Laporan Pengantar Tugas Akhir
SOSIALISASI MITIGASI GEMPA BUMI PADA GEDUNG
BERTINGKAT DI KOTA BANDUNG
DK 26313/Tugas Akhir
Semester II 2013-2014
Oleh:
Aqwam Fiazmi Hanifan
52109021
Program Studi Desain Grafis
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae
Data Pribadi / Personal Details
Nama : Aqwam Fiazmi Hanifan
Alamat : Jalan Kacapiring No.86, Laswi
Bandung-Jawa Barat Nomor Telepon / Selular : 085624990209
Email : aqwam.hanifan@gmail.com
Blog : garistepilapanghijau.wordpress.com
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Kelahiran : Cianjur, 5 Juni 1991
Status Marital : Lajang
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan dan Pelatihan
Jenjang Pendidikan :
Periode Sekolah / Institusi / Universitas
Jurusan Jenjang IPK
1996 - 200 SD Muhammadiyah 2 Denpasar SD
2003 - 2006 SMPN 4 Cianjur SMP
2006 - 2009 SMKN 1 Cilaku-Cianjur SMA
Pendidikan Non Formal / Training – Seminar
1. Typografy Type Are Fun UNKL347 2. Pelatihan Jurnalistik Jawa Pos Group
Riwayat Pengalaman Kerja
Tahun : 2009 - 2010
Instansi / Perusahaan : rball.com (Freelancer)
Posisi : Koresponden Wilayah
Job Deskripsi : Laporan langsung pertandingan sepak
bola di lapangan secara ontime via telepon
Tahun : 2010 - 2012
Instansi / Perusahaan : Harian Umum Bandung Ekpres (Jawa Pos group)
Posisi : Wartawan tulis
Job Deskripsi : menghasilkan karya jurnalistik berupa tulisan berita, opini, atau feature yang berkaitan dengan pemerintahan,
perpolitikan, serta kegiatan masyarakat Kota Bandung. Tak hanya itu, Saya pun ditugasi pula untuk mengisi halaman Persib Bandung dan Olah raga.
Tahun : 2010 - 2013
Instansi / Perusahaan : rball.com
Posisi : Country Manager (Freelancer)
Job Deskripsi : Mencari dan membawahi koresponden
diberbagai wilayah di Indonesia.
Instansi / Perusahaan : Rakyat Merdeka (Harian umum Lampu Hijau, Rakyat Merdeka dan www.rmol.co )
Posisi : Kontributor daerah
Job Deskripsi : Mencari berita di daerah Bandung Raya diberbagai desk, baik itu kriminal, politik, olahraga dll.
Tahun : 2013 - Sekarang
Instansi / Perusahaan : detik.com (Pandit Football Indonesia)
Posisi : Kolumnis tetap di detiksport.com
Job Deskripsi : Tergabung dalam Pandit Football
Indonesia menjadi distributor konten tetap untuk detik.com, membuat tulisan dan analisa mendalam terkait dengan sepakbola dilihat dari berbagai sisi baik itu sejarah, ekonomi, politik, sosbud maupun taktik dan srategi.
Tahun : Mei – Juli 2013
Instansi / Perusahaan : Harian Umum Kompas biro Jabar
Posisi : Magang copywriter
Job Deskripsi : Membuat berita yang berkaitan dengan
iklan dan bisnis.
Tahun : 2014 - Sekarang
Instansi / Perusahaan : panditfootball.com
Posisi : Redaktur Pelaksana
Job Deskripsi : menjadi pengatur dan pemimpin website
berita sepakbola panditfootball.com
Kecakapan Berbahasa
No Bahasa Kemampuan
Membaca Menulis Berbicara Mendengar
1 Indonesia X X X X
Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
LEMBAR SURAT HAK EKSLUSIF ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
Bab I PENDAHULUAN ... I.1 Latar Belakang Masalah... 1
I.2 Identifikasi Masalah ... 4
I.3 Rumusan Masalah ... 4
I.4 Batasan Masalah ... 4
I.5 Tujuan Perancangan ... 5
BAB IISOSIALISASI MITIGASI GEMPA BUMI PADA BANGUNAN BERTINGKAT DI KOTA BANDUNG ... II.1 Pengertian Sosialisasi ... 6
II.2 Pengertian Evakuasi ... 6
II.3 Pengertian Bencana. ... 7
II.3.1 Penanggulangan Bencana ... 7
viii
II.4.1 Karakteristik Gempa Bumi ... 8
II.4.2 Faktor Kerusakan Akibat Gempa bumi ... 9
II.4.3 Mengukur Kekuatan Gempa Dengan Indera Manusia ... 9
II.4.4 Dampak akibat Gempa Bumi ... 10
II.5. Kota Bandung... 12
II.5.1 Kota Bandung Rawan Gempa ... 12
II.5.2 Daerah yang Terkena Saat Terjadi Gempa di Kota Bandung ... 13
II.5.3 Upaya Pemkot Bandung Optimalisasi Mitigasi Gempa ... 14
II.5.4 Macam Bangunan Bertingkat di Kota Bandung ... 14
II.6 Sosialisasi Gempa Bumi Pada Bangunan Bertingkat ... 15
II.7 Analisa Mental masyarakat Dalam Menghadapi Gempa ... 16
II.8 Kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi ... 17
II.9 Analisa ... 21
BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL ... 3.1 Srategi Perancangan ... 23
3.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 23
Pendekatan Komunikasi Verbal ... 24
Pendekatan Komunikasi Visual ... 24
3.1.2 Strategi Kreatif ... 24
3.1.3 Strategi Media ... 25
3.1.3.1 Pemilihan Media ... 25
ix
3.2.1 Format Desain ... 27
3.2.3 Tipografi ... 27
3.2.4 Ilustrasi ... 28
3.2.5 Warna ... 30
3.2.6 Tata Letak ... 31
BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA ... vii
4.1 Pra Produksi ... 34
4.1.1 Sketsa... 34
4.1.2 Pengolahan Gambar Lewat Komputer ... 34
4.2Teknik Produksi ... 34
4.2.1 Media Utama... 34
Ambient Media ... 34
4.2.2 Media Pendukung ... 38
Poster ... 38
Flayer ... 39
Kalender ... 40
Stiker ... 41
Pin ... 42
43
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika. Gempa Bumi tersedia di
http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Geofisika/Gempabumi.bmkg [1
Desember 2012]
Bemellen R.W.Van, (1949). The Geology of Indonesia, Netherland: Goverment Printing
Office, The Hague.
Budiati Harijono, Sri Woro . Gempa Bumi Skala Kecil Diperkirakan Terus Terjadi
tersedia di
http://www.rmol.co/read/2011/02/27/19452/Sri-Woro-Budiati-Harijono:-Gempa-Bumi-Skala-Kecil-Diperkirakan-Terus-Terjadi- [3 Desember
2012]
Dzikron, Muhammad. (2006). Tsunami Aceh, bencana alam atau rekayasa. Solo:
Muhammad Toufiq & Partners
Husein, Rachmawati (2009, Oktober 29). Jalur Evakuasi Gempa Dillupakan. Kompas
Paramartha, Divisi Manejemen Bencana. (2010). Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi
Gempa Bumi. Bandung: Paramartha.
Pemerintah Kota Bandung. Sekilas Sejarah, Iklim, Wilayah dan Penduduk tersedia di
http://www.bandung.go.id/?fa=sekilas.detail&id=10 [15 Desember 2012]
Purbani, Kamalia. Ini Dia Daerah Rawan Bencana di Kota Bandung tersedia di
http://bandung.detik.com/read/2011/05/25/230009/1647210/486/ini-dia-daerah-rawan-bencana-di kota-bandung [15 Desember 2012]
Purwo Nugroho, Sutopo. (2012, September 15). Korban gempa cukup tinggi karena
kontruksi bangunan yang asal-asalan. Tribun Jabar.
Pemerintah Kota Bandung. Peraturan Daerah No.18 Tahun 2011 tentang Tata Ruang
Wilayah.
Soekanto, Soerjono. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafimdo Persada.
Surahman, Adang. Bandung Timur dan Selatan Rawan Gempa tersedia di
http://www.tempo.co/read/news/2010/03/02/058229460/Bandung-Timur-dan-Selatan-Rawan-Gempa [15 Desember 2012]
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Nomer 27 Tahun 2010 tentang
Penanggulangan Bencana.
Wichmann, Arthur. Gempa bumi di Gugusan Khatulistiwa. Yogyakarta: Matapadi
iv KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan sementara untuk memenuhi
syarat sidang awal tugas akhir dengan mengambil tema tentang media promosi yang berjudul “Sosialisasi Mitigasi Bencana Gempa Bumi pada Bangunan Bertingkat di Kota Bandung”.
Dalam menyusun laporan ini, tidak mungkin penulis dapat menyelesaikannya
tanpa ada bantuan dan masukan dari berbagai pihak atas segala kelancarannya.
Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah penulis terima
dari semua pihak yang telah membantu, terutama orang tua yang selalu
mendoakan dan dosen pembimbing, Taufan Hidayatullah, S.Sn.,M.Ds,
dosen-dosen yang selalu memberi masukan, tak lupa dukungan dari Nuri Mandan Sari
dan rekan-rekan kampus lainnya.
Akhirnya, semoga laporan ini dapat membawa manfaat yang besar bagi penulis
khususnya maupun kepada pembaca dan sudi kiranya memberikan kritik, saran
serta masukan atas ketidak sempurnaannya penyusunan laporan sementara ini.
Bandung, Agustus 2014
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam beberapa tahun terakhir negara Indonesia kerap dilanda bencana gempa
bumi, karena jika dilihat dari posisi geografis, Indonesia adalah negara kepulauan
yang diapit 3 lempeng tektonik terbesar didunia yaitu lempeng Eurasia,
Australia, dan lempeng Pasifik.Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi
akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan
patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya
gempabumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang
dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga
efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. selain itu gempa bumi dapat
juga disebabkan oleh aktivitas gunung api.(Arthur Wichmann, h.158)
Bencana gempa bumi memiliki karakteristik yang khas, berlangsung dalam waktu
yang sangat singkat berkisar 1 - 5 menit, lokasi kejadiannya pun tertentu hanya di
beberapa titik yang berada di antara lempeng bumi, hal inilah yang membuat
gempa akan selalu berpotensi terulang kembali. Sayangnya kendati begitu, sampai
sekarang peneliti belum mampu memprediksi pasti kapan akan terjadi gempa
dalam satu wilayah. Permasalahan lainnya, gempa bumi tidak dapat dicegah oleh
siapapun dengan teknologi apapun, hanya saja akibat yang ditimbulkan dapat
dikurangi.(infobmkg.go.id)
Sebagai negara rawan gempa, hampir setiap tahun Indonesia dilanda gempa, baik
yang ringan maupun yang terhitung dahsya.Korban yang dihasilkan pun
jumlahnya relatif banyak. Dari data Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG)
terhitung sejak tahun 2000, korban tewas akibat gempa mencapai 300.000 jiwa
lebih, korban terbanyak dihasilkan saat kejadian tsunami di Aceh tahun 2004 yang
sebelum terjadi tsunami didahului oleh gempa dengan kekuatan 9,0 skala ritcher.
2
gempa Yogyakarta tahun 2006 yang merengut 6000 jiwa dan gempa Padang 2009
yang menelan 1100 jiwa.
Lain daripada itu, rentan waktu 2004-2011 gempa bumi sering dialami baik itu
Indonesia bagian barat, tengah maupun timur, hanya saja korban yang berjatuhan
relatif sedikit, karena pusat gempa yang jauh dari perkotaan, yang masih sedikit
terdapat bangunan.
Indonesia negara paling beresiko terkena gempa dan tsunami di seluruh dunia
karena memiliki titik gempa terbanyak di dunia, mencapai 129 titik. Bahkan
Lebih beresiko daripada Jepang yang hanya memiliki 1 titik gempa, ironisnya
Indonesia masih kalah dari Jepang dalam soal urusan struktur bangunan,
mayoritas bangunan gedung dan rumah di Jepang di desain tahan gempa dengan
bahan khusus, desain unik dan memakai suspensi. Kepala Pusat Data, Informasi,
dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo
Nugroho merinci sampel dampak gempa besar seperti di Padang menyebabkan
114.797 rumah rusak berat, 67.198 rumah rusak sedang, dan 67.838 rumah rusak
ringan, serta ratusan bangunan hancur. Bahkan 1.195 orang meninggal dan 619
orang luka-luka. Gempa yang relatif kecil pun ternyata juga merusak 560 rumah
di Bogor dan Sukabumi saat gempabumi 4,8 SR pada Minggu, 09/09/12. Hal ini
terjadi karena umumnya kerusakan bangunan karena tidak dibangun dengan
konstruksi tahan gempa, (Tribun Jabar, 15/09/2012) Dari data yang disampaikan
Kebanyakan bangunan di Indonesia rentan akan gempa, dan mudah ambruk jika
terjadi gempa
Hal ini akan berdampak pada tingginya angka korban tewas dan luka saat kejadian
gempa bumi. Menurut Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang mengurusi
urusan gempa yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengatakan
pada khakikatnya gempa itu tidak membunuh secara langsung,tetapi merusakkan
struktur tanah dan bangunan yang ada diatas tanah tersebut. Pada saat bangunan
runtuh itulah banyak orang tertimpa yang akhirnya menjadi korban. Biasanya
gempa bumi mengancam perkampungan dengan konstruksi bangunan yang lemah
3
bangunan tanah atau tembok tanpa betonisasi, bangunan dengan atap yang berat,
dan bangunan tua yang sudah rapuh.
Menurut Van Bemellen (2000,) Bandung terletak pada zona Bandung, suatu zona
yang merupakan zona gempa di Jawa Barat, zona ini merupakan zona yang berada
di tengah struktur utama ataupun daerah yang dilewati oleh struktur utama
lempeng, sehingga Bandung merupakan daerah yang sangat rawan bencana
gempa bumi.
Tak hanya itu, Bandung pun rawan terkena dampak gempa meskipun lokasi titik
gempa tak berada di zona Bandung. Tercatat sejak tahun 2000, Bandung sempat
dilanda 14 kali gempa yang titik pusat gempa jauh ratusan kilometer berada di
luar zona Bandung. Kendati belum menimbulkan korban jiwa, namun banyak
kerusakan yang dihasilkan seperti saat gempa tasikmalaya tahun 2009, yang
menimbulkan kerusakan dibeberapa titik kota Bandung (Detikcom, 10/9/2009)
Berdasarkan wawancara terhadap Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
BNPB Jabar Dadang Abdulrahman Ronda pada tanggal 20 April 2014, dari
survey yang mereka lakukan pada tahun 2013, hampir 70% warga kota Bandung
yakin bahwa Bandung bukanlah kota yang rawan terjadi gempa. Terlebih,
sosialisasi yang ada selama ini belum efektif karena belum melibatkan instansi
terkait seperti BPBD dan lebih dilakukan oleh satuan kerja perangkat dinas yang
bukan ahli dalam soal menangani dan antisipasi terhadap bencana gempa.
Ironisnya perumbuhan bangunan bertingkat dari hari ke hari semakin bertumbuh
subur. Berdasarkan survey Lembaga Riset dan Sektor Industri, periode
pertumbuhan tahun 2008-2009 ada sekitar 185 bangunan baru bertingkat lebih
dari lima lantai di Kota Bandung. Jumlah itu meningkat menjadi 567 bangunan
baru pada survey yang dilakukan pada periode 2012-2013. Diperkirakan
pertahunnya angka bangunan bertingkat lebih lima lantai baru selalu lebih diatas
4 1.2 Identifikasi Masalah
Melihat latar belakang di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa identifikasi
masalah dari masalah diatas adalah.
1. Masih banyak masyarakat yang tak tahu bahwa Bandung adalahkota yang
rawan gempa.
2. Mayoritas bangunan di kota Bandung terutama bangunan bertingkat masih
mengabaikan sisi antisipasi kekokohan bangunan saat menghadapi
bencana gempa, Sehingga rentan sekali untuk ambruk dan menimbulkan
korban jiwa.
3. Kebanyakan korban dari kejadian gempa bumi merupakan korban yang
berada didalam bangunan, yang terluka dan tewas akibat tertimpa serta
terjebak didalam reruntuhan.Pada dasarnya saat terjadi gempa orang akan
mudah panik, gusar.Hal ini membuat kondisi menjadi tidak tenang dan
kekacauan akan terjadi. Imbasnya membuat evakuasi menjadi lambat
karena orang tergesa-gesa ingin menyelematkan dirinya sendiri tanpa tahu
bagaimana caranya bisa keluar bangunan dengan aman.
4. Sosialisasi terkait tata cara evakuasi gempa dan langkah-langkah
pengamanan terhadap masyarakat di kota Bandung belum cukup optimal.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah diatas, maka permasalahan yang
diteliti difokuskan pada : “Bagaimana menyampaikan informasi dan sosialisasi
dengan media yang tepat yang sesuai kepada masyarakat untuk meningkatkan
mitigasi serta pengetahuan evakuasi saat bencana gempa bumi terjadi di bangunan bertingkat?”
1.4 Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya permasalahan yang ada dan waktu yang terbatas, maka
tugas ini dirancang dengan batasan-batasan permasalahan diantaranya terfokus
pada sosialisasi di bangunan bertingkat yang berada di Kota Bandung khususnya
5 1.5 TujuanPerancangan
Adapun tujuan dari perancangan ini adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran dan informasi tanggap bencana kepada
masyarakat pengguna gedung bertingkat di kota Bandung terkaitBandung
yang merupakankota rawan bencana gempa bumi.
2. Memberikan sosialisasi serta pemahaman akan cara-cara menyelamatkan
diri saat terjadi gempa pada bangunan bertingkat, saat dimana tak
memungkinkan lari keluar gedung.
3. Dapat meminimalisasi jumlah korban saat gempa bumi terjadi di kota
Bandung.
Dengan sosialisasi ini diharapkan dapat mengurangi segala kerugian yang
diakibatkan oleh gempa, baik korban jiwa, materil maupun moril. Sejalan dengan
6 BAB II
SOSIALISASI MITIGASI GEMPA BUMI PADA GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA BANDUNG
II.1 Pengertian Sosialisasi
Menurut Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar (2002)
dijelaskan sosialisasi adalah proses cara dan upaya mengkomunikasikan
kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru dengan tujuan untuk mendidik
warga masyarakat tersebut agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
dianut. Sosialisasi dapat terjadi melalui interaksi sosial secara langsung ataupun
tidak langsung. Proses sosialisasi dapat berlangsung melalui kelompok sosial,
seperti keluarga, teman sepermainan dan sekolah, lingkungan kerja, maupun
melalui media komunikasi massa. Adapun media komunikasi massa yang dapat
menjadi ajang sosialisasi adalah media cetak dan media elektronik. (h.185)
Dalam kenyataanya proses tipe sosialisasi dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Sosialisasi formal yaitu sosialisasi yang terjadi melalui lembaga yang
berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam institusi negara seperti
pendidikan di sekolah,kampus, perkantoran maupun pemerintahan.
2. Sosialisasi informal yaitu sosialisasi yang terjadi dilingkungan masyarakat
saat berinteraksi bebas baik itu berupa pergaulan dan kekeluargaan,
sesama anggota komunitas dan kelompok-kelompok sosial.
II.2 Pengertian Evakuasi
Secara garis besar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian evakuasi
adalah pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya ke daerah yang
aman.(h.358) urutan evakuasi dapat dibagi ke dalam tahap-tahap berikut :
1. Deteksi : Proses dimana kepastian dan informasi bencana sudah
diketahui pasti apa yang sedang terjadi ditempat tersebut.
2. Keputusan : Proses dimana keputusan evakuasi harus segera diambil
7
3. Alarm : Alarm dibunyikan agar informasi perintah evakuasi dapat
segera diketahui orang banyak.
“Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.”
II.3.2 Penanggulangan Bencana
Dalam pasal yang sama disebutkan pula pengertian dari beberapa elemen yang
berkaitan dengan bencana diantaranya adalah :
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
8 2.4 Pengertian Gempa Bumi
Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan gempa
bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi
secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi.
Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan
lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah
berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke
permukaan bumi.
Sedangkan menurut M.Dzikron AM (2006) Dalam bukunya “Tsunami Aceh,
Bencana Alam Atau Rekayasa” menjelaskan gempa bumi adalah peristiwa
pergeseran lapisan batuan didalam bumi yang menyebabkan permukaan bumi
terbelah (ground cracking). Gempa terjadi apabila timbunan energi yang terkandung dalam formasi batuan bumi tiba-tiba terlepas. Pelepasan timbunan
energi yang besar menyebabkan gempa bumi berkekuatan besar niscaya
meruntuhkan bangunan rumah, gedung-gedung serta permukaan tanah terbelah.
(h.85)
2.4.1 Karakteristik Gempa Bumi.
Pada hakikatnya karakteristik gempa bumi terjadi dalam beberapa hal, diantaranya
adalah :
Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat
Lokasi kejadian tertentu
Berakibat dapat menimbulkan bencana
Berpotensi terulang lagi
Belum dapat diprediksi
9
2.4.2 Faktor-faktor yang Mengakibatkan Kerusakan Akibat Gempa Bumi
Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai ada beberapa
faktor elemen yang berkaitan dengan gempa, yang semakin besar nilai tersebut
maka akan membuat dampak kerusakan yang ditimbulkan akan semakin besar,
diantaranya adalah :
Kekuatan gempabumi dihitung dalam skala ritcher, semakin besar angka
koefisien yang tercatat maka dipastikan daya rusak yang dihasilkan pun akan
sangat besar, sejarah mencatat gempa bumi terdasyat di masa ini terjadi di
Chili tahun 1960 dengan kekuatan 9.5 Skala Ricther.
Kedalaman gempabumi, semakin dangkal kedalaman, maka efek getarannya
akan semakin luas, karena itu gempa bumi yang terjadi di daratan dengan
kedalaman rendah biasanya menelan korban jiwa banyak, seperti yang terjadi
di Yogyakarta tahun 2006 silam.
Jarak hiposentrum gempabumi yaitu titik jarak pemukiman dengan titik pusat
gempa, semakin dekat dengan titik pusat gempa maka getaran yang dirasakan
akan semakin keras
Lama getaran gempabumi, semakin lama getaran, maka guncangan yang
dirasakan akan semakin lama pula, sehingga tingkat kerapuhan tanah, beton
atau bangunan akan semakin tinggi.
Kondisi setempat, kondisi tanah, bangunan dan kualitas beton pun menjadi
tolak ukur akan kerusakan yang terjadi.
2.4.3 Mengukur Kekuatan Gempa Dengan Indera Manusia
Selain diukur dengan skala ritcher, kekuatan gempa kerap diukur lewat Modified Mercally Intensity yang dicetuskan oleh Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan
oleh gempa.
Berbeda dengan Skala Richter, skala MMI ditentukan berdasar hasil pengamatan
10 2.4.4 Dampak Akibat Gempa Bumi
Dampak gempa yang berbahaya ini dapat di kelompokan menjadi dua jenis yaitu
dampak primer dan sekunder.
a. Dampak Primer adalah dampak yang di akibatkan oleh getaran gempa itu
sendiri. Jika getaran gempa cukup besar saat sampai ke permukaan bumi maka
dapat merusak bangunan dan infrastruktur lainnya seperti jalan, rel kereta api,
bendungan, dan lain-lain. Banyaknya bangunan yang rusak ini juga akan
menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda.
Gambar II.1 Dampak Gempa Bumi Terhadap Alam
Sumber : infobmkg.go.id diakses tanggal 1 November 2012 Jam 20:50 WIB
Gambar II.2Dampak Gempa Bumi Terhadap Struktur Bangunan
Sumber : infobmkg.go.id diakses tanggal 1 November 2012 Jam 20:55 WIB
b. Dampak sekunder yaitu dampak lain yang dipacu adanya gempa, misalnya
11
sangat bervariasi dan biasanya secara berturut-turut terjadi setelah gempa.
Contoh dampak sekunder, tsunami yang pernah terjadi di Aceh, gempa
Padang yang menyebabkan tanah di sekitar desa Pariaman menjadi longsor,
kebakaran setelah gempa di Managua, Nicaragua dan di Padang, Sumatra
Barat.
Gambar II.3Dampak Sekunder Gempabumi Berupa Kebakaran
Sumber: www.bmkg.go.id diakses tanggal 1 November 2012 Jam 20:55 WIB
Gambar II.4 Dampak Liquifaksi Terhadap Bangunan
Sumber: www.bmkg.go.id diakses tanggal 1 November 2012 Jam 21:01 WIB
2.5. Kota Bandung
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi
12
dan 6°0 55°lintang selatan. Lokasi Kotamadya Bandung cukup strategis, dilihat
dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan.
Secara topografis kota Bandung terletak pada ketinggian 768 meter di atas
permukaan laut, titik tertinggi di daerah utara dengan ketinggian 1.050 meter dan
terendah di sebelah selatan adalah 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah
Kotamadya Bandung bagian selatan permukaan tanah relatif datar, sedangkan di
wilayah kota bagian utara berbukit-bukit sehingga merupakan panorama yang
indah.
Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan sekitarnya terbentuk
pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah aluvial hasil letusan gunung
Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis
andosol, dibagian Selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis aluvial kelabu
dengan bahan endapan tanah liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis
andosol. (http://www.bandung.go.id/)
Secara topografis, Bandung merupakan sebuah cekungan yang terbentuk dari
danau purba Bandung. Cekungan Bandung yang luasnya mencapai 2.283
kilometer persegi itu sendiri dari dua wilayah administratif yaitu kabupaten
Bandung dan kota Bandung. Di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten
Sumedang, sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Subang dan kabupaten
Purwakarta, di barat berbatasan dengan kabupaten Cianjur sedang di sebelah
selatan berbatasan dengan kabupaten Garut.
2.5.2 Kota Bandung Rawan Gempa
Menurut Van Bemellen (2000) Bandung terletak pada zona Bandung, zona
Bandung merupakan suatu zona depresi di daerah Jawa Barat, itu berarti zona ini
merupakan zona yang berada di tengah struktur struktur utama ataupun daerah
yang dilewati oleh struktur utama lempeng, sehingga Bandung merupakan daerah
yang sangat rawan bencana gempa bumi. Secara Garis besar Ada 4 sesar utama
yang di perkirakan dapat menimbulkan gempa tektonik di kota Bandung yaitu :
Sesar naik Cantayan, Sesar Normal Lembang, Sesar Mendatar Cicalengka, Sesar
13
Sementara itu Prof. Adang Surahman, guru besar bidang rekayasa struktur Institut
Teknologi Bandung dalam koran Tempo edisi 2 Maret 2010 mengatakan bahwa
potensi gempa di Kota Bandung sangatlah besar berkisar antara 7-7,5 skala
richter, getaran lindu akan terasa lebih kuat di bagian selatan dan timur Bandung.
Hal ini terjadi karena tanahnya lebih lunak akibat terbentuk dari endapan danau
Bandung purba.
Dari hasil risetnya, banyak kecamatan di kota Bandung yang permukimannya
terancam mengalami kerusakan sedang hingga rubuh. Menghitung percepatan
gempa dan kepadatan penduduk, hanya segelintir kecamatan yang rusak ringan
hingga sedang, misalnya kecamatan Cibeunying Kaler dan Kidul.
Adapun persentase penduduk yang kehilangan hunian sekitar 60 persen di pusat
kota, dan 20 persen di kawasan konservasi. Bangunan SD Inpres dan permukiman
padat pada umumnya akan rubuh. Di Bandung hanya sekitar 15 persen bangunan
tahan gempa yang didesain dengan benar oleh insinyur. Sesuai prediksi
periodesasi gempa 200 tahunan, gempa besar terakhir di Bandung terjadi 130
tahun lalu. Kemunculan lindu itu kembali pada 70 tahun mendatang
kemungkinannya 63 persen.
2.5.3 Daerah yang Terkena Dampak Fatal Gempa di Kota Bandung
Sekretaris Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota
Bandung, Kamalia Purbani mengungkapkan kepada detikbandung ada beberapa kecamatan di kota Bandung yang rawan terkena dampak fatal akibat gempa, hal
ini terjadi karena didaerah tersebut terjadi kepadatan yang sangat besar disertai
dengan banyaknya bangunan-bangunan bertingkat.
Daerah-daerah tersebut adalah bagian dari 73,5% wilayah kota Bandung yang
kawasan terbangun, diantaranya adalah :
Kec. Bandung Kulon
Kec. Bandung Wetan
Kec. Batununggal
14
2.5.3 Upaya Pemkot Bandung Optimalisasi Mitigasi Gempa
Untuk menangani masalah ini pemkot Bandung sudah mengaturnya dalam
Peraturan Daerah No.18 tahun 2011 tentang tata ruang wilayah. Dalam perda itu
menegaskan bahwa syarat utama keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
bahwa bangunan tersebut harus bangunan anti gempa dan kuat hingga menahan
gempa 8.9 skala ritcher.
Dalam perda itupun diatur bahwa pembangunan bangunan bertingkat akan
dibatasi di daerah yang titik-titik berpotensi menelan banyak korban jiwa. Salah
satu yang menjadi perhatian pemkot adalah di kawasan Bandung Utara.
2.5.4 Macam Bangunan Bertingkat dan Masalahnya di Kota Bandung
Berdasarkan klasifikasi bangunan bertingkat. Berdasarkan wawancara kepada
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung, bangunan bertingkat di
bedakan menjadi tujuh hal :
Rumah tinggal
Perkantoran
Pusat bisnis dan perbelanjaan
Perhotelan
Apartemen
Rumah Sakit
15
Berdasarkan survey Lembaga Riset dan Sektor Industri, periode pertumbuhan
tahun 2008-2009 ada sekitar 185 bangunan baru bertingkat lebih dari lima lantai
di Kota Bandung. Jumlah itu meningkat menjadi 567 bangunan baru pada survey
yang dilakukan pada periode 2012-2013. Diperkirakan pertahunnya angka
bangunan bertingkat lebih lima lantai baru selalu lebih diatas dari 50
bangunan.(Pikiran Rakyat 18/9)
Dengan semakin banyaknya bangunan bertingkat maka informasi terkait mitigasi
bencana gempa bumi harus di lakukan, berdasarkan pengataman penulis selama
berkunjung ke berbagai macam gedung-gedung bertingkat di kota Bandung belum
ditemukan pesan-pesan bagaimana cara untuk menyelamatkan diri atau tahapan
yang mesti dilakukan saat terjadi gempa. Berdasarkan pengakuan Kepala Bidang
Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Jabar Dadang Abdulrahman Ronda saat ini
kebanyakan pemilik gedung hanya menginformasikan jalur evakuasi kebakaran.
Padahal jalur evakuasi dan rambu gempa sangat berbeda dengan jalur evakuasi
saat kebakaran, termasuk pada gedung perkantoran di kota-kota yang rawan
gempa bumi. Justru yang sering diperhatikan, jalur evakuasi saat terjadi
kebakaran.
2.6 Sosialisasi Bahaya Gempa Bumi Pada Bangunan Bertingkat.
Setelah menyimpulkan dari beberapa landasan teori gempa dan fakta-fakta
mengenai Indonesia yang merupakan negeri rawan gempa, maka penulis berupaya
meminimalisasi dampak buruk gempa dengan sosialisasi mitigasi bencana gempa
bumi pada bangunan bertingkat. Hal yang ingin disampaikan adalah dengan
mengimplementasikan cara-cara dalam menghadapi gempa yang dianjurkan oleh
para ahli agar dapat meminimalisir adanya korban jiwa
Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho saat diwawancarai
pada penulis, mengatakan untuk meminimalisir segala kerugian dan
dampak-dampak negatif yang timbul akibat gempa, perlu ditanamkan sikap kewaspadaan
16
Melihat dari kurangnya perhatian terhadap program sosialisasi gempa BPBD,
selaku lembaga yang berkaitan dengan penyelamatan saat terjadi bencana
merencanakan program kampanye tanggap gempa yang terencana untuk
menciptakan karakteristik masyarakat yang siap terhadap gempa, khususnya
masyarakat yang setiap harinya beraktifitas di gedung bertingkat.
Dari beberapa faktor yang ditimbulkan oleh kejadian alam ini, tentunya sangatlah
perlu membina masyarakat dengan memberikan pengetahuan lebih tentang
cara-cara tanggap terhadap gempa guna mengurangi angka korban jiwa pada bencana
gempa dan menciptakan masyarakat pada masa depan yang tanggap dan siap
menghadapi gempa. Karena mengingat letak Indonesia yang berada diapit
lempeng besar dunia, yang tentunya di masa akan datang gempa bumi akan terus
terjadi.
2.7 Analisa Mental Masyarakat Dalam Menghadapi Gempa
Pusat perhatian sosialisasi ini lebih ke penyaluran informasi pengetahuan
masyarakat yang beraktifitas tentang apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa
bumi, maka analisa yang dilakukan adalah bagaimana caranya agar pesan
sosialisasi ini bisa diterapkan seperti apa apa yang diinginkan, sehingga kesigapan
mental masyarakat saat menghadapi gempa menjadi baik.
a. Mental Masyarakat Saat Ini
Berdasarkan buku “Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa Bumi”
karangan Divisi Manajemen Bencana PARAMARTHA, Pada saat terjadi gempa
orang-orang yang beraktifitas di gedung-gedung bertingkat, cenderung
kebingungan dalam mengambil tindakan, diantaranya:
Merasa ketakutan.
Menangis keras saat terjadi gempa.
Berteriak histeris.
Salah mengambil langkah penyelematan yang berujung kematian.
Tidak tahu apa yang harus dilakukan (bingung).
17
Mental yang diharapkan berkaitan dengan bencana gempa ini adalah:
Memiliki sikap tenang.
Tidak panik dalam menghadapinya.
Tau akan cara-cara penyelamatan diri saat terjadi gempa.
Cekatan dengan apa-apa saja yang harus dilakukan di kondisi tersebut.
2.8Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Gempa Bumi
Gempa bumi biasanya berlangsung sangat cepat. Sebelum kita sempat berpikir
apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri, boleh jadi gempa bumi
sudah berhenti. Karenanya persiapan dalam menghadapi gempa bumi, dan
langkah-langkah yang harus diambil saat gempa itu terjadi, harus dipersiapkan
dan disosialisasikan kepada masyarakat semaksimal mungkin.
Dalam buku “Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa Bumi” karangan Divisi Manajemen Bencana PARAMARTHA dijelaskan beberapa hal mengenai
kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi, diantaranya adalah :
A. Pra Gempa: Rencana Siaga
Hal pertama adalah edukasi mengenai alam di sekitar kita, baik
dari sisi keunggulannya maupun tantangannya.
Hal kedua yaitu dengan Membangun rumah dan infrastruktur
lainnya yang sesuai dengan potensi ancaman. Belajar dari
pengalaman negara maju, selain terdapat standar minimum
konstruksi bangunan tahan gempa, juga ada syarat-syarat lain saat
membangun rumah dan bangunan, seperti: bunker perlindungan
dan tempat persediaan makanan.Di Jepang, setiap kamar mandi
sekaligus berfungsi sebagai bunker perlindungan gempa, desain
dan konstruksinya dirancang khusus dan mudah dipasang saat
membangun rumah. Selain itu, untuk gedung-gedung publik seperti
sekolah dan hotel, harus tersedia meja tahan gempa yang dapat
dipergunakan sebagai tempat berlindung. Hal ini mesti dilakukan
18
Hal ketiga adalah edukasi tentang potensi ancaman, serta persiapan
dan latihan menyelamatkan diri dalam keadaan darurat. Edukasi ini
ditujukan untuk pemilik dan pengguna gedung. Pada tahap ini
meliputi hal-hal berikut di bawah.
(a) Identifikasi Ancaman dalam Rumah atau Gedung
Kepada pemilik gedung diharapkan untuk segera
perbaiki retakan di dinding maupun di lantai. Jangan
anggap sepele retakan kecil.
Benda seperti lukisan harus jauh dari tempat tidur,
tempat duduk,atau dimana pun tempat orang duduk.
Berilah ekstra pengamanpada benda ringan yang
tergantung di dinding atau di atas kepala
Jangan tidurkan bayi di dekat barang-barang yang
mudah runtuh atau terjatuh. Pindahkan ke tempat yang
aman
Periksa kabel-kabel listrik dan selang gas, perbaiki atau
ganti bagian yang rusak. Kerusakan alat-alat ini
merupakan potensi kebakaran.
Obat pemusnah serangga, pestisida, dan obyek yang
mudah terbakar harus tertutup dengan erat. Lalu
simpanlah di tempat aman.
Pada gedung bertingkat, tangga dan lift serta sisi terluar
tembok merupakan area paling berbahaya saat terjadi
gempa. Tangga memiliki konstruksi paling rapuh dan
dapat rubuh dengan cepat
(b)Identifikasi Tempat Aman
Saat gempa terjadi, umumnya orang memilih lari keluar
ruangan.Tetapi hal tersebut belum tentu merupakan
pilihan yang bijaksana, karena gempa berlangsung
sangat cepat (rata-rata kurang dari satu menit) Karena
itu penting untuk selalu memperhatikan sejenak situasi
19
Dalam Gedung
Diusahakan perabotan berat, meubel dari jati
dan ranjang yang kuat digunakan sebagai tempat
berlindung. Pojok-pojok ruangan (dekat
pondasi) juga dapat menjadi tempat
menyelamatkan diri. Namun tempat berlindung
harus jauh dari jendela kaca, perapian dan
kompor gas, dan lemari berisi barang-barang
berat.
Saat tidak ada waktu untuk lari keluar ruangan.
Tetap di ruangan, dan usahakan merapat ke
dinding/pondasi bagian dalam. Konstruksi
terkuat gedung bertingkat adalah pondasi dekat
lift, tetapi jangan berada di dalam lift atau di
area tangga.
Titik Pertemuan
Seandainya gempa datang saat anggota keluarga
beraktivitas diluar,dan dampaknya cukup hebat
sehingga mematikan listrik dan
saranakomunikasi, maka dirasa penting untuk menentukan “titik-titik pertemuan” yang mudah
dijangkau oleh semua anggota
keluarga.Misalkan, untuk anak sekolah, kita
dapat menentukan titik pertemuan dialun-alun
kota, sebelum kemudian pulang ke rumah atau
pergi ketempat. Dalam gedung bertingkat, titik
pertemuan wajib ada. Biasanya titik pertemuan
gedung bertingkat berlokasi di area parkir
20
B. Saat Gempa: Langkah Penyelamatan Diri Saat Berada di Dalam Gedung
Lindungi kepala dan segera cari tempat berlindung. Usahakan
berlindung di pojok ruangan (dekat pondasi), cari benda untuk
dipergunakan sebagai tameng untuk melindungi kepala.
Lari keluar ruangan dapat dilakukan bila sudah merencanakan
bahwa hal tersebut paling aman. Namun, bila tidak cukup waktu,
tetap di dalam ruangan dan cari tempat berlindung.
Jika dalam posisi tidur, segera lindungi kepala dengan bantal dan
kemudian masuklah ke kolong tempat tidur.
Bila memungkinkan, matikan listrik atau kompor yang menyala,tapi
bagaimanapun langkah menyelamatkan diri harus diutamakan.
Korban dapat melakukannya setelah gempa reda atau sebelum
keluar ruangan
Bila berada di lantai atas, tetaplah di ruangan dan cari tempat
berlindung yang aman. Jauhi dinding luar, tangga dan lift. Setelah
gempa berhenti, sebaiknya turun menggunakan tangga darurat
(hindari lift dan eskalator)
C. Pasca Gempa: Pemulihan dan Waspada
Bila kondisi bangunan mengkhawatirkan, segera keluar dari
ruangan dan carilah tempat aman. Bawa serta tas siaga yang sudah
siapkan
Perhatikan keamanan di sekitar. Waspada terhadap hal-hal berikut:
kebakaran atau kondisi yang rentan mengalami kebakaran,gas
bocor, kerusakan pada sirkuit listrik, dan lain-lain.
Upaya yang dilakukan bilamana terjebak dalam reruntuhan, maka
hal-hal berikut harus diperhatikan:
Bila tidak dapat melepaskan diri, maka pukullah tembok atau
21
Teriakan hanya dapat dilakukan sesekali sebab debu dapat terhirup
dan membuat sesak nafas. Tidak perlu mengibas-ngibaskan
debu,karena hal itu justru akan menggangu pernapasan
Jangan menyalakan api, untuk menghindari bahaya yang tidak
diinginkan. Dan jangan memindahkan reruntuhan, kecuali yakin
bahwa hal tersebut aman dilakukan dan tidak akan menimbulkan
reruntuhan lebih parah.
2.9 Analisa
Sosialisasi tentang tanggap bencana gempa terhadap masyarakat yang beraktifitas
di bangunan bertingkat sangatlah minim dilakukan padahal dengan
menyampaikan pesan ini masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara
mengambil sikap dan pesan agar tidak panik saat terjadi gempa. Dan untuk selalu
waspada.
Pesan ini wajib disosialisasikan karena letak Bandung berada di apit beberapa
lempeng membuat sangat rawan terjadi gempa kapan saja. Dan karena jumlah
korban tewas terbanyak biasanya berasal dari korban yang terjebak atau terkena
reruntuhan pada bangunan bertingkat.
Sasaran utama pesan ini ditujukan masyarakat perkotaan yang beraktifitas pada
bangunan bertingkat berada bangunan bertingkat. Guna menciptakan kualitas
masyarakat yang tanggap terhadap gempa.
Sosialisasi ini dilakukan dengan cara memberikan informasi yang lengkap tentang
gempa dan bagaimana cara-cara yang harus diambil ketika gempa terjadi ataupun
sebelum terjadi kepada masyarakat. Supaya lebih waspada dan tanggap pada
gempa dan lingkungan disekitarnya.
Dalam konteks kota Bandung berdasarkan observasi yang penulis dapatkan di
lapangan. Bahwa mayoritas bangunan bertingkat di Kota Bandung baik itu
perkantoran, pusat pebelanjaan, hotel atau apartemen masih banyak yang belum
memberikan informasi tata cara evakuasi mitigasi bencana gempa bumi. Hal ini
diakui oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya berdasarkan wawancara ke
22 BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL
III.1 Srategi Perancangan
Dalam strategi perancangan ada banyak penyampaian pesan yang disampaikan
melalui strategi komunikasi. Diantaranya adalah komunikator perlu
memahami informasi yang akan dikomunikasikan dan ikut serta dalam proses
kerja perancangan dan produksi. Komunikator pun perlu menguasai ketajaman
target yang disasar. Sehingga dapat menyimpulkan bentuk ideal pendekatan
yang dilakukan hingga pesan bersifat komunikatif dan mudah dipahami. serta
yang terpenting adalah pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat
menimbulkan kesan hingga merubah pola pikir dan memancing target
audience untuk melakukan tindakan.
Target sasaran pada sosialisasi mitigasi gempa ini adalah :
Demografis : kalangan dewasa, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan,
menjalani aktifitas sehari-hari atau bekerja di gedung bertingkat,
minimum berpendidikan tingkat SMA
Psikografis : masyarakat yang acuh dan tak peka dengan kondisi sekitar,
individualis, egois, penakut serta mudah panik. Berdasarkan wawancara
penulis dengan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, psikologi
masyarakat seperti inilah yang membuat proses mitigasi bencana gempa
berjalan lambat.
Geografis : pengguna gedung bertingkat di kota Bandung, karena sebagai
kota rawan gempa, berada di atas sesar Lembang, Bandung adalah kota
berkembang yang dimana kini mulai banyak tumbuh bangunan
bertingkat. Fokus utama adalah gedung perkantoran.
23
Pendekatan komunikasi adalah upaya merancang atau rencana untuk
mencapai suatu tujuan dengan strategi komunikasi yang dilakukan.
Srategi ini haruslah bersifat informatif, efektif dan efisien yang dapat
memberikan informasi mengenai penanganan mitigasi dan evakuasi
gempa bumi kepada masyarakat pengguna bangunan bertingkat di kota
Bandung.
Dalam penyampaian sebuah pesan, perlu sebuah pendekatan
komunikasi tentang target yang akan disasar, target ini akan
mempengaruhi pemilihan komunikasi baik itu verbal maupun visual
untuk mudah di mengerti oleh target.
a. Pendekatan Komunikasi Verbal
Pesan utama komunikasi merupakan salah satu unsur penting yang
merupakan penjabaran dari strategi komunikasi. Pesan verbal yang akan
disampaikan dari perancangan ini adalah “menginformasikan empat
poin penting yang mesti dihindari dan mesti dilakukan ketika bencana gempa bumi dirasa pengguna bangunan bertingkat.” Poin-poin tersebut adalah jangan memakai lift, jangan menyelamatkan diri memakai
tangga, Lindungi badan dan kepala dari reruntuhan dengan berlindung
di bawah meja, jangan berada di dekat tembok yang berada di dalam
dan menyekat gedung.
Dalam pendekatan komunikasi verbal akan dipakai bahasa indonesia
yang formal mengingat target audience adalah pengguna gedung yang
didominasi oleh kalangan menengah dengan berpendidikan SMA ke
atas. Penggunaan bahasa formal akan membuat himbauan ini bersifat
serius dan memaksa hingga pesan akan sampai ke penerima.
b. Pendekatan Komunikasi Visual
Pendekatan komunikasi visual dalam perancangan ini adalah bersifat
formal dan kaku, dengan memakai rambu-rambu mitigasi bencana yang
24 III.1.2 Strategi Kreatif
Untuk mencapai tujuan kreatif, maka penyampaian yang dilakukan pun
mesti kreatif, selama ini penyampaian rambu-rambu keselamatan selalu
diutarakan secara formal, dengan memajang rambu tersebut. Perancang
memiliki ide untuk mengkombinasikan rambu-rambu itu dengan
ambient media yang memanfaatkan struktur dari gedung.
III.1.3 Strategi Media
Strategi media sangat penting untuk menyampaikan suatu pesan kepada
khalayak agar dapat mengetahui informasi tersebut maka dibutuhkan
sebuah media. Pemilihan media bertujuan agar pesan yang disampaikan
dapat dirasakan oleh target sasaran atau khalayak. Pemilihan media
berdasarkan pada permasalahan yang menjadi pemikiran dan diharapkan
dapat menjadi solusi.
III.1.3.1 Pemilihan Media
Didasarkan pada permasalahan yang ada, maka menjadi perhatian
penulis perlu adanya pemilihan suatu media efektif yang diharapkan
mampu menyampaikan solusi dan menjawab permasalahan terkait
mitigasi bencana gempa bumi pada bangunan bertingkat. Berikut ini
pemilihan media :
III.1.2.2 Media Utama Antisipasi Gempa Bumi
Ambient Media
Agar sejalan dengan ide penyampaian pesan yang bersifat
provokatif maka media utama yang akan adalah ambient media.
Ambient media adalah salah satu strategi beriklan yang tujuan
utamanya adalah untuk membangkitkan feeling dan mood
25
dengan apa yang diberikan si pembuat pesan. Semangat yang
dibawa oleh ambient media adalah memberikan memorable
expeperience kepada konsumen.Ambient media juga bisa disebut
sebagai media lingkungan (Lwin dan Aitchison:2002).
Alasan pemilihan media ini karena ambient cocok untuk
menggugah emosi target yang disasar dengan cara memainkan
ide lucu, horor, ancaman serta hal-hal ekspresi dan emosional
lainnya.
Semangat yang dibawa oleh ambient media adalah memberikan
pengalaman yang tidak terlupakan (memorable experience) “It works for two simple reasons-it gets people’s attention and provokes an emotional response”. (Syamsul Bahri, 2007) Hal ini sejalan dengan tujuan perancangan ini yang membuat pesan yang
disampaikan melekat dalam benak target yang disasar dalam
rentan waktu lama.
Format ambient yang dipakai adalah dengan memanfaatkan
struktur gedung, diantaranya adalah lift, tangga dan dinding.
Media penempelan yang dipakai adalah lewat stiker yang
membentuk retakan-retakan pada dinding.
2. Media Pendukung Antisipasi Gempa Bumi
Poster
Poster adalah media cetak yang memiliki jangkauan sasaran lebih
banyak dan frekwensi yang tinggi. Informasi dalam poster dapat
merangsang kepercayaan, sikap dan perilaku. Media pendukung
memakai bahasa yang lebih persuasif dengan tagline ”4
LANGKAH PENYELAMATAN GEMPA DI GEDUNG
26
bertele-tele dan memakai desain yang rumit. Penempatan media
poster dapat ditempatkan disekitar yang sering dilalui
masyarakat. Bisa di pasang di dalam lift, di lobi, ataupun di
lorong-lorong
Stiker
Media Stiker merupakan media yang efektif karena biaya
produksinya yang cukup terjangkau dan Informasi disampaikan
dalam bahasa yang ringkas, dan dimaksudkan mudah dipahami
dalam waktu yang singkat. Media ini dapat sebarkan secara
cuma-cuma.
Kalender
Kalender adalah media yang memiliki cakupan visual yang besar
dan intensitasnya banyak, dan juga jenjang waktu yang dijangkau
cukup lama.
III.2 Konsep Visual
III.2.1 Format Desain
Format desain dalam perancangan ini modifikasi visualisasi sygn system atau pictogram yang pesannya disampaikan lewat sebuah kotak persegi dengan tanpa siku. Hal ini dilakukan untuk menimbulkan kesan formal layaknya sygn system lainnya. Lantas space latar belakang terhadap teks akan berbeda dengan objek. Hal ini untuk membuat objek lebih dominan ketimbang teks.
Gambar: III.1 Desain Media
27
Nantinya penempatan pesan ini akan disimpan lokasi objek visual berdasarkan
pemanfaatan struktur bangunan, seperti tangga, dinding dan lift. Berikut
adalah gambar-gambar yang akan jadi objek utama pesan.
III.2.3 Tipografi
Jenis huruf yang digunakan dalam media informasi ini adalah huruf yang
memiliki karakter kuat, jelas dan dengan tingkat keterbacaan yang baik.
Dalam pengunaanya perancang memilih jenis huruf Adobe Fan Helti Std B
yang berkarakter sebagai jenis huruf San Serif. Pengunaan huruf ini tak terlalu pasaran dan kaku ketimbang huruf Arial.
Gambar: III.2 Font Adobe Fan Helti Std B
Sumber : Dokumen pribadi.
Huruf ini cenderung berbentuk vertikal. Pengunaan huruf dalam verbal
memakai campuran perpaduan antara huruf kapital dan huruf kecil, hal ini
dilakukan untuk menambah keakraban dengan penerima pesan. Selama ini
visualisasi yang memaksa, mengikat dan mengancam selalu identik dengan
huruf kapital.
Sebagai tambahan untuk font yang dipakai pada poster, stiker dan flayer maka akan dipakai font Agency FB. Jenis huruf ini lebih kaku dan tebal, cocok
28
Gambar: III.3 Agency FB
Sumber : Dokumen pribadi.
III.2.3Ilustrasi
Manfaat dari Ilustrasi adalah menyampaikan isi dari pesan yang ingin
disampaikan lewat bahasa verbal yang divisualisasikan dalam bentuk objek.
Adapun ide ilustrasi yang dipakai dalam media perancangan ini adalah sebagai
berikut:
Pemilihan ilustrasi berbentuk pictogram agar mempermudah penyampaian
pesan yang ingin diutarakan, sehingga tak bertele-tele dan mudah diingat.
Lantas ilustrasi pengunaan pictogram didasari oleh penggabungan ide-ide
pictogram sebelumnya dan gambar-gambar lain yang berkaitan degan gempa bumi, seperti tertera dalam gambar di bawah ini.
A. Larangan Penggunaan Tangga Saat terjadi Gempa
Gambar: III.4 Ilustrasi awal
29
Tangga saat terjadi gempa amatlah rapuh dan mudah retak, bahayanya saat
gempa terjadi dan orang nekat memakai tangga adalah dia beresiko untuk
terjatuh. Perancang menggabungkan dua ide ini kedalam pictogam yang simpel.
B. Perintah Berlindung di Bawah Meja Saat terjadi Gempa
Gambar: III.5 Ilustrasi awal
Sumber foto : www.humboldt.edudiakses tanggal 20Mei 2014 Jam 21.15WIB
Tertimpa reruntuhan pada bangunan bertingkat lebih beresiko ketimbang
rumah biasa, karenanya untuk menunggu gempa reda, korban mesti
menyelamatkan diri dengan bersembungi di bawah meja.
C. Larangan mendekat pada Tembok dinilai Rapuh, Saat Terjadi Gempa
Gambar: III.6 Ilustrasi awal
30
Dengan memvisualisasikan tembok yang retak dan rubuh dengan orang
berlarian, diharapkan penerima pesan tahu bahwa tembok yang ditempeli
media pesan sangat perlu dijauhi saat gempa terjadi.
D. Larangan Pengunaan Lift Karena bersiko Terjebak dan Terkena Reruntuhan
Gambar: III.7 Ilustrasi awal
Sumber foto : www.bbc.co.ukdiakses tanggal 20Mei 2014 Jam 21.35 WIB
Panik adalah sikap yang akan terjadi saat kita terjebak dalam lift, dalam rancangan
ini visualisasi kepanikan dan robohnya atap lift akibat reruntuhan oleh perancang
pakai sebagai bagian utama dari pesan yang ingin disampaikan
III.2.4 Warna
Gambar: III.8 Warna
31
Warna yang akan diterapkan pada perancangan media Informasi mitigasidi
bangunan bertingkat ini adalah warna formal merah, putih dan hitam. Hal ini
dikarenakan warna ini sangatlah formal cocok untuk himbauan isi pesan yang
bersifat memaksa. Warna merah memiliki efek emosional dibandingkan
dengan warna yang tajam dibandingkan dengan lain, karena itu dia warna
terkuat dan paling menarik perhatian, agresif dan lambang primitif. Merah
bersifat mengikat dan membuat orang yang melihatnya patuh dan tunduk.
Sedangkan warna putih bersifat penetralisir karena memiliki karakter positif,
merangsang, cemerlang, sederhana dan penuh keteduhan. Warna hitam
melambangkan kegelapan, lambang misteri dan kehancuran. (Sulasmi
Darmawaijaya, 2002) cocok untuk memberi kesan bahwa efek dari
ketidakpatuhan terhadap pesan ini akan membuahkan bencana.
3.2.5 Tata Letak
Karena memakai ambient media sebagai metode penyampaian pesannya,
maka perancang memutuskan untuk melibatkan struktur bangunan yang
masuk bagian dalam pesan dijadikan sebagai media penyamapain pesan itu
sendiri.
Untuk penyampaian menjauh dari gedung yang rapuh, perancang akan
menempelkan stiker pada sebuah dinding hingga membuat efek gedung
tersebut mengalami keretakan. Retakan adalah efek dari gempa, karena itu
efek ini dipakai.
Gambar: 3.9 Efek Retakan
32
Stiker efek retakan berwarna hitam pekat berukuran 50 cm X 50 cm, dan di
pasang di atas dinding rapat dengan langit-langit.
Gambar: 3.10
Sumber : Dokumen pribadi.
Sedangkan efek retakan untuk sosialisasi mitigasi bencana pada tangga akan
ditempel di struktur tangga itu sendiri.
Gambar: III.11
Sumber : Dokumen pribadi.
Pada lift maka bisa ditempel pada dinding dinding lift, hanya saja efek retakan
33 Gambar: III.12
Sumber : Dokumen pribadi.
Sedangkan untuk pesan bersembunyi di bawah meja saat gempa berlangsung,
stiker efek retakan yang menempel bisa memanfaatkan struktur dinding atau
atap-atap kantor.
Gambar: III.13
34 BAB IV
TEKNIS PRODUKSI MEDIA
4.1 Pra Produksi
Sebelum memulai tahapan produksi media yang akan dipakai, maka perancang
mesti melalui tahap perancangan produksi dengan beberapa proses yang
dilakukan. Diantara tahapan tersebut adalah :
4.1.1 Sketsa
Sketsa adalah gambaran awal setelah konsep didapat. Dengan sketsa
perancang dapat menemukan gambaran sederhana tampilan visual
media yang akan dieksekusi. Sketsa dilakukan secara manual dengan
menggunakan pensil di atas kertas.
4.1.2 Pengolahan Gambar Lewat Komputer
Setelah pembuatan sketsa maka desain selanjutnya diolah, diberi wara
dan digambar ulang menggunakan komputer. 2 software desain yang dipakai adalah Adobe Photoshop dan Corel Draw. Pengolahan di komputer itu diantaranya mengolah keseluruhan desain seperti
pembuatan ilustrasi media utama dan pendukung, headline dan tagline sosialisasi yang ingin disampaikan.
4.2 Teknik Produksi
Teknis produksi media dibuat berdasarkan pengelompokan tahapan perancangan
media kampanye seperti yang diulas pada bab sebelumnya.
4.2.1 Media Utama
Ambient Media
Alasan pemilihan Ambient Media karena media ini cocok untuk
menggugah emosi target yang disasar dengan cara memainkan ide lucu,
horor, ancaman serta hal-hal ekspresi dan emosional lainnya. Ambient
35
disampaikan melekat dalam benak target yang disasar dalam rentan waktu
lama. Hanya saja rentan waktu pemasangan media itu sendiri
menyesuaikan dengan inti pesan yang disampaikan.
Perancang memutuskan Ambient Media yang dipakai akan melibatkan
struktur bangunan. Diantaranya aplikasikan ke struktur bangunan sebagai
berikut :
1) Tembok Terluar dari Sebuah Gedung
Media perancang akan menempelkan stiker pada sebuah dinding
hingga membuat efek gedung tersebut mengalami keretakan, dan di
pasang di atas dinding rapat dengan langit-langit. Efek keretakan
itu terinspirasi dari keretakan yang dialami gedung-gedung ketika
terjadi gempa bumi.
Gambar: IV.1 Penempelan pada dinding terluar
Sumber : Dokumen pribadi.
36
Untuk mengusung inti pesan agar dapat bertahan lama, maka
dipasang stiker ukuran 15 cm x 7 cm dengan material stiker
printing dengan dilaminasi doff.
Gambar: IV.2 Stiker
Sumber : Dokumen pribadi.
2) Tangga
Efek retakan untuk sosialisasi mitigasi bencana pada tangga akan
ditempel di struktur dinding yang menempel pada tangga itu
sendiri, dengan ukuran 42 cm x 20 cm
Gambar: IV.3 Penempelan pada dinding tangga
Sumber : Dokumen pribadi.
Sebagai tambahan maka dipasang stiker ukuran 15 cm x 7 cm
dengan material stiker printing dengan dilaminasi doff. Penempelan stiker ini akan lebih lama dibandingkan dengan pesan
37
Gambar: IV.4 Stiker
Sumber : Dokumen pribadi.
3) Lift
Bahaya penggunaan lift saat terjadi gempa bisa diaplikasikan lewat
retakan efek gempa yang dipasang didalam pintu dalam lift, secara
otomatis orang yang berada di dalam lift akan melihat pesan itu
jika lift dalam kondisi tertutup.
Gambar: IV.5 Penempelan pada pintu lift
Sumber : Dokumen pribadi.
Material yang dipakai adalah stiker dengan ukuran retakan yang
38 4) Di Bawah Meja
Stiker akan di bawah meja yang letak meja itu merapat dengan
dinding. Nantinya stiker akan di pasang di bawah meja dengan
menempel pada dinding atau struktur meja itu sendiri. Jadi ketika
penerima pesan tidak sengaja melihat ke bawah, maka dia akan
melihat pesan itu.
Gambar IV.6 Contoh Aplikasi penempelan di meja
Sumber : Dokumen pribadi.
Untuk material yang dipakai tetap sama yakni stiker, hanya saja
ukuran yang relatif kecil berkisar 15 cm x 15 cm. Berbeda dengan
yang lain, Ambient kali ini tanpa menggunakan efek retakan hanya
39 4.2.2 Media Pendukung
1. Poster
Poster dirancang dengan memakai ukuran kertas A2 59,4 cm x 42
cm, menggunakan material Art atau Matt 150 gr dan teknis produksi cetak lewat offset separasi.
Gambar: IV.7 Poster
Sumber : Dokumen pribadi.
Poster ditempel distruktur bangunan gedung seperti di dalam lift, di
sekitar tangga, di lobby dan tempat-tempat srategis lainya. Alasan penggunaan poster adalah media ini cukup simple tapi memiliki
peranan yang sangat besar dalam menyebarkan informasi, dinamis
dalam penempatan lokasi, mudah penyebaran dan murah dalam
40 2. Flayer
Media flayer merupakan media yang efektif karena biaya
produksinya yang cukup terjangkau dan Informasi disampaikan
dalam bahasa yangringkas, dan dimaksudkan mudah dipahami
dalam waktu yang singkat.
Gambar IV.8 Flayer
Sumber : Dokumen pribadi.
Media ini berisikan informasi antisipasi pada saat terjadi gempa
bumi dan media dapat disebarkan secara cuma-cuma. Material
yang digunakan yaitu art paper 150 gr atau dengan ukuran 14,8 cm x 21 cm, dengan teknis produksi digital printing.
3. Kalender
Kalender akan dibagikan cuma-cuma kepada para pengguna dan
pemilik bangunan bertingkat di kota Bandung.
Pemilihan kalender karena media ini adalah media yang memiliki
41
satu tahun lebih dan akan selalu beriteraksi dengan pengguna
gedung. Pemilihan desain yang berbeda dari kalender biasanya dan
kerumitan melihat tanggal, dan jenis huruf yang kecil sengaja
dilakukan agar orang bisa berinteraksi lebih dalam dengan pesan
yang disampaikan.
Gambar IV.9 Kalender
Sumber : Dokumen pribadi.
Material yang dipakai pada kalender ini adalahart paper 150 gr, ukuran 59 cm x 35,2 cm, dengan metode cetak media dengan
digital printing.
4. Stiker
Stiker dapat di tempel di suatu tempat di dalam gedung.
Penggunaan stiker untuk memberikan informasi yang singkat dan
jelas.Material yang dipakai adalahstiker cromo laminasi gloss.
Ada dua macam stiker yang dibagikan yakni stiker berbentuk
42
Gambar IV.10 Stiker
Sumber : Dokumen pribadi.
Dan stiker berbentuk persegi panjang dengan ukuran 15 cm x 7 cm.
material chromo yang dilaminasi doff. Maksud dibuat stiker
dengan ukuran besar ini agar empat pesan yang disampaikan bisa
terpampang dalam stiker tersebut.
Gambar 4.11 Stiker
Sumber : Dokumen pribadi.
5. Pin
Pin dapat dijadikanmarchendise dalam kegiatan sosialisasisebagai
sebuah tanda mata. Pin diproduksi dengan ukuran diameter 4,4 cm
dengan bahan laminasi doff. Desain pin dibagi-bagi berdasarkan 4 petunjuk dasar langkah penyelamatan gempa.
Gambar 4.12 Pin