• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Infiltrasi Pada Lahan Sawah Di Mikro Das Cibojong, Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Infiltrasi Pada Lahan Sawah Di Mikro Das Cibojong, Sukabumi"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG,

SUKABUMI

Gian Gardian Sudarman

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG,

SUKABUMI

Gian Gardian Sudarman

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SKRIPSI

Judul : Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di Mikro DAS Cibojong, Sukabumi

Nama : Gian Gardian Sudarman

NRP :

G24102014

Menyetujui,

v

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso

NIP. 130804892

Mengetahui,

g

Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP. 131473999

(4)

RINGKASAN

Gian Gardian Sudarman.Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di mikro DAS Cibojong, Sukabumi. Dibimbing oleh Prof. Dr. Daniel Murdiyarso..

Proses infiltrasi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi mempunyai peranan yang besar dalam kelestarian sumberdaya alam khususnya air. Pengukuran infiltrasi yang dilakukan di salah satu sawah terasering yang beririgasi di mikro DAS Cibojong merupakan kelanjutan dari pengukuran infiltrasi sebelumnya yang dilakukan pada tipe penggunaan lahan yang lain, diantaranya hutan. Pengukuran infiltrasi ini adalah salah satu indikator biofisik yang penting untuk DAS Cicatih.

Untuk mendapatkan parameter infiltrasi digunakan double ring infiltrometer. Alat ini berupa dua buah panci tak beralas berdinding setinggi 25 cm dengan dua ukuran diameter yang berbeda. Selain mencari parameter infiltrasi, pada lokasi yang sama juga diambil contoh tanah untuk mengetahui sifat fisik yang meliputi berat isi, porositas, permeabilitas, tekstur dan pF. Data sifat fisik tanah ini sebagai data pendukung untuk menentukan lapisan kedap, kondisi air pada saat pengukuran dan pengaruhnya pada proses infiltrasi.

Pengukuran di lapangan dilakukan pada empat fase pertumbuhan tanaman padi pada satu musim tanam periode kering di tiga ketinggian lahan (teras atas, tengah dan bawah). Fase 1 pada lahan siap tanam dan lahan dalam keadaan tergenang setelah pengolahan (pembajakan), fase 2 pada lahan yang telah ditanami padi umur 20 hari setelah semai dengan kondisi lahan yang berlumpur, fase 3 umur tanaman padi 49 hari setelah semai dengan biji padi yang telah terbentuk dan kondisi lahan sudah mulai dikeringkan, dan fase 4 pada kondisi lahan setelah panen dimana masih ada sisa-sisa perakaran dan jerami di fase ini lahan langsung diairi agar memudahkan pengolahan lahan untuk musm tanam berikutnya. Kondisi lahan di tiap ketinggian berbeda, untuk teras atas dibawah kedalaman 30 cm lapisan tanah bercampur batuan berukuran sedang dan kerikil, untuk teras tengah dibawah kedalaman 30 cm lapisan tanah di isi oleh batuan-batuan yang padat dan untuk teras bawah semua lapisan berupa tanah.

Laju infiltrasi terbesar terjadi pada fase 3 dimana kapasitas infiltrasi awalnya (fo) sebesar 2886 mm/jam dan kapasitas infiltrasi konstannya (fc) sebesar 1065,2 mm/jam dengan laju perubahan kecepatan air (parameter tanah/ k ) sebesar 0,822 dan laju infiltrasi terkecil pada fase 2 dimana tanahnya sudah mencapai kapasitas infiltrasi sehingga fo sama dengan fc sebesar 1,9 mm/jam. Proses infiltrasi yang terjadi pada lahan sawah sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan sistem perakaran tanaman padi. Kondisi lahan yang berlumpur dan sudah jenuh air seperti pada fase 2 membuat proses infiltrasi yang terjadi sangat lambat, sebaliknya pada lahan yang sudah dikeringkan seperti pada fase 3 proses infiltrasi cepat. Pada fase ini perakaran tanaman padi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses infiltrasi, perakaran dewasa yang kuat sudah mampu membuka ruang pori dalam tanah sehingga mampu melewatkan air dengan cepat. Pada fase 1 dan 4 kondisi lahan dalam keadaan tergenang dan tanah sudah mencapai kapasitas infiltrasi sehingga laju infiltrasi yang terukur juga lambat seperti pada fase 2 namun nilainya lebih besar dari fase 2.

Sifat fisik tanah yang paling mempengaruhi laju infiltrasi adalah permeabilitas, kelas permeabilitas paling cepat pada fase 3 dan hampir seragam untuk tiap teras sebesar 111,08 mm/jam. Nilai porositas dan tekstur di lapangan tidak memberikan nilai yang signifikan seperti besarnya perubahan nilai infiltrasi, namun pengaruhnya lebih disebabkan oleh sistem perakaran tanaman padi yang membuka ruang pori dan membelah struktur tanah. Sedangkan air tersedia dalam tanah nilainya menurun dari fase 1 sampai fase 4 seiring dengan pertumbuhan tanaman padi, penurunan air tersedia tersebut berkisar antara 10-80 mm untuk tiap teras dan fase.

Pada teras bawah ditemukan ciri-ciri lapisan kedap di kedalaman 30-40 cm tapi pada teras atas dan tengah ciri-ciri lapisan kedap tidak terlihat secara nyata. Lapisan kedap ini berperan untuk mengurangi perkolasi namun lapisan kedap ini bisa membuat lahan cepat jenuh dan limpasan permukaan yang besar. Ketersediaan air pada lahan ini lebih dari cukup, resiko cekaman air untuk tanaman sangat kecil.

(5)

RIWAYAT HIDUP

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga laporan hasil penelitian (Skripsi) yang berjudul “Laju Infiltrasi pada Lahan sawah di mikro DAS Cibojong, Sukabumi” dapat segera diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Geofisika dan Meteorologi

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Allah Yang Maha Esa dan kepada Ayah dan Ibu yang tiada hentinya memberikan dorongan semangat dan motivasi serta yang selalu mendoakan keberhasilan penulis. Teh Vera, Oci, Agil dan Tegar yang menjadi inspirasi penulis, Cici untuk segenap kasih sayangnya.

Prof. Daniel Murdiyarso, yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penelitian ini, dosen penguji serta sebagai guru yang membimbing mahasiswanya dengan penuh kesabaran, Prof. Hidayat Pawitan sebagai pembimbing di laboratorium Hidrometeorologi yang turut serta memberikan semangat kepada setiap mahasiswanya dan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bekerja. Muhammad Taufik asisten peneliti Laboratorium Hidrometeorologi yang telah banyak membantu penulis khususnya masalah finansial pada saat ke lapangan, Sofyan Kurniarto konsultan dari CIFOR yang telah mengajari dan mendampingi penulis baik itu selama mengambil data di lapangan ataupun pada saat pencarian litelatur. Bapak Maspudin dan Kang Saefulloh staf laboratorium Fisika Tanah yang telah membantu penulis menganalisis sampel tanah, Bapak Ahmad guru olahraga SMP Negeri 1 Cidahu yang selalu menerima penulis di rumahnya pada saat ke lapangan, Ibu Wawat yang selalu dengan sigap menyediakan makanan dan siswa SMP Negeri 1 Cidahu yang tanpa pamrih membantu penulis di lokasi pengukuran.

Teman-teman satu laboratorium, Lina Handayani, Oktaviana dan Bapak Anwar, Basyar/gollum teman seperjuangan dan atas pinjaman komputernya, Eko Tarso yang mendampingi penulis pada saat penulis membutuhkan bantuan tambahan orang di lapangan, Zainul dan Deni teman satu kontrakan di Pondok Pink yang selalu memberikan semangat dan pendengar setia setiap keluhan penulis, Samba, Sapta dan Dwi teman di Pondok Kambing, Ridwan atas pinjaman motornya, Anton dari pesantren, Wahyu si autis, Aprian si Jambul, La Ode tabib terapi herbal, Mian dan Joko staf Bengkel, Rudi di Gemesis, Hesti dan Nana di Blok Makam, Vivi dan Lupi di Baping, Linda dan Sasat di Tirta, Dwinita si teman misterius, Ani, Yohana dan Ipit si Trio Padang, Misna di asrama aceh, Nida di Geger Bitung, Fiolenta di Badoneng, Kiki di Pangrango dan An-an dengan putri kecilnya.

Segenap civitas GEOMET FMIPA, Pa Toro, Bu Indah, Aa’ Aziz, Pa Jun, Pa Pono, Mba Wanti, Mba Icha, Pa Kaerun, Pa Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliahnya selama ini.

Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua kebaikan dan dukungan yang telah diberikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Desember 2007

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Proses Infiltrasi ... 2

2. 2. Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan ... 2

2. 3. Infiltrasi dan Lapisan Kedap pada Lahan Sawah... 4

III. METODOLOGI 3. 1. Tempat Penelitian ... 5

3. 2. Waktu Penelitian... 5

3. 3. Pengolahan Data ... 6

3. 3. 1. Pengukuran dan Pengambilan Sampel di Lapangan... 6

3. 3. 1. 1. Pengukuran Infiltrasi... 7

3. 3. 1. 2. Pengambilan contoh Tanah Utuh... 7

3. 3. 1. 3. Pengambilan Contoh Tanah Terganggu ... 8

3. 3. 2. Analisis Data dan Sampel Tanah di Laboratorium... 8

3. 3. 2. 1. Infiltrasi ... 9

3. 3. 2. 2. Berat Isi dan Porositas... 9

3. 3. 2. 3. Permeabilitas ... 9

3. 3. 2. 4. Tekstur... 10

3. 3. 2. 5. pF ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Parameter dan Kurva Infiltrasi ... 11

4. 2. Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Laju Infiltrasi... 14

4. 3. Berat Isi dan Kedalaman serta Peranan Lapisan Kedap Air ... 16

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan ... 17

5. 2. Saran... 17

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 17

(8)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Laju infiltrasi pada beberapa jenis vegetasi... 3

2. Tabel 2. Berat isi dan porositas dengan laju infiltrasi... 3

3. Tabel 3. Kelas Permeabilitas ... 3

4. Tabel 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah... 3

5. Tabel 5. Laju infiltrasi selama musim hujan 95/96 ... 4

6. Tabel 6. Kriteria laju infiltrasi konstan ... 4

7. Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian ... 5

8. Tabel 8. Parameter infiltrasi ... 11

9. Tabel 9. Kelas infiltrasi konstan rata-rata pada 4 fase... 12

10. Tabel 10. Perbandingan kelas infiltrasi dengan kelas permeabilitas... 14

11. Tabel 11. Tekstur dan kelas tekstur... 14

12. Tabel 12. Kadar air tanah pada berbagai nilai pF (mm) ... 15

DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1. Proses infiltrasi dalam siklus hidrologi... 2

2. Gambar 2. Peta Lokasi mikro DAS Cibojong... 6

3. Gambar 3. Sistem teras di mikro DAS Cibojong... 6

4. Gambar 4. Infiltrasi pada fase 1 ... 12

5. Gambar 5. Infiltrasi pada fase 2 ... 12

6. Gambar 6. Infiltrasi pada fase 3 ... 13

7. Gambar 7. Infiltrasi pada fase 4 ... 13

8. Gambar 8. Kurva pF pada setiap fase ... 15

9. Gambar 9. Berat isi pada setiap fase ... 16

DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1. Data sheet pengukuran infiltrasi pada lahan sawah ... 19

2. Lampiran 2. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 1 ... 20

3. Lampiran 3. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 2 ... 22

4. Lampiran 4. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 3 ... 23

5. Lampiran 5. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 4 ... 28

6. Lampiran 6. Data hasil analisis laboratorium (Berat isi)... 30

7. Lampiran 7. Data hasil analisis laboratorium (Porositas)... 31

8. Lampiran 8. Data hasil analisis Laboratorium (Permeabilitas) ... 32

9. Lampiran 9. Data hasil analisis laboratorium (Tekstur) ... 33

(9)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proses infiltrasi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kelestarian sumberdaya alam. Kapasitas infiltrasi tanah rendah, akan menyebabkan sebagian besar curah hujan yang jatuh pada suatu daerah akan mengalir sebagai aliran permukaan dan hanya sebagian kecil yang masuk ke dalam tanah yang menjadi simpanan air tanah. Efeknya pada musim hujan besar kemungkinan terjadi banjir dan pada musim kemarau akan terjadi kekeringan. Sebaliknya kapasitas infiltrasi tanah tinggi akan merugikan karena dapat menurunkan produktivitas lahan pertanian atau perkebunan karena kapasitas infiltrasi yang besar dapat menyebabkan meningkatnya proses pencucian unsur hara tanah. Oleh karenanya nilai kapasitas infiltrasi tanah merupakan informasi penting dan berharga bagi perancangan dan penentuan jenis penggunaan lahan yang cocok untuk berbagai aktivitas kehidupan, seperti untuk bermukim, bertani, berkebun ataupun untuk pembuatan saluran irigasi. Dengan demikian pengukuran untuk mendapatkan nilai infiltrasi merupakan hal yang sangat penting dalam upaya untuk mendapatkan nilai infiltrasi yang bisa dijadikan patokan untuk menghitung dan mengetahui jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah dan yang menjadi limpasan permukaan.

Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi sampai kapasitas tanah untuk menampung air terpenuhi dan berikutnya air hujan itu akan menjadi aliran permukaan. Konsep ini hanya berlaku di daerah yang memiliki intensitas hujan tinggi dimana tanahnya akan baik untuk pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini pengukuran laju infiltrasi akan dilakukan di sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cicatih Hulu (52979 ha), mikro DAS Cibojong (1392 ha) pada penutupan lahan sawah. Pengukuran infiltrasi di lahan sawah ini merupakan kelanjutan dari pengukuran infiltrasi yang sudah dilakukan di lahan hutan sebelumnya. Pawitan (2006) menyebutkan lahan sawah di mikro DAS Cibojong memiliki persentase luas sekitar 28,71% dari keseluruhan penutupan lahan yang ada dan kedua terbesar setelah hutan. Lahan sawah tersebut tersebar di wilayah

mikro DAS Cibojong dengan tipe lahan sawah yang hampir seragam, yaitu berterasering baik untuk daerah perbukitan ataupun daerah yang agak landai. Perbedaan yang mencolok adalah kondisi pengairannya yang tidak sama. Sebagian lahan sawah pengairannya selalu terpenuhi setiap saat dengan sistem irigasi namun sebagian lagi pengairannya mengandalkan air hujan saja, sehingga masa tanam dan panen tidak selalu sama di wilayah ini. Pada penelitian ini lahan sawah dipilih secara acak dan didapatkan pada lahan sawah bertipe terasering yang beririgasi.

Pengukuran infiltrasi pada lahan sawah dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pengaruh perakaran tanaman padi dan sifat fisik tanahnya serta pengaruh lapisan kedap akibat perlakuan petani pada lahan sawahnya terhadap proses infiltrasi. Pengukurannya akan dilakukan pada satu periode musim tanam yang dibagi dalam 4 fase pengukuran.

Untuk mengetahui pengaruh perakarana tanaman padi atau pengaruh sifat fisik tanah terhdap laju infiltrasi pada lahan sawah, digunakan ring infiltrometer ganda

(Double Ring Infiltrometer). Metode ini

banyak dipakai karena selain mudah dilakukan juga praktis walaupun pelaksanaan dilapangan butuh kesabaran dan ketelitian. Pemakaian metode ini lebih tepat untuk analisis yang bersifat kuantitatif, seperti efek perubahan metode pengolahan tanah pada suatu area dan perubahan tata guna tanah (Haridjaja, 1990).

Pengukuran infiltrasi di lahan sawah ini merupakan salah satu indikator biofisik yang penting untuk sub DAS Cicatih.

1. 2. Tujuan

1. Menduga laju infiltrasi di lahan sawah selama satu musim tanam pada masa periode musim kering di bulan Mei sampai dengan September.

2. Mengetahui hubungan antara sifat fisik tanah (Berat isi (BI), porositas, permeabilitas, pF dan tekstur) dengan infiltrasi.

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Proses Infiltrasi

Proses masuknya air hujan ke dalam lapisan permukaan tanah dan turun ke permukaan air tanah disebut infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah dan kapasitas infiltrasi adalah kemampuan maksimum tanah dalam meresapkan air dalam kondisi tertentu. Baik laju maupun kapasitas memiliki satuan yang sama, yaitu satuan panjang per satuan waktu (mm/jam). Air yang menginfiltrasi itu pertama-tama diabsorbsi untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah dan mengalir ke samping.

Chu and Marino (2005) menyebutkan bahwa proses infiltrasi bisa tergantung dari jenis tekstur tanah. Perbedaan lapisan tanah dan susunannya merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi infiltrasi. Laju infiltrasi pada tanah liat akan lebih lambat daripada pada tanah berpasir. Dalam Sosrodarsono dan Takeda (1977), lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lapisan lempung atau silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan disebut lapisan kebal air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel.

Simpanan air dalam tanah tergantung dari keseimbangan air dalam tanah (Weiler dan McDonnell, 2004). Perubahan air di dalam simpanan air akan tergantung dari jumlah air yang masuk dan keluar. Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan tersimpan sampai kapasitas tanah untuk menampung air terpenuhi kemudian air akan bergerak secara vertikal menuju

groundwater melalui perkolasi dan sebagian

lagi akan mengalir ke samping menjadi aliran permukaan atau mengalir dibawah permukaan.

2. 2. Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan

Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (Intensitas hujan). Selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka terjadilah genangan di atas permukaan atau aliran permukaan. Dengan demikian laju infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan. Infiltrasi yang terjadi pada suatu tempat berbeda-beda dengan tempat yang lain dan waktu yang lain, salah satunya ditentukan oleh tipe penggunaan lahan.

Tegakan batang dan akar yang keluar permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan yang lebih lama kepada air untuk masuk ke dalam tanah.

(11)

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG,

SUKABUMI

Gian Gardian Sudarman

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG,

SUKABUMI

Gian Gardian Sudarman

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

SKRIPSI

Judul : Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di Mikro DAS Cibojong, Sukabumi

Nama : Gian Gardian Sudarman

NRP :

G24102014

Menyetujui,

v

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso

NIP. 130804892

Mengetahui,

g

Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP. 131473999

(14)

RINGKASAN

Gian Gardian Sudarman.Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di mikro DAS Cibojong, Sukabumi. Dibimbing oleh Prof. Dr. Daniel Murdiyarso..

Proses infiltrasi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi mempunyai peranan yang besar dalam kelestarian sumberdaya alam khususnya air. Pengukuran infiltrasi yang dilakukan di salah satu sawah terasering yang beririgasi di mikro DAS Cibojong merupakan kelanjutan dari pengukuran infiltrasi sebelumnya yang dilakukan pada tipe penggunaan lahan yang lain, diantaranya hutan. Pengukuran infiltrasi ini adalah salah satu indikator biofisik yang penting untuk DAS Cicatih.

Untuk mendapatkan parameter infiltrasi digunakan double ring infiltrometer. Alat ini berupa dua buah panci tak beralas berdinding setinggi 25 cm dengan dua ukuran diameter yang berbeda. Selain mencari parameter infiltrasi, pada lokasi yang sama juga diambil contoh tanah untuk mengetahui sifat fisik yang meliputi berat isi, porositas, permeabilitas, tekstur dan pF. Data sifat fisik tanah ini sebagai data pendukung untuk menentukan lapisan kedap, kondisi air pada saat pengukuran dan pengaruhnya pada proses infiltrasi.

Pengukuran di lapangan dilakukan pada empat fase pertumbuhan tanaman padi pada satu musim tanam periode kering di tiga ketinggian lahan (teras atas, tengah dan bawah). Fase 1 pada lahan siap tanam dan lahan dalam keadaan tergenang setelah pengolahan (pembajakan), fase 2 pada lahan yang telah ditanami padi umur 20 hari setelah semai dengan kondisi lahan yang berlumpur, fase 3 umur tanaman padi 49 hari setelah semai dengan biji padi yang telah terbentuk dan kondisi lahan sudah mulai dikeringkan, dan fase 4 pada kondisi lahan setelah panen dimana masih ada sisa-sisa perakaran dan jerami di fase ini lahan langsung diairi agar memudahkan pengolahan lahan untuk musm tanam berikutnya. Kondisi lahan di tiap ketinggian berbeda, untuk teras atas dibawah kedalaman 30 cm lapisan tanah bercampur batuan berukuran sedang dan kerikil, untuk teras tengah dibawah kedalaman 30 cm lapisan tanah di isi oleh batuan-batuan yang padat dan untuk teras bawah semua lapisan berupa tanah.

Laju infiltrasi terbesar terjadi pada fase 3 dimana kapasitas infiltrasi awalnya (fo) sebesar 2886 mm/jam dan kapasitas infiltrasi konstannya (fc) sebesar 1065,2 mm/jam dengan laju perubahan kecepatan air (parameter tanah/ k ) sebesar 0,822 dan laju infiltrasi terkecil pada fase 2 dimana tanahnya sudah mencapai kapasitas infiltrasi sehingga fo sama dengan fc sebesar 1,9 mm/jam. Proses infiltrasi yang terjadi pada lahan sawah sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan sistem perakaran tanaman padi. Kondisi lahan yang berlumpur dan sudah jenuh air seperti pada fase 2 membuat proses infiltrasi yang terjadi sangat lambat, sebaliknya pada lahan yang sudah dikeringkan seperti pada fase 3 proses infiltrasi cepat. Pada fase ini perakaran tanaman padi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses infiltrasi, perakaran dewasa yang kuat sudah mampu membuka ruang pori dalam tanah sehingga mampu melewatkan air dengan cepat. Pada fase 1 dan 4 kondisi lahan dalam keadaan tergenang dan tanah sudah mencapai kapasitas infiltrasi sehingga laju infiltrasi yang terukur juga lambat seperti pada fase 2 namun nilainya lebih besar dari fase 2.

Sifat fisik tanah yang paling mempengaruhi laju infiltrasi adalah permeabilitas, kelas permeabilitas paling cepat pada fase 3 dan hampir seragam untuk tiap teras sebesar 111,08 mm/jam. Nilai porositas dan tekstur di lapangan tidak memberikan nilai yang signifikan seperti besarnya perubahan nilai infiltrasi, namun pengaruhnya lebih disebabkan oleh sistem perakaran tanaman padi yang membuka ruang pori dan membelah struktur tanah. Sedangkan air tersedia dalam tanah nilainya menurun dari fase 1 sampai fase 4 seiring dengan pertumbuhan tanaman padi, penurunan air tersedia tersebut berkisar antara 10-80 mm untuk tiap teras dan fase.

Pada teras bawah ditemukan ciri-ciri lapisan kedap di kedalaman 30-40 cm tapi pada teras atas dan tengah ciri-ciri lapisan kedap tidak terlihat secara nyata. Lapisan kedap ini berperan untuk mengurangi perkolasi namun lapisan kedap ini bisa membuat lahan cepat jenuh dan limpasan permukaan yang besar. Ketersediaan air pada lahan ini lebih dari cukup, resiko cekaman air untuk tanaman sangat kecil.

(15)

RIWAYAT HIDUP

(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga laporan hasil penelitian (Skripsi) yang berjudul “Laju Infiltrasi pada Lahan sawah di mikro DAS Cibojong, Sukabumi” dapat segera diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Geofisika dan Meteorologi

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Allah Yang Maha Esa dan kepada Ayah dan Ibu yang tiada hentinya memberikan dorongan semangat dan motivasi serta yang selalu mendoakan keberhasilan penulis. Teh Vera, Oci, Agil dan Tegar yang menjadi inspirasi penulis, Cici untuk segenap kasih sayangnya.

Prof. Daniel Murdiyarso, yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penelitian ini, dosen penguji serta sebagai guru yang membimbing mahasiswanya dengan penuh kesabaran, Prof. Hidayat Pawitan sebagai pembimbing di laboratorium Hidrometeorologi yang turut serta memberikan semangat kepada setiap mahasiswanya dan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bekerja. Muhammad Taufik asisten peneliti Laboratorium Hidrometeorologi yang telah banyak membantu penulis khususnya masalah finansial pada saat ke lapangan, Sofyan Kurniarto konsultan dari CIFOR yang telah mengajari dan mendampingi penulis baik itu selama mengambil data di lapangan ataupun pada saat pencarian litelatur. Bapak Maspudin dan Kang Saefulloh staf laboratorium Fisika Tanah yang telah membantu penulis menganalisis sampel tanah, Bapak Ahmad guru olahraga SMP Negeri 1 Cidahu yang selalu menerima penulis di rumahnya pada saat ke lapangan, Ibu Wawat yang selalu dengan sigap menyediakan makanan dan siswa SMP Negeri 1 Cidahu yang tanpa pamrih membantu penulis di lokasi pengukuran.

Teman-teman satu laboratorium, Lina Handayani, Oktaviana dan Bapak Anwar, Basyar/gollum teman seperjuangan dan atas pinjaman komputernya, Eko Tarso yang mendampingi penulis pada saat penulis membutuhkan bantuan tambahan orang di lapangan, Zainul dan Deni teman satu kontrakan di Pondok Pink yang selalu memberikan semangat dan pendengar setia setiap keluhan penulis, Samba, Sapta dan Dwi teman di Pondok Kambing, Ridwan atas pinjaman motornya, Anton dari pesantren, Wahyu si autis, Aprian si Jambul, La Ode tabib terapi herbal, Mian dan Joko staf Bengkel, Rudi di Gemesis, Hesti dan Nana di Blok Makam, Vivi dan Lupi di Baping, Linda dan Sasat di Tirta, Dwinita si teman misterius, Ani, Yohana dan Ipit si Trio Padang, Misna di asrama aceh, Nida di Geger Bitung, Fiolenta di Badoneng, Kiki di Pangrango dan An-an dengan putri kecilnya.

Segenap civitas GEOMET FMIPA, Pa Toro, Bu Indah, Aa’ Aziz, Pa Jun, Pa Pono, Mba Wanti, Mba Icha, Pa Kaerun, Pa Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliahnya selama ini.

Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua kebaikan dan dukungan yang telah diberikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Desember 2007

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Proses Infiltrasi ... 2

2. 2. Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan ... 2

2. 3. Infiltrasi dan Lapisan Kedap pada Lahan Sawah... 4

III. METODOLOGI 3. 1. Tempat Penelitian ... 5

3. 2. Waktu Penelitian... 5

3. 3. Pengolahan Data ... 6

3. 3. 1. Pengukuran dan Pengambilan Sampel di Lapangan... 6

3. 3. 1. 1. Pengukuran Infiltrasi... 7

3. 3. 1. 2. Pengambilan contoh Tanah Utuh... 7

3. 3. 1. 3. Pengambilan Contoh Tanah Terganggu ... 8

3. 3. 2. Analisis Data dan Sampel Tanah di Laboratorium... 8

3. 3. 2. 1. Infiltrasi ... 9

3. 3. 2. 2. Berat Isi dan Porositas... 9

3. 3. 2. 3. Permeabilitas ... 9

3. 3. 2. 4. Tekstur... 10

3. 3. 2. 5. pF ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Parameter dan Kurva Infiltrasi ... 11

4. 2. Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Laju Infiltrasi... 14

4. 3. Berat Isi dan Kedalaman serta Peranan Lapisan Kedap Air ... 16

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan ... 17

5. 2. Saran... 17

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 17

(18)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Laju infiltrasi pada beberapa jenis vegetasi... 3

2. Tabel 2. Berat isi dan porositas dengan laju infiltrasi... 3

3. Tabel 3. Kelas Permeabilitas ... 3

4. Tabel 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah... 3

5. Tabel 5. Laju infiltrasi selama musim hujan 95/96 ... 4

6. Tabel 6. Kriteria laju infiltrasi konstan ... 4

7. Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian ... 5

8. Tabel 8. Parameter infiltrasi ... 11

9. Tabel 9. Kelas infiltrasi konstan rata-rata pada 4 fase... 12

10. Tabel 10. Perbandingan kelas infiltrasi dengan kelas permeabilitas... 14

11. Tabel 11. Tekstur dan kelas tekstur... 14

12. Tabel 12. Kadar air tanah pada berbagai nilai pF (mm) ... 15

DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1. Proses infiltrasi dalam siklus hidrologi... 2

2. Gambar 2. Peta Lokasi mikro DAS Cibojong... 6

3. Gambar 3. Sistem teras di mikro DAS Cibojong... 6

4. Gambar 4. Infiltrasi pada fase 1 ... 12

5. Gambar 5. Infiltrasi pada fase 2 ... 12

6. Gambar 6. Infiltrasi pada fase 3 ... 13

7. Gambar 7. Infiltrasi pada fase 4 ... 13

8. Gambar 8. Kurva pF pada setiap fase ... 15

9. Gambar 9. Berat isi pada setiap fase ... 16

DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1. Data sheet pengukuran infiltrasi pada lahan sawah ... 19

2. Lampiran 2. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 1 ... 20

3. Lampiran 3. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 2 ... 22

4. Lampiran 4. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 3 ... 23

5. Lampiran 5. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 4 ... 28

6. Lampiran 6. Data hasil analisis laboratorium (Berat isi)... 30

7. Lampiran 7. Data hasil analisis laboratorium (Porositas)... 31

8. Lampiran 8. Data hasil analisis Laboratorium (Permeabilitas) ... 32

9. Lampiran 9. Data hasil analisis laboratorium (Tekstur) ... 33

(19)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proses infiltrasi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kelestarian sumberdaya alam. Kapasitas infiltrasi tanah rendah, akan menyebabkan sebagian besar curah hujan yang jatuh pada suatu daerah akan mengalir sebagai aliran permukaan dan hanya sebagian kecil yang masuk ke dalam tanah yang menjadi simpanan air tanah. Efeknya pada musim hujan besar kemungkinan terjadi banjir dan pada musim kemarau akan terjadi kekeringan. Sebaliknya kapasitas infiltrasi tanah tinggi akan merugikan karena dapat menurunkan produktivitas lahan pertanian atau perkebunan karena kapasitas infiltrasi yang besar dapat menyebabkan meningkatnya proses pencucian unsur hara tanah. Oleh karenanya nilai kapasitas infiltrasi tanah merupakan informasi penting dan berharga bagi perancangan dan penentuan jenis penggunaan lahan yang cocok untuk berbagai aktivitas kehidupan, seperti untuk bermukim, bertani, berkebun ataupun untuk pembuatan saluran irigasi. Dengan demikian pengukuran untuk mendapatkan nilai infiltrasi merupakan hal yang sangat penting dalam upaya untuk mendapatkan nilai infiltrasi yang bisa dijadikan patokan untuk menghitung dan mengetahui jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah dan yang menjadi limpasan permukaan.

Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi sampai kapasitas tanah untuk menampung air terpenuhi dan berikutnya air hujan itu akan menjadi aliran permukaan. Konsep ini hanya berlaku di daerah yang memiliki intensitas hujan tinggi dimana tanahnya akan baik untuk pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini pengukuran laju infiltrasi akan dilakukan di sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cicatih Hulu (52979 ha), mikro DAS Cibojong (1392 ha) pada penutupan lahan sawah. Pengukuran infiltrasi di lahan sawah ini merupakan kelanjutan dari pengukuran infiltrasi yang sudah dilakukan di lahan hutan sebelumnya. Pawitan (2006) menyebutkan lahan sawah di mikro DAS Cibojong memiliki persentase luas sekitar 28,71% dari keseluruhan penutupan lahan yang ada dan kedua terbesar setelah hutan. Lahan sawah tersebut tersebar di wilayah

mikro DAS Cibojong dengan tipe lahan sawah yang hampir seragam, yaitu berterasering baik untuk daerah perbukitan ataupun daerah yang agak landai. Perbedaan yang mencolok adalah kondisi pengairannya yang tidak sama. Sebagian lahan sawah pengairannya selalu terpenuhi setiap saat dengan sistem irigasi namun sebagian lagi pengairannya mengandalkan air hujan saja, sehingga masa tanam dan panen tidak selalu sama di wilayah ini. Pada penelitian ini lahan sawah dipilih secara acak dan didapatkan pada lahan sawah bertipe terasering yang beririgasi.

Pengukuran infiltrasi pada lahan sawah dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pengaruh perakaran tanaman padi dan sifat fisik tanahnya serta pengaruh lapisan kedap akibat perlakuan petani pada lahan sawahnya terhadap proses infiltrasi. Pengukurannya akan dilakukan pada satu periode musim tanam yang dibagi dalam 4 fase pengukuran.

Untuk mengetahui pengaruh perakarana tanaman padi atau pengaruh sifat fisik tanah terhdap laju infiltrasi pada lahan sawah, digunakan ring infiltrometer ganda

(Double Ring Infiltrometer). Metode ini

banyak dipakai karena selain mudah dilakukan juga praktis walaupun pelaksanaan dilapangan butuh kesabaran dan ketelitian. Pemakaian metode ini lebih tepat untuk analisis yang bersifat kuantitatif, seperti efek perubahan metode pengolahan tanah pada suatu area dan perubahan tata guna tanah (Haridjaja, 1990).

Pengukuran infiltrasi di lahan sawah ini merupakan salah satu indikator biofisik yang penting untuk sub DAS Cicatih.

1. 2. Tujuan

1. Menduga laju infiltrasi di lahan sawah selama satu musim tanam pada masa periode musim kering di bulan Mei sampai dengan September.

2. Mengetahui hubungan antara sifat fisik tanah (Berat isi (BI), porositas, permeabilitas, pF dan tekstur) dengan infiltrasi.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Proses Infiltrasi

Proses masuknya air hujan ke dalam lapisan permukaan tanah dan turun ke permukaan air tanah disebut infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah dan kapasitas infiltrasi adalah kemampuan maksimum tanah dalam meresapkan air dalam kondisi tertentu. Baik laju maupun kapasitas memiliki satuan yang sama, yaitu satuan panjang per satuan waktu (mm/jam). Air yang menginfiltrasi itu pertama-tama diabsorbsi untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah dan mengalir ke samping.

Chu and Marino (2005) menyebutkan bahwa proses infiltrasi bisa tergantung dari jenis tekstur tanah. Perbedaan lapisan tanah dan susunannya merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi infiltrasi. Laju infiltrasi pada tanah liat akan lebih lambat daripada pada tanah berpasir. Dalam Sosrodarsono dan Takeda (1977), lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lapisan lempung atau silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan disebut lapisan kebal air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel.

Simpanan air dalam tanah tergantung dari keseimbangan air dalam tanah (Weiler dan McDonnell, 2004). Perubahan air di dalam simpanan air akan tergantung dari jumlah air yang masuk dan keluar. Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan tersimpan sampai kapasitas tanah untuk menampung air terpenuhi kemudian air akan bergerak secara vertikal menuju

groundwater melalui perkolasi dan sebagian

lagi akan mengalir ke samping menjadi aliran permukaan atau mengalir dibawah permukaan.

2. 2. Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan

Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (Intensitas hujan). Selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka terjadilah genangan di atas permukaan atau aliran permukaan. Dengan demikian laju infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan. Infiltrasi yang terjadi pada suatu tempat berbeda-beda dengan tempat yang lain dan waktu yang lain, salah satunya ditentukan oleh tipe penggunaan lahan.

Tegakan batang dan akar yang keluar permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan yang lebih lama kepada air untuk masuk ke dalam tanah.

(21)

Tabel 1. Laju infiltrasi pada beberapa jenis vegetasi

Lahan Tipe Tanam / Tanaman Laju infiltrasi (mm/jam) Pertanian Rumput Hutan Pertanian praktis Lahan terasering Cenchrus ciliaris Prosopis juliflora Acacia nilorica Dalbergia sissoo 5 12 36 39 27 45

(Sumber: Agnihotri dan Yadav, 1995) Lahan hutan memiliki laju infiltrasi yang lebih besar diikuti lahan rumput lalu lahan pertanian. Permukaan tanah yang tertutup oleh pohon-pohon dan rumput-rumputan akan mempercepat laju infiltrasi. Pohon, rumput dan tumbuhan lainnya bukan hanya melindungi permukaan tanah dari gaya pemampatan curah hujan, tetapi juga lapisan humus, perakaran dan galian-galian serangga yang terjadi membuka ruang pori dalam tanah. Pada lahan pertanian proses infiltrasi akan terganggu diakibatkan oleh pengolahan lahan baik pembajakan dengan mesin atau hewan.

Selain tipe penggunaan lahan beberapa sifat fisik tanah juga bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi, seperti berat isi, porositas, permeabilitas, tekstur dan pF.

Fungsi tanah adalah sebagai media berpori yang menyediakan lubang pori sebagai jalan masuknya air ke dalam tanah. Efektivitas tanah dalam melewatkan air sangat ditentukan oleh jumlah dan ukuran pori serta bagaimana pori-pori jalan air tersebut dapat dipertahankan.

Tabel 2. Berat isi dan porositas dengan laju infiltrasi

Lahan titik Berat Isi (mg/m3 ) Pori Laju infiltrasi (mm/jam) Pertani an 1 2 3 1,56 1,50 1,46 0,41 0,43 0,45 600 726 702 Hutan 1 2 3 1,08 1,30 1,32 0,58 0,51 0,48 1986 780 792

(Sumber: Mbagwu, 1997)

Berat isi dan porositas selalu berbanding terbalik. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa, berat isi akan

kecil karena tanah memiliki rongga yang kecil, sebaliknya jika tanah tidak poreus.

Lipiec (2006) menyatakan bahwa laju infiltrasi di pengaruhi oleh distribusi ukuran pori. Mbagwu (1997) menunjukkan pengaruh nilai Berat isi dan porositas pada dua tipe lahan dengan laju infiltrasi di Nigeria (Tabel 2.). Laju infiltrasi terbesar terjadi pada lahan hutan dan berbanding lurus dengan % pori.

Permeabilitas adalah kecepatan lajunya air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Laju infiltrasi pun akan sangat tergantung oleh permeabilitas tanah. Kelas permeabilitas) tertera dalam Tabel 3. Tabel 3. Kelas permeabilitas

Kelas Permeabilitas (mm/jam) Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat < 1,25 1,25-5 5-16 16-50 50-160 160-250 >250

(Sumber: Hanafiah, 2005)

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (berukuran 2 mm – 50 µm), debu (50 µm – 2 µm) dan liat (< 2 µm). Gambaran umum tentang sifat fisik tanah dapat diperkirakan apabila kelas tekstur tanah diketahui.

Tabel 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah

Proporsi (%) fraksi tanah Kelas tekstur tanah

Pasir Debu Liat Pasir

Pasir berlempung Lempung berpasir Lempung

Lempung liat berpasir Lempung liat berdebu Lempung berliat Lempung berdebu Debu Liat berpasir Liat berdebu Liat >85 70-90 40-87,5 22,5-52,5 45-80 <20 20-45 <47,5 <20 45-62,5 <20 <45 <15 <30 <50 30-50 <30 40-70 15-52,5 50-87,5 >80 <20 40-60 <40 <10 <15 <20 10-30 20-37,5 27,5-40 27,5-40 <27,5 <12,5 37,5-57,5 40-60 >40

(Sumber: Hanafiah, 2005)

Apabila dikaitkan dengan permeabilitas, maka:

(22)

liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.

2. Permeabilitas sedang merupakan karakter tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:

a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berpasir halus. b. Tanah bertekstur sedang

meliputi yang bertekstur lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu atau debu.

c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat, lempung liat berpasir atau lempung berdebu.

3. Permeabilitas cepat merupakan karakter tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, yaitu tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.

2. 3. Infiltrasi dan Lapisan Kedap pada Lahan Sawah

Infiltrasi

Lahan sawah merupakan lahan olahan, dimana struktur tanahnya sudah mengalami berbagai perlakuan. Lahannya otomatis merupakan lahan yang terganggu tetapi proses infiltrasinya tetap harus diketahui dan dengan kondisi seadanya pengukuran infiltrasi tetap dilakukan.

Purwanto (1994) menunjukkan adanya variabilitas yang tinggi dari rataan infiltrasi pada lahan sawah yang bertipe terasering atau bertingkat pada awal musim hujan dan pertengahan musim hujan di daerah tangkapan air Cikumutuk, Malangbong, Jawa Barat. Hasil pengukurannya tersaji dalam Tabel 5.

Pengukurannya dilakukan pada dua level, bagian atas dan bawah. Pada masing-masing level dilakukan pada tiga titik, yaitu bed

(bagian dasar petak sawah yang sudah mendatar), riser (bagian petak sawah yang masih miring) dan gutter (bagian pinggir petak sawah dekat dengan tebing bagian atas biasanya merupakan saluran air).

Tabel 5. Laju infiltrasi selama musim hujan 95/96 Lokasi n Laju infiltrasi akhir (mm/jam) Waktu setelah keadaan setimbang (menit) Bagian atas Beds Awal musim hujan

1995 9 701±82 28±4

1994 4 497±90 22±6

Gutters

Pertengahan musim hujan

1995/1996 3 42±6 26±16

Risers

Pertengahan musim hujan

1995/1996 1 atas 734 19

2 bwh. 16±1 33±14

Bagian bawah

Beds

Awal musim hujan

1994 16 473±194 26±8

1995 2 578±78 12±1

Pertengahan musim hujan

1995/1996 1 107 26

Gutters

Pertengahan musim hujan

1995/1995 5 34±10 63±

Risers

Pertengahan musim hujan

1995/1996 1 atas 1200 11 2 bwh. 145±39 37±6

(Sumber: Purwanto, 1994)

Namun demikian dalam Booker

Agricultural International (BAI) kriteria

kapasitas infiltrasi konstan adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Kriteria laju infiltrasi konstan

Kls Kategori Infiltrasi Laju Infiltrasi Konstan (mm/jam) Keteranga n 1 2 3 4 5 6 7 Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat < 1 1-5 5-20 20-60 60-125 125-250 > 250 Non irigasi Perlakuan khusus

(Sumber: Haridjaja, 1990)

(23)

Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian

Lahan Laju Infiltrasi

(mm/jam) Referensi Pertanian 26-32 Agnihorti and Yadav (1995) Pertanian 257-102 Navar and Synnot (2000) Sawah 0,022-0,215 Liu (2001) Sawah 0.024 Susilowati (2004)

Keadaan ini karena perlakuan pada lahan sawah lebih keras (pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan) daripada lahan pertanian.

Lapisan kedap air

Infiltrasi pada lahan sawah selain dipengaruhi oleh sifat fisik tanah juga akan dipengaruhi oleh perlakuan petani terhadap lahan sawahnya seperti pembajakan dan penggaruan baik dengan alat berat, tenaga manusia maupun oleh tenaga hewan. Perlakuan ini membuat lahan sawah akan memiliki lapisan dimana lapisan itu terbentuk dengan sendirinya. Lapisan pada lahan sawah akibat pembajakan biasa disebut dengan lapisan kedap.

Situmorang dan Sudadi (2001) menyebutkan pembentukan lapisan kedap, yaitu suatu lapisan yang padat, ketebalan 5-10 cm, umumnya pada lahan yang telah disawahkan. Dibandingkan dengan tanah permukaan, lapisan kedap mempunyai bobot isi lebih tinggi dan pori total yang lebih rendah dan permeabilitasnya lebih rendah.

Lapisan kedap terbentuk karena beberapa faktor, antara lain:

1. Pemadatan selama pembajakan dalam keadaan basah lapisan olah di atasnya ataupun karena pemadatan lain.

2. Penghancuran agregat akibat pengolahan tanah di atasnya.

3. Dipengaruhi oleh tekstur dan sifat mengembang dan mengkerut tanah. 4. Tanah berlempung halus optimal

untuk pembentukkan tapak bajak. 5. Liat yang terlalu tinggi, tapak bajak

kurang nyata.

6. Pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, lapisan tapak bajak juga tidak nyata terbentuk.

7. kondisi terbaik untuk pemadatan adalah pada tanah-tanah berlempung halus.

Lapisan kedap di satu sisi akan mengganggu, pada musim hujan air yang banyak akan membuat lahan sawah cepat jenuh air dan limpasan permukaan akan cenderung lebih besar namun di sisi lain lapisan kedap ini membantu petani agar perkolasi dapat berkurang khususnya pada saat musim kemarau. Pada lahan sawah, di saat ketersediaan air untuk tanaman berkurang sedangkan tanaman masih membutuhkan air lapisan kedap membantu menahan air dan mencegah air tesedia mendekati keadaan titik layu permanen. Dengan demikian lapisan kedap sangat menguntungkan petani menjaga ketersediaan air untuk tanaman. Susilowati (2004) menyatakan bahwa akibat sawah yang tergenang maka pori-pori tanah berangsur-angsur terisi butir-butir sedimen halus yang terbawa air. Oleh karenanya semakin tua umur sawah semakin kedap tanahnya. Pada umumnya setelah sawah mencapai umur 4 sampai 5 tahun, kekedapan tanah di sawah makin stabil, karena telah terbentuk lapisan kedap air yang sempurna.

III. METODOLOGI 3. 1. Tempat Penelitian

Mikro DAS Cibojong yang merupakan bagian dari sub DAS Cicatih Hulu dan bagian dari DAS Cicatih yang secara administratif masuk ke kecamatan Cidahu, Kabupaten sukabumi dengan luas area 1392 ha. 50% daerahnya didominasi oleh hutan diikuti persawahan 28,71%, pemukiman 7,53%, semak belukar 6,87%, kebun campuran 5,79%, ladang 0,94% dan rumput 0,24%. Dari hasil observasi curah hujan pada tahun 2005, daerah ini memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Februari sebesar 478 mm dan curah hujan rata-rata bulanannya sebesar 292 mm (Pawitan, 2006).

3. 2. Waktu Penelitian

(24)

3. 3. Pengolahan Data

Pengolahan data ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis dan pengolahan data. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Sifat Fisik Tanah, Departemen Ilmu Tanah IPB sedangkan pengolahan data di Laboratorium Hidrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

3. 3. 1. Pengukuran dan Pengambilan Sampel di Lapangan.

Pengukuran infiltrasi dan pengambilan sampel tanah untuk analisis sifat fisik tanah yang meliputi Berat isi, pF, permeabilitas dan tekstur dilakukan di petak sawah beririgasi milik petani setempat yang berada di kampung Cikalong, kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi. Petak sawah yang digunakan meliputi 3 ketinggian, yaitu teras atas, tengah dan bawah.

Ketinggian antara teras atas, tengah dan bawah kurang lebih 2 meter. Jumlah petak yang digunakan sebanyak: 2 petak pada teras atas, 1 petak pada teras tengah dan 2 petak pada teras bawah. Pada masing-masing teras pengukuran dan pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 ulangan.

kondisi lahan pada tiap teras berbeda. Pada teras atas lapisan bawah didominasi oleh kerikil dan batuan berukuran sedang. teras tengah diisi batuan-batuan yang padat pada lapisan bawahnya dan teras bawah berupa padatan tanah yang licin dan halus. Gambar 3. adalah skema pengukuran di tiga ketinggian. Pemilihan lokasi, penentuan teras di setiap ketinggian dan penempatan titik ulangan didasarkan pada kondisi di lapangan.

Pengukuran dan pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali

Gambar 2. Peta lokasi mikro DAS Cibojong

3 2 2

Air irigasi

Atas

Tengah

Bawah

Gambar 3. Sistem teras di mikro DAS Cibojong

1 3

1 2

3

1

(25)

(fase). Setiap fase menunjukkan kondisi lahan serta tekhnik pemberian air dan menggambarkan pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi. Fase 1 di bulan Mei merupakan awal lahan sawah akan ditanami. Pada fase ini akan dilihat proses infiltrasi yang akan terjadi pada lahan yang tergenang/diairi. Fase 2 di pertengahan bulan Juni merupakan fase dimana lahan sawah sudah ditanami padi umur 20 hari setelah semai perakaran tanaman masih sedikit dan lahan sedang dalam masa pelumpuran. Fase 3 di akhir bulan Juli umur padi 49 hari dan biji padi sudah terbentuk dan perakaran tanaman sudah kuat dengan kondisi lahan yang sudah mulai dikeringkan pada fase ini akan dilihat sistem perakaran dan struktur tanah dalam mempengaruhi proses infiltrasi. Fase 4 di pertengahan bulan September adalah fase pada lahan yang sudah melewati masa panen, kondisi lahan tergenang dengan sisa-sisa perakaran dan jerami padi. Penggenangan setelah panen ini untuk memudahkan pengolahan lahan untuk musim tanam berikutnya.

3. 3. 1. 1. Pengukuran Infiltrasi Alat dan perlengkapan

a. Ring infiltrometer ganda b. Ember

c. Penggaris besi

d. Stop Watch

e. Bantalan kayu dan palu f. Alat pemotong rumput g. ATK

h. Papan jalan/ hard board

i. Data sheet

Cara kerja

a. Membersihkan permukaan tanah dari rumput atau serasah yang akan dimasuki ring. Usahakan tanah tidak terganggu.

b. Kemudian memasukan ring bagian dalam ke dalam tanah sekitar 5-10 cm sampai posisi ring stabil. Gunakan bantalan kayu dan palu untuk membantu memasukan ring ke dalam tanah tetapi proses penekanan oleh bantalan kayu dan palu harus hati-hati dan tidak boleh terlalu keras untuk menghindari kerusakan pada ring dan struktur tanah. Begitu pula proses pemasukan ring bagian luar. Lalu tancapkan penggaris besi menempel pada dinding ring dalam.

c. Menuangkan air ke dalam ring. Air yang dituangkan ke dalam dua ring tersebut kurang lebih sama dengan kedalamann yang tetap. Ring bagian luar mencegah peresapan keluar dari air dalam ring bagian dalam setelah meresap ke dalam tanah.

d. Setelah air dituangkan ke dalam ring, Menentukan ketinggian air awal dan akhir pada penggaris besi. Ketika air sudah mencapai ketinggian awal nyalakan

stopwatch dan catat waktunya

sebagai to, tunggu air sampai ke ketinggian akhir dan catat waktunya sebagai t1. lakukan prosedur ini sampai kecepatan turunnya air dari ketinggian awal sampai ketinggian akhir konstan. e. Setelah air di ketinggian akhir

menuangkan air lagi sampai di ketinggian awal, catat waktunya sebagai t2 dan tunggu air sampai ketinggian akhir lalu catat waktunya sebagai t3, begitu seterusnya sampai didapat selisih waktu yang konstan untuk setiap kali penuangan air.

f. Data sheet pengukuran terlampir.

3. 3. 1. 2. Pengambilan sampel tanah utuh Alat dan perlengkapan

a. Ring berupa tabung silinder dari baja stainless yang tajam bagian bawahnya, berukuran tinggi 5,1 cm, diameter luar 5,3 cm dan diameter dalam 5 cm. setiap tabung bernomor dan dilengkapi dengan tutup plastik atas-bawah. Untuk memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan dari lapangan ke laboratorium, serta menjamin keutuhan contoh tanah, disediakan peti khusus yang terbuat dari kayu. b. Pisau tipis dan tajam

c. Sekop

d. Bantalan kayu untuk penekan

Cara kerja

(26)

b. Kemudian menggali tanah di sekeliling tabung dengan sekop/cangkul membentuk parit kecil melingkar, dengan jarak kira-kira 5-10 cm dari ring.

c. Lalu menekan ring dengan bantalan kayu berada di atasnya sampai ¾ bagian masuk ke dalam tanah, kemudian tumpangkan ring kosong yang lain di atas ring yang pertama dan tekanlah sampai bagian bawah ring kedua ini masuk kira-kira sedalam 1 cm.

d. Setelah itu mengangkat dan menggali ring dan tanahnya dengan sekop.

e. Selanjutnya memisahkan ring kedua dari ring pertama secara hati-hati, kemudian potong kelebihan tanah yang menonjol dari ujung-ujung ring dengan pisau tajam sehingga rata dengan permukaan ring. Agar pemotongan tanahnya betul-betul sejajar/rata dengan ring dan untuk menjaga agar pori-pori tanah tidak tertutup, kelebihan tanah yang menonjol dicacah terlebih dahulu, baru diiris sedikit demi sedikit dengan pisau dengan arah pisau sejajar ring.

f. Apabila telah selesai satu sisi, langsung ditutup agar tanah di dalam ring tidak rontok. Kemudian melakukan pemotongan pada sisi yang kedua, dan segera menutup pula.

g. Selanjutnya Menulis label tentang informasi lokasi dan kedalaman pengambilan contoh tanah pada tutup ring, kemudian masukkan contoh tanah ke dalam peti.

h. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan pada tanah dalam kondisi kapasitas lapang. Kalau tanah terlalu kering dapat dilakukan penyiraman dahulu sehari sebelumnya. Apabila tanahnya keras maka ring dimasukan dengan cara: di atas ring diberi bantalan kayu dan dipukul perlahan-lahan. Masukkan ring ke dalam tanah harus tetap tegak lurus dan tidak goncang.

3. 3. 1. 3. Pengambilan Sampel Tanah Terganggu

Alat dan Perlengkapan

a. Sekop atau cangkul

b. Untuk contoh tanah terganggu, contoh tanah dapat langsung dimasukkan ke dalam kantong plastik. Untuk tujuan penetapan kadar air tanah yang sesuai dengan keadaan waktu pengambilan, diperlukan tempat yang dapat tertutup rapat.

Cara Kerja

a. Menggali tanah sampai kedalaman atau lapisan yang diinginkan. Untuk keperluan tanaman semusim tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm.

b. Mencatat lokasi dan kedalaman pengambilan, beri label pada kantong plastik.

3. 3. 2. Analisa Data dan Sampel Tanah di Laboratorium

Analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi:

1. Penentuan Laju infiltrasi (Double Ring Infiltrometer)

2. BI dan porositas (gravimetri)

3. Permeabilitas (bathing - perendaman dan penirisan)

4. Tekstur (hidrometer)

5. pF (presuure plate apparatus dan

pressure membrane apparatus)

Data infiltrasi yang didapat dari lapang sebanyak 9 data untuk setiap fase pengukuran dan untuk empat fase data yang diperoleh sebanyak 36 data.

Penilaian terhadap sifat fisika tanah, merupakan bagian dari evaluasi kesuburan tanah. Untuk mendapatkan data hasil analisis sifat fisika tanah yang akurat, diperlukan contoh tanah yang mewakili areal di lapangan dengan cara pengambilan, pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang benar.

Contoh tanah untuk analisis sifat fisika tanah terdiri atas, yaitu: (1) contoh tanah utuh/ tak terganggu (undisturbed soil

sample), digunakan untuk analisis berat isi (

(27)

untuk satu kali pengukuran sebanyak 45 ring; kurva pF (3 kali pengukuran pada kedalaman 0-30 di tiap-tiap ketinggian). Dibutuhkan 9 ring; dan permebilitas (3 kali pengukuran pada kedalaman 0-30 di tiap-tiap ketinggian). Dibutuhkan 9 ring; (2) contoh tanah terganggu (disturbed soil

samples), untuk analisis tekstur dan kadar

air.

3. 3. 2. 1. Infiltrasi

Data infiltrasi yang didapatkan dari pengukuran dengan metode Double Ring

Infiltrometer merupakan data laju infiltrasi

yang konstan. Nilainya didapat pembagian tinggi muka air dalam mm dibagi dengan waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan tinggi muka air tersebut dalam detik sehingga menghasilkan satuan dalam mm/detik. Selanjutnya satuan tersebut akan dirubah ke mm/jam agar memberikan nilai yang lebih rasional. Persamaan yang digunakan menurut Horton (Bedient dan Huber, 2002):

(

) (

)

kt c o

c

f

f

e

f

f

=

Dimana:

f : Kapasitas infiltrasi (mm/jam) fo : Kapasitas infiltrasi awal (mm/jam) fc : Kapasitas infiltrasi konstan (mm/jam) k : Parameter tanah (konstanta)

t : Waktu (jam) e : Bilangan alam

3. 3. 2. 2. Berat Isi dan Porositas

Berat isi adalah bobot kering satu satuan volume tanah dalam keadaan utuh. Satuan bobot isi tanah biasa dinyatakan dalam g/cm3. nilai berat isi tanah dapat digunakan untuk menduga bahan penyusun tanah (bahan mineral dan bahan organik) dan kepadatan tanah. Tanah-tanah padat mempunyai berat isi tinggi dan sebaliknya tanah gembur memiliki berat isi yang rendah. Analisis berat isi menggunakan metode gravimetri, berikut tahap pekerjaannya:

a. Langkah pertama menimbang contoh tanah utuh dengan ringnya, misal A g.

b. Kemudian ambil contoh tanah dari dalam tabung ± 20 g untuk penetapan kadar air.

c. Selanjutnya membersihkan ring lalu menimbangnya, misal B g.

d. Menetapkan kadar air contoh tanah yang diambil (butir 2), misal C%. e. Lalu mengukur diameter dalam

tabung, misal D cm.

f. Diukur juga tinggi tabung, misal T cm.

g. Terakhir menghitung berat isi dengan cara berikut:

- Hitung bobot tanah lembab = (A-B) g.

- Hitung bobot tanah kering dengan rumus: 1 + = KA BL BK

BK = Bobot tanah kering BL = Bobot tanah lembab KA = Kadar air =

100

C ,

Jadi:

(

)

(

)

⎟⎟⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = 1 100 / C B A BK Volume tabung:

( )

cm D T

V =Π× ×

2 2 3 3 /cm g V BK BI= % 100

1 ⎟×

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = BJP BI RPT

h. Porositas ditentukan dari persamaan:

100 65

, 2

1 ⎟⎟×

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − BI

3. 3. 2. 3. Permeabilitas

Permeabilitas adalah kecepatan air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Nilai permeabilitas suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang mempunyai nilai permeabilitas kecil. Tahap pekerjaannya sebagai berikut:

a. Mengambil contoh tanah dari lapang dengan tabung kuningan. b. Selanjutnya contoh tanah dengan

(28)

setinggi 3 cm dari dasar bak selama 24 jam. Maksud peredaman ialah untuk mengeluarkan semua udara dalam pori-pori tanah, sebab permeabilitas ini ditetapkan dalam keadaan jenuh. Untuk membuat jenuh tanah berat, diperlukan waktu lebih dari 24 jam.

c. Setelah peredaman selesai, contoh tanah dengan tabungnya dipindahkan ke alat penetapan permeabilitas, kemudian air dari kran dialirkan ke alat tersebut. d. Jika tanah diletakan pada alat pukul

9 pagi, maka pengukuran pertama dilakukan pada pukul 15 sampai 16, pengukuran kedua pukul 16 sampai 17, pengukuran ketiga pukul 9 sampai 10 hari kedua, pengukuran keempat pada pukul 9 sampai 10 hari ketiga dan pengukuran kelima pada pukul 9 sampai 10 hari keempat. Yang diamati pada setiap pengukuran ialah banyaknya volume air yang keluar setelah melalui massa tanah selama satu jam.

e. Setelah selesai kemudian merata-ratakan nilai kelima pengukuran tadi.

f. Terakhir, menghitung nilai permeabilitas menggunakan persamaan Darcy, data-datanyanya diperoleh dari hasil pengukuran.

A l h L t Q

K= × ×

Dimana, K = permeabilitas (cm/jam), Q = banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml), t = waktu pengukuran (jam), L = tebal contoh tanah (cm), h = water head, ialah tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm), A = luas permukaan contoh tanah (cm2).

3. 3. 2. 4. Tekstur

Tekstur adalah susunan relatif dari tiga ukuran butir tanah, yaitu pasir (berukuran 2 mm – 50 µm), debu (50 µm – 2 µm) dan liat (< 2 µm).

Analisis tekstur tanah sangat penting untuk mengetahui laju infiltrasi. Karena masuk tidaknya air ke dalam tanah akan sangat ditentukan oleh tekstur tanah itu sendiri. Tahap pekerjaan sebagai berikut:

a. Menimbang 50 gr tanah kering udara yang lolos saringan 2 mm (100 gr bila tanah banyak mengandung pasir), dan dimasukkan ke dalam gelas piala 1 liter.

b. Menambahkan 50 ml natrium heksametafosfat 5% dan 100 ml air destilata, aduk rata dan biarkan selama 30 menit.

c. Selanjutnya memindahkan secara kuantitatif ke dalam tabung milk

shaker dan dikocok selama 15

menit.

d. Lalu memindahkan secara kuantitatif ke dalam gelas ukur 1 liter dengan ditambahkan air destilata sampai volume air mencapai 1 liter.

e. Gelas ukur selanjutnya dimasukkan ke dalam bak air biarkan dalam beberapa menit agar suhunya sama dengan suhu air bak.

f. Lalu mengaduk dengan pengaduk tekstur 20 kali, pada akhir pengadukkan catat waktu dan masukkan hidrometer, setelah 40 detik hidrometer dibaca, catat sebagai pembacaan I (H1).

g. Kemudian mengangkat hidrometer, catat suhu dalam bak air (T1). h. Selanjutnya membiarkannya 180

menit, lalu masukkan kembali hidrometer dan baca, catat sebagai pembacaan II (H2), angkat hidrometer, catat suhu air bak (T2). i. Bacaan I (H1) adalah bobot pasir

dan liat dan bacaan II (H2) adalah bobot liat.

Hasil pengukuran harus dikoreksi dengan standar 68ºF, untuk setiap kenaikkan tiap derajat Fahrenheit harus ditambah 0,2 satuan pada bacaan hidrometer, demikian pula sebaliknya untuk setiap penurunanan 1ºF dari 68º harus dikurangi dengan 0,2 satuan pada bacaan hidrometer. Hindarkan bekerja pada suhu yang ekstrim (100º F atau 150º F) juga bacaan hidrometer harus dikurangi 2,0 satuan untuk kompensasi pengembangan natrium heksametafosfat.

Untuk menentukan persen pasir, liat dan debu dipakai persamaan:

(

)

[

]

% 100 0 , 2 68 2 , 0

% = − 1− 1− − ×

(29)

(

)

[

]

% 100 0 , 2 68 2 , 0

% = 2− 2− − ×

BKM T H liat pasir liat

debu 100 % %

% = − −

Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3. 2. 5. pF

pF ialah logaritma dari tegangan air tanah yang dinyatakan dalam sentimeter tinggi kolom air. Pori-pori dalam suatu masa tanah merupakan rongga-rongga diantara partikel-partikel tanah yang dapat berisi air atau udara. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah. Semakin tinggi kadar air tanah, maka semakin rendah pori-pori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya. Untuk mengetahui distribusi pori dalam tanah di tetapkan kurva pF, yaitu suatu kurva yang menyatakan hubungan antara kandungan air tanah dengan pF. Tahap pekerjaannya sebagai berikut:

a. Mengambil tanah dari lapang dalam ring setebal 1,5 cm di bagian tengah ring

b. Kemudian membaginya menjadi 3, masing-masing untuk pF 1 (tekanan 10 cm air), pF 2 (tekanan 100 cm air), dan pF 2,54 (tekanan 1/3 atm). Untuk pF 4,2 (tekanan 15 atm) digunakan contoh tanah kering udara berukuran < 2 mm.

c. Tanah untuk penetapan pF 1, 2 dan 2,54 diletakan diatas piringan

(plate) dalam pressure plate

apparatus, sedangkan tanah untuk

penetapan pF 4,2 diletakan diatas piringan dalam pressure membrane apparatus.

d. Memenuhi contoh tanah ini dengan air sampai berlebihan. dibiarkan selama 48 jam.

e. Menutup alat rapat-rapat, kemudian diberikan tekanan sesuai dengan pF yang dikehendaki.

f. Keseimbangan tercapai setelah kira-kira 48 jam tekanan-tekanan tersebut bekerja.

g. Setelah keseimbangan tercapai keluarkan contoh tanah tersebut untuk ditetapkan kadar airnya. h. Terakhir membuat kurva pF pada

excel, kandungan air sebagai absis dan pF sebagai ordinat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Parameter dan Kurva Infiltrasi Parameter Infiltrasi

Dari hasil pengukuran laju infiltrasi selama 4 fase pertumbuhan tanaman padi, dapat diduga parameter-parameter infiltrasinya (Tabel 8.). Nilai setiap parameter sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah sawah terutama permeabilitas, porositas dan tekstur. Pada setiap fase laju infiltrasi juga akan bergantung dari kondisi lahan dan pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi.

Dari data pengukuran dapat diketahui laju infiltrasi rata-rata terbesar terjadi pada fase 3 di teras tengah sebesar 1065,2 mm/jam (Tabel 8.) kondisi lahan pada fase ini dalam keadaan kering dan umur tanaman padi sudah mencapai 49 hari. Selain lahan yang kering, perakarannya pun sudah cukup untuk membuka ruang pori dalam tanah.

Tabel 8. Parameter infiltrasi

Fase 1 Teras fo

mm/jam fc mm/jam t jam K

A 537,3 140,7 65173 0,612

T 15,6 2191

B 179,0 76,0 3383 0,908

Fase 2

A 3,3 6565

T 1,9 5593

B 16,7 4362

Fase 3

A 743,2 367,0 1235 0,454

T 2886,0 1065,2 1660 0,822

B 300,3 120,9 2492 0,784

Fase 4

A 19,3 1830

T 27,4 20,1 2921 1,061

B 10,1 1819

Catatan: t adalah waktu pada saat laju infiltrasi konstan.

(30)

Dengan adanya pemupukan pori-pori tanah akan terisi oleh pupuk dan terjadi pemampatan tanah oleh pupuk sehingga proses infiltrasi menjadi lebih terganggu dan menghasilkan laju infiltrasi yang kecil dibandingkan dengan fase-fase yang lain.

Pada Tabel 8. ada beberapa kolom yang kosong. Kosongnya kolom tersebut dikarenakan infiltrasi sudah dalam keadaan konstan atau sudah mencapai kapasitas infiltrasi, sehingga f = fo = fc. Konstannya nilai infiltrasi disebabkan oleh lahan yang sudah jenuh.

[image:30.612.333.506.125.699.2]

Pada saat infiltrasi sudah dalam keadaan konstan, maka dapat ditentukan juga kelas infiltrasinya.

Tabel 9. Kelas infiltrasi konstan rata-rata pada 4 fase

Laju & Kelas infiltrasi konstan (mm/jam)

Level

Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Atas Cepat Lambat Sangat Cepat Agak Lambat Tengah Agak

Lambat Lambat

Sangat

Cepat Sedang

Bawah Agak Cepat

Agak

Lambat Cepat

Agak Lambat

Liu (2001) menyebutkan bahwa laju infiltrasi awal di lahan sawah pada kondisi kering akan lebih besar dan perbedaannya akan signifikan pada saat lahan sawah itu sedang berada dalam kondisi yang lain, seperti penggenangan dan pelumpuran.

Kondisi teras yang berbeda pada tiap ketinggian membuat pergerakan air dari teras atas ke teras tengah lalu ke teras bawah tidak terlihat, sehingga laju infiltrasi tiap teras tidak saling berhubungan. Hal ini disebabkan posisi bawah pada masing-masing teras. Posisi bawah di teras atas dan tengah diisi oleh batuan-batuan yang padat membuat pergerakan air di dalam tanah terhambat akibatnya air bergerak ke teras bawah hanya melalui limpasan permukaan.

Kurva infiltrasi

Untuk mengetahui lebih jelas laju infiltrasi di tiap teras dan fase disajikan melalui kurva infiltrasi pada Gambar 4, 5, 6, dan 7. yang mewakili teras dan fasenya.

Gambar 4. merupakan kurva infiltrasi terhadap waktu pada fase 1, di tiap

teras. Pada fase ini terlihat variasi dari tiap teras, infiltrasi terbesar pada teras atas diikuti teras bawah kemudian teras tengah. Variasi ini disebabkan oleh faktor

pelumpuran dan kejenuhan lahan. Di level atas dan bawah pelumpuran tidak begitu dalam, yaitu ± 15 cm pada teras atas dan ± 20 cm pada teras bawah, sedangkan pada

Gambar 4. Infiltrasi pada fase 1

Gambar 5. Infiltrasi pada fase 2

Teras Atas U1

0 100 200 300

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

waktu (dtk) inf ilt ra s i ( m m /ja m )

Teras Tengah U2

0 100 200 300

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m )

Teras Bawah U3

0 100 200 300

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Waktu (dtk) Inf ilt ra s i ( m m /ja m )

Teras Atas U2

0 25 50

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m )

Teras Bawah U3

0 25 50

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

[image:30.612.132.305.285.373.2]
(31)
[image:31.612.132.302.76.504.2]

Gambar 6. Infiltrasi pada Fase 3 teras tengah pelumpuran mencapai 26 cm. Pelumpuran menyebabkan lahan menjadi basah, semakin berlumpur lahan semakin jenuh karena kandungan air pada lahan semakin besar.

[image:31.612.332.505.76.497.2]

Pada Gambar 5. infiltrasi yang terukur hanya pada dua teras, yaitu teras atas dan bawah. Pada pengukuran infiltrasi fase 2, proses pengukuran lebih lama dari proses pengukuran infiltrasi fase 1. Pada fase 2 satu kali ulangan membutuhkan waktu 4-5 jam itupun pemberian air pada ring dalam tidak lebih dari 4 kali. Dari Gambar 5. tidak lebih dari 4 data yang bisa diambil. Hal ini menunjukan tanah sudah mencapai kapasitas infiltrasi.

Gambar 7. Infiltrasi pada Fase 4

Pada pengukuran infiltrasi fase 3, padi pada lahan sawah sudah berumur kurang lebih 49 hari setelah semai dimana biji-biji pada tanaman padi sudah terbentuk namun masih hijau dengan jarak tanam padi 20 cm. Data yang dihasilkan dari pengukuran ini terlihat pada Gambar 6. dimana laju infiltrasi terbesar terjadi di teras tengah diikuti teras atas kemudian bawah.

Perlakuan pada lahan di teras atas sama dengan teras bawah, yaitu sebagian kering, sebagian basah dan sebagian lagi tergenang. Sedangkan pada teras tengah lahan sebagian besar kering. Secara kebetulan titik-titik pengukuran pada teras atas dan tengah mewakili semua kondisi lahan tapi untuk teras tengah titik

pengukuran tepat berada pada lahan yang kering.

Teras Atas U3

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600

0 1000 2000 3000 4000

Waktu (dtk) In filt ra s i (mm /j am )

Teras Tengah U1

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600

0 1000 2000 3000 4000

Waktu (dtk) In filt ra s i (mm /j am )

Teras Bawah U1

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600

0 1000 2000 3000 4000

Waktu (dtk) In filt ra s i (mm /j am )

Teras Atas U1

0 25 50

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m )

Teras Tengah U3

0 25 50

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m )

Teras Bawah U2

0 25 50

(32)

Pada fase ini perakaran tanaman padi sudah bisa membuka ruang pori tanah sehingga air bisa dengan mudah terinfiltrasi.

Fase 4 (Gambar 7.) merupakan fase pengukuran terkahir. Pada fase ini data yang dihasilkan dari masing-masing teras tidak berbeda jauh dengan fase 1 dan fase 2. Pengukuran infiltrasi fase 4 dilakukan setelah sawah panen dengan asumsi keadaan lahan kering kerontang. Namun yang terjadi adalah kondisi lahan basah seperti pada pengukuran fase 1. Pada fase 4 ini sawah oleh petani setelah panen langsung diairi dengan alasan agar keadaan lahan tetap basah dan mudah untuk diolah, hal ini dilakukan karena air yang setiap saat tersedia. Fase 4 lahan sawah menyisakan sisa-sisa perakaran dan jerami padi sehingga mengganggu proses pengukuran infiltrasi

Variasi infiltrasi pada setiap fase dan level di salah satu lahan sawah di wilayah mikro DAS Cibojong memperlihatkan bahwa infiltrasi dapat dipengaruhi oleh masa pertumbuhan tanaman khususnya sistem perakaran, kondisi lahan (pelumpuran) dan sisa-sisa perakaran dan jerami setelah panen. Data hasil pengukuran infiltrasi selama 4 fase terlampir.

4. 2. Pengaruh Sifat Fisik Tanah terhadap Laju Infiltrasi

Porositas, permeabilitas, dan tekstur

Sifat fisik tanah yang paling dominan dalam mempengaruhi proses infiltrasi adalah porositas, permeabilitas, dan tekstur.

Ruang pori yang terdapat dalam tanah sangat menentukan pergerakan ai

Gambar

Gambar 1. Proses infiltrasi dalam siklus  hidrologi
Gambar 1. Proses infiltrasi dalam siklus  hidrologi
Tabel 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah
Tabel 6. Kriteria laju infiltrasi konstan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian, respon tanaman jeruk terhadap ketiga jenis pupuk tersebut masih belum diketahui, sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui respon

Cement Treated Sub Base adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi atas dan tanah dasar yang berfungsi sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk

Dengan hand gesture recognition dan menggunakan metode convexhull algorithm pengenalan tangan akan lebih mudah hanya dengan menggunakan kamera, hanya dengan hitungan detik aksi

Dari penelusuran pustaka dan observasi lapangan, ternyata lampion telah menjadi produk industri yang cukup menjanjikan.Bentuk dan fungsi lampion sudah tidak terpaku pada

3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh

Setelah lokasi disiapkan dan transek telah terpasangi/tersusun; segera diambil foto dokumentasi dengan prosedur; Foto dokumentasi diambil pada 5m, 25m, 45m kuadrat pada tiap transek;

Kawasan pengembangan dalam struktur tata ruang Kabupaten Bima. ditentukan berdasarkan kependudukan, kondisi fisik, dan

Hubungan Antara Usia, Indeks Massa Tubuh Dan Tekanan Darah Dengan Kadar Gula Darah Pada Lansia Di Desa Baturan Kecamatan Colomadu (Doctoral dissertation,