• Tidak ada hasil yang ditemukan

Factors Establishing the Entrepreneurial Intentions and Its Effects to Behavior and Performance of the Street Vendros in Bogor City

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Factors Establishing the Entrepreneurial Intentions and Its Effects to Behavior and Performance of the Street Vendros in Bogor City"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK INTENSI BERWIRAUSAHA

SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU DAN KINERJA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR

MUMUH MULYANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN

MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Faktor-faktor yang Membentuk Intensi

Berwirausaha serta Pengaruhnya Terhadap Perilaku dan Kinerja Pedagang Kaki Lima

di Kota Bogor adalah sebagai hasil karya dengan arahan dari Komisi Pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Juli 2012

(4)
(5)

v

ABSTRACT

MUMUH MULYANA, Factors Establishing the Entrepreneurial Intentions and Its

Effects to Behavior and Performance of the Street Vendros in Bogor City. Thesis.

Management Department, Economic and Management Faculty, Bogor Agricultural University. Supervised by MA’MUN SARMA and WILSON HALOMOAN LIMBONG.

Street Vendors are a form of informal sector in people economy. The rapid growth of street vendors gives a contribution to the region economy such as labour opportunity. The objectives of this study takes are: to identify the street vendors’ characteristics, to analyze relation between street vendors’ characteristics and entrepreneurial intention, to identify and to analyze factors that establishing the entrepreneurial intention, to analyze the relation between entrepreneurial intention and street vendors’ performance, and to analyze the relation between entrepreneurial intention and street vendors’ entrepreneurial behavior.

The data were obtained from the questionnaire distributed to 122 respondents. The data were analyzed using partial least square with SmartPLS Software. In the analysis of the initial model, it was obtained eleven indicators which less than 0,50. The repairs of the model carried out by executing the eleven indicators. The result of the analysis are (1) the majority of the Street Vendors are male, aged under 40 years, junior high school graduated, came from Bogor, member of family less than 4 peoples, never worked, untrained, capital less than IDR 3 milion, experienced more than 10 years, operating for 6.5-9 hours per day, his own business, and brutto’s income between IDR 250,000 to IDR 500,000; (2) the Street Vendors’ Characteristics unrelated with the Entrepreneurial Intention; (3) Demography factor and External Environmental are have insignificant positive effect to Entrepreneurial Intention, but Personality factor is have significant positive effect to entrepreneurial intention; (4) the Entrepreneurial Intention is have insignificant positive effect to entrepreneurial performance but significant positive to entrepreneurial behavior. Furthermore, in order to evaluate the goodness of fit of the model, further research both productivity and market share using the model should be conducted.

(6)

vi

RINGKASAN

MUMUH MULYANA, Faktor-faktor yang Membentuk Intensi Berwirausaha serta Pengaruhnya Terhadap Perilaku dan Kinerja Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor. Tesis. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MA’MUN SARMA dan WILSON

HALOMOAN LIMBONG)

Kawasan Jalan Suryakencana Kota Bogor, sebagai sebuah kawasan yang padat

dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) telah memberikan kontribusi nyata terhadap

geliat perkembangan perekonomian Kota Bogor. Lebih dari seratus pedagang kaki

lima beroperasi di kawasan ini setiap harinya selama 24 jam secara bergantian.

Mereka tampil dan berbisnis dengan kondisi seadanya. Maka tidak jarang usaha

mereka banyak yang tidak berkembang dengan pesat walaupun telah memulai usaha

sejak 10 tahun yang lalu. Walau demikian, tidak sedikit pelaku usaha kecil mampu

meraih kesuksesan sekalipun usaha dijalankan dengan kemampuan dan sumber daya

yang relatif seadanya.

Kesuksesan usaha para PKL sangat dipengaruhi oleh adanya intensi

berwirausaha (entrepreneurial intention). Para PKL yang tidak memiliki kekuatan

intensi berwirausaha, tidak akan termotivasi untuk terus berwirausaha dan

mengembangkan usahanya. Mengingat tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam

berwirausaha tidaklah mudah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya

intensi berwirausaha para pedagang kaki lima. Tujuan penelitian ini ingin mencoba

menguraikan tentang karakteristik individu PKL, menganalisis hubungan

karakteristik PKL dengan intensi berwirausaha, menganalisis faktor-faktor yang

dominan membentuk intensi berwirausaha, menganalisis pengaruh intensi

berwirausaha terhadap kinerja kewirausahaan, serta menganalisis pengaruh intensi

berwirausaha terhadap perilaku berwirausaha.

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor yang memiliki 12.000 PKL di tahun

2010. Peneliti menetapkan responden PKL yang berada di sepanjang Jalan

(7)

vii pertimbangan bahwa Kawasan Suryakencana merupakan kawasan yang memiliki

potensi tinggi untuk berwirausaha dan telah banyak pedagang kaki lima yang

berwirausaha di kawasan ini dengan rata-rata masa usaha melebihi sepuluh tahun.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh secara langsung dari

sumber data yaitu para PKL dengan metode wawancara menggunakan kuesioner dan

data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi dengan mempelajari

data-data yang berasal dari BPS, Pemerintah Kota Bogor, instansi terkait dan websitenya.

Populasi penelitian ini adalah seluruh PKL di Sepanjang Jalan Suryakencana Kota

Bogor yang berjumlah 122 pedagang sampai dengan tanggal 20 Mei 2012. PKL

dimaksud merupakan pedagang makanan, pedagang minuman, pedagang buah, pedagang lukisan, pedagang perabot dan pedagang mainan. Desain penelitian yang

dilakukan adalah metode survey. Untuk menganalisis data digunakan pendekatan

Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan software SMARTPLS versi 2.0 M.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik PKL di Jalan Suryakencana

mayoritas adalah laki-laki, berusia di bawah 40 tahun, berpendidikan SMP, berasal

dari Kota Bogor, memiliki jumlah tanggungan keluarga kurang dari 4 orang, tidak

pernah bekerja sebelumnya, tidak pernah mengikuti Pelatihan Kewirausahaan,

bermodal awal kurang dari Rp 3 juta, sudah berwirausaha lebih dari 10 tahun,

beroperasi selama 6,5 – 9 jam per harinya, menjalani usaha milik sendiri, dan

beromset antara Rp 250 ribu sampai dengan Rp 500 ribu. Semua unsur-unsur dalam Karakteristik Individu dan Karakteristik Usaha PKL tidak memiliki hubungan dengan

Intensi Berwirausaha, kecuali Lamanya Berwirausaha. Faktor demografi dan

Lingkungan Eksternal berpengaruh tidak nyata terhadap Intensi Berwirausaha PKL.

Faktor Kepribadian cukup berpengaruh terhadap Intensi Berwirausaha. Intensi Berwirausaha berpengaruh tidak nyata terhadap Kinerja Kewirausahaan namun cukup

berpengaruh terhadap Perilaku Berwirausaha Pedagang Kaki Lima.

(8)

viii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

ix FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK

INTENSI BERWIRAUSAHA

SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU DAN KINERJA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR

MUMUH MULYANA

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada Program Studi Ilmu Manajemen Departemen Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

x

(11)

xi Judul Tesis : Faktor-Faktor Yang Membentuk Intensi

Berwirausaha Serta Pengaruhnya Terhadap Perilaku Dan Kinerja Pedagang Kaki Lima Di Kota Bogor

N a m a : Mumuh Mulyana

N R P : H251100061

Program Studi : Ilmu Manajemen

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec. Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, M.S.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Manajemen

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(12)
(13)

xiii

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT, tesis penelitian

yang berjudul Faktor-faktor Yang Membentuk Intensi Berwirausaha serta

Pengaruhnya terhadap Perilaku dan Kinerja Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor

dapat diselesaikan.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama mengidentifikasi dan

menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dan membentuk intense berwirausaha

para Pedagang Kaki Lima. Di samping itu, untuk menganalisis sejauh mana

implikasinya terhadap kinerja kewirausahaan dan perilaku berwirausaha. Hal ini

penting untuk diukur dan dicermati, mengingat peran UKM atau pedagang kecil

begitu besar dalam pengembangan perekonomian nasional.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhormat Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec. selaku Ketua Komisi

Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, M.S. selaku

Anggota Komisi Pembimbing yang selama ini tidak pernah bosan untuk senantiasa

membimbing, mengarahkan dan memotivasi Penulis untuk dapat menyelesaikan tesis

penelitian ini.

Rasa terima kasih pun penulis sampaikan kepada orang-orang yang Penulis

cintai, sayangi dan hormati yang telah memberi dukungan dan membantu Penulis

dalam menyelesaikan tesis penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bapak dan Ibu kandung yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual

kepada Penulis

2. Bapak dan Ibu Mertua yang telah banyak memberikan dorongan moril dan

material dalam penyelesaian tesis penelitian ini

3. Istri dan anakku yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan dalam suka

dan duka, yang senantiasa membangkitkan semangat dan menghibur di kala

(14)

xiv

4. Adik-adik Penulis (Emis Misdiwanti dan Deni, Asep Wahyudi dan Santi, Endah

dan Idris, Arif Hamzah dan Erti, serta Aditya Hamzah) yang selalu memberikan

dukungan agar terus bersemangat dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian

Bogor

5. Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu Penulis

6. Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Manajemen yang selalu memonitoring studi Penulis agar cepat selesai

7. Bapak Dr. Ir. Muhamad Syamsun, M.Sc. yang telah memberi arahan perbaikan

tesis ini.

8. Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Manajemen yang telah banyak

memberikan ilmu-ilmu kepada Penulis

9. Para Pedagang Kaki Lima di sepanjang Jalan Suryakencana Bogor yang telah

bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

10. Bapak Budi Setiawan, SE., M.Si. yang senantiasa memberi dukungan dan

mendampingi dalam setiap proses penyelesaian studi.

11. Bapak Hermawan, SE. dan Bapak Ujang, SE. yang selalu siap “direpotkan”.

12. Teman-teman seangkatan (Manajemen 2010) yang selalu kompak.

13. Serta berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis.

Semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Manajemen.

Bogor, Juli 2012

(15)

xv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Juni 1976 sebagai anak kedua

dari empat bersaudara dari pasangan A. Suminta dan Nuryati. Pendidikan Sarjana

ditempuh di Program Studi Manajemen Pemasaran STIE Kesatuan Bogor, lulus tahun

2003. Pada tahun 2004, Penulis menikah dengan Sofie Kurnia Asih, SE. kemudian di

tahun 2005 dikaruniai seorang putri (Hanan Fakhira Sa’diyyah)

Karir di bidang pekerjaan, Penulis mulai dari tahun 1998 sebagai Tenaga

Administrasi pada Lembaga Pendidikan Al Qur’an dan Bahasa Arab el-BAIT

sekaligus menjadi Desainer Percetakan dan Penerbitan Al Iqtishodiyyah. Di bulan

April 2000, Penulis bergabung pada Akademi Manajemen Kesatuan sebagai Tenaga

Administrasi Akademik. Sejak itulah, Penulis bersentuhan dan berkecimpung lebih

banyak dalam pendidikan tinggi. Di pertengahan tahun 2005, diamanati tugas

menjadi asisten dosen untuk melaksanakan program pengajaran pada Program

Diploma 3 Manajemen Pemasaran. Bidang kajian yang menjadi tanggungjawab

Penulis adalah Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Tahun 2006 sampai dengan 2009

menjabat sebagai Ketua Program Studi Manajemen Pemasaran Diploma 3. Mulai

Agustus 2009 sampai dengan sekarang, dipromosikan untuk mengemban amanat

sebagai Sekretaris Jurusan Manajemen yang bertanggungjawab atas tiga program

studi. Mulai pertengahan tahun 2010, Penulis melaksanakan tugas belajar di Institut

Pertanian Bogor melalui mekanisme pendanaan Beasiswa Pendidikan Program

Pascasarjana (BPPS) Departemen Pendidikan Nasional.

Beberapa karya tulis yang telah Penulis hasilkan antara lain: 1) berupa buku

ajar: Modul Kewirausahaan, Ekonomi Kreatif dan Praktek Pemasaran, Perilaku

Konsumen, dan Modul Pemasaran Ritel, 2) berupa hasil penelitian yang dipublikasi

dalam Jurnal Ilmiah Kesatuan ISSN 1411-08X, Jurnal Ilmiah Akuntansi dan

Manajemen Ranggagading ISSN 1411-9552 dan Jurnal Manajemen Universitas Ibn

(16)
(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

(18)

xviii

2.1.7 Ketersediaan Informasi Kewirausahaan ... 22

(19)

xix 4.3 Hubungan Karakteristik Pedagang Kaki Lima dengan Intensi

Berwirausaha ... 70

4.3.1 Hubungan Karakteristik Individu dengan Intensi Berwirausaha ... 71

4.3.2 Hubungan Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 72

4.4 Faktor-faktor yang Membentuk Intensi Berwirausaha Pedagang Kaki Lima ... 73

4.4.1 Model Intensi Berwirausaha terhadap Perilaku dan Kinerja Berwirausaha ... 73

4.4.2 Evaluasi Measurement (Outer) Model ... 75

4.4.3 Evaluasi Structural (Inner) Model ... 81

4.5 Hubungan Intensi Berwirausaha dengan Kinerja Kewirausahaan Pedagang Kaki Lima ... 88

4.6 Hubungan Intensi Berwirausaha dengan Perilaku Berwirausaha Pedagang Kaki Lima ... 89

4.7 Implikasi Manajerial ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(20)

xx

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbandingan antara PLS dan SEM ... 33

2. Hasil Penelitian Terdahulu dan Perbedaannya dengan Penelitian ini ... 41

3. Variabel-variabel Yang Digunakan Dalam Penelitian Intensi Berwirausaha .. 48

4. Hasil Pengujian Validitas Kuesioner ... 50

5. Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner ... 52

6. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jenis Produk ... 59

7. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

8. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Usia ... 62

9. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Pendidikan ... 62

10. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Asal Daerah ... 63

11. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga . 64 12. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 65

13. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Keikutsertaan dalam Pelatihan Kewirausahaan ... 66

14. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Modal Awal Usaha ... 67

15. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Lamanya Berwirausaha ... 67

16. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jam Operasional Harian ... 68

17. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Kepemilikan ... 69

18. Distribusi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Omset Penjualan ... 70

19. Hubungan Karakteristik Individu dengan Intensi Berwirausaha ... 71

20. Hubungan Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 73

21. Nilai Composite Reliability Variabel Laten dalam Model Intensi Berwirausaha PKL Kota Bogor ... 79

22. Korelasi Antar Konstruk Laten Dalam Model Intensi Berwirausaha Pedagang Kaki Lima Kota Bogor ... 80

(21)

xxi 24. Nilai R2 Konstruk Intensi Berwirausaha PKL Kota Bogor ... 82

25. Hasil Perhitungan Nilai Effect Size f2 Variabel-variabel laten eksogen terhadap Intensi Berwirausaha ... 84

26. Nilai Q2 hasil penelitian yang dihitung dengan prosedur blindfolding atas

varaibel-variabel dalam Model Intensi Berwirausaha PKL Kota Bogor ... 84

27. Nilai Hasil Bootstrap Koefisien Path Terhadap Konstruk Intensi

Berwirausaha ... 84

28. Indikator-indikator Pembentuk Intensi Berwirausaha Menurut Karakteristik

Pedagang Kaki Lima Kota Bogor ... 86

29. Nilai Hasil Bootstrap Koefisien Path Konstruk Intensi Berwirausaha terhadap Kinerja Kewirausahaan ... 89

30. Nilai Hasil Bootstrap Koefisien Path Konstruk Intensi Berwirausaha

(22)

xxii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran yang Digunakan dalam Penelitian Intensi

Berwirausaha ini ... 45

2. Model Awal Intensi Berwirausaha Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor ... 74

3. Tampilan Hasil PLS Algorithm pada Model Awal Intensi Berwirausaha

Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor ... 75

4. Tampilan Hasil PLS Algorithm pada Model Final Intensi Berwirausaha

(23)

xxiii DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian untuk Pedagang Kaki Lima ... 101

2. Kuesioner In-depth Interview untuk Konsumen ... 106

3. Nilai Cross Loading pada Model Awal ... 107

4. Hasil Uji Chi Square Karakteristik Individu dengan Intensi Berwirausaha ... 109

5. Hasil Uji Chi Square Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 112

6. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Karakteristik Individu dengan Intensi

Berwirausaha ... 113

7. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Karakteristik Usaha dengan Intensi Berwirausaha ... 114

8. Nilai Cross Loading pada Model Final ... 115

9. Hasil Bootstraping ... 117

10. Photo Para Pedagang Kaki Lima di Jalan Suryakencana Bogor ... 118

11. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Laki-laki di Kota Bogor ... 119

12. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Wanita di Kota Bogor ... 120

13. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Asal Kota Bogor di Kota Bogor ... 121

14. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Asal Luar Kota Bogor di Kota

17. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Milik Sendiri di Kota Bogor ... 125 18. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Bukan Milik Sendiri di Kota Bogor . 126

19. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Pernah Bekerja Kota Bogor ... 127

20. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Belum Pernah Bekerja di Kota

Bogor ... 128

(24)

xxiv

22. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Belum Pernah Pelatihan di Kota

Bogor ... 130

23. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SD dan Tidak

Sekolah di Kota Bogor ... 131

24. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SMP di Kota Bogor 132

25. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SMA danSarjana di

Kota Bogor ... 133

26. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman Kurang dari 5

Tahun di Kota Bogor ... 134

27. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman 5 – 10 tahun di Kota Bogor ... 135

28. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman Lebih dari 10 tahun

di Kota Bogor ... 136

29. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi Kurang dari 6,5 jam

perhari di Kota Bogor ... 137

30. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi 6,5 jam – 9 jam perhari

di Kota Bogor ... 138

31. Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi Lebih dari 9 Jam perhari

(25)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Intensi berwirausaha (entrepreneurial intentions) menurut Katz dan Gartner

(Indarti & Rostiani, 2008) yaitu proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk

mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Seseorang dengan intensi untuk memulai

usaha akan memiliki keyakinan diri (efikasi diri), kesiapan dan kemajuan yang lebih

baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai

usaha. Intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku

kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang

masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo dan

Wong dalam Indarti & Rostiani, 2008). Wijaya (2008), memberikan gambaran yang

jelas dalam hasil penelitiannya, bahwa intensi berwirausaha berkontribusi nyata

terhadap perilaku berwirausaha para pedagang kecil / UKM. Intensi merupakan sumber

motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila

seseorang bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat,

maka akan terbentuk intensi yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan.

Ketika kepuasan menurun maka intensinya juga akan menurun sehingga intensi tidak

bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.

Individu yang mempunyai intensi pada suatu kegiatan akan melakukannya dengan

giat daripada kegiatan yang tidak diminatinya. Minat tinggi berarti kesadaran bahwa

wirausaha melekat pada dirinya sehingga individu lebih banyak perhatian dan lebih

(26)

2

informasi secara memadai tentang objek yang diminati. Informasi keberhasilan sebuah

usaha memunculkan pemahaman kepada pemirsanya bahwa wirausaha memiliki

prospek keberhasilan yang sudah terbukti.

Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai salah satu bentuk wirausaha kecil, dari hari

ke hari terus bermunculan akibat sulitnya lapangan pekerjaan. Mereka menjalankan

usaha sebagai upaya mereka mempertahankan hidup. Kota Bogor sebagai kota satelit

yang terakses langsung dengan ibukota negara, memiliki banyak Pedagang Kaki Lima.

Keberadaan PKL di Kota Bogor didukung oleh Peraturan Daerah No 13 tahun 2005

tentang penataan Pedagang Kaki Lima. Dalam PERDA disebutkan bahwa keberadaan

PKL di Kota Bogor pada dasarnya adalah hak masyarakat dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidup dan PKL merupakan usaha ekonomi kerakyatan yang perlu pembinaan

dan penataan dalam melaksanakan usahanya.

Pertumbuhan PKL di kota Bogor semakin meningkat setelah terjadinya krisis

ekonomi mulai pertengahan tahun 1997. Hasil pendataan oleh Pemerintah Derah, pada

tahun 1996 tercatat Pedagang Kaki Lima di titik-titik pusat keramaian berjumlah 2.140

pedagang, kemudian pada akhir tahun 1999 berdasarkan hasil survei Pusat Inkubasi

Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Kota Bogor jumlahnya hampir tiga kali lipat menjadi

6.340 pedagang. Pada akhir tahun 2002 berdasarkan hasil pendataan Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor jumlah PKL meningkat lagi menjadi

10.350 Pedagang, yang tersebar di 51 titik PKL, dimana 82% dari para pedagang

tersebut berasal dari luar Kota Bogor. Tahun 2004 terdapat 50 lokasi PKL dengan

jumlah pedagang sekitar 12.000 PKL (Renstra Kota Bogor 2005-2009). Pola sebaran

Pedagang Kaki Lima tidak merata, dimana terdapat 6 titik konsentrasi PKL terbanyak,

(27)

3 Jalan Lawang Saketeng, Jl. Jambu Dua (Pasar), dan Jl. Jambu Dua (Jl. Pajajaran Ujung

Utara). Hal ini menunjukkan bahwa wilayah pusat perekonomian berada di Kota Bogor.

Kawasan Jalan Suryakencana Bogor, sebagai sebuah kawasan yang padat dengan

Pedagang Kaki Lima telah memberikan kontribusi nyata terhadap geliat perkembangan

perekonomian Kota Bogor. Bermilyar-milyar rupiah transaksi bisnis berputar di

kawasan ini. Pedagang Besar dan Menengah yang sebagian besar dikuasai oleh

Pedagang WNI Keturunan telah banyak memberi peran besar pada perputaran

perekonomian di kawasan ini. Kondisi ini memberi daya tarik tersendiri dan keuntungan

bagi Pedagang Kaki Lima. Sehingga lebih dari seratus lima puluh Pedagang Kaki Lima

beroperasi di kawasan ini setiap harinya selama 24 jam secara bergantian. Mereka

tampil dan berbisnis dengan kondisi seadanya. Operasionalisasi usaha mereka

cenderung tidak tersentuh dengan manajemen dan tata kelola usaha yang semestinya.

Maka tidak jarang usaha mereka banyak yang tidak berkembang dengan pesat walaupun

telah memulai usaha sejak 10 tahun yang lalu.

Usaha PKL biasanya dijalankan hanya dengan mengandalkan intuisi dan peluang

bisnis yang ada. Bahkan tidak jarang, usaha mandiri tersebut dijalankan sebagai

kelanjutan dari bisnis yang sebelumnya telah dijalankan orangtua atau keluarganya.

Sehingga hampir tidak terdapat “sentuhan” manajerial yang mumpuni dalam

operasionalisasinya. Usaha mandiri dijalankan seolah penuh dengan ketidaksengajaan

dan tidak adanya rencana. Bahkan sebagian pedagang menyatakan pilihan mereka untuk

berwirausaha adalah untuk menghindari status pengangguran dan tidak memiliki

penghasilan. Walau demikian, tidak sedikit pelaku usaha kecil mampu meraih

kesuksesan sekalipun usaha dijalankan dengan kemampuan dan sumber daya yang

(28)

4

kawasan tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya intensi berwirausaha (entrepreneurial

intention) untuk menjalankan usaha masing-masing Pedagang Kaki Lima. Para Pedagang Kaki Lima yang tidak memiliki kekuatan intensi berwirausaha, tidak akan

termotivasi untuk terus berwirausaha dan mengembangkan usahanya. Mengingat

tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam berwirausaha tidaklah mudah. Untuk

berwirausaha tidak cukup hanya bermodalkan keyakinan, rasa percaya diri, sifat

prestatif dan mandiri yang kuat, namun dibutuhkan pula minat pada usaha yang ingin

ditekuninya.

Ringkasnya, Pedagang Kaki Lima tidak akan bertahan untuk tetap berwirausaha,

jika tidak memiliki intensi berwirausaha, mengingat hambatan dan tantangannya yang

begitu besar. Pedagang Kaki Lima yang memiliki intensi berwirausaha yang kuat, jika

memiliki kegagalan pada satu jenis usaha tertentu maka ia tidak menyerah dan berhenti

begitu saja, namun ia akan tetap berwirausaha dengan mencoba dan berusaha pada jenis

usaha yang lainnya. Tentu sikap ulet seperti ini menjadi suatu hal yang sangat penting,

terutama jika dikaitkan dengan angka pengangguran yang terus meningkat.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya intensi berwirausaha para

Pedagang Kaki Lima. Penelitian ini ingin mencoba menguraikan dan mengukur tingkat

hubungan di antara faktor-faktor tersebut dengan intensi berwirausaha. Di samping itu,

akan dianalisis pula keterkaitan intensi berwirausaha dengan kinerja kewirausahaan dan

perilaku berwirausaha Pedagang Kaki Lima.

1.2 Perumusan Masalah

Pedagang Kaki Lima telah menjadi bagian dari perilaku konsumen dalam

(29)

5 alasan yang mendasari Pedagang Kaki Lima untuk tetap bertahan dan berwirausaha

sebagai Pedagang Kaki Lima. Walaupun pada sisi lain, Pedagang Kaki Lima tidak lepas

dari permasalahan dan hambatan yang harus dihadapinya. Mulai dari permasalahan

keuangan sampai dengan masalah penertiban oleh pemerintah kota dan ancaman dari

orang-orang yang hendak mengambil keuntungan pribadi seperti pemalak. Masalah dan

hambatan tersebut tidak melunturkan semangat dan intensi para Pedagang Kaki Lima

untuk tetap berwirausaha dan meningkatkan kinerja kewirausahaannya.

Fakta menunjukkan bahwa sebagian Pedagang Kaki Lima di Kawasan Jalan

Suryakencana Bogor merupakan Pedagang Kaki Lima yang telah berwirausaha lebih

dari sepuluh tahun dengan jenis usaha/dagangan yang sama sejak awal berdirinya

sampai dengan sekarang. Sebagian lagi merupakan Pedagang Kaki Lima yang sudah

lama berwirausaha namun mengalami perubahan produk yang dijualnya akibat

mengalami kegagalan dengan produk yang awal. Sebagian lagi merupakan pedagang

baru yang mencoba dan berusaha untuk meraup keuntungan dan kesuksesan dengan

berwirausaha di kawasan Jalan Suryakencana. Beberapa Pedagang Kaki Lima yang

biasanya ditemui oleh pelanggannya, sekarang sudah tidak beroperasi lagi.

Satu faktor yang membuat bertahannya para Pedagang Kaki Lima dengan

usahanya di kawasan Jalan Suryakencana lebih banyak didasari adanya intensi

berwirausaha yang kuat pada diri mereka. Lemahnya Intensi Berwirausaha membuat

para Pedagang Kaki Lima tidak mempertahankan usahanya, bahkan tidak mau berganti

kepada produk lainnya. Sehingga menjadi penting, untuk mengetahui faktor-faktor yang

membentuk intensi berwirausaha di kalangan Pedagang Kaki Lima dan

mengidentifikasi faktor yang dominan mempengaruhinya. Faktor-faktor yang

(30)

6

adalah aspek demografis, kepribadian dan lingkungan eksternal. Sejalan dengan yang

telah dikemukakan pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut :

1. Bagaimana karakteristik individu Pedagang Kaki Lima ?

2. Bagaimana hubungan karakteristik Individu Pedagang Kaki Lima dengan intensi

berwirausaha?

3. Faktor-faktor apa saja yang dominan membentuk intensi berwirausaha para

Pedagang Kaki Lima?

4. Bagaimana pengaruh intensi berwirausaha terhadap kinerja kewirausahaan para

Pedagang Kaki Lima?

5. Bagaimana pengaruh intensi berwirausaha terhadap perilaku berwirausaha para

Pedagang Kaki Lima?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik individu para Pedagang Kaki Lima

2. Menganalisa hubungannya karakteristik individu dengan intensi berwirausaha

Pedagang Kaki Lima.

3. Mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang membentuk intensi

berwirausaha Pedagang Kaki Lima.

4. Menganalisa pengaruh intensi berwirausaha terhadap kinerja Pedagang Kaki Lima.

5. Menganalisa pengaruh intensi berwirausaha dengan perilaku berwirausaha

(31)

7 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak berikut:

1. Sebagai masukan bagi pimpinan Perguruan Tinggi atau Sekolah agar dapat

membuat kebijakan dan kurikulum yang mendorong dan meningkatkan intensi

berwirausaha bagi para mahasiswa sehingga para mahasiswa dapat menjadi

pencipta lapangan pekerjaan selama atau setelah lulus kuliah.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dan program yang

tepat untuk meningkatkan intensi berwirausaha para Pedagang Kaki Lima sehingga

dapat membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi angka

pengangguran masyarakat, menggerakkan perekonomian dan lain-lain.

3. Sebagai masukan bagi para mahasiswa atau pelajar sehingga bisa tertarik menjadi

wirausaha dan dapat mempersiapkan diri dengan baik dan memadai sebelum terjun

menjadi wirausaha.

4. Sebagai kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dalam penelitian di bidang

kewirausahaan.

5. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang sama

di masa mendatang.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada analisis dan pengujian atas faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya intensi berwirausaha, perilaku dan kinerja kewirausahaan

di kalangan Pedagang Kaki Lima. Responden yang diteliti adalah para Pedagang Kaki

Lima di sepanjang Jalan Suryakencana. Kawasan ini termasuk kawasan yang memiliki

(32)

8

kawasan Suryakencana sebagai destinasi utama saat melakukan perjalanan ke Bogor

dan sekitarnya. Walaupun omset masing-masing pedagang kecil cenderung stabil,

namun mereka dalam jangka waktu lama tidak banyak yang meraih kesuksesan

melebihi kondisi saat pertama kali bisnisnya dijalankan. Hal ini menjadi menarik untuk

dicermati secara mendalam, faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha

para Pedagang Kaki Lima yang berhubungan dengan perilaku dan kinerja

kewirausahaan. Analisis yang dilakukan adalah analisis data menggunakan pendekatan

partialleastsquare (PLS). PLS adalah model persamaan StructuralEquationModeling

(33)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Kewirausahaan dan Wirausaha

Wirausaha merupakan kata yang tidak asing di telinga masyarakat umum.

Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri

dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas

merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya. Kewirausahaan

merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta,

berkarsa dan bersahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam

kegiatan usahanya. Wirausaha (enterpreneur) adalah seseorang yang membayar harga

tertentu untuk produk tertentu, untuk kemudian dijualnya dengan harga yang tidak pasti,

sambil membuat keputusan tentang upaya mencapai dan memanfaatkan sumber-sumber

daya, dan menerima risiko.

Kewirausahaan merupakan harmonisasi antara kreativitas yang menciptakan

ide-ide dengan pertimbangan peluang maupun resiko dan inovasi dalam menerapkan ide-ide-ide-ide

kreatif menjadi suatu bentuk barang dan jasa yang mempunyai nilai jual bagi

wirausahawan. Membangun kewirausahaan berarti membangun atau menciptakan

sesuatu yang baru. Kehidupan wirausahaadalah kehidupan yang sangat ditentukan oleh

pasar karena pasar merupakan tempat pertemuan antara wirausaha dan masyarakat

untuk berinteraksi saling memperkenalkan dan menjual barang dan jasa dan untuk

saling menemukan kebutuhan akan produk (barang dan atau jasa) oleh masyarakat

(34)

10

Seorang wirausahawan dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif, karena

popularitas produk yang mungkin sukses dijualnya belum tentu bertahan lama.

Kewirausahaan mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam

berkreasi dan berinovasi, oleh sebab itu objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan

kemampuan (ability) seseorang yang diwujudkan dalam bentuk prilaku (Suryana, 2006).

Dengan sendirinya kreativitas dan inovasi merupakan suatu hal yang esensial bagi

setiap pelaku dalam kewirausahaan di mana setiap proses perkembangan usaha mulai

dari tahap awal sampai pada tahap penurunan dibutuhkan pemikiran kreatif dan inovatif

terhadap produk yang dihasilkan. Tujuannya agar suatu usaha dapat terus menghasilkan

keuntungan sehingga dapat bersaing dengan mengikuti selera pasar (konsumen) untuk

perkembangan suatu usaha terutama di bidang usaha kecil dan menengah yang

mempunyai kapital kecil.

Oleh karena itu, wirausaha memerlukan ide-ide kreatif dan inovatif agar dapat

efisien dan efektif dalam setiap tahapan. Tujuannya guna menekan penggunaan biaya

yang bermuara kepada penekanan biaya produksi sehingga produk dapat dijual di pasar

dengan harga terjangkau oleh konsumen.

2.1.2 Kepribadian

Banyak ahli yang mengungkapkan definisi kepribadian. Fromm dalam Alma

(2005) menyatakan bahwa kepribadian adalah keseluruhan kualitas psikis seseorang

yang diwarisinya dan membuat orang tersebut menjadi unik dan berbeda dengan yang

lainnya. Keunikan inilah yang menjadikan kepribadian sebagai variabel yang sering

(35)

11 Zimmerer dan Scarborough (2004) mengemukakan delapan karakteristik

kepribadian dari seorang wirausaha sukses yakni:

1. Desire for responsibility yakni memiliki rasa tanggung jawab.

2. Preference for moderate risk yakni memilih resiko yang moderat dan tidak mengambil resiko yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.

3. Confidence in their ability to succees yakni percaya bahwa dirinya bisa meraih kesuksesan yang diinginkannya.

4. Desire for immediate feedback yakni memiliki keinginan untuk mendapatkan umpan balik.

5. High level of energy yakni memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja keras. 6. Future orientation yakni berorientasi pada masa depan.

7. Skill of organizing yakni mempunyai ketrampilan mengorganisir sumber-sumber daya.

8. Value of achievement over money yakni lebih menghargai prestasi dibandingkan uang.

Harris (Suryana, 2006) menyatakan bahwa wirausaha yang sukses pada umumnya

adalah mereka yang memiliki kompetensi yaitu memiliki ilmu pengetahuan,

ketrampilan dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi serta

tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.

Cuningham (Riyanti, 2003) yang melakukan wawancara terhadap 178 wirausaha

dan manajer profesional Singapura menyatakan bahwa kepribadian merupakan salah

satu faktor penyebab keberhasilan usaha. Pentingnya kepribadian bagi seorang

(36)

12

kepribadian sangat menentukan bidang usaha apa yang bakal mendatangkan kesuksesan

dalam kewirausahaan.

Stoltz (Riyanti, 2003) menyatakan ada tiga tipe kepribadian yakni the climber,

the champer dan the quitter. The climber adalah orang yang memiliki ketahanan tinggi dalam menghadapi rintangan, ia tidak mudah menyerah dan terus bertahan meskipun

gagal berkali-kali. The champer adalah orang yang mendaki pada ketinggian tertentu

dan berhenti karena ia merasa sudah puas dengan apa yang dicapainya dan ia tidak mau

berusaha lagi agar bisa lebih berhasil. Tipe quitter adalah orang yang mudah menyerah

bila menghadapi kegagalan, ia penakut dan tidak mau mengambil resiko untuk mulai

berusaha lagi. Rintangan membuatnya tidak mau mencoba lagi.

2.1.3 Kebutuhan Akan Prestasi

McClelland (1987) adalah yang pertama kali mengenalkan Konsep kebutuhan

akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi merujuk pada keinginan seseorang terhadap

prestasi yang tinggi, penguasaan keahlian, pengendalian atau standar yang tinggi.

McClelland (1987) menyatakan bahwa ada tiga motif sosial yang mempengaruhi

tingkah laku seseorang jika ia berhubungan dengan orang lain di dalam suatu

lingkungan yakni:

1) Motif afiliasi (affiliation motive). Keinginan untuk bergaul dengan orang lain secara

harmonis, penuh keakraban, dan disenangi. Orang ini akan berbahagia jika ia bisa

diterima lingkungannya dan mampu membina hubungan yang harmonis dengan

lingkungannya. Orang seperti ini biasanya merupakan teman yang baik dan

(37)

13

2) Motif kekuasaan (power motive). Orang yang memiliki motivasi berkuasa tinggi

suka menguasai dan mempengaruhi orang lain, ia mau orang lain melakukan apa

yang diminta/diperintahkannya, ia cenderung tidak mempedulikan perasaan orang

lain, baginya keharmonisan bukanlah hal yang utama, ia memberikan bantuan

kepada orang lain bukan atas dasar belas kasihan akan tetapi supaya orang yang

dibantunya menghormati dan kagum kepadanya sehingga ia bisa menunjukkan

kelebihannya kepada orang lain dan agar orang lain mau terpengaruh oleh mereka

sehingga bisa diperintah dan diaturnya.

3) Motif berprestasi (achievement motive). Orang yang memiliki motif berprestasi

fokus pada cara-cara untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. McClelland (1987)

melakukan penelitian terhadap mahasiswa Harvard University dan membuktikan

adanya korelasi antara tinggi rendahnya kebutuhan berprestasi pada mahasiswa

yang diukur semasa kuliah dengan pemilihan karier/pekerjaan setelah mereka lulus

kuliah dan terjun ke masyarakat.

Dari hasil penelitian itu ditunjukkan bahwa mereka yang memiliki motif berprestasi

tinggi sekitar 66% memilih karier sebagai pengusaha, sementara 34% lainnya memilih

pekerjaan di bidang lain. Pada mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah,

hanya 10% yang memiliki pekerjaan sebagai pengusaha dan 90% memilih pekerjaan di

bidang lain.

Oosterbeek (2008) menemukan bahwa wirausaha yang sukses memiliki nilai/skor

yang tinggi pada uji terhadap kebutuhan akan prestasi karena mereka akan berjuang

untuk memperoleh prestasi yang tinggi, mereka mendirikan perusahaannya secara

profesional dan menentukan target yang tinggi dan berusaha mencapai target tersebut.

(38)

14

kekuasaan/the need of power yang tinggi untuk mengendalikan orang lain yang

mengindikasikan bahwa mereka tahu apa yang mereka inginkan dan cara

mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuannya. McClelland (1987) pun

menyatakan bahwa orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi berbeda dengan

para penjudi/gamblers atau pengambil resiko/risk takers. Orang-orang dengan

kebutuhan prestasi yang tinggi menetapkan tujuan yang bisa dicapai yang dapat mereka

pengaruhi dengan usahanya sendiri.

Faisol (Mudjiarto, 2006) menyatakan bahwa orang-orang yang berprestasi tinggi

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Berani mengambil resiko.

2) Kreatif dan inovatif.

3) Mempunyai visi.

4) Mempunyai tujuan yang berkelanjutan.

5) Percaya diri.

6) Mandiri.

7) Aktif, enerjik dan menghargai waktu.

8) Memiliki konsep diri yang positif.

9) Berpikir positif.

10) Bertanggung jawab secara pribadi.

11) Selalu belajar dan menggunakan umpan balik.

Penelitian Scapinello (Indarti, 2008) menunjukkan bahwa seseorang dengan

tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada

(39)

15 2008) dalam penelitiannya di India menemukan bahwa kebutuhan akan prestasi

berpengaruh besar terhadap tingkat kesuksesan seorang wirausaha.

2.1.4 Efikasi Diri

Bandura (1977) menyatakan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang

terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan mendapatkan

prestasi tertentu. Bandura (1977) pun menyatakan bahwa efikasi diri akan menentukan

cara seseorang untuk berpikir, bertindak dan memotivasi diri mereka menghadapi

kesulitan dan permasalahan. Sukses atau gagalnya seseorang ketika melakukan tugas

tertentu ditentukan oleh efikasi dirinya. Orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi

akan bisa menghadapi kegagalan dan hambatan yang mereka hadapi, stabil emosinya,

bersikap dan memiliki internal locus of control yang tinggi.

Cromie (Indarti, 2008) menjelaskan bahwa efikasi diri mempengaruhi

kepercayaan seseorang pada tercapai atau tidaknya tujuan yang sudah ditetapkan. Lebih

lanjut Cromie (Indarti, 2008) menyatakan bahwa efikasi diri yang positif adalah

keyakinan seseorang bahwa ia mampu mencapai pekerjaan atau prestasi yang

diinginkannya. Tanpa adanya efikasi diri seseorang tidak akan memiliki keinginan

untuk melakukan perilaku tertentu. Betz dan Hacket (Indarti, 2008) menyatakan bahwa

efikasi diri akan karir seseorang dapat menjadi faktor penting dalam penentuan apakah

minat kewirausahaan seseorang sudah terbentuk pada tahapan awal seseorang memulai

karirnya. Lebih lanjut Betz dan Hacket menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

efikasi diri seseorang pada kewirausahaan di masa-masa awal seseorang dalam berkarir,

semakin kuat minat kewirausahaan yang dimilikinya. Oosterbeek (2008) menyatakan

(40)

16

Wirausaha sukses selalu yakin bahwa mereka mampu membuat semua kegiatannya

menjadi berhasil. Mereka juga merasa mampu mengendalikan kesuksesan mereka yang

tidak tergantung kepada orang lain.

Wirausaha sukses memiliki ketahanan yang tinggi, kemampuan mengambil resiko

dan menanggung kerugian dan menangani ketidakpastian. Bandura menjelaskan bahwa

ada empat cara untuk mencapai efikasi diri yakni:

1) Pengalaman sukses atau kegagalan yang terjadi berulang kali. Pengalaman sukses

akan memperkuat kepercayaan seseorang bahwa dirinya memang mempunyai

kemampuan untuk mencapai prestasi yang baik, sebaliknya pengalaman gagal

berulang kali dapat membuat seseorang meragukan kemampuan dirinya sehingga

menurunkan kepercayaan pada dirinya sendiri.

2) Melihat orang lain melakukan perilaku tersebut dan kemudian mencontoh atau

belajar dari pengalaman tersebut. Jadi ada suatu model yang menjadi panutan

seseorang, model ini memiliki kemampuan yang mirip dengan dirinya. Melihat

model bisa sukses dengan melakukan usaha tertentu, maka seseorang menjadi

yakin ia juga bisa berhasil sama seperti model tersebut.

3) Persuasi verbal yakni memberikan semangat atau menjatuhkan performa

seseorang agar seseorang berperilaku tertentu.

4) Apa perasaan seseorang tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional).

2.1.5 Demografi

Demografi menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pembahasan tentang

pemasaran. Bogue menyatakan bahwa demografi adalah ilmu yang mempelajari secara

(41)

17 perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi

yaitu kelahiran, kematian, perkawinan, migrasi dan mobilitas social.

Barclay menyatakan bahwa demografi adalah ilmu yang memberikan gambaran

yang menarik dari penduduk yang digambarkan secara statistika. Demografi

mempelajari tingkah laku keseluruhan dan bukan tingkah laku perorangan (Yasin,

2007). Riyanti (2003) menyatakan bahwa demografi sangat penting dikaji karena

demografi adalah faktor yang melekat pada wirausaha dan mempengaruhi keberhasilan

seorang wirausaha. Shapero menyatakan bahwa minat terhadap kewirausahaan

tergantung pada faktor-faktor eksogen seperti demografi, karakter, ketrampilan, budaya,

sosial dan dukungan keuangan (Basu, 2009).

Mazzarol (Indarti, 2008) menyatakan bahwa faktor-faktor demografi seperti

jender, umur, pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang berpengaruh terhadap

keinginan seseorang untuk menjadi seorang wirausaha. Crant dalam Saud dkk (2009)

menyatakan bahwa sikap kewirausahaan dipengaruhi oleh jender, tingkat pendidikan

dan orang tua yang memiliki bisnis. Penelitian oleh Mazzarol (Saud, 2009) menemukan

bahwa faktor demografi (etnisitas, status perkawinan, tingkat pendidikan, ukuran

keluarga, status dan pengalaman kerja, usia, jender, status sosio-ekonomi, agama dan

sifat kepribadian) mempengaruhi minat mendirikan usaha. Studi di India oleh Sinha

(Indarti, 2008) membuktikan bahwa latar belakang pendidikan menjadi salah satu

penentu penting minat kewirausahaan dan kesuksesan usaha yang dijalankan.

Jones (2009) lebih spesifik menekankan pentingnya pendidikan kewirausahaan.

Jones lebih lanjut menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan adalah proses

menyiapkan individu dengan kemampuan untuk mengenali kesempatan komersial,

(42)

18

kesempatan komersial tersebut. Kourilsky dalam Jones (2009) mendefinisikan

pendidikan kewirausahaan sebagai kesempatan untuk mengenali, menyusun

sumber-sumber daya dengan kehadiran resiko, dan membangun sebuah perusahaan bisnis.

Bechard and Toulouse (Jones, 2009) mendefinisikan pendidikan kewirausahaan sebagai

kumpulan dari pengajaran formal yang memberikan informasi, melatih dan mendidik

siapapun yang tertarik untuk mendirikan bisnis atau mengembangkan bisnis kecil.

Charney (2000) pada penelitiannya terhadap lulusan Universitas Arizona tahun

1985–1999 dengan membandingkan para lulusan yang mendapatkan pendidikan

kewirausahaan dengan para lulusan yang tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan

menyimpulkan beberapa hal penting berikut ini:

(1) Pendidikan kewirausahaan terbukti meningkatkan minat pendirian perusahaan baru.

Lulusan yang mendapatkan pendidikan kewirausahaan tiga kali lebih banyak yang

mendirikan perusahaan baru dibandingkan para lulusan yang tidak mendapatkan

pendidikan kewirausahaan.

(2) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan minat para lulusan tiga kali lebih besar

untuk menjadi pekerja mandiri (self - employed) dibandingkan para lulusan yang

tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan.

(3) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan pendapatan para lulusan yang

mendapatkan pendidikan kewirausahaan sebanyak 27 persen lebih tinggi.

(4) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan pertumbuhan perusahaan terutama pada

perusahaan kecil, pada perusahaan besar pengaruh pendidikan kewirausahaan lebih

sulit diukur. Tetapi perusahaan besar memberikan gaji yang lebih besar kepada para

lulusan yang memiliki pendidikan kewirausahaan. Perusahaan yang didirikan para

(43)

19 (5) Pendidikan kewirausahaan mempromosikan perpindahan teknologi dari universitas

kepada sektor swasta dan mempromosikan perusahaan dan produk berbasis

teknologi. Para lulusan dengan pendidikan kewirausahaan lebih cenderung bekerja

para perusahaan dengan teknologi yang lebih tinggi.

Bandura, Hollenbeck dan Hall, Wilson menemukan bahwa pendidikan

kewirausahaan dapat meningkatkan tingkat efikasi diri seseorang (Basu, 2009). Noel

menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan mempunyai hubungan yang sangat kuat

dengan minat kewirausahaan terutama untuk mahasiswi (Basu, 2009). Wilson

menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan meningkatkan minat mahasiswa terhadap

kewirausahan sebagai karier (Basu, 2009).

Pengalaman kerja menyatakan jenis dan jumlah pekerjaan, lamanya bekerja di

sebuah atau beberapa bidang yang dialami oleh seseorang di dalam karirnya. Setiap

orang mempunyai pengalaman kerja yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi

kehidupan dan karirnya selama hidupnya. Drennan menyatakan bahwa pandangan yang

positif tehadap pengalaman bisnis keluarga dan pengalaman langsung memulai bisnis

baru akan mempengaruhi sikap dan persepsi tentang kewirausahaan sebagai karier

(Basu, 2009).

Timmons (Din, 1992) menyatakan bahwa ada bukti yang semakin meningkat

bahwa wirausaha sukses berasal dari kombinasi pengalaman kerja, studi dan

pengembangan ketrampilan yang sesuai. Din (1992) dalam penelitiannya pada populasi

mahasiswa sekolah bisnis di Malaysia menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki

pengalaman kerja tetap yang lebih banyak memiliki kecenderungan melakukan kegiatan

(44)

20

sedikit, hal ini berlaku untuk pengalaman kerja di perusahaan bisnis yang besar dan

tidak berlaku untuk pengalaman kerja di sektor publik.

Penelitian Reitan dalam Frazier (2009) menemukan bahwa pengalaman kerja pada

bisnis keluarga mempunyai pengaruh positif pada minat kewirausahaan. Penelitian yang

dilakukan Indarti dkk (2008) membuktikan bahwa mahasiswa Norwegia yang memiliki

pengalaman kerja akan memiliki minat kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan

yang tidak, akan tetapi pendapat ini tidak berlaku untuk mahasiswa Indonesia dan

Jepang. Demografi dalam penelitian ini hanya meneliti variabel latar belakang

pendidikan kewirausahaan, etnisitas, usia, jender, dan pengalaman kerja yang

mempengaruhi minat berwirausaha.

2.1.6 Lingkungan Eksternal

Perhatian (attention) seseorang terhadap suatu obyek tertentu bisa menjadi awal

dari Minat seseorang. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan tumbuh dan

berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Minat dapat

berubah-ubah tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya di antaranya adalah faktor

lingkungan. Menurut Lupiyoadi (2007) faktor lingkungan yang mempengaruhi minat

meliputi lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.

Indarti dkk (2008) menyatakan ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi

wirausaha sukses yakni ketersediaan informasi, akses kepada modal dan kepemilikan

jaringan sosial. Dewanti (2008) menyatakan bahwa kewirausahaan dipicu oleh faktor

pribadi, lingkungan dan sosiologi. Faktor lingkungan yang berpengaruh menurut

Dewanti adalah peluang yaitu situasi yang menguntungkan, model peranan, aktivitas,

(45)

21

dan manusia, teknologi dan kebijakan pemerintah. Penelitian oleh Mazzarol dkk dalam

Saud dkk (2009) menemukan bahwa faktor lingkungan (faktor sosial, ekonomi, politik

dan perkembangan infrastruktur) mempengaruhi dorongan untuk mendirikan usaha.

Zimmerer (2004) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti faktor ekonomi dan

kependudukan, pergeseran dari ekonomi industri ke ekonomi jasa, kemajuan teknologi,

perkembangan e-Commerce dan the world wide web, terbuka lebarnya peluang

internasional dan perubahan gaya hidup masyarakat mempengaruhi minat

kewirausahaan.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa minat kewirausahaan

secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor personal dan faktor

lingkungan (eksternal). Faktor personal sebagai faktor internal adalah faktor yang

timbul karena pengaruh dari dalam diri individu itu sendiri seperti kebutuhan akan

pendapatan, harga diri, perasaan senang, dan lain-lain temasuk riwayat pendidikan dan

pengalaman. Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi individu karena

pengaruh dari luar dirinya sendiri yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan

masyarakat, lingkungan internasional, perubahan teknologi, kondisi ekonomi, budaya

dan sosial.

Jadi pengertian lingkungan dalam penelitian ini adalah faktor luar/eksternal yang

menimbulkan dan mendorong minat kewirausahaan seseorang yang meliputi

Lingkungan Sekeliling, Lingkungan Keluarga, Dukungan Teman-teman, Lingkungan

Pergaulan Usaha, Lingkungan Masyarakat, Kondisi Perekonomian, dan Kebijakan

Pemerintah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa lingkungan yang baik dan

mendukung minat kewirausahaan akan sangat dipengaruhi kepemilikan jaringan sosial,

(46)

22

2.1.7 Ketersediaan Informasi Kewirausahaan

Informasi merupakan data yang telah diolah dan dibentuk ke dalam format yang

bermanfaat bagi manusia. Informasi mempunyai peranan yang sangat penting di dalam

kewirausahaan sebagaimana pentingnya informasi dalam bidang-bidang lainnya. Minat

kewirausahaan bisa muncul dan berkembang jika terdapat informasi yang memadai

yakni keberhasilan sebuah usaha, peluang usaha, pasar yang tersedia, dukungan

pemerintah dan badan-badan yang berhubungan dengan kewirausahaan, dukungan dari

perguruan tinggi berupa pelatihan dan pendidikan tentang kewirausahaan.

Mujianto (2009) menyatakan bahwa informasi dan ide untuk melakukan kegiatan

kewirausahaan dapat berasal dari berbagai sumber seperti pekerjaan dan ketrampilan

yang dimiliki saat ini, minat dan hobi, pengalaman kerja, pengamatan terhadap

lingkungan, informasi dari media massa, melalui berbagai pameran, dan jejaring sosial

dengan orang lain. Muhyi (2007) menyatakan ada banyak cara untuk mendapatkan

informasi untuk memulai kegiatan kewirausahaan, yakni:

a. Melalui pendidikan formal.

b. Melalui seminar-seminar kewirausahaan.

c. Melalui pelatihan.

d. Otodidak.

Pengertian ketersediaan informasi kewirausahaan dalam penelitian ini adalah

tersedianya informasi yang dibutuhkan dan mendukung kegiatan kewirausahaan secara

memadai yang meliputi akses terhadap informasi kewirausahaan, informasi tentang

peluang pasar, kemungkinan perolehan informasi kewirausahaan dan diperoleh

(47)

23 2.1.8 Akses Kepada Modal

Usaha membutuhkan modal. Modal merupakan salah satu faktor yang sangat

penting untuk memulai usaha. Kristiansen dalam Indarti dkk (2008) menyatakan bahwa

akses kepada modal menjadi salah satu penentu kesuksesan suatu usaha. Menurut

Indarti dkk (2008) akses kepada modal merupakan hambatan klasik terutama dalam

memulai usaha-usaha baru, setidaknya terjadi di negara-negara berkembang dengan

dukungan lembaga-lembaga penyedia keuangan yang tidak begitu kuat.

Kasmir (2007) menyatakan bahwa ada dua jenis modal yang dibutuhkan seorang

wirausaha, yakni:

1. Modal investasi. Modal investasi bersifat jangka panjang dan dapat digunakan

secara berulang-ulang dan umumnya berumur lebih dari satu tahun. Modal investasi

dipakai untuk membeli aktiva tetap seperti tanah, gedung, mesin-mesin, peralatan,

kendaraan, dan lain-lain. Modal ini biasanya diperoleh dari perbankan selain modal

sendiri.

2. Modal kerja. Modal kerja merupakan modal yang dipakai untuk membiayai

operasional perusahaan pada saat perusahaan beroperasi. Modal ini bersifat jangka

pendek dan biasanya hanya dipakai sekali atau beberapa kali dalam proses

produksi, membeli bahan baku, membayar gaji karyawan, biaya pemeliharaan, dan

lain-lain.

Manurung (2008) menyatakan bahwa modal usaha adalah dana yang digunakan

untuk menjalankan usaha agar dapat berlangsungnya usaha tersebut. Menurut Manurung

beberapa sumber modal, yakni:

1. Dana milik sendiri.

(48)

24

3. Meminjam dari lembaga formal atau non-formal.

4. Menggunakan modal dari pemasok.

5. Bermitra dengan mitra kerja agar modal kerja yang dibutuhkan dapat dibagi

bersama.

6. Melakukan pinjaman dari bank.

7. Mendapatkan modal dari pasar modal dengan menerbitkan obligasi, saham, dll.

8. Mendapatkan bantuan dari pemerintah, perusahaan baik swasta maupun BUMN,

universitas, dan lain-lain.

Akses kepada modal dalam penelitian ini adalah kemampuan wirausaha dalam memiliki

modal dan mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya.

2.1.9 Kepemilikan Jaringan Sosial

Jaringan Sosial menjadi hal tak terpisahkan dalam proses berwirausaha.

Membentuk jaringan sosial dapat diartikan sebagai proses dua arah di mana dua orang

atau lebih melakukan proses pertukaran informasi dan sumber daya untuk saling

mendukung kegiatan masing-masing. Dengan membentuk jaringan sosial maka semua

kesempatan bisnis yang ada, permasalahan modal kerja, teknologi produksi, informasi

bisnis, investasi, perubahan kebijakan dan peraturan, dan lain-lain dapat dibagi sehingga

usaha akan lebih efektif dan efisien dan mengurangi resiko usaha.

Mazzarol (Indarti, 2008) menyatakan bahwa jaringan sosial mempengaruhi minat

kewirausahaan. Gregoire dkk dalam Gadar dan Yunus (2009) menyatakan jaringan

sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh pada wirausaha wanita. Penelitian

oleh Gadar dan Yunus (2009) menemukan bahwa jaringan sosial merupakan faktor

(49)

25 menemukan bahwa hubungan dengan elit politik yang kuat dan dengan pemimpin

bisnis, dukungan suami merupakan faktor yang mendukung para wirausaha wanita di

Malaysia. Kristiansen dalam Indarti dkk (2008) menjelaskan bahwa jaringan sosial

terdiri dari hubungan formal dan informal antara pelaku utama dan pendukung dalam

satu lingkaran terkait dan menggambarkan jalur bagi wirausaha untuk mendapatkan

akses kepada sumber daya yang diperlukan dalam pendirian, perkembangan dan

kesuksesan usaha.

Menurut Rosenblatt dalam Greve (2003) anggota keluarga memainkan peranan

yang penting ketika seorang calon wirausaha merencanakan dan mendirikan usaha

karena anggota keluarga dan jaringannya selalu dilibatkan untuk dimintai bantuan dan

dukungan. Penelitian yang dilakukan oleh McClelland dalam Muhandri (2002) di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50% pengusaha yang menjadi sampel yang

diambil secara acak dalam penelitiannya berasal dari keluarga pengusaha dan faktor

lingkungan keluarga mempengaruhi minat kewirausahaan. Penelitian McClelland

didukung oleh penelitian Crant dalam Saud dkk (2009) yang menemukan fakta bahwa

minat kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor kepemilikan bisnis oleh orang tua.

Mathews dan Moser dalam Cotleur (2009) juga menyatakan bahwa pengaruh keluarga

sangat signifikan dalam mengembangkan minat kewirausahaan, hal ini terutama berlaku

untuk laki-laki. Adanya model peran/role model juga merupakan faktor yang

menentukan minat kewirausahaan seseorang.

Davidsson and Honig dalam Marshall (2005) menemukan hubungan yang kuat

antara kewirausahaan dan kepemilikan orang tua yang mempunyai bisnis. Dalam studi

itu ditemukan bahwa dukungan teman dekat atau tetangga di dalam usaha juga

(50)

26

(2003: 38) menemukan bukti kuat adanya hubungan antara minat kewirausahaan dengan

profesi orang tua yang bekerja mandiri atau sebagai wirausaha.

Kemandirian dan fleksibilitas dapat ditularkan oleh orang tua kepada anaknya

sejak dini dan menjadi sifat yang melekat kepada anak-anaknya. Pendapat Staw

didukung oleh Duchesneau dalam Riyanti (2003) yang menemukan bahwa wirausaha

yang berhasil adalah mereka yang dibesarkan oleh orang tua yang juga wirausaha.

Aldrich dan Zimmerer dalam Greve (2003) menyatakan bahwa wirausaha

membutuhkan jaringan sosial yang kuat selain informasi, modal, ketrampilan, tenaga

kerja untuk memulai usaha. Menurut Hansen dalam Greve (2003) jaringan sosial ini

bisa berupa jaringan profesional, teman-teman, rekan-rekan kerja sebelumnya mulai

dari dalam organisasi, kumpulan perusahaan, atau orang-orang yang membantu

menjalankan dan mendirikan usaha.

Chrisman dalam Marshall (2005) menyatakan bahwa pengaruh keluarga pada

pembentukan usaha baru lebih penting dibandingkan faktor budaya yang lain. Dalam

penelitian ini hal-hal yang menjadi indikator dalam kepemilikan jaringan social adalah

kepemilikan pergaulan, kecenderungan bergaul dan berteman, keaktifan dalam

komunitas dan kepemilikan jaringan sosial.

2.1.10 Intensi Berwirausaha

Tarmudji (2006) menyatakan bahwa minat/intensi adalah perasaan tertarik atau

berkaitan pada sesuatu hal atau aktivitas tanpa ada yang meminta/menyuruh. Tarmudji

menyatakan bahwa minat seseorang dapat diekspresikan melalui pernyataan yang

menunjukkan seorang lebih tertarik pada suatu obyek lain dan melalui partisipasi dalam

(51)

27 motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila

seseorang bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat,

maka akan terbentuk minat yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan.

Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun sehingga minat tidak

bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.

Crow & Crow dalam Yuwono dkk (2008) menyebutkan ada tiga aspek minat pada

diri seseorang, yaitu:

a. Dorongan dari dalam untuk memenuhi kebutuhan diri sebagai sumber penggerak

untuk melakukan sesuatu.

b. Kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang akan

menentukan posisi individu dalam lingkungannya.

c. Perasaan individu terhadap suatu pekerjaan yang dilakukannya.

Masrun dalam Yuwono dkk (2008) menyatakan bahwa banyak lulusan perguruan

tinggi belum mampu berwirausaha. Mahasiswa cenderung berpikir bagaimana caranya

mereka bisa diterima bekerja sesuai dengan gelar kesarjanaannya dan dengan gaji yang

sesuai ketika menyelesaikan kuliahnya. Mereka berpendapat lebih baik menganggur

daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya. Lebih lanjut

Masrun menyatakan bahwa penduduk yang mempunyai pendidikan tinggi justru kurang

berminat menjadi wirausaha, tercatat hanya 10% yang berminat menjadi wirausaha.

Mereka yang pendidikannya rendah justru 49% yang berminat menjadi wirausaha.

Dalam Enterpreneur.s Handbook seperti yang dikutip oleh Wirasasmita dalam

Suryana (2006) dikemukakan beberapa alasan yang menumbuhkan intensi seseorang

(52)

28

1. Alasan keuangan. Untuk mencari nafkah, menjadi kaya, mencari pendapatan

tambahan dan sebagai jaminan stabilitas keuangan.

2. Alasan sosial. Memperoleh gengsi/status agar dikenal dan dihormati banyak orang,

menjadi teladan untuk ditiru orang lain dan agar dapat bertemu banyak orang.

3. Alasan pelayanan. Agar bisa membuka lapangan pekerjaan dan membantu

meningkatkan perekonomian masyarakat.

4. Alasan pemenuhan diri. Untuk bisa menjadi seorang atasan, mencapai sesuatu yang

diinginkan, menghindari ketergantungan kepada orang lain, menjadi lebih produktif

dan menggunakan potensi pribadi secara maksimum.

Mudjiarto dkk (2005) menyatakan bahwa bahwa umumnya orang berminat

membuka usaha sendiri karena beberapa alasan berikut ini:

1. Mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan.

2. Memenuhi minat dan keinginan pribadi.

3. Membuka diri untuk berkesempatan menjadi bos bagi diri sendiri.

4. Adanya kebebasan dalam manajemen.

Zimmerer (2004) menyatakan bahwa ada 8 faktor yang menjadi pendorong

pertumbuhan intensi kewirausahaan, yakni:

1. Pendapat bahwa wirausaha adalah seorang pahlawan.

2. Pendidikan kewirausahaan.

3. Faktor ekonomi dan kependudukan.

4. Pergeseran dari ekonomi industri ke ekonomi jasa.

5. Kemajuan teknologi.

6. Gaya hidup bebas.

(53)

29 8. Terbukanya peluang bisnis internasional.

Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan intensi berwirausaha adalah

kecenderungan atau ketertarikan seseorang untuk melakukan kegiatan kewirausahaan

dengan senang hati dan dengan keberanian mengambil resiko.

2.1.11 Perilaku Berwirausaha

Intensi menjadi wirausaha yang cukup tinggi, tidak selalu diikuti oleh perilaku

wirausaha dalam bentuk mendirikan, mengelola, dan mengembangkan usaha. Perilaku

merupakan tindakan yang tampak atau pernyataan lisan mengenai perilaku

(terobservasi). Perilaku yang dimaksud dalam bidang kewirausahaan adalah keputusan

berwirausaha. Perilaku berwirausaha yaitu tindakan individu yang ditunjukkan dengan

keputusan berwirausaha. Perilaku berwirausaha diukur dengan skala perilaku

berwirausaha yang diadaptasi dari model perilaku Azjen (2008) dengan indikator

tindakan nyata telah menjalankan usaha, keputusan berwirausaha, dan penyataan

dukungan pengembangan usaha yang ada. Perilaku Berwirausaha mencakup tiga hal

yaitu pengetahuan, sikap mental dan keterampilan serta sikap kewaspadaan yang

merupakan perpaduan unsur pengetahuan dan sikap mental terhadap masa yang akan

datang (Wijandi, 1988).

Menurut Buchari Alma (2005), Perilaku kewirausahaan adalah proses

menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal

dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi.

2.1.12 Kinerja Kewirausahaan

Kinerja perusahaan menurut Ferdinand (2000) merupakan konstruk yang umum

Gambar

Tabel 1 Perbandingan antara PLS dan SEM
Tabel 2 Hasil Penelitian Terdahulu tentang Intensi Berwirausaha dan perbedaannya dengan Penelitian ini
Tabel 2 (lanjutan)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran yang Digunakan dalam Penelitian Intensi Berwirausaha ini
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Pedagang Kaki Lima (Kasus Di Kota Bogor)” ini merupakan prasyarat

Ketika sebuah kota membayar untuk tempat terbuka dengan cara yang sama seperti membayar biaya kebakaran dan sekolah, ia menanggung biaya penuh untuk sama seperti membayar

[r]

pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk di Kabupaten Kutai Barat, perlu

Pola keterkaitan antara petani dalam hal jaringan pembukaan dan pengelolaan lahan diketiga desa kasus didominasi oleh modal sosial mikro yang diwujudkan dalam bentuk

Tema ini kemudian dijabarkan ke dalam 11 (sebelas) prioritas pembangunan Kota Depok Tahun 2014, yang meliputi: (1) Peningkatan kualitas pelayanan publik; (2)

Pada awalnya asas kewarganegaraan hanyalah ius soli saja, sebagai suatu anggapan bahwa seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi

Bahasa yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar yaitu bahasa indonesia baik peserta didik maupun guru.