• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KESIAPAN BELAJAR MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS VB SD Hj. ISRIATI BAITURRAHMAN 1 SEMARANG TAHUN AJARAN 20142015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KESIAPAN BELAJAR MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS VB SD Hj. ISRIATI BAITURRAHMAN 1 SEMARANG TAHUN AJARAN 20142015"

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

i

ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS VB SD Hj. ISRIATI

BAITURRAHMAN 1 SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Fitri Erika 1301409001

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)

iii

Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas VB SD Hj.

Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015” ini telah

dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang pada :

hari : Rabu

tanggal : 2 September 2015

Panitia:

Sekretaris

Drs. Budiyono, M.S. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Kons. NIP. 19631209 198703 1 002 NIP. 19600205 199802 1 001

Penguji I Penguji

Drs. Suharso, M.Pd., Kons. Kusnarto Kurniawan, M.Pd., Kons. NIP.19620226 198710 1 001 NIP. 19710114 200501 1 002

(4)

iv

Fa

innama‟al „usriyusraa”

.(Q.S. Al-insyiraah : 5)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

”.

Persembahan

Skripsi ini Saya persembahkan untuk:

1.

Kedua orang tuaku,Bapak Karyono dan

Ibu Kaswariningsih tercinta.

2.

Kakak-kakakku tersayang, Wauci dan

Suswanto.

(5)

v

Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“Meningkatkan Kesiapan Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015”.

Penyusunan skripsi ini didasarkan atas pelaksanaan penelitian eksperimen yang dilakukan dalam suatu prosedur yang terstruktur dan terencana yang bertujuan untuk melihat gambaran kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang. Kesiapan belajar siswa kelas VB sebelum diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing masuk pada kategori sedang. Oleh karena diperlukan media untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa. Media yang dipilih dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing. Pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing dalam penelitian ini sebanyak delapan kali pertemuan. Kesiapan belajar siswa setelah diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik

role playing meningkat masuk pada kategori tinggi. Dalam skripsi ini akan diuraikan secara rinci mengenai proses meningkatkan kesiapan belajar melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing.

Dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini peneliti tidak banyak menemui hambatan dan kendala, meskipun dibutuhkan waktu yang cukup lama. Namun berkat ridho Allah SWT dan kerja keras, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik meskipun masih terdapat kekurangan. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(6)

vi menyelesaikan skripsi.

4. Drs. Suharso, M.Pd., Kons, Dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan dan kesempurnaan skripsi ini.

5. Kusnarto Kurniawan, M.Pd., Kons., Dosen penguji II yang telah memberikan bimbingan dan kesempurnaan skripsi ini.

6. Dr. Awalya, M.Pd., Kons., Dosen Penguji III sekaligus Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan memberikan motivasi hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

8. Drs. Yakub, Kepala SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

9. Indah H N Purnama S. S.Psi., Guru Bimbingan dan Konseling SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

10.Dian Susiati, S.Pd., Guru kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

11.Siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.

12.Keluarga besarku di Pemalang yang selalu memberikan doa dan motivasinya. 13.Sahabat-sahabatku BK angkatan 2009, 2010, 2011 yang senantiasa

memberikan dukungan dan semangat.

14.Sahabat-sahabatku Kos Loria dan Kos Firdaus yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

(7)

vii

(8)

viii

Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. Awalya, M.Pd., Kons.

Kata kunci: kesiapan belajar; layanan bimbingan kelompok; teknik role playing.

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan fenomena yang ada di kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang menunjukkan tingkat kesiapan belajar siswa yang sedang, dengan indikator kondisi fisik, kondisi mental, kondisi psikologis, kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan. Rumusan masalah yaitu apakah kesiapan belajar siswa kelas VB dapat ditingkatkan melaui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik

role playing. Manfaat penelitian ini memperkaya kajian tentang kesiapan belajar melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing.

Jenis Penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimen dengan desain penelitian one group pretest-posttest design. Populasi penelitian adalah 40 siswa kelas VB dan sebagai sampelnya adalah 10 siswa kelas VB dari kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Teknik sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala kesiapan belajar. Teknik analisis data yang digunakan yakni analisis deskriptif persentase dan Uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati baiturrahman 1 Semarang. Tingkat kesiapan belajar siswa sebelum diberi perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing berada pada kriteria sedang (57,1%),dan setelah diberi perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing masuk dalam kategori tinggi (75,8%). Hasil uji wilcoxon, menunjukkan bahwa nilai thitung=55 dan

ttabel=8, jadi nilai thitung > tttabel. Dengan demikian, kesiapan belajar siswa dapat

(9)

ix

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

PRAKATA………... v

ABSTRAK... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GRAFIK... xiii

DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 8

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu... 11

2.2 Kesiapan Belajar……... 14

2.2.1 Pengertian Kesiapan Belajar... 14

2.2.2 Aspek-aspek Kesiapan Belajar... 17

2.2.3 Pengembangan Kesiapan Belajar... 19

2.3 Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 26

2.3.1 Layanan Bimbingan Kelompok... 26

2.3.2 Teknik Role Playing………...... 37

2.4 Meningkatkan Kesiapan Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 46 2.5 Hipotesis... 50

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 51

3.2 Desain Penelitian... 52

3.2.1 Penilaian Awal (Pre Test)... 53

3.2.2 Perlakuan (Treatment)... 53

3.2.3 Penilaian Akhir ( Post Test)... 58

3.3 Variabel Penelitian………... 59

3.3.1 Identivikasi Variabel... 59

3.3.2 Hubungan Antar Variabel... 59

3.3.3 Definisi Operasional Variabel... 60

(10)

x

3.5.3 Penyususnan Instrumen... 67

3.6 Validitas dan Reliabilitas... 70

3.6.1 Validitas Instrumen... 71

3.6.2 Reliabilitas Instrumen... 3.7 Teknik Analisis Data... 72 73 3.7.1 Analisis Deskriptif Presentase... 74

3.7.2 Uji Hipotesis... 75

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 77

4.1.1 Kesiapan Belajar Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing………….... 78

4.1.2 Kesiapan Belajar Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing ... 88

4.1.3 Peningkatan Kesiapan Belajar Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Sebelum dan Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 96

4.1.4 Hasil Uji Wilcoxon... 99

4.2 Deskripsi Perkembangan Kesiapan Belajar Siswa Selama Kegiatan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 100 4.3 Pembahasan... 104

4.4 Keterbatasan Penelitian... 110

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan... 112

5.2 Saran... 113

DAFTAR PUSTAKA... 114

(11)

xi

Tabel 3.1 Rancangan Pelaksanaan Eksperimen ... 56

Tabel 3.2 Kategori Jawaban Instrumen Penelitian... 66

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Skala Psikologis Kesiapan Belajar... 68

Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Observasi... 70

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Reliabilitas... 72

Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Kesiapan Belajar Siswa... 75

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kesiapan Belajar Siswa………... 78

Tabel 4.2 Kesiapan Belajar Siswa Hasil Pre Test per Indikator... 79

Tabel 4.3 Perhitungan Total Kesiapan Belajar Siswa Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing (Pre Test)... 80

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kesiapan Belajar Sebelum Memperoleh Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 81

Tabel 4.5 Distribusi Indikator Kondisi Fisik Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 82

Tabel 4.6 Distribusi Indikator Kondisi Mental Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 83

Tabel 4.7 Distribusi Indikator Kondisi Psikologis Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 84

Tabel 4.8 Distribusi Indikator Kondisi Emosional Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing…... 85

Tabel 4.9 Distribusi Indikator Kebutuhan Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing…... 86

Tabel 4.10 Distribusi Indikator Pengetahuan Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing…... 87

Tabel 4.11 Perhitungan Total Kesiapan Belajar Siswa diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing (Post Test)... 88

Tabel 4.12 Distribusi Hasil Post Test Per Indikator Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 89

Tabel 4.13 Distribusi Indikator Kondisi Fisik Setelah Diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 90

Tabel 4.14 Distribusi Indikator Kondisi Mental Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 91

Tabel 4.15 Distribusi Indikator Kondisi Psikologis Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 92

Tabel 4.16 Distribusi Indikator Kondisi Emosional Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 93

Tabel 4.17 Distribusi Indikator Kebutuhan Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 94

(12)

xii

(13)

xiii

Grafik 4.1 Hasil Distribusi Frekuensi Kesiapan Belajar Keseluruhan Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan

Teknik Role Playing ...79 Grafik 4.2 Peningkatan Kesiapan Belajar Siswa Sebelum dan Setelah

Diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role

Playing ...97 Grafik 4.3 Peningkatan Kesiapan Belajar Per indikator Sebelum dan

(14)

xiv

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Meningkatkan Kesiapan Belajar Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role

Playing…... 49

Gambar 3.1 One-GroupPretest-Posttest Design…... 53

Gambar 3.2 Hubungan antar Variabel X dan Y... 60

(15)

xv

Lampiran 1 Hasil Wawancara (Data Awal)... 116

Lampiran 2 Hasil Observasi (Data Awal)………... 124

Lampiran 3 Hasil Analisis DCM Kelas VB ( Data Awal)... 126

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen (Try Out)... 129

Lampiran 5 Skala Kesiapan Belajar (Try Out)... 131

Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen (Pre Test)... 139

Lampiran 7 Skala Kesiapan Belajar (Pre Test)... 141

Lampiran 8 Kisi-Kisi Pedoman Observasi... 148

Lampiran 9 Pedoman Observasi... 149

Lampiran 10 Hasil Tabulasi Try Out…... 151

Lampiran 11 Perhitungan Validitas Try Out…... 153

Lampiran 12 Perhitungan Reliabilitas Try Out…... 185

Lampiran 13 Hasil Deskripsi Presentase Skala Kesiapan Belajar... 186

Lampiran 14 Daftar Anggota Kelompok... 189

Lampiran 15 RPLBK dan Materi... 190

Lampiran 16 Skenario Role Playing…... 242

Lampiran 17 Daftar Hadir Anggota Kelompok... 275

Lampiran 18 Hasil Observasi... 283

Lampiran 20 Resume Kegiatan... 299

Lampiran 21 Hasil Analisis Pre Test dan Post Test…... 331

Lampiran 21 Hasil Uji Wilcoxon…... 337

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Proses pembelajaran disekolah sangat dipengaruhi oleh peran guru dan

peran siswa. Proses pembelajaran tidak akan berhasil tanpa adanya kesiapan dari

guru maupun siswa. Upaya guru memberikan materi dalam kegiatan belajar

mengajar tidak akan terserap secara maksimal oleh siswa jika siswa tidak

mempunyai kesiapan belajar di kelas.

Siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak

berlangsungnya interaksi belajar mengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik

secara fisik maupun mental aktif. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan kegiatan

belajar mengajar jika siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar,

maka mereka harus aktif. Keaktifan siswa dapat terlaksana jika siswa mempunyai

kesiapan belajar.

Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa kesiapan belajar siswa

di kelas khususnya siswa sekolah dasar cenderung kurang, mereka cenderung suka

bermain. Hal ini berdampak kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar berjalan

kurang maksimal. Pada hakekatnya kesiapan belajar merupakan langkah awal

yang harus ditempuh siswa untuk mencapai kegiatan belajar mengajar yang

maksimal.

Kesiapan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik faktor

(17)

datangnya dari luar (ekstern). Slameto (2010: 114) menjelaskan bahwa “ kondisi

kesiapan belajar mencakup tiga aspek, yaitu: (1) kondisi fisik, mental dan

emosional; (2) kebutuhan, motif, dan tujuan; (3) keterampilan, pengetahuan dan

pengertian yang lain yang telah dipelajari”.

Kata kesiapan berasal dari kata “siap” dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) diartikan sebagai sudah sedia atau sudah disediakan. Jadi

kesiapan belajar merupakan suatu kondisi awal individu yang membuatnya siap

untuk merespon rangsangan dari luar, baik rangsangan yang diterima oleh indera

penglihatan, pendengaran, perasa, maupun peraba untuk melakukan

perubahan-perubahan dalam hidupnya atau untuk mencapai pengajaran tertentu.

Hintzman dalam Muhibbin (2008: 90) berpendapat “learning is a change

in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”.

Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme

(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi

tingkah laku organism tersebut. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang

ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila

mempengaruhi organisme.

Chaplin dalam Muhibbin (2008: 90) membatasi belajar dengan dua

macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi “acquisition of any relatively

permanent change in behavior as a result of practice and experience”. Belajar

adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat

(18)

result of special practice”. Artinya, belajar ialah proses memperoleh

respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.

Pada saat peneliti melaksanakan praktik lapangan bimbingan dan

konseling selama dua setengah bulan di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang,

peneliti menemukan fenomena kurang adanya kesiapan belajar pada siswa kelas

VB. Fenomena ini diperkuat setelah peneliti melakukan observasi awal pada

tanggal 3 Februari 2015. Peneliti melakukan observasi, wawancara, dan menyebar

Data Cek Masalah (DCM) di kelas VB. Pada saat peneliti melakukan observasi,

peneliti menemukan gejala kurang adanya kesiapan belajar pada siswa kelas VB.

Hal ini ditunjukkan dengan ramainya siswa kelas VB pada saat kegiatan belajar

mengajar. Siswa ramai sendiri dan kurang memperhatikan guru yang sedang

memberikan materi pelajaran. Ada beberapa siswa yang masih terlihat kurang siap

mengikuti proses pembelajaran di sekolah mereka bermain sendiri ketika guru

sedang menerangkan.

Peneliti melakukan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling

untuk menggali informasi lebih dalam mengenai kesiapan belajar siswa kelas VB.

Pernyataan guru bimbingan dan konseling juga memperkuat fenomena yang

ditemukan peneliti yaitu kurangnya kesiapan belajar siswa di kelas VB. Guru

bimbingan dan konseling mengatakan bahwa pada saat kegiatan belajar mengajar

kelas VB cenderung ramai sehingga siswa kurang merespon materi pembelajaran

yang disampaikan oleh guru. Untuk memperkuat data, selain melakukan

wawancara dengan guru bimbingan dan konseling, peneliti juga melakukan

(19)

kelas VB kurang bisa merespon materi yang pembelajaran yang disampaikan oleh

guru. Jika guru memberikan pertanyaan mengenai materi yang telah disampaikan

hanya beberapa siswa yang mau menjawab dan sebagian besar siswa diam.

Begitu pula sebaliknya, jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

menanyakan materi yang belum jelas maka hanya beberapa siswa yang mau

bertanya dan sebagian besar siswa diam. Selain itu wali kelas juga menuturkan

bahwa ada beberapa siswa yang terlihat kurang antusias atau kurang bersemangat

menerima pelajaran. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa

kelas VB, siswa yang terlihat kurang antusias atau kurang bersemangat menerima

pelajaran disebabkan karena siswa tidak menjaga kondisi fisiknya, siswa sering

tidur sampai larut malam. Selain itu peneliti juga menemukan jawaban bahwa

siswa juga merasa malas mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, dan siswa

juga mengakui bahwa siswa masih ramai sendiri ketika guru sedang memberikan

materi pelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas VB

kurang memiliki kesiapan belajar.

Perilaku yang menunjukan tidak memiliki kesiapan belajar diperkuat

oleh hasil Data Cek Masalah (DCM) yang dianalisis oleh peneliti. Menurut hasil

Data Cek Masalah (DCM) kelas VB yang mengalami masalah tidak memiliki

kesiapan belajar diantaranya, siswa sering merasa malas belajar dengan presentase

sebesar 37,5 %, ketika belajar siswa sering mengantuk dengan presentase sebesar

42,5 %, siswa belajar kalau ada ulangan dengan presentase sebesar 42,5 %, siswa

belajar tidak teratur waktunya dengan presentase sebesar 37,5 %, setiap malam

(20)

sebesar 50 %, dan siswa lebih suka membaca buku hiburan daripada

buku-buku pelajaran dengan presentase sebesar 45 %.

Dari berbagai teknik yang ada, teknik role playing dipilih peneliti untuk

membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa. Hal ini didasarkan dari pendapat

Roemlah (1994: 99) bahwa teknik role playing dapat digunakan sebagai media

pengajaran, melalui proses modeling para anggota kelompok mempelajari

ketrampilan-ketrampilan hubungan antar pribadi. Roemlah (1994: 48) juga

menjelaskan bahwa “teknik role playing adalah sesuatu yang berkaitan dengan

pendidikan, dimana seseorang memainkan situasi imajinatif dengan tujuan untuk

membantu tercapainya pemahaman diri, meningkatkan ketrampilan-ketrampilan

berperilaku, menganalisis perilaku, atau menunjukkan kepada orang lain

bagaimana perilaku seseorang, atau bagaimana seseorang harus berperilaku”.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui teknik

role playing seseorang yang kurang memiliki kesiapan belajar dapat melakukan

simulasi untuk meningkatkan ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan

indicator-indikator kesiapan belajar.

Layanan bimbingan dan konseling meliputi layanan orientasi, informasi,

penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, bimbingan kelompok, konseling

kelompok, konseling individu, mediasi, dan konsultasi. Salah satu layanan

bimbingan dan konseling yang cocok diterapkan untuk dapat meningkatkan

kesiapan belajar siswa adalah layanan bimbingan kelompok karena layanan

(21)

Menurut Romlah (2001: 3) mendefinisikan bahwa “bimbingan kelompok

merupakan salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar

dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan,

bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi

kelompok”.

Winkel & Sri Hastuti (2006: 565) menyebutkan manfaat layanan

bimbingan kelompok adalah:

Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa; siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi: siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan; kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok; diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.

Romlah (2001: 15) menyebutkan bahwa tujuan bimbingan kelompok

dibagi menjadi 4 hal diantaranya yaitu:

1) Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.

2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan-kegiatan kelompok.

3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan individu.

4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih aktif.

Melihat pengertian dan tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan

para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan bimbingan kelompok

memberikan kesempatan pada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi

(22)

belajar bersama bagi siswa sehingga layanan bimbingan kelompok sangat tepat

digunakan dalam usaha membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan mengenai pentingnya

kesiapan belajar siswa di sekolah maka peneliti bermaksud ingin melakukan

penelitian eksperimen dengan judul “Meningkatkan Kesiapan Belajar Melalui

Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas

VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/ 2015”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah utama dalam

penelitian ini adalah “Apakah kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati

Baiturrahman 1 Semarang tahun ajaran 2014/ 2015 dapat ditingkatkan melalui

layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing?”. Dari rumusan

masalah utama tersebut dapat dijabarkan menjadi:

1. Bagaimana kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1

Semarang sebelum diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik role

playing?

2. Bagaimana kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1

Semarang sesudah diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik role

playing?

3. Adakah peningkatan kesiapan belajar sebelum dan sesudah diberi layanan

bimbingan kelompok dengan teknik role playing pada siswa kelas VB SD Hj.

(23)

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang tahun

ajaran 2014/2015 dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok

dengan teknik role playing.. Selain tujuan utama tersebut dapat dijabarkan sub

tujuannya, yaitu:

1. Untuk mengetahui kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati

Baiturrahman 1 Semarang sebelum diberi layanan bimbingan kelompok

dengan teknik role playing.

2. Untuk mengetahui kesiapan belajar siswa kelas VB di SD Hj. Isriati

Baiturrahman 1 Semarang sesudah diberi layanan bimbingan kelompok

dengan teknik role playing.

3. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan kesiapan belajar siswa kelas VB

SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang sebelum dan sesudah diberi layanan

bimbingan kelompok teknik dengan role playing.

1.4

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dilihat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan

sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang akan menambah

perbendaharaan di bidang Bimbingan dan Konseling, khususnya untuk

(24)

kesiapan belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok teknik permainan

peranan (role playing).

2. Manfaat Praktis

Selain dilihat dari kegunaan teoritis,penelitian ini juga diharapkan

berguna bagi :

a. Guru Bimbingan dan Konseling

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para guru

bimbingan dan konseling dalam pemberian layanan bimbingan kelompok dengan

teknik role playing.

b. Bagi Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemampuan

mahasiswa dalam menguasai pemberian layanan bimbingan kelompok teknik role

playing sehingga dalam penyelenggaraannya dapat dioptimalkan agar mendapat

hasil yang lebih baik.

1.5 Sistematika Skripsi

Untuk mempermudah dalam menelaah skripsi ini, maka dalam

penyusunannya dibuat sistematika sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini mengemukakan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi kajian mengenai landasan teori yang

(25)

belajar, layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing, kerangka

berpikir, dan hipotesis penelitian.

Bab 3 Metode Penelitian, pada bab ini berisi uraian metode penelitian

yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Metode penelitian ini meliputi jenis

penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian,

metode dan alat pengumpulan data, dan analisis data.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi tentang hasil

penelitian yang meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, penyajian

data, analisis data dan interpretasi data, serta pembahasan hasil penelitian.

Bab 5 Penutup, bab ini berisi tentang penyajian simpulan hasil penelitian

dan penyajian saran sebagai implikasi dari hasil penelitian yang diakhiri dengan

(26)

11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini membahas tentang meningkatkan kesiapan belajar siswa melalui

layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing. Oleh karena itu, dalam

tinjauan pustaka ini akan membahas teori-teori yang relevan. Tinjauan pustaka

dalam bab ini meliputi: (1) penelitian terdahulu, (2) kesiapan belajar, (3) layanan

bimbingan kelompok dengan teknik role playing, dan (4) kerangka berfikir, serta

(5) hipotesis.

2.1

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah penelitian-penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya oleh peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi

pemula dan untuk membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain.

Penelitian terdahulu yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut.

2.1.1 Supriyati, Anik. 2012. Meningkatkan Self Management Belajar Siswa Kelas VIID di SMP N 1 Jakenan Melalui Layanan Bimbingan Kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Anik Supriyati (2012) berjudul

”Meningkatkan Self Management Belajar Siswa Kelas VIID di SMP N 1 Jakenan

Melalui Layanan Bimbingan Kelompok”. Penelitian ini meruakan penelitian

pre-experimental design. Hasil analisis data menggunakan uji Wilcoxon dan deskriptif

(27)

Pada hasil pretest diperoleh hasil sebesar 64,2% dan setelah diberikan

treatment diperoleh hasil posttest sebesar 72,32%. Hasil penelitian menunjukkan

terjadi peningkatan self management dalam belajar pada semua siswa sebesar

8,12% setelah pemberian treatment. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa

Zhitung > Ztabel. Dengan demikian, self management dalam belajar pada siswa kelas

VIIID dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok.

Terdapat kaitan antara penelitian Anik Supriyati (2012) dengan penelitian

ini. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Anik Supriyati (2012) yaitu self

management dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok maka

peneliti menggunakan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kesipan

belajar siswa. Layanan bimbingan kelompok tidak hanya bisa meningkatkan self

management dalam belajar diasumsikan juga bisa meningkatkan kesiapan belajar

siswa.

2.1.2 Kanti, Wahyu Nila. 2014. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok

dengan Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal

Pada Siswa XI IPS 4 SMA Negeri 14 Semarang.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nila Kanti (2014) yang berjudul

“Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing untuk

Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Pada Siswa XI IPS 4 SMA Negeri 14

Semarang”. Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental design.

Hasil penelitian Wahyu Nila Kanti (2014) menunjukkan bahwa komunikasi

(28)

teknik role playing. Hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji

Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Zhitung = 0 dan Ztabel = 8. Jadi nilai Zhitung <

Ztabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal pada siswa XI

IPS 4 SMA Negeri 14 Semarang dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan

kelompok teknik role playing.

Terdapat kaitan penelitian Wahyu Nila Kanti (2014) dengan penelitian ini,

hal ini didasarkan dari hasil penetian Wahyu Nila Kanti i (2014) bahwa

komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan

kelompok dengan teknik role playing maka peneliti berasumsi bahwa kesiapan

belajar siswa dapat ditingkatkan juga dengan layanan bimbingan kelompok

dengan teknik role playing. Karena dalam proses belajar terdapat interaksi antar

siswa dan siswa dengan guru maka layanan bimbingan kelompok dengan teknik

role playing dirasa efektif untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa.

2.1.3 Haryanti. Desy Tri. 2014. Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Pada Siswa Kelas IX C SMP Islam Ungaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Desy Tri Haryanti (2014) dengan judul

“Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama Untuk

Meningkatkan Kepercayaan Diri Pada Siswa Kelas IX C SMP Islam Ungaran”.

Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental design.

Hasil penelitian Desy Tri Haryanti (2014) menunjukkan bahwa

kepercayaan diri siswa dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok

(29)

wilcoxon diperoleh jumlah jenjang kepercayaan diri yang kecil thitung adalah 0.

Sedangkan ttabel untuk N=10 dengan tingkat signifikan 5% nilainya adalah 8.

Sehingga thitung 0 < ttabel 8 atau berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya layanan

bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan

kepercayaan diri.

Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang dilakukan secara kelompok

ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian secara kelompok agar siswa

dapat meningkatkan kesiapan belajarnya melalui layanan yang diberikan oleh

peneliti yaitu layanan bimbingan kelompok dengan teknik (role playing).

2.2

Kesiapan Belajar

2.2.1 Pengertian Kesiapan Belajar

Kesiapan belajar merupakan salah satu faktor untuk menunjang

tercapainya keberhasilan dalam belajar siswa. Kesiapan ini perlu diperhatikan

dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan,

maka hasil belajarnya akan lebih baik. Kesiapan belajar berasal dari kata kesiapan

dan belajar. Dibawah ini akan diuraikan pengertian kesiapan belajar.

Menurut Jamies Drever dalam Slameto (2010: 59) kesiapan atau readiness

adalah kesediaan untuk memberi respon atau beraksi. Senada dengan pendapat

Jamies Drever, Slameto (2010: 113) berpendapat bahwa kesiapan adalah

keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi

respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Thorndike dalam

(30)

Chaplin dalam Kartono (2004: 419) menerangkan bahwa readiness (kesiapan)

adalah tingkat perkembangan dari kematangan/kedewasaan yang menguntungkan

bagi pemraktikan sesuatu.

Selain pengertian kesiapan, pengertian belajar juga akan dibahas. Sebagian

beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau

menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran.

Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika

anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian

besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.

Witherington dalam Purwanto (2007: 84) berpendapat bahwa belajar

merupakan suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai

suatu pola baru dari pada reaksi yag berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,

kepandaian, atau suatu pengertian.

Sedangkan menurut Skinner dalam Muhibbin (2008: 90) berpendapat

bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang

berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan

ringkasnya, bahwa belajar adalah “a process of progressive behavior adaptation”. Berdasarkan eksperimennya, B.F, Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut

akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).

Chaplin dalam Muhibbin (2008: 90) membatasi belajar dengan dua macam

rumusan. Rumusan pertama berbunyi “acquisition of any relatively permanent

change in behavior as a result of practice and experience”.Belajar adalah

(31)

dan pengalaman. Rumusan keduanya “Process of acquiring responses as a result

of special practice“, belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai

akibat adanya latihan khusus.

Hintzman dalam Muhibbin (2008: 90) berpendapat”learning is a change

inorganism due to experiencewhich can affect the organism’s behavior”. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau

hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku

organisme tersebut. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang

ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila

mempengaruhi organisme.

Menurut Djamarah (2008: 35) kesiapan belajar merupakan kondisi yang

telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Sedangkan menurut Nasution

(2011: 179) kesiapan belajar adalah kondisi-kondisi yang mendahului kegiatan

belajar itu sendiri. Tanpa kesiapan atau kesediaan ini proses belajar tidak akan

terjadi.

Dari pendapat beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kesiapan belajar merupakan suatu kondisi awal individu yang membuatnya siap

untuk merespon rangsangan dari luar dengan tujuan untuk mencapai pengajaran

tertentu.

Ada kaitan antara fenomena dengan teori yang telah dipaparkan oleh para

ahli. Bahwa dalam teori yang telah dipaparkan para ahli, kesiapan belajar

merupakan kondisi awal yang membuat siswa siap mengikuti kegiatan belajar.

(32)

kegiatan belajar di sekolah kurang hal ini dibuktikan dengan masih ramainya

siawa saat menerima pelajaran, siswa kurang antusias dalam mengikuti pelajaran,

dan siswa masih suka bermain sendiri ketika pelajaran berlangsung.

2.2.2 Aspek-aspek Kesiapan Belajar

Slameto (2010: 114) menyebutkan bahwa kondisi kesiapan belajar

mencakup tiga aspek, yaitu :

a) Kondisi fisik, mental dan emosional

b) Kebutuhan, motif, dan tujuan

c) Keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.

Sedangkan menurut Darsono (2000: 27) tingkat kesiapan meliputi hal-hal

berikut:

(a) Kondisi fisik tidak kondusif misalnya sakit kesehatan, penglihatan,

pendengaran dan lain-lain.

(b) Kondisi psikologis yang kurang baik semisal gelisah, tertekan dan sebagainya.

(c) Kondisi emosional.

Senada dengan pendapat Darsono, menurut Djamarah (2008: 35)

faktor-faktor kesiapan meliputi :

(a) Kondisi fisik, semisal tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk,

dan sebagainya ).

(b) Kesiapan psikis, misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan

ada motivasi intrinsik.

(33)

Sedangkan menurut Nasution (2011: 179-183) pra-kondisi belajar terdiri

dari:

(a) Perhatian

Untuk mengamati sesuatu diperlukan perhatian. Anak harus melihat

gambar atau buku dan bukan melihat keluar jika ingin belajar. Kita tentu dapat

memikirkan berbagai cara untuk menarik perhatian anak dengan memberikan

stimulus yang baru, beraneka ragam, atau berintensitas tinggi. Namun lebih

penting ialah memupuk “attentional set” sikap memperhatikan pada anak,

sehingga perhatian juga diatur secara intern oleh anak itu, maka anak itu dapat

memberi perhatiannya, walaupun ada hal-hal lain yang menarik perhatiannya.

(b) Motivasi belajar

Motivasi perilaku manusia merupakan topik yang sangat luas. Banyak

macam motivasi dan para ahli meneliti tentang bagaimana asal dan

perkembangannya dan menjadi suatu daya dalam mengarahkan perilaku

seseorang. Motivasi diakui sebagai hal yang sangat penting bagi pelajaran di

sekolah. Setidaknya anak harus memiliki motivasi untuk belajar di sekolah.

Menurut Skinner dalam Nasution (2011: 182) maslaah motivasi bukan soal

memberikan motivasi, akan tetapi mengatur kondisi belajar sehingga memberikan

reinforcement. Motivasi dianggap lebih tinggi tarafnya daripada penguasaan tugas

ialah “achievement motivation” yakni motivasi untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu. Motivasi ini lebih mantap dan memberikan dorongan

kepada sejumlah besar kegiatan, termasuk yang berkaitan dengan pelajaran

(34)

berbagai hal yang dapat mempertinggi motivasi ini, misalnya dengan merumuskan

tujuan dengan jelas, mengetahui kemajuan yang dicapai, merasa turut

bertanggungjawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.

(c) Perkembangan Kesiapan

Slameto (2010: 113) perkembangan kesiapan adalah suatu proses yang

dapat menimbulkan perubahan pada diri seseorang, perubahan itu terjadi karena

adanya pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan bertambahnya usia dari

seseorang itu. Kesiapan juga dapat diartikan sebagai kematangan membentuk sifat

dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu.

Perkembangan kesiapan siswa yang harus dicapai adalah bagaimana siswa

harus siap dalam proses belajar yang dilakukan yang dapat menunjang siswa

tersebut ketika menghadapi ujian yang diadakan. Dengan adanya kesiapan

tersebut siswa pasti akan merasa yakin dengan semua jawaban yang dikerjakan

dan dapat meningkatkan rasa optimisme yang dimiliki oleh seorang siswa.

Dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai indikator dalam

kesiapan belajar yaitu kondisi fisik siswa, kondisi mental, kondisi psikologis,

kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan.

2.2.3 Pengembangan Kesiapan Belajar

Djamarah (2008: 35) menjelaskan bahwa “kesiapan belajar merupakan

kondisi yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan”. Sedangkan

Nasution (2011: 179) menjelaskan bahwa “kesiapan belajar adalah kondisi

(35)

kesediaan ini proses belajar tidak akan terjadi. Maka dapat disimpulkan bahwa

kesiapan belajar merupakan suatu kondisi awal individu yang membuatnya siap

untuk merespon rangsangan dari luar dengan tujuan untuk mencapai pengajaran

tertentu. Maka dapat disimpulakan bahwa kesiapan belajar merupakan suatu

kondisi awal individu yang membuatnya siap untuk merespon rangsangan dari

luar dengan cepat baik rangsangan yang diterima untuk mencapai tujuan

pengajaran tertentu.

Slameto (2010: 114) menyebutkan bahwa “kondisi kesiapan belajar

mencakup tiga aspek, yaitu: a) kondisi fisik, mental dan emosional; b) kebutuhan,

motif, dan tujuan; c) keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang

telah dipelajari”. Senada dengan Slameto (2010), Djamarah (2008: 35)

menyebutkan bahwa “faktor-faktor kesiapan meliputi : a) kondisi fisik, semisal

tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk, dan sebagainya); b)

kesiapan psikis, misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan ada

motivasi intrinsik; c) kesiapan materiil, semisal ada bahan yang dipelajari atau

dikerjakan. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai indikator kesiapan

belajar adalah kondisi fisik, kondisi mental, kondisi psikologis, kondisi

emosional, kebutuhan, dan pengetahuan”.

Adapun indikator kesiapan belajar dalam penelitian ini yaitu: (1) kondisi

fisik siswa, (2) kondisi mental, (3) kondisi emosional, (4) kebutuhan, dan (5)

pengetahuan. Kondisi fisik yang dimaksud adalah keadaan dimana siswa mampu

menjaga kesehatan tubuhnya, mampu memahami dan menerima kondisi fisiknya.

(36)

yang dimiliki siswa untuk menyampaikan pendapatnya. Kondisi emosional yang

biasanya berpengaruh pada kesiapan belajar siswa adalah perasaan tertekan atau

tidaknya siswa. Kebutuhan siswa terkait dengan kesiapan belajar yang dimaksud

bisa berupa materi maupun non materi. Yang berupa kebutuhan materi adalah alat

dan bahan penunjang siswa dalam membentuk kesiapan belajarnya seperti buku

pelajaran dan alat tulis dll. Sedangkan kebutuhan siswa berupa non materi adalah

motivasi untuk belajar. Motivasi ini datangnya bisa dari dalam diri siswa itu

sendiri maupun dari lingkungan sekitar siswa. Sedangkan faktor yang terakhir

adalah pengetahuan siswa. Pengetahuan yang dimaksud adalah wawasan siswa

tentang sesuatu baik berupa materi pelajaran maupun materi diluar pelajaran.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesiapan

belajar siswa diantaranya adalah teknik role playing, model simbolik, permainan,

diskusi kelompok, pemecahan masalah, pemberian informasi.

Dari berbagai teknik yang ada, teknik role playing dipilih peneliti untuk

membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa. Hal ini didasarkan dari pendapat

Romlah (1994: 48) menjelaskan bahwa “teknik role playing adalah sesuatu yang

berkaitan dengan pendidikan, dimana seseorang memainkan situasi imajinatif

dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri, meningkatkan

ketrampilan-ketrampilan berperilaku, menganalisis perilaku, atau menunjukkan

kepada orang lain bagaimana perilaku seseorang, atau bagaimana seseorang harus

berperilaku”. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui

teknik role playing siswa yang kurang memiliki kesiapan belajar dapat

(37)

kondisi mental, kondisi psikologis, kondisi emosional, kebutuhan, dan

pengetahuan dengan melakukan simulasi secara langsung sehingga siswa dapat

mempraktekkan dan merasakan secara langsung cara meningkatkan kesiapan

belajar.

Dalam bimbingan dan konseling ada beberapa layanan yang digunakan

sebagai media untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa, meliputi layanan

orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, bimbingan

kelompok, konseling kelompok, konseling individu, mediasi, dan konsultasi.

Untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa, peneliti memilih layanan bimbingan

kelompok sebagai media pelaksanakan teknik role playing. Alasan pemilihan

layanan bimbingan kelompok sebagai media pelaksanakan teknik role playing

untuk meningkatkan kesiapan belajaradalah karena layanan bimbingan kelompok

merupakan sarana belajar bersama bagi siswa dan sarana pengembangan

indikator-indikator kesiapan belajar yang meliputi kondisi fisik, kondisi mental,

kondisi psikologis, kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan dengan

memanfaatkan dinamika kelompok yang didalamnya terjadi proses mempengaruhi

siswa untuk meningkatkan kesiapan belajarnya. Dari penjelasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang efektif

digunakan untuk meningkatkan kesiapan belajar.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan memberikan layanan

bimbingan kelompok dengan teknik role playing dapat memberikan pemahaman

tentang manfaat dari memiliki kesiapan belajar sehingga siswa dapat mengubah

(38)

ini kesiapan belajar agar dapat menjalani kehidupannya secara efektif. Oleh sebab

itu, layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing dipilih peneliti dapat

meningkatkan kesiapan belajar pada diri siswa.

Sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok teknik role playing,

siswa diberikan pre-test untuk mengetahui kesiapan belajar mereka sebelum diberi

layanan. Peneliti mengambil sampel 10 siswa dari berbagai kategori hal ini

bertujuan agar tercipta dinamika kelompok. Kegiatan ini dimulai melalui beberapa

tahap, yaitu:

2.2.3.1Tahap Orientasi

Tahap Orientasi ini merupakan tahap pengenalan dan pelibatan diri

anggota ke dalam kelompok. Tujuan utama tahap orientasi adalah untuk saling

mengenal dan mengetahui identitas masing-masing anggota kelompok, dan

mengembangkan kepercayaan anggota kelompok

2.2.3.2 Tahap Pembinaan Norma dan Tujuan Kelompok

Pada tahap ini pemimpin kelompok memberikan arah pada perkembangan

kelompok menjadi produktif, interaksi anggota lebih lancar.

2.2.3.3 Tahap Mengatasi Pertentangan-pertentangan dalam Kelompok

Tahap ketiga dalam perkembangan kelompok merupakan tahap mulai

timbulnya pertentangan-pertentangan dalam kelompok yaitu adanya usaha

(39)

dan telah bekerja sama dalam berkomunikasi secara lebih terbuka dan langsung,

maka pertentangan-pertentangan akan bertambah. Pada tahap ini pemimpin

kelompok menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:

(a) Meninjau pemahaman anggota terhadap apa yang akan dilaksanakannya

apakah masih ragu-ragu untuk mengikuti layanan bimbingan kelompok

(b) Melihat suasana dan situasi anggota kelompok

(c) Menanyakan kepada anggota kelompok apakah sudah siap menuju ke

kegiatan selanjutnya.

2.2.3.4Tahap Produktivitas

Tahap ini merupakan tahap inti dari kegiatan bimbingan kelompok dengan

suasana yang akan dicapai, yaitu terbahasnya secara tuntas permasalahan yang

dihadapi anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri,

baik untuk mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat dan melatih

percaya diri mengeluarkan pendapat didepan umum. Pada tahap ini dilaksanakan

juga tahapan teknik role playing dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1)

menentukan masalah yang akan dimainkan, (2) menyiapkan skenario role playing,

(3) menentukan pemain yang sesuai dengan karakter yang akan dimainkan serta

para penonton yang akan mengamati pelaksanaan role playing, (4) melaksanakan

role playin), (5) mendiskusikan dan evaluasi bersama antar kelompok pemain dan

penonton, pengulangan role playing jika belum ditemukan pemecahan masalah

(40)

2.2.3.5Tahap Pengakhiran Kelompok atau Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahapan berhentinya kegiatan, sebelum kegiatan

berakhir, dilakukan kesepakatan kelompok terlebih dahulu. Kesepakatan tersebut

mengenai apakah kelompok akan melanjutkan kegiatan dan bertemu kembali

serta berapa kali kelompok itu bertemu. Dengan kata lain kelompok yang harus

menetapkan sendiri kegiatan lanjutan sesuai dengan persetujuan bersama.

Setelah semua rangkaian kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik role

playing terlaksana dengan baik dari awal hingga tahap akhir. Pemimpin kelompok

memimpin dan menutup kegiatan bimbingan kelompok dan melakukan penilaian

segera secara lisan yang mencakup kefahaman, kenyamanan, dan perubahan

perasaan setelah mengikuti kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik role

playing. Pemimpin kelompok mengakhiri dengan kesimpulan atas topik yang

telah dibahas, ataupun mempersilahkan kepada anggota kelompok untuk

menyampaikan kesimpulan. Dalam tahap ini pemimpin kelompok membahas

rencana kegiatan lanjutan bila diperlukan.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing ini

setiap siswa diberikan kesempatan meningkatkan kesiapan belajar dengan

memperagakan secara langsung skenario dengan tema indikator-indikator

kesiapan belajar, berbagi informasi mengenai kesiapan belajar, dan

(41)

2.3 Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing

2.3.1 Layanan Bimbingan Kelompok

2.3.1.1Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok

Ada beberapa pengertian bimbingan kelompok menurut para ahli, salah

satunya menurut Winkel & Sri Hastuti (2006: 565) menyebutkan bahwa

bimbingan kelompok adalah cara memberikan kepada individu (siswa) melalui

kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk

menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat

mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.

Gazda dalam Prayitno (2004: 309) bimbingan kelompok di sekolah

merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka

menyusun rencana dan keputusan yang tepat dan bimbingan kelompok

diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional,

dan sosial.

Prayitno (2004: 27) dalam bimbingan kelompok membahas materi

topik-topik umum, baik “topik-topik tugas” maupun “topik-topik bebas”. Topik tugas adalah topik-topik

atau pokok bahasan yang datangnya dari pemimpin kelompok dan ditugaskan

kepada anggota kelompok untuk membahasnya, sedangkan topik bebas adalah

topik atau pokok bahasan yang datangnya atau dikemukakan secara bebas oleh

para anggota kelompok.

Romlah (2001: 3) mendefinisikan bahwa bimbingan kelompok merupakan

salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat

(42)

minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok.

Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa

dan mengembangkan potensi siswa.

Sukardi (2008: 64) menjelaskan bimbingan kelompok merupakan layanan

bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik bersama-sama

memperoleh berbagai bahan dari konselor yang berguna untuk menunjang

kehidupannya sehari-hari baik sebagai pelajar, keluarga dan masyarakat serta

pertimbangan untuk pengambilan keputusan.

Wibowo (2005: 17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu

kegiatan kelompok dimana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi

dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk

membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.

Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh

sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya

interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan

sebagainya, di mana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang

bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.

2.3.1.2Tujuan Bimbingan Kelompok

Setiap kegiatan pasti mempunyai tujuan, sama halnya dengan bimbingan

kelompok juga memiliki tujuan menurut Romlah (2001: 15) tujuan bimbingan

(43)

1) Memberikan kesempatan-kesempatan apada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.

2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan-kegiatan kelompok.

3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan individu.

4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih aktif.

Menurut Sukardi (2008: 64) tujuan dari bimbingan kelompok adalah

kegiatan yang menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu sebagai pelajar,

anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam mengambil

keputusan.

Sedangkan menurut Prayitno (2004: 310) tujuan bimbingan kelompok

adalah pemberian informasi pada anggota kelompok. Lebih jauhnya, informasi itu

akan digunakan untuk menyusun rencana dan membuat keputusan, atau untuk

keperluan lain yang relevan dengan informasi yang diberikan.

Dalam penelitian ini tujuan yang akan dicapai adalah meningkatkan

kesiapan belajar siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan layanan bimbingan

kelompok yang telah dipaparkan oleh para ahli yaitu merupakan media

pengembangan diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi

menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta

aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan

potensi diri serta dapat meningkatkan kesiapan belajar individu.

2.3.1.3Fungsi Bimbingan Kelompok

Menurut Mugiarso (2005: 66) fungsi utama dari layanan bimbingan

(44)

Fungsi pemahaman dalam hal ini maksudnya adalah siswa dapat

memahami berbagai informasi yang terkandung dalam kegiatan bimbingan

kelompok. Sedangkan fungsi pengembangan adalah dengan mengikuti bimbingan

kelompok, maka kemampuan siswa baik dalam hal komunikasi maupun

sosialisasi dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian dapat terwujud

perilaku yang lebih efektif.

Kaitan fungsi bimbingan kelompok dengan penelitian ini adalah bahwa

layanan bimbingan kelompok sangat tepat digunakan untuk meningkatkan

kesiapan belajar siswa. Hal ini karena melalui layanan bimbingan kelompok

peneliti dapat memberikan pemahaman tentang berbagai informasi mengenai

kesiapan belajar kepada siswa VB. Dan pada fungsi pengembangan bahwa

melalui bimbingan kelompok siswa dapat mengembangkan indikator-indikator

kesiapan belajar yang meliputi kondisi fisik, kondisi mental, kondisi psikologis,

kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan dengan memanfaatkan dinamika

kelompok yang ada yaitu proses mempengaruhi siswa dengan cara bertukar

wawasan/ pengetahuan antar anggota kelompok mengenai cara mengembangkan

indikator-indikator kesiapan belajar.

2.3.1.4Asas Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (2004: 13) asas-asas yang ada dalam layanan bimbingan

(45)

(1) Asas kerahasiaan; Para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi

apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak

diketahui orang lain

(2) Asas keterbukaan; Para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat,

ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa

adanya rasa malu dan ragu-ragu.

(3) Asas kesukarelaan; Semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan

tanpamalu atau dipaksa oleh teman lain atau pemimpin kelompok

(4) Asas kenormatifan; Semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak

bolehbertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.

(5) Asas kekinian; memberikan materi yang bersifat aktual dan hal-hal yang

terjadi sekarang. Hal-hal yang akan datang direncanakan sesuai dengan

kondisi sekarang.

Dalam penelitian ini kelima asas yang telah dipaparkan oleh Prayitno

(2004) harus ada. Asas tersebut sangat penting karena asas tersebut yang dijadikan

acuan peneliti dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok.

2.3.1.5Komponen-komponen Bimbingan Kelompok

Terdapat dua komponen utama yang ada dalam pelaksanaan layanan

bimbingan kelompok yaitu pemimpin kelompok dan anggota kelompok. Jika

salah satu komponen dalam BKp ini tidak dipenuhi, maka layanan BKp ini tidak

dapat dilaksanakan. Menurut Prayitno (2004: 4) bahwa komponen bimbingan

(46)

2.3.1.5.1 Pemimpin Kelompok

Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang

menyelenggarakan praktik konseling profesional. Dalam BKp tugas PK adalah

memimpin kelompok yang bernuansa layanan konseling melalui “bahasa”

konseling untuk mencapai tujuan-tujuan konseling. Secara khusus, PK diwajibkan

menghidupkan dinamika kelompok di antara semua peserta seintensif mungkin

yang mengarah kepada pencapaian tujuan-tujuan umum dan khusus.

2.3.1.5.1.2 Karakteristik PK

Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya, PK adalah

seseorang yang:

(1) PK adalah seorang yang mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya

sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota

kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung

dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan

rasa nyaman, menggembirakan, dan membahagiakan, serta mencapai tujuan

bersama kelompok.

(2) Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani,

meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasan yang tumbuh

dalam aktifitas kelompok.

(3) Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman,

(47)

antagonistik) dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, tanpa

memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura,

disiplin dan kerja keras.

Dalam penelitian ini peneliti membentuk kelompok dengan memberikan

rasa nyaman, mengeembirakan, dan membahagiakan, peneliti juga menyiapkan

materi tentang kesiapan belajar dan peneliti menjalin hubungan yang akrab

dengan anggota kelompok.

2.3.1.5.1.3 Peran PK

Dalam mengarahkan suasana kelompok melalui dinamika kelompok. PK

berperan dalam:

(1) Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri atas 8-10

orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif

mengembangkan dinamika kelompok, yaitu: terjadinya hubungan

antara-anggota kelompok menuju keakraban diantara mereka, tumbuhnya tujuan

bersama diantara anggota kelompok dalam suasana kebersamaan,

berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok,

terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, serta terbinanya

kemandirian kelompok.

(2) Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa dan

bagaimana layanan BKp dilaksanakan.

(3) Pentahapan kegiatan BKp

(48)

(5) Tindak lanjut layanan

Peran peneliti dalan penelitian ini adalah membentuk kelompok sesuai

dengan tujuan penelitian, menyampaikan tujuan dan manfaat dilaksanakannya

kegiatan, melaksanakan tahapan kegiatan sesuai dengan tahapan pedoman dari

Roemlah (2004), dan melaksanakan evaluasi.

2.3.1.5.2 Anggota Kelompok

Untuk terselenggaranya BKp seorang konselor perlu membentuk

kumpulan individu menjadi sebuah kelompok. Dalam pembentukan anggota

kelompok jumlah anggota kelompok dan homogenitas/heterogenitas anggota

kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok.

2.3.1.5.2.1 Besarnya Kelompok

Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi

efektifitas BKp. Kedalaman dan variasi pembahasan menjadi terbatas, karena

sumbernya juga terbatas. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar juga kurang

efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif

individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang intensif, kesempatan

berbicara, dan memberikan/menerima “sentuhan” dalam kelompok kurang,

padahal melalui “sentuhan-sentuhan” dengan frekuensi tinggi itu individu

memperoleh manfaat langsung dalam layanan BKp.

(49)

Perubahan yang intensif dan mendalam memerlukan sumber-sumber yang

bervariasi. Layanan BKp memerlukan anggota kelompok yang dapat menjadi

sumber-sumber bervariasi untuk memecahkan masalah tertentu. Anggota

kelompok yang homogen kurang efektif dalam BKp. Sebaliknya, anggota

kelompok yang heterogen akan menjadi sumber yang lebih kaya untuk pencapaian

tujuan layanan. Pembahasan dapat ditinjau dari beberapa sisi, tidak monoton, dan

terbuka. Heterogenitas dapat mendobrak dan memecahkan kebekuan yang terjadi

akibat homogenitas anggota kelompok.

2.3.1.5.2.3Peranan Anggota Kelompok

(1) Aktifitas mandiri, peran anggota kelompok (AK) dalam layanan BKp bersifat

dari, oleh, dan untuk AK itu sendiri. Masing-masing AK beraktifitas langsung

dan mandiri dalam bentuk mendengar, memahami dan merespon dengan tepat

dan positif (3-M), berpikir dan berpendapat, menganalisis, mengkritisi dan

beragumentasi, merasa, berempati dan bersikap, berpartisipasi dalam kegiatan

bersama.

(2) Aktifitas mandiri masing-masing AK itu diorientasikan pada kehidupan

bersama dalam kelompok. Kebersamaan ini diwujudkan melalui: pembinaan

keakraban dan keterlibatan secara emosional antar AK, kepatuhan terhadap

aturan kegiatan dalam kelompok, komunikasi jelas dan lugas dengan lembut

dan bertatakrama, saling memahami, memberi kesempatan dan membantu,

(50)

2.3.1.6Prosedur Pelaksanaan Bimbingan Kelompok

Suatu proses layanan sangat ditentukan pada prosedur pelaksanaan

sehingga terarah dan tepat sasaran. Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok,

terdapat prosedur pelaksanaan bimbingan kelompok yang telah diungkapkan

Romlah (2001: 68-83), yaitu tahap orientasi, tahap pengakhiran kelompok atau

tahap terminasi, tahap produktivitas, tahap mengatasi pertentangan-pertentangan

dalam kelompok, dan tahap pembinaan norma dan tujuan kelompok. Tahapan

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

2.3.1.6.1 Tahap Orientasi

Tahap orientasi atau tahap penciptaan rasa aman adalah tahap awal

kelompok dimana para anggota kelompok merasa tidak aman, cemas berada

dalam situasi baru, dan ingin mengetahui apa yang akan terjadi dalam kelompok.

Tujuan utama tahap orientasi adalah untuk saling mengenal dan mengetahui

identitas masing-masing anggota kelompok, dan mengembangkan kepercayaan

anggota kelompok.

2.3.1.6.2 Tahap Pembinaan Norma dan Tujuan Kelompok

Tahap pembinaan norma dan tujuan kelompok merupakan tahapan yang

penting dalam mengembangkan kelompok karena akan memberikan arah pada

(51)

2.3.1.6.3 Tahap Mengatasi Pertentangan-pertentangan dalam Kelompok

Tahap ketiga dalam perkembangan kelompok merupakan tahap mulai

timbulnya pertentangan-pertentangan dalam kelompok yaitu adanya usaha

“menentang” pemimpin kelompok. Setelah anggota kelompok saling mengenal

dan telah bekerja sama dalam berkomunikasi secara lebih terbuka dan langsung,

maka pertentangan-pertentangan akan bertambah. Di sini dituntut para pemimpin

kelompok mampu mengatasi pertentangan-pertentangan tersebut.

2.3.1.6.4 Tahap Produktivitas

Tahap produktivitas dalam perkembangan kelompok adalah tahap dimana

kelompok telah tumbuh menjadi suatu tim yang produktif dan telah mempraktikan

ketrampilan-ketrampilan dan sikap. Sikap yang diperlukan untuk berinteraksi

secara efektif dengan orang lain. Ciri-ciri yang penting dalam tahapan ini adalah

bahwa perhatian anggota kelompok mulai terbagi antara penyeleseian tugas-tugas

kelompok dengan meningkatkan hubungan antar pribadi. Ciri lain tahap ini adalah

bertambahnya keintiman hubungan antara anggota kelompok dengan pemimpin

kelompok.

Pada tahapan ini diterapkan beberapa teknik-teknik dalam bimbingan

kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu, teknik yang dapat digunakan

antara lain teknik pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah

(problem solving), permainan peran (role playing), permainan simulasi

(simulation games), karya wisata (field trip) dan teknik penciptaan kekeluargaan

(52)

Teknik yang digunakan peneliti untuk meningkatkan kesiapan belajar

siswa kelas VB di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang adalah teknik role

playing.

2.3.1.6.5 Tahap Pengakhiran Kelompok atau Tahap Terminas

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing dapat Meningkatkan Kesiapan Belajar Siswa
Tabel 3.1 Rancangan Pelaksanaan Eksperimen
Tabel 3.2
Gambar 3.3 Prosedur Penyusunan Instrumen
+6

Referensi

Dokumen terkait