• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genetic Transformation of Rice (Oryza sativa L.) with Aluminum Tolerant Gene Candidate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Genetic Transformation of Rice (Oryza sativa L.) with Aluminum Tolerant Gene Candidate"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

TETTY CHAIDAMSARI

Utilization of marginal lands such as acid soils could be an alternative solution

to increase rice cultivation area. One main problem found in acid soils is high

solubility of Al

3+

ion that toxic for plant. Al tolerant varities are required to

overcome this problem. Generally, Al-tolerant varieties have poor agronomic

characteristics, such as low productivity, compared to the popular varieties that

typically Al-sensitive. Genetic engineering could be an alternative way to improve

agronomic characters. One candidate of Al tolerant genes, namely

B11

gene, has

been successfully isolated from Al-tolerant rice, Hawara Bunar, an Indonesian

local rice genotype. The

B11

gene was inserted into pBIN and pGWB5 plasmids

and introduced to several rice genotypes through particle bombardment and

Agrobacterium

-mediated transformation techniques.

Agrobacterium

mediated

transformation efficiency in T309 genotype was 10%. However, transformation

into IR64 genotype through callus and immature embrio infection was not

succesfull.

In-planta

transformation was succesffully introduced the gene into

several rice genotypes with various transformation efficiency, which were 80.0,

75.0, 66.7, 33.3 and 33.3 percent for rice genotype IR64, Grogol, Krowal Oval,

T309, and Situbagendit, respectively. The

in-planta

technique has not been

succcesfully transformed the gene into rice genotype Hawara Bunar and Danau

Gaung.

(2)

Kebutuhan pangan akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk dan konversi lahan untuk pemukiman. Hal ini mendorong untuk

dilakukannya ekstensifikasi pertanian pada lahan marginal, salah satunya lahan

masam. Kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi pada lahan masam menyebabkan

masalah tersendiri karena Al dalam bentuk kation trivalen bersifat toksik pada

tanaman, salah satunya padi. Penggunaan varietas-varietas toleran Al sebenarnya

dapat menjadi solusi dalam ekstensifikasi pertanian. Namun, karakter agronomis

varietas toleran umumnya tidak sebaik varietas-varietas populer yang banyak

digunakan oleh petani. Perbaikan sifat tanaman padi perlu dilakukan untuk

menghasilkan tanaman dengan karakter agronomis yang baik dan toleran Al.

Salah satu cara perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan dengan rekayasa genetika

melalui peningkatan ekspresi gen yang berperan dalam toleransi Al. Salah satu

kandidat gen yang diduga berperan dalam toleransi Al adalah gen

B11

yang

berhasil diisolasi dari genotipe padi toleran Al, Hawara Bunar. Transformasi gen

ini pada tanaman tembakau menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman

Al dibandingkan pada tanaman kontrol.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid ekspresi pBIN

yang membawa gen

B11

lalu mengintroduksikannya pada tanaman padi melalui

beberapa pendekatan. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh konstruk

plasmid rekombinan pBIN-B11 dan diperoleh pula metode transformasi yang

paling efektif untuk menghasilkan tanaman padi transgenik.

Penelitian dilakukan mulai Februari 2009 hingga Mei 2012 bertempat di

laboratorium penelitian Fisiologi dan Genetika Tumbuhan, Departemen Biologi

FMIPA IPB. Konstruksi dilakukan menggunakan metode konvensional berupa

restriksi-ligasi. Introduksi gen dilakukan dengan membandingkan penggunaan

particle bombardment

, infeksi oleh

Agrobacterium tumefaciens

pada kalus dan

embrio muda, serta secara

in-planta

. Penembakan kalus padi dengan particle

bombardment dilakukan oleh Dr. Saptowo J. Pardal dan tim. Evaluasi hasil

transformasi dilakukan melalui seleksi antibiotik, uji toleransi terhadap cekaman

Al, uji keberadaan gen sisipan, dan analisis ekspresi gen sisipan.

Penyisipan gen

B11

dalam pBIN menghasilkan 4 macam konstruksi

dengan beberapa ukuran gen sisipan, antara lain pBIN-E, pBIN-F, pBIN-I, dan

pBIN-K. Plasmid rekombinan pBIN-B11 digunakan langsung untuk penembakan

pada kalus genotipe T309 dan IR64 menggunakan

particle bombardment

. Untuk

genotipe T309 penembakan partikel dengan pBIN-F menghasilkan satu tanaman

yang lolos seleksi antibiotik. Analisis toleransi Al biji transgenik dari generasi T1

hingga T3 menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman Al dibandingkan

tipe liarnya (kontrol). Uji keberadaan gen sisipan menunjukkan bahwa gen tersisip

ke dalam DNA genom padi. Analisis ekspresi menunjukkan secara umum terjadi

peningkatan ekspesi gen

B11

pada padi transgenik, namun nilai ekspresinya masih

(3)

menggunakan konstruk

B11

dalam pGWB5 hasil penelitian peneliti sebelumnya

(Roslim

2009).

Penggunaan

plasmid

pGWB5

memungkinkan

seleksi

menggunakan higromisin. Infeksi kalus T309 menghasilkan tanaman lolos seleksi

lebih banyak dibandingkan saat penggunaan

particle bombardment

dengan

pBIN-B11. Nilai efisiensi transformasi genotipe T309 sebesar 10% sesuai dengan hasil

uji sisipan gen. Transformasi pada kalus dan embrio muda genotipe IR64 belum

memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Sifat genotipe IR64 yang rekalsitran menjadi masalah tersendiri dalam

proses transformasi melalui kultur jaringan. Infeksi secara

in-planta

dilakukan

untuk mengatasi masalah ini. Teknik ini dilakukan pada 7 genotipe padi tanpa

melalui tahapan kultur jaringan. Berdasarkan pengujian sisipan gen, teknik infeksi

in-planta

berhasil dilakukan dengan nilai efisiensi yang bervariasi antar genotipe,

yaitu sebesar 80.0, 75.0, 66.7, 33.3 dan 33.3 persen berturut-turut untuk genotipe

IR64, Grogol, Krowal Oval, T309, dan Situbagendit. Genotipe Hawara Bunar dan

Danau Gaung masih belum berhasil ditransformasi.

Konstruksi gen

B11

dalam pBIN dapat digunakan untuk pekerjaan

lanjutan pada rekayasa tanaman padi dengan sedikit modifikasi pada prosedur

seleksi untuk menghindari kejadian albino. Teknik infeksi

A.tumefaciens

secara

in-planta

dapat menjadi pilihan teknik yang mudah, murah, dan efektif untuk

mengintroduksi gen pada tanaman padi dibanding metode menggunakan

particle

bombardment

dan infeksi

A. tumefaciens

berbasis kultur jaringan.

(4)

PENDAHULUAN

   

  Latar Belakang 

 

Usaha ekstensifikasi  tanaman padi  ke lahan-lahan  marginal  seperti  tanah  masam perlu diupayakan, seiring berkurangnya areal pertanian tanaman pangan di  Indonesia terutama di pulau Jawa. Namun, usaha pertanian pada tanah masam  terutama terkendala oleh keracunan Aluminium (Al). Kelarutan ion Al trivalen  yang tinggi menjadi penghambat pertumbuhan dan fungsi akar, yang selanjutnya  dapat menurunkan produksi tanaman (Kochian 1995). 

Penggunaan  varietas  padi  toleran  cekaman  Al  dapat  menjadi  salah  satu  solusi  dalam  ekstensifikasi  pertanian  tanaman  padi  di  tanah  masam.  Namun,  produktivitas varietas toleran Al secara alami tidak sebaik varietas unggul yang  umumnya sensitif cekaman Al. Pemuliaan tanaman melalui persilangan maupun  rekayasa  genetika  menjadi  upaya  untuk  memperbaiki  sifat  tanaman.  Rekayasa  genetika  memungkinkan  untuk  merakit  tanaman  transgenik  melalui  modifikasi  satu jenis gen tanpa mempengaruhi sifat-sifat lain. Hal ini menjadi keunggulan  dari rekayasa genetika dibandingkan persilangan. 

Mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al beragam antar  spesies  yang berbeda. Namun pada tanaman pangan seperti gandum (Triticum aestivum  L.),  barley  (Hordeum  vulgare  L.),  rye  (Secale  cereale  L.),  sorgum  (Sorgum  bicolor  L.),  jagung  (Zea  mays  L.)  secara  umum  menunjukkan  mekanisme  toleransi terhadap cekaman Al yang mirip yaitu melalui pengaktifan sekresi asam  organik berupa anion malat, sitrat, maupun oksalat (Li et al. 2000, Furukawa et al.  2007,  Ryan  et  al.  2009).  Penelitian  Miftahudin  dan  Chikmawati  (2008)  menunjukkan adanya peningkatan sekresi asam  malat dan sitrat pada  genotipe  Hawara Bunar dan Grogol (toleran Al) dibandingkan genotipe IR64 (sensitif Al)  saat  diberi  cekaman  Al.  Selain  itu,  terdapat  pula  akumulasi  Al  pada  daerah  apoplas sel akar yang mengindikasikan bahwa Al tidak masuk ke dalam sel. Hal  ini memberikan dugaan bahwa ada peran protein transporter untuk mengeluarkan  asam  organik  yang  mengkelat  Al  dari  dalam  sel  seperti  ALMT-1.  Namun  demikian, penelitian Sasaki et al. (2004) menunjukkan bahwa ekspresi berlebih 

(5)

antara tanaman transgenik  ALMT-1 dan non-transgenik. Oleh karena itu untuk  tanaman padi, mungkin masih ada gen lain yang lebih bertanggung jawab dalam  mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. 

Penelitian Miftahudin et al. (2005) pada tanaman rye menunjukkan adanya  hubungan sinteni antara daerah pada lengan panjang kromosom 4 rye dan daerah  pada lengan pendek kromosom 3 padi terkait dengan toleransi terhadap cekaman  Al.  Berdasarkan  hubungan  sinteni  ini,  Roslim  (2009)  melakukan  penapisan  beberapa   marka   pada   daerah   kromosom   3   padi.   Daerah   B11   mengalami  peningkatan ekspresi (up-regulated) saat diberi perlakuan Al. Pada genotipe padi  toleran Al peningkatan ekspresi daerah tersebut lebih tinggi dibanding genotipe  sensitif Al. Oleh karena itu, daerah B11 yang kemudian disebut sebagai gen B11  dapat dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang berperan dalam toleransi Al. 

Roslim (2011) berhasil mengisolasi gen B11 dari padi lokal Indonesia yang  toleran Al, Hawara Bunar. Paralel dengan penelitian pada padi, Roslim (2011)  melakukan  penyisipan  gen  B11  pada  plasmid  ekspresi  pGWB5  lalu  diintroduksikan  pada  tembakau  melalui  infeksi   Agrobacterium  tumefaciens.  Tembakau transgenik B11 mengalami peningkatan toleransi Al dibandingkan non-  transgenik.  Hipotesis  peran  B11  sebagai  salah  satu  gen  toleransi  Al  perlu  dibuktikan pada padi sebagai tanaman asal gen tersebut. 

Empat  macam  plasmid  rekombinan  pBIN-B11  hasil  konstruksi  yang  dilakukan pada penelitian ini digunakan oleh Saptowo dan timnya (Balai Besar  Sumberdaya Genetik Pertanian, Badan Litbang Deptan) untuk transformasi padi  melalui  particle  bombardment.  Hanya  satu  konstruk  yaitu  pBIN-B11-F  yang  menghasilkan  satu  tanaman  fertil  dari  penembakkan  tersebut,  yang  kemudian  dievaluasi  dalam  penelitian  ini  hingga  generasi  T3.  Sejalan  dengan  evaluasi  tanaman hasil penembakan partikel, dilakukan pula introduksi gen B11 pada padi  dengan bantuan A. tumefaciens melalui beberapa pendekatan. 

     

Tujuan Penelitian   

(6)

generasi  T1-T3  hasil  transformasi  dengan  teknik  particle  bombardment,  serta  mengintroduksi  gen  B11  pada  tanaman  padi.  Introduksi  dilakukan  terutama  melalui infeksi A. tumefaciens dengan beberapa metode infeksi untuk memperoleh  efisiensi transformasi yang terbaik. 

     

Manfaat Penelitian   

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa: 

1.   Konstruk gen B11 dalam plasmid ekspresi dapat digunakan untuk pekerjaan-  pekerjaan downstream lainnya dalam rekayasa padi toleran Al. 

2.   Protokol yang efektif untuk melakukan perakitan padi transgenik yang dapat  diterapkan untuk produksi padi transgenik. 

3.   Galur padi transgenik toleran Al yang dapat dikembangkan menjadi varietas  unggul spesifik lokasi (VUSL) khususnya untuk tanah masam. 

     

Alur dan Pengembangan Penelitian   

Konstruksi plasmid  rekombinan pBIN-B11 

   

Transfromasi genetik dengan 

particle bombardment pada IR64 dan 

T309 (Pardal dan tim 2009) 

 

Konstruksi plasmid rekombinan  pGWB5-B11 (Roslim 2011) 

     

Transfromasi genetik melalui  infeksi 

Agrobacterium        Kalus  IR64        Kalus  T309        Kalus  T309        Kalus  IR64        Embrio  muda        Teknik  In-planta     

Analisis putatif transgenik: 

Seleksi antibiotik, toleransi terhadap Al, uji insersi, uji ekspresi 

   

Padi transgenik B11 toleran Al 

 

(7)

TINJAUAN

 

PUSTAKA

   

 

Padi dan Cekaman Aluminium 

Padi  (Oryza  sativa   L.)  merupakan  tanaman  serealia  semusim   yang  merupakan sumber karbohidrat utama bagi penduduk dunia, terutama Indonesia.  Secara  taksonomi  padi  termasuk  dalam  Divisi  Angiospermae,  Kelas  Monocotiledoneae,  Ordo  Poales,  Famili  Poaceae  atau  Gramineae  serta  Genus  OryzaOryza sativa terdiri dari tiga sub spesies yaitu indica,   japonica,   serta 

javanica yang hanya terdapat di pulau Jawa dengan sifat antara kedua subspesies  pertama (Matsuo & Hoshikawa 1993). 

Secara   alami,   tanaman   selalu   dihadapkan   pada   berbagai   cekaman  lingkungan baik biotik maupun abiotik. Cekaman biotik disebabkan oleh serangan  hama,   penyakit   dan   gulma,   sedangkan   cekaman   abiotik   disebabkan   oleh  kekeringan, salinitas, suhu tinggi, suhu rendah dan tanah masam. Keracunan Al  merupakan  hambatan dalam  produksi  pertanian di  tanah  masam.  Kelarutan  Al  berhubungan dengan bentuk senyawa Al dan pH larutan. Menurut Kochian (1995)  terdapat tiga bentuk senyawa Al yaitu mononuklear (Al3+), Al polinuklear, dan  molekul Al kompleks.  Endapan Al(OH)3 terbentuk pada pH netral, sedangkan  pada pH tinggi Al terdapat dalam bentuk Al(OH)4-. Ketika pH rendah (kurang dari  4) akan terbentuk Al(H2O)63+ atau dikenal dengan Al3+ yang merupakan bentuk Al  paling toksik bagi tanaman karena dapat menghambat pertumbuhan dan fungsi  akar (Kochian 1995, Matsumoto 2000). 

Kerusakan sistem perakaran tanaman akibat keracunan Al   selanjutnya  akan  mengubah   anatomi   dan   morfologi   akar   (memendek,   menebal,   dan  menggulung),  mengganggu  penyerapan  unsur  hara  (khususnya  Ca  dan  K),  mengganggu sitoskeleton dan proses-proses pada apoplas yang berdampak pada  penghambatan pertumbuhan, gangguan dalam transport intraseluler, dan memicu  radikal bebas yang menyebabkan cekaman oksidatif sehingga tanaman menjadi  rentan  terhadap  cekaman  lingkungan  lain,   hingga  pada  akhirnya  menurunkan  produktivitas tanaman (Ryan et al. 2011). 

(8)

contoh genotipe toleran Al antara lain IRAT 144, IRAT 303, Hawara Bunar, IAC-  1246,  Azucena,  IRAT  351,  IRAT  352,  IRAT  379,  Grogol,  Danau  Gaung  (Silitonga 2008, Roslim 2011), sedangkan contoh genotipe padi sensitif Al antara  lain IR64 dan Krowal (Roslim 2011). Ciherang dan Situ Bagendit juga merupakan  dua genotipe yang sensitif Al dari pengujian RRG yang dilakukan pada penelitian  pendahuluan  sebelumnya.  Penggunaan  genotipe  padi  toleran  Al  dapat  menjadi  solusi   dalam   ekstensifikasi   pada   lahan-lahan   masam.   Namun   karena   pada  umumnya varietas-varietas toleran Al memiliki produktivitas yang rendah, maka  penggunaan varietas toleran Al kurang menguntungkan petani. 

   

Mekanisme Toleransi  Cekaman Aluminium 

Ryan  dan   Delhaize  (2010)  mengelompokkan  mekanisme  pertahanan  terhadap  cekaman  Al  menjadi  2  strategi,  yaitu  strategi  toleransi  dan  strategi  resistensi  (eksklusi).  Strategi  toleransi  merupakan  mekanisme  tanaman  untuk  dapat mengizinkan ion Al trivalen masuk dalam aliran simplas namun kemudian  dikelat  dalam  kompleks  atau  diisolasi  dalam  organel  tertentu  sehingga  tidak  berbahaya  bagi  metabolisme  sel.  Mekanisme  ini  umum  terjadi  pada  spesies-  spesies endemik tropis yang memiliki banyak tanah masam. Contoh tanaman yang  melakukan  mekanisme toleransi  ini  adalah teh  (Camellia  sinensis),  buckwheat  (Fagopyrum esculentum), Melastoma, dan  Hydrangea sp. Tanaman-tanaman ini  mengakumulasi Al pada daun sehingga disebut juga tanaman akumulator. 

(9)

B11 sebagai Salah Satu Kandidat Gen Toleransi Aluminium 

Miftahudin  (2005)  telah  mengidentifikasi  daerah  Alt3  yang  memegang  peranan dalam toleransi Al pada tanaman rye (Secale cereale L.). Berdasarkan  hubungan kolinearitas antara genom rye dan padi, terdapat sinteni antara daerah 

Alt3  rye  dengan  klon  BAC  pada  kromosom  3  padi.  Kemudian  dikembangkan  marka-marka   molekular   berdasarkan   sekuen   BAC   kromosom   3   padi   dan  diterapkan pada rye. Terdapat 4 marka (B11, B25, B26, B27)   yang kemudian  diuji pada populasi F2 hasil silangan antara rye varietas sensitif dan toleran Al.  Dari  keempat  marka  tersebut,  diketahui  bahwa  dua  marka,  B11  dan  B26  mengalami ko-segregasi dengan lokus Alt3. Hasil ini mengindikasikan bahwa gen 

Alt3 berjarak sangat dekat dengan kedua marka tersebut. Hubungan sinteni antara  padi dan rye ditampilkan pada Gambar 2. Peta resolusi tinggi menunjukkan bahwa  Alt3 terletak di antara interval B11 dan B26, atau bahkan dapat merupakan B11  atau B26 itu sendiri (Miftahudin et al. 2005). 

                               

Gambar   2   Homologi   kromosom   4RL   rye   dengan   kromosom   3   pada   padi.   Gen   Alt3   yang  memegang  peranan  terhadap  toleransi  Al  pada  rye  berjarak  sangat  dekat  dengan  marka B11 dan B26 (Miftahudin et al. 2005). 

 

(10)

lebih tinggi pada genotipe toleran Al dibanding ekspresi pada genotipe sensitif Al.  Hasil ini menjadikan marka B11 yang kemudian disebut sebagai gen B11 dapat  dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang berperan dalam toleransi Al. 

Gen B11 berhasil diisolasi dan diklon ke dalam plasmid ekspresi pGWB5.  Transformasi  gen  B11  pada tanaman telah  dilakukan  pada tanaman tembakau.  Pengujian  cekaman  Al  pada  tembakau  transgenik  menunjukkan  peningkatan  toleransi Al dibandingkan tembakau kontrol (Roslim 2011). 

   

Teknik Introduksi Gen ke Tanaman  Particle Bombardment 

Teknik   introduksi   gen   secara   langsung   dapat   dilakukan   dengan  penembakan   menggunakan   particle   bombardment.   Metode   penembakan   ini  dilakukan  dengan  melapisi  DNA  dalam  plasmid  ekspresi  yang  akan  ditransformasi  dengan  partikel  emas.  Dengan  tekanan  yang  berasal  dari  gas  helium, plasmid yang telah dilapis ditembakkan ke material yang menjadi target  transformasi  (Glick  &  Pasternak  1998).  Variabel  yang  dapat  diatur  adalah  pengaturan  jarak  tembak.  Jarak  tembak  yang  lebih  dekat  akan  memberikan  tekanan  yang lebih  kuat.  Tekanan  yang kuat  akan  melubangi  sel  dan  plasmid  dapat masuk ke dalam sel target. 

Transformasi dengan particle bombardment  dipastikan bahwa DNA yang  diintroduksikan masuk ke dalam sel, namun dengan masuknya DNA asing dalam  sel belum dapat dipastikan bahwa DNA tersebut akan diekspresikan. Hal ini yang  menjadi kekurangan teknik penembakan, di samping DNA yang akhirnya masuk  ke dalam sel umumnya tidak hanya satu copy. Jumlah DNA yang masuk lebih dari  satu   copy   dalam   sel   mampu   menyebabkan   silensing   gen   sisipan   melalui  mekanisme silensing pasca transkripsi. Hal ini dapat menyebabkan ekspresi gen  yang  disisipkan  rendah  atau  bahkan  termutasi  sama  sekali  (Kakkar  &  Verma  2011). 

   

Infeksi A. tumefaciens 

Cara lain untuk menghasilkan tanaman transgenik adalah melalui infeksi 

(11)

khusus,  dapat  dilakukan  dengan  peralatan  laboratorium  yang  sederhana,  dan  sisipan   gen   tunggal   berpeluang   lebih   tinggi   dibanding   dengan   particle  bombardment, sehingga stabilitas ekspresi gen lebih tinggi (Hansen  & Chilton  1996, Dai et al. 2001, Rahmawati 2006). 

Proses  infeksi  yang  dilakukan  A.  tumefaciens  mampu  menyebabkan  transfer  DNA  dari  bakteri  ke  tanaman  inang.  Kemampuan  transfer  ini  karena  adanya  6-8  operon  (bergantung  pada  strain  bakteri)  pada  plasmid  Ti  yang  meregulasi proses transfer dan integrasi DNA ke dalam genom inang (Rahmawati  2006).  Daerah T-DNA (yang dibatasi oleh LB dan RB ) merupakan daerah yang  akan ditransfer ke dalam genom inang. Pada  A. tumefaciens  tipe liar, T-DNA  mengandung gen-gen fitohormon (auksin, sitokinin), dan opine (sumber C dan N  bagi bakteri) yang ekspresinya dapat menyebabkan terbentuknya tumor mahkota  (Glick & Pasternak 1998). 

(12)

Kompleks  T-DNA  matang  kemudian  ditransfer  ke  inti  melalui  NPC  (nuclear pore complex). Di dalam inti, T-DNA dilepaskan dari protein VirD2 dan  selubung VirE2 melalui interaksi dengan VirF dan beberapa protein yang terdapat  pada  inang  (host  factor)  seperti  karyopherin  α,  CAK2M  (Cyclin-dependent 

kinase-activating kinase), VIP1 (VirE2-interacting protein), histon H2A-1 (core 

histone),  ASK1  (protease  VirE2),  DSBs  (double-strand  breaks),  dan  KU80  (Tzfira dan Citovsky 2006). 

                                         

Gambar   3   Mekanisme   integrasi   T-DNA   dari   A.   tumefaciens   ke   genom   tanaman   (Tzfira   &  Citovsky 2006). 

                                   

(13)

Operon Vir akan tetap mentransfer apa yang terkandung di dalam daerah  T-DNA, sekalipun T-DNA sudah tidak berisi gen-gen fitohormon dan opine. Oleh  karena itu, penyisipan suatu gen sasaran di daerah T-DNA akan memungkinkan  untuk   ditransfer   ke   genom   tanaman.   Pengetahuan   inilah   yang   kemudian  digunakan sebagai media untuk mentransfer DNA dari bakteri ke dalam genom  tanaman. 

   

Infeksi A. tumefaciens secara In-Planta 

Infeksi in-planta merupakan teknik transformasi sederhana yang pertama  kali dikembangkan oleh Kojima et al. (2000). Kelebihan dari teknik ini adalah  tidak membutuhkan teknik kultur jaringan sehingga tidak membutuhkan  kondisi  aseptik,  tidak  terjadinya  variasi  somaklonal,  tidak  ada  masalah  dalam  hal  regenerasi  sehingga  waktu  pengerjaan  dapat  diprediksi.  Berbagai  kelebihan  tersebut  membuat  teknik  ini  memungkinkan  dilakukan  siapapun,  bahkan  oleh  orang  yang  belum  pernah  melakukan  sekalipun.  Teknik  ini  meniru  infeksi 

Agrobacterium  secara  alami  yang  pada  awalnya  dikembangkan  untuk  transformasi  pada  Arabidopsis  (Bent  2000)  melalui  infeksi  pada  organ  bunga.  Berbagai kelebihan infeksi in-planta membuat Kojima et al. (2000) melakukan  modifikasi   teknik   agar   metode   ini   dapat   digunakan   untuk   tanaman   lain.  Modifikasi dilakukan dengan menjadikan sel meristem kecambah sebagai objek  infeksi   melalui   penusukan   jarum   yang   dilumuri   suspensi   A.   tumefaciens.  Penelitian   Kojima   et   al.   (2000)   yang   dilakukan   pada   kecambah   tanaman  buckwheat  (Fagophyrum  esculentum)  berumur  4-5  hari  memberikan  efisiensi  yang cukup tinggi (sekitar 70%) berdasarkan pengujian dengan PCR. Teknik ini  dicobakan  pula  pada  tanaman  kenaf  (Hibiscus  cannabinus)  dan  memberikan  efisiensi transformasi sebesar sekitar 85% (Kojima et al. 2004). 

(14)

berhasil memberikan efisiensi transformasi sebesar 40% berdasarkan pengujian  PCR pada generasi T1. 

Penerapan  teknik  transformasi  in-planta  pada padi  indica  pertama kali  dilakukan oleh Lin et al. (2009). Adopsi teknik sesuai dengan metode Supartana 

et  al.  (2005)  hanya  memberikan  efisiensi  transformasi  kurang  dari  0.2%.  Rendahnya nilai efisiensi transformasi pada padi indica membuat dilakukannya  modifikasi lain berupa penggunaan vakum setelah penusukan pada biji padi dan  penggunaan media MS setengah konsentrasi sebagai larutan untuk meresuspensi  inokulum. Lin et al. (2009) juga memaparkan lokasi penusukan yang tepat pada  embrio untuk memberikan hasil terbaik dan mencegah kegagalan perkecambahan  akibat  kesalahan  lokasi  dan  teknik  penusukan,  yaitu  pada  meristem  daerah  plumula (Gambar 5). 

                                     

Gambar 5 Lokasi penusukan jarum dalam infeksi in-planta pada padi (Lin et al. 2009). 

   

(15)

menggunakan teknik infeksi in-planta akan memberikan generasi T0 yang hampir  dapat dipastikan kimera, sehingga hal penting yang perlu dilakukan adalah seleksi  intensif  pada  generasi  T1  untuk  mendapatkan  keturunan  yang  sepenuhnya  transgenik (Keshamma et al. 2008). 

Hingga saat ini selain tanaman yang telah disebutkan, teknik infeksi in- 

planta   telah   banyak   diterapkan   pada   beberapa   tanaman   dengan   beberapa  modifikasi. Beberapa tanaman tersebut antara lain gandum (Supartana et al. 2006,  Risacher et al. 2009), kaktus Notocactus scopa cv Soonjung (Seol et al. 2008),  alfalfa (Weeks et al. 2008), jagung (Chumakov et al. 2006), Medicago truncatula  (Trieu et al. 2000), kacang tanah (Rohini dan Rao 2000), dan kapas (Keshamma et 

al. 2008).   

 

Marka Seleksi untuk Tanaman Transgenik 

Setelah proses infeksi dilakukan, proses seleksi dibutuhkan untuk dapat  memilah  regeneran  yang  mengandung  gen  sisipan  (transgenik)  dan  regeneran  yang non-transgenik. Untuk dapat melakukan seleksi, harus ada sekuen lain yang  berada  dalam  fragmen  T-DNA  yang  memang  berperan  dalam  proses  seleksi.  Dalam melakukan konstruksi gen dalam plasmid ekspresi, marka seleksi selalu  disertakan untuk masuk dalam ruas T-DNA. 

Berdasarkan  mekanisme  kerjanya,  marka seleksi  digolongkan  ke dalam  empat kategori (Wei et al. 2012), antara lain: 

1.   Marka  positif,  yaitu  marka  seleksi  yang  tidak  menyebabkan  letal  pada  regeneran non-transgenik namun memberikan peningkatan pertumbuhan  atau laju metabolisme pada regeneran  transgenik. Regeneran transgenik  akan  terlihat  tumbuh  lebih  pesat  dibanding  regeneran  non-transgenik.  Marka positif dikelompokkan kembali menjadi tiga kelas: 

a.   Marka berupa gen-gen terkait biosintesis hormon, contohnya gen 

uidA penyandi enzim β-glucoronidase (GUS) dan ipt (isopentenil  transferase).   Gen-gen   ini   mampu   meningkatkan   pertumbuhan  melalui peningkatan ekspresi gen biosintesis hormon. 

(16)

2001);   atlD,   arabitol  dehidrogenase  (LaFayette   et   al.   2005).  Marka-marka  dalam  kelas  ini  memungkinkan  transforman  memanfaatkan sakarida-sakarida yang tidak umum seperti manosa,  xilosa, dan arabitol. 

c.   Marka yang berasosiasi dengan metabolisme asam amino seperti 

AK   (aspartate   kinase),   DAO1   (D-amino   acid   oxidase),   TSB  (Triptophan synthase beta1),  yang mampu mengaktivasi lintasan  metabolisme  asam  amino  yang  dapat  menjadi  pemicu  pertumbuhan. 

2.   Marka  negatif,  yaitu  marka  seleksi  yang  menyebabkan  penghambatan  bahkan  kematian  pada  regeneran  non-transgenik,  sedangkan  regeneran  transgenik tetap mampu tumbuh. Contoh marka negatif adalah gen-gen  penyandi resistensi terhadap antibiotik seperti npt (resistensi kanamisin)  dan  hpt  (resistesi  higromisin)  (Kutty  et  al.  2011)  atau  bar  penyandi  resistensi herbisida Basta (Lin et al. 2009). 

3.   Marka visual, yaitu marka diferensial yang dapat membedakan transgenik  dan non-transgenik. Umumnya marka visual digunakan sebagai reporter  gene. Contoh marka visual adalah GFP, green fluorescence protein (Vain 

et al. 1998), lacZ atau GUS, β-glucoronidase (Helmer et al. 1984), dan 

Luc, Luciferase (Chia et al.1994). 

4.   Marka berbasis patogen, yaitu marka terkait toleransi terhadap patogen.  Contohnya pflp, plant feredoxin-like protein (You et al. 2003) yang dapat  meningkatkan   resistensi   tanaman   terhadap   infeksi   bakteri   Erwinia 

(17)

GOI 35S  CaMVTnos 

Pro‐GOI‐Term 

BAHAN

 

DAN

 

METODE

   

  Waktu dan Tempat Penelitian 

Penelitian  berlangsung  dari  bulan  Februari  2009  sampai  Mei  2012  di  Laboratorium Penelitian Fisiologi dan Biologi Molekular Tumbuhan serta Rumah  Kaca Departemen Biologi FMIPA IPB, Darmaga, Bogor. 

   

Bahan Penelitian 

Padi  genotipe  T309,  IR64,  Situbagendit,  Danau  Gaung,  Grogol,  Krowal  Oval,  dan  Hawara  Bunar  digunakan  dalam  penelitian  ini.  Penelitian  ini  juga  menggunakan bahan berupa tanaman transgenik T309 hasil penembakan dengan 

particle bombardment hasil pekerjaan Dr. Saptowo J Pardal dan tim di BB Biogen  (Deptan), plasmid pFLAP dan pBD80 (Gambar 6 dan 7), plasmid pGEM-T Easy  rekombinan  pembawa  gen  B11  sebagai  sumber  gen  untuk  amplifikasi,  serta  plasmid rekombinan pGWB5 (Gambar 8) yang membawa gen B11 hasil pekerjaan  Roslim (2011). 

SphIClaI  HindIII 

AscI 

SalI 

 

BamHI 

  KpnI 

EcoRI  BglII  NotI  PacI 

pFLAP  ampr       pFLAP 

 

Gambar 6 Peta linier pFLAP. 

   

ApaI  PspOMI  Acc65I  EcoRIKpnI 

PacI 

ClaI  SphI 

HindIII  AscI 

pBD80  ColE  oriV  NPTIII  LB  NPTII      RB  pBD80 

 

Gambar 7 Peta linier pBD80. 

         

B11       

(18)

Metode Penelitian 

Konstruksi Plasmid Rekombinan Pembawa Gen B11 

Gen B11 diamplifikasi dengan reaksi PCR (Polimerase Chain Reaction)  menggunakan  tiga  macam  pasangan  primer  spesifik  gen  B11  yang  telah  mengandung adapter situs BamHI dan SalI pada ujungnya. Hasil pita DNA yang  diharapkan antara lain 200 pb (sekuen parsial), 500 pb (sekuen penuh), dan 573 pb  (sekuen penuh hasil desain ulang). PCR dilakukan menggunakan Dreamtaq DNA  polimerase  (Fermentas,  Kanada)  dengan  suhu  penempelan  primer  65oC.  Hasil  PCR divisualisasi pada 1% gel Agarose (LE GQ Top Vision, Fermentas, Kanada)  dengan pewarnaan menggunakan 5µg/ml etidium bromida. 

Sebagai vektor entry, digunakan pFLAP. Plasmid pFLAP terlebih dahulu  dipotong dengan enzim restriksi BamHI dan SalI (Fermentas, Kanada) dengan  inkubasi  37oC  selama  18  jam  untuk  membuatnya  menjadi  linear.  Kemudian  sisipan  dan  vektor  FLAP  dielektroforesis  dan  dipurifikasi  dari  gel  (elusi)  menggunakan  kit  Wizard  SV  Minicolumn  PCR  Clean-up  System  (Promega,  USA),  lalu selanjutnya diligasi dengan enzim T4 DNA ligase (Promega, USA).  Hasil ligasi kemudian diintroduksikan ke dalam E. coli DH5α mengikuti prosedur  kejutan panas (Sambrook et al. 1989). 

(19)

Transformasi Tanaman Padi dengan Gen B11 

Transformasi menggunakan particle bombardment. Transformasi dengan  particle bombardment dilakukan oleh Dr. Saptowo J Pardal dan timnya di BB  Biogen, Cimanggu, Bogor. Hanya satu tanaman T0 fertil hasil penembakan yang  diperoleh untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. 

Infeksi A. tumefaciens pada kalus padi.   Kultur A. tumefaciens AgL0  pembawa  plasmid  biner  pGWB5  (Gambar  8)  hasil  pekerjaan  Roslim  (2011)  dengan  OD660  =  0.6  digunakan  untuk  menginfeksi  kalus  dua  genotipe  yang  berbeda  (T309  dan  IR64).  Kalus  disiapkan  dengan  menumbuhkan  biji  padi  genotipe T309 dan IR64 pada media MS (Lampiran.1) yang mengandung 2 ppm  2,4-D.  Kalus  kemudian  diinfeksi  dengan  merendamnya  di  dalam  suspensi  A.  tumefaciens   dalam   media   ko-kultivasi   cair   yang   mengandung   100   µM  acetosiringone.  Seleksi  dilakukan  menggunakan  higromisin  5  ppm.  Regenerasi  kalus dilakukan menggunakan media MS + 2 ppm BAP (Lampiran.2). 

Infeksi  A.  tumefaciens  pada  embrio  muda  padi.  Infeksi  embrio  muda  dilakukan sesuai metode Hiei dan Komari (2008). Bahan embrio muda dipanen  dari malai padi berumur 7 hari setelah penyerbukan saat biji masih dalam bentuk  cairan  (matang  susu).  Terdapat  5  jenis  media  yang  dipergunakan,  antara  lain  media ko-kultivasi, media resting, media pre-regenerasi, media regenerasi, dan  media  pengakaran.  Komposisi  media  sesuai  dengan  Hiei  dan  Komari  (2008)  disajikan pada Lampiran 3 

(20)

(diameter 0.5 mm) yang sebelumnya dicelupkan dalam suspensi A. tumefaciens  sedalam  kira-kira  1-1.5  mm.  Biji  yang  embrionya  telah  ditusuk  kemudian  diletakkan pada cawan petri yang sebelumnya diberi alas kapas dan kertas saring  basah, lalu diinkubasi selama 7 hari pada suhu 23oC (gelap). 

   

Evaluasi Tanaman Hasil Transformasi dan Penanaman Padi di Rumah Kaca 

Seleksi antibiotik. Seleksi antibiotik dilakukan terhadap kalus padi hasil  infeksi secara aseptik dan biji generasi T1 hasil infeksi secara in-planta. Seleksi  terhadap  kalus  hasil  transformasi  pBIN-B11  menggunakan  kanamisin  25  ppm,  sedangkan pada kalus hasil transformasi pGWB5-B11 menggunakan higromisin  30  ppm.  Seleksi  dilakukan  selama  2-3  minggu  pada  media  regenerasi  yang  ditambahkan antibiotik sesuai konsentrasi masing-masing antibiotik (Lampiran 2)  dengan suhu ruang kultur 28oC dan intensitas cahaya 300 PPFD (Photo Proton  Flux Density

Seleksi   biji   T1   hasil   infeksi   secara   in-planta   dilakukan   dengan  menumbuhkan biji pada larutan higromisin 20 ppm dalam air steril. Skoring hasil  seleksi  antibiotik  dilakukan  pada  hari  keempat  pengujian.  Biji  yang  mampu  berkecambah  normal  (memunculkan  akar  dan  tunas)  merupakan  biji  putatif  transgenik. 

Uji toleransi terhadap cekaman Al. Analisis toleransi Al dilakukan untuk  biji generasi T1 dan T2 menggunakan parameter Root-Re-Growth (RRG) dengan  cekaman  15  ppm  Al  (Al  diberikan  dalam  bentuk  larutan  AlCl3·6H2O)  sesuai  dengan metode yang diuraikan Miftahudin et al. (2002) (Lampiran 4).  Kategori  sensitif jika nilai RRG < 2 cm, dan toleran jika nilai RRG ≥ 2 cm. 

(21)

100  ng  DNA  template,  1x  buffer  PCR  (mengandung  2  mM  Mg2+),  0.2  mM  dNTPs, 0.4 µM  masing-masing primer, dan 1 unit Taq Polimerase dalam 20 µl  total reaksi PCR. Kondisi PCR adalah sebagai berikut: pre denaturasi 94oC selama  5 menit, 35 siklus yang terdiri dari denaturasi (94oC selama 30 detik), penempelan  primer 30 detik, polimerisasi (72oC selama 30 detik), dengan pasca-PCR 72oC  selama 10  menit.  Suhu  penempelan  primer disesuaikan  dengan  suhu  optimum  masing-masing  primer.  Hasil  PCR  dianalisis  menggunakan  elektroforesis  gel  agarose 1% dengan pewarnaan  menggunakan 5µg/ml etidium bromida. Gel hasil  elektroforesis  didokumentasikan  menggunakan  WiseDoc  Gel  Documentation 

System  (Daihan  Scientific,  Korea  Selatan).  Khusus  untuk  tanaman  padi  hasil  infeksi in-planta, isolasi dilakukan pada daun bendera tiap anakan. DNA masing-  masing anakan kemudian dibuat bulk untuk tiap rumpun. Uji insersi tahap pertama  dilakukan pada DNA bulk tiap rumpun. Rumpun yang menunjukkan hasil positif,  diuji lebih lanjut untuk tiap anakannya. 

Analisis ekspresi tanaman hasil transformasi. Uji ekspresi pada generasi  T3  dilakukan  dengan  terlebih  dahulu  mengisolasi  RNA  total  dari  daun  padi  dengan reagen Trizol (Invitrogen, USA) sesuai prosedur yang diberikan produsen.  Sintesis cDNA dilakukan menggunakan kit Superscript III Reverse Transcriptase  (Invitrogen,  USA)  sesuai  instruksi  produsen  menggunakan  primer  oligo  dT18.  Komposisi  reaksi  sintesis  cDNA  sebagai  berikut:  5000  ng  RNA  yang  telah  diperlakukan DNAse, 1x first strand buffer, 1 µM primer oligo dT18, 0.5 mM  dNTPs,  10  mM  DTT,  40  unit  enzim  RTase,  dan  0.01%  ddH2O  yang  telah  diperlakukan  DEPC  hingga  total  reaksi  20  µl.  Uji  ekspresi  dilakukan  dengan  reaksi  PCR  biasa  dengan  reaksi  yang  seperti  disebutkan  sebelumnya  namun  menggunakan template berupa cDNA dengan primer B11 serta ubiquitin sebagai  kontrol internal. Analisis semi kuantitatif hasil RT-PCR dilakukan menggunakan  software AlphaView (Alpha Innotech, USA). 

(22)

tanah  dan  pupuk  kandang  dengan  perbandingan  3:1  yang  telah  dilumpurkan  sebelumnya selama 14 hari. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk majemuk  NPK (1:1:1) dengan 3x aplikasi yaitu pada saat tanam (0 MST), 4 MST, dan 7  MST dengan dosis 0.8 gram per tanaman. Untuk padi hasil infeksi in-planta, tidak  dilakukan aklimatisasi. Biji padi langsung disemai pada bak semaian. Setelah 14  hari  kemudian  ditanam  pada  pot  di  rumah  kaca  seperti  yang  dilakukan  pada  penanaman sebelumnya. 

(23)

HASIL

 

DAN

 

PEMBAHASAN

   

  Hasil Percobaan 

Konstruksi Plasmid Ekspresi Pembawa Gen B11 

Gen   B11   diamplifikasi   dari   plasmid   rekombinan   pGEMT-Easy   yang  mengandung B11 menggunakan teknik PCR menggunakan beberapa jenis primer  (Lampiran 5) yang mengandung situs pengenalan enzim restriksi BamHI dan SalI.  Hasil amplifikasi memberikan ukuran produk yang berbeda-beda, antara lain gen 

B11 dengan ukuran 200 pb (partial length), 500 pb, dan 573 pb (full length). Hasil  PCR gen B11 disajikan pada Gambar 9. 

   

E  F  G  100pb  pb  I  K  100pb  pb 

         

1000 

1000  500 

  200  100 

600  500      100   

Gambar  9  Profil  hasil  PCR  gen  B11.  Amplifikasi  dengan  beberapa  jenis  primer  menghasilkan  fragmen dengan panjang yang berbeda-beda,   yaitu B11 parsial   berukuran 200 pb (E), 

B11 utuh dengan orientasi sense berukuran 500 pb (F), B11 utuh dengan orientasi anti-  sense berukuran 500 pb (G), B11 utuh hasil desain ulang asal genotipe IR64 berukuran  573 pb (I), dan  B11 utuh hasil desain ulang asal genotipe HB berukuran 573 pb (K). 

 

(24)

   

pb  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  13  14 

10000  3000  2000  1500  1000    500           

Gambar  10  Hasil  pemotongan  FLAP  rekombinan  dengan  BamHI  dan  SalI.  FLAP  E  utuh  (1),  FLAP E [BamHI] (2), FLAP E [BamHI+SalI] (3), FLAP F utuh (4), FLAP F [BamHI]  (5),  FLAP  F  [BamHI+SalI]  (6),  FLAP  G  utuh  (7),  FLAP  G  [BamHI]  (8),  FLAP  G  [BamHI+SalI] (9), 1 Kb Ladder (10), pGEMT K utuh (11), pGEMT K [BamHI] (12),  pGEMT  K  [BamHI+SalI]  (13),  Lambda  100  ng  (14).  Tanda  panah  menunjukkan  ukuran gen  B11 yang disisipkan. 

   

Plasmid pFLAP-B11 rekombinan kemudian dipotong menggunakan enzim  restriksi  AscI-PacI.  Fragmen  yang diambil  dari  FLAP-B11  rekombinan  adalah  fragmen berukuran 1397 pb (konstruk E), 1697 pb (konstruk F dan G), dan 1770  (konstruk I dan K) yang berturut-turut membawa ukuran sisipan gen B11 200,  500,  dan  573  pb.  Hasil  pemotongan  pFLAP  tertera  pada  Gambar  11,  dan  pemotongan pBD80 pada Gambar 12. 

   

pb  1  2  3  4  1kb  5  6  7  8  9   10 

    10000    3000  2000  1500  1000     

(25)

      11091 pb 

3658 pb   

     

Gambar 12  Hasil pemotongan pBD80 menggunakan enzim AscI dan PacI. Fragmen yang  diambil  adalah  fragmen  besar  yang  berukuran  11091  pb.  1  dan  2:  vektor  pBD80,  M:  1  kb  Ladder. 

 

Selanjutnya  fragmen  1397,  1697,  dan  1770  pb  hasil  pemotongan  FLAP  dengan  AscI-PacI  serta  fragmen  11091  pb  hasil  pemotongan  pBD80  dengan  enzim yang sama dipurifikasi dari gel kemudian diligasi membentuk pBIN-B11  dengan   insert   masing-masing.   Lima   jenis   konstruk   pBIN-B11   rekombinan  berhasil diperoleh (dengan inisial E, F, G, I, dan K). Plasmid pBIN rekombinan  kemudian diintroduksikan ke dalam E. coli DH5α, lalu empat konstruk (kecuali  pBIN-G) diisolasi plasmidnya. Hasil isolasi plasmid disajikan pada Gambar 13  sedangkan peta linearnya pada Gambar 14. 

     

1  2  3  4  5  6 

         

Gambar 13  Plasmid pBIN rekombinan hasil isolasi. Plasmid pBIN E1 berukuran   12488 pb (1),  pBIN  E5  berukuran  12488  pb  (2),  pBIN  F6  berukuran  12448  pb  (3),  pBIN  F9  berukuran  12788 pb (4), pBIN I5  berukuran 12861 pb (5), dan  pBIN K5 berukuran  12861 (6). 

         

B11  NPTII 

     

(26)

Transformasi Tanaman Padi dengan Gen B11 

Transformasi dengan Particle Bombardment. 

Transformasi  dengan  particle  bombardment  dilakukan  menggunakan  pBIN-B11   rekombinan   hasil   konstruksi   sebelumnya.   Transformasi   ini  dilakukan oleh Dr. Saptowo J. Pardal beserta tim pada penelitian terpisah.  Hanya  diperoleh  1  tanaman  putatif  transgenik  fertil  yang  lolos  seleksi  kanamisin. Tanaman lolos seleksi ini kemudian dianalisis lebih lanjut.   

 

Infeksi A. tumefaciens pada Kalus Padi 

Infeksi  kalus  padi  dengan  bantuan  A.  tumefaciens  dilakukan  menggunakan  konstruksi  gen  B11  dalam  plasmid  ekspresi  pGWB5  hasil  pekerjaan Roslim (2011). Infeksi kalus dilakukan pada dua  genotipe padi,  yaitu T309 dan IR64. Untuk genotipe T309 berhasil diperoleh cukup banyak  planlet   yang   lolos   seleksi   dibandingkan   saat   menggunakan   particle 

bombardment. Dari 20 tanaman yang diuji, 2 diantaranya positif transgenik.  Tahapan infeksi kalus pada genotipe T309 disajikan pada Gambar 15.   

 

A

 

B

 

C

 

           

D

 

           

E

 

                     

(27)

Berbeda  dengan  infeksi  pada  T309,  infeksi  pada kalus  genotipe  IR64  masih belum berhasil  memperoleh regeneran lolos seleksi. Saat regenerasi  telah terbentuk spot hijau (Gambar 16), namun tidak berhasil beregenerasi  hingga  menjadi  planlet  utuh.  Infeksi  pada  kalus  IR64  belum  berhasil,  sehingga dilakukan pada material infeksi yang lain berupa embrio muda.   

                   

Gambar 16 Spot hijau yang tumbuh dari  kalus IR64 pada media seleksi. 

 

Infeksi A. tumefaciens pada Embrio Muda Padi 

Infeksi  A.  tumefaciens  terhadap  embrio  muda  pada  awalnya  menunjukkan tanda-tanda keberhasilan, yaitu pertumbuhan kalus yang cepat  baik  pada  media  resting,  seleksi,  hingga  pre-regenerasi.  Proses  seleksi  menunjukkan   ada   perbedaan   morfologi   pada   kalus,   beberapa   tampak  berwarna kekuningan sedangkan beberapa yang lain terlihat mencoklat. Hal  ini memberikan indikasi bahwa proses seleksi berjalan dengan baik.  Namun  saat  dilakukan  regenerasi,  terjadi  perbedaan  perkembangan  antara  kalus  kontrol  (yang  tidak  diinfeksi)  dan  kalus  hasil  infeksi.  Kalus  kontrol  lebih  cepat tumbuh dan segera mengalami regenerasi, sedangkan kalus hasil infeksi  tidak  berkembang  sama  sekali  hingga  akhirnya  mengering.  Pertumbuhan  kalus dari embrio muda hasil infeksi disajikan pada Gambar 17. 

 

A

 

B

 

C

 

D

 

           

(28)

C

 

Infeksi  A. tumefaciens secara In-Planta 

Infeksi  A.  tumefaciens  terhadap  embrio  padi  secara  dilakukan  pada  7  genotipe padi, yaitu: T309, IR64, Situbagendit, Danau Gaung, Hawara Bunar,  Krowal  Oval,  dan  Grogol.  Masing-masing  genotipe  diperlakukan  sama.  Setelah inkubasi selama 6 hari dalam kondisi gelap, biji kemudian disemai  pada media tanah yang telah dilumpurkan  lalu kemudian ditanam di rumah  kaca  (Gambar  18).  Perkecambahan  padi  setelah  diinfeksi  bervariasi  antar  genotipe, berturut-turut antara lain Krowal Oval, IR64, Situbagendit, Danau  Gaung, Grogol, T309, dan Hawara Bunar dengan nilai persentase masing-  masing sebesar 93.3, 80, 76, 66.7, 40, 37.5, dan 25%. 

 

A

 

D

 

             

B

             

Gambar 18   Padi hasil infeksi in-planta. Tanda panah menunjukkan lokasi penusukan  (A),  biji  setelah  inkubasi   telah  memunculkan  akar  dan  tunas   (B),  padi  setelah  dipindah pada ember  individu  (C), padi dewasa  generasi T0  hasil infeksi, bar  menunjukkan 30 cm (D). 

 

Evaluasi Tanaman Hasil Transformasi 

Transformasi dengan Particle Bombardment 

Parameter toleransi Al diukur berdasarkan nilai RRG (root-re-growth),  yaitu pertambahan panjang akar setelah 24 jam pemulihan dari cekaman AlCl3·  6H2O 15 ppm. Kategori toleran jika nilai RRG > 2.0 cm, dan sensitif jika RRG  <  2.0  cm.  Nilai  RRG  biji  generasi  T1  hasil  penembakkan  dengan  teknik 

(29)

Tabel 1. Sebaran nilai RRG pada populasi sampling generasi T1 

Genotipe  Min  Maks  Rataan 

Grogol (toleran)  IR64 (sensitif)  T1-T309  T309 WT 

2.35  0.0  0.1  0.2  2.8  1.6  4.8  2.8  2.57  1.15  2.42  1.91     

Dari  populasi  contoh  generasi  T1,  dilakukan  pemilihan  nomor  biji  dengan  nilai  RRG  yang  tinggi  (>2,8)  yaitu  sebanyak  7  nomor  (Tabel  2).  Ketujuh nomor tersebut kemudian ditanam dan dianalisis keberadaan sisipan  gen  B11  pada  genom  tanaman  hasil  transformasi  tersebut.  Hasil  analisis  terhadap tujuh nomor generasi T1 terpilih tersebut menunjukkan adanya pita  DNA pada ukuran 500 pb, tetapi hanya terlihar samar (Gambar 19). Hal ini  mendukung  data  RRG  yang  menunjukkan  adanya  peningkatan  toleransi  terhadap cekaman Al. 

   

Tabel 2. Tujuh nomor terpilih dari generasi T1 beserta nilai RRG-nya   

T309 T1 terpilih  Nilai RRG 

T1-6  T1-7  T1-23  T1-25  T1-29  T1-33  T1-34    pb  2.8  2.8  4.8  2.9  2.9  3.0  2.8   

1kb   6   7   23   25   29   33   34  WT   +  100pb 

      1000  500    100   

Gambar  19   Profil  hasil  PCR  tujuh  nomor  T1  terpilih  menggunakan  primer  gen  B11.  Tanda  panah  menunjukkan ukuran  target. WT: tipe liar (non transgenik), + :  plasmid. 

 

(30)

dibandingkan tipe liarnya (Tabel 3). Dari populasi sampling yang diuji, dipilih  enam nomor dengan nilai RRG tertinggi (Tabel 4). 

   

Tabel 3. Sebaran nilai RRG pada populasi sampling generasi T2   

Genotipe  Min  Maks  Rataan 

Grogol (toleran)  IR64 (sensitif)  T2-T309  T309 WT 

2.35  0.0  0.0  0.05  2.8  1.6  3.4  3.6  2.57  1.15  2.61  1.54     

Tabel 4. Enam nomor terpilih dari generasi T2 beserta nilai RRG-nya 

T309 T2 terpilih  Nilai RRG 

T2-20  T2-38  T2-39  T2-43  T2-44  T2-45  3.10  2.85  3.40  2.80  2.75  2.60     

Enam  nomor  yang  terpilih,  diseleksi  lebih  lanjut  melalui  uji  insersi.  Nomor  T2-20,  yang  memberikan  hasil  konsisten  antara  hasil  PCR  dengan  primer kanamisin dan hasil PCR dengan primer gen yang diintroduksikan (gen 

B11), dipilih dan digunakan untuk menghasilkan generasi T3 (Gambar 20).      pb      1000  700  600     

2   4   6    8   10  13  M  16  17  19  20  21  22  24  27       28  31  32 35  38  39  40  M  41  43 44 45  34  -    + 

    pb        1000  700  600         

-   WT  20  38   39   43   44  45  M  +  pb      1000  400  300  100   

Gambar 20  Profil hasil PCR T2 menggunakan  primer  kanamisin (target 665pb) (atas) dan cds 

[image:30.612.102.483.156.746.2] [image:30.612.110.492.449.678.2]
(31)

    Analisis  toleransi  Al  kecambah  dari  biji  padi  transgenik  T3  juga  menunjukkan adanya peningkatan toleransi dibandingkan tipe liarnya (Tabel  5). Dari populasi sampling, dilakukan uji integrasi transgen ke dalam genom  (Gambar 21) dan memberikan empat nomor potensial pada generasi T3 (Tabel  6), yaitu nomor 13, 14, 16, dan 23. 

   

Tabel 5. Sebaran nilai RRG pada populasi sampling generasi T3   

Genotipe  Min  Maks  Rataan 

Grogol (toleran)  IR64 (sensitif)  T3-T309  T309 WT 

2.35  0.0  0.5  0.05  2.8  1.6  4.9  3.6  2.57  1.15  2.80  1.54      pb      -   12    13    14   16    1kb   18   22    23   35   WT   +  100pb      1000  600  500               

Gambar 21  Profil hasil PCR T3 menggunakan  primer   kanamisin. Tanda panah menunjukkan  pita target. Terdapat 4 nomor yang memunculkan pita target yaitu nomor 13, 14,  16, dan 23. 

 

Tabel  6.  Empat nomor terpilih dari generasi T3 beserta nilai RRG-nya 

T309 T3 terpilih  Nilai RRG  T3-13  T3-14  T3-16  T3-23  4.9  1.1  2.7  2.9     

[image:31.612.107.480.43.788.2]
(32)

N

ilaiEkpr

esiR

elat

if

 

   

0,8 

13  23  WT  14  16   

 

RNA 

   

B11 

 

UBQ 

0,7  0,6  0,5  0,4  0,3  0,2  0,1  0,0 

T3-13  T3-23  WT  T3-14  T3-16 

Gambar  22   Hasil  uji ekspresi  menggunakan   primer  B11  dan UBQ  sebagai referensi (kiri),  dan  nilai ekspresi relatif (kanan). 

   

Infeksi A. tumefaciens pada Kalus Padi 

Seleksi kalus yang resisten terhadap antibiotik dilakukan pada saat kultur  untuk menseleksi kalus-kalus putatif transgenik dengan kalus non-transgenik.  Antibiotik yang digunakan adalah higromisin karena pGWB memiliki marka  seleksi higromisin. Kalus tidak lolos seleksi mencoklat, menghitam, lalu mati,  sedangkan kalus yang lolos seleksi tetap berkembang (Gambar 23). 

 

A

 

B

 

C

 

               

Gambar  23  Kalus  lolos  seleksi  (panah  utuh)  dan  tidak  lolos  seleksi  (panah  putus-putus)  berdasarkan  seleksi  antibiotik   (A  dan  B).   Kalus   yang   menghitam  dan   mati  setelah seleksi (C). 

 

[image:32.612.54.479.31.775.2]
(33)

  pb 

 

100pb   +      5.1   10.1     3.1    4.1   WT 

 

1000  600  500     

100 

Gambar 24  Profil hasil PCR insersi T0 hasil infeksi A. tumefaciens dengan primer higromisin.  Tanda panah menunjukkan pita target (574 pb). 

 

Infeksi A. tumefaciens secara In-Planta 

Infeksi in-planta dilakukan terutama untuk padi indica. Uji sisipan pada  padi  hasil  infeksi  in-planta  dilakukan  dalam  dua  tahap.  Tahap  pertama  merupakan uji tiap anakan menggunakan DNA bulk dalam satu rumpun. Tahap  kedua menggunakan DNA tiap anakan dari rumpun yang hasilnya positif. Uji  sisipan tahap pertama dan kedua ditampilkan pada Gambar 25 dan Gambar 26.   

-  I---IR---I  I----T-309---I   I‐---HB----II---DG---‐I +  I---SB----I  I‐---GR---II‐---KO---I   

             

Gambar   25   Profil   hasil   PCR   bulk   tiap   rumpun   hasil   infeksi   in-planta.   Tanda   panah  menunjukkan pita  higromisin  (574 pb). 11 dari 22  nomor  sampel  menunjukkan  hasil positif¸ yaitu  IR-4, IR-10, IR-11, IR-19, T309-3, SB-15, GR-3, GR-4, GR-  5, KO-2, dan KO-5. 

M  I---IR-4---II---IR-10---I   I---IR-11---I  +   I---IR-19---I M   pb  10000 

3000    1000 

600  500    I----GR-3----II---T309-3---I I---SB-15---II---KO-2---I M  I---KO-5---I  ‐   M  pb 

10000  3000    1000  500600   

[image:33.612.89.521.39.747.2] [image:33.612.212.387.92.182.2] [image:33.612.126.531.458.672.2]
(34)

Nilai  efisiensi  transformasi  dihitung  dengan  membandingkan  jumlah  tanaman yang positif dibanding dengan jumlah sampel tanaman yang diambil  tiap genotipe. Pengambilan sampel tanaman yang diuji tiap genotipe dilakukan  secara  acak.  Nilai  efisiensi  transformasi  ketujuh  genotipe  yang  diinfeksi  ditampilkan pada Tabel 7. 

   

Tabel 7. Nilai efisiensi transformasi menggunakan teknik infeksi in-planta 

Genotipe  Hasil pengujian  positif 

Jumlah sampel  yang diuji 

Efisiensi (%) 

IR64  4  5  80.0 

Grogol  3  4  75.0 

Krowal Oval  2  3  66.7 

T309  1  3  33.3 

Situ Bagendit  1  3  33.3 

Ket: Hawara Bunar dan Danau Gaung belum berhasil memperoleh hasil positif. 

   

Seleksi lebih lanjut pada biji T1 hasil infeksi in-planta dilakukan dengan  mengecambahkan biji pada larutan higromisin 20 ppm selama 4 hari. Kriteria  lolos adalah jika biji mampu menumbuhkan tunas dan akar. Pada generasi T1  terdapat   biji   yang   dapat   berkecambah   dan   ada   pula   biji   yang   tidak  berkecambah (Gambar 27A). Biji yang diseleksi adalah biji T1- IR64-4 anakan  nomor 1 (IR64-4-1) yang positif dari hasil pengujian PCR. Total jumlah biji  yang diuji  higromisin adalah 70 biji dengan 29 biji lolos dan 41 biji tidak lolos  seleksi. 

   

A

 

   

C

 

         

D

   

B

 

   

[image:34.612.114.472.175.759.2] [image:34.612.121.471.500.653.2]
(35)

Biji T1 yang lolos seleksi higromisin kemudian ditumbuhkan di rumah  kaca  untuk  kemudian  diisolasi  DNA-nya  dan  diuji  keberadaan  sisipan  gen  target  pada  tanaman  putatif  transgenik  dengan  teknik  PCR  menggunakan  primer dari gen B11 dan dan gen hpt penyandi ketahanan terhadap higromisin.  Isolasi   DNA   hanya   dilakukan   pada   empat   tanaman.   Hasil   uji   sisipan  menunjukkan hanya satu dari empat tanaman yang memberikan hasil positif  (Gambar 28). 

 

1kb   -  1  2  3   4  WT  WT   +  -   100pb  1  2  3  4  WT  WT  +  100pb  pb  10000 

 

1000  1000 

500  500 

300  200  100      Primer higromisin  Primer B11 

 

(36)

Pembahasan   

Konstruksi Plasmid Ekspresi pembawa Gen B11 

Perakitan plasmid ekspresi pBIN rekombinan tidak semudah melakukan  penyisipan pada plasmid ekspresi tunggal. Struktur pBIN merupakan gabungan  antara  pFLAP  dengan  pBD80.  Ada  fragmen  yang  tetap  dipertahankan  pada  masing-masing plasmid, sehingga untuk menghasilkan plasmid rekombinan pBIN  harus dilakukan dalam dua tahap. Gen B11 yang akan disisipkan terlebih dahulu  dimasukkan ke dalam pFLAP, lalu pFLAP rekombinan dipotong dan digabung  dengan fragmen dari pBD80 untuk membentuk pBIN (Gambar 29). 

                                   

Gambar 29 Peta plasmid rekombinan pFLAP-B11 dan pBIN-B11. 

 

Hasil uji sisipan gen B11 dengan 3 pasang primer yag didesain dari sekuen  gen B11 menghasilkan produk yang berbeda, yaitu ukuran 200 (gen parsial), 500  (gen utuh), dan 573 pb (gen utuh hasil desain ulang). Plasmid pFLAP rekombinan 

[image:36.612.96.477.66.491.2]
(37)

sirkuler,  maupun  superkoil  (Sambrook  et  al.  1989).  Pemotongan  dengan  dua  enzim, BamHI dan SalI dapat mengeluarkan pita sisipan dari vektor FLAPnya.  Hal ini dapat menjadi konfirmasi terhadap ukuran sisipan. 

Tahap  kedua  dari  proses  pembentukan  plasmid  ekspresi  pBIN  adalah  konstruksi  pBIN rekombinan dengan pemotongan menggunakan enzim AscI dan 

PacI. Enzim AscI dan PacI merupakan enzim dengan situs pengenalan restriksi  yang unik (pemotong sangat jarang) dan tidak dijumpai pada sekuen gen B11,  sehingga  aman  digunakan  karena  tidak  memotong  gen  sisipan.  Konfirmasi  kemungkinan potongan pada gen sisipan dilakukan terlebih dahulu menggunakan  sofware NEB cutter. Plasmid pBIN rekombinan berhasil dirakit dengan   ukuran  12488 (pBIN-E), 12788 (pBIN-F), dan 12861 pb (pBIN-I dan pBIN-K). 

   

Transformasi Padi dengan Gen B11 dan Evaluasi Hasil Transformasi 

Transformasi dengan Particle Bombardment 

Tingginya  persentase  planlet  albino  akibat  paparan  kanamisin  sebagai  agen seleksi menjadi masalah tersendiri pada transformasi padi dengan  gen  B11  dalam  pBIN.  Plasmid  pBIN  memiliki  marka  seleksi  berupa  gen  npt,  noemycin   phosphotransferase,  yaitu  gen   penyandi  resistensi   terhadap  kanamisin. Namun ternyata padi sangat rentan terhadap paparan kanamisin.  Hal ini yang menyebabkan rendahnya persentase keberhasilan   transformasi  akibat  peristiwa  albino.  Walaupun  saat  dikultur  pada  media  kultur  jaringan  mampu tumbuh, saat dikeluarkan dari media dan ditanam di tanah tanaman  albino tidak mampu berfotosintesis, dan akhirnya tanaman mati. 

Respon padi terhadap paparan antibiotik diamati juga oleh Pipatpanukul 

(38)

Penggunaan  dua jenis  antibiotik  ini  dapat  mencegah  terjadinya  albino  pada  planlet   padi   walaupun   marka   antibiotik   yang   terkandung   pada   plasmid  rekombinan adalah npt

Evaluasi  melalui  uji  toleransi  Al  didukung  uji  integrasi  mulai  dari  generasi T1 hingga T3 menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman  Al pada tanaman transgenik dibandingkan tipe liarnya. Hal ini sejalan dengan  penelitian Roslim (2011) pada tembakau transgenik B11. Secara empiris, benar  bahwa gen B11 memegang peranan dalam peningkatan toleransi Al, namun  mekanisme  fisiologis  B11  masih  belum  diketahui.  Analisis  bioinformatika  yang  dilakukan  Roslim  (2011)  menyatakan  bahwa  B11  merupakan  protein  yang  mirip  dengan  protein  L32  ribosomal  bakteri  dan  diprediksi  berperan  sebagai faktor transkripsi dengan domain bZIP dan motif seperti C2H2-zinc  finger yang aktivitasnya diinduksi oleh keberadaan ion Al. 

Analisis ekspresi pada tanaman T3 menunjukkan   peningkatan ekspresi  relatif pada T3 13, 23, dan 14 (kecuali T3-16) dibandingkan tipe liarnya  (WT).  Namun, tingkat ekspresi ini masih belum sesuai harapan, mengingat promoter  yang digunakan adalah promoter konstitutif (35S CaMV). Hal  ini sebenarnya  dapat saja terjadi karena tingkat ekspresi pada tanaman transgenik mengikuti  sebaran  normal (Chaidamsari et al. 2006). Peluang tingkat ekspresi tinggi akan  lebih kecil dibandingkan ekspresi sedang, dan  tingkat ekspresi sedang akan  lebih kecil dibandingkan tingkat ekspresi rendah, sehingga untuk mendapatkan  tanaman  transgenik  dengan  tingkat  ekspresi  yang  tinggi,  perlu  dilakukan  peningkatan  jumlah  material  yang  ditransformasi.  Semakin  banyak  yang  ditransformasi, semakin besar peluang mendapatkan tanaman dengan ekspresi  tinggi. 

   

Infeksi A. tumefaciens pada Kalus Padi dan Embrio Muda 

Masalah   albino   yang   dihadapi   pada   penggunaan   plasmid   pBIN  mendorong penggunaan konstruk B11 dalam pGWB5 hasil pekerjaan Roslim  (2011) untuk infeksi menggunakan bantuan A. tumefaciens. Plasmid pGWB5  (Gambar 30) memiliki fitur yang lebih lengkap dibandingkan pBIN (Nakagawa 

(39)

dalam  sistem  Gateway®  (Invitrogen,  USA).  Plasmid  ini  memiliki  tambahan  marka  seleksi  berupa  kaset  hpt,  higromycin  phosphotransferase,  penyandi  resistensi  higromisin  yang memungkinkan seleksi  menggunakan  higromisin.  Higromisin merupakan agen seleksi yang lebih cocok dan banyak digunakan  dalam   transformasi  padi  (Tyagi  et  al.  2007,  Hiei  & Komari 2008,  Ozawa  2009).  Selain  itu,  pGWB5  juga  memiliki  gen  reporter  berupa  GFP  yang  memungkinkan  fusi  dengan  protein  gen  yang  disisipkan  sehingga  dapat  berpendar jika diamati dibawah mikroskop fluoresens. 

                                   

Gambar 30 Peta plasmid pGWB5 (Nakagawa et al. 2007). 

 

Hasil  infeksi  A.  tumefaciens  pada  kalus  T309  menghasilkan  planlet  resisten  antibiotik  yang  cukup  banyak  dibandingkan  dengan  penembakan  partikel.  Dari  20  nomor  T0  dari  hasil  infeksi  yang  diambil  secara  acak,  2  nomor adalah positif transgenik, sehingga efisiensi transformasi sebesar 10%. 

Hasil  transformasi  padi  IR64  tidak  menghasilkan  planlet  yang  resisten  antibiotik. Kalus terlihat menghijau saat berada di media seleksi, namun tidak  mengalami regenerasi hingga akhirnya mengering dan mati. Transformasi pada  IR64   tidak   dapat   dilakukan   dengan   perendaman   kalus   pada   suspensi 

Agrobacterium dengan prosedur standar. Hal ini diduga Agrobacterium tidak  mampu menginfeksi kalus IR64  yang rekalsitran tanpa adanya luka terlebih  dahulu. 

(40)

padi (Guo et al. 2011), namun karena penyediaannya sangat menyita waktu  dan   masa   panennya   pendek,   embrio   muda   menjadi   kurang   populer  dibandingkan penggunaan kalus sebagai bahan transformasi. Teknik ini cocok  digunakan untuk genotipe yang rekalsitran seperti IR64 (Hiei & Komari 2008).  Infeksi  yang  dilakukan  hingga  tahap  seleksi  menunjukkan  hasil  yang  baik.  Beberapa kalus tetap tumbuh sementara kalus lain mencoklat lalu mengering.  Namun   masalah   timbul   saat   regenerasi.   Kalus   yang   tidak   diinfeksi  menunjukkan  perkembangan  yang  cepat,  hingga  akhirnya  berhasil  beregenerasi.  Namun,  kalus  hasil  infeksi  mengalami  pertumbuhan  yang  stagnan. Penggunaan konsentrasi higromisin yang tinggi (mencapai 75 ppm)  diduga   sebagai   penyebab   terhambatnya   pertumbuhan   hingga   akhirnya  mengering dan mati. Selain itu, perlu dilakukan optimasi terlebih dahulu pada  kecepatan   perlakuan   sentrifugasi   dan   suhu   pre-heating   sebelum   embrio  diinfeksi. 

   

Infeksi  A. tumefaciens secara In-Planta 

Sasaran dalam infeksi secara in-planta pada biji adalah sel-sel apikal  meristem yang terdapat pada embrio, lebih tepatnya pada meristem apikal pada  plumula (Lin et al. 2009). Sel ini berkontribusi pada pembentukan polen dan  ovum untuk generasi selanjutnya. Namun, embrio pada biji dapat dipastikan  telah membentuk primordia organ yang telah terlebih dahulu terdiferensiasi.  Apabila  A.  tumefaciens  menginfeksi  pada  daerah  primordia  yang  sudah  terdiferensiasi, maka besar kemungkinan tanaman T0 yang dihasilkan kimera,  sehingga pada generasi T0 dibutuhkan seleksi ketat untuk memperoleh biji T1  transgenik. 

(41)

non-transgenik   (kimera).   Namun   ada   juga   kemungkinan   bahwa   keseluruhan  anakannya dapat transgenik seperti yang terjadi pada IR64-19 dan GR-3. 

Analisis T0 juga harus dilakukan pada tajuk (dapat berupa daun bendera  atau  dapat  pula  daun  kedua  di  bawah  malai).  Hal  ini  dilakukan  untuk  memastikan bahwa jaringan yang diambil untuk seleksi berasal dari germ cell.  Dengan demikian, material genetik antara jaringan yang diambil untuk seleksi  dengan yang terkandung dalam biji T1 sama (Supartana et al. 2005). 

Teknik  lain  untuk  menyeleksi  T0  adalah  dengan  melakukan  perendaman daun bendera pada agen seleksi. Seperti yang dilakukan oleh Lin 

et  al.  (2009)  menggunakan  higro

Gambar

Gambar   1   Alur   dan   pengembangan   penelitian   yang   dilakukan.   Tanda   panah   putus-putus 
Gambar   2   Homologi   kromosom   4RL   rye   dengan   kromosom   3   pada   padi.   Gen   Alt3   yang 
Gambar   3   Mekanisme   integrasi   T-DNA   dari   A.   tumefaciens   ke   genom   tanaman   (Tzfira   & 
Gambar 5 Lokasi penusukan jarum dalam infeksi in-planta pada padi (Lin et al. 2009). 
+7

Referensi

Dokumen terkait

    c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat kedaan negara dan masyarakat,

Ringkasan Pengabdian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang Pengabdian, tujuan dan tahapan metode Pengabdian, serta luaran yang di capai dalam kegiatan

Sudah lima hari dia tidak menegur saya Domma lima ari seng

Bantuan website yang digunakan penulis untuk mencari data tentang nama – nama sekolah SMP Negeri se Jawa Timur yang dikelompokkan menurut geografis serta yang memiliki

Makanan dan pakaian sering dipakai sebagai ungkapan untuk kebutuhan hidup sehari-hari (band. 6:25).Yang manapun penafsirannya, yang jelas disini tidak ada unsur

Indeks kesamaan ini akan memiliki nilai sama dengan 1 apabila terdapat kesamaan secara penuh atau jika serangkaian spesies dari kedua individu sebanyak 161 ekor

Desain pakaian para awak kabin PT Garuda Indonesia, Tbk berguna sebagai salah satu bentuk pesan komunikasi nonverbal untuk menarik perhatian masyarakat yang melihat mereka

Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi guru dan orang tua dalam mengembangkan literasi dasar sudah didasari oleh pengetahuan yang benar bahwa anak tidak boleh dipaksakan