang baku. untuk mengatur tentang persembahan perpuluhan di Gereja-Gereja di bawah naungan

Tujuan perancangan sistem informasi pariwisata berbasis web adalah untuk mempromosikan wisata Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dan terbentuknya suatu

Kesimpulan: Ekstrak daun Kemangi dapat diformulasikan dalam sediaan krim yang baik secara fisik, dan sediaan krim ekstrak daun Kemangi tidak dapat

Kegiatan demonstrasi cara dalam penelitian ini menggunakan alat peraga benda asli, dan masyarakat Desa Kalimas merupakan sasaran dari kegiatan ini, wanita tani

No Penyuluhan Kesehatan Konsultan Kesehatan PMR (Palang Merah Remaja) Pengawasan Warung Sekolah Nilai. 6 Dilakukan 1

Bisa jadi kelinci Anda akan menjilati lagi tubuhnya, hal ini juga bertujuan untuk meluruskan.4. bulunya Kelinci termasuk jenis binatang lucu,unik dan menarik bahkan sangat

Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan UUD 1945 : ” Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya

Angket respon peserta didik menunjukkan hasil bahwa peserta didik memberikan respon yang positif terhadap proses pembelajaran inkuiri dipadu STM dalam hal pembelajaran