• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terassering di Desa Huta Hoatang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terassering di Desa Huta Hoatang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Adimiharja, A., Harjowiegeno, S ., Muzakkir , A., Hartatik, W., 2004. Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Pusat penelitian dan pengembangan pertanian department pertanian.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Buringh, P. 1993. Pengantar pengajian tanah-tanah wilayah tropika dan sub tropika.Diterjemahkan oleh T.Notohadiprawiro. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Darma, D., S. Yasin dan T. Masunaga. 2011. Nutrients movement characteristic in terrace sawah occupied by cascade irrigation system in West Sumatra Indonesia. J. of Ecology and the Natural Environment Vol. 3(4).139-148. Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar – dasar Teori Bagi Penelitian

Tanah dan Pelaksanaan Penelitian. UGM Press, Yogyakarta.

Forth, H,D., 1988. Fundamental of soil science Diterjemahkan oleh E Purbayanti D.R. Lukito, dan Trimulastsih, 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Grant, G. J. 1965. Soil characteristics associated with the wet cultivation of rice. p.15-28. In IRRI (Ed.). The Mineral Nutrition of the Rice Plant. John Hopkin Press, Baltimore, Maryland.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo, Jakarta.

Hardjowigeno S, Subagyo H, Rayes ML. 2004. Morfologi dan klasifikasi tanah sawah. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm 1-36.

(4)

Kustantini, D. 2014. Pentingnya Konservasi Tanah Pada Pengelolaan Kebun Sumber Benih Kopi. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP). Surabaya.

Marpaung, P., 2015. Genesis dan Taksonomi Tanah, Practice Guide Book. Laboratorium Mineralogi dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rayes.M.L.,Subagyo H.,dan Hardjowigeno, S.2004. MOrfologi Dan Klasifikasi Tanah Sawah.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Rayes, M. L. 2006. Deskripsi Profil Tanah di Lapangan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Prasetyo,H.H.,J. Sri Adinigsih, K. Subagyono, dan R.D.M. Simanungkalit. 2004. Mineralogi, Kimia, dan Biologi Tanah Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Soil Survey Staff, 1975. Soil Taxonomy. Soil Conservation Service U.S. Department of Agriculture, Wahington D.C, USA

Salim, E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.

Soil Survey Staff, 2014. Soil Taxonomy. Soil Conservation Service U.S. Department of Agriculture, Wahington D.C, USA

Tan, K. H. 1968. The genesis and characteristics of paddy soils in Indonesia Institute Pertanian Bogor.

Tan, K. H., 1998. Andosol. Kapita Selekta With Extended English Summary. Program Studi Ilmu Tanah. Program Pasca Sarjana. USU. Medan

(5)

BAHAN DAN METODE

Waktu Dan Tempat Percobaan

Survei ini di laksanakan di desa Huta Hotang Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian ± 1300 meter diatas permukaan laut yang di laksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2016. Analisis tanah di lakukan di Laboratorium Socfindo.

Bahan dan alat

Bahan yang di gunakan pada penelitian ini adalah Sampel tanah yang diambil dari setiap horison pada masing-masing profil tanah serta bahan-bahan yang akan digunakan untuk analisis di laboratorium.

Peralatan yang di gunakan adalah GPS, meteran, klinometer buku Munsell Soil Colour Chart, Buku Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Keys to Soil Taxonomy

2014) kantong plastik kertas label cangkul, parang pisau pandu, spidol, alat tulis

serta peralatan laboratorium untuk analisis tanah. Metode penelitian

Penelitian bersifat deskriptif dengan metode survei, dimulai dengan melakukan survei pendahuluan (pra survey) untuk menentukan lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan survei utama untuk pengamatan morfologi pada masing-masing profil yang di buka pada bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah lahan. Pengamatan profil tanah berdasarkan dari buku pedoman petunjuk teknis pengamatan tanah dari balai penelitian tanah (2004)

(6)

tempat, dan letak geografis dimasukkan ke dalam formulir isian profil, selanjutnya dideskripsikan.

Sampel tanah diambil pada setiap horison atau lapisan tanah untuk dianalisis sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium. Adapun data analisis laboratoium yang akan di dapatkan adalah nilai Tekstur Tanah, pH (H2O), pH

(KCl), C-Organik, N-total, Fe-total, Al-dd, KTK, dan kejenuhan basa.

Kajian karakteristik fisik dan kimia tanah pada masing-masing profil di setiap profil dilakukan untuk klasifikasi berdasarkan Buku Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Keys to Soil Taxonomy 2014). Klasifikasi yang akan lakukan adalah :

a. Epipedon

b. Horizon bawah penciri c. Ordo tanah

[image:6.595.101.478.538.663.2]

d. Sub ordo e. Great group f. Sub group

Gambar 1 : Skema pembuatan profil

90 m 112 m

1195 m dpl

1180 m dpl

1172 m dpl Profil 1

Profil 2

Profil 3

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengalian profil tanah di lakukan di desa Huta Hotang kecamatan Onan runggu kabupaten samosir pada ketinggian meter 1172 sampai 1195 meter di atas permukaan laut pengalian tanah sawah terrassering di buat pada tiga bagian yaitu pada bagian atas , bagian tengah dan pada bagian bawah sawah terrasering dan jarak antara profil tanah atas dengan profil tanah tengah adalah 112 m, jarak antara profil tengah dengan profil bawah adalah 90 m. Penggunaan lahan sawah pada daerah lokasi penelitian adalah lahan sawah yang di sawahkan satu kali dalam setahun.

(8)

Tabel 1. Deskripsi profil P1 (Atas)

Lokasi : Desa Huta Hotang , Kec. Onan Runggu, Kab. Samosir Kode : Profil 1 (Atas)

Koordinat : N 495478.4 E 277123.2 Elevasi :1195 m dpl Kedalaman efektif : 88 cm

Penggunaan Lahan : Lahan Sawah tanaman padi Epipedon : Okrik,

(9)
[image:9.595.111.513.82.550.2]

Gambar 2: Profil 1

Horizon Kedalaman Sifat Morfologi

Apg 0-65cm Gley (gley 1 6/10Y), tekstur lempung berdebu ,

strktur granular, konsistensi gembur,

perakaran halus dan sedang banyak , batas lapisan baur, terdapat batu-batu kecil sampai dengan sedang, karatan tergolong biasa.

Bg 65-97/117 cm

Gley (gley 1 6/10Y) tekstur lempung berdebu,

struktur granular, konsistensi teguh, perakaran halus sedikit,

batas lapisan baur, terdapat batu-batu kecil sampai dengan sedang, karatan tergolong biasa.. Cg

97/117-118/134 cm

gley (gley 1 8/5 Y) tekstur lepung liat berdebu, struktur pejal, konsistensi ekstrim teguh,batas lapisan nyata, proses iluviasi terlihat jelas pada bagian bawah horizon.

C

118/134-150 cm

(10)
[image:10.595.112.548.113.325.2]

Table 2. Hasil Analisis Laboratorium Profil 1

Horison Tekstur C

-organik N

P

-total KTK Al-dd Fe

-total KB

pH H2O

pH KCL

Apg lempung

berdebu 0.39 0.12 87.3 10.41 0.06 1.2 71.7 5.11 4.37

BA lempung

berdebu 0.31 0.14 89.1 12.48 0.34 1.09 70.9 6.58 5.88

Cg

lempung liat berdebu

0.46 0.04 915 12.08 0.06 1.25 76.9

9% 4.48 3.95

C lempung

berdebu 0.5 0.04

1002

.6 11.27 1.23 1.47

90.4

2% 3.56 3.07

Dari hasil penelitian, didapati bahwa epipedon pada profil satu (teras atas) tergolong epipedon okrik kerana memiliki value warna lebih besar dari 4 pada saat lembab, selain itu lapisan ini juga mencakup horizon organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik

(11)

Table 3. Deskripsi profil P2 (tengah)

Lokasi : Desa Huta Hotang, Kec. Onan Runggu, Kab. Samosir Kode : Profil 2 (Tengah)

Koordinat : N 495492.3 E 277045.5 Elevasi :1180 mdpl Kedalaman efektif : 78 cm

Penggunaan Lahan : Lahan Sawah Tanaman Padi Epipedon : Okrik,

(12)
[image:12.595.106.514.79.662.2]

Gambar 3: Profil 2 Horizon kedalaman Morfologi Ap 0-18/20

cm

Gley (gley 1 5/10y ) tektur lempung, struktur granular, konsistensi lepas, perakaran halus dan sedang banyak, batas lapisan baur, terdapat batu- batu kecil sedikit, kadar karatan tergolong biasa

A2p 18/20 – 36/53 cm

gley (gley 1 4/10Y) tekstur lempung, struktur granular, konsistensi sangat gembur, perakaran sedang sedikit , batas lapisan baur terdapat batu-batu ukuran kecil sedikit, kadar karatan tergolong biasa.

Bg 36/53 – 63/64 cm

gley (gley1 7/5 gy) tektur lempung, struktur granular, konsistensi lepas. Perakaran halus sedikit, batas lapisan baur , terdapat batu-batu kecil sampai dengan sedang sedikit , kadar karatan tergolong biasa.

B2g 63/64 – 88/123 cm

gley (gley 1 6/10 Y ) tekstur lempung liat berdebu, struktur granular konsistensi lepas, perakaran halus sedikit, batas lapisan ansur. Terdapat batu-batu kecil sedikit, kadar karatan tergolong banyak

Bc 88/123 – 150 cm

(13)
[image:13.595.107.554.112.324.2]

Table 4. Hasil Analisis Laboratorium Profil 2

Horison Tekstur c-organik N p-total KTK Al-dd

Fe-total KB

pH H2O

pH KCL

Apg lempung 0.66 0.1 1023.7 7.8 0.11 0.96 83.7 5.11 4.55

Ap2g lempung 0.58 0.09 1107.8 9.2 0.17 1.09 86.5 5.47 4.59

Bg lempung 0.66 0.08 545.6 9.9 0.13 1.2 83.9 5.63 4.83

B2g

lempung liat berdebu

0.15 0.09 118.6 11.8 0.23 1.18 80.1 5.95 4.8

BCg lempung 0.39 0.06 1013.9 11.1 0.02 1.14 82.5 6.15 5.12

Dari hasil penelitian, didapati bahwa epipedon pada profil satu (teras atas) tergolong epipedon okrik kerana memiliki value warna lebih besar dari 4 pada saat lembab, selain itu lapisan ini juga mencakup horizon organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik

(14)

Table 5. Deskripsi profil (bawah)

Lokasi : Desa Huta Hotang , Kec. Onan Runggu, Kab. Samosir Kode : Profil 3 (bawah)

Koordinat : N 495582.9 E 277041.1 Elevasi : 1172 mdpl Kedalaman efektif : 62cm

Penggunaan Lahan : Lahan Sawah tanaman padi Epipedon : Okrik,

(15)
[image:15.595.104.516.58.726.2]

Gambar 4: Profil 3 Horizon Kedalaman Morfologi

Apg 0-5/7 cm gley (gley 1 4/10 y) tekstur lempung berdebu, struktur granular, konsistensi lepas, perakaran halus sampai dengan sedang banyak, batas lapisan baur, terdapat karatan yang tergolong sangat sedikit. Ap2g 5/7-39/43

cm

gley (gley 1 4/10 Y) tekstur lempung liat berdebu, struktur granular, konsistensi lepas, perakaran halus sampai dengan sedang banyak, batas lapisan baur, terdapat karatan yang tergolong sedikit

Bg 39/34-

52/76 cm

gley (gley 1 5/10 y) tekstur lempung liat berdebu, struktur granular, konsistensi teguh, perakara halus sedikit, batas lapisan baur, terdapat karatan yang tergolong biasa.

B2g 52/76- 79/90 cm

gley (gley 1 4/5 gy) tekstur lempung liat berdebu, struktur granular , konsistensi sangat teguh , perakaran halus sedikit, batas lapisan baur, terdapat karatan yang tergolong biasa.

B3g 79/90 – 125/129 cm

gley (gley 1 6/10 gy) tekstur lempung berliat, srtuktur granular konsistensi teguh , batas lapisan baur, terdapat karatan yang tergolong biasa. B4g 1125/129-

150 cm

(16)
[image:16.595.78.554.115.331.2]

Tabel 6. Hasil analisis Laboratorium Profil 3

Horison Tekstur c-organik N

p-total KTK Al-dd

Fe-total KB

pH H2O

pH KCL

Apg lempung

berdebu 1.32 0.12 83.12 11.83 0.04 1

33.98

% 4.97 3.95

Ap2g lempung liat

berdebu 0.6 0.13 89.42 13.46 0.11 1.18

71.40

% 5.39 4.49

Bg lempung liat

berdebu 0.15 0.09 88.96 14.17 0.32 1.29

77.35

% 6.07 5.24

B2g lempung liat

berdebu 0.5 0.08 90.77 15.3 0.04 1.36

77.52

% 6.22 4.97

B3g lempung

berliat 0.15 0.06 88.04 12.43 0.02 1.09

78.76

% 6.27 4.92

B4g lempung liat

berdebu 0.39 0.06 83.03 14.86 0.17 0.98

78.94

% 5.92 4.62

Dari hasil penelitian, didapati bahwa epipedon pada profil satu (teras atas) tergolong epipedon okrik kerana memiliki value warna lebih besar dari 4 pada saat lembab, selain itu lapisan ini juga mencakup horizon organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik

Termasuk horizon bawah penciri (endopedon) kambik karena merupakan horizon B yang mengalami alterasi, tidak memiliki kombinasi kondisi aquik di dalam 50 cm dari permukaan tanah dan memiliki nilai value dan kroma yang besar serta memiliki kandungan liat yang lebih tinggi berbanding lapisan yang terletak di bawahnya atau lapisan yang berada di bawahnya

Pembahasan

(17)

dan endopedon merupakan sifat penciri dalam menentukan klasifikasi tanah. Maka di peroleh ordo tanah Inceptisol.

Dari hasil data iklim maka di peroleh bahwa ketiga profil tersebut memiliki rejim kelembapan Udik karena penampang profil tanah tidak kering di sebarang bagiannya, selama 90 hari kumulatif yang merupakan salah satu pembeda dalam menentukan subordo. Sehingga termasuk ordo Tanah Inceptisol yang memiliki sifat subordo Udept

Dari hasil penelitian didapati bahwa pada ketiga profil tanah tersebut termasuk dalam grup Eutrudept karena memiliki kejenuhan basa lebih dari 60 persent pada kedalaman antara 25-75 cm dari permukaan tanah.

Dari hasil penelitian didapati bahwa pada ketiga profil tanah tersebut termasuk dalam sub-grup typic Eutrudept karena memiliki sifat grup Eutrudept yang lain.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tanah sawah yang di bentuk pada lahan miring menggunakan terassering menunjukan adanya perbedaan tanah secara morfologi. Ini dapat dilihat pada profil atas dapat di temukan horison C pada kedalaman 97 cm sedangkan pada profil tengah dan bawah belum dijumpai lapisan tersebut pada kedalaman yang sama.

(18)

Hasil penelitian menunjukan bahwa lahan sawah pada lokasi penelitian tidak terdapat lapisan tapak baja pada profil tanah atas, tengah dan bawah yang merupakan ciri khas dari tanah sawah. Penggunaan lahan yang kurang intensif yakni satu kali dalam setahun dan pengolahan lahan yang masih manual sehingga lapisan tapak baja tidak terbentuk hal ini sesuai dengan literature Grant (1965) mengemukakan bahwa dengan pengolahan tanah sawah secara manual dengan bajak, pada tanah bertekstur sedang, lapisan tapak bajak yang cukup berkembang, dapat terbentuk dalam jangka waktu 200 tahun penyawahan.

(19)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasrkan toposekuen tanah profil atas, profil tengah dan profil bawah lahan sawah terassering:

1. Klasifikasi tanah sawah terassering pada ketiga profil atas tengah dan bawah di peroleh ordo Inceptisol, sub ordo Udept, grup Eutrudept dan sub grup Typic Eutrudept

2. Semakin menuruni lereng maka solum tanah sawah terassering semangkin dalam.

3. Tidak terdapat lapisan tapak baja pada profil atas, tengah dan bawah.

Saran

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Toposekuen

Secara umum kemiringan lereng menurut Hardjowigeno (1993) berpengaruh terhadap ketebalan solum tanah, ketebalan bahan organik pada horizon A, kandungan air tanah, warna tanah, tingkat perkembangan horizon itu sendiri, reaksi tanah, serta sifat dari bahan induk.

Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng pada suatu sekuen lereng. Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung (voncave), dan kaki lereng (lower slope). Daerah puncak (crest) merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah dibawahnya, demikian pula lereng tengah yang kadang cembung atau cekung mendapat gerusan aliran permukaan relatif lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan kaki lereng merupakan daerah endapan (Salim, 1998).

Sedangkan dari sudut topografi mikro Tan (1998) menyatakan, pengaruhnya sudah terasa pada perbedaan drainase, pencucian (run off) serta tingkat erosi yang dihasilkan. Pada daerah tertinggi umumnya berdrainase baik sedangkan pada daerah berdepresi memiliki drainase yang buruk dan lebih sering basah.

(21)

Topografi memodifikasi perkembangan profil tanah dalam tiga cara: (1) dengan mempengaruhi banyaknya presipitasi yang terserap dan yang dipertahankan dalam tanah, jadi mempengaruhi perkembangan tanah; (2) dengan mempengaruhi laju pembuangan tanah oleh erosi; (3) dengan mengarahkan gerakan bahan dalam suspensi atau larutan atau dari satu daerah ke daerah lainnya (Foth, 1994).

Daerah yang memiliki curah hujan tinggi, menyebabkan pergerakan air pada suatu lereng menjadi tinggi pula sehingga dapat menghanyutkan partikel partikel tanah. Proses penghancuran dan transportasi oleh air akan mengangkut berbagai partikel-partikel tanah, bahan organik, unsur hara, dan bahan tanah lainnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh energi tumbuk butir-butir hujan, intensitas hujan, dan penggerusan oleh aliran air pada permukaan tanah yang memberikan pengaruh dalam proses pembentukan dan perkembangan tanah (Arsyad, 2000).

Sifat- sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adala tebal solum, tebal dan kandungan bahan organik horizon A. kandungan air tanah

(relative wetness), warna tanah tingkat perkembangan horizon, reaksi tanah pH, kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut dan lain-lain

(Hardjowigeno, 2007) Perkembangan Tanah

(22)

terombak,kandungan tanah liat telah meningkat dan kelembutannya dapat telihat nyata; 4. Tahap tua–perombakan sampai pada tahap terakhir dan hanya kebanyakan mineral yang paling resisten dapat bertahan; 5. Tahap akhir– perkembangan tanah telah selesai dan tanah terkikis habis di bawah keadaan yang berlaku (Foth, 1994).

Proses-proses perkembangan tanah yang menimbulkan ciri asasi terdiri atas: (1) proses akumulasi bahan organik di permukaan bumi sambil membentuk horison O, antara lain termasuk proses yang menimbulkan ciri khas seperti pembentukan humus, gambut; (2) proses elluviasi sambil membentuk horison A, termasuk proses khas berupa antara lain pencucian basa, latosolisasi, podzolisasi; (3) proses illuviasi sambil membentuk haorison B, terdiri atas proses khas seperti antara lain akumulasi kapur, lempung (clay), besi, pembentukan ciri solonetz dan lain-lain; (4) proses diferensiasi horison yang teratur, sebagai akibat proses-proses (1), (2), dan (3) tersebut di atas (Darmawidjaya, 1990).

(23)

tanah ditentukan berdasarkan susunan mineral liat yaitu tanah dengan mineral

gibsit > kaolinit > montmorillonit > alofan berarti lebih berkembang. (Marpaung, 2015).

Lahan sawah

Tanah sawah adalah tanah yang di gunakan untuk bertanam padi sawah baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan tanah perkebunan dan sebagainya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering dan di airi kemudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo et al,2004).

Dalam semua tanah sawah terbentuk suatu lapisan bajak atau alas bajak tipis. Lapisan ini merupakan suatu laisan mampat yang berdaya lulus air buruk pada jeluk pengolahan tanah. Pada petak sawah yang di genangi di dataran alluvial yang mempunyai muka air tanah tetap yang dangkal, seluruh tubuh tanah berada dalam suatu taraf reduksi tertentu karena suasana anerob. Mungkin terdapat beberapa bercak karat. Hanya 1 cm teratas dari tanah mungkin dapat teroksidasi oleh oksigen sedikit yang ada dalam air genangan (Buring, 1993)

(24)

dan (v) penggenangan kembali setelah interval waktu, sekitar beberapa minggu hingga 8 bulan (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Menurut (Agus, et al, 2004) faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air permukaan dan pengenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses pembantukan tanah sawah meliputi berbagai proses yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah dan (c) perubahan sifat fisik kimia dan morfologi tanah akibat penggenangan pada tanah kering yang di sawahkan atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang di sawahkan.

Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Lama-kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah (Hardjowigeno et al 2004).

(25)

dari tanah mineral. Di bagian atas horizon B berhubungan dengan horizon A, tanah relative kurang padat karena adanya tekanan mekasnis oleh bajakan dan bagian ini pada umumnya 10-20 cm. Akumulasi besi dan mangan pada horizon ini sangat tidak tersusun sebagai solum utama dari horizon B (Tian-Ren, 1985).

Jenis tanah sawah adalah akibat persawahan yang menggenangi tanah sawah untuk waktu yang agak lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanah sawah adalah (a) cuaca reduksi yang menyebabkan drainase buruk,pH rendah dan ketersediaan bahan organic untuk diserap, (b) adanya sejumlah senyawa besi dan mangan dan (c) kemampuan perkolasi ke bawah (Darmawidjaya, 1990).

Terassering

Terasering adalah bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Secara garis besar terasering adalah kondisi lereng yang dibuat bertangga tangga yang dapat digunakan pada timbunan atau galian yang tinggi dan berfungsi untuk:

1. Menambah stabilitas lereng

2. Memudahkan dalam perawatan (Konservasi Lereng) 3. Memperpanjang daerah resapan air

(26)

6. Dapat digunakan untuk landscaping (Kustantini, 2014).

Sistem irigasi berulang (Cascade irrigation system) telah menjadi pilihan utama untuk mengairi sejumlah besar teras sawah. Sistem irigasi berulang ini menunjukkan aliran air terus menerus dari atas ke bawah teras yang melewati bidang sawah. Karakteristik pergerakan unsur hara dipengaruhi oleh kualitas air irigasi, kegiatan pengelolaan lahan dan kondisi cuaca. Berdasarkan pernyataan ini, bagian atas dari sawah teras dapat diklasifikasikan sebagai areal pemurnian sawah dan yang lebih rendah adalah areal pemakaian. Studi ini menemukan bahwa jumlah sedimen dan kandungan hara serta debit dari lahan sawah dipengaruhi oleh posisi teras, kualitas air irigasi dan jumlah pupuk kimia yang diaplikasikan ke lahan.Teras atas yang langsung menerima air dari irigasi memiliki kecenderungan untuk menjadi areal sawah murni dimana keseimbangan nutrisi (hara) pada posisi teras ini kebanyakan bersifat negatif (Darma et al., 2011).

Klasifikasi tanah

Klasifiakasi tanah adalah pemilihan tanah yang di dasarkan pada sifat-sifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkannya dengan tujuan penggunaan tanah tersebut klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat-sifat fisik ,kimia dan mineral tanah yang di miliki masing-masing kelas yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi pengguna tanah (Hardjowigeno, 1993)

(27)

utama dengan system klasifikasi ini adalah ada tindaknya horizon penciri yang sangat membantu penempatan tanah dalam klasifiaksi (Soil Survey Staff, 1994).

Pencirian morfologi tanah dilakasanakan di lapangan ketika deskripsi profil tanah telah di lakukan. Data yang di peroleh dari pendeskripsian profil di lapangan antara lain warna, tekstur, konsistensi di samping itu juga di temukan sifat-sifat mikromorfologi tanah antara lain karatan, batas horizon pemadasan dan ketebalan lapisan .(Hardjowigeno, 1993).

Dalam klasifikasi tanah di kenal berbagai tingkat (kategori) klasifikasi .Pada kategori tinggi tanah dibedakan secra garis besar kemudian pada kategori berikutnya dibedakan lebih rinci. Jumlah sifat tanah pembeda semangkin bertambah dengan semangkin rendahnya kategori , sehingga menyerupai pyramid. Oleh karena itu pada kategori yang lebih rendah tidak hanya dibedakan berdasarkan atas sifat pembeda pada kategori yang lebih tersebut tetapi juga pembeda pada ketegori yang lebih tinggi (Hardjowigeno, 1993).

Berdasarkan system taksonomi tanah yang di terbitkan oleh usda (soil survey staff, 1975) mempunyai 6 kategori dengan sifat-sifat factor pembeda mulai dari kategori tertinggi ke kategori rendah:

Ordo : faktor pembeda adalah ada tidaknya horizon penciri serta jenis (sifat) dari horizon penciri tersebut

(28)

Grup :Faktor pembedanya adalah kesamman jenis, tingkat perkembangan dan susunan horizon , kejenuhan basa, rejim suhu da kelembapan ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain.

Sub grup : Faktor pembeda terdiri dari sifat – sifat grup (subgroup tipik), sifat-sifat tanah peralihan ke grup lain subordo atau ordo, sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah.

Berdasarkan Key to Soil taxonomy 2014 terdapat 8 epipedon penciri yaitu : A. Epipedon Mollik

Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna ≤ 3.5 (lembab) dan kroma warna≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa > 50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7.

B. Epipedon Antropik

Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya gangguan manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali P2O5 > 250 ppm.

C. Epipedon Umbrik

(29)

D. Epipedon Folistik

Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari satu horison atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif dan tahun-tahun normal (dan tidak ada didrainase). Sebagian besar epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik. E. Epipedon Histik

Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama sebagian waktu dalam sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik tersusun dari bahan tanah organik.

F. Epipedon Okrik

Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan kering, value dan kroma (lembab) ≥ 4. Epipedon okrik juga mencakup horison-horison bahan organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik.

G. Epipedon Plagen

(30)

A. Horison Agrik

Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang telah tereluviasi nyata.

B. Horison Argilik

Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi. Terdapat selaput liat terorientasi pada permukaan pori di mana pun dalam atau segera di bawah horison iluviasi. Horison tersebut mempunyai sifat adanya gejala iluviasi liat, KTK tinggi (> 6 cmo/kg).

C. Horison Duripan

Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan air atau HCl.

D. Horison Fragipan

Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur tanah lemah.

E. Horison Glosik

(31)

F. Horison Gipsik

Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana tebalnya lebih dari 15 cm.

G. Horison Kalsik

Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi kalsium karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah yang cukup nyata.

H. Horison Kandik

Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat, kandungan liat tinggi dan KTK rendah (<6 cmol/kg).

I. Horison Kambik

Horison kambik adalah horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau merupakan hasil kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut.

J. Horison Natrik

Horison Natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium, memiliki struktur prismatik atau tiang, lebih 15% KTK didominasi oleh natrium.

K. Horison Orstein

(32)

L. Horison Oksik

Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki sifat-sifat tanah andik dan KTK rendah (< 6 cmol/kg) M. Horison Petrokalsik

Horison Petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras.

N. Horison Petrogipsik

Horison Petrogipsik merupakan suatu horison iluvial dengan ketebalan 10 cm atau lebih dimana gypsum sekundernya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras.

O. Horison Placik

Horison Placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah gelap, yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik.

P. Horison Salik

Horison Salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak mengandung garam mudah larut.

Q. Horison Sombrik

(33)

R. Horison albik

Horison albik adalah horizon eluvial dengan ketebalan 1 cm atau lebih dan memgandung 85 persen (berdasarkan volume) atau lebih bahan labik.

S. horison Anhydritic

Horison anhydritic adalah horison akumulasi senyawa anhydrite yang signifikan.

Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, ordo tanah terdiri atas 12 ordo Yaitu :

A. Gelisol

Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan gelik yang berada didalam 100 cm dari permukaan tanah.

B. Histosol

Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm. C. Spodosol

Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari setiap pedon, dan regim suhu cryik.

D. Andisol

(34)

E. Oksisol

Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah.

F. Vertisol

Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus sebesar 30% atau lebih. G. Aridisol

Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih.

H. Ultisol

Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm.

I. Mollisol

(35)

J. Alfisol

Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik, kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm atau lebih di beberapa bagian.

K. Inceptisol

Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, serta regim suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat bahan sulfidik didalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.

L. Entisol

Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi tidak ada horison penciri lain.

Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, sub-ordo tanah inceptisol terdiri atas 6 sub-ordo yaitu:

A. Aquepts

Pada lapisan diatas kotak densik, titik, atau paralitik, atau lapisan diantara kedalaman 40 cm dan 50 cm dari permukaan tanah mineral, mana saja yang lebih dangkal, memiliki kondisi akuik selama bagian waktu pada tahun-tahun normal.

B. Gelepts

Inceptisol lain yang memiliki rejim suhu gelic. C. Cryepts

Inceptisol lain yang memiliki rejim suhu cryic. D. Ustepts

(36)

E. Xerepts

Inceptisol lain yang memiliki rejim kelembapan xeric. F. Udepts

Inceptisol lain.

Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, grup dari sub ordo Udepts terdiri atas 6 sub-ordo yaitu:

A. Sulfudepts

Udepts yamg memiliki lapisan sulfuric pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah mineral

B. Durudepts

Udepts lain yang memiliki lapisan tersementasi dan duripan pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah

C. Fragiudepts

Udepts lain yang memiliki fragipan pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral.

D. Humudepts

Udepts lain yang memiliki epipedon umbric atau epipedon molik. E. Eutrudepts

Udepts lain yang memiliki kejenuhan basa lebih dari 60 persen pada kedalaman 25-75 cm dari permukaan mineral tanah

F. Dystrudept

Udepts yang memiliki penciri lain.

(37)

A. Humic lithic eutrudepts

Eutrudepts yang memiliki warna value lembab 3 atau kurang, kering 5 atau lebih. Memiliki kontak litik pada kedalaman 50 cm dari permukaan mineral tanah.

B. Litik Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kontak litik pada kedalaman 50 cm dari permukaan mineral tanah

C. Aquertic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lapisan deplesi redox pada kedalaman 60 cm dengan warna kroma 2 atau kurang dan berada kondisi aquik pada tahun-tahun normal.

D. Vertic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kontak litik, densik atau paralitik pada kedalaman 100 cm.

E. Andic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki bulk density 10 g/cm3 atau kurang pada 33kpa retensi air.

F. Vitrandic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki 35 persen lebih partikel yang memiliki iameter 2.0 mm

G. Antraquic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kondisi anthraquic H. Fragiaquic Eutrudepts

(38)

I. Fluvaquentic Eutrudepts

Eutrudepts lain pada kedalaman 125 cm dari permukaan tanah mineral memiliki kandungan carbon organic 0.2 atau lebih,tidak ada kontak litik, paralitik.

J. Aquic Dystric Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki Eutrudepts lain yang memiliki lapisan deplesi redox pada kedalaman 60 cm dengan warna kroma 2 atau kurang dan berada kondisi aquik dan tidak terdapat karbonat bebas . K. Aquic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lapisan deplesi redox pada kedalaman 60 cm dengan warna kroma 2 atau kurang dan berada kondisi aquik pada tahun-tahun normal.

L. Oxyaquic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang mengalami jenuh air sehingga kedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral selama 30 hari kumulatif

M. Fragic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki karakteristik tanah fragic, 30 persent atau lebih dari volume lapisan pada kedalaman 100 cm.

N. Lamellic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lamella sehingga kedalaman 200 cm dari permukaan tanah.

O. Dystric Fluventric Eutrudepts

(39)

P. Fluventic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lereng lebih kecil dari 25 persen, pada kedalaman 125 cm kandungan carbon organic 0.2 persen atau lebih. Q. Arenic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki tekstur tanah liat berpasir,pasir,dan lempung liat berpasir, liat berpasir atau liat pada semau lapisan sehingga kedalaman 50 cm dari permukaan tanah.

R. Dystric Eutrudepts

Eutrudepts lain yang tidak memiliki karbonat bebas sehingga kedalaman 100 cm dari permukaan tanah.

S. Rendollic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kandungan CaCO3 40 persen atau lebih pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah

T. Ruptic-Alfic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki horizon kambik 10-50 persen (berdasarkan volume) bagian illuviasi.

U. Humic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki warna value lembab, 3 atau lebih rendah, kering 5 atau lebih rendah pada kedalaman 18 cm sebelum pencampuran.

V. Typic Eutrudepts

(40)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman padi merupakan salah satu komoditi tanaman yang utama karena merupakan sumber pangan khususnya di tanam di Sumatera Utara . Sehingga dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semangkin bertambah. Menurut Badan Pusat Statistik (2014) luas lahan pertanian di Sumatera Utara mengalami penurunan terutama pada lahan sawah sebesar 25,910 Ha dari tahun 2009-2013.

Pemanfaatan lahan miring dengan metode pembuatan teras-teras merupakan salah satu cara untuk meningkatkan luas lahan pertanian khususnya lahan sawah dalam meningkatkan produksi padi. Cara pembuatan teras adalah dengan menggali lereng atas, dan menimbun lereng bawah, akibatnya susunan horizon tanah asalnya dapat hilang sama sekali dan terjadi perbedaan lapisan antara lereng atas tengah dan bawah.

Toposekuen adalah pembentukan sifat-sifat tanah karena perbedaan sekuen topografi. Dalam satu toposekuen akan dijumpai perbedaan sifat tanah akibat adanya perbedaan bahan induk, iklim, topografi dan penggunaan lahan (Hardjowigeno, 2003).

(41)

Perlakuan pengenangan dan pengeringan lahan pada lahan sawah menyebabkan terjadinya perubahan sifat tanah. Rayes et al (2004) menyatakan bahwa perubahan permanen pada tanah yang disawahkan, dapat dilihat pada sifatmorfologi profil tanahnya, yang seringkali menjadi sangat berbeda dengan profil tanah asalnya yang tidak disawahkan.

Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air, baik waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran, dan lain-lain, maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu, terjadilah proses pembentukan tanah baru, di mana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. (Rayes et al 2004)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti tingkat pembentukan tanah pada kettinggian berbeda pada tanah sawah terassering di desa huta hotang kecamatan onan runggu kabupaten samosir

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi tanah sawah terassering berdasarkan toposekuen di Desa Huta Hotang Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir.

Kegunaan penelitian

- Sebagai Bahan infomasi bagi pihak yang membutuhkan.

(42)

sawah terassering di desa huta hotang kecamatan onan runggu berdasarkan toposekuen. Penelitian ini di lakukan pada Maret-agustus 2016 di desa Huta Hotang Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir. Tiga profil tanah sebagai pewakil diamati pada lereng atas, lereng tengah dan lereng bawah lahan sawah terassering. Sampel tanah diambil dari setiap horizon untuk dianalisis tekstur tanah, pH H2O, pH KCL, Aldd, Fe-Total, KB, C-Organik, dan N-total. Hasil

pengamatan lapangan dan analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah pada lereng atas, tengah dan bawah diklasifikasikan ke dalam ordo Inceptisol, sub ordo Udept, grup Eutrudept dan sub grup Typic Eutrudept menurut system klasifikasi taksonomi tanah edisi dua belas, 2014.

(43)

The purpose of this research is to know soil classification on paddy fields

on terracing system based on toposequence at Onan Rungu Subdistrict, District of

Samosir. This research was conducted from May until August 2016. Three

selected soil profile were observed on upper, middle and bottom slope. Soil

samples were taken from each horizon for analysis soil texture, pH H2O, pH KCl,

Aldd, Fe-Total, base saturation, C-Organic, and N-total. Based on observation

and soil analysis showed that the upper, middle and the bottom is classified into

order inceptisol, suborder Udepts, great group Eutrudepts and subgroup Typic

Eutrudepts according to Soil Taxonomy Twelfth Edition, 2014.

(44)

KLASIFIKASI TANAH LAHAN SAWAH TERASERING DI DESA HUTA HOTANG KECAMATAN ONAN RUNGGU

BERDASARKAN TOPOSEKUEN

SKRIPSI

OLEH:

NAHRIR MUHAMMAD AUZA’IE LUBIS 120301181

AGROEKOTEKNOLOGI / ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(45)

KLASIFIKASI TANAH LAHAN SAWAH TERASERING DI DESA HUTA HOTANG KECAMATAN ONAN RUNGGU

BERDASARKAN TOPOSEKUEN

SKRIPSI OLEH:

NAHRIR MUHAMMAD AUZA’IE LUBIS 120301181

AGROEKOTEKNOLOGI / ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Suamtera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(46)

Judul : Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terasering Di Desa Huta Hotang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen Nama : Nahrir Muhammad Auza’ie Lubis

Nim : 120301181

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Ilmu Tanah

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir.Razali, M.P.)

Mengetahui,

(47)

sawah terassering di desa huta hotang kecamatan onan runggu berdasarkan toposekuen. Penelitian ini di lakukan pada Maret-agustus 2016 di desa Huta Hotang Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir. Tiga profil tanah sebagai pewakil diamati pada lereng atas, lereng tengah dan lereng bawah lahan sawah terassering. Sampel tanah diambil dari setiap horizon untuk dianalisis tekstur tanah, pH H2O, pH KCL, Aldd, Fe-Total, KB, C-Organik, dan N-total. Hasil

pengamatan lapangan dan analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah pada lereng atas, tengah dan bawah diklasifikasikan ke dalam ordo Inceptisol, sub ordo Udept, grup Eutrudept dan sub grup Typic Eutrudept menurut system klasifikasi taksonomi tanah edisi dua belas, 2014.

(48)

The purpose of this research is to know soil classification on paddy fields

on terracing system based on toposequence at Onan Rungu Subdistrict, District of

Samosir. This research was conducted from May until August 2016. Three

selected soil profile were observed on upper, middle and bottom slope. Soil

samples were taken from each horizon for analysis soil texture, pH H2O, pH KCl,

Aldd, Fe-Total, base saturation, C-Organic, and N-total. Based on observation

and soil analysis showed that the upper, middle and the bottom is classified into

order inceptisol, suborder Udepts, great group Eutrudepts and subgroup Typic

Eutrudepts according to Soil Taxonomy Twelfth Edition, 2014.

(49)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terassering Di desa Huta Hoatang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen”.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D selaku ketua pembimbimg dan bapak Ir.Razali, M.P selaku anggota pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian , sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di programstudi Agroekoteknologi, serta semua rekan dan mahasiswa yang tidak dapat di sebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaaat.

Medan, Maret 2016

(50)

DAFTAR ISI ABSTRAK

ABSTRACT

RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 2

Kegunaan Penulisan... 2

TINJAUAN PUSTAKA Toposekuen ... 3

Perkembangan Tanah... 4

Lahan Sawah ... 6

Terassering ... 8

Klasifikasi Tanah ... 9

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian ... 11

Bahan dan alat penelitian ... 11

Metode penelitian ... 11

(51)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

1 Deskripsi profil 1 (Atas) 26

2 Hasil Analisis Laboratorium Profil 1 28

3 Deskripsi profil 2 (tengah) 29

4 Hasil Analisis Laboratorium Profil 2 31

5 Deskripsi profil 3 (bawah) 32

(52)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

1 Skema Pembuatan Profil 24

2 Gambar Profil 1(atas) 27

3 Gamabar Profil 2(tengah) 30

[image:52.595.107.510.139.289.2]
(53)

DAFTAR LAMIRAN

No Keterangan Hal

1 Lokasi Lahan Penelitian 40

Gambar

Gambar 1 : Skema pembuatan profil
Gambar 2: Profil 1
Table 2.  Hasil Analisis Laboratorium  Profil 1
Gambar 3: Profil  2
+5

Referensi

Dokumen terkait

Data flow diagram merupakan suatu alat yang digunakan untuk menggambarkan sistem yang akan dirancang dengan menggunakan notasi simbol atau skema.. Data flow

“minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau

Konsep tentang fotosintesis yang hanya dapat terjadi pada tumbuhan memiliki efek berantai terhadap konsep lain yang berhubungan, misalnya adanya klorofil adalah

3.1 Mengetahui konsep gerak dasar lokomotor sesuai dengan dimensi anggota tubuh yang digunakan, arah, ruang gerak, hubungan, dan usaha, dalam berbagai

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek hukum transaksi penjualan bensin di Indonesia, bagaimana kedudukan pedagang bensin eceran Pertamini dalam

4.1 Mempraktikkan pola gerak dasar lokomotor sesuai dengan dimensi anggota tubuh yang digunakan, arah, ruang gerak, hubungan dan usaha, dalam

Penulisan teks melalui SMS dapat mendukung penulisan yang lebih efisien terutama untuk menyebarkan informasi yang sama pada beberapa lokasi running text, sehingga penulisan