• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.4 Efikasi Diri

Bandura (1977) menyatakan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan mendapatkan prestasi tertentu. Bandura (1977) pun menyatakan bahwa efikasi diri akan menentukan cara seseorang untuk berpikir, bertindak dan memotivasi diri mereka menghadapi kesulitan dan permasalahan. Sukses atau gagalnya seseorang ketika melakukan tugas tertentu ditentukan oleh efikasi dirinya. Orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan bisa menghadapi kegagalan dan hambatan yang mereka hadapi, stabil emosinya,

bersikap dan memiliki internal locus of control yang tinggi.

Cromie (Indarti, 2008) menjelaskan bahwa efikasi diri mempengaruhi kepercayaan seseorang pada tercapai atau tidaknya tujuan yang sudah ditetapkan. Lebih lanjut Cromie (Indarti, 2008) menyatakan bahwa efikasi diri yang positif adalah keyakinan seseorang bahwa ia mampu mencapai pekerjaan atau prestasi yang diinginkannya. Tanpa adanya efikasi diri seseorang tidak akan memiliki keinginan untuk melakukan perilaku tertentu. Betz dan Hacket (Indarti, 2008) menyatakan bahwa efikasi diri akan karir seseorang dapat menjadi faktor penting dalam penentuan apakah minat kewirausahaan seseorang sudah terbentuk pada tahapan awal seseorang memulai karirnya. Lebih lanjut Betz dan Hacket menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat efikasi diri seseorang pada kewirausahaan di masa-masa awal seseorang dalam berkarir, semakin kuat minat kewirausahaan yang dimilikinya. Oosterbeek (2008) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya.

16

Wirausaha sukses selalu yakin bahwa mereka mampu membuat semua kegiatannya menjadi berhasil. Mereka juga merasa mampu mengendalikan kesuksesan mereka yang tidak tergantung kepada orang lain.

Wirausaha sukses memiliki ketahanan yang tinggi, kemampuan mengambil resiko dan menanggung kerugian dan menangani ketidakpastian. Bandura menjelaskan bahwa ada empat cara untuk mencapai efikasi diri yakni:

1) Pengalaman sukses atau kegagalan yang terjadi berulang kali. Pengalaman sukses

akan memperkuat kepercayaan seseorang bahwa dirinya memang mempunyai kemampuan untuk mencapai prestasi yang baik, sebaliknya pengalaman gagal berulang kali dapat membuat seseorang meragukan kemampuan dirinya sehingga menurunkan kepercayaan pada dirinya sendiri.

2) Melihat orang lain melakukan perilaku tersebut dan kemudian mencontoh atau

belajar dari pengalaman tersebut. Jadi ada suatu model yang menjadi panutan seseorang, model ini memiliki kemampuan yang mirip dengan dirinya. Melihat model bisa sukses dengan melakukan usaha tertentu, maka seseorang menjadi yakin ia juga bisa berhasil sama seperti model tersebut.

3) Persuasi verbal yakni memberikan semangat atau menjatuhkan performa

seseorang agar seseorang berperilaku tertentu.

4) Apa perasaan seseorang tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional).

2.1.5 Demografi

Demografi menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pembahasan tentang pemasaran. Bogue menyatakan bahwa demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistika dan matematika tentang besar, komposisi, dan distribusi penduduk serta

17 perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi yaitu kelahiran, kematian, perkawinan, migrasi dan mobilitas social.

Barclay menyatakan bahwa demografi adalah ilmu yang memberikan gambaran yang menarik dari penduduk yang digambarkan secara statistika. Demografi mempelajari tingkah laku keseluruhan dan bukan tingkah laku perorangan (Yasin, 2007). Riyanti (2003) menyatakan bahwa demografi sangat penting dikaji karena demografi adalah faktor yang melekat pada wirausaha dan mempengaruhi keberhasilan seorang wirausaha. Shapero menyatakan bahwa minat terhadap kewirausahaan tergantung pada faktor-faktor eksogen seperti demografi, karakter, ketrampilan, budaya, sosial dan dukungan keuangan (Basu, 2009).

Mazzarol (Indarti, 2008) menyatakan bahwa faktor-faktor demografi seperti jender, umur, pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang berpengaruh terhadap

keinginan seseorang untuk menjadi seorang wirausaha. Crant dalam Saud dkk (2009)

menyatakan bahwa sikap kewirausahaan dipengaruhi oleh jender, tingkat pendidikan dan orang tua yang memiliki bisnis. Penelitian oleh Mazzarol (Saud, 2009) menemukan bahwa faktor demografi (etnisitas, status perkawinan, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, status dan pengalaman kerja, usia, jender, status sosio-ekonomi, agama dan sifat kepribadian) mempengaruhi minat mendirikan usaha. Studi di India oleh Sinha (Indarti, 2008) membuktikan bahwa latar belakang pendidikan menjadi salah satu penentu penting minat kewirausahaan dan kesuksesan usaha yang dijalankan.

Jones (2009) lebih spesifik menekankan pentingnya pendidikan kewirausahaan. Jones lebih lanjut menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan adalah proses menyiapkan individu dengan kemampuan untuk mengenali kesempatan komersial, meningkatkan penghargaan diri, pengetahuan dan ketrampilan untuk bertindak terhadap

18

kesempatan komersial tersebut. Kourilsky dalam Jones (2009) mendefinisikan

pendidikan kewirausahaan sebagai kesempatan untuk mengenali, menyusun sumber-sumber daya dengan kehadiran resiko, dan membangun sebuah perusahaan bisnis. Bechard and Toulouse (Jones, 2009) mendefinisikan pendidikan kewirausahaan sebagai kumpulan dari pengajaran formal yang memberikan informasi, melatih dan mendidik siapapun yang tertarik untuk mendirikan bisnis atau mengembangkan bisnis kecil.

Charney (2000) pada penelitiannya terhadap lulusan Universitas Arizona tahun 1985–1999 dengan membandingkan para lulusan yang mendapatkan pendidikan kewirausahaan dengan para lulusan yang tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan menyimpulkan beberapa hal penting berikut ini:

(1) Pendidikan kewirausahaan terbukti meningkatkan minat pendirian perusahaan baru. Lulusan yang mendapatkan pendidikan kewirausahaan tiga kali lebih banyak yang mendirikan perusahaan baru dibandingkan para lulusan yang tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan.

(2) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan minat para lulusan tiga kali lebih besar

untuk menjadi pekerja mandiri (self - employed) dibandingkan para lulusan yang

tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan.

(3) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan pendapatan para lulusan yang mendapatkan pendidikan kewirausahaan sebanyak 27 persen lebih tinggi.

(4) Pendidikan kewirausahaan meningkatkan pertumbuhan perusahaan terutama pada perusahaan kecil, pada perusahaan besar pengaruh pendidikan kewirausahaan lebih sulit diukur. Tetapi perusahaan besar memberikan gaji yang lebih besar kepada para lulusan yang memiliki pendidikan kewirausahaan. Perusahaan yang didirikan para lulusan yang memiliki pendidikan kewirausahaan juga lebih besar.

19 (5) Pendidikan kewirausahaan mempromosikan perpindahan teknologi dari universitas kepada sektor swasta dan mempromosikan perusahaan dan produk berbasis teknologi. Para lulusan dengan pendidikan kewirausahaan lebih cenderung bekerja para perusahaan dengan teknologi yang lebih tinggi.

Bandura, Hollenbeck dan Hall, Wilson menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan dapat meningkatkan tingkat efikasi diri seseorang (Basu, 2009). Noel menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan minat kewirausahaan terutama untuk mahasiswi (Basu, 2009). Wilson menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan meningkatkan minat mahasiswa terhadap kewirausahan sebagai karier (Basu, 2009).

Pengalaman kerja menyatakan jenis dan jumlah pekerjaan, lamanya bekerja di sebuah atau beberapa bidang yang dialami oleh seseorang di dalam karirnya. Setiap orang mempunyai pengalaman kerja yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi kehidupan dan karirnya selama hidupnya. Drennan menyatakan bahwa pandangan yang positif tehadap pengalaman bisnis keluarga dan pengalaman langsung memulai bisnis baru akan mempengaruhi sikap dan persepsi tentang kewirausahaan sebagai karier (Basu, 2009).

Timmons (Din, 1992) menyatakan bahwa ada bukti yang semakin meningkat bahwa wirausaha sukses berasal dari kombinasi pengalaman kerja, studi dan pengembangan ketrampilan yang sesuai. Din (1992) dalam penelitiannya pada populasi mahasiswa sekolah bisnis di Malaysia menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki pengalaman kerja tetap yang lebih banyak memiliki kecenderungan melakukan kegiatan kewirausahaan yang lebih besar dibandingkan mereka yang pengalaman kerjanya lebih

Dokumen terkait