i
ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS VB SD Hj. ISRIATI
BAITURRAHMAN 1 SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015
SKRIPSI
disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Fitri Erika 1301409001
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
iii
Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas VB SD Hj.
Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015” ini telah
dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang pada :
hari : Rabu
tanggal : 2 September 2015
Panitia:
Sekretaris
Drs. Budiyono, M.S. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Kons. NIP. 19631209 198703 1 002 NIP. 19600205 199802 1 001
Penguji I Penguji
Drs. Suharso, M.Pd., Kons. Kusnarto Kurniawan, M.Pd., Kons. NIP.19620226 198710 1 001 NIP. 19710114 200501 1 002
iv
“
Fa
innama‟al „usriyusraa”
.(Q.S. Al-insyiraah : 5)
“
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
”.
Persembahan
Skripsi ini Saya persembahkan untuk:
1.
Kedua orang tuaku,Bapak Karyono dan
Ibu Kaswariningsih tercinta.
2.
Kakak-kakakku tersayang, Wauci dan
Suswanto.
v
Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
“Meningkatkan Kesiapan Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015”.
Penyusunan skripsi ini didasarkan atas pelaksanaan penelitian eksperimen yang dilakukan dalam suatu prosedur yang terstruktur dan terencana yang bertujuan untuk melihat gambaran kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang. Kesiapan belajar siswa kelas VB sebelum diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing masuk pada kategori sedang. Oleh karena diperlukan media untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa. Media yang dipilih dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing. Pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing dalam penelitian ini sebanyak delapan kali pertemuan. Kesiapan belajar siswa setelah diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik
role playing meningkat masuk pada kategori tinggi. Dalam skripsi ini akan diuraikan secara rinci mengenai proses meningkatkan kesiapan belajar melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing.
Dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini peneliti tidak banyak menemui hambatan dan kendala, meskipun dibutuhkan waktu yang cukup lama. Namun berkat ridho Allah SWT dan kerja keras, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik meskipun masih terdapat kekurangan. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
vi menyelesaikan skripsi.
4. Drs. Suharso, M.Pd., Kons, Dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan dan kesempurnaan skripsi ini.
5. Kusnarto Kurniawan, M.Pd., Kons., Dosen penguji II yang telah memberikan bimbingan dan kesempurnaan skripsi ini.
6. Dr. Awalya, M.Pd., Kons., Dosen Penguji III sekaligus Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan memberikan motivasi hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
8. Drs. Yakub, Kepala SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.
9. Indah H N Purnama S. S.Psi., Guru Bimbingan dan Konseling SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.
10.Dian Susiati, S.Pd., Guru kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.
11.Siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
12.Keluarga besarku di Pemalang yang selalu memberikan doa dan motivasinya. 13.Sahabat-sahabatku BK angkatan 2009, 2010, 2011 yang senantiasa
memberikan dukungan dan semangat.
14.Sahabat-sahabatku Kos Loria dan Kos Firdaus yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
vii
viii
Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. Awalya, M.Pd., Kons.
Kata kunci: kesiapan belajar; layanan bimbingan kelompok; teknik role playing.
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan fenomena yang ada di kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang menunjukkan tingkat kesiapan belajar siswa yang sedang, dengan indikator kondisi fisik, kondisi mental, kondisi psikologis, kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan. Rumusan masalah yaitu apakah kesiapan belajar siswa kelas VB dapat ditingkatkan melaui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik
role playing. Manfaat penelitian ini memperkaya kajian tentang kesiapan belajar melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing.
Jenis Penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimen dengan desain penelitian one group pretest-posttest design. Populasi penelitian adalah 40 siswa kelas VB dan sebagai sampelnya adalah 10 siswa kelas VB dari kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Teknik sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala kesiapan belajar. Teknik analisis data yang digunakan yakni analisis deskriptif persentase dan Uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati baiturrahman 1 Semarang. Tingkat kesiapan belajar siswa sebelum diberi perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing berada pada kriteria sedang (57,1%),dan setelah diberi perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing masuk dalam kategori tinggi (75,8%). Hasil uji wilcoxon, menunjukkan bahwa nilai thitung=55 dan
ttabel=8, jadi nilai thitung > tttabel. Dengan demikian, kesiapan belajar siswa dapat
ix
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv
PRAKATA………... v
ABSTRAK... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GRAFIK... xiii
DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 7
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 8
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu... 11
2.2 Kesiapan Belajar……... 14
2.2.1 Pengertian Kesiapan Belajar... 14
2.2.2 Aspek-aspek Kesiapan Belajar... 17
2.2.3 Pengembangan Kesiapan Belajar... 19
2.3 Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 26
2.3.1 Layanan Bimbingan Kelompok... 26
2.3.2 Teknik Role Playing………...... 37
2.4 Meningkatkan Kesiapan Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 46 2.5 Hipotesis... 50
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 51
3.2 Desain Penelitian... 52
3.2.1 Penilaian Awal (Pre Test)... 53
3.2.2 Perlakuan (Treatment)... 53
3.2.3 Penilaian Akhir ( Post Test)... 58
3.3 Variabel Penelitian………... 59
3.3.1 Identivikasi Variabel... 59
3.3.2 Hubungan Antar Variabel... 59
3.3.3 Definisi Operasional Variabel... 60
x
3.5.3 Penyususnan Instrumen... 67
3.6 Validitas dan Reliabilitas... 70
3.6.1 Validitas Instrumen... 71
3.6.2 Reliabilitas Instrumen... 3.7 Teknik Analisis Data... 72 73 3.7.1 Analisis Deskriptif Presentase... 74
3.7.2 Uji Hipotesis... 75
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 77
4.1.1 Kesiapan Belajar Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing………….... 78
4.1.2 Kesiapan Belajar Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing ... 88
4.1.3 Peningkatan Kesiapan Belajar Siswa Kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Sebelum dan Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 96
4.1.4 Hasil Uji Wilcoxon... 99
4.2 Deskripsi Perkembangan Kesiapan Belajar Siswa Selama Kegiatan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 100 4.3 Pembahasan... 104
4.4 Keterbatasan Penelitian... 110
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan... 112
5.2 Saran... 113
DAFTAR PUSTAKA... 114
xi
Tabel 3.1 Rancangan Pelaksanaan Eksperimen ... 56
Tabel 3.2 Kategori Jawaban Instrumen Penelitian... 66
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Skala Psikologis Kesiapan Belajar... 68
Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Observasi... 70
Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Reliabilitas... 72
Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Kesiapan Belajar Siswa... 75
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kesiapan Belajar Siswa………... 78
Tabel 4.2 Kesiapan Belajar Siswa Hasil Pre Test per Indikator... 79
Tabel 4.3 Perhitungan Total Kesiapan Belajar Siswa Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing (Pre Test)... 80
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kesiapan Belajar Sebelum Memperoleh Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 81
Tabel 4.5 Distribusi Indikator Kondisi Fisik Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 82
Tabel 4.6 Distribusi Indikator Kondisi Mental Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 83
Tabel 4.7 Distribusi Indikator Kondisi Psikologis Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing... 84
Tabel 4.8 Distribusi Indikator Kondisi Emosional Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing…... 85
Tabel 4.9 Distribusi Indikator Kebutuhan Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing…... 86
Tabel 4.10 Distribusi Indikator Pengetahuan Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing…... 87
Tabel 4.11 Perhitungan Total Kesiapan Belajar Siswa diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role playing (Post Test)…... 88
Tabel 4.12 Distribusi Hasil Post Test Per Indikator Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 89
Tabel 4.13 Distribusi Indikator Kondisi Fisik Setelah Diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 90
Tabel 4.14 Distribusi Indikator Kondisi Mental Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 91
Tabel 4.15 Distribusi Indikator Kondisi Psikologis Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 92
Tabel 4.16 Distribusi Indikator Kondisi Emosional Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 93
Tabel 4.17 Distribusi Indikator Kebutuhan Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing…... 94
xii
xiii
Grafik 4.1 Hasil Distribusi Frekuensi Kesiapan Belajar Keseluruhan Sebelum diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan
Teknik Role Playing ...79 Grafik 4.2 Peningkatan Kesiapan Belajar Siswa Sebelum dan Setelah
Diberi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role
Playing ...97 Grafik 4.3 Peningkatan Kesiapan Belajar Per indikator Sebelum dan
xiv
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Meningkatkan Kesiapan Belajar Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role
Playing…... 49
Gambar 3.1 One-GroupPretest-Posttest Design…... 53
Gambar 3.2 Hubungan antar Variabel X dan Y…... 60
xv
Lampiran 1 Hasil Wawancara (Data Awal)…... 116
Lampiran 2 Hasil Observasi (Data Awal)………... 124
Lampiran 3 Hasil Analisis DCM Kelas VB ( Data Awal)…... 126
Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen (Try Out)…... 129
Lampiran 5 Skala Kesiapan Belajar (Try Out)…... 131
Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen (Pre Test)…... 139
Lampiran 7 Skala Kesiapan Belajar (Pre Test)…... 141
Lampiran 8 Kisi-Kisi Pedoman Observasi…... 148
Lampiran 9 Pedoman Observasi…... 149
Lampiran 10 Hasil Tabulasi Try Out…... 151
Lampiran 11 Perhitungan Validitas Try Out…... 153
Lampiran 12 Perhitungan Reliabilitas Try Out…... 185
Lampiran 13 Hasil Deskripsi Presentase Skala Kesiapan Belajar…... 186
Lampiran 14 Daftar Anggota Kelompok…... 189
Lampiran 15 RPLBK dan Materi…... 190
Lampiran 16 Skenario Role Playing…... 242
Lampiran 17 Daftar Hadir Anggota Kelompok…... 275
Lampiran 18 Hasil Observasi…... 283
Lampiran 20 Resume Kegiatan…... 299
Lampiran 21 Hasil Analisis Pre Test dan Post Test…... 331
Lampiran 21 Hasil Uji Wilcoxon…... 337
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses pembelajaran disekolah sangat dipengaruhi oleh peran guru dan
peran siswa. Proses pembelajaran tidak akan berhasil tanpa adanya kesiapan dari
guru maupun siswa. Upaya guru memberikan materi dalam kegiatan belajar
mengajar tidak akan terserap secara maksimal oleh siswa jika siswa tidak
mempunyai kesiapan belajar di kelas.
Siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak
berlangsungnya interaksi belajar mengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik
secara fisik maupun mental aktif. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan kegiatan
belajar mengajar jika siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar,
maka mereka harus aktif. Keaktifan siswa dapat terlaksana jika siswa mempunyai
kesiapan belajar.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa kesiapan belajar siswa
di kelas khususnya siswa sekolah dasar cenderung kurang, mereka cenderung suka
bermain. Hal ini berdampak kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar berjalan
kurang maksimal. Pada hakekatnya kesiapan belajar merupakan langkah awal
yang harus ditempuh siswa untuk mencapai kegiatan belajar mengajar yang
maksimal.
Kesiapan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik faktor
datangnya dari luar (ekstern). Slameto (2010: 114) menjelaskan bahwa “ kondisi
kesiapan belajar mencakup tiga aspek, yaitu: (1) kondisi fisik, mental dan
emosional; (2) kebutuhan, motif, dan tujuan; (3) keterampilan, pengetahuan dan
pengertian yang lain yang telah dipelajari”.
Kata kesiapan berasal dari kata “siap” dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) diartikan sebagai sudah sedia atau sudah disediakan. Jadi
kesiapan belajar merupakan suatu kondisi awal individu yang membuatnya siap
untuk merespon rangsangan dari luar, baik rangsangan yang diterima oleh indera
penglihatan, pendengaran, perasa, maupun peraba untuk melakukan
perubahan-perubahan dalam hidupnya atau untuk mencapai pengajaran tertentu.
Hintzman dalam Muhibbin (2008: 90) berpendapat “learning is a change
in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”.
Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme
(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi
tingkah laku organism tersebut. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang
ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila
mempengaruhi organisme.
Chaplin dalam Muhibbin (2008: 90) membatasi belajar dengan dua
macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi “acquisition of any relatively
permanent change in behavior as a result of practice and experience”. Belajar
adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat
result of special practice”. Artinya, belajar ialah proses memperoleh
respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Pada saat peneliti melaksanakan praktik lapangan bimbingan dan
konseling selama dua setengah bulan di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang,
peneliti menemukan fenomena kurang adanya kesiapan belajar pada siswa kelas
VB. Fenomena ini diperkuat setelah peneliti melakukan observasi awal pada
tanggal 3 Februari 2015. Peneliti melakukan observasi, wawancara, dan menyebar
Data Cek Masalah (DCM) di kelas VB. Pada saat peneliti melakukan observasi,
peneliti menemukan gejala kurang adanya kesiapan belajar pada siswa kelas VB.
Hal ini ditunjukkan dengan ramainya siswa kelas VB pada saat kegiatan belajar
mengajar. Siswa ramai sendiri dan kurang memperhatikan guru yang sedang
memberikan materi pelajaran. Ada beberapa siswa yang masih terlihat kurang siap
mengikuti proses pembelajaran di sekolah mereka bermain sendiri ketika guru
sedang menerangkan.
Peneliti melakukan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling
untuk menggali informasi lebih dalam mengenai kesiapan belajar siswa kelas VB.
Pernyataan guru bimbingan dan konseling juga memperkuat fenomena yang
ditemukan peneliti yaitu kurangnya kesiapan belajar siswa di kelas VB. Guru
bimbingan dan konseling mengatakan bahwa pada saat kegiatan belajar mengajar
kelas VB cenderung ramai sehingga siswa kurang merespon materi pembelajaran
yang disampaikan oleh guru. Untuk memperkuat data, selain melakukan
wawancara dengan guru bimbingan dan konseling, peneliti juga melakukan
kelas VB kurang bisa merespon materi yang pembelajaran yang disampaikan oleh
guru. Jika guru memberikan pertanyaan mengenai materi yang telah disampaikan
hanya beberapa siswa yang mau menjawab dan sebagian besar siswa diam.
Begitu pula sebaliknya, jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan materi yang belum jelas maka hanya beberapa siswa yang mau
bertanya dan sebagian besar siswa diam. Selain itu wali kelas juga menuturkan
bahwa ada beberapa siswa yang terlihat kurang antusias atau kurang bersemangat
menerima pelajaran. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa
kelas VB, siswa yang terlihat kurang antusias atau kurang bersemangat menerima
pelajaran disebabkan karena siswa tidak menjaga kondisi fisiknya, siswa sering
tidur sampai larut malam. Selain itu peneliti juga menemukan jawaban bahwa
siswa juga merasa malas mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, dan siswa
juga mengakui bahwa siswa masih ramai sendiri ketika guru sedang memberikan
materi pelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas VB
kurang memiliki kesiapan belajar.
Perilaku yang menunjukan tidak memiliki kesiapan belajar diperkuat
oleh hasil Data Cek Masalah (DCM) yang dianalisis oleh peneliti. Menurut hasil
Data Cek Masalah (DCM) kelas VB yang mengalami masalah tidak memiliki
kesiapan belajar diantaranya, siswa sering merasa malas belajar dengan presentase
sebesar 37,5 %, ketika belajar siswa sering mengantuk dengan presentase sebesar
42,5 %, siswa belajar kalau ada ulangan dengan presentase sebesar 42,5 %, siswa
belajar tidak teratur waktunya dengan presentase sebesar 37,5 %, setiap malam
sebesar 50 %, dan siswa lebih suka membaca buku hiburan daripada
buku-buku pelajaran dengan presentase sebesar 45 %.
Dari berbagai teknik yang ada, teknik role playing dipilih peneliti untuk
membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa. Hal ini didasarkan dari pendapat
Roemlah (1994: 99) bahwa teknik role playing dapat digunakan sebagai media
pengajaran, melalui proses modeling para anggota kelompok mempelajari
ketrampilan-ketrampilan hubungan antar pribadi. Roemlah (1994: 48) juga
menjelaskan bahwa “teknik role playing adalah sesuatu yang berkaitan dengan
pendidikan, dimana seseorang memainkan situasi imajinatif dengan tujuan untuk
membantu tercapainya pemahaman diri, meningkatkan ketrampilan-ketrampilan
berperilaku, menganalisis perilaku, atau menunjukkan kepada orang lain
bagaimana perilaku seseorang, atau bagaimana seseorang harus berperilaku”.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui teknik
role playing seseorang yang kurang memiliki kesiapan belajar dapat melakukan
simulasi untuk meningkatkan ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan
indicator-indikator kesiapan belajar.
Layanan bimbingan dan konseling meliputi layanan orientasi, informasi,
penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, bimbingan kelompok, konseling
kelompok, konseling individu, mediasi, dan konsultasi. Salah satu layanan
bimbingan dan konseling yang cocok diterapkan untuk dapat meningkatkan
kesiapan belajar siswa adalah layanan bimbingan kelompok karena layanan
Menurut Romlah (2001: 3) mendefinisikan bahwa “bimbingan kelompok
merupakan salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar
dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan,
bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi
kelompok”.
Winkel & Sri Hastuti (2006: 565) menyebutkan manfaat layanan
bimbingan kelompok adalah:
Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa; siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi: siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan; kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok; diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.
Romlah (2001: 15) menyebutkan bahwa tujuan bimbingan kelompok
dibagi menjadi 4 hal diantaranya yaitu:
1) Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.
2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan-kegiatan kelompok.
3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan individu.
4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih aktif.
Melihat pengertian dan tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan
para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan bimbingan kelompok
memberikan kesempatan pada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi
belajar bersama bagi siswa sehingga layanan bimbingan kelompok sangat tepat
digunakan dalam usaha membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan mengenai pentingnya
kesiapan belajar siswa di sekolah maka peneliti bermaksud ingin melakukan
penelitian eksperimen dengan judul “Meningkatkan Kesiapan Belajar Melalui
Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas
VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014/ 2015”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah utama dalam
penelitian ini adalah “Apakah kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati
Baiturrahman 1 Semarang tahun ajaran 2014/ 2015 dapat ditingkatkan melalui
layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing?”. Dari rumusan
masalah utama tersebut dapat dijabarkan menjadi:
1. Bagaimana kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1
Semarang sebelum diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik role
playing?
2. Bagaimana kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1
Semarang sesudah diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik role
playing?
3. Adakah peningkatan kesiapan belajar sebelum dan sesudah diberi layanan
bimbingan kelompok dengan teknik role playing pada siswa kelas VB SD Hj.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang tahun
ajaran 2014/2015 dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok
dengan teknik role playing.. Selain tujuan utama tersebut dapat dijabarkan sub
tujuannya, yaitu:
1. Untuk mengetahui kesiapan belajar siswa kelas VB SD Hj. Isriati
Baiturrahman 1 Semarang sebelum diberi layanan bimbingan kelompok
dengan teknik role playing.
2. Untuk mengetahui kesiapan belajar siswa kelas VB di SD Hj. Isriati
Baiturrahman 1 Semarang sesudah diberi layanan bimbingan kelompok
dengan teknik role playing.
3. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan kesiapan belajar siswa kelas VB
SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang sebelum dan sesudah diberi layanan
bimbingan kelompok teknik dengan role playing.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dilihat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang akan menambah
perbendaharaan di bidang Bimbingan dan Konseling, khususnya untuk
kesiapan belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok teknik permainan
peranan (role playing).
2. Manfaat Praktis
Selain dilihat dari kegunaan teoritis,penelitian ini juga diharapkan
berguna bagi :
a. Guru Bimbingan dan Konseling
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para guru
bimbingan dan konseling dalam pemberian layanan bimbingan kelompok dengan
teknik role playing.
b. Bagi Mahasiswa
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemampuan
mahasiswa dalam menguasai pemberian layanan bimbingan kelompok teknik role
playing sehingga dalam penyelenggaraannya dapat dioptimalkan agar mendapat
hasil yang lebih baik.
1.5 Sistematika Skripsi
Untuk mempermudah dalam menelaah skripsi ini, maka dalam
penyusunannya dibuat sistematika sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini mengemukakan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
skripsi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi kajian mengenai landasan teori yang
belajar, layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing, kerangka
berpikir, dan hipotesis penelitian.
Bab 3 Metode Penelitian, pada bab ini berisi uraian metode penelitian
yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Metode penelitian ini meliputi jenis
penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian,
metode dan alat pengumpulan data, dan analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi tentang hasil
penelitian yang meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, penyajian
data, analisis data dan interpretasi data, serta pembahasan hasil penelitian.
Bab 5 Penutup, bab ini berisi tentang penyajian simpulan hasil penelitian
dan penyajian saran sebagai implikasi dari hasil penelitian yang diakhiri dengan
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini membahas tentang meningkatkan kesiapan belajar siswa melalui
layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing. Oleh karena itu, dalam
tinjauan pustaka ini akan membahas teori-teori yang relevan. Tinjauan pustaka
dalam bab ini meliputi: (1) penelitian terdahulu, (2) kesiapan belajar, (3) layanan
bimbingan kelompok dengan teknik role playing, dan (4) kerangka berfikir, serta
(5) hipotesis.
2.1
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah penelitian-penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi
pemula dan untuk membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain.
Penelitian terdahulu yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut.
2.1.1 Supriyati, Anik. 2012. Meningkatkan Self Management Belajar Siswa Kelas VIID di SMP N 1 Jakenan Melalui Layanan Bimbingan Kelompok.
Penelitian yang dilakukan oleh Anik Supriyati (2012) berjudul
”Meningkatkan Self Management Belajar Siswa Kelas VIID di SMP N 1 Jakenan
Melalui Layanan Bimbingan Kelompok”. Penelitian ini meruakan penelitian
pre-experimental design. Hasil analisis data menggunakan uji Wilcoxon dan deskriptif
Pada hasil pretest diperoleh hasil sebesar 64,2% dan setelah diberikan
treatment diperoleh hasil posttest sebesar 72,32%. Hasil penelitian menunjukkan
terjadi peningkatan self management dalam belajar pada semua siswa sebesar
8,12% setelah pemberian treatment. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa
Zhitung > Ztabel. Dengan demikian, self management dalam belajar pada siswa kelas
VIIID dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok.
Terdapat kaitan antara penelitian Anik Supriyati (2012) dengan penelitian
ini. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Anik Supriyati (2012) yaitu self
management dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok maka
peneliti menggunakan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kesipan
belajar siswa. Layanan bimbingan kelompok tidak hanya bisa meningkatkan self
management dalam belajar diasumsikan juga bisa meningkatkan kesiapan belajar
siswa.
2.1.2 Kanti, Wahyu Nila. 2014. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok
dengan Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal
Pada Siswa XI IPS 4 SMA Negeri 14 Semarang.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nila Kanti (2014) yang berjudul
“Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing untuk
Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Pada Siswa XI IPS 4 SMA Negeri 14
Semarang”. Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental design.
Hasil penelitian Wahyu Nila Kanti (2014) menunjukkan bahwa komunikasi
teknik role playing. Hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji
Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Zhitung = 0 dan Ztabel = 8. Jadi nilai Zhitung <
Ztabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal pada siswa XI
IPS 4 SMA Negeri 14 Semarang dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan
kelompok teknik role playing.
Terdapat kaitan penelitian Wahyu Nila Kanti (2014) dengan penelitian ini,
hal ini didasarkan dari hasil penetian Wahyu Nila Kanti i (2014) bahwa
komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan
kelompok dengan teknik role playing maka peneliti berasumsi bahwa kesiapan
belajar siswa dapat ditingkatkan juga dengan layanan bimbingan kelompok
dengan teknik role playing. Karena dalam proses belajar terdapat interaksi antar
siswa dan siswa dengan guru maka layanan bimbingan kelompok dengan teknik
role playing dirasa efektif untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa.
2.1.3 Haryanti. Desy Tri. 2014. Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Pada Siswa Kelas IX C SMP Islam Ungaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Desy Tri Haryanti (2014) dengan judul
“Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama Untuk
Meningkatkan Kepercayaan Diri Pada Siswa Kelas IX C SMP Islam Ungaran”.
Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental design.
Hasil penelitian Desy Tri Haryanti (2014) menunjukkan bahwa
kepercayaan diri siswa dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok
wilcoxon diperoleh jumlah jenjang kepercayaan diri yang kecil thitung adalah 0.
Sedangkan ttabel untuk N=10 dengan tingkat signifikan 5% nilainya adalah 8.
Sehingga thitung 0 < ttabel 8 atau berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya layanan
bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan
kepercayaan diri.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang dilakukan secara kelompok
ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian secara kelompok agar siswa
dapat meningkatkan kesiapan belajarnya melalui layanan yang diberikan oleh
peneliti yaitu layanan bimbingan kelompok dengan teknik (role playing).
2.2
Kesiapan Belajar
2.2.1 Pengertian Kesiapan Belajar
Kesiapan belajar merupakan salah satu faktor untuk menunjang
tercapainya keberhasilan dalam belajar siswa. Kesiapan ini perlu diperhatikan
dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan,
maka hasil belajarnya akan lebih baik. Kesiapan belajar berasal dari kata kesiapan
dan belajar. Dibawah ini akan diuraikan pengertian kesiapan belajar.
Menurut Jamies Drever dalam Slameto (2010: 59) kesiapan atau readiness
adalah kesediaan untuk memberi respon atau beraksi. Senada dengan pendapat
Jamies Drever, Slameto (2010: 113) berpendapat bahwa kesiapan adalah
keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi
respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Thorndike dalam
Chaplin dalam Kartono (2004: 419) menerangkan bahwa readiness (kesiapan)
adalah tingkat perkembangan dari kematangan/kedewasaan yang menguntungkan
bagi pemraktikan sesuatu.
Selain pengertian kesiapan, pengertian belajar juga akan dibahas. Sebagian
beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau
menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran.
Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika
anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian
besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.
Witherington dalam Purwanto (2007: 84) berpendapat bahwa belajar
merupakan suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai
suatu pola baru dari pada reaksi yag berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian.
Sedangkan menurut Skinner dalam Muhibbin (2008: 90) berpendapat
bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan
ringkasnya, bahwa belajar adalah “a process of progressive behavior adaptation”. Berdasarkan eksperimennya, B.F, Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut
akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
Chaplin dalam Muhibbin (2008: 90) membatasi belajar dengan dua macam
rumusan. Rumusan pertama berbunyi “acquisition of any relatively permanent
change in behavior as a result of practice and experience”.Belajar adalah
dan pengalaman. Rumusan keduanya “Process of acquiring responses as a result
of special practice“, belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai
akibat adanya latihan khusus.
Hintzman dalam Muhibbin (2008: 90) berpendapat”learning is a change
inorganism due to experiencewhich can affect the organism’s behavior”. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau
hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
organisme tersebut. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang
ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila
mempengaruhi organisme.
Menurut Djamarah (2008: 35) kesiapan belajar merupakan kondisi yang
telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Sedangkan menurut Nasution
(2011: 179) kesiapan belajar adalah kondisi-kondisi yang mendahului kegiatan
belajar itu sendiri. Tanpa kesiapan atau kesediaan ini proses belajar tidak akan
terjadi.
Dari pendapat beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kesiapan belajar merupakan suatu kondisi awal individu yang membuatnya siap
untuk merespon rangsangan dari luar dengan tujuan untuk mencapai pengajaran
tertentu.
Ada kaitan antara fenomena dengan teori yang telah dipaparkan oleh para
ahli. Bahwa dalam teori yang telah dipaparkan para ahli, kesiapan belajar
merupakan kondisi awal yang membuat siswa siap mengikuti kegiatan belajar.
kegiatan belajar di sekolah kurang hal ini dibuktikan dengan masih ramainya
siawa saat menerima pelajaran, siswa kurang antusias dalam mengikuti pelajaran,
dan siswa masih suka bermain sendiri ketika pelajaran berlangsung.
2.2.2 Aspek-aspek Kesiapan Belajar
Slameto (2010: 114) menyebutkan bahwa kondisi kesiapan belajar
mencakup tiga aspek, yaitu :
a) Kondisi fisik, mental dan emosional
b) Kebutuhan, motif, dan tujuan
c) Keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.
Sedangkan menurut Darsono (2000: 27) tingkat kesiapan meliputi hal-hal
berikut:
(a) Kondisi fisik tidak kondusif misalnya sakit kesehatan, penglihatan,
pendengaran dan lain-lain.
(b) Kondisi psikologis yang kurang baik semisal gelisah, tertekan dan sebagainya.
(c) Kondisi emosional.
Senada dengan pendapat Darsono, menurut Djamarah (2008: 35)
faktor-faktor kesiapan meliputi :
(a) Kondisi fisik, semisal tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk,
dan sebagainya ).
(b) Kesiapan psikis, misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan
ada motivasi intrinsik.
Sedangkan menurut Nasution (2011: 179-183) pra-kondisi belajar terdiri
dari:
(a) Perhatian
Untuk mengamati sesuatu diperlukan perhatian. Anak harus melihat
gambar atau buku dan bukan melihat keluar jika ingin belajar. Kita tentu dapat
memikirkan berbagai cara untuk menarik perhatian anak dengan memberikan
stimulus yang baru, beraneka ragam, atau berintensitas tinggi. Namun lebih
penting ialah memupuk “attentional set” sikap memperhatikan pada anak,
sehingga perhatian juga diatur secara intern oleh anak itu, maka anak itu dapat
memberi perhatiannya, walaupun ada hal-hal lain yang menarik perhatiannya.
(b) Motivasi belajar
Motivasi perilaku manusia merupakan topik yang sangat luas. Banyak
macam motivasi dan para ahli meneliti tentang bagaimana asal dan
perkembangannya dan menjadi suatu daya dalam mengarahkan perilaku
seseorang. Motivasi diakui sebagai hal yang sangat penting bagi pelajaran di
sekolah. Setidaknya anak harus memiliki motivasi untuk belajar di sekolah.
Menurut Skinner dalam Nasution (2011: 182) maslaah motivasi bukan soal
memberikan motivasi, akan tetapi mengatur kondisi belajar sehingga memberikan
reinforcement. Motivasi dianggap lebih tinggi tarafnya daripada penguasaan tugas
ialah “achievement motivation” yakni motivasi untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu. Motivasi ini lebih mantap dan memberikan dorongan
kepada sejumlah besar kegiatan, termasuk yang berkaitan dengan pelajaran
berbagai hal yang dapat mempertinggi motivasi ini, misalnya dengan merumuskan
tujuan dengan jelas, mengetahui kemajuan yang dicapai, merasa turut
bertanggungjawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.
(c) Perkembangan Kesiapan
Slameto (2010: 113) perkembangan kesiapan adalah suatu proses yang
dapat menimbulkan perubahan pada diri seseorang, perubahan itu terjadi karena
adanya pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan bertambahnya usia dari
seseorang itu. Kesiapan juga dapat diartikan sebagai kematangan membentuk sifat
dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu.
Perkembangan kesiapan siswa yang harus dicapai adalah bagaimana siswa
harus siap dalam proses belajar yang dilakukan yang dapat menunjang siswa
tersebut ketika menghadapi ujian yang diadakan. Dengan adanya kesiapan
tersebut siswa pasti akan merasa yakin dengan semua jawaban yang dikerjakan
dan dapat meningkatkan rasa optimisme yang dimiliki oleh seorang siswa.
Dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai indikator dalam
kesiapan belajar yaitu kondisi fisik siswa, kondisi mental, kondisi psikologis,
kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan.
2.2.3 Pengembangan Kesiapan Belajar
Djamarah (2008: 35) menjelaskan bahwa “kesiapan belajar merupakan
kondisi yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan”. Sedangkan
Nasution (2011: 179) menjelaskan bahwa “kesiapan belajar adalah kondisi
kesediaan ini proses belajar tidak akan terjadi. Maka dapat disimpulkan bahwa
kesiapan belajar merupakan suatu kondisi awal individu yang membuatnya siap
untuk merespon rangsangan dari luar dengan tujuan untuk mencapai pengajaran
tertentu. Maka dapat disimpulakan bahwa kesiapan belajar merupakan suatu
kondisi awal individu yang membuatnya siap untuk merespon rangsangan dari
luar dengan cepat baik rangsangan yang diterima untuk mencapai tujuan
pengajaran tertentu.
Slameto (2010: 114) menyebutkan bahwa “kondisi kesiapan belajar
mencakup tiga aspek, yaitu: a) kondisi fisik, mental dan emosional; b) kebutuhan,
motif, dan tujuan; c) keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang
telah dipelajari”. Senada dengan Slameto (2010), Djamarah (2008: 35)
menyebutkan bahwa “faktor-faktor kesiapan meliputi : a) kondisi fisik, semisal
tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk, dan sebagainya); b)
kesiapan psikis, misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan ada
motivasi intrinsik; c) kesiapan materiil, semisal ada bahan yang dipelajari atau
dikerjakan. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai indikator kesiapan
belajar adalah kondisi fisik, kondisi mental, kondisi psikologis, kondisi
emosional, kebutuhan, dan pengetahuan”.
Adapun indikator kesiapan belajar dalam penelitian ini yaitu: (1) kondisi
fisik siswa, (2) kondisi mental, (3) kondisi emosional, (4) kebutuhan, dan (5)
pengetahuan. Kondisi fisik yang dimaksud adalah keadaan dimana siswa mampu
menjaga kesehatan tubuhnya, mampu memahami dan menerima kondisi fisiknya.
yang dimiliki siswa untuk menyampaikan pendapatnya. Kondisi emosional yang
biasanya berpengaruh pada kesiapan belajar siswa adalah perasaan tertekan atau
tidaknya siswa. Kebutuhan siswa terkait dengan kesiapan belajar yang dimaksud
bisa berupa materi maupun non materi. Yang berupa kebutuhan materi adalah alat
dan bahan penunjang siswa dalam membentuk kesiapan belajarnya seperti buku
pelajaran dan alat tulis dll. Sedangkan kebutuhan siswa berupa non materi adalah
motivasi untuk belajar. Motivasi ini datangnya bisa dari dalam diri siswa itu
sendiri maupun dari lingkungan sekitar siswa. Sedangkan faktor yang terakhir
adalah pengetahuan siswa. Pengetahuan yang dimaksud adalah wawasan siswa
tentang sesuatu baik berupa materi pelajaran maupun materi diluar pelajaran.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesiapan
belajar siswa diantaranya adalah teknik role playing, model simbolik, permainan,
diskusi kelompok, pemecahan masalah, pemberian informasi.
Dari berbagai teknik yang ada, teknik role playing dipilih peneliti untuk
membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa. Hal ini didasarkan dari pendapat
Romlah (1994: 48) menjelaskan bahwa “teknik role playing adalah sesuatu yang
berkaitan dengan pendidikan, dimana seseorang memainkan situasi imajinatif
dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri, meningkatkan
ketrampilan-ketrampilan berperilaku, menganalisis perilaku, atau menunjukkan
kepada orang lain bagaimana perilaku seseorang, atau bagaimana seseorang harus
berperilaku”. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui
teknik role playing siswa yang kurang memiliki kesiapan belajar dapat
kondisi mental, kondisi psikologis, kondisi emosional, kebutuhan, dan
pengetahuan dengan melakukan simulasi secara langsung sehingga siswa dapat
mempraktekkan dan merasakan secara langsung cara meningkatkan kesiapan
belajar.
Dalam bimbingan dan konseling ada beberapa layanan yang digunakan
sebagai media untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa, meliputi layanan
orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, bimbingan
kelompok, konseling kelompok, konseling individu, mediasi, dan konsultasi.
Untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa, peneliti memilih layanan bimbingan
kelompok sebagai media pelaksanakan teknik role playing. Alasan pemilihan
layanan bimbingan kelompok sebagai media pelaksanakan teknik role playing
untuk meningkatkan kesiapan belajaradalah karena layanan bimbingan kelompok
merupakan sarana belajar bersama bagi siswa dan sarana pengembangan
indikator-indikator kesiapan belajar yang meliputi kondisi fisik, kondisi mental,
kondisi psikologis, kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan dengan
memanfaatkan dinamika kelompok yang didalamnya terjadi proses mempengaruhi
siswa untuk meningkatkan kesiapan belajarnya. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang efektif
digunakan untuk meningkatkan kesiapan belajar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan memberikan layanan
bimbingan kelompok dengan teknik role playing dapat memberikan pemahaman
tentang manfaat dari memiliki kesiapan belajar sehingga siswa dapat mengubah
ini kesiapan belajar agar dapat menjalani kehidupannya secara efektif. Oleh sebab
itu, layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing dipilih peneliti dapat
meningkatkan kesiapan belajar pada diri siswa.
Sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok teknik role playing,
siswa diberikan pre-test untuk mengetahui kesiapan belajar mereka sebelum diberi
layanan. Peneliti mengambil sampel 10 siswa dari berbagai kategori hal ini
bertujuan agar tercipta dinamika kelompok. Kegiatan ini dimulai melalui beberapa
tahap, yaitu:
2.2.3.1Tahap Orientasi
Tahap Orientasi ini merupakan tahap pengenalan dan pelibatan diri
anggota ke dalam kelompok. Tujuan utama tahap orientasi adalah untuk saling
mengenal dan mengetahui identitas masing-masing anggota kelompok, dan
mengembangkan kepercayaan anggota kelompok
2.2.3.2 Tahap Pembinaan Norma dan Tujuan Kelompok
Pada tahap ini pemimpin kelompok memberikan arah pada perkembangan
kelompok menjadi produktif, interaksi anggota lebih lancar.
2.2.3.3 Tahap Mengatasi Pertentangan-pertentangan dalam Kelompok
Tahap ketiga dalam perkembangan kelompok merupakan tahap mulai
timbulnya pertentangan-pertentangan dalam kelompok yaitu adanya usaha
dan telah bekerja sama dalam berkomunikasi secara lebih terbuka dan langsung,
maka pertentangan-pertentangan akan bertambah. Pada tahap ini pemimpin
kelompok menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:
(a) Meninjau pemahaman anggota terhadap apa yang akan dilaksanakannya
apakah masih ragu-ragu untuk mengikuti layanan bimbingan kelompok
(b) Melihat suasana dan situasi anggota kelompok
(c) Menanyakan kepada anggota kelompok apakah sudah siap menuju ke
kegiatan selanjutnya.
2.2.3.4Tahap Produktivitas
Tahap ini merupakan tahap inti dari kegiatan bimbingan kelompok dengan
suasana yang akan dicapai, yaitu terbahasnya secara tuntas permasalahan yang
dihadapi anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri,
baik untuk mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat dan melatih
percaya diri mengeluarkan pendapat didepan umum. Pada tahap ini dilaksanakan
juga tahapan teknik role playing dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1)
menentukan masalah yang akan dimainkan, (2) menyiapkan skenario role playing,
(3) menentukan pemain yang sesuai dengan karakter yang akan dimainkan serta
para penonton yang akan mengamati pelaksanaan role playing, (4) melaksanakan
role playin), (5) mendiskusikan dan evaluasi bersama antar kelompok pemain dan
penonton, pengulangan role playing jika belum ditemukan pemecahan masalah
2.2.3.5Tahap Pengakhiran Kelompok atau Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahapan berhentinya kegiatan, sebelum kegiatan
berakhir, dilakukan kesepakatan kelompok terlebih dahulu. Kesepakatan tersebut
mengenai apakah kelompok akan melanjutkan kegiatan dan bertemu kembali
serta berapa kali kelompok itu bertemu. Dengan kata lain kelompok yang harus
menetapkan sendiri kegiatan lanjutan sesuai dengan persetujuan bersama.
Setelah semua rangkaian kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik role
playing terlaksana dengan baik dari awal hingga tahap akhir. Pemimpin kelompok
memimpin dan menutup kegiatan bimbingan kelompok dan melakukan penilaian
segera secara lisan yang mencakup kefahaman, kenyamanan, dan perubahan
perasaan setelah mengikuti kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik role
playing. Pemimpin kelompok mengakhiri dengan kesimpulan atas topik yang
telah dibahas, ataupun mempersilahkan kepada anggota kelompok untuk
menyampaikan kesimpulan. Dalam tahap ini pemimpin kelompok membahas
rencana kegiatan lanjutan bila diperlukan.
Melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing ini
setiap siswa diberikan kesempatan meningkatkan kesiapan belajar dengan
memperagakan secara langsung skenario dengan tema indikator-indikator
kesiapan belajar, berbagi informasi mengenai kesiapan belajar, dan
2.3 Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing
2.3.1 Layanan Bimbingan Kelompok
2.3.1.1Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Ada beberapa pengertian bimbingan kelompok menurut para ahli, salah
satunya menurut Winkel & Sri Hastuti (2006: 565) menyebutkan bahwa
bimbingan kelompok adalah cara memberikan kepada individu (siswa) melalui
kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk
menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat
mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.
Gazda dalam Prayitno (2004: 309) bimbingan kelompok di sekolah
merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka
menyusun rencana dan keputusan yang tepat dan bimbingan kelompok
diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional,
dan sosial.
Prayitno (2004: 27) dalam bimbingan kelompok membahas materi
topik-topik umum, baik “topik-topik tugas” maupun “topik-topik bebas”. Topik tugas adalah topik-topik
atau pokok bahasan yang datangnya dari pemimpin kelompok dan ditugaskan
kepada anggota kelompok untuk membahasnya, sedangkan topik bebas adalah
topik atau pokok bahasan yang datangnya atau dikemukakan secara bebas oleh
para anggota kelompok.
Romlah (2001: 3) mendefinisikan bahwa bimbingan kelompok merupakan
salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat
minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok.
Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa
dan mengembangkan potensi siswa.
Sukardi (2008: 64) menjelaskan bimbingan kelompok merupakan layanan
bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik bersama-sama
memperoleh berbagai bahan dari konselor yang berguna untuk menunjang
kehidupannya sehari-hari baik sebagai pelajar, keluarga dan masyarakat serta
pertimbangan untuk pengambilan keputusan.
Wibowo (2005: 17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu
kegiatan kelompok dimana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi
dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk
membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh
sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya
interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan
sebagainya, di mana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang
bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.
2.3.1.2Tujuan Bimbingan Kelompok
Setiap kegiatan pasti mempunyai tujuan, sama halnya dengan bimbingan
kelompok juga memiliki tujuan menurut Romlah (2001: 15) tujuan bimbingan
1) Memberikan kesempatan-kesempatan apada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.
2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan-kegiatan kelompok.
3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan individu.
4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih aktif.
Menurut Sukardi (2008: 64) tujuan dari bimbingan kelompok adalah
kegiatan yang menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu sebagai pelajar,
anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam mengambil
keputusan.
Sedangkan menurut Prayitno (2004: 310) tujuan bimbingan kelompok
adalah pemberian informasi pada anggota kelompok. Lebih jauhnya, informasi itu
akan digunakan untuk menyusun rencana dan membuat keputusan, atau untuk
keperluan lain yang relevan dengan informasi yang diberikan.
Dalam penelitian ini tujuan yang akan dicapai adalah meningkatkan
kesiapan belajar siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan layanan bimbingan
kelompok yang telah dipaparkan oleh para ahli yaitu merupakan media
pengembangan diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi
menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta
aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan
potensi diri serta dapat meningkatkan kesiapan belajar individu.
2.3.1.3Fungsi Bimbingan Kelompok
Menurut Mugiarso (2005: 66) fungsi utama dari layanan bimbingan
Fungsi pemahaman dalam hal ini maksudnya adalah siswa dapat
memahami berbagai informasi yang terkandung dalam kegiatan bimbingan
kelompok. Sedangkan fungsi pengembangan adalah dengan mengikuti bimbingan
kelompok, maka kemampuan siswa baik dalam hal komunikasi maupun
sosialisasi dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian dapat terwujud
perilaku yang lebih efektif.
Kaitan fungsi bimbingan kelompok dengan penelitian ini adalah bahwa
layanan bimbingan kelompok sangat tepat digunakan untuk meningkatkan
kesiapan belajar siswa. Hal ini karena melalui layanan bimbingan kelompok
peneliti dapat memberikan pemahaman tentang berbagai informasi mengenai
kesiapan belajar kepada siswa VB. Dan pada fungsi pengembangan bahwa
melalui bimbingan kelompok siswa dapat mengembangkan indikator-indikator
kesiapan belajar yang meliputi kondisi fisik, kondisi mental, kondisi psikologis,
kondisi emosional, kebutuhan, dan pengetahuan dengan memanfaatkan dinamika
kelompok yang ada yaitu proses mempengaruhi siswa dengan cara bertukar
wawasan/ pengetahuan antar anggota kelompok mengenai cara mengembangkan
indikator-indikator kesiapan belajar.
2.3.1.4Asas Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (2004: 13) asas-asas yang ada dalam layanan bimbingan
(1) Asas kerahasiaan; Para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi
apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak
diketahui orang lain
(2) Asas keterbukaan; Para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat,
ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa
adanya rasa malu dan ragu-ragu.
(3) Asas kesukarelaan; Semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan
tanpamalu atau dipaksa oleh teman lain atau pemimpin kelompok
(4) Asas kenormatifan; Semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak
bolehbertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.
(5) Asas kekinian; memberikan materi yang bersifat aktual dan hal-hal yang
terjadi sekarang. Hal-hal yang akan datang direncanakan sesuai dengan
kondisi sekarang.
Dalam penelitian ini kelima asas yang telah dipaparkan oleh Prayitno
(2004) harus ada. Asas tersebut sangat penting karena asas tersebut yang dijadikan
acuan peneliti dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok.
2.3.1.5Komponen-komponen Bimbingan Kelompok
Terdapat dua komponen utama yang ada dalam pelaksanaan layanan
bimbingan kelompok yaitu pemimpin kelompok dan anggota kelompok. Jika
salah satu komponen dalam BKp ini tidak dipenuhi, maka layanan BKp ini tidak
dapat dilaksanakan. Menurut Prayitno (2004: 4) bahwa komponen bimbingan
2.3.1.5.1 Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang
menyelenggarakan praktik konseling profesional. Dalam BKp tugas PK adalah
memimpin kelompok yang bernuansa layanan konseling melalui “bahasa”
konseling untuk mencapai tujuan-tujuan konseling. Secara khusus, PK diwajibkan
menghidupkan dinamika kelompok di antara semua peserta seintensif mungkin
yang mengarah kepada pencapaian tujuan-tujuan umum dan khusus.
2.3.1.5.1.2 Karakteristik PK
Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya, PK adalah
seseorang yang:
(1) PK adalah seorang yang mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya
sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota
kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung
dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan
rasa nyaman, menggembirakan, dan membahagiakan, serta mencapai tujuan
bersama kelompok.
(2) Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani,
meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasan yang tumbuh
dalam aktifitas kelompok.
(3) Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman,
antagonistik) dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, tanpa
memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura,
disiplin dan kerja keras.
Dalam penelitian ini peneliti membentuk kelompok dengan memberikan
rasa nyaman, mengeembirakan, dan membahagiakan, peneliti juga menyiapkan
materi tentang kesiapan belajar dan peneliti menjalin hubungan yang akrab
dengan anggota kelompok.
2.3.1.5.1.3 Peran PK
Dalam mengarahkan suasana kelompok melalui dinamika kelompok. PK
berperan dalam:
(1) Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri atas 8-10
orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif
mengembangkan dinamika kelompok, yaitu: terjadinya hubungan
antara-anggota kelompok menuju keakraban diantara mereka, tumbuhnya tujuan
bersama diantara anggota kelompok dalam suasana kebersamaan,
berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok,
terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, serta terbinanya
kemandirian kelompok.
(2) Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa dan
bagaimana layanan BKp dilaksanakan.
(3) Pentahapan kegiatan BKp
(5) Tindak lanjut layanan
Peran peneliti dalan penelitian ini adalah membentuk kelompok sesuai
dengan tujuan penelitian, menyampaikan tujuan dan manfaat dilaksanakannya
kegiatan, melaksanakan tahapan kegiatan sesuai dengan tahapan pedoman dari
Roemlah (2004), dan melaksanakan evaluasi.
2.3.1.5.2 Anggota Kelompok
Untuk terselenggaranya BKp seorang konselor perlu membentuk
kumpulan individu menjadi sebuah kelompok. Dalam pembentukan anggota
kelompok jumlah anggota kelompok dan homogenitas/heterogenitas anggota
kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok.
2.3.1.5.2.1 Besarnya Kelompok
Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi
efektifitas BKp. Kedalaman dan variasi pembahasan menjadi terbatas, karena
sumbernya juga terbatas. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar juga kurang
efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif
individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang intensif, kesempatan
berbicara, dan memberikan/menerima “sentuhan” dalam kelompok kurang,
padahal melalui “sentuhan-sentuhan” dengan frekuensi tinggi itu individu
memperoleh manfaat langsung dalam layanan BKp.
Perubahan yang intensif dan mendalam memerlukan sumber-sumber yang
bervariasi. Layanan BKp memerlukan anggota kelompok yang dapat menjadi
sumber-sumber bervariasi untuk memecahkan masalah tertentu. Anggota
kelompok yang homogen kurang efektif dalam BKp. Sebaliknya, anggota
kelompok yang heterogen akan menjadi sumber yang lebih kaya untuk pencapaian
tujuan layanan. Pembahasan dapat ditinjau dari beberapa sisi, tidak monoton, dan
terbuka. Heterogenitas dapat mendobrak dan memecahkan kebekuan yang terjadi
akibat homogenitas anggota kelompok.
2.3.1.5.2.3Peranan Anggota Kelompok
(1) Aktifitas mandiri, peran anggota kelompok (AK) dalam layanan BKp bersifat
dari, oleh, dan untuk AK itu sendiri. Masing-masing AK beraktifitas langsung
dan mandiri dalam bentuk mendengar, memahami dan merespon dengan tepat
dan positif (3-M), berpikir dan berpendapat, menganalisis, mengkritisi dan
beragumentasi, merasa, berempati dan bersikap, berpartisipasi dalam kegiatan
bersama.
(2) Aktifitas mandiri masing-masing AK itu diorientasikan pada kehidupan
bersama dalam kelompok. Kebersamaan ini diwujudkan melalui: pembinaan
keakraban dan keterlibatan secara emosional antar AK, kepatuhan terhadap
aturan kegiatan dalam kelompok, komunikasi jelas dan lugas dengan lembut
dan bertatakrama, saling memahami, memberi kesempatan dan membantu,
2.3.1.6Prosedur Pelaksanaan Bimbingan Kelompok
Suatu proses layanan sangat ditentukan pada prosedur pelaksanaan
sehingga terarah dan tepat sasaran. Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok,
terdapat prosedur pelaksanaan bimbingan kelompok yang telah diungkapkan
Romlah (2001: 68-83), yaitu tahap orientasi, tahap pengakhiran kelompok atau
tahap terminasi, tahap produktivitas, tahap mengatasi pertentangan-pertentangan
dalam kelompok, dan tahap pembinaan norma dan tujuan kelompok. Tahapan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
2.3.1.6.1 Tahap Orientasi
Tahap orientasi atau tahap penciptaan rasa aman adalah tahap awal
kelompok dimana para anggota kelompok merasa tidak aman, cemas berada
dalam situasi baru, dan ingin mengetahui apa yang akan terjadi dalam kelompok.
Tujuan utama tahap orientasi adalah untuk saling mengenal dan mengetahui
identitas masing-masing anggota kelompok, dan mengembangkan kepercayaan
anggota kelompok.
2.3.1.6.2 Tahap Pembinaan Norma dan Tujuan Kelompok
Tahap pembinaan norma dan tujuan kelompok merupakan tahapan yang
penting dalam mengembangkan kelompok karena akan memberikan arah pada
2.3.1.6.3 Tahap Mengatasi Pertentangan-pertentangan dalam Kelompok
Tahap ketiga dalam perkembangan kelompok merupakan tahap mulai
timbulnya pertentangan-pertentangan dalam kelompok yaitu adanya usaha
“menentang” pemimpin kelompok. Setelah anggota kelompok saling mengenal
dan telah bekerja sama dalam berkomunikasi secara lebih terbuka dan langsung,
maka pertentangan-pertentangan akan bertambah. Di sini dituntut para pemimpin
kelompok mampu mengatasi pertentangan-pertentangan tersebut.
2.3.1.6.4 Tahap Produktivitas
Tahap produktivitas dalam perkembangan kelompok adalah tahap dimana
kelompok telah tumbuh menjadi suatu tim yang produktif dan telah mempraktikan
ketrampilan-ketrampilan dan sikap. Sikap yang diperlukan untuk berinteraksi
secara efektif dengan orang lain. Ciri-ciri yang penting dalam tahapan ini adalah
bahwa perhatian anggota kelompok mulai terbagi antara penyeleseian tugas-tugas
kelompok dengan meningkatkan hubungan antar pribadi. Ciri lain tahap ini adalah
bertambahnya keintiman hubungan antara anggota kelompok dengan pemimpin
kelompok.
Pada tahapan ini diterapkan beberapa teknik-teknik dalam bimbingan
kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu, teknik yang dapat digunakan
antara lain teknik pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah
(problem solving), permainan peran (role playing), permainan simulasi
(simulation games), karya wisata (field trip) dan teknik penciptaan kekeluargaan
Teknik yang digunakan peneliti untuk meningkatkan kesiapan belajar
siswa kelas VB di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang adalah teknik role
playing.