i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN KEYAKINAN KEMAMPUAN DIRI
(SELF-EFFICACY)
TERHADAP PERILAKU PERAWATAN
KAKI PADA PASIEN DIABETES MELITUS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Ilmu
Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh : NUR SA’ADAH
20120320150
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN KEYAKINAN KEMAMPUAN DIRI
(SELF-EFFICACY)
TERHADAP PERILAKU PERAWATAN
KAKI PADA PASIEN DIABETES MELITUS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Ilmu
Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh : NUR SA’ADAH
20120320150
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Nur Sa’adah
NIM : 20120320150
Program Sudi : Ilmu keperawatan
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 9 Agustus 2016
Yang membuat pernyataan,
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” (Al-Insyirah: 6)
Bismillahirahmanirrahim, dengan rahmat dan kasih sayang Allah SWT Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk:
Abah, mama, Fuad, dan Rahman keluarga tercinta yang selalu memberikan doa, kasih sayang, nasihat, dan motivasi yang tak terkira.
Ibu Prima yang senantiasa sabar dalam membimbing dan selalu memberikan nasihat yang membangun dalam penyusunan KTI.
Almamaterku Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta semoga makin jaya.
Mbaa dy, Cebey, Laely, Ikaa, dan anak kos melati 3 yang saling menyemangati. Terimakasih atas kekeluargaan dan kebersamaannya selama ini, semoga Allah selalu memberikan yang terbaik buat kita semua.
Teman-teman satu bimbingan, Ratri, Dina, Vitta, Dian, Angga, Upik, dan Denda yang saling memberikan dukungan untuk cepat maju sidang hasil dan menyelesaikan revisi. Semoga Allah selalu mempermudah urusan kita.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdullilahirabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Keyakinan Kemampuan Diri (
Self-Efficacy) Terhadap Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus”.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Sarjana di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa
Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menguncapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Ardi Pramono Sp.An., M. Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Yanuar Primanda, S.Kep., Ns., MNS., HNC selaku pembimbing yang telah
memberikan ilmu, nasihat, motivasi serta meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya untuk bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Shanti Wardaningsih, M.Kep., Ns., Sp.Kep.J., PhD selaku dosen penguji
yang sudah meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan nasihat
v
5. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi,
dan nasihat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
6. Puskesmas Gamping 1 yang telah memberikan izin, tempat, dan bantuannya
dalam proses penelitian.
7. Responden yang bersedia menjadi meluangkan waktunya dalam penelitian.
8. Teman-teman PSIK 2012 dan semua pihak yang membantu kelancaran dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini. Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga peneliti mengharapkan saran, kritik, dan masukan yang
bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yogyakarta, 9 Agustus 2016
vi A. Latar belakang masalah ... 1
B. Rumusan masalah... 5
C. Tujuan penelitian ... 5
D. Manfaat penelitian ... 5
E. Keaslian penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 9
1. Diabetes melitus ... 9
a. Definisi diabetes melitus ... 9
b. Klasifikasi diabetes melitus ... 9
c. Etiologi diabetes melitus ... 10
d. Manifestasi diabetes melitus ... 13
e. Komplikasi diabetes melitus ... 13
f. Penatalaksanaan diabetes melitus ... 16
2. Perawatan kaki pada pasien diabetes melitus ... 17
a. Definisi perawatan kaki diabetes melitus ... 17
b. Cara perawatan kaki diabetes melitus ... 18
c. Faktor yang mempengaruhi perawatan kaki diabetes melitus ... 20
d. Pengukuran perawatan kaki diabetes melitus ... 22
3. Keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) ... 23
a. Definisi self-efficacy ... 23
b. Sumber self-efficacy ... 23
c. Proses-proses self-efficacy ... 25
d. Dimensi self-efficacy ... 26
e. Faktor yang mempengaruhi self-efficacy ... 27
f. Pengukuran self-efficacy dalam perawatan kaki diabetes melitus . 29 B. Kerangka konsep ... 31
C. Hipotesis ... 31
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian ... 32
vii
C. Lokasi dan waktu penelitian... 33
D. Variabel penelitian ... 33
E. Definisi operasional ... 34
F. Instrumen penelitian ... 35
G. Prosedur penelitian dan cara pengumpulan data ... 37
H. Uji validitas dan reliabilitas ... 38
I. Pengolahan data dan analisis data ... 39
J. Etika penelitian... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 44
1. Gambaran tempat penelitian ... 44
2. Analisis univariat ... 45
a. Karakteristik demografi responden ... 45
b. Keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) ... 47
c. Perilaku perawatan kaki diabetes melitus ... 47
3. Analisis bivariat ... 48
B. Pembahasan ... 48
1. Karakteristik reponden ... 48
2. Keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) ... 54
3. Perilaku perawatan kaki pasien diabetes melitus ... 56
4. Hubungan keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) dengan perilaku perawatan kaki pasien diabetes melitus ... 59
C. Kekuatan dan dan kelemahan penelitian ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kisi-kisi kuesioner FCCS ...36
Tabel 2 Kisi-kisi kuesioner NAFF ...36
Tabel 3 Pengkodean kuesioner demografi ...39
Tabel 4 Hasil uji normalitas data ...41
Tabel 5 Gambaran karakteristik responden diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Gamping 1 ...45
Tabel 6 Gambaran usia dan lama diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Gamping 1 ...46
Tabel 7 Distribusi frekuensi keyakinan kemampuan diri (Self-efficacy) Responden di Puskesmas Gamping 1 ...47
Tabel 8 Distribusi frekuensi perilaku perawatan kaki diabetes melitus di Puskesmas Gamping 1 ...47
ix
DAFTAR SINGKATAN
ADA : American Diabetes Association
DINKES : Dinas Kesehatan
DKA : Diabetic Ketoasidosis
DM : Diabetes Melitus
FCCS : Foot Care Confidence Scale
HHNK : Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketonik
IDF : International Diabetes Federation
IMT : Indeks Massa Tubuh
KEMENKES RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
NAFF : Nottingham Assesment of Functional Foot Care
NDEP : National Diabetes Education Program
NIDDK : National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PIN : Patient Interpretation of Neuropathy
Prolanis : Pengelolaan penyakit kronis
STP : Survailans Terpadu Penyakit
UMK : Upah Minimum Kabupaten/Kota
WDF : World Diabetes Foundation
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar permohonan menjadi responden
Lampiran 2 Lembar persetujuan menjadi responden
Lampiran 3 Kuesioner demografi responden
Lampiran 4 Kuesioner foot care confidence scale
Lampiran 5 kuesioner perilaku perawatan kaki DM (NAFF)
Lampiran 6 Uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 7 Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden
Lampiran 8 Hasil olah data variabel penelitian
Lampiran 9 Survei pendahuluan
Lampiran 10 Surat uji validitas
Lampitan 11 Surat keterangan uji etik
Lampiran 12 Surat ijin penelitian dari UMY
Lampiran 13 Surat ijin penelitian dari BAPEDA
xii
HUBUNGAN KEYAKINAN KEMAMPUAN DIRI (SELF-EFFICACY) TERHADAP PERILAKU PERAWATAN KAKI PADA PASIEN
DIABETES MELITUS INTISARI
Ulkus diabetik adalah salah satu komplikasi diabetes melitus (DM) yang dapat menyebabkan terjadinya amputasi. Perawatan kaki DM yang dilakukan teratur dapat mengurangi angka kejadian amputasi sebanyak 50%. Efikasi diri yang baik pada pasien DM akan meningkatkan motivasi dan mendorong untuk melakukan perilaku yang mendukung kesehatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki pada pasien DM di Puskesmas Gamping 1 Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional, menggunakan total sampling dengan jumlah sebanyak 48 responden. Instrumen penelitian yaitu Foot Care Confidence Scale dan Nottingham Assessment of Functional Foot Care versi bahasa Indonesia yang telah dimodifikasi. Analisa data menggunakan Spearman Rho. Hasil penelitian menunjukkan usia rata-rata responden 56,1 tahun dengan lama DM rata-rata 6,3 tahun, tidak mengalami komplikasi (77,1%) dan ulkus/luka (77,1%), serta tidak pernah mendapat penyuluhan perawatan kaki DM (72,9%). Rata-rata skor efikasi diri adalah 35,7, SD=5,4, dan rentang skor dari 27-54. Rata-rata skor perilaku perawatan kaki DM adalah 41,54, SD=6,4, dan rentang skor dari 27-57. Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki pada pasien DM (p=0,003; r=0,421).
Semakin tinggi efikasi diri semakin baik pula perilaku perawatan kaki DM. Perawat dapat meningkatkan efikasi diri pasien dengan pemberian pendidikan kesehatan yang rutin dan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan intervensi untuk meningkatkan efikasi diri pada pasien DM.
xiii
THE CORRELATION BETWEEN SELF-EFFICACY TOWARD FOOT CARE
BEHAVIOR IN DIABETIC PATIENTS
ABSTRACT
Ulcer diabetic is one of complications diabetes mellitus (DM) that can lead to amputation. Foot care behavior which is done regularly can reduce amputation rate as many as 50%. Good self-efficacy in patient DM will increase motivation and induce to commit behaviors that support his/her health. This research aimed to examine the correlation between self-efficacy and foot care behavior in patient DM at Puskesmas Gamping 1 Yogyakarta.
This research was descriptive study with cross sectional design, used total sampling with 48 respondents. Instruments of research were Foot Care Confidence Scale and Nottingham Assessment of Functional Foot Care Indonesian verse which already modified. Analysis data used Spearman Rho. The results showed the average age of respondents were 56,1 years old with average durations of DM were 6,3 year, without complication (77,1%) and wound/ulcer (77,1%), and also they never received counseling about foot care behavior (72,9%). The average score of self-efficacy was 35,7, SD=5,4, and range of score from 27-54. The average score of foot care behavior was 41,54, SD=6,4, and range of score from 27-57. There was correlation between self-efficacy with foot care behavior in patient DM (p=0,003; r=0,421).
The higher self-efficacy, the higher foot care behavior. Nurse can increase self-efficacy through regular health education and for further research can study
to increase patient’s self-efficacy by giving intervention.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang
paling banyak dialami oleh penduduk di dunia. DM ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah dikarenakan kelainan dalam sekresi
insulin, aksi insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA],
2010). Prevalensi penderita DM semakin meningkat, World Health
Organization (WHO) tahun 2015 menyatakan ditahun 2000 sedikitnya 171
juta orang mengalami DM dan angka kejadian ini akan meningkat dua kali
lipat pada tahun 2030 menjadi 366 juta orang. Di Indonesia penderita DM
sebanyak 8,4 juta pada tahun 2000 dan diprediksi naik menjadi 21,3 juta
orang pada tahun 2030 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia [PERKENI],
2011). Berdasarkan data Survailans Terpadu Penyakit (STP) rumah sakit
rawat jalan di Yogyakarta tahun 2014, data penderita DM sebanyak 2.321
kasus, sedangkan di puskesmas DM menempati urutan keenam dari sepuluh
besar penyakit rawat jalan puskesmas tahun 2014 sebanyak 25.152 kasus
(Dinas Kesehatan [DINKES] Yogyakarta, 2014).
Meningkatnya penderita DM berarti meningkat pula resiko terjadinya
komplikasi yang akan terjadi. Salah satu komplikasi DM adalah terjadinya
ulkus diabetikum di mana prevalensi terjadinya sebesar 15% (Supriyadi et al.,
yang dapat disertai kematian jaringan setempat, hal ini akan menyebabkan
efek jangka panjang pada pasien dan merupakan sumber utama terjadinya
morbiditas dan perubahan terhadap kualitas hidup (Waspadji, 2007; Wound
International, 2013). Penderita DM yang mengalami ulkus diabetikum bila
tidak melakukan perawatan yang benar akan menyebabkan resiko terjadinya
amputasi. Kejadian amputasi di Indonesia akibat ulkus diabetikum merupakan
penyebab tersering amputasi tanpa didasari kejadian non traumatik (Mahfud,
2012).
Risiko terjadinya kaki diabetik ini dapat dicegah dengan melakukan
perawatan kaki pada pasien DM (Mahfud, 2012). Perawatan kaki yang
dilakukan teratur dapat mengurangi angka terjadinya amputasi sekitar 50%
(Windasari, 2014). Hal ini sesuai dengan tujuan program pengendalian DM di
Indonesia yaitu mengendalikan faktor resiko sehingga menurunkan angka
kesakitan, kecacatan, dan kematian yang disebabkan oleh DM (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia [KEMENKES RI], 2009). Perawatan kaki DM
adalah salah satu tindakan untuk mencegah terjadinya luka pada kaki
penderita DM yang meliputi tindakan seperti pemeriksaan kaki, mencuci kaki
dengan benar, mengeringkan kaki, menggunakan pelembab, memakai alas
kaki, dan melakukan pertolongan pertama jika teradi cedera (World Diabetes
Foundation [WDF], 2013; Huang & Chin, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Sihombing dan Prawesti (2012) di
poliklinik DM RSUD Jabar, menunjukan bahwa tingkat perawatan kaki
Penelitian lainnya yang dilakukan Ardi et al., (2014) menunjukkan bahwa
60% dari 30 diabetisi tidak patuh dalam melakukan perawatan kaki sehingga
beresiko tinggi mengalami ulkus diabetikum. Beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku perawatan kaki DM diantaranya adalah usia, jenis
kelamin, pendidikan, lama menderita DM, penghasilan, pekerjaan, dan
penyuluhan perawatan kaki (Diani, 2013).
Kusniawati (2011) juga menyatakan bahwa pengetahuan, keyakinan
kemampuan diri (self-efficacy), dan dukungan keluarga mempengaruhi
aktivitas self-care pasien DM, di mana salah satu self-care DM adalah
aktivitas perawatan kaki. Self-efficacy merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi self-care pada penderita DM, di mana bila penderita DM
memiliki self-efficacy yang tinggi maka perilaku self-care diabetes akan lebih
baik (Sarkar et al., 2006; Kusniawati, 2011). Menurut Bandura, self-efficacy
merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya dalam mengatur
dan melakukan tugas-tugas tertentu yang dibutuhkan untuk mendapatkan
hasil sesuai harapan (Ngurah & Sukmayanti, 2014).
Seseorang yang mempunyai self-efficacy yang kuat akan menetapkan
tujuan dan berpegang teguh pada tujuannya. Sebaliknya, bila seseorang yang
memiliki self-efficacy yang lemah maka lemah pula tujuannya, sehingga
terjadi ketidakpatuhan terhadap perawatan dirinya (Kott, 2008 dalam Ariani,
2011). Self-efficacy pada pasien DM meningkatkan motivasi dan dapat
mendorong pasien untuk melakukan perilaku yang dapat mendukung
(Mohebi et al., 2013; Wu et al., 2006). Hal ini sesuai dengan surah Ar-Ra’d
Yang artinya: ”…..Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri…. Berdasarkan surah Ar-Ra’d ayat 11 tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa diri sendirilah yang berperan dalam merubah nasib atau keadaan pada
diri sendiri. Begitu pula saat seseorang sedang sakit, seseorang tersebutlah
yang paling berperan dalam proses perawatan atau pengobatan untuk
membuat keadaannya menjadi lebih baik.
Hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan pada 5 penderita DM
di Puskesmas Gamping 1, didapatkan data bahwa kelima penderita DM
tersebut tidak melakukan perawatan kaki yang benar. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, kelima penderita DM tersebut juga mengeluh
mengalami kesemutan di kaki dan 1 orang sudah mengalami luka pada
kakinya. Perawatan kaki DM seperti pemeriksaan kaki setiap hari tidak
dilakukan oleh kelima pasien tersebut, kelima pasien mencuci kaki lebih dari
sekali dalam sehari, penggunaan alas kaki di luar ruangan dilakukan oleh
semua pasien, penggunaan alas kaki di dalam ruangan hanya dilakukan oleh
empat dari lima pasien, dan untuk cara memotong kuku hanya dua orang yang
kelima orang tersebut masih rendah karena mereka merasa belum mengetahui
cara melakukan perawatan kaki DM yang benar.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan keyakinan kemampuan diri (
self-efficacy) terhadap perilaku perawatan kaki pada penderita DM di Puskesmas
Gamping 1.
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang di atas, maka rumusan dalam penelitian ini
adalah: “Adakah hubungan keyakinan kemampuan diri (self-efficacy)
terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) terhadap
perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui data demografi responden
b. Mengetahui keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) pada pasien DM
c. Mengetahui perilaku perawatan kaki DM pada pasien
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dalam keperawatan
khususnya mengenai keyakinan kemapuan diri (self-efficacy) dan
2. Bagi Puskesmas Gamping 1
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keyakinan
kemampuan diri (self-efficacy) dan perawatan kaki pada pasien DM di
puskesmas tersebut. Sehingga ada tindak lanjut untuk meningkatkan
keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) dan perilaku perawatan kaki DM
pasien di puskesmas.
3. Bagi responden
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai stimulus bagi penderita
DM dalam mencari pengetahuan tentang perawatan kaki DM dan juga cara
untuk meningkatkan keyakinan kemampuan dirinya (self-efficacy).
4. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan bagi peneliti selanjutnya
tentang hubungan keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) terhadap
perilaku perawatan kaki DM. Peneliti selanjutnya dapat pula meneliti cara
meningkatkan self-efficacy atau melakukan intervensi pada pasien DM.
E. Keaslian penelitian
Penelitan sebelumnya yang dilakukan dan berkaitan dengan penelitian
ini yaitu:
1. Penelitian oleh Ariani (2011) dengan judul “Hubungan antara motivasi
dengan efikasi diri pasien DM Tipe 2 dalam konteks asuhan keperawatan
di RSUP. H. Adam Malik Medan”. Metode penelitian yang digunakan
yaitu analitik cross sectional dengan jumlah sampel 110 pasien DM tipe 2
menggunakan Chi square, uji t independen dan regresi logistik berganda.
Hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik responden tidak ada yang
berhubungan dengan efikasi diri kecuali status sosial ekonomi. Ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan efikasi diri, ada hubungan
antara depresi dengan efikasi diri dan motivasi berhubungan dengan
efikasi diri. Individu yang memiliki motivasi yang baik berpeluang 3,736
kali menunjukkan efikasi diri yang baik dibandingkan dengan individu
yang memiliki motivasi kurang baik setelah dikontrol depresi.
Persamaan dalam penelitian ini adalah desain penelitian yang
digunakan sedangkan perbedaannya yaitu teknik pengambilan sampel,
variabel penelitian, jumlah responden, tempat dilakukannya penelitian, dan
uji analisa data yang digunakan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013) dengan judul “Hubungan
motivasi dan efikasi diri pasien DM tipe 2 dalam melakukan perawatan
kaki di wilayah kerja puskesmas Ponorogo Utara”. Metode penelitian yang
digunakan yaitu desain analitik dengan pendekatan cross-sectional,
menggunakan sampel sebanyak 39 pasien DM tipe 2 dengan teknik
random sampling. Penggumpulan data dengan kuesioner dan analisa data
menggunakan chi square. Hasil penelitiannya adalah sebagian besar
responden (82,1%) mempunyai motivasi yang baik dalam perawatan kaki.
Terdapat 53,8% dari 39 responden mempunyai efikasi baik dalam
perawatan kaki. Terdapat hubungan antara motivasi dan efikasi diri pasien
Persamaan dalam penelitian ini adalah desain penelitian yang
digunakandan variabel dependennya yaitu perawatan kaki DM,sedangkan
perbedaannya yaitu jumlah responden, tempat dilakukannya penelitian,
variabel independenya, teknik pengambilan sampel, dan analisa data yang
digunakan.
3. Penelitian oleh Kusuma dan Hidayati (2013) dengan judul “Hubungan
antara motivasi dengan efikasi diri pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
PERSADIA Salatiga”. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian
ini adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 110 pasien DM
tipe 2 dengan teknik purposive sampling. Analisa data menggunakan Chi
square, uji t independen, dan regresi logistik berganda. Hasil penelitiannya
adalah mayoritas memiliki motivasi baik, efikasi diri baik dalam
perawatan DM. Ada hubungan antara motivasi dengan efikasi diri
responden di PERSADIA Salatiga. Responden yang memiliki motivasi
baik berpeluang 4,315 kali untuk memiliki efikasi diri baik dibanding
dengan responden yang memiliki motivasi kurang baik setelah dikontrol
oleh pekerjaan, pendidikan, dukungan keluarga, dan depresi.
Persamaan dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan
sedangkan perbedaaannya yaitu teknik pengambilan sampel, jumlah
responden, tempat dilakukannya penelitian, variabel penelitannya, dan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Diabetes Melitus
a. Definisi DM
Diabetes melitus (DM) adalah sindrom klinis kelainan
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau gabungan keduanya (Waspadji,
2007). DM juga didefinisikan sebagai penyakit kronik yang terjadi
karena tubuh tidak menghasilkan cukup insulin atau tidak bisa
menggunakan insulin secara efektif (International Diabetes
Federation [IDF], 2013).
b. Klasifikasi DM
DM dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu:
1) DM tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena destruksi sel β, umumnya akan
menjurus ke defisiensi insulin absolut. Pada penderita DM tipe 1,
sel-sel β pankreas normal yang menghasilkan hormon insulin
dihancurkan oleh suatu proses autoimun, sehingga penyuntikan
insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa. DM tipe 1
terjadi kurang lebih 5%-10% pada penderita DM (Smeltzer & Bare,
2) DM tipe 2
DM tipe 2 terjadi disebabkan penurunan sensitivitas
terhadap insulin/resistensi insulin yang akan mengakibatkan
defisiensi relatif insulin (ADA, 2015; Ndraha, 2014). DM tipe ini
terjadi pada 90%-95% pada penderita DM (Smeltzer & Bare, 2002;
ADA, 2015).
3) DM gestasional
DM gestasional terjadi selama kehamilan yang dapat
didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga (ADA, 2015).
Penderita DM tipe ini meliputi 2%-5% dari seluruh DM. DM ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik
bila tidak ditangani dengan benar (Suyono, 2007).
4) DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
DM tipe ini yaitu sindom monogenik diabetes (seperti
neonatal diabetes dan Maturity-Onset Diabetes of the Young
[MODY]), penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan
yang terjadi karena obat-obatan atau zat kimia (seperti treatment
untuk HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ insulin (ADA,
2015).
c. Etiologi DM
1) DM tipe 1
DM tipe 1 ditandai dengan penghancuran sel β pankreas
pula lingkungan (infeksi virus) yang diperkirakan menimbulkan
destruksi sel β. Pada faktor genetik penderita DM tidak mewarisi
DM tipe 1 sendiri akan tetapi mewarisi suatu kecenderungan
genetik kearah terjadinya DM tipe 1 tersebut. Kecendrungan
genetik ditemukan pada individu yang memiliki human leucocyte
antigen (HLA) tertentu (Smeltzer & Bare, 2002; National Institute
of Diabetes and Digestive and Kidney Disease [NIDDK], 2014).
Dari segi imunologi, penderita DM tipe 1 terdapat proses
respon autoimun. Hal ini terjadi disebabkan oleh sel darah putih/sel
T menyerang dan merusak sel β. Respon ini termasuk respon
abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dan
bereaksi terhadap jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan
asing. Pada faktor lingkungan, penyelidikan masih dilakukan
terhadap kemungkinan adanya faktor-faktor eksternal yang dapat
memicu destruksi sel β. Sebagai contoh, virus atau toksin tertentu
bisa memicu proses autoimun sehingga menimbulkan destruksi sel
β (Smeltzer & Bare, 2002; NIDDK, 2014).
2) DM tipe 2
Faktor resiko terjadinya DM tipe 2, yaitu:
a) Faktor genetik
Genetik memegang peranan dalam proses terjadinya DM
seseorang untuk menjadi overweight atau obesitas (NIDDK,
2014).
b) Usia
DM tipe 2 sering terjadi pada usia 40 tahun dan terus
meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena
fungsi tubuh secara fisiologis menurun yang menyebabkan
penurunan atau resistensi insulin sehingga pengendalian glukosa
darah kurang optimal (Jelantik & Hariyati, 2014; Wahyuni,
2010). Resistensi insulin umumnya meningkat pada usia di atas
65 tahun (Ignatavicius et al., 2006 dalam Kusniawati 2011;
Smeltzer & Bare, 2002).
c) Obesitas
Obesitas adalah kondisi di mana indeks massa tubuh
(IMT) seseorang ≥ 25 kg/m2
untuk wilayah Asia (Soetiarto et
al., 2010; Yuliani et al., 2014). Semakin banyak jaringan lemak
pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin.
Lemak dapat memblokir kerja insulin, sehingga glukosa tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam pembuluh
darah, yang menyebabkan terjadi peningkatan kadar glukosa
darah (Rahayu et al., 2012). Obesitas juga merupakan faktor
d. Manifestasi DM
Berbagai keluhan yang dapat ditemukan pada pasien DM, meliputi:
1) Keluhan klasik DM yaitu: glukosuria (terdapat glukosa dalam
urin), poliuria (peningkatan dalam berkemih), polidipsia (rasa haus
akibat kehilangan cairan yang berlebihan), polifagia (peningkatan
selera makan akibat menurunnya simpanan kalori), dan penurunan
berat badan (Schteingart, 2006; PERKENI, 2011).
2) Keluhan lainnya dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada
wanita (PERKENI, 2011).
e. Komplikasi DM
Penderita DM memiliki risiko mengalami komplikasi
dikarenakan tingginya glukosa yang dapat mengarah ke penyakit
serius lainnya. Beberapa komplikasi DM, yaitu:
1) Diabetic Ketoasidosis (DKA)
DKA merupakan komplikasi metabolik yang paling serius
pada DM tipe 1. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat
menurun, pasien mengalami hiperglimia, glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton.
Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok yang akhirnya
2) Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketonik (HHNK)
HHNK adalah komplikasi metabolisme akut lain yang
sering terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena hiperglikemia
berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl.
Keadaan hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuretik
osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan
meninggal bila tidak ditangani (Schteingart, 2006).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah komplikasi metabolik yang lainnya.
Hipoglikemia terjadi akibat komplikasi dari terapi insulin. Pasien
dengan insulin dependen mungkin akan mengalami keadaan di
mana menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada
yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar normal glukosa
sehingga menimbulkan hipoglikemia (Schteingart, 2006).
4) Penyakit kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang
umumnya menyebabkan kematian dan disabilitas pada orang
dengan DM. Tingginya glukosa dapat merusak pembuluh darah
yang menyebabkan penumpukkan lemak di dinding yang rusak dan
dapat menyempitkan pembuluh darah (Ndarah, 2014). Penyakit
karidovaskuler yang bisa diderita penderita DM seperti angina,
miokard infark, stroke, PAD, dan gagal jantung kongestif (IDF,
5) Penyakit pada ginjal
Penyakit pada ginjal (nefropati) lebih sering terjadi pada
pasien dengan DM dibandingkan dengan pasien tanpa DM. Hal ini
terjadi dikarenakan kerusakan pembuluh darah kecil di ginjal yang
menyebabkan kerja ginjal kurang efisien atau bahkan gagal ginjal
(IDF, 2013).
6) Penyakit pada mata
Penderita DM memiliki masalah pada mata (retinopati)
yang dapat merusak penglihatan bahkan memicu kebutaan.
Retinopati terjadi karena pembuluh darah yang bertugas menyuplai
nutrisi ke retina diblok dan rusak akibat tingginya glukosa dalam
darah, tekanan darah, serta kolesterol (IDF, 2013).
7) Kerusakan saraf
Ketika glukosa darah dan tekanan darah terlalu tinggi dapat
memicu kerusakan saraf (neuropati). Salah satu area yang paling
terpengaruh akibat neuropati adalah area ekstremitas terutama kaki.
Kerusakan saraf pada area ini dikenal dengan peripheral neuropati
yang bica memicu terjadinya nyeri, perasaan seperti tertusuk,
bahkan hilangnya sensasi di kaki. Hilangnya sensasi di kaki ini
berbahaya karena bisa terjadi luka tanpa diketahui yang bisa
8) Kaki diabetik
Kaki diabetik terjadi diawali dengan kerusakan saraf dan
pembuluh darah. Penderita DM beresiko 24 kali lebih besar terjadi
amputasi dibanding dengan orang tanpa DM. Hal ini dapat dicegah
dengan melakukan pemeriksaan kaki secara teratur (IDF, 2013).
f. Penatalaksanaan DM
Tingginya risiko komplikasi yang bisa terjadi pada DM tipe 2,
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia tahun
2011, menitikberatkan penatalaksanaan dan pengelolaan DM pada 4
pilar, yaitu:
1) Edukasi
Upaya edukasi diberikan secara komprensif dan berupaya
meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.
Edukasi pada penyandang DM meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan
kalori dan diet tinggi lemak (PERKENI, 2011).
2) Perencanaan diet
Prinsip pengelolaan makan atau diet pada pasien DM yaitu
makanan seimbang yang sesuai dengan kebutuhan kalori
masing-masing individu. Diet ini juga harus memperhatikan keteraturan
dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,
protein 10%-20% (PERKENI, 2011).
3) Latihan jasmani
Latihan jasmani yang dilakukan teratur 3-4 kali dalam
seminggu selama 30 menit dapat menjaga kebugaran tubuh,
menurunkan berat badan, dan meningkatkan sensitivitas insulin.
Latihan jasmani yang bisa dilakukan seperti berjalan kaki, jogging,
berenang, dan bersepeda. Latihan jasmani disesuaikan dengan
umur dan status kebugaran jasmani (PERKENI, 2011).
4) Terapi farmakologi atau pengobatan
Terapi farmakologi pada pasien DM terdiri obat oral dan
suntikan tambahan insulin. Terapi farmakologis ini diberikan
bersama dengan diet dan latihan jasmani (PERKENI, 2011).
2. Perawatan kaki pada pasien DM a. Definisi perawatan kaki DM
Menurut Waspadji (2007), perawatan kaki pada pasien DM
adalah salah satu pencegahan terjadinya kaki diabetik. Menurut
referensi lainnya, perawatan kaki DM adalah tindakan untuk
mencegah terjadinya luka pada kaki penderita DM yang meliputi
tindakan seperti pemeriksaan kaki, mencuci kaki dengan benar,
mengeringkan kaki, menggunakan pelembab, memakai alas kaki, dan
melakukan pertolongan pertama jika terjadi cedera (World Diabetes
b. Cara perawatan kaki DM
Menurut WDF (2013), National Diabetes Education Program
(NDEP) (2014), dan ADA (2014) penderita DM perlu melakukan
perawatan kaki untuk mencegah terjadinya kaki diabetik. Beberapa
cara melakukan perawatan kaki DM meliputi:
1) Memeriksa keadaan kaki setiap hari:
a) Inspeksi atau perhatikan keadaan kaki setiap hari. Periksa
adanya luka, lecet, kemerahan, bengkak atau masalah pada
kuku.
b) Gunakan kaca untuk mengecek keadaan kaki, bila terdapat
tanda-tanda tersebut segera hubungi dokter.
2) Menjaga kebersihan kaki setiap hari:
a) Bersihkan dan cuci kaki setiap hari dengan menggunakan air
hangat.
b) Bersihkan menggunakan sabun lembut sampai ke sela-sela jari
kaki.
c) Keringkan kaki menggunakan kain bersih yang lembut sampai
ke sela jari kaki.
d) Berikan pelembab pada kaki, tetapi tidak pada celah jari-jari
kaki. Pemberian bertujuan untuk mencegah kulit kering.
Pemberian pelembab pada celah jari tidak dilakukan karena
3) Memotong kuku kaki dengan benar:
a) Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi,
sewaktu kuku lembut.
b) Gunakan gunting kuku yang dikhususkan untuk memotong
kuku.
c) Memotong kuku kaki secara lurus, tidak melengkung mengikuti
bentuk kaki, kemudian mengikir bagian ujung kuku kaki.
d) Bila terdapat kuku kaki yang menusuk jari kaki dan kapalan
segera hubungi dokter.
4) Memilih alas kaki yang tepat:
a) Memakai sepatu atau alas kaki yang sesuai dan nyaman dipakai.
b) Gunakan kaos kaki saat memakai alas kaki. Hindari pemakaian
kaos kaki yang salah, kaos kaki ketat akan mengurangi atau
mengganggu sirkulasi, jangan pula menggunakan kaos kaki
tebal karena dapat mengiritasi kulit ataupun kaos kaki yang
terlalu besar karena ukurannya tidak pas pada kaki.
c) Sepatu harus terbuat dari bahan yang baik untuk kaki/tidak
keras.
5) Pencegahan cedera:
a) Selalu memakai alas kaki baik di dalam ruangan maupuan di
luar ruangan.
b) Selalu memeriksa bagian dalam sepatu atau alas kaki sebelum
c) Bila terdapat corns dan kalus di kaki gunakan batu pomice untuk
menghilangkannya.
d) Selalu mengecek suhu air ketika akan membersihkan kaki.
e) Hindari merokok untuk mencegah kurangnya sirkulasi darah ke
kaki.
f) Melakukan senam kaki secara rutin.
g) Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki
setiap kontrol.
6) Pertolongan pertama pada cedera di kaki:
a) Jika ada luka/lecet, tutup luka/lecet tersebut dengan kasa kering
setelah diberikan antiseptik di area yang cedera.
b) Bila luka tidak sembuh, segera mencari tim kesehatan khusus
yang ahli dalam menangani luka diabetes.
c. Faktor yang mempengaruhi perawatan kaki DM
Perawatan kaki pada pasien DM dipengaruhi oleh beberapa
faktor, meliputi:
1) Usia
Usia berhubungan dengan fungsi kognitif seseorang.
Kemampuan belajar dalam menerima keterampilan, informasi baru,
dan fungsi secara fisik akan menurun, khususnya orang yang
berusia > 70 tahun (Sundari et al., 2009). Penelitian lainnya dari
Sihombing danPrawesti (2012) menunjukan bahwa penderita DM
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin tidak terlalu signifikan mempengaruhi
perawatan kaki, penelitian dari Sihombing dan Prawesti (2012)
menunjukkan bahwa sebagian besar responden wanita perawatan
kaki DM baik dan kurang dari setengahnya perawatan kaki DM
buruk. Sedangkan untuk reponden laki-laki perawatan kaki DM
baik dan buruk memiliki frekuensi yang sama.
3) Tingkat pendidikan
Pengetahuan klien dipengaruhi oleh pendidikannya.
Pengetahuan yang baik juga adalah kunci keberhasilan dari
manajemen DM (Wibowo et al., 2015). Pasien yang memiliki
pendidikan yang baik lebih mudah memahami dan mencari tahu
tentang penyakitnya melalui membaca atau menggunakan
teknologi informasi (Desalu et al., 2011).
4) Lama menderita DM
Menurut Albikawi dan Abuadas (2015), orang yang
menderita DM lebih lama sudah dapat beradaptasi terhadap
perawatan DMnya dibandingkan dengan orang dengan lama DM
lebih pendek. Hal ini sesuai dengan Diani (2013) bahwa pasien
dengan DM yang lebih lama memiliki pengalaman dan dapat
5) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepatuhan klien dalam melakukan perawatan kaki DM, umumnya
dikarenakan sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak melakukan
perawatan kaki (Ardi et al., 2014).
6) Penyuluhan tentang perawatan kaki DM
Penyuluhan tentang perawatan kaki DM bertujuannya
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman klien tentang
pentingnya perawatan kaki pada pasien DM. Pasien DM tipe 2 yang
memiliki pengetahuan baik memiliki peluang praktik perawatan kaki
yang baik dibandingkan dengan klien DM tipe 2 yang memiliki
pengetahuan kurang (Wibowo et al., 2015). Responden yang pernah
mendapat peyuluhan memiliki peluang melakukan perawatan kaki
1,95 kali lebih baik dibandingkan yang belum pernah mendapat
penyuluhan (Diani, 2013).
d. Pengukuran perawatan kaki DM
Perawatan kaki pada pasien DM dapat diukur dengan
menggunakan beberapa instrumen seperti kuesioner Patient
Interpretation of Neuropathy (PIN) dan Nottingham Assessment of
Functional Footcare (NAFF). PIN dikembangankan oleh Vileikyte
(2006) berdasarkan Diabetic Foot Care Guidlines berjumlah 17 item
tindakan preventive dan 8 item pertanyaan untuk potentially
damaging.
Penelitan ini menggunakan kuesioner NAFF oleh Lincoln et
al., (2007) yang sudah dikembangkan dan diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh Kurinawan (2013) seerta sudah disesuaikan
dengan budaya di Indonesia. Jumlah item pertanyaan berjumlah 28
soal, menggunakan skala likert dengan skor 0-3. Semakin tinggi skor
menunjukkan semakin baik perilaku perawatan kaki DM.
3. Keyakinan kemampuan diri (Self-efficacy) a. Definisi self-efficacy
Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura
yang dikenal dengan teori sosial kognitif pada tahun 1986.
Self-efficacy ialah keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya dalam
mencapai tujuan tertentu sesuai harapan (Bandura, 1997 dalam
Kusuma & Hidayati, 2013). Self-efficacy pada pasien DM berfokus
pada keyakinan penderita DM untuk berperilaku yang mendukung
perbaikan penyakitnya (Ngurah & Sukmayanti, 2014).
b. Sumber Self-efficacy
Self-efficacy berkembang melalui empat sumber utama, yaitu:
1) Pengalaman telah dilalui dan pencapaian prestasi
Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling
besar pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena
menyebabkan self-efficacy individu meningkat, sementara
kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy.
Beberapa kesulitan dan kegagalan diperlukan untuk mengajarkan
bahwa kesuksesan membutuhkan usaha, seseorang yang memiliki
keyakinan akan sukses maka akan mendorongnya untuk bangkit
dan berusaha (Ariani, 2011; Wantiyah, 2010).
2) Pengalaman individu lain
Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain pada
bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut
pada bidang yang sama. Seseorang dapat belajar dari pengalaman
individu tersebut untuk mendapatkan seperti yang didapatkan oleh
orang tersebut (Ariani, 2011; Rhondianto, 2012).
3) Persuasi verbal
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu
dan mempengaruhi bagaimana seseorang bertindak atau
berperilaku. Dengan persuasi verbal, individu mendapatkan sugesti
bahwa ia mampu mengatasi masalah yang akan dihadapi (Ariani,
2011; Kusuma & Hidayati, 2013).
4) Keadaan fisiologis dan emosional
Kondisi emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu
mempengaruhi self-efficacy seseorang dalam mengambil
keputusan. Keadaan fisik seperti nyeri, kelemahan, dan
mempengaruhi efikasi diri seseorang. Kondisi emosional juga dapat
mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan
(Wantiyah, 2010).
c. Proses-proses Self-efficacy
Bandura (1994) menyatakan bahwa self-efficacy terbentuk
melalui 4 proses yaitu:
1) Proses kognitif
Efikasi diri mempengaruhi bagaimana pola pikir yang dapat
mendorong atau menghambat perilaku seseorang. Sebagian besar
individu dalam bertindak akan berpikir terlebih dahulu. Seseorang
yang mempunyai efikasi diri yang tinggi akan memvisualisasikan
skenario keberhasilan sebagai panduan positif dalam mencapai
tujuaanya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi rendah lebih
banyak membayangkan kegagalan yang menghambat dalam
mencapai tujuan (Rini, 2011; Wantiyah, 2010).
2) Proses motivasi
Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan berperilaku
sesuai tujuan didasari oleh aktivitas kognitif. Proses motivasi
terbentuk dalam 3 teori pemikiran yaitu causal attribution (atribusi
penyebab), outcome expectancies (harapan akan hasil), dan goal
theory (teori tujuan). Keyakinan mempengaruhi atribusi kausal
seseorang, di mana jika individu memiliki efikasi rendah, mereka
kemampuan diri. Motivasi dibentuk dari harapan seseorang dan
nilai dari tujuan yang ditentukan (Rini, 2011).
3) Proses afeksi
Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan
dalam menentukan pengalaman emosional. Keyakinan seseorang
akan kemampuannya mempengaruhi seberapa stress/depresi yang
dapat diatasi. Seseorang yang yakin dapat mengendalikan masalah
maka dia tidak akan mengalami gangguan pola pikir, tetapi pada
seseorang yang tidak percaya dapat mengatasi masalah maka akan
mengalami kecemasan yang tinggi (Ariani, 2011).
4) Proses seleksi
Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk
menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang sesuai dengan
kemampuannya. Seseorang akan menghindari sebuah aktivitas dan
lingkungan bila orang tersebut tidak mampu melakukannya. Bagi
mereka yang siap dengan berbagai tantangan dan situasi maka
mereka menilai dirinya mampu untuk melakukannya (Ariani, 2011;
Rini, 2011).
d. Dimensi self-efficacy
Dimensi self-efficacy menurut Bandura terdiri dari 3 dimensi.
Dimensi yang pertama yaitu magnitude, dimensi ini berfokus pada
tingkat kesulitan terkait dengan usaha yang dilakukannya
ini berkaitan dengan luasnya cakupan tingkah laku yang diyakini
mampu dilakukan (Ariani, 2011). Dimensi yang ketiga adalah
strength, dimensi ini berfokus pada kekuatan/keyakinan individu
terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam pengelolaan
penyakitnya (Rini, 2011; Rhondianto, 2012).
e. Faktor yang mempengaruhi self-efficacy
Beberapa faktor yang mempengaruhi dengan self-efficacy, yaitu:
1) Usia
Self-efficacy berkembang seiring dengan bertambahnya
usia, dengan bertambahnya pengalaman dan perluasan lingkungan
pergaulan (Wantiyah, 2010). Menurut Potter dan Perry usia 40-65
tahun disebut sebagai tahap keberhasilan, yaitu waktu untuk
pengaruh maksimal, membimbing, dan menilai diri sendiri,
sehingga pasien memiliki self-efficacy yang baik (Ariani, 2011).
2) Tingkat pendidikan
Salah satu proses pembentukan self-efficacy adalah melalui
proses kognitif (Ariani, 2011). Penelitian Wu et al., (2006)
menunjukan bahwa dengan tingkat pendidikan tinggi maka
memiliki self-efficacy dan perilaku perawatan yang baik. Pasien
DM dengan pendidikan tinggi lebih mudah mengakses informasi
terkai penyakitnya sehingga lebih yakin dalam melakukan
perawatan diri untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
3) Lama menderita DM
Pasien yang menderita DM ≥ 11 tahun memiliki
self-efficacy lebih baik dari penderita DM < 10 tahun, hal ini
disebabkan karena penderita DM tersebut telah berpengalaman
mengelola penyakitnya (Wu et al., 2006). Menurut Bai et al.,
(2009) hal ini terjadi karena pasien dapat mempelajari perilaku
perawatan diri berdasarkan pengalaman yang sudah diperolehnya
sehingga pasien memiliki keyakinan dalam aktivitas self carenya.
4) Penghasilan
Status sosial ekonomi dan pengetahuan mengenai DM
mempengaruhi seseorang untuk melakukan manajemen perawatan
diri (Firmansyah, 2015). Faktor penghasilan berkontribusi dalam
self-efficacy karena hal tersebut membantu dalam mendapatkan
akses pelayanan kesehatan (Rondhianto, 2012).
5) Dukungan keluarga
Pasien DM tipe 2 yang berada dalam lingkungan keluarga
dan diperhatikan oleh anggota keluarganya dapat meningkatkan
motivasi dan kepatuhan dalam melaksanakan perawatan diri,
adanya dukungan keluarga sangat membantu pasien DM dalam
meningkatkan keyakinannya dalam melakukan perawatan diri
6) Depresi
Depresi berhubungan dengan kondisi emosional seseorang,
di mana kondisi emosional ini mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan terkait efikasi dirinya (Peilouw & Nursalim, 2013).
Pasien DM tipe 2 yang mengalami depresi cenderung lebih mudah
menyerah dengan keadaannya dibandingkan dengan pasien yang
tidak mengalami depresi (Kusuma & Hidayati, 2013).
7) Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri
ataupun dari luar individu untuk melakukan tugas tertentu untuk
mencapai suatu tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan
Hidayati (2013) menyatakan bahwa responden yang memiliki
motivasi baik memiliki peluang 4,313 efikasi diri baik
dibandingkan dengan motivasi rendah, hal ini mempengaruhi
dalam manajemen DM.
f. Pengukuran self-efficacy dalam perawatan kaki DM
Pengukuran self-efficacy dalam perawatan kaki DM dapat
menggunakan beberapa instrumen seperti kuesioner The Diabetes
Management Self-efficacy for Type 2 DM (DMSES) dan Foot Care
Confidence Scale (FCCS). DMSES dikembangkan oleh Van der Bijl
dan Shortridge-Bagget yang terdiri dari 20 item pertanyaan tentang
diet, medikasi, perawatan kaki, latihan fisik, dan kontrol gula darah
Penelitian ini mengggunakan FCCS yang diadopsi dari Perrin
et al., (2009) karena kuesioner ini sudah difokuskan pada keyakinan
kemampuan diri (self-efficacy) pada perawatan kaki DM. Kuesioner
ini memiliki 12 item, menggunakan skala likert dengan skor 1-5
(sangat tidak percaya diri= 1, kurang percaya= 2, percaya diri= 3,
cukup percaya diri= 4, sangat percaya diri= 5). Makin tinggi skor
mengindikasikan makin tinggi keyakinan kemampuan diri
(self-efficacy). Kuesioner ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
B. Kerangka Konsep
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
C. Hipotesis
H1 : Ada hubungan antara keyakinan kemampuan diri (self-efficacy)
terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus. Faktor yang mempengaruhi
perawatan kaki DM: 1)Usia
2)Jenis kelamin 3)Tingkat pendidikan
4)Lama menderita DM
5)Pekerjaan
6)Penyuluhan tentang perawatan kaki DM Faktor yang mempengaruhi
dengan self-efficacy: 1) Usia
2) Tingkat pendidikan
3) Lama menderita DM
4) Penghasilan
5) Dukungan keluarga 6) Depresi
7) Motivasi
Perilaku perawatan kaki DM
Keyakian kemampuan diri
(Self-efficacy)
- Magnitude
- Generality
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian di
mana variabel independen dan variabel dependen dinilai hanya satu kali pada
suatu saat (Nursalam, 2013).
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi merupakan subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi penelitian ini adalah semua pasien
yang menderita DM di wilayah kerja Puskesmas Gamping 1 sebanyak 48
orang (Data Puskesmas Gamping 1 dari 16 Oktober-16 November 2015).
2. Sampel
Menurut Nursalam (2013) sampel merupakan bagian populasi
yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling,
yaitu pengambilan sampel dimana jumlah populasi sama dengan jumlah
sampel (Sugiyono, 2007). Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini ada
48 orang.
Sampel dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan
a. Kriteria inklusi
1) Bersedia menjadi responden dan menandatangani consent form.
2) Penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Gamping 1.
3) Mampu membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan baik.
4) Usia maksimal 70 tahun.
5) Tidak mengalami gangguan jiwa berat berdasarkan data rekam
medis pasien.
b. Kriteria ekslusi
1) Tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.
2) Mengundurkan diri sebagai responden.
C. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Gamping 1,
Sleman, Yogyakarta dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau
nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel bebas
(independen) dalam penelitian ini adalah keyakinan kemampuan diri
(self-efficacy).
2. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya
ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel terikat
(dependen) dalam penelitian ini adalah perilaku perawatan kaki pada
3. Variabel pengganggu dalam penelitian ini usia, tingkat pendidikan, lama
menderita DM, dukungan keluarga, motivasi, depresi, jenis kelamin,
penghasilan, pekerjaan, dan penyuluhan tentang perawatan kiki DM.
Variabel usia dikendalikan dengan memilih usia responden maksimal 70
tahun. Variabel depresi dikendalikan dengan memilih responden yang
tidak mengalami gangguan jiwa berat berdasarkan catatan rekam medis
di puskesmas. Variabel tingkat pendidikan, lama menderita DM,
dukungan keluarga, motivasi, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, dan
penyuluhan tentang perawatan kaki DM tidak dikendalikan.
E. Definisi Operasional
1. Keyakinan kemampuan diri (self-efficacy) adalah keyakinan pasien DM
terhadap kemampuannya dalam melakukan perawatan kaki DM. Variabel
ini diukur dengan menggunakan kuesioner Foot Care Confidence Scale
(FCCS) yang diadopsi dari Perrin et al., (2009) yang sudah diterjemahkan
dengan metode back translation. Skala pengukuran menggunakan skala
rasio.
2. Perilaku perawatan kaki DM yaitu perilaku merawat kaki yang dilakukan
penderita DM untuk mencegah terjadinya ulkus diabetik yang terdiri dari
mencuci kaki, mengeringkan, menggunakan pelembab, memotong kuku
dengan benar, menggunakan alas kaki, dan pertolongan pertama bila
cedera. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner Nottingham
Assessment of Functional Foot Care (NAFF) yang dikembangkan oleh
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner Karakteristik Responden
Kuesioner ini dibuat sendiri oleh peneliti untuk mengetahui
karakteristik responden yang meliputi nama (inisial), umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, rata-rata pendapatan perbulan, lama
menderita DM, komplikasi DM, pernah mengalami luka/ulkus, pernah
mendapat penyuluhan tentang perawatan kaki DM, siapa dan kapan
terakhir mendapat penyuluhan tentang perawatan kaki DM. Jenis
pertanyaan di kuesioner ini adalah uraian dan pilihan.
2. Kuesioner FCCS
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui keyakinan
kemampuan diri (self-efficacy) responden. Penelitian ini menggunakan
kuesioner FCCS yang diadopsi dari Perrin et al., (2009) yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan cara back translation.
Back translation dilakukan dengan menerjemahkan kuesioner tersebut ke
dalam bahasa Indonesia lalu diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris
kemudian dibandingkan antara kuesioner asli dengan kuesioner yang
diterjemahkan ulang ke bahasa Inggris. Jumlah pertanyaan sebanyak 12
item, menggunakan skala likert dengan skor 1-5 (sangat tidak percaya
diri=1, kurang percaya=2, percaya diri=3, cukup percaya diri=4, sangat
skor mengindikasikan makin tinggi keyakinan kemampuan diri
(self-efficacy).
Tabel 1 Kisi-kisi kuesioner FCCS
No Materi Nomor item pertanyaan Jumlah
1 Memeriksa keadaan kaki 2 1
2 Menjaga kebersihan kaki 3,12 2
3 Memotong kuku 5 1
4 Memilih alas kaki 8, 9 2
5 Pencegahan cedera 1, 4, 6, 7, 10, 11 6
Total 12
3. Kuesioner NAFF
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui perilaku responden
tentang perawatan kaki DM. Penelitian ini menggunakan kuesioner
NAFF yang dikembangkan oleh Kurniawan et al., (2013) yang sudah
diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Kuesioner ini terdiri dari 28
pertanyaan, untuk pertanyaan nomor 15 tidak dikutsertakan karena sudah
terwakili oleh pertanyaan nomor 20, sehingga total pertanyaan yang
digunakan ada 27. Kuesioner ini menggunakan skala likert dengan skor
0-3. Skor yang mungkin diperoleh responden antara 0-81. Semakin tinggi
skor menunjukkan semakin baik perilaku perawatan kaki DM.
Tabel 2 Kisi-kisi kuesioner NAFF
No Materi Nomor item soal Jumlah
1 Memeriksa keadaan kaki 1, 2, 3, 3
2 Menjaga kebersihan kaki 5, 6, 7, 8, 9, 10 6
3 Memotong kuku 11, 12 2
4 Memilih alas kaki 15,16, 17, 18, 19, 20,
21, 22, 23 9
5 Pencegahan cedera 4, 13, 14, 24, 25, 26 6
6 Pertolongan pertama pada cedera
27,28 2
G. Prosedur Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan setelah lolos uji etik dari
Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.
Kemudian peneliti membuat surat ijin penelitian yang ditujukan ke
Kesbang wilayah Sleman, setelah dari Kesbang tersebut peneliti
mengurus surat penelitian tersebut ke Bapeda dan Puskesmas Gamping 1.
Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini dalam pengumpulan data, peneliti dibantu 2 asisten
penelitian (1 orang mahasiswa semester 7 dan 1 orang petugas
puskesmas). Asisten penelitian yang berasal dari puskesmas sudah
dijelaskan tentang penelitian meliputi tujuan, kriteria penelitian, dan
prosedur pengisian kuesioner. Peneliti mengumpulkan data di puskesmas
dan melakukan kunjungan ke rumah responden. Pengumpulan data di
puskesmas dibantu perawat poli umum beberapa hari dan selanjutnya
peneliti mengumpulkan sendiri dengan menanyakan kepada pasien yang
menunggu antrian pemeriksaan. Pengumpulan data ke rumah responden,
peneliti ditemani oleh asisten penelitian lainnya (mahasiswa) dalam
mencari alamat rumah responden.
Saat pengumpulan data ada 6 pasien yang menolak untuk menjadi
responden. Terdapat juga beberapa responden yang dibantu dalam
pengisian kuesioner dengan membacakan pertanyaan pada kuesioner.
pertanyaan yang belum dilengkapi. Setelah kuesioner terkumpul maka
data akan diolah dan dianalisis.
H. Uji Validitas dan Reliebilitas 1. Uji Validitas
Uji validitas bertujuan untuk mengukur tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2014). Kuesioner penelitian FCCS
sudah dilakukan uji validitas dengan Pearson Product Moment pada 30
pasien DM di Puskesmas Gamping 2, hasilnya dari 12 pertanyaan
terdapat 3 pertanyaan tidak valid yaitu nomor 5, 8, dan 12. Kuesioner ini
merupakan existing tools sehingga semua pertanyaan tetap digunakan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sloan (2002), kuesioner ini
sudah dilakukan CVI dengan 100% konten validiti.
Kuesioner NAFF sudah dilakukan uji validitas dengan Pearson
Product Moment pada 30 pasien DM di Puskesmas Gamping 2, hasilnya
dari 27 pertanyaan dalam kuesioner ada 14 pertanyaan tidak valid yaitu
nomor 4, 5, 6, 7, 11, 12, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, dan 24. Kuesioner ini
juga merupakan existing tool sehingga semua pertanyaan tetap
digunakan. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Lincolin et al., (2007) pada 100 orang dengan DM, kuesioner ini
memiliki internal konsitensi sebesar 0,53 dengan signifikan korelasi
sebesar 0,83. Kuesioner NAFF ini dikembangkan oleh Kurniawan (2013)
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 2014). Kuesioner
FCCS sudah dilakukan uji reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha
dengan nilai 0,754. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sloan
(2002), kuesioner penelitian FCCS memiliki nilai reliabilitas sebesar
0,92. Sedangkan untuk kuesioner NAFF oleh Lincolin et al., (2007)
memiliki internal konsistensi 0,53. Kuesioner NAFF juga sudah
dilakukan uji reliabilitas oleh Kurniawan (2013) menggunakan Cronbach
Alpha dengan nilai 0,72.
I. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data
Setalah data terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan
data, meliputi:
a. Editing (penyuntingan). Peneliti memeriksa data yang diperoleh dan
untuk memastikan data dalam kuesioner telah lengkap.
b. Coding (pengkodean). Peneliti memberikan kode tertentu untuk setiap
jawaban. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan tabulasi dan analisis data. Pengkodean dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3 Pengkodean kuesioner demografi
No Data Kode
1. Jenis kelamin Laki-laki = 1; perempuan = 2
2. Pendidikan SD/sederajat = 1; SMP/sederajat = 2;
lainnya = 5 petugas dari puskesmas = 3; lainnya = 4
9. Terakhir mendapat
Pengkategorian pendapatan perbulan berdasarkan Upah Minimum
Kabubaten/Kota (UMK) di Yogyakarta khususnya wilayah Sleman di
tahun 2016 sebesar Rp. 1.338.000 (Tribun Jogja, 2016). Data tentang
pemberi penyuluhan dikategorikan menjadi petugas kesehatan (petugas
dari RS dan dari puskesmas) = 1 dan non petugas kesehatan (mahasiswa)
= 2. Data mengenai terakhir mendapat peyuluhan tentang perawatan kaki
dikategorikan menjadi satu bulan yang lalu (seminggu yang lalu dan satu
bulan yang lalu) = 1 dan lebih dari 1 bulan (lebih dari satu tahun) = 2.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengolahan data.
c. Entry data. Peneliti memasukan data ke dalam komputer untuk
d. Cleaning. Data yang sudah dimasukkan diperiksa kembali kemudian
dilakukan analisis.
2. Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan setiap
variabel penelitian. Variabel penelitian keyakinan kemampuan diri
(self eficacy), perilaku perawatan kaki pada pasien DM, umur, dan
lama menderita DM menggunakan mean, modus, standar deviasi, dan
min-mak. Untuk data seperti jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
rata-rata pendapatan perbulan, komplikasi, pernah mengalami
luka/ulkus, pernah mendapat penyuluhan tentang perawatan kaki DM,
siapa dan kapan terakhir mendapat penyuluhan tentang perawatan kaki
DM menggunakan distribusi frekuensi dan presentase dari
masing-masing kelompok. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel dan
diinterpretasikan sesuai dengan hasil yang diperoleh.
b. Uji Normalitas Data
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan Saphiro-wilk
karena jumlah sampel < 50. Data dikatakan terdistribusi normal jika
nilai p > 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4 Hasil uji normalitas data
Variabel p Keterangan
Keyakinan kemampuan diri
(self-efficacy) 0,000 Tidak normal
Perilaku perawatan kaki DM 0,425 Normal