• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAREKAT SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN MENTAL ( Studi Analisis Terhadap Tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Cirebon )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAREKAT SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN MENTAL ( Studi Analisis Terhadap Tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Cirebon )"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

TAREKAT SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN MENTAL

( Studi Analisis Terhadap Tawasulan

di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Cirebon )

T E S I S

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Studi Islam ( M.S.I. )

dalam Bidang Psikologi Pendidikan Islam

Diajukan oleh: S A P A R I NPM. 20131010412

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI ISLAM PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku kehidupan masyarakat dewasa ini, khususnya kalangan remaja yang emosinya masih labil sudah cukup memprihatinkan, easternisasi yang diharapkan malah justru westernisasi yang tidak

terbendung yang terjadi. Masyarakat dengan begitu mudahnya menerima bahkan menelan mentah-mentah arus budaya globalisasi yang masuk ditengah kehidupan. Masyarakat sepertinya belum siap menerima perubahan yang begitu cepat terjadi, di bidang kemajuan teknologi, budaya, sosial, persaingan ekonomi, bahkan perubahan politik yang berimbas pada perubahan perilakunya. Sehingga hal ini tanpa terasa berakibat pada timbulnya ketegangan psiko-sosial.

Semakin maju (moderen) suatu masyarakat, maka semakin banyak yang harus diketahui orang dan sulit untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup, sebab kebutuhan hidup manusia semakin meningkat dan semakin banyak persaingan dan perebutan kesempatan untuk meraih keuntungan- keuntungan.1

Di balik moderenisasi yang serba gemerlap terdapat gejala yang disebut “The Agoni of modernization” yaitu sengsara karena modernisasi, yakni adanya ketegangan psikososial di tengah masyarakat yang berupa

(3)

semakin meningkatnya angka- angka kriminalitas yang disertai dengan tindak kekerasan, perkosaan, pembunuhan, judi, penyalahgunaan obat narkotika, minuman keras, kenakalan remaja, prostitusi, bunuh diri, gangguan jiwa (depresi mental ), dan lain sebagainya.2

Ketegangan psiko-sosial tersebut bukan hanya dialami oleh masyarakat lapisan atas saja, namun juga dialami oleh masyarakat lapisan bawah. Mereka (masyarakat lapisan atas dan bawah) mencoba mempertahankan kehidupannya dengan bekerja keras dengan jalan apa saja, apakah itu halal atau haram, kalau perlu dengan cara kekerasan.3

Kehidupan modern saat ini menuntut siapapun untuk lebih arif dan bijaksana dalam menyikapinya. Pengaruh modernisasi disikapi oleh masyarakat dengan cara yang beragam, ada sebagian orang yang larut dalam arus kehidupan modern yang hedonistik dan materialistik. Sebagian masyarakat juga ada yang meresponnya dengan cara menarik diri dari hingar bingar kehidupan modernisasi dan menenggelamkan dirinya dalam dunia spiritual guna meningkatkan kekayaan ruhaninya.

Kemoderenan menampilkan dua sisi mata pedang. Di satu sisi, ia menjadi keniscayaan bagi sebuah perubahan zaman. Sedangkan di sisi lain, kemoderenan ditengarai telah melahirkan nestapa kemanusiaan yang

2Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, ( Yogyakarta:

Dana Bhakti Prima Yasa, 1999 ), hlm. 43.

3

(4)

serius dan harus dibayar mahal dalam sejarah kehidupan umat manusia sejagat. Para ahli Agama banyak menunjuk permasalahan kemanusiaan

tersebut sebagai krisis dalam kehidupan manusia dan masyarakat moderen.4

Tulisan ini berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern, dengan perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan cenderung berorientasi pada materialistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan kemajuan IPTEK di segala bidang. Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan abad kecemasan (The age of anxienty). Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang

memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri.

Masyarakat modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering ditinggalkan dan hidup dalam keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan bergaya hidup

hedonis daripada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan

peran apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke- Ilahian yang tumpul penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan. Kemajuan-

4 Ali Usman, Kiai Mengaji Santri Acungkan jari: Refleksi Kritis atas Tradisi dan

(5)

kemajuan yang terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik, sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan- perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem.

Dalam konsepsi ilmu psikologi, pertumbuhan jiwa manusia terjadi sejak lahir sampai dewasa. Kesadaran itu mulai dari kesadaran akan diri sendiri. Dari pengalaman-pengalaman bergaul sejak kecil, berkembanglah kesadaran sosial anak-anak dan memuncak pada umur remaja. Para remaja sangat memperhatikan penerimaan sosial dari teman-teman sebaya dan lingkungannya.

(6)

menolong menyelesaikan problema-problema yang mereka hadapi.5 Pembentukan kepribadian mereka akan lebih terdidik apabila dibimbing melalui lembaga- lembaga kepesantrenan. Lembaga Pondok Pesantren memiliki program pendidikan akhlak yang diharapkan mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan mental dan kepribadian mereka. Faktor yang sangat mempengaruhi baik buruknya kepribadian seseorang, salah satunya adalah karena lingkungannya.6

Bagi masyarakat kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di daerah-daerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala bidang. Sehingga kondisi tersebut memaksa tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat. Padahal tidak semua orang mampu untuk itu. Akibatnya yang muncul adalah individu- individu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian dibutuhkan cara efektif untuk mengatasinya.

Dalam kondisi seperti ini, manusia sebagai makhluk spiritual memerlukan sentuhan dan tuntunan agama sebagai pedoman dalam menjalani gejolak problematika kehidupannya di dunia ini. Manusia membutuhkan ajaran agama yang mampu memenuhi kekeringan ruhaninya guna menjadi penyejuk jiwa dan pikirannya agar setiap perilakunya tetap dalam garis kebenaran sejati yang Ilahi.

(7)

Dewasa ini muncul kecenderungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan- kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran Islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Pencipta. Selain itu berkembang pula kegiatan konseling yang memang bertujuan membantu seseorang menyelesaikan masalah. Karena semua masalah pasti ada penyelesaiannya serta segala penyakit pasti ada obatnya.

Islam adalah agama yang rohmatanlil’alamin, ajarannya mampu menjadi lentera kehidupan bagi seluruh alam beserta isinya. Keberadaannya sengaja Allah turunkan melalui wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad berupa Al-Qur’an agar menjadi penuntun bagi kehidupan manusia di dunia dan akherat. Ajaran Islam menyatu dalam laku lampah Nabi Muhammad SAW, bahkan disebut sebagai Al-Qur’an berjalan.

Doktrin agama Islam mempunyai dua cabang yang esensial: akidah dan syari’at7. Akidah (‘aqidah)8 adalah aspek teoritis (nazhari) yang harus diyakini kebenarannya tanpa ragu- ragu oleh setiap muslim, sedangkan syariat merupakan aspek praktis (‘amali) yang memuat aturan- aturan yang

7 M. Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996), hlm.1.

8Akidah dalam bahasa Indonesia berarti: kepercayaan, keyakinan. Lihat: W.J.S.

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (PN Balai Pustaka, Jakarta, 1985), cet. VIII, hlm. 25. Pengertian ini sesuai dengan etimologinya yang berasal dari Bahasa Arab: ‘aqidah

(8)

harus dipatuhi seorang muslim dalam kehidupannya, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, alam semesta dan sesama manusia, maupun dengan kehidupan itu sendiri. Dalam terminologi al-Qur’an, akidah disebut “al-iman” (kepercayaan) dan syariat disebut “al-‘amal al-shalih” (perbuatan baik). Keduanya sering disebut bergandengan dalam ayat- ayat al-Qur’an, sehingga tampak integralitas keduanya dalam ajaran Islam.

Doktrin Islam yang tertuang dalam al-Qur’an memuat ajaran tentang sendi-sendi kehidupan manusia. Pesan ajarannya mengurai dan menjawab secara gamblang tentang multi aspek, baik soal akidah, muamalah, bahkan persoalan kekinian umat manusia di dunia ini. Manusia dibimbing baik dalam kehidupan di dunuia maupun di akherat.

Lembaga Pesantren sebagai manifestasi institusi keagamaan yang fokus pada penggalian ilmu-ilmu keislaman hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menjadi jamu dari keringnya tuntunan nur Ilahiah yang dirasakan masyarakat moderen. Keberadaan Pesantren dengan berbagai programnya, di harapkan mampu menjadi angin penyejuk bagi masyarakat moderen banyak mengalami penyakit bathin/ mental.

(9)

jariyah dan ilmu-ilmu Islam yang telah ditanam para Kyai, juga merupakan penghormatan dan penghargaan terhadap generasi yang lebih dulu mengamalkan ritual amalan di pesantren tersebut. Sehingga ritual (tawasulan) yang dilakukan di institusi pesantren sudah menjadi tradisi atau adat para santri.

Tradisi Pesantren adalah sistem pendidikan Islam yang tumbuh sejak awal kedatangan Islam di Indonesia. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton.9

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan non formal yang mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam. Pondok Pesantren lazimnya diasuh/diampuh oleh para kiyai dengan sistem pengajarannya ada yang tradisional ( pengajian weton dan sorogan ) atau dalam bentuk yang lebih moderen, seperti sekolah atau madrasah. Lembaga Pesantren biasanya dijadikan tumpuan dan harapan masyarakat untuk mengkaji dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam sebagai pedoman hidup di dunia dan akherat.

Dalam perkembangannya hingga kini, pesantren sebagai tempat para santri menuntut ilmu setidaknya telah dibuat tipologinya menjadi dua kelompok. Pertama tipologi pesantren dibuat berdasarkan elemen yang

9Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya

(10)

dimiliki. Kedua tipologi pesantren didasarkan pada lembaga pendidikan yang diselenggarakannya.10

Pondok Pesantren merupakan komunitas kehidupan yang ditata oleh aturan-aturan dan tradisi-tradisi yang sengaja dibuat untuk mendidik sehingga terkondisikan suatu lingkungan pendidikan yang mewarnai santri dan kehidupannya. Sehingga menjadi sebuah keniscayaan bahwa keberadaan pondok pesantren harus mampu menjadi filter atas arus globalisasi kebudayaan negatif yang merangsek masuk kedalam kehidupan masyarakat. Pondok Pesantren juga harus mampu menjadi agen perubahan atas fenomena prilaku masyarakat yang semakin hari semakin menjadi-jadi dan tidak terkontrol.

Keberadaan pondok pesantren di tanah air sangat banyak, masing-masing memiliki ciri khas dan penekanan-penekanan kajian di bidang tertentu. Setiap pesantren memiliki karakteristik yang unik dan berbeda-beda dengan pesantren lain.11

Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul adalah salah satu Pondok Pesantren salafiyah yang ada di desa Munjul Cirebon yang mampu memberikan warna tersendiri dalam mendidik moral dan mental para santri dan masyarakat yang ada di dalamnya agar tidak goyah oleh

10Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri, ( Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2011 ), hlm. 24.

(11)

pengaruh-pengaruh kebudayaan dari luar yang masuk. Pondok pesantren ini selain memberikan pengajaran pendidikan ilmu- ilmu agama melalui pengajian kitab kuning juga memiliki keunikan tersendiri di banding pondok pesantren yang lain. Keunikan yang lain di pondok pesantren ini menitikberatkan pembelajaran dan kegiatan para santrinya dalam bidang tasawuf/tarekat.

Tarekat yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul adalah Tarekat As-Syahadatain, tarekat yang ajarannya menekankan pada memperbanyak kegiatan ritual keagamaan ahlu as-sunnah wal jama’ah. Di antara kegiatan tarekat tersebut adalah wiridan puji dina, tawasulan, marhabanan, yakni berdzikir dan berdo’a guna mencari ridho Allah.

Tawasulan adalah salah satu produk ajaran tarekat as-Syahadatain berupa acara ritual rutin yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul setiap malam Minggu. Acara tersebut adalah bentuk riyadhoh bathin bagi pengikutnya sebagai wujud ketaatan terhadap ajaran

tarekat dan refleksi loyalitas kepada guru Mursyid. Kegiatan ini memberikan ruang bagi pembentukan mental dan kepribadian remaja dan masyarakat secara umum dan menempatkan kodratnya sebagai manusia yang memiliki kecenderungan untuk selalu berbuat baik kepada sesama.

(12)

orang mampu membentengi diri dari kecemasan dan kebutuhan hidup, atau dapat membentuk mental dan moral yang sehat.

Muhasabah, mujahadah, dan riyadhoh serta pengendalian nafsu yang merupakan awal permulaan seseorang memasuki dunia tasawuf, merupakan sesuatu yang berharga bagi peningkatan dan pembinaan moralitas, harkat kemanusiaan dan jiwa ketuhanan seseorang.12

Pondok Pesantren Nuruh Huda Munjul dalam tujuan pendidikannya selain pada pengajaran kitab kuning sebagai dasar untuk memperdalam memahami ilmu-ilmu agama, lebih fokus lagi menitikberatkan pada penggalian aspek- aspek spiritualitas pada diri santri untuk membentuk dan menciptakan pribadi- pribadi yang bermental kuat dan handal dalam menghadapi situasi dan pergesekan budaya apapun. Menggali kecerdasan spiritual dan memunculkan kesalehan sosial melalui riyadhoh spiritual yakni puji dina, tawasulan, dan marhabanan. Bahkan

kegiatan- kegiatan ritual yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul bukan hanya diikuti oleh para santri saja, masyarakat sekitar pun semakin banyak yang mengikutinya dari berbagai kalangan.

Sementara itu, fenomena ketertarikan masyarakat terhadap kegiatan tawasulan yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul semakin direspon positif. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya santri dan

12Simuh, Tasawuf dan Perkembangan Dalam Islam, ( Jakarta: Rasa Grafindo Persada,

(13)

masyarakat sekitar yang mengikuti kegiatan tawasulan tersebut. Kepatuhan dan ketundukan terhadap tuntunan ajaran tareqat dan figur seorang Guru Mursyid yang menjadi panutan tercermin dalam pola hidup yang dijalani santri dan masyarakat yang ada di sekitar wilayah pondok. Kehidupan masyarakat dan santri yang sinergis, tenteram, aman, dan rukun menjadi warna tersendiri bagi masyarakat dan santri yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Cirebon.

Fenomena psiko-sosial yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul adalah fenomena yang unik dan menarik untuk diteliti menurut penulis, di tengah- tengah kehidupan yang serba glamour dan materialistis hedonis seperti saat ini, ternyata masih ada masyarakat yang mampu menjaga nilai- nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari- hari. Kondisi masyarakat yang tenteram, aman, dan Islami dapat terwujud melalui pembinaan mental dan moral dengan menjaga dan melestarikan tradisi tawasulan sebagai medianya. Pondok Pesantren di harapkan bisa menjadi benteng terakhir untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan umat manusia, ketika teknologi tidak lagi mampu memberikan jalan keluar yang terbaik.

(14)

memberikan alternative problem solving kepada masyarakat, ketika pendekatan teknologi secara empiris mengalami titik klimaks. Sehingga ralitas tersebut menunjukkan bahwa dalam kondisi sulit, manusia sangat membutuhkan kehadiran agama untuk memberikan solusi dan jawaban intuitif yang ditunggu sebagai juru selamat bagi seluruh manusia.

Tradisi Tawasulan yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul diharapkan mampu menjadi salah satu Metode atau Psikoteraphy dalam pembinaan mental para santri dan masyarakat agar lebih siap menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Sehingga menjadi sebuah keniscayaan bahwa Tradisi Tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul sebagai Metode Pembinaan Mental yang bermuara pada terbentuknya kekuatan ruhani ( spiritual ), harus tetap dijaga dan lestari sepanjang masa. Sebab,Tawasulan pada dasarnya bertujuan menjadikan manusia agar bisa

mendekatkan diri pada Tuhannya, mendapat ridho dari Alloh, ma’rifat dan

dicintai oleh Allah swt.

(15)

B. Rumusan Masalah

Untuk membatasi pembahasan dalam penelitian agar tidak melebar dari inti masalah, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana prosesi tawasulan yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul?

2. Mengapa para santri mengikuti kegiatan tawasulan, apa tujuannya? 3. Bagaimana implikasi psikologis tradisi tawasulan terhadap para santri

dan masyarakat di pondok Pesantren Nurul Huda Munjul?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Proses tradisi tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul.

2. Untuk mengetahui tujuan para santri mengikuti tradisi tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul.

(16)

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pesantren Nurul Huda Munjul tentang pentingnya pendidikan mental spiritual.

2. Menambah wacana keilmuan dunia spiritual dan dunia pendidikan pesantren.

3. Memberikan kontribusi pemikiran di dunia ilmu psikologi pendidikan Islam.

E. Batasan masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu meluas dan melebar, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Tradisi Tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul, praktek, dan prosesinya.

2. Motif dan tujuan para santri dan masyarakat mengikuti kegiatan Tawasulan yang ada di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul.

(17)

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Tarekat secara umum sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Hal ini ditandai dengan banyaknya sejumlah karya ilmiah yang ada khasanah referensi pustaka bacaan.

Tarekat sebagai jalan tasawuf/sufisme merupakan salah satu tema

kajian keislaman yang semakin menarik para pengamat. Hal ini karena

keberadaannya telah menimbulkan kontroversi banyak kalangan, ada yang

menyambut positif karena bagi mereka tarekat merupakan salah satu pilar

dalam proses keberlangsungan dan perubahan peradaban Islam. Walaupun

anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, namun pandangan semacam itu

agaknya cukup dominan, baik dikalangan pemikir non muslim maupun

pemikir muslim sendiri. Sedangkan, kalangan yang menyambut negatif

atas tarekat dengan argumentasi bahwa orang yang terjun dalam dunia

tarekat adalah orang yang mementingkan kehidupan akhirat saja tanpa

memperdulikan kehidupan di dunia.

Penelitian yang dilakukan oleh saudara Sulistiana mengenai keberadaan Tarekat Naqsabandiyah sebagai salah-satu tarekat mu’tabaroh yang ada di Indonesia. Penelitiannnya berfokus pada materi mengenai pertumbuhan dan perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Haqqani dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat di Jakarta, lebih tepat

(18)

tarekat Naqsyabandiah dan menelisik lebih dalam tentang aspek kesejarahannya dari awal hingga kini.

Penelitian mengenai tarekat banyak di teliti karena selain dianggap menarik untuk dikaji juga materinya berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia secara langsung, terutama kebutuhan ruhani. Beberapa penelitian ilmiah misalnya yang dilakukan Martin Van Bruinessen tentang Tarekat Naksabandiyah di Indonesia juga menguraikan dalam satu bab perkembangan tarekat Naqsabandiyah dan sedikit tentang bentuk ritualnya. Demikian juga dalam hasil penelitian Zamakhsari Dhofier yang berjudul Tradisi Pesantren, menyinggung sedikit tentang perkembangan tarekat ini. Nur Cholis Madjid dalam bukunya Islam Agama Peradaban membahas Tarekat ini dalam kaitannya untuk menjelaskan bahwa keberadaan tarekat sebenarnya merupakan bentuk kelembagaan praktek dan gerakan kesufian. Kemudian tarekat ini diangkat sebagai contoh kongkrit ijtihad dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui teknik- teknik dalam riyadah, sebagai informasi atas pemahaman Ibnu Taimiyah terhadap keberadaan madzhab- madzhab dalam tasawuf/ tarekat.

Di luar penelitian yang penulis lakukan, ternyata ada beberapa karya lain yang nampaknya memiliki fokus kajian hampir serupa, antara lain :

“Tarekat dan upaya pencapaian ketenangan jiwa (Analisis

(19)

Supriyanto pada tahun 2003. Penelitian menyimpulkan bahwa tarekat merupkan suatu jalan tasawuf untuk mencapai ketenangan jiwa, dan bagi Hamka, jalan tasawuf yang benar adalah jalan yang mempunyai semangat berjuang, yaitu semangat yang berpangkal pada kepekaan sosial yang tinggi, dalam arti kegiatan yang dapat mendukung pemberdayaan umat Islam agar kemiskinan ekonomi, kemiskinan ilmu pengetahuan, kemiskinan budaya serta kemiskinan politik ; bukan jalan yang justru membelakangi dunia atau eskapisme. Ketenangan jiwa dalam pandangan Hamka adalah jiwa yang memusatkan diri agar kita selalu ingat kepada Tuhan. Hati akan merasakan ketenteraman setelah manusia mempunyai pusat dan tujuan ingatan yaitu Allah SWT dan sikap itu akan termanifestasi dalam setiap gerak-gerik dan tingkah lakunya.

Selanjutnya adalah “Bimbingan Agama Dalam Upaya Memberantas Kemungkaran di Gubug Kabupaten Grobogan” oleh Solikin pada tahun 1997. karya ini menjelaskan bahwa upaya dalam memberantas kemungkaran yaitu dengan melakukan bimbingan agama dalam bentuk pengajian-pengajian seperti pengajian mingguan, hari-hari besar dan selapanan.

Berikutnya adalah “Konsep Bimbingan dan Penyuluhan Masyarakat

menurut Pemikiran Hanna Djumhana Bastman” yang diteliti oleh Sulimin

(20)

(Islam) dimana satu sama lain sarat dengan kasih sayang dan toleransi yang luas, punya sikap tegas dan punya dedikasi perjuangan yang tinggi. Selanjutnya adalah “Bimbingan Penyuluhan Agama Terhadap

Karang Taruna Di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen” oleh Sukimi

pada tahun 1994. Penelitian ini menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan agama adalah bertujuan untuk membantu si terbimbing supaya memiliki religius referens (sumber pegangan keagamaan) dalam pemecahan problem, untuk membantu si terbimbing agar dengan kesadaran serta kemampuannya bersedia mengamalkan ajaran agama. Berikutnya adalah “Bimbingan dan Konseling dalam Islam” karya Aunur Rahim Faqih. Dia menyatakan bahwa bimbingan Islam merupakan proses pemberian bantuan; artinya bimbingan tidak menentu atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu.Individu dibantu dan dibimbing agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Artinya bahwa:

1. Hidup selaras dengan ketentuan Allah berarti sesuai dengan kodrat yang ditentukan Allah, sesuai dengan Sunnatullah dan sesuai dengan hakekatnya sebagai mahluk Allah.

(21)

3. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai mahluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi kepadaNya, mengabdi dalam arti seluas-luasnya.

Berikutnya adalah Menggugat Tasawuf, Karya Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, MA., tasawuf merupakan salah satu bagian dari ajaran Islam yang secara keilmuan lahir dikemudian hari melalui proses yang panjang dengan dinamikanya sendiri, kelahirannya sebagai perwujudan dari pemahaman al-Qur©an dan al-Hadits sesuai dengan konteks zamannya, ada tiga ajaran pokok tasawuf, yaitu tentang Tuhan, manusia dan dunia. Ketiga-tiganya mempunyai hubungan yang sistematik. Tuhan itu rohani dan Maha Suci oleh karena itu yang dapat mendekati dan mengenalnya ialah ruh atau intuisi manusia yang suci dari hal-hal yang mengotorinya yaitu dunia. Dengan demikian diperlukan upaya pembersihan diri dengan mujahadah dan riyadhah.

Beradasarkan beberapa karya tersebut, lain dengan penelitian yang

penulis kaji baik obyek serta tempat penelitian “Bimbingan Rohani

Tarekat Asy-Syahadatain pada Masyarakat Kecamatan Mejobo Kabupaten

Kudus”. Adapun yang akan penulis bahas dalam tesis ini adalah Tarekat

Sebagai Media Pembinaal Mental (Studi analisis terhadap tradisi tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Crebon.

(22)

Suryalaya: Studi tentang Tazkiyatun Nafsi sebagai metode penyadaran diri. Penulisan tesis misalnya Qowait, tarekat dan politik kasus tarekat qodariyah wa naqsabandiyah di desa Mranggen Demak Jawa Tengah. Kharisudin, Tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah studi tentang ajaran dan teori- teori filsafatnya.

Penulisan skripsi misalnya Achmad Fauzan, Peranan Tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah dalam pembentukan pribadi muslim. M. Magrus, studi tentang Peranan Tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah dalam meningkatkan aqidah para pengikutnya di desa sukomulyo Lamongan. Beberapa penulisan tersebut kajian dan penelitiannya tidak sama baik dari sisi pandang maupun pembahasannya.

Beradasarkan beberapa karya tersebut, lain dengan penelitian

yang penulis kaji baik obyek serta tempat penelitian “Bimbingan Rohani

Tarekat Asy-Syahadatain pada Masyarakat Kecamatan Mejobo Kabupaten

Kudus”. Adapun yang akan penulis bahas dalam tesis ini adalah Tarekat

Sebagai Media Pembinaal Mental (Studi analisis terhadap tradisi tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Crebon.

(23)

G. Kerangka Teori

Perilaku beragama seseorang sangat erat kaitannya dengan aspek psikologis. Ada 3 (tiga) teori psikologis yang dapat menjelaskan bagaimana perilaku beragama seseorang bisa muncul.13 Teori pertama adalah teori sifat dasar, yang beranggapan bahwa keberagamaan seseorang karena ada naluri atau insting keberagamaan yang dibawa manusia sejak lahir. Teori sifat dasar ini dapat bersifat biologis maupun psikologis. Teori kedua adalah teori kognitif, yang melihat kebutuhan kognitif yang menjadi dasar keberagamaan seseorang. Disebutkan bahwa agama muncul sebagai akibat yang normal dan natural dari proses perkembangan kognitif. Agama mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkaitan dengan masalah keterbatasan manusia, karena pikiran manusia mampu melewati batas-batas situasi. Teori ketiga adalah teori emosi, yang menganggap kehidupan di dunia ini penuh dengan persoalan dan kesedihan. Ketidakpastian masa depan yang menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran itulah yang menjadi dasar kehidupan spiritual dalam teori emosi.

Kebutuhan makhluk akan Khalik, sama sekali tidak bisa dihindarkan. Makhluk sebagai ciptaan, bagaimanapun sangat tergantung kepada Sang Pencipta (Khalik). Rasa ketergantungan ini muncul pada

13 M. A. Subandi, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Pustaka

(24)

makhluk, karena memang potensi tersebut sudah ada dalam diri setiap makhluk. Pada benda-benda mati potensi ini disebut watak (al-thabi’ah) yang menunjukkan ciri khas atau karakteristik makhluk itu masing-masing. Pada hewan disebut naluri (al-gharizah), sedangkan pada manusia adalah fitrah.

Hubungan manusia dan agama merupakan hubungan yang bersifat kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud dalam bentuk ketundukan, kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur.14 Manakala dalam menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang dari nilai-nilai fitrah-nya, maka secara psikologis ia akan

merasa adanya semacam “hukuman moral”. Lalu spontan akan muncul

rasa bersalah atau rasa berdosa.

Secara garis besar, dalam Tarekat terdapat tiga tujuan yang masing-masing melahirkan tatacara dan jenis-jenis amalan kesufian.15 Ketiga tujuan pokok tersebut adalah: Pertama,Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa) yaitu satu proses penyucian jiwa yang akan menghasilkan ketenteraman, ketenangan dan rasa dekat dengan Allah swt, dengan menyucikan hati dari segala kekotoran dan penyakit hati atau penyakit jiwa. Dengan bersihnya

14 Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami perilaku dengan mengaplikasikan

prinsip-prinsip psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 159.

15 M. Sholeh Bahruddin, Sabilus Salikin (Jalan Para Salik): Ensiklopedi

(25)

jiwa dari berbagai macam penyakit, akan secara langsung menjadikan seseorang dekat kepada Allah swt.

Kedua, Taqarrub (Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT).

Taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah SWT merupakan tujuan utama para sufi dan ahli tarekat. Ini diupayakan dengan beberapa cara yang tersendiri. Salah satu caranya dengan selalu mengingat Allah (zikir) secara terus-menerus, sehingga tidak sedetik pun seorang salik itu lupa kepada Allah SWT. Diantara cara yang biasanya dilakukan oleh para pengikut tarekat untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih berkesan ialah:Tawasul & Wasilah.Tawasul adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah yang biasa dilakukan pengikut tarekat dengan cara menghadiahkan bacaan Al-Fatihah kepada Syeikh yang memiliki silsilah tarekat yang diikutinya sejak Nabi Muhammad SAW sampai kepada Mursyid yang mengajar zikir kepadanya.

Ketiga, Muraqabah (Pengawasan). Muraqabah ialah duduk

(26)

Tawasulan dilakukan ketika seseorang merasa dirinya tidak bisa berdoa dengan baik, atau merasa doanya tidak didengar oleh Allah (padahal Allah itu Maha Mendengar doa-doa), atau merasa dirinya kotor sehingga membutuhkan orang-orang yang dianggap bersih untuk menyampaikan permohonan kepada Allah. Intinya, rasa tidak percaya diri dengan keadaan diri sendiri, sehingga membutuhkan pihak tertentu untuk memanjatkan doa. Atau bisa jadi karena kondisi yang sedemikian pelik, sehingga membutuhkan cara-cara khusus untuk mendatangkan pertolongan Allah.

Tawasulan biasanya dilakukan dengan memanjatkan doa dengan menyebut nama-nama wali tertentu , atau tawasul dengan nama dan

kedudukan Nabi Muhammad shallallah ‘alaihi wa sallam, atau tawasul

dengan kedudukan orang-orang shalih, dan sebagainya. Tawasul juga ada yang melakukannya dengan perantara kuburan wali-wali, dengan tempat-tempat keramat, benda tertentu, dan lainnya. Juga ada tawasul dengan meminta doa dari orang lain, membaca Al Fatihah, membaca shalawat, dengan menyebut amal shalih, dan sebagainya.

Maksud hakiki dari tawasul adalah Allah swt. sedangkan sesuatu yang dijadikan sebagai perantara hanyalah berfungsi sebagai pengantar dan atau mediator untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. artinya

tawassul merupakan salah satu cara atau jalan berdo’a dan merupakan

(27)

Dalam memahami hakikat tawasul, terdapat beberapa pendapat yang mengharamkan tawasul dengan alasan tawasul tersebut identik dengan memohon pertolongan kepada selain Allah, dan hal ini dihukumi musyrik. Namun mereka tidak menyalahkan orang yang bertawassul dengan amal shalih. Orang yang berpuasa, sholat, membaca al-Qur’an, berarti dia bertawasul dengan puasanya, shalatnya, dan bacaan al-Qur’annya untuk mendapatkan ridho Allah.

Bahkan tawasul dimaksud lebih memberi optimisme untuk diterima dan tercapainya tujuan. Dalam hal ini tidak ada perselisihan sedikitpun. Dalilnya adalah hadits mengenai tiga orang yang terkurung dalam gua. Orang pertama bertawasul dengan baktinya kepada orangtua, orang kedua bertawasul dengan sikapnya menjauhi perilaku keji, dan orang ketiga bertawasul dengan kejujurannya dalam memelihara harta orang lain. Maka Allah swt kemudian berkenan melapangkan kesulitan yang sedang mereka alami.

Tawasulan sebagai salah satu ritual keagamaan yang bernilai ibadah semestinya dimaknai dengan pemahaman sebagai berikut:

(28)

Mu’min akan mengalami penghampiran spiritual dengan pencipta-Nya. Pengalaman keruhanian seperti ini merupakan inti sari keberagamaan atau religiusitas, yang dalam pandangan mistis, seperti pada kalangan sufi, memiliki tingkat keabsahan yang sangat tinggi.

Namun demikian, sebagai bentuk penghambaan, dalam pengertian yang luas, Tawasulan sebagai sebuah ritual ibadah harus mampu diaplikasikan maknanya mencakup keseluruhan kegiatan manusia dalam hidup ini, termasuk kegiatan-kegiatan duniawi sehari-hari, dengan syarat kegiatan itu dilakukan dengan sikap batin serta niat pengabdian kepada Allah. Inilah maksud firman Allah bahwa manusia (dan jin) diciptakan hanya untuk mengabdi kepada-Nya. Mengabdi berarti memfungsikan hidup sepenuhnya untuk menunaikan tugas dan tujuan hidupnya, sebagai hamba yang wajib mengabdi kepada pencipta-Nya. Tanpa penunaian tugas dan tujuan hidup ini, keberadaan manusia menjadi absurd.

(29)

yang bermartabat, sejahtera, damai, tentram, dan aman. Akar kesadaran ini adalah keinsafan bahwa segala perbuatan dan tingkah lakunya di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dalam proses pengadilan yang seadil-adilnya.

Jadi, efek terpenting ritual tawasulan selain memperkukuh komitmen pribadi juga membawa berkah sosial yang luas. Bahkan ditegaskan dalam al-Qur’an maupun Sunnah Nabi, ritual Ibadah (tawasulan) yang tidak menumbuhkan kepekaan, kepedulian, keinsafan, atau solideritas sosial bukan saja sia-sia dan tidak membawa keselamatan bagi pelakunya, malahan juga dikutuk oleh Tuhan.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Deskriptif adalah metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas pristiwa pada masa sekarang, bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.16

Sedangkan pendekatan fenemonologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam

(30)

situasi tertentu.17 Dalam penelitian ini akan digambarkan sekelompok orang/anak yang berstatus sebagai santri/anggota Tarekat, secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,sifat-sifat kegiatan, dan peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan spiritual tawasulan

Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan metode penelitian ini : 1. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari sejumlah literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan dan hasil penelitian yang relevan serta diperoleh daripenelitian lapangan, diantaranya dari pimpinan pondok pesantren Nurul Huda Munjul, para ustadz,para santri dan jama’ah tawasulan.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan secara langsung dilapangan,diantara teknik- teknik pengumpulan data adalah; a. Observasi atau Pengamatan

Usaha pengamatan atau Observassi yang cermat dapat di anggap merupakan salah satu cara penelitian ilmiah yang paling sesuai bagi para ilmuan dalam bidang ilmu-ilmu sosial.18

17Lexi, J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, ( Bandung: Remaja Rosdakarya,

1999 ), hlm. 9.

18Harsya, W. Bachtiar dan Kuntjara Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,

(31)

Oleh karena itu maka salah satu cara atau metode dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan cara observasi atau pengamatan yaitu mengamati gejala, peristiwa, fenomena dari kegiatan-kegiatan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul termasuk kegiatan tradisi Tawasulan. Bahan untuk mendapatkan data yang lebih meyakinkan observasi ini menggunakan pengamatan terlibat, artinya peneliti secara langsung mengikuti proses kegiatan Tawasulan.

b. Wawancara

Metode Wawancara atau metode interview mencakup cara yang digunakan oleh seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau penjelasan secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap, berhadapan muka dengan orang itu.19

Dalam penelitian ini wawancara diperlukan untuk mendapatkan data dari pimpinan pengasuh pondok, Ustadz, Santri

dan jama’ah tawasulan. Teknik Wawancara yang sebelumnya sudah disiapkan daftar pertanyaan secara tertulis.

19Kuntjoro Ningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: Gramedia,

(32)

c. Dokumentasi

Dokumentasi dipakai untuk membantu penelitian memperoleh pengetahuan yang dekat dengan gejala yang dipelajari, mempertajam dan memperluas pengalaman. Dokumentasi yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan di pondok Pesantren Nurul Huda Munjul dikumpulkan, dipelajari sebagai sumber penelitian.

d. Angket

Angket atau yang disebut kuisioner merupakan metode pengumpulan data dengan cara menyusun daftar pertanyaan secara tertulis. Dalam penelitian ini angket disebarkan kepada para santri

dan jama’ah untuk mengetahui data-data yang lebih mendetail. 3. Analisis Data

(33)

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini maka secara sistematis pembahasan dalam tulisan ini disusun sebagai berikut:

BAB l PENDAHULUAN

Membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian, sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN TEORITIK

Membahas tentang konsep tarekat, pengertian tarekat, dasar hukum tarekat, tujuan dan ajaran tarekat, tawasul, pengertian tawasul, dasar hukum tawasul, maksud dan tujuan tawasul, praktek prosesi tawasulan di Indonesia, pembinaan mental, pengertian mental, dasar dan tujuan pembinaan mental, indikasi mental yang sehat dalam lslam.

BAB lll LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Membahas tentang gambaran umum pondok pesantren Nurul Huda Munjul, Sejarah berdirinya, keadaan pengurus, tenaga kependidikan dan sarana prasarana pondok pesantren Nurul Huda Munjul, program pesantren Nurul Huda dalam pembinaan, akhlak dan mental santri.

(34)

Asy- syahadatain, tradisi tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul, sejarah perkembangan tradisi tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul pelaksanaan tawasulan, dimensi lmplikasi tradisi tawasulan di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul, implikasi tawasulan terhadap para santri, implikasi tawasulan terhadap masyarakat .

BAB IV PENUTUP

(35)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Konsep Tarekat

1. Pengertian Tarekat

Kata tarekat berasal dari bahasa arab “thariqah” yang secara harfiyah berarti jalan semakna dengan kata syari’ah, sirat,sabil dan minhaj.20 Tarekat berasal dari kata bahasa Arab Thariqat yang artinya

jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu, seperti dalam firman Allah

Q.S.; 72; 16 :

َ

َ

َ

َ

َ

ل

َ و

َ

َ

س

َ ت

َ

َ م

َ و

َ عَ

َ

َ طل َ

َ

َ ي

َ

َ

َ

َ

ل

َ

س

َ

َ ي

َ

َ

َ م

َ

ًق غًَء م

َ

(

َ

َ ن ل

َ:

٦

)

َ

artinya: “ Dan bahwasannya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu ( Agama Islam ), benar- benar Kami akan memberi

minum kepada mereka air yang segar ( rizki yang banyak )”.21

Dari segi bahasa, thariqat atau ada yang menyebut tarekat berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan atau petunjuk jalan atau cara, metode, sistem (al-uslub), mazhab, aliran, keadaan (al-halah), tiang tempat

20Asep Usman Ismail, Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, ( Jakarta: PT. Iktiar

Baru Van Hoeve, ttp ),hlm. 316.

21

(36)

berteduh, tongkat, dan payung (‘amud al-mizalah).22. Secara singkat dapat disebutkan bahwa thariqat adalah suatu jalan, keadaan, atau petunjuk agar sampai pada suatu tujuan yaitu pada Allah SWT.

Yang di maksud jalan disini adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ( Taqarrabun Ilallah ), berupa suatu perbuatan yang ditentukan dan

dicontohkan Rasulullah, dikerjakan oleh para tabi’in kemudian diteruskan

secara turun temurun sampai kepada guru tarekat.23 Agar dapat

mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Suci, ruh manusia harus lebih dahulu disucikan. Sufi- sufi besar kemudian merintis jalan tersebut sebagai media untuk penyucian jiwa yang dikenal dengan nama tarekat ( jalan ).

Jalan dalam tarekat itu antara lain terus menerus berada dalam naungan zikir atau ingat selalu kepada Tuhan dan terus menerus menghindsrksn diri dari dari sesuatu yang melupakan Tuhan.24 Dengan demikian kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan tarekat adalah jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang di dalamnya memuat amalan- amalan ibadah yang dapat mempertemukan seorang hamba dengan Tuhannya dengan menyebut nama Allah serta sifat- sifatnya yang disertai dengan penghayatan yang mendalam. Amalan

22Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tareqat: Kajian Historis Tentang Mistik, ( Solo:

Ramadhani, 1993 ), hlm. 67.

23Budi Munawar Rahman dan Asep Usman Ismail, Cinta di Tempat Matahari Terbit,

( Ulumul Qur’an No 8 Vol. 2 , 1991 ), hlm. 100.

(37)

dalam tarekat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin dengan Tuhan.25

Pengertian tarekat menurut pandangnan ulama Mutoohawwifin ialah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan yang dicontohkan oleh beliau dan para sahabatnya serta tabi’it tabi’in dan terus bersambung hingga kepada para guru-guru, ulama, kiai-kiai secara bersambung hingga sekarang ini.26

Dalam tasawuf istilah tarekat ialah jalan menuju Allah SWT guna mendapatkan ridho-Nya.27 Istilah tarekat dalam tasawuf sering dihubungkan dengan dua istilah lain yakni, syariat, hakikat, dan ma’rifat. Istilah-istilah tarekat dipakai untuk menggambarkan peringkat penghayatan keagamaan muslim. Penghayatan keagamaan peringkat awal

disebut syari’at, peringkat kedua disebut tarekat, ketiga hakekat dan

keempat makrifat. Yang dimaksud dengan syariat adalah jalan utama yang mengandung peraturan keagamaan yang bersifat umum dan formal. Adapun tarekat merupakan jalan yang lebih sempit, yang terdapat dalam jalan umum syariat. Tarekat mengandung peraturan yang lebih khusus

25Abudin Nata, Akhlak Tasawuf , hlm. 271.

26Moh. Saifullah Al-Azis Senali, Tasawuf Dan Jalan Hidup Para Wali, ( Gresik: Putra

Pelajar, 2000 ), hlm. 32.

(38)

yang ditujukan untuk orang-orang yang ingin mencapai penghayatan keagamaan yang lebih tinggi.

Pengamalan syariat merupakan jenis penghayatan eksoterik, sedangkan tarekat merupakan jenis penghayatan keagamaan esoteris. Adapun hakekat secara harfiah berarti kebenaran, tetapi yang dimaksud dengan hakekat di sini ialah pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan yang dimulai dengan pengamalan syariat dan tarekat secara seimbang. Sedangkan makrifat adalah pembelajaran yang terakhir sehingga orang yang telah mencapai tingkat makrifat ini disebut dengan arif dalam bidang ilmu-ilmu ajaran islam. Makna makrifat adalah pengenalan dengan sesuatu dan ajaran merupakan ujung segala perjalanan dari ilmu pengetahuan.28

Di samping itu tarekat juga dapat berarti cara atau metode. Tarekat dipandang sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui amalan yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dikerjakan oleh para sahabat dan tabi’in, lalu secara sambung menyambung diteruskan oleh guru-guru tarekat. Transmisi rohaniah dari seorang guru tarekat kepada guru tarekat yang berikutnyadengan istilah silsilah tarekat. Guru tarekat itu sendiri biasa

dipanggil “Mursyid” (pembimbing spiritual). Kata tarekat kemudian

28Moh. Siddiq, Mengenal Ajaran Tarekat dalam Aliran Tasawuf, ( Surabaya: Putra

(39)

menjalani perkembangan makna. Pada mulanya berarti jalan yang

ditempuh olehseorang sufi’ dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Selanjutnya istilah itu digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologis yang dilakukan oleh seorang guru (mursyid) kepada muridnya untuk mengenal Tuhan secara mendalam. melalui metode psikilogis itu murid dilatih mengamalkan syariat dan latihan-latihan kerohanian secara ketat sehingga ia mencapai pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan. 2. Dasar Hukum Tarekat

Dalam pembahasan masalah dasar hukum tarekat ini sebenarnya dapat dilihat melalui beberapa segi yang terdapat dalam tarekat itu sendiri, sehingga dari seni akan dapat diketahui secara jelas tentang kedudukan hukumnya dalam islam. Disamping itu juga untuk menghindari adanya penilaian negatif terhadap tarekat yang selama ini tumbuh dengan pesat dan diamalkan oleh masyarakat di Indonesia. Menurut penyelidikan para ulama ahli tarekat, dasar hukum tarekat dapat dilihat dari beberapa segi:

Pertama: segi eksistensi amalan tarekat yang bertujuan hendak

(40)

“Dan bahwasannya, jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (ajaran Islam) benar-benar kami akan memberikan minum kepada mereka air yang segar (rejeki yang berlimpah).29

Menurut tinjauan para ulama tarekat, ayat di atas secara formal (bunyi lafalnya) maupun material (isi yang terkandung di dalamnya) adalah merupakan tempat sumber hukum diijinkannya pelaksanaan amalan-amalan tarekat. Karena dengan mengamalkan tarekat akan dapat diperoleh tujuan pelaksanaan syariat Islam yang sebenar-benarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT danRasulullah SAW.

Kedua: dari segi materi pokok amalan tarekat yang berupa wirid

dzikrullah, yang dilakukan secara terus-menerus menghindarkan diri dari

segala sesuatu yang dapat membawa akibat lupa kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firmanAllah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 41-42.

َ ي

َ

َ ي

َ

ل

َ

َ ي

َ ن

َ

َ م

َ

َ و

َ

َ ك

َ

َ ه ل

َ

َ

َ

ك

َ ـ

ًَ

َ

َ ك

َ ث

َ ي

ًَ

َ

َ

َ

س

َ

َ ح

َ و

َ

َ

َ ب

َ

َ

ًَ

َ

َ

َ

َ ص

ًَلي

.

hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”30

Jika kita melihat ayat ini, maka jelaslah bahwa Allah SWT telah memerintahkan kepada semua orang yang beriman untuk tetap senantiasa berdzikir dan bertasbih dengan menyebut nama Allah, baik dilakukan pada waktu pagi atau petang, siang atau malam. Jadi amalan dzikir

29Mushaf An- Nahdlah, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 985.

(41)

sebagaimana yang terdapat di dalam firman Allah tersebut adalah jelas bersifat mutlak. Dalam arti bahwa syariat dzikir bentuk asal hukumnya masih global. Disini maka para ulama tarekat membuat amalan dzikrullah dengan syarat dan rukun-rukun tertentu serta bentuknya yang bermacam-macam misal tentang waktunya, jumlahnya, cara membaca dan sebagainya.

Ketiga: dari segi sarana pokok yang hendak dicapai dalam

mengamalkan Tarekat, yakni terwujudnya rasa menyatu antara hamba dengan Allah karena ketekunan dan keikhlasan dalam menjalankan syariat Allah secara utuh dan terasa indah oleh pantulan sinar cahaya Allah. Sebagaimana diterangkan di dalam hadis Nabi SAW:

َ ع

َ ن

َ

َ

َ ب

َ ي

َ

َ ه

َ

َ ي

َ

َ

َ

َ ق

َ

َ

َ ك

َ

َ

َ ل

َ

َ

ي

َ

َ ص

َ

َ

َ ه ل

َ

َ ع

َ

َ ي

َ ه

َ

َ

َ

س

َ

َ م

َ

َ ب

َ

ًَ

َ يَ

َ و

ًَم

َ

َ ل

َ

َ

س

َ

َ ف

َ

َ ت

َ

َ

َ

َ ج

َ ل

َ

َ ف

َ

َ

:

َ

َ م

َ َ

َ ل

َ ي

َ

َ

َ قَ ؟

َ

َ َ :

َ ل

َ ي

َ

َ

َ

َ

َ

َ

َ ت

َ

َ م

َ ن

َ

َ ب

َ ه ل

َ

َ

َ م

َ ل

َ ئ

َ

َ ت

َ ه

َ

َ ه ئ ب

َ

َ ه ل و س ب

َ

َ

ث ع

ل بَ ن م ت

...

َ

)م م َ

ل َ

(

َ

َ

َ

Dari Abu Hurairah berkata bahwa pada suatu hari tiba-tiba ada seorang laki-laki (Jibril) datang kepadanya seraya berkata: apakah iman itu? Nabi menjawab: Iman ialah

(42)

2. Percaya kepada malaikat-Nya

3. Percaya akan bertemu Allah dihari kiamat 4. Percaya terhadap para Rasul-Nya

5. Percaya kepada adanya hari kebangkitan31

Selanjutnya laki-laki tersebut bertanya lagi kepada Nabi. Apakah Islam itu? Jawab Nabi: Islam ialah menyembah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya, mengerjakan shalat fardhu, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, kemudian laki-laki itu bertanya lagi kepada Nabi: Apakah Ihsan itu? Jawab Nabi: Ihsan ialah keadaan engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sekiranya engkau tidak dapat melihat-Nya, maka Allah melihat engkau. (H.R. Bukhari).32

Dalam hadis ini dapat dipahami adanya beberapa pengertian bahwa kehidupan beragama dalam jiwa seseorang akan menjadi sempurna jika dapat mengumpulkan tiga faktor pokok yang sangat menentukan yaitu: Iman, Islam, dan Ihsan. Masing-masing dapat dicapai dengan mempelajari dan memahami serta mengamalkan ilmu-ilmu yang membicarakan tentang masalahnya.

Para ulama mempunyai pendirian yang sama bahwa faktor iman dapat dipelajari lewat ilmu yang dinamakan Ushuluddin atau ilmu kalam atau ilmu tauhid. Sedang Islam dapat dipelajari lewat ilmu fiqih atau

31Imam Abi al-Husain bin Hajjaj al-Qusyairi an-Naisabury, Sohih Muslim, Juz 1 (Kairo:

Daar al-Fikr, 2007), hlm. 28.

(43)

sering dikenal dengan sebutan ilmu syariat. Demikian pula halnya dengan ihsan dapat dicapai dengan mempelajari dan mengamalkan ilmu tasawuf atau ilmu Tarekat.

Iman, Islam, dan Ihsan ketiganya berkaitan erat dalam mencapai sasaran pokok, yaitu mengenal Allah untuk diyakini. Hal ini menuntut terwujudnya sikap perilaku dan perbuatannya dalam hidup, sebagai bukti kepatuhan melaksanakan segala yang diperintahkan dan meninggalkan semua yang dilarang dengan penuh keikhlasan karena Allah semata disertai penuh rasa cinta terhadap-Nya. Ketika keadaan ini sudah mencapai puncaknya maka akan tercapailah hakekat tujuan hidup yang sebenarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah sendiri lewat syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW33.

3. Tujuan dan Ajaran Tarekat

Secara singkat tujuan tarekat adalah mempertebal iman pengikut-pengikutnya sedemikian rupa sehingga timbul perasaann tidak ada yang lebih indah dan dicintai selain Allah, dan kecintaan tersebut melupakan dirinya kepada dunia ini seluruhnya. Dalam perjalanan ke arah tujuannya itu, manusia harus ikhlas, bersih, segala amal dan niatnya muroqobah, merasa diri selalu diawasi Allah dalam segala gerak-geriknya, muhasabah, memperhitungkan laba rugi amalnya, dengan akibat selalu

menambah kebaikan, tajarrud, melepaskan segala ikatan apapun yang

(44)

dapat merintangi dirinya menuju jika itu untuk membentuk pribadi yang demikian itu maka jiwa dapat diisi dengan isyqu, rindu yang tidak terbatas dengan Tuhan, sehingga kecintaan kepada Tuhan melebihi kecintaan terhadap dirinya dan alam yang ada disekitarnya.

Oleh sebab itu, dalam suatu tarekat terdapat syech atau mursyid, yaitu guru yang memberi petunjuk mengenai riyadhah, atau latihan-latihan dalam melakukan dzikir dan wirid, melakukan latihan-latihan mengendalikan lidah dan hati, memperbaiki penyakit-penyakit jiwa. Hidup mengembara sebagai fakir, atau hidup menyendiri, berkhalwat, dengan latihan-latihan berdiam diri, menahan lapar, berpakaian apa adanya, hidup tidur di malam hari, memperbanyak amalan sunat, tawajjuh menetapkan ingatan hanya kepada Allah, dan lain sebagainya.

(45)

Meskipun dalam ilmu pengetahuan, wacana tasawuf tidak diakui karena sifatnya yang Adi Kodrati, namun eksistensinya di tengah- tengah masyarakat membuktikan bahwa tasawuf adalah bagian tersendiri dari suatu kehidupan masyarakat, sebagai sebuah pergerakan, keyakinan agama, organisasi, jaringan bahkan penyembuhan atau terapi.

(46)

Menurut Amin Syukur, tasawuf bagi manusia sekarang ini, sebaiknya lebih ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak,yaitu ajaran-ajaran mrngenai moral yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan optimal. Tasawuf prilaku baik, memiliki etika dan sopan santun baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhannya. Aliran tasawuf yang benar adalah aliran yang menjung-jung tinggi harkat dan martabat manusia,aliran yang tumbuh dari asuhan iman, Islam, dan Ihsan. Aliran tasawuf yang benar adalah aliran yang tumbuh berdasarkan ilmu dan amal yang benar sehingga dapat memperkaya perasaan manusiadengan pengabdian seikhlas-ikhlasnya kepada Allah SWT, mendorong manusia untuk rela mengorbankan hidup dan matinya demi keridhaan Allah, dan mempertajam jangkauan daya indra serta intuisnya hingga sanggup mengenal dan menyaksikan hakekat eksistensi-Nya.34

Adapun tujuan-tujuan dan amalan-amalan Tarekat di antaranya adalah:

a. Untuk latihan (riyadhah) dan berjuang melawan nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan diisi dengan sifat-sifat terpuji. Hal ini dilakukan melalui perbaikan budi pekerti dalam berbagai segi.

34Muhammad Thahir dan Abu Laila, Al-Ghazali Menjawab 40 Soal Islam Abad 20,

(47)

b. Untuk selalu dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah Dzat Yang Maha Besar dan Maha Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan mengamalkan wirid dan dzikir disertai tafakkur yang dilakukan secara terus menerus.

c. Untuk menimbulkan perasaan takut kepada Allah, sehingga timbul pula dalam diri seseorang suatu usaha untuk menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang dapat mnenyebabkan lupa kepada Allah SWT.

d. Untuk mencapai tingkatan ma’rifat, sehingga dapat diketahui segala rahasia dibalik tabir cahaya Allah dan Rasul-Nya secara terang benderang.

e. Untuk memperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini. Berbicara masalah tarekat tidak terlepas dari tasawuf, karena ajaran tarekat adalah salah satu pokok ajaran yang ada dalam tasawuf.35 Ilmu tarekat ini sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan ajaran tasawuf dan tidak dapat dipisahkan dari kalangan orang-orang sufi. Ada beberapa ajaran dalam tarekat ini, diantaranya adalah :36

1) Suluk

Suluk artinya jalan, sama dengan thariq yang artinya juga jalan.

Namun penggunaan istilah itu makin lama makin menjalani

(48)

perubahan arti. Akhirnya orang tarekat menggunakan istilah suluk untuk mengartikan suatu pelajaran atau latihan pada kurun waktu tertentu. Orang yang berlatih baik dalam berdo’a, dzikir, berpuasa maupun mengurangi tidur hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, meminta ampunan atas kesalahannya dinamakan salik.

Ada tiga macam suluk dalam ajaran tarekat, yaitu: a) Suluk Ibadah

Suluk ini sebagai latihan dalam bentuk ibadah, caranya dengan memperbanyak bentuk syariat serta proses yang dimulai dalam wudhu, sholat sampai berdzikir. Murid yang melakukan latihan dalam bentuk ibadah ini tak segan-segan mengisi hari-harinya dengan melaksanakan perintah yang wajib dan yang sunat layaknya seperti yang dilakukan oleh orang-orang Islam pada umumnya. Proses dan latihan (suluk) semacam ini dilakukan secara rutin dan berlangsung terus menerus setiap hari. Suluk yang demikian itu jika dilakukan secara terus menerus dengan tenang, dengan ikhlas dan penuh konsentrasi, maka dalam waktu yang tidak ditentukan akan datang petunjuk dari Allah yang di bawa malaikat baik dalam bentuk mimpi atau secara langsung.

(49)

Suluk (latihan) riyadhah berbeda dengan suluk ibadah. Jika

suluk ibadah seorang murid diperintahkan untuk mengamalkan peribadatan seperti sholat baik yang wajib atau yang sunat, wirid dan dzikir, maka suluk riyadhah bentuk dan pengamalannya ialah meliputi meditasi, bertapa, berpuasa, menyepi, menjauhkan diri dari pergaulan kehidupan sehari-hari, mengurangi tidur, mengurangi berbicara, mengurangi segala yang berhubungan dengan kepentingan duniawi termasuk memisahkan diri dengan seorang mursyid (guru), ketika melihat murid-muridnya mulai melakukan kesalahan-kesalahan dan tertutup debu-debu nafsu mata hatinya.

Suluk riyadhah dilakukan semata-mata untuk mensucikan

jiwa dan menghindari kesalahan. Dengan melakukan riyadhah diharapkan Tuhan akan menghapus segala kesalahan dan dalam hati yang selanjutnya akan mendapat ampunan, petunjuk dan barokah-Nya.

c) Suluk Penderitaan

(50)

tarekat yang perlu diamalkan jika sang guru memerintahkannya.

Bagi orang awam latihan atau suluk penderitaan dianggap merupakan suatu perbuatan yang tolol dan menyia-nyiakan sisa hidup. Tapi bagi golongan tarekat, memandang bahwa penderitaan dalam hidup memang perlu dan harus dialami. Karena orang tanpa merasakan penderitaan hidup dan sengsara, maka ia akan lupa diri dan timbul perasaan tinggi hati, sombong yang kemudian melupakan siapa dan bagaimana peranan Tuhan dalam alam nyata ini. Suluk atau latihan penderitaan ini sangat berguna untuk membina akhlak yang kurang terpuji, misal sikap kikir, sombong, congkak, dan sebagainya.

2) Suluk Safar

(51)

Ada beberapa tujuan dari melakukan suluk safar, diantaranya adalah:

a) Safar dengan tujuan untuk menuntut ilmu

b) Safar dilakukan semata-mata karena kewajiban ibadah c) Safar dilakukan karena menghindarkan diri dari kedzaliman d) Safar dilakuakan semata-mata karena menghindari wabah

penyakit.

3) Akhlak hidup sehari-hari

Pada umumnya semua ajaran tarekat mengajarkan kepada murid-muridnya untuk membenahi akhlak, memperbaiki budi pekerti dan sikap-sikapnya. Akhlak merupakan suatu tingkah laku sehari-hari dalam pergaulan yang berhubungan dengan sesama manusia, akhlak yang baik akan membaikkan ibadah seseorang. Bagi pengikut tarekat akhlak yang demikian sangatlah penting, sebab jika kualitas akhlak itu baik dan terpuji maka dapat mengantarkan seseorang sampai ke tingkat kesempurnaan. Pembinaan akhlak akan diberikan sebagai bagian dari suluk atau latihan dan mereka itu lebih dahulu menghindari apa yang disebut

“takhali” atau akhlak yang tercela.

(52)

menjaga adab pergaulan yang baik, maka demikian keadaan hati orang tersebut. Segala gerakan anggota tubuh adalah hasil goresan dalam hati dan segala amal perbuatan adalah hasil dari budi pekerti.

Akhlak menurut kacamata sufi/tarekat adalah bahwa seseorang diperintahkan untuk berbaik budi dan selalu dijalur kebenaran terhadap apa yang diperbuat serta diucapkan hendaknya sesuai dengan kata hatinya. Orang sufi tidak membenarkan jika berkata benar namun hatinya menolak berkata tidak tetapi hatinya menerima, berkata suka namun hatinya benci, berkata benci namun hatinya cinta. Orang sufi mengajarkan kepada para pengikutnya untuk senantiasa jujur dan terus terang dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan. Kesimpulannya bahwa antara pikiran, perkataan dan perbuatan harus selaras dan tidak boleh ada salah satu yang bertentangan. Sikap dan sifat yang demikian itu

disebut “sadaq”. Adapun orang yang sudah mengamalkan sifat,

sikap serta akhlak yang demikian itu diberi nama “siddiq”. 4. Macam-macam Tarekat

(53)

Naqsyabandiyyah, Tarekat Syaziliyyah,Tarekat Ahmadiyyah, Tarekat

Rifaiyyah, Tarekat Dasukiyyah, Tarekat Akbariyyah, Tarekat

Maulawiyyah, Tarekat Qurabiyyah, Tarekat Suhrawardiyyah, Tarekat

Khalwatiyyah Tarekat Jalutiyyah, Tarekat Bakdasiyyah, Tarekat

Ghazaliyyah, Tarekat Rumiyyah, Tarekat Jastiyyah, Tarekat

Sya’baniyyah, Tarekat Kaisaniyya, Tarekat Hamzawiyyah, Tarekat

Sya’baniyya, Tarekat ‘Alawiyyah, Tarekat ‘Usyaqiyyah, Tarekat

‘Umariyyah, Tarekat ‘Uthmaniyyah, Tarekat ‘Aliyyah, Tarekat

Bakriyyah, Tarekat ‘Abbasiyyah, Tarekat Haddadiyyah, Tarekat

Maghribiyyah, Tarekat Ghaibiyyah, Tarekat Hadiriyyah, Tarekat

Syattariyyah, Tarekat Bayumiyyah, Tarekat ‘Aidrusiyyah, Tarekat

Sanbliyyah, Tarekat Malawiyyah, Tarekat Anfasiyyah,Tarekat

Sammaniyyah, Tarekat Sanusiyyah, Tarekat Idrisiyyah, Tarekat

Badawiyyah.37

Sebagai contoh, di antara sejarah dan perkembangan ringkas beberapa tariqah yang tercatat di atas berupa tarekat yang masih diamalkan di Indonesia sampai saat ini adalah: Tarekat Syaziliyyah. Nama pendiri tarekat ini ialah Abul Hassan Ali As-Syazili dalam sejarah keturunannya dihubungkan dengan keturunan Sayidina Hassan putera Sayidina Ali Bin Abi Thalib ra. Lahir di Amman, sebuah desa kecil di

37 M. Sholeh Bahruddin, Sabilus Salikin (Jalan Para Salik): Ensiklopedi

(54)

Afrika, berdekatan desa Mansiyyah. As-Syazili adalah seorang yang ringan lidahnya, baik segala ucapannya sehingga segala ucapan yang keluar dari mulutnya mengandungi hikmah dan pengertian yang besar dan mendalam. Tariqah Syaziliyyah dibentuk dengan menisbah kepada nama penggagasnya. Ia merupakan tarekat yang silsilahnya sambung menyambung sampai kepada Hassan bin Ali bin Abi Thalib ra dan terus sampai kepada Rasulullah SAW .

(55)

Tarekat ini pada awalnya berkembang di tanah Arab. Ali Bin Al-Haddad semasa waktu hidup As-Syeikh telah mula menyebarkan tarekat

ini di Yaman. Muhammad Batha’ berasal dari Balbek, pula menyebarkan tariqah ini di Syria. Begitu juga Muhammad Al-Yunani terkenal sebagai seorang penyair Tarekat Qadiriyyah di Balbek dan juga Muhammad bin Abdus Samad yang mewakli As-Syeikh Abdul Qadir sendiri untuk mengembangkan tarekatnya di Mesir.

Demikianlah seterusnya ajaran Tarekat Qadiriyyah disebarkan luas ke negara-negara lain. Ke Makkah, Turki, tersiar juga ke Afrika Tengah, ke Asia sehingga membawa ke rantau nusantara kita ini. Tarekat Qadiriyyah mempunyai zikir-zikir, wirid dan hizib-hizib yang tertentu. Wirid-wirid Tarekat Qadiriyyah termuat dalam kitab ‘Al-Fuyudat

Ar-Rabbaniyyah’ karangan Abdullah Bin Muhammad Al-Ajami, juga seorang sufi yang alim yang telah mencapai umur 183 tahun (527–721 H) Pokok dasar Tarekat Qadiriyyah terdiri dari lima asas yang penting yaitu taqwa kepada Tuhan dhohir dan bathin, mengikut sunnah dalam perkataan dan perbuatan, menjauhkan diri dari makhluk di depan dan di belakang, rela terhadap Tuhan dalam pemberiannya yang sedikit atau banyak, kembali kepada Tuhan dalam waktu susah dan senang.

(56)

Khalikan tidak banyak menulis tentang sejarah hidupnya. Lebih banyak diutarakan beberapa catatan mengenai hidupnya dalam kitab tarikh Islam karangan Az-Zahabi, dalam Kitab Tanwirul Absar dan juga Qiladatul Jawahir. Dari sejarah hidupnya, dapat kita ketahui bahwa tatkala ia

berumur tujuh tahun, ayahnya meninggalkan Baghdad pada tahun 419H. Lalu ia diasuh oleh saudara bapaknya Mansur Al-Bathaihi yang tinggal di

Basrah. Menurut Imam Sya’rani dalam kitabnya Lawaqihul Anwar, bapa

saudaranya itu adalah seorang Syeikh tarekat yang kemudian dinamakan menurut nama Ahmad Rifa’iyyah. Ia pernah menuntut juga dari bapak saudaranya yang lain, Abul Fadhl Ali Al-Wasithi mengenai hukum-hukum Islam dalam mazhab Syafie. Ia belajar dengan giat dalam segala bidang ilmu hingga ke umur 27 tahun. Ia mendapat ijazah dari Abul Fadhl dan khirqah dari Mansur, yang telah menetap di Umm Abidah dan kemudian meninggal di sana pada tahun 540 H. Ahmad tidak melepaskan keluarga ini dan banyak bergaul dengan anak-anak Mansur yang kesemuanya ahli tarekat. Tarekat Rifaiyyah ini yang pada awal-awalnya bermula di Iraq, kemudian tersiar luas ke Basrah, sampai ke Damshiq dan Istanbul.

B. Tawasul

1. Pengertian Tawasul

(57)

Adapun secara Syar’i, tawasul artinya: Menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam permohonan kepada Allah agar permohonan itu lebih dikabulkan. (Lihat Mu’jam Lughah Fuqaha’, bagian entri “tawasul”).

Tawasul dalam arti bahasa adalah perantara, segala sesuatu yang

menggunakan perantara adalah tawasul. Sebagai contoh makan, dalam praktiknya nasi sebagai perantara dalam mengenyangkan perut, artinya manusia bertawasul kepada nasi dalam hal mengenyangkan perut. Sedangkan dalam arti istilah adalah berdo’a atau memohon kepada Allah dengan perantara kemuliaan para sholohin.38

Tawasulan dilakukan ketika seseorang merasa dirinya tidak bisa

berdoa dengan baik, atau merasa doanya tidak didengar oleh Allah (padahal Allah itu Maha Mendengar doa-doa), atau merasa dirinya kotor sehingga membutuhkan orang-orang yang dianggap bersih untuk menyampaikan permohonan kepada Allah. Intinya, rasa tidak percaya diri dengan keadaan diri sendiri, sehingga membutuhkan pihak tertentu untuk memanjatkan doa. Atau bisa jadi karena kondisi yang sedemikian pelik, sehingga membutuhkan cara-cara khusus untuk mendatangkan pertolongan Allah.

Tawasul biasanya dilakukan dengan memanjatkan doa dengan menyebut nama-nama wali tertentu , atau tawasul dengan nama dan

38M. Abdul Hakim, Mencari Ridho Allah , ( Cirebon: Pimpinan Pusat Jama’ah

(58)

kedudukan Nabi Muhammad shallallah ‘alaihi wa sallam, atau tawasul de

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas Metode Amtsilati Dalam Meningkatkan Kemampuan Qowa’id Bahasa Arab Santri (Studi Eksperimen Kuasi Di Kelas Wustho Pondok Pesantren Nurul Huda-Ciamis)..

Pesan komunikasi KH.M. Chaedar dalam pembinaan santri di pondok pesantren Nurul Falah cenderung menggunakan komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal merupakan

Kemudian dari hasil wawancara yang penulis lakukan, terapi sholat tahajjud di Pondok Pesantren Nurul Huda dilaksanakan dalam waktu 40 hari, dengan tujuan di hari

eling Nurul Huda Pondok Pesantren Darul Hikam Brebes, letak geografis, Visi dan Misi Pondok Pesantren Darul Hikam, profil pengasuh majlis Eling Nurul Huda asal-usul

Pondok Pesantren Nurul Huda adalah salah satu pondok pesantren yang berada ditengah-tengah masyarakat dan senantiasa menjalankan fungsi dakwah disebagian wilayah

Dari tabel diatas tergambar jawaban responden tentang program dakwah dilingkungan pondok pesantren Nurul Islam terhadap pembinaan akhlak santri ,mendapat jawaban

Faktor pendukung bagi Pondok Pesantren Rehabilitasi Mental dalam pembinaan korban narkoba yaitu, 1) niat yang sungguh-sungguh yang dimiliki santri itu sendiri

Berdasarkan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat di Pondok Pesantren Nurul Huda dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini mampu meningkatkan pengetahuan dan skill para santri khususnya