• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KELUARGA ISLAM DALAM KISAH NABI IBRAHIM PRESPEKTIF TAFSIR AL MUNÎR KARYA WAHBAH AZ-ZUḤAILI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDIDIKAN KELUARGA ISLAM DALAM KISAH NABI IBRAHIM PRESPEKTIF TAFSIR AL MUNÎR KARYA WAHBAH AZ-ZUḤAILI"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Oleh:

Miftachul Qur an

NPM: 20120720211

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) strata Satu

pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhamadiyah Yogyakarta Oleh:

Miftachul Qur an

NPM: 20120720211

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

SKRIPSI

Oleh:

Miftachul Qur an

NPM: 20120720211

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

(4)
(5)

ةرسأا

ما

ىلأا سسر

Keluarga adalah madrasah yang pertama

(6)

Ayahanda Imam Syafi’I dan Ibunda Ani Murtiningsih Kepada kakak saya Almarhumah Silvia dan adek saya Rizqi

Kepada Almamater ku Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Kepada teman-teman Angkatan XII Amalia, Aulia, Dewi, Dzaqia, Hilda, Mardziyah, Inayah, Lilis, Naili, Maisyaroh, Afif, Riska, Intan, Muti, Ismaya, Ikhwan, Beta, Izzu, Fajar, Hermansya, Kasdi, Ilham, Syamsul, Nabhan, Ujang,

Safwan, Muhyie

(7)

HALAMAN PENGESAHAN……… iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN……….. v

HALAMAN MOTTO……….... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vii

KATA PENGANTAR……….... viii

DAFTAR ISI……….. x

ABSTRAK………. xii

TRANSLITERASI………. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….………. 1

B. Rumusan Masalah……… 10

C. Tujuan Penelitian………. 10

D. Kegunaan Penelitian………. 11

E. Sistematika Pembahasan……….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka………. 13

B. Kerangka Teori……… 18

1. Pengertian Pendidikan... 18

(8)

5. Metode Pendidikan dengan Kisah... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian……… 31

B. Sumber Penelitian……….... 32

C. Teknik Pengumpulan Data………... 32

D. Metode Analisis Data……… 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Biografi Wahbah az-Zuḥaili………... 34

B. Biografi Nabi Ibrahim………. 43

C. Pendidikan Keluarga Islam dalam Keluarga Nabi Ibrahim Prespektif Tafsir al-Munîr……….... 47

D. Relevansi Pendidikan Keluarga Islam Nabi Ibrahim dengan Keluarga Masa Kini……… 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……… 79

B. Saran-saran………. 82

DAFTAR PUSTAKA………... 84

CURRICULUM VITAE

(9)
(10)

xii ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili serta mengetahui relevansinya dengan pendidikan keluarga masa kini..

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif–analitis. Sumber dari penelitian ini adalah kitab Tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili serta beberapa sumber lainnya yang terdapat pembahasan mengenai penelitian yang sedang dilakukan yang datanya dikumpulkan dengan teknik metode analisis (tahlili).

Hasil dari penelitian ini adalah pendidikan Islam yang diterpakan Nabi Ibrahim kepada keluarganya adalah 1) Menjadi hamba yang sabar atas ujian dan cobaan dari Allah SWT. 2) Agar senantiasa berdoa untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan anggota keluarga yang lain. 3) Memberikan wasiat dan nasehat kepada anak agar selalu berpegang teguh pada ajaran Islam. 3) Selalu menjaga diri sendiri dan anggota keluarga agar terhindar dari kesyirikan kepada Allah SWT. 4) Menjadikan rezeki yang diperoleh untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas peribadatan kita kepada Allah SWT. 5) Menjadi hamba yang solih dengan menjaga hubungan baik antara manusia dengan cara memiliki etika dan norma yang baik. 6) Setiap anggota keluarga harus menjadi hamba yang bersyukur atas nikmat Allah SWT. 7) Menjadi rumah tangga yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang menciptakan generasi penerus ajaran Islam. 8) Mewujudkan lingkungan yang dapat menunjang peningkatan ibadah kepada Allah SWT. 9) Lebih mengutamakan pendidikan Islam daripada pendidikan yang lain. 10) Mewujudkan lingkungan keluarga yang agamis. 11) Berdialog antar anggota keluarga, khususnya kepada anak tentang kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang Muslim dengan dialog yang baik. Sebagai pendidik bagi anak dalam keluarga yakni orang tua harus memberikan materi pendidikan Islam yang mampu menjadikan anak keturunanya generasi yang memegang teguh pada ajaran Islam. Selain itu, orang tua juga diharuskan untuk memberikan nasehat, wasiat beserta panjatan doa agar tujuan dalam pendidikannya tercapai. Metode yang paling efektif digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan Islam adalah dengan metode dialog. Selanjutnya perlu dilakukan evaluasi terhadap pencapaian tujuan pendidikan Islam yakni dengan barometer salat.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan ujung tombak majunya suatu bangsa atau Negara. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak akan memiliki kapabilitas yang memadai dalam memajukan bangsa dan Negara. Sehingga, lemahnya pendidikan suatu masyarakatakan mengakibatkan kebodohan, kemiskinan, kejahatan dan sebagainya. Kebodohan, kemiskinan dan kejahatan yang terjadi pada suatu bangsa atau Negara akan mengakibatkan kesengsaraan bagi bangsa atau Negara itu sendiri.

Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yakni Qur an surat al-‘Alaq merupakan representasi bahwa belajar merupakan kewajiban bagi manusia. Karena mencari ilmu merupakan kewajiban, ajaran Islam pun mewajibkan kepada umatnya untuk mendidik. Kewajiban mendidik diarahkan pada ruang lingkup objek pendidikan yang jelas yakni pendidikan keluarga, pendidikan di sekolah dan pendidikan di lingkungan masyarakat (Basri dan Saebani, 2010:75).

(12)

pendidikan. Hal ini terbukti dengan banyaknya ayat maupun hadis yang memerintahkan kepada orang tua untuk memikul tanggung jawabnya serta memberikan peringatan jika meremehkan kewajiban-kewajiban mereka. Di antara ayat-ayat al-Qur an yang mengisyaratkan tanggung jawab tersebut terdapat pada (Basri dan Saebani, 2010:75):

1. Surat at-Taḥrîm ayat 6























Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Wahbah az-Zuḥaili (2009:14/702) menjelaskan dalam kitabnya Tafsir al-Munîr, bahwa:

Yang dimaksud dengan “menjaga keluarga dari api nereka” adalah dengan meninggalkan segala kemaksiatan dan menjalankan segala perintahnya. Cara untuk membawa kita dan keluarga kita meninggalkan segala kemaksiatan dan menjalankan segala perintahnya adalah dengan cara memberi nasihat dan pembelajaran/ pendidikan.

2. Surat Ṫâhâ ayat 132







(13)

kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

Wahbah az-Zuḥaili (2009:8/666) menjelaskan dalam kitabnya Tafsir al-Munîr, bahwa:

Perintahkanlah wahai Rasulullah pada keluargamu untuk mendirikan salat, serta melindungi keluarga dari adzab Allah SWT dengan mendirikan salat. Bersabarlah dalam memerintahkan salat kepada keluargamu. Kami tidak menuntutmu untuk memberi rizki kepadamu dan juga keluargamu, tetapi jika kamu beribadah dan bertaqwa kepada Allah SWT, maka Kami akan memberikan rizki kepadamu dan keluargamu….. Maka jika kamu dan keluargamu mendirikan salat, maka kamu akan diberi rizki dari jalan yang tak terduga.

3. Hadis riwayat Imam at-Tirmiżi

،ِهِناًسِ جَُُ ْوَأ ِهِناَرِ صَُ ي ْوَأ ِهِناَدِ وَهُ ي ُاَوَ بَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلْوُ ي ٍدْوُلْوَم ُلُك

اَهْ يِف ىَرَ ت ْلَ ِةَمْيِهَبْلا ُجَتْ َ ت ِةَمْيِهَبْلا ِلَثَمَك

ُءاَعْدَج ْنِم

Setiap (anak) yang dilahirkan itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) hingga kedua orang tuanya menjadikan ia sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi, seperti binatang yang lahir sempurna, apakah kamu melihat ada yang cacat padanya?

4. Hadis riwayat Imam aṭ-Ṫabrani

ِهِتْيَ ب ِلآ ُبُحَو ْمُكِ يِبَن ُبُح : ٍلاَصِح ِث َََث ىَلَع ْمُكَد ََْوَأ اْوُ بِ دَأ

ِنآْرُقْلا ِتَو ََِتَو

Didiklah anak-anakmu dalam tiga hal; mencintai nabimu, mencintai keluarganya dan membaca al-Qur an

(14)

hakikatnya tanggung jawab dalam memberikan pendidikan merupakan tanggung jawab yang penting, sebab pendidikan adalah proses pemberian bimbingan, arahan nasehat dari orang dewasa kepada anak yang belum dewasa. Sehingga seorang ayah berkewajiban mendidik anaknya dan seorang ibu berkewajiban menjadi teladan bagi anaknya.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya disekolah. Tugas dan tanggun jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan (Ihsan, 2011:57).

(15)

Keluarga diberi kewajiban untuk mendidik anak-anaknya karena anak merupakan amanah dan titipan dari Allah SWT. Sehingga keluarga dituntut untuk memberikan pendidikan, khsususnya pendidikan Islam bagi anaknya sebagai wujud pelaksanaan amanah dari Allah SWT. Sehingga terbentuklah pribadi seorang anak yang bertakwa kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya surat an-Nisâ’ ayat 9:













Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Selain sebagai amanah, anak juga merupakan ujian dan cobaan dari Allah SWT. Hal ini dapat terjadi apabila keluarga tidak melaksanakan kewajiban mereka untuk memberikan pendidikan Islam bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Qur an surat al-Anfâl ayat 28 dan Qur an surat at-Tagâbûn ayat 15:





Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar

(16)

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Salah satu contoh kisah yang patut dijadikan teladan adalah kisah Nabi Ibrahim dalam memberikan pendidikan Islam di dalam keluarganya. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam QS al-Mumtaḥanah ayat 4:









Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;

Salah satu kisah dari Nabi Ibrahim yang dapat diteladani bagi para keluarga (sebagaimana yang terdapat dalam QS aṣ- affât ayat 100) adalah ”disyariatkan untuk mendoakan anak, atau memohon anak yang soleh”

(Az-Zuḥaili, 2009:12/128). Nabi Ibrahim juga berdoa agar keturunannya kelak dijadikan oleh Allah SWT sebagai pemimpin sebagaimana Nabi Ibrahim dijadikan pemimpin bagi seluruh umat oleh Allah SWT (sebagimana dalam QS al-Baqarah ayat 124). Selain disyariatkan untuk mendoakan kebaikan anak, (sebagaimana dalam QSaṣ- affât ayat 102) disyariatkan juga untuk mengajak sang anak bermusyawarah atau berdialog tentang permasalahan yang dihadapi (Az-Zuḥaili, 2009:12/139).

(17)

tuanya selama tiga tahun. (metro.sindonews.com). Di Jakarta, selama bulan Januari hingga Juni 2015 terjadi sebanyak 106 kasus penganiyayaan anak, yang kebanyakan dilakukan oleh kerabat dekat atau keluarga (tribun.jakarta.com). Menurut data KPAI, sampai bulan april 2015 terjadi sebanyak 6.006 kasus kekerasan terhadap anak, sebanyak 3.160 kasus kekerasan terhadap anak terkait pengasuhan, 1.764 kasus terkait pendidikan, 1.366 kasus kesehatan dan narkoba dan 1.032 kasus disebabkan cyber crime dan pornografi. (bangka.tribunnews.com).

Oleh karena itu, dirasa perlu diadakan penelitian mengenai pendidikan keluarga Islam yang terdapat dalam kisah Nabi Ibrahim. Tujuan utamanya adalah agar keluarga mampu melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari api neraka dengan cara memberikan pendidikan islam. Pada penelitian ini, kisah Nabi Ibrahim akan digali berdasarkan Tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili. Metode atau kerangka pembahasan kitab ini, dapat diringkas sebagai berikut az-Zuḥaili (2009:1/12):

1. Membagi ayat-ayat al-Quran ke dalam satuan-satuan topik dengan judul-judul penjelasan.

2. Menjelaskan kandungan setiap surat secara global. 3. Menjelaskan aspek kebahasaan.

(18)

perang Badar dan Uhud, dari buku-buku sirah yang paling dapat dipercaya.

5. Tafsir dan penjelasan.

6. Hukum-hukum yang dapat dipetik dari ayat-ayat.

7. Menjelaskan balaghah (retorika) dan I’rab banyak ayat, agar hal itu dapat membantu untuk menjelaskan makna bagi siapa pun yang menginginkannya, tetapi dalam hal ini saya (Wahbah az-Zuḥaili) menghindari istilah-istilah yang menghambat pemahaman tafsir bagi orang yang tidak ingin memberi perhatian kepada aspek tersebut (balaghah dan I’rab).

Dalam tafsir al-Munir, sedapat mungkin Wahbah az-Zuḥaili mengutamakan tafsir tematik, yakni menyebutkan tafsir ayat al-Qur an berdasarkan tema tertentu. Dalam tafsir al-Munîr juga akan dijelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kisah-kisah yang ada pada al-Qur an seperti kisah Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan lain-lain. Kemudian akan dijelaskan pula penjelasan yang komperehensif mengenai tafsiran suatu ayat.

(19)

tafsir dan bayan (at-Tafsîr wa al-Bayân). Wahbah memaparkan ayat secara gamblang sehingga diperoleh kejelasan makna. Jika tidak terdapat permasalahan yang pelik, ia mempersingkat pembahasannya. Akan tetapi, jika ayat yang ditafsir memuat permasalahan tertentu, Wahbah memberi penjelasan yang relative panjang. Ketiga, aspek fikih kehidupan dan hukum (fiqh al-Hayât wa al-Ahkâm). Dengan aspek ini, Wahbah memrinci sejumlah kesimpulan ayat yang terkait dengan realitas kehidupan manusia. Dalam pengantar Tafsir al-Munir, Wahbah menjelaskan bahwa tafsirnya adalah model tafsir al-Qur an yang didasarkan pada al-Qur an ssendiri dan hadis-hadis sahih, mengurai asbabun nuzuul dan takhrij al-hadiits, menghindari cerita-cerita israiliyyat, riwayat yang buruk, dan polemik yang berlarut-larut(Ghofur, 2013:139).

Dalam al-Mufassriûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, Ali Iyazi mengatakan bahwa tafsir Wahbah ini menggabungkan corak tafsir bi ar-ra’yi

(20)

kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan interpretasi. Lalu lahirlah tafisr al-Munir yang memadukan orisinalitas tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer(Ghofur, 2013 : 139).

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, perlu adanya penelitian mengenai pendidikan keluarga Islam berdasarkan kisah Nabi Ibrahim yang tercantum dalam tafsir al-Munir karya Wahbah az-Zuḥaili. Sehingga penelitian ini diberi judul Pendidikan Keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim Prespektif Tafsir Al-Munir.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskanlah masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munîr?

2. Bagaimana relevansi pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munîr dalam pendidikan keluarga masa sekarang?

C. Tujuan Penelitian

s

(21)

1. Untuk mengetahui pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munîr.

2. Untuk mengetahui relevansi pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munir.

D. Kegunaan Penelitian

1. Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap pengembangan di bidang pendidikan agama Islam. 2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi keluarga untuk mendidik sesuai dengan al-Qur an dan hadis dan meneladani Nabi Ibrahim dalam mendidik keluarganya.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk memberian arah yang tepat dan tidak memperluas objek kajian penelitian, maka dirumuskuan sistematika pembahasan sebagai berikut:

1. Bab pertama, berisi pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika pembahasan.

(22)

3. Bab ketiga, metodologi penelitan. Bab ketiga memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan yang mencakup jenis penelitian, sumber penelitan, metode pengumpulan data serta analasis data yang digunakan.

4. Bab keempat, hasil dan pembahasan. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai riwayat hidup Wahbah az-Zuḥaili dan karya-karyanya. Kemudian dilanjutkan dengan memaparkan ayat ayat yang berkaitan dengan pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim. Selanjutnya ayat-ayat tersebut dikaji secara mendalam untuk diketahui isi kandungannya menurut penafsiran Wahbah az-Zuḥaili. Kemudian menemukan relevansi antara pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim dengan pendidikan keluarga Islam pada saat ini.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Kajian Pustaka ini dilakukan agar tidak terjadi pengulangan terhadap objek yang sama. Sepanjang penelitian yang telah dilakukan, belum ditemukan penelitian yang secara spesifik membahas mengenai pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim di dalam Tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili, juga belum ditemukan skripsi atau tesis yang membahas penelitian tersebut di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kecuali hanya satu saja yakni penelitian dari Rifa’I tentang Pendidikan Keluarga Dalam

Islam. Berikut akan ditampilkan beberapa penelitian yang terkait:

1. Penelitian tentang Pendidikan Keluarga dalam al-Qur an surat At-Taḥrîm ayat 6 dalam Tafsir al-Miṣbah karya M. Quraish Shihab dan

(24)

yang harus ada dalam sebuah keluarga yakni adanya pemahaman tentang hak dan kewajiban suami, pemahaman tentang hak dan kewajiban istri serta hak dan kewajiban anak terhadap orang tua. 2) Adanya relevansi antara pendidikan keluarga dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu untuk mendapatkan keridhaan (kerelaan) dari Allah SWT.

Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah adalah pembahasan mengenai pendidikan keluarga Islam. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sumber primer yang digunakan. Penelitian di atas menggunakan sumber primer tafsir al-Miṣbah karya M. Quraish Shihab, sedangkan penelitian ini menggunakan tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili.

2. Penelitian tentang Pola Hubungan Orang Tua Anak Keluarga Nabi Ibrahim dalam Al-Quran dan Relevansinya Dengan Hukum Anak di

Indonesia, karya M. Dzul Fahmi Arif (2014). Penelitian ini merupakan penelitian yang bercorak library dengan menggunakan beberapa paduan teori sebagai metode dan pendekatannya. Pertama, tafsir

(25)

Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola hubungan yang terjadi antara Nabi Ibrahim dengan orang tuanya adalah pola

rejection, yakni sikap penolakan orang tua Nabi Ibrahim karena tidak adanya kesepahaman dalam akidah. Pola hubungan yang terjadi antara Nabi Ibrahim dengan anaknya adalah acceptance, yakni sikap Nabi Ibrahim yang menunjukkan kasih sayang serta memberikan dukungan dan pengajaran secara penuh dalam berbagai bidang. Kandungan nilai yang diperoleh dari analisis kisah Nabi Ibrahim adalah nilai kemanuisaan, nilai cinta tanah air, nilai budi pekerti, nilai pendidikan, nilai demokratis dan nilai gotong royong. Selanjutnya, relevansi nilai-nilai hubungan orang tua-anak dalam kisah Nabi Ibrahim dengan UU tentang anak ialah didalam nilai-nilai yang telah disebutkan terdapat konsep pemenuhan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah objek kajiannya adalah kisah dari Nabi Ibrahim. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas membahas mengenai hubungan pola asuh orang tua-anak serta kaitannya dengan hukum anak di Indonesia. Sedangkan penelitian ini membahas mengenai pendidikan keluarga dalam Islam yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim.

3. Penelitian tentang Nilai Pendidikan Moral dalam Kisah Nabi Luth dan Relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam (Studi Deskriptif

(26)

merupakan penelitian kepustakaan dengan mengambil data primernya berupa buku yang berjudul Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Dudi Rosyadi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan analisis isi untuk menganalisis makna yang terkandung di dalam data yang dihimpun melalui riset kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam kisah Nabi Luth ada dua. Pertama, nilai moral terpuji kepada Allah SWT berupa tawakal dan

amar ma’ruf nahi mungkar. Nilai moral terpuji terhadap sesama

(27)

Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kisah sebagai metode pendidikan Islam.

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas menggunakan kisah Nabi Luth sedangkan penelitian ini menggunakan kisah Nabi Ibrahim.

4. Penelitian tentang Pendidikan Keluarga Dalam Islam oleh Rifa’I

(2005) bertujuan untuk mengungkap konsep keluarga dalam Islam, pendidikan keluarga dalam Islam dan tinjauan psikologi terhadap konsep pendidikan keluarga. Penelitian ini bersifat literer. Data dikumpulkan dari literatur baik buku, kitab hadis maupun tafsir al-Qur an kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui penelaahan atau penelusuran sumber buku, kitab hadis dan kitab tafsir. Penelitian ini menunjukkan kesimpulan bahwa keluarga dalam Islam merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang dibentuk berdasarkan nilai ajaran Islam dan dalam berkehidupan keluarga senantiasa didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

(28)

B. Kerangka Teori

1. Pengertian Pendidikan

Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus bertahap. Kematangan bertitik akhir pada optimalisasi, perkembangan baru tercapai apabila berlangsung melalui proses kearah tujuan akhir perkembangan dan pertumbuhan (Syah, 2013:87).

Secara etimologi atau kebahasaan, kata ‘pendidikan’ berasal dari

(29)

education (kata benda) dan educate (kata kerja) yang berarti mendidik (Rohman, 2011:5).

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga bisa ‘belajar’ tetapi lebih ditentukan oleh instingnya, sedangkan

manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen (Anwar, 2014:62).

Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban (Anwar, 2014:62).

(30)

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian muslim, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukana dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU Sisdiknas No.23 Tahun 2003).

Pendidikan menurut Hamka terbagi menjadi dua bagian yaitu; pertama pendidikan jasmani, yaitu pendidikan untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa dan akal. Kedua, pendidikan ruhani, yaitu pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dalam ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan kepada agama. Kedua unsur jasmnai dan ruhani tersebut memiliki kecenderungan untuk berkembang, dan untuk menumbuhkembangkan keduanya adalah melalui pendidikan karena pendidikan merupakan sarana yang paling tepat dalam menentukan perkembangan secara optimal kedua unsur tersebut. (Suyitno, 2009:3)

Dari beberapa pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar untuk mengembangkan unsur jasmani yang berkaitan dengan fisik dan akal serta unsur rohani yang berkaitan dengan perilaku, sikap dan akhlak mulia sehingga mampu menjadi generasi yang diharapkan oleh masyarakat bangsa, negera dan agama.

(31)

a. Istilah yang pertama, pendidikan (menurut) Islam, berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersumber dari al-Qur an dan as-Sunnah. Dalam hal ini, pendidikan (menurut) Islam, dapat dipahami sebagai ide-ide, konsep-konsep, nilai-nilai dan norma-norma kependidikan, sebagaimana yang diahami dan dianalisis serta dikembangkan dari sumber otentik ajaran Islam, yaitu al-Qur an dan as-Sunnah.

b. Pendidikan (dalam) Islam, berdasarkan sudut pandang, bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya dan peradaban yang tumbuh dan berkembang serta didukung oleh umat Islam sepanjang sejarah, sejak zaman Nabi SAW, sampai masa sekarang. Berdasarkan sudut pandang yang demikian, pendidikan (dalam) Islam ini, dapat dipahami sebagai proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan di kalangan umat Islam, yang berlangsung secara berkesinambungan dari generasi ke generasi dalam/sepanjang sejarah Islam.

(32)

dipahami sebagai proses dan upaya serta cara mendidikkan ajaran-ajaran agama Islam tersebut, agar menjadi panutan dan pandangan hidup (way of life) bagi seseorang. Penekanannya adalah pada pendidikan terhadap orang-orang atau pribadi, agar menjadi orang atau probadi yang muslim.

Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan, perilaku pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Seluruh ide tersebut telah tergambar secara integrative (utuh) dalam sebuah konsep dasar yang kokoh. Islam pun telah menawarkan konsep akidah yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorongnya pada perilaku normative yang mengacu pada syariat Islam. Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri, baik dilakukan secara individu maupun kolektif. (An-Nahlawi, 1995 : 34)

(33)

2. Unsur-unsur Pendidikan

a. Pesereta Didik

Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya peserta didik. Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Pesereta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat di mana anak tersebut berada (Anwar, 2014:80).

b. Pendidik

(34)

Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.(QS at-Taḥrîm

ayat 6) (Mudjib dan Muzakkir 2008:88).

c. Materi pendidikan

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi pembelajaran (pendidikan, pen) adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasasr serta tercapainya indicator (Anwar, 2014:102).

d. Metode Pendidikan

Metoda atau metoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha

(35)

menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Ghunaimah, 1952:177 dalam Umar, 2010:180).

e. Evaluasi pendidikan

Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan (Hamalik, 1982:106 dalam Mudjib dan Mudzakir, 2008:211). Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan sebagainya (Mudjib dan Mudzakir, 2010:211). Evaluasi hasil belajar pada dasarnya mempermasalahkan bagaimana guru dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Guru (pendidik, pen) harus mengetahui sejauh mana pebelajar (peserta didik,

pen) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Adapun untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai (Nasih dan Kholidah, 2009:159).

3. Pengertian Islam

(36)















Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan (QS Ali Imran ayat 83).

Kemudian kata al-Islam ini digunakan dalam al-Qur an sebagai nama agama dan tatanan kehidupan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT, Allah SWT menjelaskan bahwa barangsiapa membuat atau mengikuti selain agama-Nya, meskipun itu agama samawi yang terdahulu, maka Allah tidak akan menerimanya.









Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (QS Ali Imran ayat 19)









pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.

(37)

dunia, akhirat, masyarakat, istri, anak, pemerintah dan rakyat. Juga untuk menata seluruh hubungan yang dibutuhkan oleh manusia. penataaan ini didasarkan atas ketaatan dan keikhlasan beribadah kepada Allah SWT semata, sereta pelaksanaan segala yang dibawa oleh Rasulullah SAW (An-Nahlawi, 1989:36).

Dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (2014:278) dijelaskan bahwa Agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan di dalam al-Qur an dan yang tersebut dalam sunnah yang sahih, serta apa saja yang disyariatkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi Allah SWT berupa perintah-perintah, dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa agama Islam adalah Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang berisi perintah, larangan serta petunjuk yang menghimpun seluruh aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat yang berdasarkan sumber al-Qur an dan as-Sunnah.

4. Pengertian Keluarga

(38)

namun yang ditekankan adalah kesatu-hunian dan ekonomi. Dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahterah, pada Bab Ketentuan Umum, keluarga dinyatakan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dengan anaknya atau ayah dengan anaknya atau ibu dengan anaknya (Syah, 2013:92).

Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya disekolah. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anaknya lebih bersifar pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan (Ihsan, 2011 : 57).

Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan

(39)

berkembang, mendidik, melindungi, merawat, dan sebagainya. Inti keluarga adalah ayah, ibu dan anak (Mudji dan Mudzakkir, 2008:226). 5. Metode Pendidikan dengan Kisah

(40)

berbagai teladan dan edukasi. Hal ini karena terdapat alasan yang mendukungnya (Mahmud dkk, 2013: 159):

a. Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendenganr tersebut.

b. Kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh, sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut, seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.

(41)

A. Jenis Penelitian

(42)

B. Sumber Penelitian

1. Data Primer

Buku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tafsir al-Munir karya Wahbah az-Zuḥaili.

2. Data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa buku-buku atau karya ilmiah lain yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai pendidikan keluarga dalam islam, antara lain kitab Tarbiyah Aulâdfî al-Islâm karangan Abdullâh Naṣiḥ Ulwan, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat karangan Abdurrahman An-Nahlawy, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolahdan di

Masyarakatkarangan Abdurrahman An-Nahlawy.

C. Teknik Pengumpulan Data

(43)

sebelumnya, sabab an-Nuzûl (kalauada), makna global ayat, hukum yang dapat ditarik, yang tidak jarang menghidangkan aneka pendapat ulama madzhab (Shihab, 2013:378).

D. Metode Analisis data

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis konten (analysis content) yang ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen resmi, dokumen yang validitas dan keabsahannya terjamin baik. Analisis juga dapat dilakukan terhadap buku-buku teks, baik yang bersifat teoritis maupun empiris (Sukmadinata, 2012:81).

Adapun langkah-langkah yang ditempuhyakni: a. Membaca keseluruhan teksTafsir al-Munîr

b. Mengindentifikasikan dan menjadi bagian-bagian untuk dianalisis c. Data dari teks yang didapat dilakukan analisis dengan mengacu pada

(44)

A. Biografi Wahbah az-Zuhaili

Wahbah az-Zuḥaili lahir di Da’ir ‘Atiyah, yang terletak di salah satu pelosok kota Damsyik, Suria, pada tahun 1351H/ 1932 M. Nama lengkapnya Wahbah bin al-Syeikh Muṣṭafa az-Zuhaily. Ia putra syeikh Muṣṭafa az-Zuhaily, seorang petani sederhana nan alim, hafal al-Qur an rajin menjalankan ibadah, dan gemar berpuasa. Di bawah bimbingan ayahnya, Wahbah menerima pendidikan dasar-dasar agama Islam. Setelah itu, ia sekolah di Madrasah Ibtidaiyah di kampungnya, hingga jenjang pendidikan formal berikutnya. Gelar sarjana diraihnya pada tahun 1953 di Fakultas Syariah Universitas Damsyik. Tahun 1956 ia meraih gelar doktor dalam bidang

Syari’ah dari Universitas al-Azhar, Kairo (Ghofur, 2013:137). Selama belajar di al-Azhar, Wahbah az-Zuḥaili pun belajar di Universitas Ain Syams pada Fakultas Hukum (al-Ḫuqûqi) dan selesai dengan nilai jayyid pada 1957. Wahbah az-Zuḥaili pun berhasil mendapatkan diploma Magister dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada 1959 (Riswanto, 2010:462).

(45)

Fikih Islam: Studi Komparatif antara Mazhab Delapan dan Hukum Internasional Umum). Diseretasi tersesbut kemudian direkomendasikan untuk dibarter dengan universitas-universitas asing (Riswanto, 2010:462).

Wahbah az-Zuḥaili merupakan seorang ahli fiqh. Dia adalah anggota dewan-dewan fiqih yang ada di seluruh dunia, seperti yang ada di Makkah, Jeddah, India, Amerika dan Sudan. Di Suriah, Wahbah az-Zuḥaili menjabat sebagai Ketua Divisi Fiqih dan Mazhab Islam, Fakultas Syariah Universitas Damaskus (Riswanto, 2010:462).

Wahbah kemudian mengabdikan diri sebagai dosen alamamternya,

Żakultas Syari’ah Universitas Damsyik, pada tahun 1963. Karir akademiknya

terus menanjak. Tak berapa lama ia diangkat sebagai pembantu dekan pada fakultas yang sama. Jabatan dekan sekaligus Ketua Jurusan Fiqh al-Islam juga disandangnya karena dalam waktu relative singkat dari masa pengangkatannya sebagai pembantu dekan. Kini ia menjadi guru besar dalam bidang hukum Islam pada salah satu universitas di Syiria (Ghofur, 2013:137).

Wahbah az-Zuḥaili tidak saja memiliki peranan di bidang akademik melainkan juga memiliki peran penting di masyarakat secara langsung baik di dalam maupun di luar tanah airnya. Di antaranya, beliau pernah menjadi anggota Majma’ Malâki untuk membahas kebudayaan Islam di Yordan. Selain itu beliau pernah menjabat sebagai kepala Lembaga Pemeriksa Hukum pada

(46)

Keberhasilan Wahbah az-Zuḥaili di bidang akademik dan lainnya tidak lepas dari guru-guru yang telah membimbingnya baik yang ada di Syiria sendiri ataupun yang berada di luar Syiria. Guru-guru yang di Damaskus antara lain di bidang hadis Nabi, Yaitu Syaikh Mahmud Yasin, Syaikh Hâsyim al-Khâtib guru bidang fikih Syafi’I, Syaikh Luṭfi al-Fayûmi di bidang

Uṣûl Fiqh dan Muṣṭalah al-Hadîṡ, Syaikh âlih al-Farfuri dalam ilmu Bahasa Arab seperti balâgah dan peradaban Arab. Ilmu Tafsir dipelajarinya dari Syaikh Ḫasan Ḫabnakah dan adîq Ḫabnakah al-Midâni. Beliau juga murid dari Doktor Naẓâm Maḥmûd pada bidang syari’ah serta guru-guru lainnya di bidang akhlaq, tajwid, tilawah, khitabah, hukum dan lain-lain (Fuadiyah, 2005:81).

Sedangkan di luar Damaskus, Wahbah az-Zuḥaili banyak mendapatkan ilmu dari Maḥmud altut, Dr. Abdurrahman Tâj Syaikh Isâ Manûn pada studi fikih di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar. Syaikh Jâd al-Rab Ramâ an, Syaikh Maḥmud ‘Abd ad-Dâyim dalam ilmu fikih Syafi’i. Syaikh Muṣṭafa

‘Abd al-Khâliq, Syaikh Uṡmân al-Mûrâzifi, Syaikh Ḫasan dalam bidang uṣûl fiqh. Dr. Sulaiman aṭ-Ṫamâwi, Dr. Ali Yunus, Syaikh Zakî ad-Dîn Syu’mân serta guru lain di Universitas Al-Azhar, Universitas Kairo serta Universitas

‘Ain Syam (Fuadiyah, 2005:81).

(47)

berbagai bangsa di berbagai Negara seperti di Syiria, Libanon, Sudan, Emirat Arab, Amerika Malaysia, Afganistan dan Indonesia dan mereka yang mempelajari kita fikih dan tafsir hasil karya Wahbah az-Zuḥaili (Fuadiyah, 2005:81).

Popularitas keilmuwan Wahbah berbanding lurus dengan produktifitasnya dalam bidang tulis-menulis. Selain menulis makalah ilmiah untuk jurnal ilmiah, ia telah merampungkan tak kurang dari 30 buku. Diantaranya, Uṣul Fiqh al-Islâmi (2 jilid), al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu (8 jilid), Tafsîr al-Munîr (16 jilid), Aṡâr al-Harb fî al-Fiqh al-Islâmi, Takhrîj wa Tahqîq Ahâdiṡ Tuhfat Fuqahâ’ (4 jilid), Nażâriyyat Adammân aw Ahkâm

al-Mas’uliyyat al-Madâniyat wa al-Janâ’iyât fî al-Fiqh al-Islâmi, al-Waṣâyâ wa

al-Waqf, at-Tanwîr fî at-Tafsîr ‘alâ Hâmasy al-Qur an al-‘Aẓîm, dan al-Qur an Syarî’at al-Mujtama’. Dari sekian karya Wahbah, tafsir al-Munir bisa dibilang karya monumentalnya. Dalam tafsir ini, ia membahas seluruh ayat al-Qur an dari surat al-Fâtiḥah hingga surat an-Nâs. Namun penjelasannya didasarkan atas topik-topik tertentu (Ghofur, 2013:138).

Dalam al-Mufassriûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, Ali Iyazi mengatakan bahwa tafsir Wahbah ini menggabungkan corak tafsir bi ar-ra’yi

(48)

mampu menawarkan solusi atas problematika kontemporer, sedangkan para mufassir kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat al-Qur an dengan dalih pembaharuan. Karena itulah, Wahbah berpendapat bahwa tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan interpretasi. Lalu lahirlah tafisr al-Munir yang memadukan orisinalitas tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer (Ghofur, 2013:139).

(49)

model tafsir al-Qur an yang didasarkan pada al-Qur an ssendiri dan hadis-hadis sahih, mengurai asbaabun nuzuul dan takhrij al-hadiits, menghindari cerita-cerita israiliyyat, riwayat yang buruk, dan polemik yang berlarut-larut (Ghofur, 2013:139).

Sebagai intelektual Islam, Wahbah az-Zuhaili telah menghasilkan berbagai macam karya, diantaranya (Fuadiyah, 2005:81):

1. Dalam bidang al-Qur an dan ‘Ulûmul Qur an:

a. Al-Tafsîr al-Munîr fî al-‘Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj juz 1-16.

b. Al-Tartîl Al-Tafsîr al-Wajîz ‘ala Ḫamsy al-Qur an al-‘Aẓim wa

Ma’ahu Asbâb al-Nuzûl wa Qawâ’iduhu.

c. Al-Tafsîr al-Wajîz wa Mu’jam Ma’âni al-Qur an al-‘Azîs

d. Al-Qur an al-Karîm – Bunyâtuhu al-Tasyri’iyyah wa Khaṣâiṣuhu al-Ha âriyah.

e. Al’Ijâz al-‘Ilmi fi al-Qur an al-Karîm

f. Al-Syar’iyyah al-Qirâ’at al-Mutawâtirah wa Aṡâruha fi al-Rasm al-Qur an wa al-Aḥkâm.

g. Al-Qiṣah al-Qur aniyyah.

h. Al-Qâim al-Insâniyyah fi al-Qur an al-Karîm. i. Al-Qur an al-Wajîz –surah Yâsin wa Jûz ‘Amma. 2. Dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh

(50)

c. Al-‘Uqûd al-Musamâh fi Qanûn al-Mu’âmalât al-Madâniyyah al-Imârati.

d. Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu al-Jûz al-Tâsi al-Mustadrak. e. Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu.

f. Na âriyyat Adammân aw Ahkâm al-Mas’uliyyat al-Madâniyat

wa al-Janâ’iyât.

g. Al-Wajîz fi Uṣul al-Fiqh

h. Al-Waṣâyâ wa al-Waqf fi Al-Fiqh al-Islâmi. i. Al-Istinsâkh jadl al-‘Ilm wa al-Dîn wa al-Akhlâq j. Naẓariyah al-Darûrah al-Syar’iyyah

k. Al-Tamwîl wa Sûq al-Awrâq al-Mâliyah al-Bûrṣah l. Khiṭâbât al-Damân

m. Bai’ al-Ashâm n. Bai’ al-Taqsît

o. Bai’ al-Dainfi al-Syarî’ah al-Islâmiyyah.

p. Al-Buyû’ wa Aṡâruha al-Ijtimâ’iyyah al-Mu’âṣirah q. Al-Amwâl allati Yasiḥu Waqfuha wa Kaifiyah arfiha r. Asbâb al-Ikhtilâf wa Jihât al-Naẓr al-Fiqhiyyah. s. Idârah al-Waqf al-Khairi

t. Aḥkâm al-Mawâd al-Najsah wa al-Muhramah fi al-ża a wa al

-Dawâ’

(51)

w. Al-Ibrâ’ min al-Dain

x. Al-Dain wa Tufâ’iluhu ma’a al-Ḫayâh

y. Al- arâ’I fi al-Siyâsah al-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islâmi z. Sûr in ‘Urûd al-Tijârah al-Mu’aṣirah wa Aḥkâm al-Zakâh.

aa. Al’Urf wa al-‘Âdah.

bb.Al-‘Ulûm al-Syar’iyyah baina al-Waḥdah wa al-Istiqlal.

cc. Al-Maẓâhib al-Syâfi’I wa Ma âhibuhu al-Wasiṭ baina

al-Ma âhib al-Islâmiyyah

dd.Naqât al-Iltiqâ’ baina al-Maẓâhib al-Islâmiyyah. ee. Al-Mas’ûliyyah al-Jimâ’iyyah li Mara i al-Jinsi al-I ar. ff. Manâhij al-Ijtihâd fi al-Maẓâhib al-Mukhtalifah.

gg.Al-Ḫadîs al-‘Alâqat al-Dauliyyah fi Islâm Muqâranah bi al-Qanûn al-Dauli.

hh.Al-Rakhṣ al-Syar’iyyah ii. Tajdîd al-Fiqh al-Islâmi

jj. Al-Fiqh al-Mâliki al-Yasr juz 1-2.

kk. Hukm Ijrâ’ al-Uqûd bi Wasâ’il al-Ittiṣâl al-Hâdiṡah

ll. Zakât al-Mâl al-‘Âm

mm. Al-‘Alâqat al-Dauliyyah fi al-Islâm

nn. ‘A’id al-Istiṡmâr fi al-Fiqh al-Islâm

oo.Tagayur al-Ijtihâd

pp.Taṭbîq al-Syar’iyyah al-Islâm

(52)

rr. Bai’ al-‘Urbûn

ss. Al-Taqlîd fi al-Ma âhib al-Islâmi ‘inda al-Sunnah wa al-Syi’ah tt. Uṣûl at-Taqrîb baina al-Ma âhib al-Islâmiyyah.

uu.Aḥkâm al-Harb fi al-Islâmi wa Khaṣâiṣuha al-Insâniyyah. vv.Ijtihâd al-Tabi’in

ww. Al-Bâ’iṡ‘ala al-‘Uqûd fi al-Fiqh al-Islâmi wa Uṣûlihi 3. Karya-karya di bidang ḥadis dan ‘ulumul hadis

a. Al-Muslimîn al-Sunnah al-Nabawiyyah al-Syarîfah Ḫaqîqatuha

wa Makânatuha ‘inda Żiqh al-Sunnah al-Nabawiyyah. 4. Karya-karya Wahbah az-Zuḥaili di bidang Aqidah Islam

a. Al-Imân bi al-Qa â’ wa al-Qadr

b. Uṣûl Muqâranah Adyân al-Bad’I al-Munkarah

5. Karya-karya Wahbah az-Zuḥaili di bidang Dirasah Islamiyah a. Al-Khaṣâiṣ al-Kubra li Huqûq al-Insân fi al-Islâm wa Da’âim

al-Daimuqrâṭiyyah al-Islamiyyah

b. Al-Da’wah al-Islamiyah wa Gairu al-Muslimîn al-Manhâh wa al-Wasîlah wa al-Hadfu

c. Tabṣîr al-Muslimîn li Goirihim bi al-Islâmi Aḥkâmuhu wa awâbiṭuhu wa ‘Adâbuhu

d. Al-Amn al-ża â’I fi al-Islâm

(53)

g. Al-Islâm wa Taḥdiyât al-‘Aṣri Ta akhum Naqdi min al-Wajhah al-Syar’iyyah

h. Al-Islâm wa Gairu al-Muslimîn

B. Biografi Nabi Ibrahim

Menurut Ibnu Kaṡîr, nama lengkap Nabi Ibrahim adalah Ibrahim bin Terah (250 tahun) bin Nahor (148) bin Serug (230) bin Rehu (239) bin Peleg (439) bin Eber (464) bin Selah (433) bin Arpakhsad (438) bin Sam (600) bin Nuh (Kaṡîr, 2002:207). Nabi Ibrahim lahir di Ur (Urkasdim), sebelah selatan Babyolon, daerah Iraq Selatan. Beliau adalah anak tertua dari pasangna Azar (Tarikh) bin Nahur (ketika berusia 75 tahun) dan Buna binti Kartiba bin Karṡi, salah seorang dari Bani Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. Beliau mempunyai dua saudara kandung, Nahur bin Azar dan Haran bin Azar, ayah Nabi Luth (Murdodiningrat, 2012:313).

(54)

Nabi Ibrahim memiliki banyak peristiwa dan kisah yang banyak dijadikan teladan oleh kaum muslim. Diantara kisah-kisah beliau yang menginspirasi adalah pencarian Nabi Ibrahim terhadap penciptanya. Kisah ini terdapat dalam al-Qur an surat al-An’am ayat 76-79. Dikisahkan bahwa ketika Nabi Ibrahim melihat bintang, Nabi Ibrahim mengira bintang adalah tuhannya, namun ketika pagi telah datang dan bintang tidak lagi menampakkan sinarnya, maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa bintang bukanlah tuhan. Keesokan harinya, ketiak Nabi Ibrahim melihat bulan, Nabi Ibrahim mengatakan bahwa bulan adalah tuhan, namun setelah bulan berganti dengan matahari maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa bulan bukanlah tuhan. Ketika Nabi Ibrahim melihat matahari yang ukurannya lebih besar daripada bintang dan bulan, maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa matahari adalah tuhannya karena matahari lebih besar. Namun ketika malam tiba dan matahari telah tenggelam maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa ia berserah diri kepada Sang Pencipta yang menciptakan bintang bulan dan matahari.

(55)

Namun ajakan Nabi Ibrahim tersebut menimbulkan murka dan mengusir Nabi Ibrahim bahkan Nabi Ibrahim diancam oleh ayahnya sendiri akan dilempari batu hingga mati. Walaupun Nabi Ibrahim mendapatkan amarah dari sang ayah, namun Nabi Ibrahim tetap mencintai sang ayah seraya berdoa kepada Allah SWT agar ayahnya diampuni oleh Allah SWT. Akhirnya Nabi Ibrahim hijrah ke negeri Syam (Palestina) dan hidup serta berkeluarga di Syam.

(56)

berhala itu bertanya kepada berhala yang paling besar apabila berhala tersebut mampu mendengan dan menjawab pertanyaan dari penyembah-penyembahnya. Mereka merasa terpojok atas pernyataan dari Nabi Ibrahim sehingga tidak ada jalan lain selain menjatuhi Nabi Ibrahim hukuman bakar. Allah Yang Maha Kuasa, menolong hamba-Nya dengan berseru kepada api yang membakar Nabi Ibrahim agar menjadi dingin dan memberi keselamatan kepada Nabi Ibrahim.

Kisah yang paling menginspirasi dari Nabi Ibrahim adalah kisah penyembelihan Nabi Ismail yang terdapat dalam al-Qur an surat aṣ- âffât ayat 102. Dikisahkan bahwa ketika Nabi Ismail menginjak usia muda (menurut Wahbah az-Zuḥaili berumur 13 tahun), Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT melalui mimpinya yang beliau alami selama 3 kali untuk menyembelih anak yang telah dinanti oleh Nabi Ibrahim selama kurang lebih 86 tahun lamanya, yakni Nabi Ismail. Karena kesalehan dan ketakwaan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, maka keduanyapun melaksanakan perintah Allah SWT tanpa perlu berfikir panjang. Ketika Nabi Ibrahim akan menyembelih Nabi Ismail, Allah SWT megganti Nabi Ismail dengan domba karena keduanya telah membenarkan perintah Allah SWT.

(57)

1. Sebagai pemimpin diantara umat-umat yang ada karena mempunya kebaikan yang sempurna.

2. Sikap taat, takut dan tunduk terhadap perintah Allah SWT.

3. Sikap berserah diri kepada Allah SWT dengan berpaling dari kemusyrikan dan memurnikan hati untuk bertauhid kepada Allah SWT.

4. Nabi Ibrahim termasuk orang yang mengesakan Allah SWT dari beliau kecil hingga besar.

5. Hamba yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat-Nya.

6. Allah SWT memilih Nabi Ibrahim untuk misi kenabian.

7. Allah SWT memberi petunju kepada Nabi Ibrahim dalam berdakwah menuju kepada agama yang benar dan berpaling dari ajaran yang salah.

8. Allah SWT memberikan Nabi Ibrahim kehidupan di dunia yang baik.

9. Di akhirat Nabi Ibrahim termasuk ke dalam golongan orang-orang yang saleh.

C. Pendidikan Keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim Prepektif Tafsir

Al-Munir

(58)









Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (Qs. An-Nahl ayat 78)

Oleh karena itu, al-Qur an melalui wahyu pertamanya yakni surat al-‘Alaq ayat satu sampai lima membawa misi pendidikan melalui firman Allah

“bacalah”. Karena pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhana komunitas manusia memerlukan pendidikan (Ramayulis, 2015:28).

Karena jika ditinjau dari kedudukan manusia dan implikasinya terhadap pendidikan, manusia memiliki dua kedudukan yakni berkedudukan sebagai ‘abdun dan berkedudukan sebagai khalifah Allah fi al-Ardh.

(59)

mengolah dan memanfaatkan bumi maupun alam semesta beserta isinya bagi kesejahteraan dan kelangsungan hidup umat manusia dan makhluk lain di bumi. Oleh karena itu lembaga pendidikan Islam harus dapat menghasilkan ilmuan, tidak hanya bidang agama, tetapi juga ilmuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan umum agar dapat melaksanakan tugas kekhalifahan yang selama ini banyak dilaksanakan oleh orang non Islam seperti ilmuan biologi, fisika, geologi, psikologi, astronomi dan sebagainya.

Kedudukan manusia sebagai ‘Abdun didasarkan pada firman Allah SWT:



Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Dari sini bisa ditarik kesimpulan, jika tujuan penciptaan manusia adalah ibadah dalam artian pengembangan potensi-potensi, maka ditemukan pula

tujuan pendidikan menurut Islam, yaitu untuk menciptakan manusia “abid”

(60)

istiqamah dalam memegang teguh agama Islam. Kedua, doa. Doa merupakan perisai bagi orang yang beriman. Dengan berdoa berarti membuktikan akan kelemahan manusia sebagai hamba dan Kebesaran bagi Allah sebagai Sang Pencipta. Bahkan dalam Islam, berdoa kepada Allah hukumanya wajib. Hal tersebut berlaku juga pada diri setiap Nabi. Doa sebagai harapan Nabi Ibrahim terhadap Allah SWT sebagai bukti keterbatasan kemampuannya sebagai manusia dan kepasrahan kepada Tuhannya. Karena Nabi adalah manusia yang tidak memiliki kekuatan selain kekuatan-Nya. Di antara doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim adalah agar Allah SWT menjadikan dia beserta keturunannya istiqomah menjalankan salat, menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa, menjalanai kehidupan berdasarkan ketauhidan dan bebas syirik, keseimbagnan antara ḥablum min Allah wa ḥablum min an-Nâsi, keharmonisan anggota keluarga, mensyukuri atas segala karunia-Nya, terwujudnya kesejahteraan ekonomi, dianugerahkannya keturunan yang berkualitas, mengharapkan ampunan bagi diri sendiri, orang tua dan seluruh orang mukmin, kebahagiaan dunia akhirat, sabar dant abah juga menjadikan cinta terhadap Allah SWT secara totalitas (Syah: 2013:13).

(61)























Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui.”

(62)

Ayat-ayat mengenai pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili diantaranya adalah:

1. Menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur an surat al-Baqarah ayat 124:



















(63)

ا م ذإ ،مهسفنأ اوملظ نيذلا نماظلا ةوب لا وأ ةمئأا لا يا نكلو

أ ،سا لل ةودق نوكي نأ نوحلصي

ةسارح ي سا لل ةودق مامما ن

نيدلا

مامما ناك اذإف ،رو ا ع مو ،ةماقتساا ىلع عابتأا لمو هل أو

موقي فيكف فارحا

Gambar

 Perubahan pada ketiga domain (kognitif, afektif, psikomotorik, Gambar 1 pen)

Referensi

Dokumen terkait

The result shows that 53 male students (58%) and 52 female students (44%) experienced personal problems especially for self confident, they are included in the middle category, 2)

Terdapat beberapa sumber yang menggambarkan bahawa kitab tafsir Turjuman al- Mustafid karangan Abd Rauf al-Fansuri adalah terjemahan daripada kitab tafsir Anwar

Menurut Chafrit Fendeli (1995:58) objek wisata merupakan perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keindahan

Periode pembukuan tahap ketiga ditandai dengan munculnya berbagai mażhab keagamaan sekaligus pengaruh dari ambisi pribadi dan paham-paham dari suatu kelompok

51 Tahun 1998 menyebutkan bahwa PSDH wajib dibayar oleh pemegang HPH/HPHH/IPK dan ISL (Izin Sah Lainnya) 2. Dalam pertimbangan PP tersebut dinyatakan bahwa hutan Indonesia

Pemikiran Wahbah al-Zuhailiy dari kitab tafsir al-Munir memperlihatkan kajian- kajian khusus dalam segi kebahasaan, cara melihat permasalahan dengan pandangan

Konsep pendidikan dalam ajaran Islam, konsep pendidikan yang didefinisikan secara akurat dan bersumber pada ajaran (agama) Islam, itulah pendidikan Islam. 1 Dalam pendidikan