FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK INTENSI BERWIRAUSAHA
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU DAN KINERJA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR
MUMUH MULYANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
PERNYATAAN
MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Faktor-faktor yang Membentuk Intensi
Berwirausaha serta Pengaruhnya Terhadap Perilaku dan Kinerja Pedagang Kaki Lima
di Kota Bogor adalah sebagai hasil karya dengan arahan dari Komisi Pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor, Juli 2012
v
ABSTRACT
MUMUH MULYANA, Factors Establishing the Entrepreneurial Intentions and Its
Effects to Behavior and Performance of the Street Vendros in Bogor City. Thesis.
Management Department, Economic and Management Faculty, Bogor Agricultural University. Supervised by MA’MUN SARMA and WILSON HALOMOAN LIMBONG.
Street Vendors are a form of informal sector in people economy. The rapid growth of street vendors gives a contribution to the region economy such as labour opportunity. The objectives of this study takes are: to identify the street vendors’ characteristics, to analyze relation between street vendors’ characteristics and entrepreneurial intention, to identify and to analyze factors that establishing the entrepreneurial intention, to analyze the relation between entrepreneurial intention and street vendors’ performance, and to analyze the relation between entrepreneurial intention and street vendors’ entrepreneurial behavior.
The data were obtained from the questionnaire distributed to 122 respondents. The data were analyzed using partial least square with SmartPLS Software. In the analysis of the initial model, it was obtained eleven indicators which less than 0,50. The repairs of the model carried out by executing the eleven indicators. The result of the analysis are (1) the majority of the Street Vendors are male, aged under 40 years, junior high school graduated, came from Bogor, member of family less than 4 peoples, never worked, untrained, capital less than IDR 3 milion, experienced more than 10 years, operating for 6.5-9 hours per day, his own business, and brutto’s income between IDR 250,000 to IDR 500,000; (2) the Street Vendors’ Characteristics unrelated with the Entrepreneurial Intention; (3) Demography factor and External Environmental are have insignificant positive effect to Entrepreneurial Intention, but Personality factor is have significant positive effect to entrepreneurial intention; (4) the Entrepreneurial Intention is have insignificant positive effect to entrepreneurial performance but significant positive to entrepreneurial behavior. Furthermore, in order to evaluate the goodness of fit of the model, further research both productivity and market share using the model should be conducted.
vi
RINGKASAN
MUMUH MULYANA, Faktor-faktor yang Membentuk Intensi Berwirausaha serta Pengaruhnya Terhadap Perilaku dan Kinerja Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor. Tesis. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MA’MUN SARMA dan WILSON
HALOMOAN LIMBONG)
Kawasan Jalan Suryakencana Kota Bogor, sebagai sebuah kawasan yang padat
dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) telah memberikan kontribusi nyata terhadap
geliat perkembangan perekonomian Kota Bogor. Lebih dari seratus pedagang kaki
lima beroperasi di kawasan ini setiap harinya selama 24 jam secara bergantian.
Mereka tampil dan berbisnis dengan kondisi seadanya. Maka tidak jarang usaha
mereka banyak yang tidak berkembang dengan pesat walaupun telah memulai usaha
sejak 10 tahun yang lalu. Walau demikian, tidak sedikit pelaku usaha kecil mampu
meraih kesuksesan sekalipun usaha dijalankan dengan kemampuan dan sumber daya
yang relatif seadanya.
Kesuksesan usaha para PKL sangat dipengaruhi oleh adanya intensi
berwirausaha (entrepreneurial intention). Para PKL yang tidak memiliki kekuatan
intensi berwirausaha, tidak akan termotivasi untuk terus berwirausaha dan
mengembangkan usahanya. Mengingat tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam
berwirausaha tidaklah mudah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya
intensi berwirausaha para pedagang kaki lima. Tujuan penelitian ini ingin mencoba
menguraikan tentang karakteristik individu PKL, menganalisis hubungan
karakteristik PKL dengan intensi berwirausaha, menganalisis faktor-faktor yang
dominan membentuk intensi berwirausaha, menganalisis pengaruh intensi
berwirausaha terhadap kinerja kewirausahaan, serta menganalisis pengaruh intensi
berwirausaha terhadap perilaku berwirausaha.
Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor yang memiliki 12.000 PKL di tahun
2010. Peneliti menetapkan responden PKL yang berada di sepanjang Jalan
vii pertimbangan bahwa Kawasan Suryakencana merupakan kawasan yang memiliki
potensi tinggi untuk berwirausaha dan telah banyak pedagang kaki lima yang
berwirausaha di kawasan ini dengan rata-rata masa usaha melebihi sepuluh tahun.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh secara langsung dari
sumber data yaitu para PKL dengan metode wawancara menggunakan kuesioner dan
data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi dengan mempelajari
data-data yang berasal dari BPS, Pemerintah Kota Bogor, instansi terkait dan websitenya.
Populasi penelitian ini adalah seluruh PKL di Sepanjang Jalan Suryakencana Kota
Bogor yang berjumlah 122 pedagang sampai dengan tanggal 20 Mei 2012. PKL
dimaksud merupakan pedagang makanan, pedagang minuman, pedagang buah, pedagang lukisan, pedagang perabot dan pedagang mainan. Desain penelitian yang
dilakukan adalah metode survey. Untuk menganalisis data digunakan pendekatan
Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan software SMARTPLS versi 2.0 M.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik PKL di Jalan Suryakencana
mayoritas adalah laki-laki, berusia di bawah 40 tahun, berpendidikan SMP, berasal
dari Kota Bogor, memiliki jumlah tanggungan keluarga kurang dari 4 orang, tidak
pernah bekerja sebelumnya, tidak pernah mengikuti Pelatihan Kewirausahaan,
bermodal awal kurang dari Rp 3 juta, sudah berwirausaha lebih dari 10 tahun,
beroperasi selama 6,5 – 9 jam per harinya, menjalani usaha milik sendiri, dan
beromset antara Rp 250 ribu sampai dengan Rp 500 ribu. Semua unsur-unsur dalam Karakteristik Individu dan Karakteristik Usaha PKL tidak memiliki hubungan dengan
Intensi Berwirausaha, kecuali Lamanya Berwirausaha. Faktor demografi dan
Lingkungan Eksternal berpengaruh tidak nyata terhadap Intensi Berwirausaha PKL.
Faktor Kepribadian cukup berpengaruh terhadap Intensi Berwirausaha. Intensi Berwirausaha berpengaruh tidak nyata terhadap Kinerja Kewirausahaan namun cukup
berpengaruh terhadap Perilaku Berwirausaha Pedagang Kaki Lima.
viii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
ix FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK
INTENSI BERWIRAUSAHA
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU DAN KINERJA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR
MUMUH MULYANA
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Manajemen Departemen Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
x
xi Judul Tesis : Faktor-Faktor Yang Membentuk Intensi
Berwirausaha Serta Pengaruhnya Terhadap Perilaku Dan Kinerja Pedagang Kaki Lima Di Kota Bogor
N a m a : Mumuh Mulyana
N R P : H251100061
Program Studi : Ilmu Manajemen
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec. Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, M.S.
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Manajemen
Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
xiii
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT, tesis penelitian
yang berjudul Faktor-faktor Yang Membentuk Intensi Berwirausaha serta
Pengaruhnya terhadap Perilaku dan Kinerja Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor
dapat diselesaikan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama mengidentifikasi dan
menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dan membentuk intense berwirausaha
para Pedagang Kaki Lima. Di samping itu, untuk menganalisis sejauh mana
implikasinya terhadap kinerja kewirausahaan dan perilaku berwirausaha. Hal ini
penting untuk diukur dan dicermati, mengingat peran UKM atau pedagang kecil
begitu besar dalam pengembangan perekonomian nasional.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec. selaku Ketua Komisi
Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, M.S. selaku
Anggota Komisi Pembimbing yang selama ini tidak pernah bosan untuk senantiasa
membimbing, mengarahkan dan memotivasi Penulis untuk dapat menyelesaikan tesis
penelitian ini.
Rasa terima kasih pun penulis sampaikan kepada orang-orang yang Penulis
cintai, sayangi dan hormati yang telah memberi dukungan dan membantu Penulis
dalam menyelesaikan tesis penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bapak dan Ibu kandung yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual
kepada Penulis
2. Bapak dan Ibu Mertua yang telah banyak memberikan dorongan moril dan
material dalam penyelesaian tesis penelitian ini
3. Istri dan anakku yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan dalam suka
dan duka, yang senantiasa membangkitkan semangat dan menghibur di kala
xiv
4. Adik-adik Penulis (Emis Misdiwanti dan Deni, Asep Wahyudi dan Santi, Endah
dan Idris, Arif Hamzah dan Erti, serta Aditya Hamzah) yang selalu memberikan
dukungan agar terus bersemangat dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian
Bogor
5. Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu Penulis
6. Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Manajemen yang selalu memonitoring studi Penulis agar cepat selesai
7. Bapak Dr. Ir. Muhamad Syamsun, M.Sc. yang telah memberi arahan perbaikan
tesis ini.
8. Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Manajemen yang telah banyak
memberikan ilmu-ilmu kepada Penulis
9. Para Pedagang Kaki Lima di sepanjang Jalan Suryakencana Bogor yang telah
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
10. Bapak Budi Setiawan, SE., M.Si. yang senantiasa memberi dukungan dan
mendampingi dalam setiap proses penyelesaian studi.
11. Bapak Hermawan, SE. dan Bapak Ujang, SE. yang selalu siap “direpotkan”.
12. Teman-teman seangkatan (Manajemen 2010) yang selalu kompak.
13. Serta berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis.
Semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Manajemen.
Bogor, Juli 2012
xv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Juni 1976 sebagai anak kedua
dari empat bersaudara dari pasangan A. Suminta dan Nuryati. Pendidikan Sarjana
ditempuh di Program Studi Manajemen Pemasaran STIE Kesatuan Bogor, lulus tahun
2003. Pada tahun 2004, Penulis menikah dengan Sofie Kurnia Asih, SE. kemudian di
tahun 2005 dikaruniai seorang putri (Hanan Fakhira Sa’diyyah)
Karir di bidang pekerjaan, Penulis mulai dari tahun 1998 sebagai Tenaga
Administrasi pada Lembaga Pendidikan Al Qur’an dan Bahasa Arab el-BAIT
sekaligus menjadi Desainer Percetakan dan Penerbitan Al Iqtishodiyyah. Di bulan
April 2000, Penulis bergabung pada Akademi Manajemen Kesatuan sebagai Tenaga
Administrasi Akademik. Sejak itulah, Penulis bersentuhan dan berkecimpung lebih
banyak dalam pendidikan tinggi. Di pertengahan tahun 2005, diamanati tugas
menjadi asisten dosen untuk melaksanakan program pengajaran pada Program
Diploma 3 Manajemen Pemasaran. Bidang kajian yang menjadi tanggungjawab
Penulis adalah Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Tahun 2006 sampai dengan 2009
menjabat sebagai Ketua Program Studi Manajemen Pemasaran Diploma 3. Mulai
Agustus 2009 sampai dengan sekarang, dipromosikan untuk mengemban amanat
sebagai Sekretaris Jurusan Manajemen yang bertanggungjawab atas tiga program
studi. Mulai pertengahan tahun 2010, Penulis melaksanakan tugas belajar di Institut
Pertanian Bogor melalui mekanisme pendanaan Beasiswa Pendidikan Program
Pascasarjana (BPPS) Departemen Pendidikan Nasional.
Beberapa karya tulis yang telah Penulis hasilkan antara lain: 1) berupa buku
ajar: Modul Kewirausahaan, Ekonomi Kreatif dan Praktek Pemasaran, Perilaku
Konsumen, dan Modul Pemasaran Ritel, 2) berupa hasil penelitian yang dipublikasi
dalam Jurnal Ilmiah Kesatuan ISSN 1411-08X, Jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Manajemen Ranggagading ISSN 1411-9552 dan Jurnal Manajemen Universitas Ibn
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii
xviii
2.1.7 Ketersediaan Informasi Kewirausahaan ... 22
xix 4.3 Hubungan Karakteristik Pedagang Kaki Lima dengan Intensi
Berwirausaha ... 70
4.3.1 Hubungan Karakteristik Individu dengan Intensi Berwirausaha ... 71
4.3.2 Hubungan Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 72
4.4 Faktor-faktor yang Membentuk Intensi Berwirausaha Pedagang Kaki Lima ... 73
4.4.1 Model Intensi Berwirausaha terhadap Perilaku dan Kinerja Berwirausaha ... 73
4.4.2 Evaluasi Measurement (Outer) Model ... 75
4.4.3 Evaluasi Structural (Inner) Model ... 81
4.5 Hubungan Intensi Berwirausaha dengan Kinerja Kewirausahaan Pedagang Kaki Lima ... 88
4.6 Hubungan Intensi Berwirausaha dengan Perilaku Berwirausaha Pedagang Kaki Lima ... 89
4.7 Implikasi Manajerial ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
5.1 Kesimpulan ... 92
5.2 Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 95
xx
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbandingan antara PLS dan SEM ... 33
2. Hasil Penelitian Terdahulu dan Perbedaannya dengan Penelitian ini ... 41
3. Variabel-variabel Yang Digunakan Dalam Penelitian Intensi Berwirausaha .. 48
4. Hasil Pengujian Validitas Kuesioner ... 50
5. Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner ... 52
6. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jenis Produk ... 59
7. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61
8. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Usia ... 62
9. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Pendidikan ... 62
10. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Asal Daerah ... 63
11. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga . 64 12. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 65
13. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Keikutsertaan dalam Pelatihan Kewirausahaan ... 66
14. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Modal Awal Usaha ... 67
15. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Lamanya Berwirausaha ... 67
16. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jam Operasional Harian ... 68
17. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Kepemilikan ... 69
18. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Omset Penjualan ... 70
19. Hubungan Karakteristik Individu dengan Intensi Berwirausaha ... 71
20. Hubungan Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 73
21. Nilai Composite Reliability Variabel Laten dalam Model Intensi Berwirausaha PKL Kota Bogor ... 79
22. Korelasi Antar Konstruk Laten Dalam Model Intensi Berwirausaha Pedagang Kaki Lima Kota Bogor ... 80
xxi 24. Nilai R2 Konstruk Intensi Berwirausaha PKL Kota Bogor ... 82
25. Hasil Perhitungan Nilai Effect Size f2 Variabel-variabel laten eksogen terhadap Intensi Berwirausaha ... 84
26. Nilai Q2 hasil penelitian yang dihitung dengan prosedur blindfolding atas
varaibel-variabel dalam Model Intensi Berwirausaha PKL Kota Bogor ... 84
27. Nilai Hasil Bootstrap Koefisien Path Terhadap Konstruk Intensi
Berwirausaha ... 84
28. Indikator-indikator Pembentuk Intensi Berwirausaha Menurut Karakteristik
Pedagang Kaki Lima Kota Bogor ... 86
29. Nilai Hasil Bootstrap Koefisien Path Konstruk Intensi Berwirausaha terhadap Kinerja Kewirausahaan ... 89
30. Nilai Hasil Bootstrap Koefisien Path Konstruk Intensi Berwirausaha
xxii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran yang Digunakan dalam Penelitian Intensi
Berwirausaha ini ... 45
2. Model Awal Intensi Berwirausaha Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor ... 74
3. Tampilan Hasil PLS Algorithm pada Model Awal Intensi Berwirausaha
Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor ... 75
4. Tampilan Hasil PLS Algorithm pada Model Final Intensi Berwirausaha
xxiii DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian untuk Pedagang Kaki Lima ... 101
2. Kuesioner In-depth Interview untuk Konsumen ... 106
3. Nilai Cross Loading pada Model Awal ... 107
4. Hasil Uji Chi Square Karakteristik Individu dengan Intensi Berwirausaha ... 109
5. Hasil Uji Chi Square Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 112
6. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Karakteristik Individu dengan Intensi
Berwirausaha ... 113
7. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 114
8. Nilai Cross Loading pada Model Final ... 115
9. Hasil Bootstraping ... 117
10. Photo Para Pedagang Kaki Lima di Jalan Suryakencana Bogor ... 118
11. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Laki-laki di Kota Bogor ... 119
12. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Wanita di Kota Bogor ... 120
13. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Asal Kota Bogor di Kota Bogor ... 121
14. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Asal Luar Kota Bogor di Kota
17. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Milik Sendiri di Kota Bogor ... 125 18. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Bukan Milik Sendiri di Kota Bogor . 126
19. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Pernah Bekerja Kota Bogor ... 127
20. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Belum Pernah Bekerja di Kota
Bogor ... 128
xxiv
22. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Belum Pernah Pelatihan di Kota
Bogor ... 130
23. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SD dan Tidak
Sekolah di Kota Bogor ... 131
24. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SMP di Kota Bogor 132
25. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SMA danSarjana di
Kota Bogor ... 133
26. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman Kurang dari 5
Tahun di Kota Bogor ... 134
27. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman 5 – 10 tahun di Kota Bogor ... 135
28. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman Lebih dari 10 tahun
di Kota Bogor ... 136
29. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi Kurang dari 6,5 jam
perhari di Kota Bogor ... 137
30. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi 6,5 jam – 9 jam perhari
di Kota Bogor ... 138
31. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi Lebih dari 9 Jam perhari
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Intensi berwirausaha (entrepreneurial intentions) menurut Katz dan Gartner
(Indarti & Rostiani, 2008) yaitu proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Seseorang dengan intensi untuk memulai
usaha akan memiliki keyakinan diri (efikasi diri), kesiapan dan kemajuan yang lebih
baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai
usaha. Intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku
kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang
masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo dan
Wong dalam Indarti & Rostiani, 2008). Wijaya (2008), memberikan gambaran yang
jelas dalam hasil penelitiannya, bahwa intensi berwirausaha berkontribusi nyata
terhadap perilaku berwirausaha para pedagang kecil / UKM. Intensi merupakan sumber
motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila
seseorang bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat,
maka akan terbentuk intensi yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan.
Ketika kepuasan menurun maka intensinya juga akan menurun sehingga intensi tidak
bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.
Individu yang mempunyai intensi pada suatu kegiatan akan melakukannya dengan
giat daripada kegiatan yang tidak diminatinya. Minat tinggi berarti kesadaran bahwa
wirausaha melekat pada dirinya sehingga individu lebih banyak perhatian dan lebih
2
informasi secara memadai tentang objek yang diminati. Informasi keberhasilan sebuah
usaha memunculkan pemahaman kepada pemirsanya bahwa wirausaha memiliki
prospek keberhasilan yang sudah terbukti.
Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai salah satu bentuk wirausaha kecil, dari hari
ke hari terus bermunculan akibat sulitnya lapangan pekerjaan. Mereka menjalankan
usaha sebagai upaya mereka mempertahankan hidup. Kota Bogor sebagai kota satelit
yang terakses langsung dengan ibukota negara, memiliki banyak Pedagang Kaki Lima.
Keberadaan PKL di Kota Bogor didukung oleh Peraturan Daerah No 13 tahun 2005
tentang penataan Pedagang Kaki Lima. Dalam PERDA disebutkan bahwa keberadaan
PKL di Kota Bogor pada dasarnya adalah hak masyarakat dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup dan PKL merupakan usaha ekonomi kerakyatan yang perlu pembinaan
dan penataan dalam melaksanakan usahanya.
Pertumbuhan PKL di kota Bogor semakin meningkat setelah terjadinya krisis
ekonomi mulai pertengahan tahun 1997. Hasil pendataan oleh Pemerintah Derah, pada
tahun 1996 tercatat Pedagang Kaki Lima di titik-titik pusat keramaian berjumlah 2.140
pedagang, kemudian pada akhir tahun 1999 berdasarkan hasil survei Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Kota Bogor jumlahnya hampir tiga kali lipat menjadi
6.340 pedagang. Pada akhir tahun 2002 berdasarkan hasil pendataan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor jumlah PKL meningkat lagi menjadi
10.350 Pedagang, yang tersebar di 51 titik PKL, dimana 82% dari para pedagang
tersebut berasal dari luar Kota Bogor. Tahun 2004 terdapat 50 lokasi PKL dengan
jumlah pedagang sekitar 12.000 PKL (Renstra Kota Bogor 2005-2009). Pola sebaran
Pedagang Kaki Lima tidak merata, dimana terdapat 6 titik konsentrasi PKL terbanyak,
3 Jalan Lawang Saketeng, Jl. Jambu Dua (Pasar), dan Jl. Jambu Dua (Jl. Pajajaran Ujung
Utara). Hal ini menunjukkan bahwa wilayah pusat perekonomian berada di Kota Bogor.
Kawasan Jalan Suryakencana Bogor, sebagai sebuah kawasan yang padat dengan
Pedagang Kaki Lima telah memberikan kontribusi nyata terhadap geliat perkembangan
perekonomian Kota Bogor. Bermilyar-milyar rupiah transaksi bisnis berputar di
kawasan ini. Pedagang Besar dan Menengah yang sebagian besar dikuasai oleh
Pedagang WNI Keturunan telah banyak memberi peran besar pada perputaran
perekonomian di kawasan ini. Kondisi ini memberi daya tarik tersendiri dan keuntungan
bagi Pedagang Kaki Lima. Sehingga lebih dari seratus lima puluh Pedagang Kaki Lima
beroperasi di kawasan ini setiap harinya selama 24 jam secara bergantian. Mereka
tampil dan berbisnis dengan kondisi seadanya. Operasionalisasi usaha mereka
cenderung tidak tersentuh dengan manajemen dan tata kelola usaha yang semestinya.
Maka tidak jarang usaha mereka banyak yang tidak berkembang dengan pesat walaupun
telah memulai usaha sejak 10 tahun yang lalu.
Usaha PKL biasanya dijalankan hanya dengan mengandalkan intuisi dan peluang
bisnis yang ada. Bahkan tidak jarang, usaha mandiri tersebut dijalankan sebagai
kelanjutan dari bisnis yang sebelumnya telah dijalankan orangtua atau keluarganya.
Sehingga hampir tidak terdapat “sentuhan” manajerial yang mumpuni dalam
operasionalisasinya. Usaha mandiri dijalankan seolah penuh dengan ketidaksengajaan
dan tidak adanya rencana. Bahkan sebagian pedagang menyatakan pilihan mereka untuk
berwirausaha adalah untuk menghindari status pengangguran dan tidak memiliki
penghasilan. Walau demikian, tidak sedikit pelaku usaha kecil mampu meraih
kesuksesan sekalipun usaha dijalankan dengan kemampuan dan sumber daya yang
4
kawasan tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya intensi berwirausaha (entrepreneurial
intention) untuk menjalankan usaha masing-masing Pedagang Kaki Lima. Para Pedagang Kaki Lima yang tidak memiliki kekuatan intensi berwirausaha, tidak akan
termotivasi untuk terus berwirausaha dan mengembangkan usahanya. Mengingat
tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam berwirausaha tidaklah mudah. Untuk
berwirausaha tidak cukup hanya bermodalkan keyakinan, rasa percaya diri, sifat
prestatif dan mandiri yang kuat, namun dibutuhkan pula minat pada usaha yang ingin
ditekuninya.
Ringkasnya, Pedagang Kaki Lima tidak akan bertahan untuk tetap berwirausaha,
jika tidak memiliki intensi berwirausaha, mengingat hambatan dan tantangannya yang
begitu besar. Pedagang Kaki Lima yang memiliki intensi berwirausaha yang kuat, jika
memiliki kegagalan pada satu jenis usaha tertentu maka ia tidak menyerah dan berhenti
begitu saja, namun ia akan tetap berwirausaha dengan mencoba dan berusaha pada jenis
usaha yang lainnya. Tentu sikap ulet seperti ini menjadi suatu hal yang sangat penting,
terutama jika dikaitkan dengan angka pengangguran yang terus meningkat.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya intensi berwirausaha para
Pedagang Kaki Lima. Penelitian ini ingin mencoba menguraikan dan mengukur tingkat
hubungan di antara faktor-faktor tersebut dengan intensi berwirausaha. Di samping itu,
akan dianalisis pula keterkaitan intensi berwirausaha dengan kinerja kewirausahaan dan
perilaku berwirausaha Pedagang Kaki Lima.
1.2 Perumusan Masalah
Pedagang Kaki Lima telah menjadi bagian dari perilaku konsumen dalam
5 alasan yang mendasari Pedagang Kaki Lima untuk tetap bertahan dan berwirausaha
sebagai Pedagang Kaki Lima. Walaupun pada sisi lain, Pedagang Kaki Lima tidak lepas
dari permasalahan dan hambatan yang harus dihadapinya. Mulai dari permasalahan
keuangan sampai dengan masalah penertiban oleh pemerintah kota dan ancaman dari
orang-orang yang hendak mengambil keuntungan pribadi seperti pemalak. Masalah dan
hambatan tersebut tidak melunturkan semangat dan intensi para Pedagang Kaki Lima
untuk tetap berwirausaha dan meningkatkan kinerja kewirausahaannya.
Fakta menunjukkan bahwa sebagian Pedagang Kaki Lima di Kawasan Jalan
Suryakencana Bogor merupakan Pedagang Kaki Lima yang telah berwirausaha lebih
dari sepuluh tahun dengan jenis usaha/dagangan yang sama sejak awal berdirinya
sampai dengan sekarang. Sebagian lagi merupakan Pedagang Kaki Lima yang sudah
lama berwirausaha namun mengalami perubahan produk yang dijualnya akibat
mengalami kegagalan dengan produk yang awal. Sebagian lagi merupakan pedagang
baru yang mencoba dan berusaha untuk meraup keuntungan dan kesuksesan dengan
berwirausaha di kawasan Jalan Suryakencana. Beberapa Pedagang Kaki Lima yang
biasanya ditemui oleh pelanggannya, sekarang sudah tidak beroperasi lagi.
Satu faktor yang membuat bertahannya para Pedagang Kaki Lima dengan
usahanya di kawasan Jalan Suryakencana lebih banyak didasari adanya intensi
berwirausaha yang kuat pada diri mereka. Lemahnya Intensi Berwirausaha membuat
para Pedagang Kaki Lima tidak mempertahankan usahanya, bahkan tidak mau berganti
kepada produk lainnya. Sehingga menjadi penting, untuk mengetahui faktor-faktor yang
membentuk intensi berwirausaha di kalangan Pedagang Kaki Lima dan
mengidentifikasi faktor yang dominan mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
6
adalah aspek demografis, kepribadian dan lingkungan eksternal. Sejalan dengan yang
telah dikemukakan pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana karakteristik individu Pedagang Kaki Lima ?
2. Bagaimana hubungan karakteristik Individu Pedagang Kaki Lima dengan intensi
berwirausaha?
3. Faktor-faktor apa saja yang dominan membentuk intensi berwirausaha para
Pedagang Kaki Lima?
4. Bagaimana pengaruh intensi berwirausaha terhadap kinerja kewirausahaan para
Pedagang Kaki Lima?
5. Bagaimana pengaruh intensi berwirausaha terhadap perilaku berwirausaha para
Pedagang Kaki Lima?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik individu para Pedagang Kaki Lima
2. Menganalisa hubungannya karakteristik individu dengan intensi berwirausaha
Pedagang Kaki Lima.
3. Mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang membentuk intensi
berwirausaha Pedagang Kaki Lima.
4. Menganalisa pengaruh intensi berwirausaha terhadap kinerja Pedagang Kaki Lima.
5. Menganalisa pengaruh intensi berwirausaha dengan perilaku berwirausaha
7 1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak berikut:
1. Sebagai masukan bagi pimpinan Perguruan Tinggi atau Sekolah agar dapat
membuat kebijakan dan kurikulum yang mendorong dan meningkatkan intensi
berwirausaha bagi para mahasiswa sehingga para mahasiswa dapat menjadi
pencipta lapangan pekerjaan selama atau setelah lulus kuliah.
2. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dan program yang
tepat untuk meningkatkan intensi berwirausaha para Pedagang Kaki Lima sehingga
dapat membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi angka
pengangguran masyarakat, menggerakkan perekonomian dan lain-lain.
3. Sebagai masukan bagi para mahasiswa atau pelajar sehingga bisa tertarik menjadi
wirausaha dan dapat mempersiapkan diri dengan baik dan memadai sebelum terjun
menjadi wirausaha.
4. Sebagai kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dalam penelitian di bidang
kewirausahaan.
5. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang sama
di masa mendatang.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada analisis dan pengujian atas faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya intensi berwirausaha, perilaku dan kinerja kewirausahaan
di kalangan Pedagang Kaki Lima. Responden yang diteliti adalah para Pedagang Kaki
Lima di sepanjang Jalan Suryakencana. Kawasan ini termasuk kawasan yang memiliki
8
kawasan Suryakencana sebagai destinasi utama saat melakukan perjalanan ke Bogor
dan sekitarnya. Walaupun omset masing-masing pedagang kecil cenderung stabil,
namun mereka dalam jangka waktu lama tidak banyak yang meraih kesuksesan
melebihi kondisi saat pertama kali bisnisnya dijalankan. Hal ini menjadi menarik untuk
dicermati secara mendalam, faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha
para Pedagang Kaki Lima yang berhubungan dengan perilaku dan kinerja
kewirausahaan. Analisis yang dilakukan adalah analisis data menggunakan pendekatan
partialleastsquare (PLS). PLS adalah model persamaan StructuralEquationModeling
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Kewirausahaan dan Wirausaha
Wirausaha merupakan kata yang tidak asing di telinga masyarakat umum.
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri
dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas
merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya. Kewirausahaan
merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta,
berkarsa dan bersahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam
kegiatan usahanya. Wirausaha (enterpreneur) adalah seseorang yang membayar harga
tertentu untuk produk tertentu, untuk kemudian dijualnya dengan harga yang tidak pasti,
sambil membuat keputusan tentang upaya mencapai dan memanfaatkan sumber-sumber
daya, dan menerima risiko.
Kewirausahaan merupakan harmonisasi antara kreativitas yang menciptakan
ide-ide dengan pertimbangan peluang maupun resiko dan inovasi dalam menerapkan ide-ide-ide-ide
kreatif menjadi suatu bentuk barang dan jasa yang mempunyai nilai jual bagi
wirausahawan. Membangun kewirausahaan berarti membangun atau menciptakan
sesuatu yang baru. Kehidupan wirausahaadalah kehidupan yang sangat ditentukan oleh
pasar karena pasar merupakan tempat pertemuan antara wirausaha dan masyarakat
untuk berinteraksi saling memperkenalkan dan menjual barang dan jasa dan untuk
saling menemukan kebutuhan akan produk (barang dan atau jasa) oleh masyarakat
10
Seorang wirausahawan dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif, karena
popularitas produk yang mungkin sukses dijualnya belum tentu bertahan lama.
Kewirausahaan mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam
berkreasi dan berinovasi, oleh sebab itu objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan
kemampuan (ability) seseorang yang diwujudkan dalam bentuk prilaku (Suryana, 2006).
Dengan sendirinya kreativitas dan inovasi merupakan suatu hal yang esensial bagi
setiap pelaku dalam kewirausahaan di mana setiap proses perkembangan usaha mulai
dari tahap awal sampai pada tahap penurunan dibutuhkan pemikiran kreatif dan inovatif
terhadap produk yang dihasilkan. Tujuannya agar suatu usaha dapat terus menghasilkan
keuntungan sehingga dapat bersaing dengan mengikuti selera pasar (konsumen) untuk
perkembangan suatu usaha terutama di bidang usaha kecil dan menengah yang
mempunyai kapital kecil.
Oleh karena itu, wirausaha memerlukan ide-ide kreatif dan inovatif agar dapat
efisien dan efektif dalam setiap tahapan. Tujuannya guna menekan penggunaan biaya
yang bermuara kepada penekanan biaya produksi sehingga produk dapat dijual di pasar
dengan harga terjangkau oleh konsumen.
2.1.2 Kepribadian
Banyak ahli yang mengungkapkan definisi kepribadian. Fromm dalam Alma
(2005) menyatakan bahwa kepribadian adalah keseluruhan kualitas psikis seseorang
yang diwarisinya dan membuat orang tersebut menjadi unik dan berbeda dengan yang
lainnya. Keunikan inilah yang menjadikan kepribadian sebagai variabel yang sering
11 Zimmerer dan Scarborough (2004) mengemukakan delapan karakteristik
kepribadian dari seorang wirausaha sukses yakni:
1. Desire for responsibility yakni memiliki rasa tanggung jawab.
2. Preference for moderate risk yakni memilih resiko yang moderat dan tidak mengambil resiko yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
3. Confidence in their ability to succees yakni percaya bahwa dirinya bisa meraih kesuksesan yang diinginkannya.
4. Desire for immediate feedback yakni memiliki keinginan untuk mendapatkan umpan balik.
5. High level of energy yakni memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja keras. 6. Future orientation yakni berorientasi pada masa depan.
7. Skill of organizing yakni mempunyai ketrampilan mengorganisir sumber-sumber daya.
8. Value of achievement over money yakni lebih menghargai prestasi dibandingkan uang.
Harris (Suryana, 2006) menyatakan bahwa wirausaha yang sukses pada umumnya
adalah mereka yang memiliki kompetensi yaitu memiliki ilmu pengetahuan,
ketrampilan dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi serta
tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.
Cuningham (Riyanti, 2003) yang melakukan wawancara terhadap 178 wirausaha
dan manajer profesional Singapura menyatakan bahwa kepribadian merupakan salah
satu faktor penyebab keberhasilan usaha. Pentingnya kepribadian bagi seorang
12
kepribadian sangat menentukan bidang usaha apa yang bakal mendatangkan kesuksesan
dalam kewirausahaan.
Stoltz (Riyanti, 2003) menyatakan ada tiga tipe kepribadian yakni the climber,
the champer dan the quitter. The climber adalah orang yang memiliki ketahanan tinggi dalam menghadapi rintangan, ia tidak mudah menyerah dan terus bertahan meskipun
gagal berkali-kali. The champer adalah orang yang mendaki pada ketinggian tertentu
dan berhenti karena ia merasa sudah puas dengan apa yang dicapainya dan ia tidak mau
berusaha lagi agar bisa lebih berhasil. Tipe quitter adalah orang yang mudah menyerah
bila menghadapi kegagalan, ia penakut dan tidak mau mengambil resiko untuk mulai
berusaha lagi. Rintangan membuatnya tidak mau mencoba lagi.
2.1.3 Kebutuhan Akan Prestasi
McClelland (1987) adalah yang pertama kali mengenalkan Konsep kebutuhan
akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi merujuk pada keinginan seseorang terhadap
prestasi yang tinggi, penguasaan keahlian, pengendalian atau standar yang tinggi.
McClelland (1987) menyatakan bahwa ada tiga motif sosial yang mempengaruhi
tingkah laku seseorang jika ia berhubungan dengan orang lain di dalam suatu
lingkungan yakni:
1) Motif afiliasi (affiliation motive). Keinginan untuk bergaul dengan orang lain secara
harmonis, penuh keakraban, dan disenangi. Orang ini akan berbahagia jika ia bisa
diterima lingkungannya dan mampu membina hubungan yang harmonis dengan
lingkungannya. Orang seperti ini biasanya merupakan teman yang baik dan
13
2) Motif kekuasaan (power motive). Orang yang memiliki motivasi berkuasa tinggi
suka menguasai dan mempengaruhi orang lain, ia mau orang lain melakukan apa
yang diminta/diperintahkannya, ia cenderung tidak mempedulikan perasaan orang
lain, baginya keharmonisan bukanlah hal yang utama, ia memberikan bantuan
kepada orang lain bukan atas dasar belas kasihan akan tetapi supaya orang yang
dibantunya menghormati dan kagum kepadanya sehingga ia bisa menunjukkan
kelebihannya kepada orang lain dan agar orang lain mau terpengaruh oleh mereka
sehingga bisa diperintah dan diaturnya.
3) Motif berprestasi (achievement motive). Orang yang memiliki motif berprestasi
fokus pada cara-cara untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. McClelland (1987)
melakukan penelitian terhadap mahasiswa Harvard University dan membuktikan
adanya korelasi antara tinggi rendahnya kebutuhan berprestasi pada mahasiswa
yang diukur semasa kuliah dengan pemilihan karier/pekerjaan setelah mereka lulus
kuliah dan terjun ke masyarakat.
Dari hasil penelitian itu ditunjukkan bahwa mereka yang memiliki motif berprestasi
tinggi sekitar 66% memilih karier sebagai pengusaha, sementara 34% lainnya memilih
pekerjaan di bidang lain. Pada mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah,
hanya 10% yang memiliki pekerjaan sebagai pengusaha dan 90% memilih pekerjaan di
bidang lain.
Oosterbeek (2008) menemukan bahwa wirausaha yang sukses memiliki nilai/skor
yang tinggi pada uji terhadap kebutuhan akan prestasi karena mereka akan berjuang
untuk memperoleh prestasi yang tinggi, mereka mendirikan perusahaannya secara
profesional dan menentukan target yang tinggi dan berusaha mencapai target tersebut.
14
kekuasaan/the need of power yang tinggi untuk mengendalikan orang lain yang
mengindikasikan bahwa mereka tahu apa yang mereka inginkan dan cara
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuannya. McClelland (1987) pun
menyatakan bahwa orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi berbeda dengan
para penjudi/gamblers atau pengambil resiko/risk takers. Orang-orang dengan
kebutuhan prestasi yang tinggi menetapkan tujuan yang bisa dicapai yang dapat mereka
pengaruhi dengan usahanya sendiri.
Faisol (Mudjiarto, 2006) menyatakan bahwa orang-orang yang berprestasi tinggi
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berani mengambil resiko.
2) Kreatif dan inovatif.
3) Mempunyai visi.
4) Mempunyai tujuan yang berkelanjutan.
5) Percaya diri.
6) Mandiri.
7) Aktif, enerjik dan menghargai waktu.
8) Memiliki konsep diri yang positif.
9) Berpikir positif.
10) Bertanggung jawab secara pribadi.
11) Selalu belajar dan menggunakan umpan balik.
Penelitian Scapinello (Indarti, 2008) menunjukkan bahwa seseorang dengan
tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada
15 2008) dalam penelitiannya di India menemukan bahwa kebutuhan akan prestasi
berpengaruh besar terhadap tingkat kesuksesan seorang wirausaha.
2.1.4 Efikasi Diri
Bandura (1977) menyatakan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang
terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan mendapatkan
prestasi tertentu. Bandura (1977) pun menyatakan bahwa efikasi diri akan menentukan
cara seseorang untuk berpikir, bertindak dan memotivasi diri mereka menghadapi
kesulitan dan permasalahan. Sukses atau gagalnya seseorang ketika melakukan tugas
tertentu ditentukan oleh efikasi dirinya. Orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi
akan bisa menghadapi kegagalan dan hambatan yang mereka hadapi, stabil emosinya,
bersikap dan memiliki internal locus of control yang tinggi.
Cromie (Indarti, 2008) menjelaskan bahwa efikasi diri mempengaruhi
kepercayaan seseorang pada tercapai atau tidaknya tujuan yang sudah ditetapkan. Lebih
lanjut Cromie (Indarti, 2008) menyatakan bahwa efikasi diri yang positif adalah
keyakinan seseorang bahwa ia mampu mencapai pekerjaan atau prestasi yang
diinginkannya. Tanpa adanya efikasi diri seseorang tidak akan memiliki keinginan
untuk melakukan perilaku tertentu. Betz dan Hacket (Indarti, 2008) menyatakan bahwa
efikasi diri akan karir seseorang dapat menjadi faktor penting dalam penentuan apakah
minat kewirausahaan seseorang sudah terbentuk pada tahapan awal seseorang memulai
karirnya. Lebih lanjut Betz dan Hacket menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
efikasi diri seseorang pada kewirausahaan di masa-masa awal seseorang dalam berkarir,
semakin kuat minat kewirausahaan yang dimilikinya. Oosterbeek (2008) menyatakan
16
Wirausaha sukses selalu yakin bahwa mereka mampu membuat semua kegiatannya
menjadi berhasil. Mereka juga merasa mampu mengendalikan kesuksesan mereka yang
tidak tergantung kepada orang lain.
Wirausaha sukses memiliki ketahanan yang tinggi, kemampuan mengambil resiko
dan menanggung kerugian dan menangani ketidakpastian. Bandura menjelaskan bahwa
ada empat cara untuk mencapai efikasi diri yakni:
1) Pengalaman sukses atau kegagalan yang terjadi berulang kali. Pengalaman sukses
akan memperkuat kepercayaan seseorang bahwa dirinya memang mempunyai
kemampuan untuk mencapai prestasi yang baik, sebaliknya pengalaman gagal
berulang kali dapat membuat seseorang meragukan kemampuan dirinya sehingga
menurunkan kepercayaan pada dirinya sendiri.
2) Melihat orang lain melakukan perilaku tersebut dan kemudian mencontoh atau
belajar dari pengalaman tersebut. Jadi ada suatu model yang menjadi panutan
seseorang, model ini memiliki kemampuan yang mirip dengan dirinya. Melihat
model bisa sukses dengan melakukan usaha tertentu, maka seseorang menjadi
yakin ia juga bisa berhasil sama seperti model tersebut.
3) Persuasi verbal yakni memberikan semangat atau menjatuhkan performa
seseorang agar seseorang berperilaku tertentu.
4) Apa perasaan seseorang tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional).
2.1.5 Demografi
Demografi menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pembahasan tentang
pemasaran. Bogue menyatakan bahwa demografi adalah ilmu yang mempelajari secara
17 perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi
yaitu kelahiran, kematian, perkawinan, migrasi dan mobilitas social.
Barclay menyatakan bahwa demografi adalah ilmu yang memberikan gambaran
yang menarik dari penduduk yang digambarkan secara statistika. Demografi
mempelajari tingkah laku keseluruhan dan bukan tingkah laku perorangan (Yasin,
2007). Riyanti (2003) menyatakan bahwa demografi sangat penting dikaji karena
demografi adalah faktor yang melekat pada wirausaha dan mempengaruhi keberhasilan
seorang wirausaha. Shapero menyatakan bahwa minat terhadap kewirausahaan
tergantung pada faktor-faktor eksogen seperti demografi, karakter, ketrampilan, budaya,
sosial dan dukungan keuangan (Basu, 2009).
Mazzarol (Indarti, 2008) menyatakan bahwa faktor-faktor demografi seperti
jender, umur, pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang berpengaruh terhadap
keinginan seseorang untuk menjadi seorang wirausaha. Crant dalam Saud dkk (2009)
menyatakan bahwa sikap kewirausahaan dipengaruhi oleh jender, tingkat pendidikan
dan orang tua yang memiliki bisnis. Penelitian oleh Mazzarol (Saud, 2009) menemukan
bahwa faktor demografi (etnisitas, status perkawinan, tingkat pendidikan, ukuran
keluarga, status dan pengalaman kerja, usia, jender, status sosio-ekonomi, agama dan
sifat kepribadian) mempengaruhi minat mendirikan usaha. Studi di India oleh Sinha
(Indarti, 2008) membuktikan bahwa latar belakang pendidikan menjadi salah satu
penentu penting minat kewirausahaan dan kesuksesan usaha yang dijalankan.
Jones (2009) lebih spesifik menekankan pentingnya pendidikan kewirausahaan.
Jones lebih lanjut menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan adalah proses
menyiapkan individu dengan kemampuan untuk mengenali kesempatan komersial,
18
kesempatan komersial tersebut. Kourilsky dalam Jones (2009) mendefinisikan
pendidikan kewirausahaan sebagai kesempatan untuk mengenali, menyusun
sumber-sumber daya dengan kehadiran resiko, dan membangun sebuah perusahaan bisnis.
Bechard and Toulouse (Jones, 2009) mendefinisikan pendidikan kewirausahaan sebagai
kumpulan dari pengajaran formal yang memberikan informasi, melatih dan mendidik
siapapun yang tertarik untuk mendirikan bisnis atau mengembangkan bisnis kecil.
Charney (2000) pada penelitiannya terhadap lulusan Universitas Arizona tahun
1985–1999 dengan membandingkan para lulusan yang mendapatkan pendidikan
kewirausahaan dengan para lulusan yang tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan
menyimpulkan beberapa hal penting berikut ini:
(1) Pendidikan kewirausahaan terbukti meningkatkan minat pendirian perusahaan baru.
Lulusan yang mendapatkan pendidikan kewirausahaan tiga kali lebih banyak yang
mendirikan perusahaan baru dibandingkan para lulusan yang tidak mendapatkan
pendidikan kewirausahaan.
(2) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan minat para lulusan tiga kali lebih besar
untuk menjadi pekerja mandiri (self - employed) dibandingkan para lulusan yang
tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan.
(3) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan pendapatan para lulusan yang
mendapatkan pendidikan kewirausahaan sebanyak 27 persen lebih tinggi.
(4) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan pertumbuhan perusahaan terutama pada
perusahaan kecil, pada perusahaan besar pengaruh pendidikan kewirausahaan lebih
sulit diukur. Tetapi perusahaan besar memberikan gaji yang lebih besar kepada para
lulusan yang memiliki pendidikan kewirausahaan. Perusahaan yang didirikan para
19 (5) Pendidikan kewirausahaan mempromosikan perpindahan teknologi dari universitas
kepada sektor swasta dan mempromosikan perusahaan dan produk berbasis
teknologi. Para lulusan dengan pendidikan kewirausahaan lebih cenderung bekerja
para perusahaan dengan teknologi yang lebih tinggi.
Bandura, Hollenbeck dan Hall, Wilson menemukan bahwa pendidikan
kewirausahaan dapat meningkatkan tingkat efikasi diri seseorang (Basu, 2009). Noel
menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan mempunyai hubungan yang sangat kuat
dengan minat kewirausahaan terutama untuk mahasiswi (Basu, 2009). Wilson
menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan meningkatkan minat mahasiswa terhadap
kewirausahan sebagai karier (Basu, 2009).
Pengalaman kerja menyatakan jenis dan jumlah pekerjaan, lamanya bekerja di
sebuah atau beberapa bidang yang dialami oleh seseorang di dalam karirnya. Setiap
orang mempunyai pengalaman kerja yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi
kehidupan dan karirnya selama hidupnya. Drennan menyatakan bahwa pandangan yang
positif tehadap pengalaman bisnis keluarga dan pengalaman langsung memulai bisnis
baru akan mempengaruhi sikap dan persepsi tentang kewirausahaan sebagai karier
(Basu, 2009).
Timmons (Din, 1992) menyatakan bahwa ada bukti yang semakin meningkat
bahwa wirausaha sukses berasal dari kombinasi pengalaman kerja, studi dan
pengembangan ketrampilan yang sesuai. Din (1992) dalam penelitiannya pada populasi
mahasiswa sekolah bisnis di Malaysia menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki
pengalaman kerja tetap yang lebih banyak memiliki kecenderungan melakukan kegiatan
20
sedikit, hal ini berlaku untuk pengalaman kerja di perusahaan bisnis yang besar dan
tidak berlaku untuk pengalaman kerja di sektor publik.
Penelitian Reitan dalam Frazier (2009) menemukan bahwa pengalaman kerja pada
bisnis keluarga mempunyai pengaruh positif pada minat kewirausahaan. Penelitian yang
dilakukan Indarti dkk (2008) membuktikan bahwa mahasiswa Norwegia yang memiliki
pengalaman kerja akan memiliki minat kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan
yang tidak, akan tetapi pendapat ini tidak berlaku untuk mahasiswa Indonesia dan
Jepang. Demografi dalam penelitian ini hanya meneliti variabel latar belakang
pendidikan kewirausahaan, etnisitas, usia, jender, dan pengalaman kerja yang
mempengaruhi minat berwirausaha.
2.1.6 Lingkungan Eksternal
Perhatian (attention) seseorang terhadap suatu obyek tertentu bisa menjadi awal
dari Minat seseorang. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan tumbuh dan
berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Minat dapat
berubah-ubah tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya di antaranya adalah faktor
lingkungan. Menurut Lupiyoadi (2007) faktor lingkungan yang mempengaruhi minat
meliputi lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.
Indarti dkk (2008) menyatakan ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi
wirausaha sukses yakni ketersediaan informasi, akses kepada modal dan kepemilikan
jaringan sosial. Dewanti (2008) menyatakan bahwa kewirausahaan dipicu oleh faktor
pribadi, lingkungan dan sosiologi. Faktor lingkungan yang berpengaruh menurut
Dewanti adalah peluang yaitu situasi yang menguntungkan, model peranan, aktivitas,
21
dan manusia, teknologi dan kebijakan pemerintah. Penelitian oleh Mazzarol dkk dalam
Saud dkk (2009) menemukan bahwa faktor lingkungan (faktor sosial, ekonomi, politik
dan perkembangan infrastruktur) mempengaruhi dorongan untuk mendirikan usaha.
Zimmerer (2004) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti faktor ekonomi dan
kependudukan, pergeseran dari ekonomi industri ke ekonomi jasa, kemajuan teknologi,
perkembangan e-Commerce dan the world wide web, terbuka lebarnya peluang
internasional dan perubahan gaya hidup masyarakat mempengaruhi minat
kewirausahaan.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa minat kewirausahaan
secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor personal dan faktor
lingkungan (eksternal). Faktor personal sebagai faktor internal adalah faktor yang
timbul karena pengaruh dari dalam diri individu itu sendiri seperti kebutuhan akan
pendapatan, harga diri, perasaan senang, dan lain-lain temasuk riwayat pendidikan dan
pengalaman. Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi individu karena
pengaruh dari luar dirinya sendiri yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat, lingkungan internasional, perubahan teknologi, kondisi ekonomi, budaya
dan sosial.
Jadi pengertian lingkungan dalam penelitian ini adalah faktor luar/eksternal yang
menimbulkan dan mendorong minat kewirausahaan seseorang yang meliputi
Lingkungan Sekeliling, Lingkungan Keluarga, Dukungan Teman-teman, Lingkungan
Pergaulan Usaha, Lingkungan Masyarakat, Kondisi Perekonomian, dan Kebijakan
Pemerintah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa lingkungan yang baik dan
mendukung minat kewirausahaan akan sangat dipengaruhi kepemilikan jaringan sosial,
22
2.1.7 Ketersediaan Informasi Kewirausahaan
Informasi merupakan data yang telah diolah dan dibentuk ke dalam format yang
bermanfaat bagi manusia. Informasi mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
kewirausahaan sebagaimana pentingnya informasi dalam bidang-bidang lainnya. Minat
kewirausahaan bisa muncul dan berkembang jika terdapat informasi yang memadai
yakni keberhasilan sebuah usaha, peluang usaha, pasar yang tersedia, dukungan
pemerintah dan badan-badan yang berhubungan dengan kewirausahaan, dukungan dari
perguruan tinggi berupa pelatihan dan pendidikan tentang kewirausahaan.
Mujianto (2009) menyatakan bahwa informasi dan ide untuk melakukan kegiatan
kewirausahaan dapat berasal dari berbagai sumber seperti pekerjaan dan ketrampilan
yang dimiliki saat ini, minat dan hobi, pengalaman kerja, pengamatan terhadap
lingkungan, informasi dari media massa, melalui berbagai pameran, dan jejaring sosial
dengan orang lain. Muhyi (2007) menyatakan ada banyak cara untuk mendapatkan
informasi untuk memulai kegiatan kewirausahaan, yakni:
a. Melalui pendidikan formal.
b. Melalui seminar-seminar kewirausahaan.
c. Melalui pelatihan.
d. Otodidak.
Pengertian ketersediaan informasi kewirausahaan dalam penelitian ini adalah
tersedianya informasi yang dibutuhkan dan mendukung kegiatan kewirausahaan secara
memadai yang meliputi akses terhadap informasi kewirausahaan, informasi tentang
peluang pasar, kemungkinan perolehan informasi kewirausahaan dan diperoleh
23 2.1.8 Akses Kepada Modal
Usaha membutuhkan modal. Modal merupakan salah satu faktor yang sangat
penting untuk memulai usaha. Kristiansen dalam Indarti dkk (2008) menyatakan bahwa
akses kepada modal menjadi salah satu penentu kesuksesan suatu usaha. Menurut
Indarti dkk (2008) akses kepada modal merupakan hambatan klasik terutama dalam
memulai usaha-usaha baru, setidaknya terjadi di negara-negara berkembang dengan
dukungan lembaga-lembaga penyedia keuangan yang tidak begitu kuat.
Kasmir (2007) menyatakan bahwa ada dua jenis modal yang dibutuhkan seorang
wirausaha, yakni:
1. Modal investasi. Modal investasi bersifat jangka panjang dan dapat digunakan
secara berulang-ulang dan umumnya berumur lebih dari satu tahun. Modal investasi
dipakai untuk membeli aktiva tetap seperti tanah, gedung, mesin-mesin, peralatan,
kendaraan, dan lain-lain. Modal ini biasanya diperoleh dari perbankan selain modal
sendiri.
2. Modal kerja. Modal kerja merupakan modal yang dipakai untuk membiayai
operasional perusahaan pada saat perusahaan beroperasi. Modal ini bersifat jangka
pendek dan biasanya hanya dipakai sekali atau beberapa kali dalam proses
produksi, membeli bahan baku, membayar gaji karyawan, biaya pemeliharaan, dan
lain-lain.
Manurung (2008) menyatakan bahwa modal usaha adalah dana yang digunakan
untuk menjalankan usaha agar dapat berlangsungnya usaha tersebut. Menurut Manurung
beberapa sumber modal, yakni:
1. Dana milik sendiri.
24
3. Meminjam dari lembaga formal atau non-formal.
4. Menggunakan modal dari pemasok.
5. Bermitra dengan mitra kerja agar modal kerja yang dibutuhkan dapat dibagi
bersama.
6. Melakukan pinjaman dari bank.
7. Mendapatkan modal dari pasar modal dengan menerbitkan obligasi, saham, dll.
8. Mendapatkan bantuan dari pemerintah, perusahaan baik swasta maupun BUMN,
universitas, dan lain-lain.
Akses kepada modal dalam penelitian ini adalah kemampuan wirausaha dalam memiliki
modal dan mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya.
2.1.9 Kepemilikan Jaringan Sosial
Jaringan Sosial menjadi hal tak terpisahkan dalam proses berwirausaha.
Membentuk jaringan sosial dapat diartikan sebagai proses dua arah di mana dua orang
atau lebih melakukan proses pertukaran informasi dan sumber daya untuk saling
mendukung kegiatan masing-masing. Dengan membentuk jaringan sosial maka semua
kesempatan bisnis yang ada, permasalahan modal kerja, teknologi produksi, informasi
bisnis, investasi, perubahan kebijakan dan peraturan, dan lain-lain dapat dibagi sehingga
usaha akan lebih efektif dan efisien dan mengurangi resiko usaha.
Mazzarol (Indarti, 2008) menyatakan bahwa jaringan sosial mempengaruhi minat
kewirausahaan. Gregoire dkk dalam Gadar dan Yunus (2009) menyatakan jaringan
sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh pada wirausaha wanita. Penelitian
oleh Gadar dan Yunus (2009) menemukan bahwa jaringan sosial merupakan faktor
25 menemukan bahwa hubungan dengan elit politik yang kuat dan dengan pemimpin
bisnis, dukungan suami merupakan faktor yang mendukung para wirausaha wanita di
Malaysia. Kristiansen dalam Indarti dkk (2008) menjelaskan bahwa jaringan sosial
terdiri dari hubungan formal dan informal antara pelaku utama dan pendukung dalam
satu lingkaran terkait dan menggambarkan jalur bagi wirausaha untuk mendapatkan
akses kepada sumber daya yang diperlukan dalam pendirian, perkembangan dan
kesuksesan usaha.
Menurut Rosenblatt dalam Greve (2003) anggota keluarga memainkan peranan
yang penting ketika seorang calon wirausaha merencanakan dan mendirikan usaha
karena anggota keluarga dan jaringannya selalu dilibatkan untuk dimintai bantuan dan
dukungan. Penelitian yang dilakukan oleh McClelland dalam Muhandri (2002) di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50% pengusaha yang menjadi sampel yang
diambil secara acak dalam penelitiannya berasal dari keluarga pengusaha dan faktor
lingkungan keluarga mempengaruhi minat kewirausahaan. Penelitian McClelland
didukung oleh penelitian Crant dalam Saud dkk (2009) yang menemukan fakta bahwa
minat kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor kepemilikan bisnis oleh orang tua.
Mathews dan Moser dalam Cotleur (2009) juga menyatakan bahwa pengaruh keluarga
sangat signifikan dalam mengembangkan minat kewirausahaan, hal ini terutama berlaku
untuk laki-laki. Adanya model peran/role model juga merupakan faktor yang
menentukan minat kewirausahaan seseorang.
Davidsson and Honig dalam Marshall (2005) menemukan hubungan yang kuat
antara kewirausahaan dan kepemilikan orang tua yang mempunyai bisnis. Dalam studi
itu ditemukan bahwa dukungan teman dekat atau tetangga di dalam usaha juga
26
(2003: 38) menemukan bukti kuat adanya hubungan antara minat kewirausahaan dengan
profesi orang tua yang bekerja mandiri atau sebagai wirausaha.
Kemandirian dan fleksibilitas dapat ditularkan oleh orang tua kepada anaknya
sejak dini dan menjadi sifat yang melekat kepada anak-anaknya. Pendapat Staw
didukung oleh Duchesneau dalam Riyanti (2003) yang menemukan bahwa wirausaha
yang berhasil adalah mereka yang dibesarkan oleh orang tua yang juga wirausaha.
Aldrich dan Zimmerer dalam Greve (2003) menyatakan bahwa wirausaha
membutuhkan jaringan sosial yang kuat selain informasi, modal, ketrampilan, tenaga
kerja untuk memulai usaha. Menurut Hansen dalam Greve (2003) jaringan sosial ini
bisa berupa jaringan profesional, teman-teman, rekan-rekan kerja sebelumnya mulai
dari dalam organisasi, kumpulan perusahaan, atau orang-orang yang membantu
menjalankan dan mendirikan usaha.
Chrisman dalam Marshall (2005) menyatakan bahwa pengaruh keluarga pada
pembentukan usaha baru lebih penting dibandingkan faktor budaya yang lain. Dalam
penelitian ini hal-hal yang menjadi indikator dalam kepemilikan jaringan social adalah
kepemilikan pergaulan, kecenderungan bergaul dan berteman, keaktifan dalam
komunitas dan kepemilikan jaringan sosial.
2.1.10 Intensi Berwirausaha
Tarmudji (2006) menyatakan bahwa minat/intensi adalah perasaan tertarik atau
berkaitan pada sesuatu hal atau aktivitas tanpa ada yang meminta/menyuruh. Tarmudji
menyatakan bahwa minat seseorang dapat diekspresikan melalui pernyataan yang
menunjukkan seorang lebih tertarik pada suatu obyek lain dan melalui partisipasi dalam
27 motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila
seseorang bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat,
maka akan terbentuk minat yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan.
Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun sehingga minat tidak
bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.
Crow & Crow dalam Yuwono dkk (2008) menyebutkan ada tiga aspek minat pada
diri seseorang, yaitu:
a. Dorongan dari dalam untuk memenuhi kebutuhan diri sebagai sumber penggerak
untuk melakukan sesuatu.
b. Kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang akan
menentukan posisi individu dalam lingkungannya.
c. Perasaan individu terhadap suatu pekerjaan yang dilakukannya.
Masrun dalam Yuwono dkk (2008) menyatakan bahwa banyak lulusan perguruan
tinggi belum mampu berwirausaha. Mahasiswa cenderung berpikir bagaimana caranya
mereka bisa diterima bekerja sesuai dengan gelar kesarjanaannya dan dengan gaji yang
sesuai ketika menyelesaikan kuliahnya. Mereka berpendapat lebih baik menganggur
daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya. Lebih lanjut
Masrun menyatakan bahwa penduduk yang mempunyai pendidikan tinggi justru kurang
berminat menjadi wirausaha, tercatat hanya 10% yang berminat menjadi wirausaha.
Mereka yang pendidikannya rendah justru 49% yang berminat menjadi wirausaha.
Dalam Enterpreneur.s Handbook seperti yang dikutip oleh Wirasasmita dalam
Suryana (2006) dikemukakan beberapa alasan yang menumbuhkan intensi seseorang
28
1. Alasan keuangan. Untuk mencari nafkah, menjadi kaya, mencari pendapatan
tambahan dan sebagai jaminan stabilitas keuangan.
2. Alasan sosial. Memperoleh gengsi/status agar dikenal dan dihormati banyak orang,
menjadi teladan untuk ditiru orang lain dan agar dapat bertemu banyak orang.
3. Alasan pelayanan. Agar bisa membuka lapangan pekerjaan dan membantu
meningkatkan perekonomian masyarakat.
4. Alasan pemenuhan diri. Untuk bisa menjadi seorang atasan, mencapai sesuatu yang
diinginkan, menghindari ketergantungan kepada orang lain, menjadi lebih produktif
dan menggunakan potensi pribadi secara maksimum.
Mudjiarto dkk (2005) menyatakan bahwa bahwa umumnya orang berminat
membuka usaha sendiri karena beberapa alasan berikut ini:
1. Mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan.
2. Memenuhi minat dan keinginan pribadi.
3. Membuka diri untuk berkesempatan menjadi bos bagi diri sendiri.
4. Adanya kebebasan dalam manajemen.
Zimmerer (2004) menyatakan bahwa ada 8 faktor yang menjadi pendorong
pertumbuhan intensi kewirausahaan, yakni:
1. Pendapat bahwa wirausaha adalah seorang pahlawan.
2. Pendidikan kewirausahaan.
3. Faktor ekonomi dan kependudukan.
4. Pergeseran dari ekonomi industri ke ekonomi jasa.
5. Kemajuan teknologi.
6. Gaya hidup bebas.
29 8. Terbukanya peluang bisnis internasional.
Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan intensi berwirausaha adalah
kecenderungan atau ketertarikan seseorang untuk melakukan kegiatan kewirausahaan
dengan senang hati dan dengan keberanian mengambil resiko.
2.1.11 Perilaku Berwirausaha
Intensi menjadi wirausaha yang cukup tinggi, tidak selalu diikuti oleh perilaku
wirausaha dalam bentuk mendirikan, mengelola, dan mengembangkan usaha. Perilaku
merupakan tindakan yang tampak atau pernyataan lisan mengenai perilaku
(terobservasi). Perilaku yang dimaksud dalam bidang kewirausahaan adalah keputusan
berwirausaha. Perilaku berwirausaha yaitu tindakan individu yang ditunjukkan dengan
keputusan berwirausaha. Perilaku berwirausaha diukur dengan skala perilaku
berwirausaha yang diadaptasi dari model perilaku Azjen (2008) dengan indikator
tindakan nyata telah menjalankan usaha, keputusan berwirausaha, dan penyataan
dukungan pengembangan usaha yang ada. Perilaku Berwirausaha mencakup tiga hal
yaitu pengetahuan, sikap mental dan keterampilan serta sikap kewaspadaan yang
merupakan perpaduan unsur pengetahuan dan sikap mental terhadap masa yang akan
datang (Wijandi, 1988).
Menurut Buchari Alma (2005), Perilaku kewirausahaan adalah proses
menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal
dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi.
2.1.12 Kinerja Kewirausahaan
Kinerja perusahaan menurut Ferdinand (2000) merupakan konstruk yang umum