SKRIPSI
PENERAPAN SANKSI PAJAK TERHADAP KETIDAKPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN
PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN SLEMAN
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program S-I Pada Jurusan Ilmu Hukum
Oleh : David Febrianto
20120610173
FAKULTAS HUKUM
iv PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENERAPAN SANKSI PAJAK TERHADAP KETIDAKPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN SLEMAN.
Adalah karya asli saya dan bukan plagiat baik secara utuh maupun sebagaian, serta belum pernah
diajukan Sebagai karya ilmiah pada suatu perguruan tinggi atau Lembaga manapun. Hal-hal
bukan karya asli saya dalam skripsi tersebut diberi tanda dan ditunjukan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya Bersedia mempertanggung
jawabkan pernyataan ini.
Yogyakarta,………...,2016
Yang menyatakan:
v MOTTO
“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmumu dan sesungguhnya yang demikian ini
sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang
khusuk”
(Al-Baqarah : 45)
“sesungguhnya sesudah kesusahan itu pasti ada kemudahan”
(Q.S Alam Nasroh : 6)
“Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh”
vi PERSEMBAHAN
Syukur allhamdulillah aku ucapkan kepada Allah SWT atas hidayah-Nya,
Dan dengan segala kerendahan hati aku persembahkan karyaku ini
kepada …..
Kupersembahakan karya ini teruntuk :
Allah SWT, Atas segala limpahan karunia-Nya
Bapak/Ibu dan Kakak yang aku cintai
Terima kasih atas doa, kasih sayang, dukungan moril dan materil
yang tidak dapat ternilai
vii KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penerapan Sanksi Pajak
Terhadap Ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Kendaraan Bermotor Di Kabupaten Sleman
Penyusunan skripsi ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban penulis sebagai mahasiswa guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Keberhasilan ini tidak lepas dari semua pihak yang telah membantu penulis dengan
sepenuh hati. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan moral. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Bambang Cipto, MA selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Bapak Dr. Trisno Raharjo,S.H.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
3. Bapak Sunarno,S.H.,M.Hum.,Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan sampai terselesaikan skripsi ini.
4. Bapak Bagus Sarnawa,S.H.M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Hukum Pajak yang telah memberikan bimbingan dan arahan sampai terselesaikan skripsi ini. 5. Bapak Nasrullah,S.H.,S.Ag.,MCL selaku Dosen Ketua Penguji skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan staf pengajar Fakultas Hukum.
7. Seluruh staf akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
viii
9. Wanita kesayanganku yaitu, Silviana Indriyani yang telah banyak memberikan motivasi dan pengertiannya kepada saya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10.Terima Kasih Buat Teman Perjuangan Aviara Sumarsono yang telah sama-sama berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.Terimakasih Achmad Zakaria dan Intari yang telah mengajari Ngaji.
12.Teman-teman Patner Piknik, (Tara, Taufik, Febri, Hardian) dan Bro Piknik (Roem, Ari, Risky, Habib, Sofwan, Hasim, Agus, Reza, Alvian, Helena, Septi, Ayuri, Shobika, Narita) Semoga kebersamaan kita terjaga selamanya dan sukses selamanya.
13.Teman-Teman KKN Giri Kerto (Nana, Intari, Ncun, Femi, Aul, Tyo, Reza, Agung, Anto, Febrian. Terimakasih telah memberikan dukungan dan pengertian selama saya mengerjakan skrpsi ini.
Semoga semua amal dan budi baik tersebut mendapatkan berkah dari Allah SWT.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun orang-orang yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Yogyakarta, ………., 2016
BAB I
Pendahuluan
I.I Latar Belakang
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 aline ke 4 menyebutkan tujuan negara Indonesia. Tujuan negara Indonesia pada dasarnya adalah berupaya mewujudkan masyarakat adil makmur, sejahtera lahir dan batin. Tujuan ini dapat tercapai melalui pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang tersebut, membutuhkan biaya atau dana. Salah satu sumber biaya bagi pelaksanaan pembangunan melalui pemungutan pajak. Oleh sebab itu pembayaran pajak oleh masyarakat kepada negara merupakan suatu keniscayaan yang akan sangat membantu terwujudnya tujuan negara Indonesia. Negara Indonesia menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan peran serta rakyat dalam praktik kenegaraan.1
Indikasi keberhasilan pemungutan pajak pada suatu negara adalah adanya kepatuhan masyarakat (wajib pajak) untuk membayar pajak terutang yang menjadi kewajibannya tepat pada waktunya. Hal ini sangat diperlukan untuk menjamin
1Etty Muyassaroh, Panduan Menghitung dan Melaporkan Pajak Pribadi bagi Pemilik
tersedianya dana bagi negara yang berasal dari partisipasi masyarakat dalam rangka ikut serta dalam pembiayaan pengeluaran negara.2
Pelayanan yang optimal untuk kepuasan masyarakat merupakan visi samsat Sleman yang diterjemahkan dalam misinya yaitu :
a. meningkatkan kinerja seluruh pegawai samsat untuk menunjang kualitas layanan bagi masyarakat,
b. meningkatkan mutu pelayanan untuk meningkatkan pendapatan daerah,
c. meningkatkan secara terus menerus pengetahuan, ketrampilan dan sikap pegawai serta
d. memberikan pelayanan yang memuaskan bagi semua pelanggan internal dan eksternal.
Kantor Bersama Samsat Sleman seperti satuan kerja pemerintah daerah lain harus senantiasa memperbaiki citra pelayanan. Pelayanan dalam pemungutan pajak harus mempertimbangkan kepuasan wajib pajak dalam menerima pelayanan. Petugas pelayanan diharapkan selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta pengembangan teknologi untuk meningkatkan mutu pelayanan. Dalam kegiatan pelayanan administrasi kendaraan bermotor, keseimbangan hak dan kewajiban antara wajib pajak dan petugas pelayanan perlu diperhartikan. Keseimbangan
mengenai hak dan kewajiban akan mendukung proses pelayanan yang lebih efektif dan efisien. Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik telah memberikan kepastian hukum mengenai hubungan antara masyarakat dengan penyelenggara pelayanan publik.
Perguruan tinggi di DIY berada di wilayah Sleman sehingga mobilitas kendaraan bermotor sangat tinggi. Selain itu, pencairan kredit kendaraan bermotor yang dijamin oleh lembaga leasing dengan proses sederhana mendorong masyarakat untuk melakukan kredit sehingga meningkatkan jumlah kendaraan bermotor di wilayah Sleman.
Peningkatan jumlah pemilik kendaraan bermotor mengindikasikan kesejahteraan masyarakat dan mobilitas yang tinggi. Kabupaten Sleman menjadi pemilik kendaraan bermotor terbanyak. Di wilayah Kabupaten Sleman tercatat sebanyak 46.774 unit kendaraan baru terdiri 40.889 unit kendaraan roda dua dan 5.855 unit kendaraan roda empat.
secara otomatis akan meningkatkan jumlah pelayanan yang berlangsung di Samsat Sleman.3
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan sanksi pajak terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak kendaraan bermotor di Kabupaten Sleman ?
2. Apa dampak penerapan sanksi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak kendaraan bermotor di Kabupaten Sleman?
I.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sanksi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak kendaraan bermotor di Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui dampak penerapan sanksi terhadap ketidakpatuhan wajib
pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak kendaraan bermotor di Kabupaten Sleman.
I.4 Manfaat Penelitian
3
Ghozaly,Strategi Pelayanan Samsat Sleman terhadap Wajib Pajak.
file:///C:/Users/ghozaly/Documents/bab%20I-V%20samsat%20sleman.pdf diakses pada tanggal 29
1. Manfaat praktis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan lebih banyak dibidang perpajakan,sehingga masayarakat akan lebih patuh dalam membayar pajak. 2. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan agar mahasiswa bisa memahami
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Pajak
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang.
Pembayar pajak tidak akan mendapat kontraprestasi atas pajak yang telah dibayarkan.
Pajak tersebut digunakan oleh negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
Pengertian pajak tersebut juga tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan
bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dasar pemungutan pajak tersebut juga diatur
dalam UUD 1945 Amandemen pasal 23A,”pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.1
Pajak merupakan salah satu aspek yang sangat signifikan, yang dapat
digunakan untuk menunjang perekonomian negara, dan bahkan saat ini Negara kita
tidak bias lagi mengandalkan sektor migas untuk memasukan uang ke kas negara.
Pendapatan sektor pajak merupakan pendapatan terbesar yang digunakan untuk
1
membiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara dalam setiap tahun. Untuk
membawa kepada pengertian yang sistematis, maka perlu diketahui terlebih dahulu
mengenai apakah sebernarnya yang dimaksud dengan pajak tersebut. Untuk itu maka
dapat dipelajari dalam beberapa pendapat.
Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah ‘’iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum’’.2
Yang dimaksud unsur ‘’dapat dipaksakan’’ menurut Rochmat Soemitro
adalah:
Apabila utang pajak tidak dibayar,maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti dengan menggunakan surat paksa dan melakukan penyitaan bahkan bias dengan melakukan penyanderaan, sedangkan terhadap pembayaran pajak tersebut tidak dapat ditunjukan jasa timbal-balik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.3
Menurut N.J. Feldmana pajak adalah’’prestasi yang dikatakan sepihak oleh
terutang kepada penguasa berdasarkan norma-norma yang diterapkanya secara
umum, tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum’’.4
2
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi Andi, Yogyakarta,2003, hlm. 1. 3
Ibid.,hlm.
Menurut M.J.H Smeets pajak adalah‘’prestasi kepada pemerintah yang
terutang melalui norma norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya
kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah’’.5
Menurut Deutsche ReeshsAbgaben Ordnung pajak adalah’’bantuan uang
secara incidental atau secara periodic (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang
dipungut oleh badan yang bersifat umum (Negara), untuk memperoleh pendapatan, di
mana terjadi suatu Tatbestan (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah
menimbulkan utang pajak’’.6
Menurut Soeparman Soemahamidjaya, pajak adalah’’iuran wajib, berupa uang
atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum’’.7
Dari definisi diatas, Sukismo menyimpulkan bahwa ada beberapa unsur yang
melekat dalam pengertian pajak, yaitu:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
2. Sifatnya dapat dipaksakan;
5
Ibid., hlm. 3. 6
3. Tidak ada kontra-prestasi atau imbalan yang langsung dapat dirasakan
oleh si pembayar pajak;
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah, (tidak boleh dipungut oleh swasta);
5. Dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.8
Berdasarkan pasal 23A UUD 1945 dapat disimpulkam bahwa tidak hanya
pajak saja yang pungutanya didasarkan pada undang-undang tetapi semua pungutan
yang sifatnya memaksa pun juga harus didasarkan pada undang-undang. Dari
definisi-definisi diatas disimpulkan bahwa pajak mempunyai cirri-ciri:
1. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
2. Pajak dipungut berdasarkan dengan ketentuan undang-undang serta
aturan pelaksanakanya.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu
mengatur.
Pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang berdaarkan undang-undang yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat, yang akan digunakan untuk
membiayai pembangunan nasional sehingga tidak ada kontraprestasi langsung, serta
sifatnya dapat dipaksakan dan pajak juga memiliki fungsi yang tidak hanya budgeter
tetapi juga mengatur.
II.2 Fungsi pajak
Bagi negara, pajak yang dipungut itu digunakan untuk menjalankan
pemerintahan. Menurut Sukismo, pajak mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi bugeter
dan fungsi mengatur. Dalam fungsi budgeter pajak digunakana sebagai alat untuk
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara dengan tujuan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Dalam fungsi mengatur pajak
digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang social, ekonomi, maupun politik dengan tujuan tertentu.
Contohnya, pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang
mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. Tariff pajak untuk ekspor sebesar
0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasar dunia.9
Safri Nurmantu mendefinisikan fungsi budgetair sebagai suatu fungsi pajak
yang dimana pajak dipergunakan sebagai :
Fungsi Budgetair adalah pajak digunakan sebagai alat untuk memasukan uang
sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang dimaksudkan untuk melakukan
pembiayaan-pembiayaan yang dibutuhkan untuk pengeluaran negara dan untuk
membantu rencana pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu penerimaan
dalam negeri yang tidak termasuk dalam penerimaan minyak bumi dan gas alam,
namun hasil pungutan pajak berfungsi untuk membiayai pembangunan dan membuka
lapangan pekerjaan, membayar gaji pegawai sipil.10
Fungsi Budgetair adalah fungsi yang terletaknya di sector public, dan
pajak-pajak disini merupakan suatu alat (atau suatu sumber) untuk memasukkan uang
sebanyak – banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara.11
Dari penjabaran teori-teori yang dikemukakan para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa fungsi budgetair mengamanatkan bahwa pajak dilakukan untuk
mengoptimalkan pemasukan kas Negara berdasarkan suatu perundang – undangan
tentang perpajakan dan hasilnya akan dipakai untuk melakukan pembiayaan yang
tidak lain adalah kepada rakyat dalam berbagai sisi kehidupan antara lain membuka
lapangan pekerjaan, membayar gaji pegawai-pegawai, menyediakan fasilitas umum,
memperbaiki jalan di daerah dimana pajak dipungut untuk kemakmuran rakyat.
Dengan berlandasan fungsi budgetair pajak merupakan sektor penting demi
terlaksananya tugas pemerintah dalam pembangunan dan meningkatkan kemakmuran
rakyat secara keseluruhan.
10
Kesit Bambang Prakoso, 2006, Hukum Pajak Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Ekonisia, Yogyakarta, hlm.6.
Dalam kaitanya dengan fungsi mengatur (regulerend) tersebut, pajak
dimanfaatkan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan. Fungsi mengatur ini lazimnya kita lihat pada sektor swasta. Dalam
hubungan ini, dapat dilihat dalam karangan Prof. Dr. Rochmat Soemitro, yang
mengutip tulisan dari prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo yang ditulis pada tahun
1954 berjudul fiscal policy, foreign exchange control and economic development.
Dalam tulisan beliau dikatakan bahwa:
‘’Fiscal policy sebagai suatu alat pembangunan harus mempunyai satu tujuan yang bersamaan, yaitu secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan untuk public investment dan secara tidak langsung digunakan untuk menyalurkan private saving ke arah sector-sektor yang produktif. Maupun digunakan untuk mencegah pengeluaran-pengeluaran yang menghambat pembangunan.’’12
Selanjutnya Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo mengatakan bahwa:
‘’Fiscal policy sebagai suatu alat pembangunan harus didasarkan atas kombinasi tarif pajak-pajak yang tinggi, baik pajak-pajak langsung maupun tidak langsung, dengan suatu fleksibilitas yang berada dalam system pengenaan pajak-pajak dan pemberian insentif-insentif atau dorongan-dorongan untuk merangsang private investment sebagaimana diharapkan.’’13
Demikian pajak mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu pajak-pajak
dapat digunakan sebagai perangsang untuk menyalurkan private saving ke private
investment. Caranya ialah, memberikan fasilitas-fasilitas perpajakan kepada
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.14
12 Rochmat Soemitro, 1988, Pajak dan Pembangunan, PT. Eresco, Bandung, hlm. 109. 13 Ibid
II.3 Tarif Pajak
Sebagaimana diuraikan dalam syarat pemungutan pajak, bahwa pemungutan
pajak harus adil, maka salah satu bentuk operasional penciptaan keadaan pemungutan
pajak yang adil yaitu melalui tariff pajak. Secara teotitis terdapat empat macam tarif
pajak yaitu : tariff prporsional, tariff progresif, tarif tetap dan tariff degresif.15
Tarif proposional, yaitu tarif berupa presentase yang tetap, terhadap
beberapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terhutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Tarif progresif, yaitu presentase tarif yang digunakan semakin besar bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Tarif tetap, yaitu berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap beberapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Tarif degresif, yaitu presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah
yang dikenai pajak semakin kecil.16
II.4 Syarat – syarat pemungutan pajak
Pemungutan pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Syarat Keadilan
15
Pemungutan pajak harus adil. Sesuai dengan tujuan hokum, yakni
untuk mencapai keadilan, undang-undang pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil
dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada majelis pertimbangan pajak.
b. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang. Hal ini
memberikan jaminan hokum untuk menyatakan keadilan, baik bagi warga
negara maupun Negara itu sendiri.
c. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak haruslah tidak mengganggu perekonomian.
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaraan kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
d. Syarat Finansial
Pemungutan pajak harus efisien. Sesuai dengan budgetair, biaya
pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Sistem pemungutan yang
kewajiban perpajakan. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang yang
baru.
Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan). Sesuai dengan tujuan hukum,
yaitu mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil.
Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam
pelaksanaannya yakni memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan pembayaran dan mengajukan keringanan.
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis). Di
Indonesia, pajak diatur dalam Pasal 23A Undang-undang Dasar 1945. Hal ini
memberikan jaminan hokum untuk menatakan keadilan, baik bagi Negara maupun
warganya.17
II.5 Pengelompokan Pajak
Jenis kelompok pajak yang berlaku di Indonesia, antara lain:
a. Menurut Golongannya
1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
Contoh : pajak penghasilan (PPH).
2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : pajak pertambahan nilai (PPN).
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif, yaitu yang berdasarkan pada subjeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPH)
2) Pajak Objektif. yaitu pajak berdasar pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : PPN dan pajak penjualan atas barang mewah
(PPn BM).
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
II.6 Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta
wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan dalam rangka pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan tata cara pemungutan
a. Stelsel Pajak
Dasar pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan stelsel berikut
ini :
1) Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada objek (penghasilan yang
nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
sesungguhnya diketahui.
2) Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh undang-undang. Misalnya, pengasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal
tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang
tertuang untuk tahun pajak berjalan.
3) Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara kedua stelsel yang
telah disebutkan diatas. Pada awal tahun, besarnya pajak
dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir
tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar
menambah. Namun, bila lebih kecil maka kelebihannya dapat
diminta kembali atau dikompensasikan.
b. Asa pemungutan pajak
Pemungutan pajak dilaksanakan berdasarkan asas berikut :
1) Asas Domisili
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik itu
berupa penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun
penghasilan dari luar negeri. Asas ini berlaku bagi wajib pajak
dalam negeri.
2) Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
3) Asas Kebangsaan
Dasar pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan/negara wajib pajak. Misalnya, pajak bangsa asing
di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bernegara asing
yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku bagi
wajib pajak luar negeri.18
18
II.7 Sistem Pemungutan Pajak
Timbulnya pajak sebagai pungutan yang dibebankan kepada masyarakat
tersebut adalah karena Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk
membiayai segala keperluannya, oleh karena itu salah satu yang dibutuhkan dan
terpenting adalah suatu peran serta aktif dari masyarakat untuk ikut memberikan iuran
kepada negaranya dalam bentuk pajak, sehingga segala keperluan pembangunan
dapat dibiayai. Terdapat tiga sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia,
antara lain:19
1) Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang tertuang
kepada wajib pajak. Ciri-cirinya adalah
a. wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak tertuang
adalah pasif.
b. wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan oleh
pemerintah.
2) With Holding System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada
pihak ketiga selain fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak yang terutang. Cirri-cirinya
adalah kewenangan menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak.
3) Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada
wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang.
Dalam sistem ini wajib pajak mempunyai wewenang dalam menentukan
sendiri besarnya pajak terutang, sehingga wajib pajak pempunyai peran aktif mulai
dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sedangkan
pemerintah (fiskus) hanya mengawasi saja dan tidak berhak untuk campur tangan.
Diantara ketiga sistem pemungutan pajak diatas, Selft Assessment System
inilah yang memberlakukan di indonesia. Berdasarkan sistem ini, wajib pajak diberi
kepercayaan untuk melaksanakan kegotong – royongan nasional dengan cara
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sehingga
melalui sistem ini administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi,
terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh wajib pajak itu sendiri. 20
II.8 Dasar Teori Pemungutan Pajak
Teori Asuransi, salah satu tugas penting suatu Negara adalah melindungi
warga Negara dan segala kepentingannya, baik keselamatan dan keamanan jiwa
maupun harta bendanya. Seperti halnya, asuransi untuk memperoleh perlindungan
20
diperlukan pembayaran premi. Dengan demikian pajak dianggap pula sebagai
pembayaran premi masyarakat kepada negara.
Teori Kepentingan, pembagian beban pajak pada penduduk seluruhnya harus
didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas pemerintah, termasuk
juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta bendanya. Oleh karena itu sudah
selayaknya apabila biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan kewajibannya
dibebankan kepada mereka.
Teori Daya Pikul, untuk keperluan perlindungan kepada warga Negara
diperlukan biaya yang harus dipikul oleh segenap warga Negara yang menikmati
perlindungan tersebut.
Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti, teori ini menekankan pada paham
organishe staatsleer yang mengajarkan bahwa karena sifat negara sebagai suatu
organisasi dari individu-individu, maka timbul hak mutlak negara untuk memungut
pajak. Sebagai akibat kewajiban pemerintah, maka timbullah hak mutlak untuk
memungut pajak.
Teori Gaya Beli, teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang
dilakukan kepada Negara dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam Negara
yang bersangkutan. Gaya beli suatu rumah tangga dalam masyarakat adalah sama
dengan gaya beli suatu rumah tangga negara.21
21
II.9 Pertimbangan Dalam Pemungutan Pajak
Asas Equality, asas ini menekankan pada pentingnya keseimbangan
berdasarkan kemampuan masing-masing subjek pajak. Artinya, hendaknya dalam
pungutan pajak tidak ada deskriminasi diantara sesame wajib pajak. Pemungutan
pajak yang dilakukan terhadap semua subjek harus sesuai dengan batas kemampuan
masing-masing, sehingga untuk setiap subjek pajak yang mempunyai kondisi yang
sama harus dikenakan pajak yang sama pula.
Asas Certainty, menekankan pada pentingnya kepastian mengenai
pemungutan pajak,yaitu kepastian mengenai hokum yang mengaturnya, kepastian
mengenai subjek pajak, kepastian mengenai objek pajak, dan kepastian mengenai tata
cara pemungutannya, kepastian tersebut diperlukan agar masyarakat wajib pajak
mendapat jaminan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Asas Convenience of Payment, menekankan pada saat dan waktu yang tepat
dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Sangat bijaksana bila pemenuhan
pemotongan atau pembayaran pajak dilakukan pada saat wajib pajak menerima
penghasilannya dan yang sudah memenuhi syarat objektif, yaitu syarat wajib pajak
mempunyai penghasilan diatas penghasilan minimumnya.
Asas Efficiency, menekankan pada pentingnya efisiensi dalam pemungutan
pajak, artinya biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan tidak boleh
lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut.22
II.10 Pajak Daerah dan Keuangan Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepala Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan prundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Subjek
pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah.23
Menurut Kaho, pajak daerah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas
negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public
Investment. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan
sebagai badan hukum public dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata
lain pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah dan
pembangunan daerah hal ini dikemukakan oleh Yasin.
Menurut Dr. Rochmat Soemitro S.H. merumuskan pajak daerah sebagai pajak
local atau pajak yang dipungut daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah
swatantra seperti provinsi,Kotapraja,Kabupaten dan sebagainya.24
Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikthisarkan sebagai berikut:
a. Pajak daerah berasal dari pajak nasional yang diserahkan kepada
daerah sebagai pajak daerah;
b. Penyerahan dilakukan berdasarkan UU;
23
UU No.34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 penjelasan angka 6 24
c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan
undang-undang dan/atau peraturan hukum lainnya.
Sedangkan mengenai peran pajak daerah dalam APBD, Rochmat Soemitro
mengemukakan bahwa dalam APBD pajak-pajak daerah juga Nampak dalam
fungsinya yang budgetair, pajak daerah dan pajak pemerintah pusat yang diserahkan
kepada daerah disamping subsidi, merupakan sumber pendapatan daerah yang
penting.25 Pajak daerah sangat penting bagi pendapatan daerah yang nantinya akan
digunakan daerah di dalam pelaksanakan pemerintah dan pembangunan daerah.
Lapangan pajak daerah ialah lapangan yang belum digali oleh Negara.
Ketentuan seperti itu maksudnya ialah untuk mencegah pemungutan pajak ganda
akibatnya sangat memberatkan para wajib pajak. Pungutan pajak ganda terjadi
apabila suatu objek dikenakan pajak yang sejenis untuk kedua kalinya, meskipun
dengan nama lain. Dalam hal suatu pungutan daerah oleh daerah akan merupakan
pajak ganda, maka daerah hanya dapat memungut tambahan (atau opsen) saja atas
pajak yang dipungut oleh negara itu.26
Jenis–jenis pajak daerah dibedakan menjadi pajak Provinsi dan pajak
Kabupaten/Kota.
Jenis pajak Provinsi terdiri dari :
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
25
Rochmat Soemitro, 1988, Pajak dan Pembangunan, PT Eresco, Bandung. hlm. 32.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4. dan pajak pengambilan dan pemanfaatan Arir Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari :
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
7. Pajak Parkir.27
Jenis pajak Kabupaten/Kota tidak bersifat limitative, artinya Kabupaten/Kota
diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya selain yang
ditetapkan secara ekplisit dalam UU No.34 Tahun 2000, dengan menetapkan sendiri
jenis pajak yang bersifat spesifik dengan memperhatikan criteria yang ditetapkan
dalam UU tersebut. Kriteria yang dimaksud adalah :
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi;
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta
hanya melayani masyarakat di wilayah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan;
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Provinsi dan/atau objek
pajak Pusat;
e. Potensinya memadai;
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
h. Menjaga kelestarian lingkungan.
Besarnya tarif yang berlaku definitif untuk Pajak Kabupaten/Kota ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang
telah ditentukan dalam UU tersebut. Dengan adanya pemisahan jenis pajak yang
dipungut oleh Provinsi dan yang dipungut oleh Kabupaten/Kota diharapkan tidak
adanya pengenaan pajak berganda.
Tentang keuangan daerah ini Josef Riwo menyatakan bahwa salah satu
kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur
dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang
keuangan. Dengan kata lain faktor keuangan merupakan esensial dalam mengatur
II.11 Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. beserta gandengannya yang digunakan disemua
jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik yang berupa motor atau
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah daya energi tertentu menjadi energi
gerak kendaraan bermotor, termasuk alat-alat berat/alat-alat besar.
Obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor beroda beserta
gandengannya, yang dioperasikan disemua jenis jalan darat, kecuali:
a. Kereta api
b. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluaan
pertahanan dan keamanan Negara
c. Kendaraan bermotor yang memiliki dan/atau dikuasai kdutaan,
konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbale balik dan
lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dari pemerintah.28
Subyek pajak meliputi :
a. Orang pribadi
b. Badan
c. Pemerintah
28
d. TNI
e. POLRI
f. Pemerintah Daerah
g. Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki dan/atau menguasai
Kendaraan Bermotor.29
Pajak kenderaan bermotor adalah30 :
1) Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut PKB, adalah
pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan Kendaraan Bermotor.
2) Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih
beserta gandengannya, yang dipergunakan di semua jenis jalan darat,
dan digerakkan oleh peralatan tehnik berupa motor atau peralatan
lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy
tertentu menjadi tenaga gerak Kendaraan Bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang
bergerak.
3) Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan
untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
4) Tahun pembuatan kendaraan bermotor adalah tahun perakitan untuk
kendaran bermotor yang dirakit didalam negeri, sedangkan tahun
29Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah Pasal 5 30
pembuatan kendaraan bermotor yang dimasukkan secaran utuh dari
luar negeri mendasarkan pada surat keterangan yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5) Obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau
penguasan kendaraan bermotor.
6) Subyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan
yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor.
7) Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan
yang memiliki kendaraan bermotor.
8) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,
Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah dengan nama atau bentuk apapun,Firma,
Kongsi,Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan< yayasan, Organisasi
Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi sejenis, Lembaga,
Bentuk Usaha Tetap atau bentuk badan lainnya.
9) Surat Pendaftaran dan Pendataan Kendaraan Bermotor yang
selanjutnya disingkat SPPKB, adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan dan mendaftarkan kepemilikan dan
Perpajakan Daerah, yang berfungsi sebagai Surat Tagihan Pajak
Daerah.
10) Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD
adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak.
11) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya
disingkat SKPDKB adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah
yang masih harus dibayar.
12) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang
selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Ketetapan Pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
13) Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
dari pada pajak yang tertuang atau tidak seharusnya tertuang.
14) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat
SKPDN adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak
15) Surat Tagihan Pajak Daerahyang selanjutnya disingkat STPD adalah
surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi
berupa kenaikan atau bunga.
16) Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan
terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar,Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang dilajukan oleh Wajib Pajak.
17) Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa kenaikan pajak atau bunga yang tercantum dalam
Surat Ketetapan Pajak Daerah atau surat sejenis berdasarkan peraturan
Perpajakan Daerah.
18) Dikecualikan sebagai obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah
kepemilikan dan atau penguasaan Kendaraan Bermotor oleh:
a) Pemerintah Pusat; Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota.
b) Kedutaan,Konsulat, Perwakilan Negara Asing dan
Lembaga-lembaga Internasional dengan asas timbale balik.
c) Pabrikan atau importer yang semata-mata tersedia dipamerkan
d) Orang probadi atau Badan yang dipergunakan semata-mata
untuk Pemadam Kebakaran.
e) Negara sebagai barang bukti yang disegel atau disita.
19) Yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
adalah:
a) Untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan,
kuasanya dan atau ahli warisnya.
b) Untuk badan adalah pengurus atau penguasanya.
Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua)
unsure pokok :
a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor,.
b. Bobot yang mencerminkan secara relative tingkat kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan
Bermotor.31
II.12 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Berikut ini adalah Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor :
a. Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 34 Tahun
2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
31
b. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3
Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.32
II.13 Subyek dan Obyek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
a. Subjek Pajak
Yang menjadi subjek PKB adalah Orang pribadi atau Badan yang
memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor termasuk alat
berat/alat besar.
b. Objek Pajak
Yang menjadi objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor. Dikecualikan sebagai objek pajak PKB adalah
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor oleh :
1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2) Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan
perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan azas timbal
balik.
3) Pabrikan atau importir yang semata-mata disediakan untuk
dipamerkan atau tidak untuk dijual.
32
II.14 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2
(dua) unsur pokok:
a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan
Bermotor.
Bobot ini dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar
dari 1 (satu), dengan pengertian sebagai, koefisien sama dengan 1 (satu) berarti
kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan
Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi, dan koefisien lebih besar
dari 1 (satu) berarti penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati
batas toleransi.
Bobot ini dihitung berdasarkan faktor-faktor :
a. Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda,
dan berat Kendaraan Bermotor.
b. Jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan menurut solar,
c. Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan
Bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak,
dan isi silinder.
Khusus untuk Kendaraan Bermotor yang digunakan di luar jalan umum, dasar
pengenaan pajak kendaraan bermotor hanyalah nilai jual kendaraan bermotor. nilai
jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan harga pasaran umum atas suatu
kendaraan bermotor. Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
ditinjau kembali setiap tahun. Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi (melalui Samsat) bersamaan dengan penerbitan Surat Tanda
Nomor Kendaraan Bermotor (STNK). Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untuk
Masa Pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran
Kendaraan Bermotor yang dibayar sekaligus di muka.33
II.15 Sanksi Pajak
Sanksi-sanksi dalam perpajakan terdiri atas sanksi administrasi yang meliputi
sanksi berupa denda, sanksi berupa bunga, sanksi berupa kenaikan, serta sanksi
pidana perpajakan yang meliputi sanksi yang bersifat pelanggaran, dan sanksi pidana
yang bersifat kejahatan.
Sanksi administrasi berupa denda dikenakan terhadap pelanggaran peraturan
yang bersifat hukum publik. Dalam hal ini, sanksi administrasi dikenakan terhadap
33
L Amalia, Mekanisme Pungutan Pajak Daerah dan Pajak Kendaraan Bermotor.
pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang akibat
pelanggaranya pada umumnya tidak merugikan negara. Sanksi administrasi berupa
bunga 2% sebulan dikenakan terhadap wajib pajak yang membetulkan SPT,
dikenakan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), tidak melunasi utang
pajak pada saat jatuh tempo, terlambat membayar SKPKB dan SKPKBT, mengasur
atau menunda pembayaran pajakserta menunda penyampaian SPT.
Sanksi administrasi berupa kenaikan (kenaikan pajak atau tambahan pajak)
dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang
akibat pelanggaran itu negara dirugikan. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum
Perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), kenaikan adalah sanksi
administrasi yang menaikan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak dengan
presentase antara 50-100% dari junlah pajak yang tidak/kyrang bayar.
Tindakan melawan hukum oleh wajib pajak (PKP) yang dapat menimbulkan
kerugian pendapatan negara termasuk tindakan pidana perpajakan. Dilihat dari
tingkatan kesalahan, maka tindak pidana perpajakan meliputi tindak pidana
pelanggaran dan tindak pidana kejahatan.
Sanksi pidana pun dikenakan kepada para pejabat dan tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang melakukan tindak pidana rahasia jabatan.
Sanksi pidana yang diancamkan adalah pidana kurungan selama-lamanya 1(satu)
pidana penjara selama-lamanya 2(dua) tahun dan denda setinggi-tingginya
Rp5000.000,00 dalam hal karena kesengajaan.34
BAB III Metode Penelitian
Sebuah penelitian dalam prosesnya melalui beberapa tahapan. Untuk
menghasilkan penelitian yang baik, maka dalam sebuah penelitian memakai sebuah
metode/metodelogi. Metodelogi sangat berperan dalam menentukan berhasil tidaknya
suatu penelitian dengan kata lain setiap penelitian harus menggunakan metodelogi
sebagai tuntutan berfikir yang sistematis agar dapat mempertanggungjawabkan secara
ilmiah. Metode dalam ilmu pengetahuan berfungsi sebagai cara kerja yang
membuktikan kebenaran ilmiah atau menjawab pertanyaan secara ilmiah.
Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu harus memiliki metode, karena dalam
mengungkapkan kebenaran obyektif atas obyek ilmu yang harus bias
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Begitu pun dengan penelitian ini
menggunakan metodelogi agar penelitian ini dapat di buktikan secara ilmiah.
III.1 Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif. Bogdan dan Taylor1,menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau
secara lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini tidak boleh
mengisolasi individuatau organisasi kedalam variable atau hipotesis, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Penelitian kualitatif juga dapat
dimaknai sebagai penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada.
Pertama, karena adanya latar belakang alamiah, penelitian kualitatif
melakukan pada latar belakang alamiah, atau pada konteks dari suatu keutuhan. Hal
ini dilakukan karena ontologi alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan
sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.
Kedua, deskriptif. Semua yang dikumpulkan dalam penelitian ini mempunyai
kemungkinan untuk menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Telah yang dilakukan
terhadap hasil penelitian dilakukan satu persatu. Pertanyaan mengapa, alas an apa,
dan bagaimana akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan demikian,
peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu memang demikian keadaannya
karena akan selalu muncul pertanyaan terhadap data yang diperoleh dilapangan.
Selain untuk mencari fakta lain yang mungkin tersembunyi, peneliti berharap dengan
penelusuran data secara terus menerus akan memberikan pemahaman terhadap data
secara keseluruhan. Data disini didapat dari wawancara, kuisioner, dan juga
dimunculkan dari dokumentasi yang peneliti dapat dari lapangan. Sehingga dengan
demikian jenis penelitian ini adalah penjelasan penerapan sanksi pajak terhadap
ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak
kendaraan bermotor di Kabupaten Sleman dan mengenai dampak penerapan sanksi
terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak
kendaraan bermotor di Kabupaten Sleman.
III.2Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kantor bersama Samsat Sleman yang beralamat di
Jalan Magelang Km 12 Krapyak, Triharjo, Sleman Telp. (0274) 868563.
Samsat Sleman dipilih sebagai obyek penelitian karena volume kendaraan
bermotor yang besar di antara Kabupaten lainnya di Provinsi DIY.
III.3 Data dan Sumber Data
Data merupakan informasi mengenai keberadaan konsep penelitian yang kita
peroleh dari unit analisa yang dijadikan sebagai sarana vertifikasi empiris dalam
kegiatan penelitian. Dalam sebuah penelitian mutlak membutuhkan data sebagai unit
kesimpulannya dan mudah untuk dipelajari dalam menentukan jalan keluar sebuah
masalah yang masih dalam proses penelitian.
Di dalam penelitian ini membutuhkan data dari berbagai sumber untuk
menunjang hasil penelitian, diantaranya sebagai berikut:
a. Data Primer
Data Primer adalah semua informasi mengenai konsep penelitian
(ataupun yang terkait dengannya) yang kita peroleh secara langgsung
dari unit analisa yang dijadikan sebagai obyek penelitian. Data primer
yang diperoleh langsung dari sumber data adalah wawancara dan
observasi. Penelitian dilakukan secara langsung pada obyek penelitian
dengan daftar pertanyaan dan memberikan pertanyaan secara langsung
terhadap Ketua/Staff pegawai di Kantor bersama Samsat Sleman.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah semua informasi yang kita peroleh secara tidak
langsung, melalui dokumen-dokumen yang mencatat keadaan konsep
penelitian (ataupun yang terkait dengannya) di dalam unit analisa yang
dijadikan obyek. Data sekunder dapat diperoleh dari studi pustaka,
sebagai landasan teori serta literatur yang berkaitan dengan penelitian
ini. Seperti melalui media massa, internet, undang-undang serta
dokumen terkait.
III.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan
oleh peneliti untuk mendukung penelitian. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan
cara-cara peneliti dalam mengumpulkan data sebagai dasar analisa dalam menentukan
hasil penelitian. Untuk memperolehdata yang relevan, peneliti menggunakan
beberapa cara diantaranya:
a. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep penelitian (yang
terkait dengannya) terhadap individu manusia yang menjadi unit analisa
penelitian atau pun terhadap individu manusia yang dianggap memiliki data
mengenai unit analisa. Manfaat dari teknik ini adalah menjelaskan masalah
sampai sedetail-detailnya pertanyaan yang diajukan. Dalam hal ini
pihak-pihak yang diwawancarai adalah Ketua/Staff pegawai di Kantor Bersama
Samsat Sleman dan Masyarakat.
Dalam melakukan wawancara, peneliti menyiapkan pedoman
wawancara dan pengumpul data yaitu recorder dan alat bantu lainnya
seperti alat tulis, buku catatan dan kamera. Secara umum informan yang
akan diwawancarai dalam pengumpulan data ini adalah pihak dari Samsat
Sleman dan masyarakat pengguna jasa layanan. Jenis wawancara yang
karena dalam melakukan wawancara peneliti mendengarkan secara teliti dan
mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Peneliti sebagai instrument
peneliti tidak langsung merujuk pada focus penelitian akan tetapi mengurai
kondisi umum Samsat Sleman. Hal ini diuraikan untuk memberikan
pemahaman kepada peneliti tentang obyek penelitian. Setelah mengetahui
kondisi organisasi Samsat Sleman selanjutnya peneliti mengarah pada focus
penelitian tentang apa yang dilakukan Samsat Sleman dalam upaya
menerapkan sanksi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi
dalam kewajiban pajak kendaraan bermotor dan dampak atas penerapan
sanksi tersebut. Setelah mengetahui upaya yang dilakukan Samsat Sleman,
dikemukakan pelaksanaan program untuk meningkatkan pelayanan. Dalam
menguraikan pelaksanakan program harus memperoleh data dari pihak
Samsat Sleman dan masyarakat pengguna jasa layanan, sehingga data yang
diperoleh dapat akurat. Wawancarayang dilakukan dengan face to fase,
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan
berbagai dokumen atau catatan yang mencatat keadaan konsep penelitian
(ataupun yang terkait dengannya) di dalam unit analisa yang dijadikan sebagai
obyek penelitian. Contoh sumber data : dokumen resmi, arsip, media masa
cetak, jurnal, internet dan sebagainya.
Teknik dokumentasi digunakan sebagai pelengkap dari penggunakan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif, karena teknik ini
berfungsi untuk menghimpun data-data sekunder yang mendukung informasi
yang telah diperoleh dari nara sumber.
III.5 Unit Analisa
Unit analisa adalah obyek analisa yang dijadikan obyek penelitian. Dalam hal
ini adalah Ketua/Staff pegawai di Kantor Bersama Samsat Sleman.
III.6 Analisis Data
Analisis data merupakan peroses mengurai data secara berurutan dengan
membuat suatu pola berdasarkan kelompok-kelompok tertentu agar mudah untuk
dipahami. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memakai jenis penelitian deskriptif
kualitatif yang dilakukan berdasarkan kemampuan penalaran dari peneliti yang
menghubungkan fakta-fakta, dan informasi yang didapat dengan mencoba memahami
Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa fenomena sehari-hari di masyarakat yang ditulis oleh peneliti baik
berupa perkataan yang tertulis maupun hubungan lisan orang orang dan perilaku yang
diamati oleh peneliti. Menurut Winarno Surachmad, penelitian deskriptif yang
bersifat kualitatif adalah ‘’ Memutuskan dan menafsirkan data yang ada, misalnya
tentang situasi yang dialami, suatu hubungan kegiatan, pandangan sikap yang nampak
atau tentang proses yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, pertentangan
yang sedang meruncing dan sebagainya.2
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan
IV. Tinjauan Umum Tentang Samsat Sleman
Samsat Sleman merupakan salah satu kantor bersama yang berada di wilayah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di setiap Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
DIY memiliki kantor bersama SAMSAT untuk menyelanggaran pelayanan kepada
masyarakat dalam pengurusan registrasi kendaraan bermotor, pembayaran pajak dan
SWDKLLJ secara koordinatif dan terintegratif. Dalam operasionalnya Samsat
Sleman menyelenggarakan kegiatan pelayanan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya sebagai berikut:
1. Kasatlantas Polres Sleman yang memiliki fungsi dan kewenangan
dibidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor di wilayah
Sleman.
2. Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Cabang Yogyakarta yang
berwenang dibidang penyampaian BBNKB.
3. PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Yogyakarta yang berwenang
Struktur organisasi dari instansi-instansi yang tergabung dalam pelaksanan Kantor
[image:57.612.135.559.213.410.2]Bersama Samsat dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Samsat Sleman
Sumber : Panduan mutu No. Dok : 05/WM/PM/4.2.2 Kantor bersama Samsat Sleman
Kantor bersama Samsat Kabupaten Sleman yang berlokasi di Jalan Magelang
KM. 12, Krapyak, Triharjo Sleman menempati gedung tua yang dibuat pada tahun
80an. Awalnya gedung ini didesain untuk dapat melayani masyarakat sebanyak 700an
setiap harinya akan tetapi jumlah masyarakat yang mengurus keperluannya di Kantor
bersama Samsat Sleman mencapai lebih dari dua kali lipatnya. Kemampuan gedung
kantor bersama Samsat Sleman yang telah melebihi kapasitas ini mendorong Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Sleman mengajukan kepada Pemerintah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta untuk merehab gedung agar lebih representative. Usulan Ka. Unit Operasional
PT Jasa Raharja Kasatlantas Polres Sleman
Petugas JR Samsat Sleman
Ka.Sie Pembukuan
dan Penagihan POLRI
Ka. KPPD Provinsi DIY di Kab. Sleman
Ka. Subbag TU Baur STNK Samsat
Sleman
tersebut masih dalam pembahasan oleh dewan karena pemilihan usulan didasarkan
pada skala prioritas.
Dalam menyelenggarakan pelayanan, Samsat Sleman menyediakan sepuluh
loket pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Loket tersebut adalah sebagai berikut:
1. Loket IA : mutasi ke luar Sleman
2. Loket IB : formulir
3. Loket 2 : cek fisik
4. Loket 3A: mutasi masuk dari luar daerah, pendaftaran kendaraan baru
5. Loket 3B: ganti nama Sleman, STNK hilang, ganti nomor polisi,
Mesin, warna serta rubah bentuk.
6. Loket informasi
7. Loket 3C: pendaftaran pajak tahunan dan lima tahunan
8. Loket 4E, 4C serta 4B : kasir melalui bank BPD DIY
9. Loket 5A : vertifikasi cetak STNK
10. Loket 5B : penyerahan STNK
Kantor Bersama Samsat Sleman berupaya untuk memenuhi kepuasan wajib
pajak dengan menyediakan jasa pelayanan yaitu pendaftaran kendaraan bermotor
baru, pendaftaran pengesahan STNK 1 tahun, perpanjangan STNK 5 tahun,
pendaftaran mutasi masuk sesuai dengan persyaratan ISO 9001: 2008 serta peraturan
menerus.oleh karena itu dalam menyelenggarakan pelayanan Kantor Bersama Samsat
Sleman meiliki:
a. Visi : Pelayanan yang optimal untuk kepuasan masyarakat.
b. Misi :
1. Meningkatkan kinerja seluruh pegawai Samsat untuk
menunjang kualitas layanan bagi masyarakat.
2. Meningkatkan mutu pelayanan untuk peningkatan pendapatan
daerah.
3. Meningkatkan secara terus menerus pengetahuan, ketrampilan
dan sikap pegawai.
4. Memberikan pelayanan yang memuaskan bagi semua
pelangggan internal dan eksternal.
c. Kebijakan mutu : manajemen dan seluruh staf kantor bersama Samsat
Sleman bertekad untuk meningkatkan pelayanan, legitas dokumen
serta menningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)
d. Motto : Kebersamaan adalah kunci sukses pelayanan kami.
Dalam menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Gambar 4.2 Mekanisme pelayanan kantor bersama Samsat Sleman
Sumber : Paduan mutu No. Dok : 05/WM/PM/4.2.2 Kantor bersama Samsat Sleman
Pemohon Pajak Tahunan Korektor Bagian BPKB untuk pengambilan buku BPKB &
berkas Kasir cetak notis
pajak
Penyerahan STNK & STNK Notis pajak Validasi
pengesahan
tahunan Cetak STNK
Loket III C -Pendaftaran baru, mutasi dan luar daerah loket III A
-Balik Nama Sleman, STNK hilang, ganti nopol, mesin, warna, pindah alamat/ loket III B
Penetapan jasa
Penetapan pajak fiskal
Penetapan pajak dan Jasa Raharja Cek fisik/
Loket II
Loket I B Pajak Tahunan
Ganti STNK dan TNKB 5
tahunan
Mutasi keluar/loket I A
Surat pengantar pengambilan
1. Tahun Pajak dan Saat Pajak Terhutang :
a. Masa pajak atau tahun pajak untuk PKB adalah jangka waktu 12 (dua
belas) bulan berturut-turut, mulai saat pendaftaran kendaraan
bermotor.
b. Kewajiban pajak yang terakhir sebelum 12 bulan, besarnya pajak
terhutang dihitung berdasarkan jumlah bulan berjalan. Sedangkan
bagian bulan yang melebihi 15 hari dihitung berdasarkan bulan penuh.
c. Saat pajak terhutang adalah saat terjadinya penyerahan kendaraan
bermotor atau penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
2. Tata Cara Pemungutan Pajak Kendaraan Bermoto
a. Pendaftaran, untuk dapat melaksanakan penghitungan besarnya PKB
harus dilakukan pendaftaran terhadap obyek pajak, yaitu dengan cara
sebagai berikut :
1) Setiap Wajib Pajak harus mengisi Surat Pendaftaran dan
Pendataan Kendaraan Bermotor (SPPKB) dengan jelas,
lengkap dan benar sesuai dengan identitas kendaraan bermotor
dan wajib pajak yang bersangkutan serta ditandatangani oleh
Wajib Pajak atau Kuasanya.
2) SPPKB disampaikan selambat-lambatnya : 14 hari sejak saat
kepemilikan dan atau penguasaan, untuk kendaraan bermotor
baru sampai dengan tanggal berakhirnya masa pajak bagi
keterangan fiscal antar daerah, bagi kendaraan bermotor pindah
dari luar daerah (Mutasi masuk).
3) Apabila terjadi perubahan atas kendaran bermotor dalam masa
pajak baik perubahan bentuk, fungsi maupun penggantian
mesin suatu kendaraan bermotor; wajib pajak dilaporkan
dengan menggunakan SPPKB.
b. Penetapan Pajak Kendaraan Bermotor
Setelah diketahui dengan jelas dan pasti obyek dan subyek PKB
berdasar SPPKB, kemudian diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD) yang merupakan pemberitahuan ketetapan besarnya pajak
yang terhutang.
c. Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
1) Pembayaraan atas PKB harus dilunasi sekaligus dimuka untuk
12 bulan.
2) Pajak dilunasi selambat-selambatnya 1 (satu) bulan sejak
diterbitkan SKPD.
3) Wajib Pajak yang telah membayar lunas pajaknya diberi tanda
pelunasan pajak.
d. Penagihan Pajak Kendaraan Bermotor
Lazimnya jika Wajib Pajak telah melakukan kewajiban membayar
PKB sesuai dengan jangka waktu jatuh tempo pembayaran, maka tidak
Pajak tidak melunasi kewajibannya sesuai dengan jangka waktu
pembayaran PKB.
Pelaksanaan Penagihan PKB sebagai berikut :
1) Dengan menerbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
surat lainnya yang sejenis sebagai awal tindakkan pelaksanaan
penagihan Pajak, dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
tempo pembayaran pajak.
2) Dalam jangka waktu 7 hari setelah tanggal Surat Teguran atau
Surat Peringatan atau surat lainnya yang sejenis, Wajib Pajak
harus melunasi pajak terhutang.
e. Sanksi Administrasi PKB :
1) Keterlambatan mengisi dan menyampaikan SPPKB dikenakan
Sanksi Administrasi berupa Kenaikan sebesar 2% dari Pokok
Pajak setiap bulan keterlambatan paling lama 24 bulan
terhitung sejak saat terhutangnya pajak.
2) Apabila kewajiban mengisi dan menyampaikan pengisian
SPPKB tidak dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan,
dikenakan sanksi Administrasi berupa kenaikan sebesar 25%
dari pokok pajak terhutang ditambah sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% sebula