BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi patut menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat, mengingat bahwa ASI sangat penting bagi bayi. Bayi usia 0-6 bulan mutlak memerlukan ASI, yang mampu memenuhi 100 persen kebutuhan bayi usia 0-6 bulan terhadap zat gizi. ASI Eksklusif (ASIE), yaitu ASI yang diberikan sebagai sumber asupan satu-satunya bagi bayi usia 0-6 bulan, diperkirakan dapat menekan angka kematian bayi sampai sebesar 22% (Tabloid Ibu dan Anak, 2005).
WHO (World Health Organization) juga merekomendasikan semua bayi perlu mendapatkan kolostrum (ASI hari pertama sampai kelima) untuk melawan infeksi dan mendapat ASI Eksklusif 6 bulan untuk menjamin kecukupan gizi bayi. Rekomendasi ini dikeluarkan mengingat bahwa data WHO menunjukkan ada 170 juta anak mengalami gizi kurang di seluruh dunia dan sebanyak 3 juta di antaranya meninggal setiap tahun (Moedjiono, 2007).
anak-anak di negaranya adalah Australia, Finlandia, Swiss, Swedia, dan Kanada (Harian Republika, 22 Juli 2007).
Salah satu alasan utama pentingnya ASI adalah karena manfaatnya untuk bayi pada awal kehidupannya. ASI diciptakan sebagai makanan yang mengandung zat gizi dan non-gizi paling lengkap dan cukup untuk bayi usia 0-6 bulan. Bayi 0-6 bulan dengan ASI saja, pertumbuhannya jauh lebih baik dibanding bayi yang tidak disusui. Pada usia tersebut bayi tidak dianjurkan diberi makanan apapun selain ASI.
Beberapa manfaat ASI yang cukup penting bagi bayi dikemukakan oleh United States Breastfeeding Committee’s (USBC), yaitu: memberikan skor lebih tinggi pada hasil tes kecerdasan (Bowes, 2002), menurunkan kejadian bayi meninggal tiba-tiba, menurunkan kemungkinan terkena infeksi telinga, saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan meningitis (Pearce et.al., 2005; Hoppu, et.al., 2005), menurunkan risiko kanker dan asma bagi bayi dengan riwayat kanker dan asma dalam keluarganya, mengurangi risiko obesitas pada anak dan remaja, dan mencegah kerusakan gigi (Yadav, et al., 2000). ASI juga bermanfaat bagi bayi lahir berat rendah (BLBR) dan bayi prematur. ASI bagi mereka dapat mengurangi waktu perawatan di rumah sakit dan meningkatkan daya hidup mereka. ASI, khususnya kolostrum yang keluar di hari-hari pertama setelah melahirkan, juga memberikan kekebalan tubuh kepada bayi karena mengandung zat yang mengandung imunitas sangat tinggi (Goldman, 1993).
Eksklusif mengurangi risiko anemia dengan menunda haid dan dapat menjadi metode kontrasepsi yang efektif. Ibu yang menyusui juga dapat merasa lebih kuat ikatan batinnya dengan bayinya (Montgomery, 2001).
Menurut USBC, pemberian ASI dapat bermanfaat bagi komunitas sosial dalam hal: pemberian ASI mengurangi biaya perawatan kesehatan, mengurangi biaya pembelian susu formula yang memerlukan 4 kali lipat biaya pemberian ASI. Belum lagi penggunaan energi listrik/gas/minyak dan air yang diperlukan untuk proses penyiapan susu formula. ASI juga tidak memerlukan kemasan khusus yang menimbulkan limbah dan mengotori lingkungan seperti susu formula.
Banyaknya manfaat yang terdapat pada ASI tersebut juga terkait dengan lengkapnya kandungan dan komposisi zat gizi pada ASI, yang sangat sesuai dengan kebutuhan bayi. Seiring dengan perkembangan penelitian tentang ASI yang terus dilakukan, maka selalu ditemukan zat-zat gizi baru dalam ASI yang tidak dapat ditandingi oleh susu formula yang diklaim paling lengkap sekalipun. Buku Panduan Manajemen Laktasi dari Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes RI (2001) memaparkan beberapa kandungan gizi dalam ASI yang sudah terbukti secara ilmiah, diantaranya: 1) kolostrum, yang mengandung zat kekebalan tubuh terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare; 2) protein tinggi dengan perbandingan whei dan casein yang ideal (65:35) sehingga mudah dicerna dan diserap bayi,
sementara perbandingan whei dan casein susu formula 20:80 sehingga tidak mudah diserap bayi; 3) komposisi taurin, DHA (decosahexanoic acid), dan AA (arachidonic acid) yang seimbang dan cukup jumlahnya pada ASI, yang berperan penting dalam
tubuh yang mengikat zat besi dalam saluran pencernaan; 5) lysosim, enzim yang melindungi bayi dari bakteri dan virus di mana jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada dalam susu sapi; 6) faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen yang bekerja menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus yang menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna menghambat pertumbuhan
bakteri yang merugikan; dan 7) sel darah putih, antibodi bagi bayi terutama terkait dengan fungsi pernafasan.
Secara psikologis, proses menyusui juga memberikan keuntungan yang sangat nyata. Menyusui dikatakan mendorong munculnya ikatan emosional yang sangat kuat antara ibu dan bayi (maternal bonding) pada awal proses kelahiran. Ikatan emosi ini muncul melalui sentuhan, respon bayi dan ibu, dan saling menatap secara lekat selama proses menyusui. Selanjutnya ikatan emosional ini akan meningkatkan sensitivitas dan respon ibu terhadap kebutuhan bayi, meningkatkan kualitas hubungan bayi-ibu, dan secara signifikan akan memengaruhi perkembangan bayi selanjutnya untuk menjadi individu yang lebih sehat (http://en.wikipedia.org/wiki/maternal bond#mother.E2.80. 93Infant bond_ and_breastfeeding).
Proses menyusui juga memungkinkan terjalin ikatan yang kuat antara ibu dan anak melalui sentuhan dan interaksi selama proses menyusui. Sentuhan pada bayi akan memberikan beberapa keuntungan, yaitu a) memancing produksi hormon oksitosin pada ibu yang membuat ibu merasa lebih santai dan membantu meningkatkan ikatan ibu-anak, b) menumbuhkan rasa percaya bayi; sentuhan yang sering dilakukan pada bayi akan membuat bayi mengembangkan rasa percaya kepada lingkungannya dan merasa dicintai, dan c) komunikasi; melalui sentuhan akan terjalin komunikasi non verbal yang kuat antara ibu dan anak. Komunikasi yang terjalin melalui kontak mata dan sentuhan ini akan membantu bayi belajar dan menyerap banyak informasi (http://www.dummies.com/wileyCDA/Dummiesarticle/id2906, subcat-MIND.html).
Mengingat begitu pentingnya ASI dan ASIE bagi kesehatan bayi khususnya, dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya maka para ahli sedunia membuat kesepakatan yang tertuang dalam Deklarasi Innocenti 1990 yang membicarakan tentang kesehatan anak dan hubungannya dengan ASI. Di dalam deklarasi tersebut disepakati perlunya kampanye ASI melalui pekan ASI sedunia yang dilakukan pada setiap minggu pertama bulan Agustus (World Breast-Feeding Week). Tujuannya untuk menyadarkan kembali masyarakat betapa pentingnya ASI dan supaya para ibu mau menyusui bayinya (Walker, 1996).
World Health Organization (WHO) bersama UNICEF juga mencanangkan
Besarnya manfaat ASI, baik bagi bayi, ibu, maupun lingkungan masyarakat, beserta berbagai usaha untuk meningkatkan penggunaannya, ternyata tidak cukup membuat banyak ibu memutuskan untuk memberikan ASI kepada bayinya. Faktanya justru terjadi penurunan jumlah bayi yang menerima ASI dari tahun ke tahun. Data Demographic & Health Survey yang dilakukan WHO di Indonesia menunjukkan bahwa
pada rentang tahun 1986-1989 bayi yang mendapat ASI 96% dan ASIE 36%; tahun 1992 yang menerima ASIE tinggal 30%, tahun 1997 bayi yang mendapat ASI tinggal 52% dengan rata-rata waktu menyusui 19 bulan. Sementara UNICEF melaporkan tahun 1997 bayi yang menerima ASIE di seluruh dunia diperkirakan hanya 3% (Tabloid Ibu & Anak, 2005).
Riset terbaru King (UNICEF) menunjukkan hanya 10-15% bayi Indonesia yang mendapatkan ASI Eksklusif. Hasil ini dipaparkan dalam lokakarya ”Akibat
Meremehkan ASI” yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan UNICEF, di Jakarta (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Wawancara awal yang peneliti lakukan terhadap beberapa ibu di daerah Ngalas, Klaten juga menemukan data yang sama. Mereka mengaku memberikan susu formula dan makanan tambahan kepada bayi pada usia sekitar 1 atau 2 bulan (rata-rata pisang dan nasi dihaluskan) dengan beberapa alasan: merasa ASI-nya tidak mencukupi kebutuhan bayi, malas memberikan ASI, khawatir bayinya tidak cukup gizi jika tanpa susu formula, dan kebiasaan orang-orang disekitarnya.
terkait dengan pemberian ASI. Riset ini juga menunjukkan bahwa jika tingkat pemberian ASI Eksklusif dinaikkan dari 39% menjadi 78%, maka risiko tingkat kematian dapat diturunkan menjadi setengahnya. Hal ini menunjukkan bukti betapa pentingnya ASI Eksklusif (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif ini ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa penelitian sudah dilakukan oleh para ahli di beberapa negara. Hasil penelitian Mann, et.al. di Amerika (2003) yang dimuat dalam Journal of Multicultural Nursing & Health menunjukkan bahwa proses menyusui eksklusif dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu: faktor internal dari ibu dan faktor eksternal. Beberapa faktor dari ibu diantaranya: tingkat pengetahuan ibu tentang ASI, kepercayaan diri ibu, dan pekerjaan ibu. Faktor yang memengaruhi dari luar dapat berasal dari institusi kesehatan, masyarakat secara umum, dan lingkungan keluarga terdekat.
Black, et. al. (1998) mengemukakan beberapa faktor dari ibu yang secara positif mendukung pemberian ASI, yaitu: kematangan ego ibu, persiapan menyambut kelahiran bayi, pengalaman menyusui anak sebelumnya, partisipasi dalam kelas-kelas hamil, dan tinggal di daerah rural.
Peneliti Indonesia juga sudah ada yang meneliti tentang pemberian ASI namun belum secara spesifik tentang ASI Eksklusif, diantaranya penelitian Briawan (2004) yang hasilnya menunjukkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI, yaitu: pengetahuan ibu tentang menyusui, dukungan keluarga, perubahan gaya hidup, kondisi sosial budaya masyarakat, dan tingkat ekonomi keluarga.
spesifik menggali lebih dalam tentang ASI Eksklusif, padahal saat ini pemberian ASI Eksklusif menjadi program yang sangat gencar disosialisasikan oleh pemerintah. ASI Eksklusif juga terbukti dapat menekan tingkat kematian bayi dan mengurangi biaya kesehatan keluarga.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: apakah faktor-faktor yang memengaruhi proses pemberian ASI Eksklusif?
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S., McJunkin, C., Wehrer, J., and Kuhn, P. 2000. Major factors influencing Breastfeeding rates: Mother‟s Perception of Father‟s Attitude and Milk Supply. Pediatrics. 2000, November; 106 (5): E67
Aussant, J. & Raine, K. 2003. Enhancing capacity by Understanding the Breastfeeding Experiences of Women with Low Income. Canadian Journal of Dietetic Practice & Research. Summer 2003 Edition
Barría, RM, Santander, G, & Victoriano, T. 2008. Factors Associated With Exclusive Breastfeeding at 3 Months Postpartum in Valdivia, Chile. Journal of Human Lactation 24(4):439-445.
Black, R. F., Jarman, L., & Simpson, J. 1998. Lactation Specialist Self-Study Series Module 1: The Support of Breastfeeding. Sudbury, MA: Jones & Bartlett.
Bowes, W. 2002. The association between duration of breastfeeding and adult intelligence. Obstetrical & Gynecological Survey, 57(10), 659-661.
Briawan, D. 2004. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran Penggunaan Air Susu Ibu (ASI). Makalah. Diakses tanggal 20 Oktober 2005. http://www.depkes.go.id/index.php
Britton, John R., Britton, Helen L., and Gronwaldt, V. 2006. Breastfeeding, Sensitivity, and Attachment. Pediatrics. Vol. 118 No. 5 November 2006, pp. e1436-e1443 Damayanti, N. 2006. Pengaruh faktor-faktor Motivasi terhadap Kinerja Pegawai.
Skripsi. Tidak diterbitkan. Malang: Universitas Brawijaya
Departemen Kesehatan RI. 2001. Buku Kader Posyandu. Jakarta: Depkes RI
Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes RI. 2001. Buku Panduan Manajemen Laktasi. Dikunjungi tanggal 20 Juni 2007. http://www.gizi.net/asi/download /MANAJEMEN%20LAKTASI.doc
Dirjen BINKESMAS-Depkes-RI. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif bagi Petugas Puskesmas. Dikunjungi tanggal 20 Juni 2007. http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/BKM-11.doc
Eviriyanti. 2007. Motivasi. Diakses tanggal 23 September 2007 dari http://www.sabda.org/lead/_pdf/motivs1.pdf
Goldman, A. S. 1993. The Immune System of Human Milk: Antimicrobial, Antiinflammatory and immunomodulating properties. Pediatric Infectious Disease Journal, Vol. 12, No. 8, pages 664-671; August 1993
Hoppu, U., Minna, R., Anna-Maija, L., & Erika, I. 2005. Breast Milk Fatty Acid Composition Is Associated with Development of Atopic Dermatitis in the Infant. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition. 41(3):335-338, September 2005.
Huitt, W. 2001. Motivation to Learn: An Overview. Educational Psychology Interactive. Diakses tanggal 15 Desember 2007 dari http://chiron.valdosta. edu/whuitt/col/motivation/motivate.html
Kantor Meneg UPW, Depkes, dan YASIA/BK PP-ASI. 1994. Strategi nasional peningkatan penggunaan ASI. Diakses tanggal 1 September 2007. http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/download/stranas%20final.doc
Katherine R. S., Ruowei Li, Benton-Davis, S., & Grummer-Strawn, L. M. 2005. The CDC Guide to Breastfeeding Intervention. U.S. Departement of Health & Human Services. Centers for Disease Control and Prevention National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion Division of Nutrition and Physical Activity. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2005. http://www.cdc.gov/breastfeeding/resources/guide.htm
Kessler, L.A., Gielen, A.C., Diener-West, M., & Paige, D.M. 1995. The Effect of a Woman‟s Significant Other on Her Breastfeeding Decision. Journal of Human Lactation, Vol 11, 103 1995. Diakses pada 1 Desember 2007 dari Http://jhl.sagepub.com/cgi/content/abstract/11/2/103
Klinger, E. dan Miles Cox, W. (editors). 2004. Handbook of Motivational Counseling. USA: John Wiley & Sons, Ltd.
Kompas Cyber Media. Selasa, 02 Oktober 2007. Hindari Lubang Gigi dengan Memberi ASI. Diakses tanggal 1 Desember 2007 dari http://kompas.com /ver1/Kesehatan/0710/02/114313.htm
Mann, A. R., Reifsnider, E., Gill, S. L., Ritsema, M. 2003. Health Disparities in Breastfeeding Among Low-income and Hispanic Women. Journal of Multicultural Nursing & Health. Fall 2003 edition
Ministry of Health Republic of Indonesia. 2007. Indonesia Health Profile 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Moedjiono, A,W. 2007. Terbaik untuk Bayi. Harian Kompas. 3 Agustus 2007
Narciso, V Zenaida, V., Nieves, A. I., & Josefina, T. G. 2007. Motivating Factors to Breastfeeding Decision-making after Maternity Leave among Urban Working Mothers in Government Workplaces. Dikunjungi tanggal 20 Juni 2007. Http://www1.fnri.dost.gov.ph/htm/motivating.htm
NN. 2005. Air Sakti dari Payudara Ibu. Tabloid Ibu dan Anak. 22 September 2005 NN. 2006. Akibat Remehkan ASI. Harian Republika. 9 Maret 2006
NN. 2007. Bonding with Your Baby. Diakses tanggal 15 Desember 2007 dari
http://www.dummies.com/wileyCDA/Dummiesarticle/id2906,subcat-MIND.html
Nuryanti, L. 2008. Efektivitas Program „Breastfeeding Education‟ pada Ibu Hamil untuk Meningkatkan Motivasi Memberikan ASI Eksklusif. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Otoo, GE. Lartey, AA. & Pérez-Escamilla, R. 2009. Perceived Incentives and Barriers to Exclusive Breastfeeding Among Periurban GhanaianWomen. Journal of Human Lactation. 25(1):34-41.
Pearce, M. S., Thomas, J. E., Campbell, D. I., & Parker, L. 2005. Does Increased Duration of Exclusive Breastfeeding Protect Against Helicobacter pylori Infection? The Newcastle Thousand Families Cohort Study at Age 49-51 Years. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition. 41(5):617-620, November 2005.
Poerwodarminta. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Roesli, U. 2001. Mitos menyusui. Makalah pada “Seminar Telaah Mutakhir tentang
ASI”, Bali 19 Oktober 2001.
Sciacca, J.P., David, A., Brenda, L., and Ratliff, M. 1995. A Breast-feeding education and promotion program: Effects on knowledge, attitudes, and support for breast feeding. Journal of Community Health. New York: December 1995. Vol. 20. Iss. 6; p. 473
Sharon, RN Perkins, and Carol, RN Vannais. 2004. Breastfeeding for Dummies. Diakses tanggal 1 Desember 2007 dari http://www.amazon.com/breastfeeding- dummies-Sharon-RN-Perkins/dpl0764544810
Siregar, A. M. 2004. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI oleh Ibu Melahirkan. Diakses tanggal 1 Desember 2007 dari http://library.usu.ac. id/download/fkm/fkm-arifin.pdf
Stoner, James AF., Freeman, RE., and Gilbert JR, DR. 1996. Manajemen jilid II. Jakarta: PT. Indeks, Gramedia Group
Tim. 2005. Laporan Kerja Praktek. Akademi Kebidanan Surakarta, Surakarta: tidak diterbitkan
United States Breastfeeding Committee‟s. Benefits of Breastfeeding. Diakses tanggal 20 Oktober 2005 dari Web site USBC: http://www.usbreastfeeding.org /Publications.html
Venancio, SI. Regina DS. Saldiva, Mondini, L. Levy, RB,& Mercedes, M, Escuder. 2008. Early Interruption of Exclusive Breastfeeding and Associated Factors, State of São Paulo, Brazil. Journal of Human Lactation 2008; 24; 168
Walker, M. 1996. Resources for Breastfeeding Advocacy. Diakses tanggal 16 September 2007 dari http://www.lalecheleague.org/LawMain.html
Ward, G. E. 2006. The Secrets of Breastfeeding Success. Dikunjungi tanggal 20 Juni 2007 dari http://www.storknet.com/cubbies/breast/successsecrets.htm
Wikipedia. Maternal Bond. Diakses tanggal 20 Nopember 2007 dari http://en.wikipedia.org/maternal_bond#mother.E2.80.93Infant_bond_and_breast feeding
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA
MENGAPA SAYA MENYUSUI EKSKLUSIF?
STUDI EKSPLORASI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
Oleh :
1. Lusi Nuryanti, M.Si. Psikolog 2. Setia Asyanti, M.Si. Psikolog
Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI Semarang Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Dosen Muda dan Kajian Wanita
Nomor: 019/O06.2/PP/KT/2009, Tertanggal 16 Maret 2009
FAKULTAS PSIKOLOGI
ABSTRAK
Pentingnya pemberian ASI dan ASI Eksklusif (ASIE) sudah diketahui oleh masyarakat luas, namun kesadaran untuk melakukannya masih perlu ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan oleh masih rendahnya tingkat pemberian ASIE di Indonesia, yang masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN yang lain. Mengingat bahwa begitu kompleksnya permasalahan dalam pemberian ASIE ini maka salah satu usaha penting untuk meningkatkan jumlah ibu yang memberikan ASIE di Indonesia adalah mengenali faktor apa saja yang memengaruhi mereka untuk memberikan ASIE atau tidak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ibu dalam memutuskan untuk memberikan ASIE atau tidak. Subjek adalah ibu yang memiliki anak usia 0-12 bulan yang tinggal di wilayah kabupaten Klaten. Subjek sebanyak 44 orang. Mereka diminta mengisi kuisenair dan diwawancara untuk memberikan data kemudian dianalisis secara kualitatif.
ABSTRACT
Breastfeeding and exclusive breastfeeding become important topics in our community in many recent years. The fact, the percentage of Indonesian mother who give their baby with exclusive breastfeeding is lower than others country’s mother, even in ASEAN. Many factors influence in how this decision take by mother and knowledge about these factors will be so important in the effort to enhance the number of Indonesian mother who give exclusive breastfeeding to their baby.
The aim of this research is to find many factors which influence mother in their decision about exclusive breastfeeding. Subjects are 44 mothers with 0-12 months baby and live in Klaten. Subjects asked to answer many questions in questionnaire and interview process. The data analized qualitatively.
The result of this research shown, there are many factors that influence in how this decision about excluisve breastfeeding take by mothers: mother’s knowledge about breastfeeding, support from husband and many family members, and employment status of mothers. If barriers come mothers tends to ask to medical helper and mother to help them. Mothers perceive that support from husband is so important in many ways: how husband available to share many housework, to be a partner in sharing ideas, and accompany mother in breastfeeding process. Many social support sources needed by mothers are mother, sibling, mother inlaw, doctor, and friend.
RINGKASAN
Masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi patut menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat, mengingat bahwa ASI sangat penting bagi bayi. Bayi usia 0-6 bulan mutlak memerlukan ASI, yang mampu memenuhi 100 persen kebutuhan bayi usia 0-6 bulan terhadap zat gizi. ASI Eksklusif (ASIE), yaitu ASI yang diberikan sebagai sumber asupan satu-satunya bagi bayi usia 0-6 bulan.
Beberapa manfaat ASI bagi bayi menurut United States Breastfeeding
Committee’s (USBC), yaitu: skor lebih tinggi pada hasil tes kecerdasan, menurunkan
kejadian bayi meninggal tiba-tiba, menurunkan kemungkinan infeksi telinga, saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan meningitis, menurunkan risiko kanker dan asma bagi bayi dengan riwayat kanker dan asma dalam keluarganya, mengurangi risiko obesitas pada anak dan remaja, dan mencegah kerusakan gigi (Yadav, et al., 2000).
ASI juga bermanfaat bagi ibu dan masyarakat: mengurangi risiko ibu menyusui terkena kanker ovarium dan payudara, mencegah osteoporosis, mempercepat kesembuhan setelah melahirkan dan menurunkan risiko pendarahan, mempercepat turunnya berat badan setelah melahirkan dan mencegah obesitas. Pemberian ASI dapat bermanfaat bagi komunitas sosial dalam hal: pemberian ASI mengurangi biaya perawatan kesehatan, mengurangi biaya pembelian susu formula, dan mengurangi penggunaan energi listrik/gas/minyak dan air yang diperlukan untuk proses penyiapan susu formula (Montgomery, 2001).
Breast-Feeding Week). Tujuannya untuk menyadarkan kembali masyarakat tentanng pentingnya ASI dan supaya ibu mau menyusui bayinya (Walker, 1996).
Besarnya manfaat ASI, baik bagi bayi, ibu, maupun lingkungan masyarakat, beserta berbagai usaha untuk meningkatkan penggunaannya, ternyata tidak cukup membuat banyak ibu memutuskan untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Riset terbaru King (UNICEF) menunjukkan hanya 10-15% bayi Indonesia yang mendapatkan ASI Eksklusif (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif ini ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian Briawan (2004) menunjukkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI, yaitu: pengetahuan ibu tentang menyusui, dukungan keluarga, perubahan gaya hidup, kondisi sosial budaya masyarakat, dan tingkat ekonomi keluarga. Beberapa pendapat dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor. Sayangnya, belum banyak penelitian yang secara spesifik menggali lebih dalam tentang ASI Eksklusif, padahal saat ini pemberian ASI Eksklusif menjadi program penting pemerintah.
Mengingat bahwa pemerinta Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan persentase jumlah bayi yang menerima ASI Eksklusif di Indonesia, maka mengetahui faktor-faktor apa saja yang turut berperan aktif dalam proses pemberian ASI Eksklusif menjadi hal penting. Penelitian ini akan berusaha memetakan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi-bayi di Indonesia yang saat ini jumlahnya masih sangat kecil, sehingga dapat menjadi dasar dibuatnya program intervensi untuk meningkatkannya.
tidak memberikan ASIE. Subjek penelitian ini paling banyak berpendidikan SLTA keatas (84%), dan hanya 16% yang berpendidikan SLTP kebawah. Komposisi subjek yang tidak seimbang membuat analisis terhadap kontribusi tingkat pendidikan terhadap keputusan memberikan ASIE pada penelitian ini perlu ditindaklanjuti pada penelitian selanjutnya. Perbedaan yang tidak menonjol memunculkan kesimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak begitu berpengaruh terhadap subjek dalam memberikan ASIE. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Barra, Santander, & Victoriano (2008) yang menemukan bahwa di Chili, tingkat pendidikan memengaruhi pemberian ASIE. Pendidikan lanjut ibu terkait dengan makin panjangnya waktu pemberian ASIE.
Pengetahuan memiliki peranan yang cukup signifikan dalam keputusan memberikan ASIE pada ibu menyusui. Hasil ini mendukung penelitian Otoo, Lartey, dan Perez-Escamilla (2009) di Ghana, yang menyatakan bahwa status pekerjaan ibu dan persepsi bahwa jumlah ASI tidak mencukupi menghambat pemberian ASIE, disamping faktor-faktor lain, yaitu: masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga. Data juga menunjukkan bahwa ketika subjek memiliki pertanyaan atau menghadapi masalah dalam penyusuan maka pihak yang didatangi untuk membantu adalah: bidan, ibu, dokter, kakak, suami, tukang pijat, perawat, teman, dan posyandu masing-masing.
Diketahui juga bahwa peran sumber dukungan lain dalam keluarga juga penting. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Shi, et. al (2008) yang menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang-orang terdekat sangat memengaruhi pemberian ASI secara penuh pada para perempuan di China.
Hal yang penting dalam temuan penelitian ini adalah adanya variasi bentuk dukungan yang diterima oleh ibu, yang belum terungkap di penelitian yang lain. Bentuk dukungan yang paling banyak disebutkan subjek adalah nasihat, pemberian informasi, dan kemauan keluarga untuk mengingatkan subjek dalam proses menyusui. Bentuk dukungan yang spesifik dilakukan suami, yang secara signifikan dinilai subjek sangat mendukung pemberian ASIE adalah: ikut bangun dan menemani saat malam ibu harus menyusui, membantu mengerjakan tugas rumah tangga lain saat ibu menyusui, menyediakan susu dan jamu ibu menyusui yang mendukung tersedianya ASI dalam jumlah cukup, dan menyediakan diri untuk berbagi dan mendengarkan saat ibu memerlukan dukungan. Sementara dukungan dari ibu dan ibu mertua adalah membelikan jamu, menyediakan masakan dan sayuran yang mendukung ketersediaan ASI, mengingatkan saat harus menyusui, dan menyiapkan baju ibu menyusui. Sumber dukungan yang berasal dari petugas kesehatan lebih banyak memberikan dukungan dalam bentuk informasi dan nasihat, sementara sumber lain yaitu ayah dan saudara hampir semua disebutkan membantu dalam bentuk memberikan nasihat tentang pentingnya memberikan ASIE.
pekerjaan ibu memengaruhi pemberian ASIE, disamping faktor-faktor lain, yaitu: persepsi tentang jumlah ASI, masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga.
Dipandang dari aspek ekonomi, pemberian ASIE dinilai lebih hemat oleh hampir semua subjek (98%).
Beberapa faktor yang oleh subjek dianggap mendukung pemberian ASIE, yaitu: dukungan keluarga besar, keyakinan bahwa menyusui adalah kewajiban dan kodrat ibu, kebanggaan ibu ketika melihat anaknya sehat karena mendapatkan ASIE, kepercayaan ibu bahwa ASI adalah makanan terbaik bayi, dan kebiasaan dan tradisi pada masyarakat desa untuk menyusui bayi sehingga semua ibu harus menyusui bayinya.
PRAKATA
Pentingnya pemberian ASI dan ASI eksklusif sudah disadari secara umum hampir di semua negara sehingga banyak dilakukan penelitian dan program intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat pemberian ASI dan ASI eksklusif, baik secara kuantitas maupun kualitas. Mengenali faktor-faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif di Indonesia menjadi bagian penting dari usaha ini sehingga dapat dilakukan usaha yang tepat untuk memasyarakatkan pemberian ASIE di Indonesia.
Penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan banyak pihak dan untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. DP2M yang telah membiayai penelitian ini melalui Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI Semarang.
2. Ketua LPPM Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Harun Joko Prayitno. 3. Para ibu yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini di tengah
perjuangan mereka untuk memberikan yang terbaik bagi putra putri mereka. 4. Teman-teman asisten Ayu, Rois, Arifah, dan Mbak Sri yang membantu
pengumpulan data dengan kegigihan mereka untuk menemui para ibu di tengah kesibukan mereka masing-masing.
5. Temen-temen sejawat di psikologi, yang telah berbagi informasi dan memberikan waktu untuk diskusi selama proses penelitian.
Semoga Allah Swt memberikan kebaikan, balasan yang berlipat-lipat kepada semua pihak yang membantu penelitian ini. Akhirnya, meski karya ini begitu sederhana dan banyak kekurangan, namun penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya tentang perilaku menyusui.
Surakarta, 1 Oktober 2009
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN ………... i
HALAMAN JUDUL …...……….………..….……... ii
HALAMAN PENGESAHAN …….………..……….. iii
ABSTRAK ………..……….…...…….. iv ABSTRACT ………...……….… v RINGKASAN ... vi PRAKATA ………..………...…... xi
DAFTAR ISI ………..………..…...….… xii
DAFTAR TABEL ………...……...…..… xiv
DAFTAR LAMPIRAN………..….……....… xv
I. PENDAHULUAN ... 1
II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 19
IV METODE PENELITIAN ... ... 20
V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A. CV Peneliti 38
LAMPIRAN B. Kuisenair 42
RINGKASAN
Masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi patut menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat, mengingat bahwa ASI sangat penting bagi bayi. Bayi usia 0-6 bulan mutlak memerlukan ASI, yang mampu memenuhi 100 persen kebutuhan bayi usia 0-6 bulan terhadap zat gizi. ASI Eksklusif (ASIE), yaitu ASI yang diberikan sebagai sumber asupan satu-satunya bagi bayi usia 0-6 bulan.
Beberapa manfaat ASI bagi bayi menurut United States Breastfeeding
Committee’s (USBC), yaitu: skor lebih tinggi pada hasil tes kecerdasan, menurunkan
kejadian bayi meninggal tiba-tiba, menurunkan kemungkinan infeksi telinga, saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan meningitis, menurunkan risiko kanker dan asma bagi bayi dengan riwayat kanker dan asma dalam keluarganya, mengurangi risiko obesitas pada anak dan remaja, dan mencegah kerusakan gigi (Yadav, et al., 2000).
ASI juga bermanfaat bagi ibu dan masyarakat: mengurangi risiko ibu menyusui terkena kanker ovarium dan payudara, mencegah osteoporosis, mempercepat kesembuhan setelah melahirkan dan menurunkan risiko pendarahan, mempercepat turunnya berat badan setelah melahirkan dan mencegah obesitas. Pemberian ASI dapat bermanfaat bagi komunitas sosial dalam hal: pemberian ASI mengurangi biaya perawatan kesehatan, mengurangi biaya pembelian susu formula, dan mengurangi penggunaan energi listrik/gas/minyak dan air yang diperlukan untuk proses penyiapan susu formula (Montgomery, 2001).
melalui pekan ASI sedunia yang dilakukan pada setiap minggu I bulan Agustus (World Breast-Feeding Week). Tujuannya untuk menyadarkan kembali masyarakat tentanng pentingnya ASI dan supaya ibu mau menyusui bayinya (Walker, 1996).
Besarnya manfaat ASI, baik bagi bayi, ibu, maupun lingkungan masyarakat, beserta berbagai usaha untuk meningkatkan penggunaannya, ternyata tidak cukup membuat banyak ibu memutuskan untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Riset terbaru King (UNICEF) menunjukkan hanya 10-15% bayi Indonesia yang mendapatkan ASI Eksklusif (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif ini ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian Briawan (2004) menunjukkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI, yaitu: pengetahuan ibu tentang menyusui, dukungan keluarga, perubahan gaya hidup, kondisi sosial budaya masyarakat, dan tingkat ekonomi keluarga.
Beberapa pendapat dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor. Sayangnya, belum banyak penelitian yang secara spesifik menggali lebih dalam tentang ASI Eksklusif, padahal saat ini pemberian ASI Eksklusif menjadi program penting pemerintah.
Melalui proses pengumpulan data dengan kuisenair dan wawancara diketahui bahwa dari 44 subjek, terdapat 32 orang ibu yang memberikan ASIE dan 12 orang yang tidak memberikan ASIE. Subjek penelitian ini paling banyak berpendidikan SLTA keatas (84%), dan hanya 16% yang berpendidikan SLTP kebawah. Komposisi subjek yang tidak seimbang membuat analisis terhadap kontribusi tingkat pendidikan terhadap keputusan memberikan ASIE pada penelitian ini perlu ditindaklanjuti pada penelitian selanjutnya. Perbedaan yang tidak menonjol memunculkan kesimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak begitu berpengaruh terhadap subjek dalam memberikan ASIE. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Barra, Santander, & Victoriano (2008) yang menemukan bahwa di Chili, tingkat pendidikan memengaruhi pemberian ASIE. Pendidikan lanjut ibu terkait dengan makin panjangnya waktu pemberian ASIE.
Pengetahuan memiliki peranan yang cukup signifikan dalam keputusan memberikan ASIE pada ibu menyusui. Hasil ini mendukung penelitian Otoo, Lartey, dan Perez-Escamilla (2009) di Ghana, yang menyatakan bahwa status pekerjaan ibu dan persepsi bahwa jumlah ASI tidak mencukupi menghambat pemberian ASIE, disamping faktor-faktor lain, yaitu: masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga. Data juga menunjukkan bahwa ketika subjek memiliki pertanyaan atau menghadapi masalah dalam penyusuan maka pihak yang didatangi untuk membantu adalah: bidan, ibu, dokter, kakak, suami, tukang pijat, perawat, teman, dan posyandu masing-masing.
yang tidak memiliki suami memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menghentikan lebih awal pemberian ASIE daripada perempuan yang bersuami. Hal ini menunjukkan bahwa peran suami sebagai pemberi dukungan sangatlah penting.
Diketahui juga bahwa peran sumber dukungan lain dalam keluarga juga penting. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Shi, et. al (2008) yang menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang-orang terdekat sangat memengaruhi pemberian ASI secara penuh pada para perempuan di China.
Data menunjukkan bahwa untuk masing-masing kelompok, persentase ibu rumah tangga yang memberikan ASIE menempati posisi tertinggi dibandingkan pada kelompok wiraswastawati, buruh, dan guru. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Otoo, Lartey, dan Perez-Escamilla (2009) di Ghana, yang menyatakan bahwa status pekerjaan ibu memengaruhi pemberian ASIE, disamping faktor-faktor lain, yaitu: persepsi tentang jumlah ASI, masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga.
Dipandang dari aspek ekonomi, pemberian ASIE dinilai lebih hemat oleh hampir semua subjek (98%).
Beberapa faktor yang oleh subjek dianggap mendukung pemberian ASIE, yaitu: dukungan keluarga besar, keyakinan bahwa menyusui adalah kewajiban dan kodrat ibu, kebanggaan ibu ketika melihat anaknya sehat karena mendapatkan ASIE, kepercayaan ibu bahwa ASI adalah makanan terbaik bayi, dan kebiasaan dan tradisi pada masyarakat desa untuk menyusui bayi sehingga semua ibu harus menyusui bayinya.