• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah dapat digunakan dalam bentuk segar atau kering untuk perasa, aroma, dan untuk pewarna pada berbagai industri.

Rempah-rempah merupakan salah satu komoditas penting yang berpengaruh dalam perdagangan dunia sejak ratusan tahun yang lalu. Begitu pentingnya produk rempah-rempah sehingga nilainya dianggap setara dengan logam mulia1. Berdasarkan kajian BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional), pasar rempah dunia untuk Uni Eropa rata-rata mengalami peningkatan sembilan persen setiap tahun.

Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

HS CODE 2

0904112000 09 07511000 Black pepper, neither crushe

123. 898.998 36.369.424

0904111000 09 07511000 whitepepper, neither crushe

55.951.988 10.666.852

0908100020 09 07525000 Nutriag, shelled 33.526.123 7.155.633 0908200000 09 07525000 Mace 24.635.347 2.755.503

0906110000 09 07522000 Cinnamon

(Cinnamomum zey)

20.228.734 19.606.694

0906200000 09 07523000 Cinnamon and cinnamon tree

13.535.197 13.670.558

0908300000 09 07525000 Cardamoms 9.162.274 4.486.583 0908100010 09 07525000 Nutmeg, in shell 7.671.472 1.628.674 0907000020 09 07524000 Cloves, cloves and

stems

8.393.145 3.905.698

0910999000 09 07525000 Other spices 4.639.315 1.696.532

Sumber: Data Ekspor Impor BPS, 2010 (diolah)

1

(2)

2 Berdasarkan data ekspor impor tahun 2010 (Januari sampai Oktober) dari Badan Pusat Statistik, nilai ekspor produk rempah-rempah secara keseluruhan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai ekspor untuk sektor rempah-rempah sampai dengan Oktober 2010 adalah sebesar US$ 333,263,352. Nilai ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2009 yang berada pada angka US$ 257,213,249. Sebagai komoditas ekspor, produk rempah Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi karena memiliki keunggulan mutu dibandingkan dengan negara pesaing. Selain itu industri yang menggunakan rempah sebagai bahan bakunya mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 15 juta jiwa baik sebagai petani, karyawan industri, maupun sebagai pedagang (AD/ART Dewan Rempah Indonesia, 2007). Meningkatnya nilai ekspor dan peran rempah-rempah tersebut menunjukkan bahwa sektor ini merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai prospek dikembangkan sebagai penghasil devisa negara.

Kayu manis merupakan salah satu dari sepuluh produk ekspor rempah yang potensial. Menurut FAOSTAT (2011), total ekspor kayu manis Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 37.192 ton, dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 38.361 ton. Meskipun total ekspor Indonesia mengalami peningkatan, namun China merupakan negara dengan jumlah ekspor terbesar yaitu sebesar 41.778 ton pada tahun 2009. Prospek pasar dan potensi pengembangan kayu manis cukup menjanjikan karena penggunaannya mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan tumbuhnya industri makanan dan minuman yang menggunakan bahan baku rempah, serta penggunaannya untuk bahan baku industri terutama rokok, obat, kosmetik, dan industri spa.

(3)

3 terdapat di Kabupaten Kerinci, Jambi karena merupakan pemasok 80 persen dari total ekspor kayu manis Indonesia2.

Kerinci dikenal sebagai penghasil kayu manis (kulit manis) kualitas terbaik di Indonesia, bahkan juga di dunia. Kayu manis menjadi sangat disukai oleh konsumen luar negeri adalah karena kayu manis di Kerinci sudah memiliki “Organic Sertificated Cassia”, kualitas volatil oil dan aroma yang sangat spesifik. Demikian terkenalnya Kabupaten Kerinci sebagai penghasil kayu manis, sampai-sampai nama "Kerinci" pun menjadi standar produk kayu manis di pasar dunia.

Total luas lahan tanaman kayu manis di Kabupaten Kerinci cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 dan 2006 luas lahan berturut-turut yaitu 44.705 Ha dan 42.293 Ha, namun pada tahun 2007 menurun secara drastis yaitu 31.697 Ha. Pada tahun 2008 luas lahan mulai meningkat dan turun lagi pada tahun 2009. Namun pada tahun 2010 dan 2011 jumlah lahan mulai meningkat kembali. Fluktuasi jumlah luas tanam ini disebabkan karena para petani mengkonversi lahannya dengan tanaman lain seperti tanaman hortikultura, palawija, dan tanaman perkebunan lainnya.

Gambar 1. Perkembangan Luas Tanam Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Sumber: Data BPS Kabupaten Kerinci, 2012 (diolah)

(4)

4 Produksi kayu manis di Kabupaten Kerinci berfluktuasi setiap tahunnya. Penurunan yang signifikan terlihat pada tahun 2007 yaitu dengan total produksi sebesar 53.645,5 Ton. Penurunan tersebut terus berlanjut sampai pada tahun 2009. Namun sejak tahun 2010 produksi sudah mulai stabil. Turunnya produksi kayu manis turut dipengaruhi oleh berkurangnya luas lahan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh kurangnya motivasi petani untuk menanam kayu manis disebabkan harga yang tidak sesuai dengan harapan petani.

Gambar 2. Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Sumber: Data BPS Kabupaten Kerinci, 2012 ( diolah)

Secara umum peran kayu manis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci adalah sangat penting. Kayu manis berkontribusi terhadap nilai tambah bruto sebesar 6,35 persen dan kontribusi terhadap pembentukan ekspor daerah sebesar 21,23 persen. Jika peran kayu manis dibandingkan dengan peran komoditas lainnya seperti padi dan teh dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, dan ekspor terlihat bahwa kayu manis memiliki peran penting dan dominan dalam pembentukan ekspor daerah. Secara makro kayu manis merupakan salah faktor penting yang dapat berperan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci (Askar Jaya, 2009). Selain menjadi penyumbang devisa, usahatani kayu

65422

61575

53645,5

51502

46787

53515 53546

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Produksi (Ton)

(5)

5 manis juga menjadi mata pencaharian 13.000 keluarga petani (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kerinci, 2011)

Gambar 3. Kontribusi Komoditas Kayu Manis, Padi, Teh, Sektor Industri Makanan dan Minuman, serta Perdagangan Terhadap Output, Nilai Tambah Bruto (NTB ) dan Ekspor Wilayah di Kabupaten Kerinci Tahun 2007

Sumber : Jurnal “Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat Terhadap

Perekonomian Wilayah”, 2009

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa meskipun kayu manis memiliki peranan yang cukup besar terhadap nilai tambah bruto Kabupaten Kerinci, namun tidak serta merta diikuti oleh peningkatan produksi. Harga merupakan motivasi utama bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya. Oleh karena itu, hendaklah harga yang berlaku menguntungkan semua pelaku pemasaran terutama petani sebagai produsen. Hal ini tentu saja dapat tercapai dengan sistem pemasaran yang efisien, sehingga produk bisa sampai pada tangan konsumen dengan tepat waktu dengan biaya seminimalnya. Oleh karena itu, perlu dianalisis rantai pemasaran kayu manis Kabupaten Kerinci untuk menentukan sistem pemasaran yang paling efisien untuk meningkatkan pendapatan petani kayu manis.

11,96

4,59 6,35

3,5 12,43

Persentase NTB

Padi

Teh

Kayu manis

Industri makanan dan minuman

(6)

6

1.2. Perumusan Masalah

Kayu manis sebagai komoditas primadona dari Kerinci mulai terlupakan karena sekarang masyarakat sudah mulai enggan untuk menanam kayu manis. Salah satu penyebabnya adalah harga yang dinilai tidak sesuai dengan biaya usahatani kayu manis. Pada tahun 1960-1990 harga kayu manis tergolong tinggi sehingga keuntungan dari usahatani kayu manis lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan bisa digunakan untuk menyekolahkan anak ataupun untuk berangkat haji. Sementara pada tahun 1990-2007 harga kayu manis turun dengan drastis, harganya hanya berkisar Rp 2.000,00/kg-Rp 2.500,00/ kg. Hal ini mengakibatkan banyak petani yang tidak memanen kayu manis atau bahkan banyak yang mendiversifikasi lahan mereka dengan tanaman semusim untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, penjualan di tingkat pedagang pengumpul dan eksportir tetap tinggi, bahkan mencapai lima kali lipat3

Rendahnya harga di tingkat petani ini disebabkan karena rendahnya mutu produk yang dihasilkan. Rendahnya mutu tidak disebabkan karena rendahnya kandungan minyak dan aromanya, namun disebabkan oleh kesalahan dalam memproses di tingkat petani dan pedagang. Rendahnya mutu disebabkan oleh tingginya kadar air, banyaknya campuran benda asing. Di tingkat petani, penurunan mutu produk disebabkan karena pascapanen yang masih sangat sederhana, pemanenan sebelum waktunya, peralatan panen yang tidak steril (korosi), serta cara pengeringan yang kurang baik. Rendahnya mutu ini mengakibatkan rendahnya tingkat harga kayu manis.

Adanya kebijakan dari pemerintah daerah untuk menaikkan harga kayu manis sejak tahun 2010 harga dinilai cukup stabil. Namun, kebanyakan petani masih menganggap harga ini belum layak, jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan pokok lainnya. Rantai pemasaran kayu manis ditingkat lokal dan internasional yang terlalu panjang dinilai tidak efisien sehingga mengakibatkan tidak adanya transparansi harga (informasi pasar tidak sempurna). Harga pada umumnya ditentukan oleh pedagang, sehingga petani hanya bertindak sebagai pihak penerima harga. Hal ini mengakibatkan petani menjadi pihak yang memiliki

3

(7)

7 posisi tawar yang lemah dan peran pedagang lebih menonjol sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani.

Pada umumnya petani menjual kayu manis kepada para pedagang, baik itu pedagang pengumpul maupun pedagang besar. Petani menjual kayu manis dalam bentuk kulit baik dalam keadaan basah maupun kering, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa petani hanya mampu menjual kayu manis dalam bentuk produk primer, belum melakukan pengolahan. Terbatasnya kemampuan petani dalam pengembangan produk olahan kayu manis mengakibatkan petani hanya mendapatkan keuntungan yang kecil dari hasil penjualan. Pengolahan lebih banyak dilakukan oleh para eksportir untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri seperti permintaan dari Amerika, Jepang, Jerman, Belanda, Belgia, Venezuella, Hungaria, Mexiko, Yunani, Kanada, dan Singapura Pada tahun 2005 komposisi ekspor sebagian besar dalam bentuk kayu manis (95 persen) dan sisanya berupa bubuk kayu manis (Towaha dan Indriati, 2008). Oleh karena itu, eksportir merupakan pihak yang menerima share yang terbesar dari pemasaran kayu manis ke luar negeri.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah

1. Bagaimana pola saluran tataniaga kayu manis, fungsi tataniaga, serta lembaga yang terlibat dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci? 2. Bagaimana struktur, perilaku, dan keragaan pasar dalam tataniaga kayu

manis di Kabupaten Kerinci ?

3. Bagaimana efisiensi operasional dan efisiensi harga pada sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan proposal ini yaitu: 1. Mengidentifikasi saluran dan lembaga-lembaga tataniaga kayu manis di

Kabupaten Kerinci

2. Menganalisis fungsi-fungsi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci 3. Mengidentifikasi dan menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar

(8)

8 4. Menganalisis margin tataniaga dan farmer’s share dari lembaga-lembaga

tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.

5. Menganalisis efisiensi dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pelaku pasar, sebagai bahan masukan mengenai pengembangan tataniaga kayu manis, terutama bagi petani dan lembaga pemasaran kayu manis di Kabupaten Kerinci

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan hasil penelitian kayu manis di Kabupaten Kerinci dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dan perkembangan komoditas kayu manis dari mulai produksi hingga pemasaran.

3. Bahan masukan bagi penelitian berikutnya, khususnya yang berkaitan dengan pemasaran.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai tataniaga kayu manis di Kerinci yang meliputi identifikasi saluran dan lembaga tataniaga yang terkait serta fungsi masing-masing lembaga tersebut. Selain itu, juga dianalisis struktur, perilaku, dan keragaan pasar serta keuntungan tiap lembaga tataniaga. Penelitian ini ditekankan pada analisis rantai pemasaran yang paling efektif bagi semua pelaku pemasaran terutama petani sehingga dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian yang ada.

(9)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Kayu Manis

Terdapat beberapa spesies tanaman kayu manis yang sering disingkat dengan sebutan Cinnamomun sp. Roy et al (2009) mengelompokkan tiga spesies utama tanaman kayu manis yang terkenal di pasar dunia yaitu:

1. Cinnamomum cassia (berasal dari Cina), produknya sering disebut Chinese cinnamon

2. Cinnamomun zeylanicum atau Cinnamomum verum (berasal dari Sri Lanka) produknya sering disebut Ceylon cinnamon

3. Cinnamomun burmanii (berasal dari Indonesia), produknya sering disebut Cassiavera atau Indonesian cassia

Taksonomi dari tanaman kayu manis asal Indonesia yang berasal dari Kabupaten Kerinci yaitu:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) Class : Magnoliopsida (Berkeping dua) Ordo : Laurales

Family : Lauraceae Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmannii

Di beberapa daerah di Indonesia terdapat berbagai spesies tanaman kayu manis. Di Jawa dikenal Cinnamomum javanicum dan Cinnamomum sintok (kayu sintok). Namun, spesies ini tidak pernah dibudidayakan secara massal karena hasilnya tidak sebaik Cinnamomun burmanii. Sementara di Maluku terdapat

Cinnamomum cullilawan yang biasa disebut sebagai kulit lawang atau kayu lawang yang minyak atsirinya dikenal sebagai minyak lawang. Namun, yang paling banyak diibudidayakan adalah Cinnamomum burmanii oleh rakyat di sepanjang Bukit barisan.

(10)

10 daun tunggal, berbentuk lanset, ujung dan pangkal meruncing, tepi rata, saat masih muda berwarna merah tua atau hijau ungu, daun tua berwarna hijau, bunga majemuk malai, muncul dari ketiak daun, berambut halus, mahkota berwarna kuning. Buah buni, warna hijau waktu muda dan hitam setelah tua. Biji kecil, bentuk bulat telur. Kulit batang mengandung dammar, lender, dan minyak asiri yang mudah larut (Syukur dan Hermani, 2001).

2.2. Budidaya Tanaman Kayu Manis

Tanaman kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian 0 sampai 2000 mdpl, namun produksi optimumnya adalah pada ketinggian 500-1500 mdpl, dengan suhu 18o- 23o C. Tanah yang paling cocok untuk tanaman kayu manis adalah tanah yang subur, gembur, agak berpasir, dan kaya akan bahan organik. Tanah yang berpasir membuat kayu manis dapat menghasilkan kulit yang paling harum. Di dataran rendah tumbuhnya lebih cepat daripada di dataran tinggi, tetapi di dataran yang rendah kulit yang dihasilkan kurang tebal, dan rasanya juga agak kurang baik. Di tempat tinggi pertumbuhannya lambat, tetapi kulitnya lebih tebal, dan berkualitas lebih baik.

Tanaman kayu manis banyak dijumpai pada skala perkebunan rakyat Hampir sebagian masyarakat di Kerinci adalah petani kayu manis. Jumlah petani kayu manis adalah sekitar 12. 830 kepala keluarga untuk luas lahan 40.972 Ha. (BPS Kabupaten Kerinci, 2011). Terdapat dua sistem tanam yang dilakukan dalam pembudidayaan kayu manis yaitu sistem monokultur dan sistem tumpang sari.

2.2.1. Pembibitan

(11)

11 begitu tebal sehingga dapat menggulung dengan baik. Hanya saja tanaman umur 6-12 tahun masih rendah kandungan minyaknya. Kandungan minyak yang tinggi diperoleh dari tanaman berumur lebih dari 15 tahun. Saat panen terbaik ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua. Tanaman yang sudah berdaun demikian biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu kulit sehingga kulit mudah terkelupas. Selain dengan memperhatikan warna daun, tanda-tanda pada tanaman sebagai petunjuk bahwa kulit sudah terkelupas adalah mulai tumbuhnya pucuk baru (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.2.2. Persiapan Lahan dan Penanaman

Kayu manis dapat tumbuh di dalam semak belukar tanpa pemeliharaan yang intensif. Namun untuk mendapatkan tanaman dengan hasil yang optimal tentu perlu dilakukan persiapan lahan. Biasanya, lahan dibersihkan dari kayu-kayu dan rumput-rumputan liar atau gulma.

Setelah lahan dibersihkan, lalu dipersiapkan lubang tanam pada jarak tanam yang diinginkan. Pada penanaman kayu manis dengan sistem monokultur, jarak tanam yang digunakan petani biasanya cukup rapat, dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m. Namun dengan menerapkan sistem tanam monokultur ini maka petani harus melakukan penjarangan, yaitu pada umur 6 tahun dan 10 tahun. Pada sistem tanam tumpang sari lahan juga ditanami dengan tanaman jenis lain sambil menunggu kayu manis menghasilkan. Jenis tanaman yang umumnya digunakan sebagai tumpang sari dengan kayu manis antara lain palawija, sayur, buah, kopi, dan cengkeh. Untuk penanaman sistem tumpang sari, jarak tanamnya harus lebih lebar. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 2 m x 2 m; 2,5 m x 2,5 m; 3 m x 3 m; 4 m x 4 m; dan 5 m x 5 m. Penggunaan jarak tanam ini tergantung pada jenis tanaman lain yang akan ditanam (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.2.3. Pemeliharaan

(12)

12 batang menjadi cepat tinggi. Dari bagian batang inilah akan diperoleh kulit kayu manis dengan golongan KM dan KF (kulit batang) yang dipanen pada usia lebih dari 20 tahun.

2.2.4. Pemanenan

Panen kayu manis ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua dan tumbuhnya pucuk baru. Jika tanaman sudah mempunyai tanda-tanda tersebut biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu dan kulit sehingga kulit mudah terkelupas dan segera dapat dipanen. Kayu manis yang diperdagangkan adalah dalam bentuk kulit kering, sehingga waktu yang baik untuk memanen atau menguliti tanaman kayu manis adalah menjelang musim hujan agar setelah panen kulit kayu dapat langsung dijemur.

Umur panen sangat mempengaruhi produksi kulit kayu manis. Semakin tua umur tanaman maka hasil kulit kayunya akan lebih tebal sehingga produksinya pun akan lebih tinggi. Untuk mendapatkan kualitas kulit kayu manis dalam bentuk stick, umur ideal untuk dipanen adalah 6-12 tahun. Hal ini disebabkan kulit tanaman belum begitu tebal sehingga kulit kayu dapat menggulung dengan baik. Jika ditinjau dari kandungan minyak atsiri, makin tua umur tanaman maka kandungan minyak atsirinya makin tinggi pula, tanaman kayu manis berusia 20 tahun memiliki kandungan minyak atsiri sebesar 3- 4,5%.

Sistem panen sangat menentukan mutu kulit kayu manis yang dihasilkan, bila cara panen kurang benar maka mutu kayu manis akan turun. Ada empat sistem panen yang biasanya digunakan, yaitu:

a. Sistem tebang sekaligus

Sistem ini sangat umum dilakukan petani kulit manis. Caranya dengan memotong langsung tanaman sehingga dekat tanah, setelah itu dikuliti.

b. Sistem situmbuk

(13)

13 pangkal batang. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan tunas baru yang dapat dijadikan bibit.

c. Sistem batang dipukuli sebelum ditebang

Sistem ini dikembangkan oleh petani di daerah Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Caranya yaitu dengan memukuli kulit batang secara melingkar agar kulit yang diperoleh lebih tebal. Pemukulan batang dilakukan dua bulan sebelum tanaman dikuliti. Benda atau alat yang digunakan sebagai pemukul harusnya benda keras seperti pemukul dari kayu.

d. Sistem Vietnam

Pada sistem ini dilakukan pengupasan kulit membentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 30 cm atau 10 cm x 60 cm. Pengupasan kulit ini secara berselang-seling sehingga tampak seperti gambar kotak papan catur. (Rismunandar dan Paimin, 2001).

Teknis pengupasan tanaman kayu manis dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Pengupasan kulit batang

Kulit batang kayu manis dikupas dengan menggunakan alat khusus terbuat dari besi yang dibengkokkan pada bagian ujungnya, disebut penganit. Kulit batang dikupas mulai dari bagian bawah dengan panjang sekitar 120 cm. Pengupasan biasanya dilakukan setelah ditebang dan terlebih dahulu batang dikikis agar bersih dari kotoran dan lumut. Setelah dikupas dari batangnya, permukaan kulit kayu manis harus dibersihkan lapisan kulit terluarnya menggunakan peraut sampai kulit kayu manis berwarna kemerahan.

2. Pengupasan kulit dahan dan kulit ranting

Kulit dahan dan ranting dikupas setelah tanaman ditebang. Setelah itu, tanaman yang sudah ditebang itu dibiarkan selama dua minggu, agar semua bagian dahan dan ranting dapat dikupas dengan mudah. Sebelum dikupas, dahan dan ranting dikerok dengan pisau untuk membersihkan lumut dan kerak

2.2.5. Pascapanen

(14)

14 kulit kayu manis dipanen dan selanjutnya diproses agar menjadi produk siap jual. Untuk menghasilkan produk siap jual, maka pengolahan harus dilakukan dengan baik agar memperoleh produk yang bermutu baik karena akan mempengaruhi tingkat harga jual.

Pada umumnya, kegiatan pengolahan tanaman kayu manis yang dilakukan oleh petani hanya berupa penjemuran produk sampai kering. Kulit kayu manis yang kurang bersih dan penjemuran yang kurang berhasil yang menyebabkan kulit kayu manis berjamur, hal akan berdampak pada kualitas produk yang rendah dan harganyapun juga rendah. Setelah itu baru dilakukan grading, namun tidak semua petani melakukan grading tergantung kepada kebutuhan mereka. Petani kebanyakan tidak ingin pusing jadi mereka mencampur semua kulit yang sudah kering tersebut pada saat dijual.

Sebagai produk perdagangan, ada beberapa bentuk produk turunan kayu manis antara lain berupa kulit kayu, minyak asiri, oleoresin, dan bubuk kayu manis.

1. Minyak atsiri

Minyak atsiri kayu manis merupakan produk sampingan dari tanaman kayu manis. Minyak ini mengandung bahan kimia organik yang membentuk aroma khas. Minyak atsiri dapat diperoleh dari daun, buah, biji, akar, dan bunga melalui proses destilasi. Minyak asiri kayu manis banyak diminta oleh Amerika Serikat dan Eropa untuk keperluan industri makanan, minuman maupun farmasi. Beberapa jenis minyak atsiri yang terkenal yaitu :

a. Minyak cassia

Minyak cassia adalah minyak atsiri yang berasal dari tanaman kayu manis spesies Cinnamon aromaticum atau nama lainnya Cinnamon cassia. Spesies ini berasal dari China

b. Minyak cinnamon

Terdapat berbagai jenis minyak cinnamon berdasarkan asal tanaman kayu manisnya, yaitu :

(15)

15

ii. Saigon cinnamon berasal dari Cinnamomum loureiroi/Vietnamese

cinnamon. Spesies ini berasal dari Vietnam.

iii. Indonesian cinnamon, cassiavera cinnamon, atau minyak atsiri cassiavera berasal dari Indonesia.

2. Oleoresin

Oleorosin berbentuk cairan kental atau semi padat, yang memiliki aroma dan rasa seperti bahan asalnya. Oleorosin dalam cassiavera merupakan campuran resin (sekresi hidrokarbon dari tanaman konifera) dan minyak atsiri. Oleoresin kayu manis sudah mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Kandungan oleoresin menjadi lebih baik dibanding produk aslinya seperti kulit atau bubuknya. Keuntungan dari oleoresin dibanding produk aslinya adalah hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, volume ekspor berkurang, nilai bisa tetap atau lebih tinggi karena tidak membutuhkan banyak ruang, kemasannya kecil, sisa hasil olahannya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti pupuk serta tidak akan rusak karena kontaminasi.

3. Bubuk Kayu Manis

Bubuk kayu manis mempunyai sifat yang sama dengan kulit kayu manis karena merupakan produk lanjutan dari kulit kayu manis. Bubuk ini mengandung minyak asiri, berasa pedas dan mengandung bahan mineral, dan kimia organik seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Bubuk kayu manis ini biasanya dikemas dalam karung.

4. Kulit Kayu Manis

(16)

16 Kulit kayu manis yang dijual tersebut memiliki beberapa klasifikasi. Klasifikasi dan spesifikasi dari kulit kayu manis yaitu :

Tabel. 2 Spesifikasi Mutu Kayu Manis di Kabupaten Kerinci

No. Jenis Ketebalan

Minyak Konten Atsiri (v / b basis

kering)

Warna

1 AA ≈ 1,5 mm min. 2,5% coklat muda

2 A Stick ≈ 1,5 mm min. 2,5% coklat muda

3 KM ≈ 3,5 mm ≈ 4,5% coklat kemerahan

4 KF ≈ 2,5 mm 3,1 - 3,5% coklat kemerahan

5 KS ≈ 1,5 mm 2,7 - 3-0% coklat kemerahan

6 KA ≈ 1,0 mm 2,0 -2,6% coklat kemerahan

7 KTP >0,5 mm- 0,75 mm Kuning tua kehitaman

8 KB ≈ 0,75 mm 1,5 - 2,0% coklat muda

9 KC ≈ 0,4 mm 1,25 - 1,5% Coklat

Sumber : Dinas Perdagangan Kabupaten Kerinci, 2012

2.3. Penelitian Tataniaga Terdahulu

(17)

17 Pendekatan SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar, serta faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya pendapatan yang diterima oleh petani produsen disebabkan oleh struktur pasar yang tidak bersaing sempurna, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, share harga yang diterima petani rendah, margin pemasaran tinggi,

share biaya, dan keuntungan diantara lembaga pemasaran distribusinya tidak merata.

Metode penelitian tataniaga meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya (Hasniah, 2005). Berdasarkan analisis kualitatif, Hermansyah (2008) menyimpulkan bahwa dalam pemasaran nanas di Pelembang ada tiga saluran yaitu I. Petani  pedagang pengumpul desa  pengecer

konsumen, saluran II yaitu petani  pedagang pengumpul desa  pedagang pengumpul kota  pedagang besar pengecer  konsumen, dan saluran III yaitu : petani  padagang pengumpul kota  pedagang besar  pedagang pengecer  konsumen. Dari ketiga saluran ini didapatkan bahwa farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi adalah saluran III. Hal ini menunjukkan bahwa saluran tiga lebih efisien. Hal ini sesuai dengan kesimpulan yang didapatkan oleh Rahma (2008), yang menunjukkan bahwa saluran tataniaga dikatakan efisien jika marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan yang tinggi. Selain itu struktur pasar mempengaruhi efektivitas pasar dalam realitas sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya, dan jumlah produksi.

(18)

18 Terdapat beberapa faktor pertimbangan utama bagi petani dalam memilih saluran yang akan digunakan yaitu jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen gambir yang membuat mahalnya biaya transportasi, produksi petani yang relatif kecil, kondisi geografis yang mengakibatkan susahnya untuk mengakses lahan.

Harsoyo (2003) meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannnyua. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran, dan farmer’s

share. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemasaran salak pondoh sudah efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut. Dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang diterima petani sudah cukup besar yaitu 70 persen.

Menurut penelitian dalam WACANA volume 12 nomor 1, Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, diketahui bahwa strukur pasar yang terbentuk mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna karena pemasaran dikuasai oleh perusahaan yang menguasai dalam skala besar, sehingga IRT (Industri Rumah Tangga) sulit untuk masuk. Sedangkan berdasarkan analisis transmisi harga maka didapatkan nilai koefisien regresi yaitu

(19)

19 Sementara untuk analisis integrasi pasar vertikal menunjukkan koefisien regresi (b11), pengujian statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t

tabel (berbeda nyata). Hal ini memberikan indikasi bahwa setiap perubahan harga sebesar satu persen di tingkat pasar di atasnya akan mempengaruhi harga di tingkat pasar di bawahnya sebesar nilai koefisien regresi yaitu 0,827 persen di tingkat petani  PPD (saluran I) dan seterusnya. Dengan demikian pasar tidak berintegrasi secara vertikal (tidak efisien).

Penelitian tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci merupakan penelitian berulang karena sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Afwandi pada tahun 1992. Afwandi (1992) meneliti mengenai efisiensi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci dan korelasi harga jual kayu manis di tingkat petani di Kabupaten Kerinci dengan harga jual di tingkat eksportir di Sumatera Barat. Topik ini diteliti kembali karena perbedaan kurun waktu sekitar 20 tahun sejak tahun 1992 dengan 2012 membuat data yang diteliti tersebut tidak akurat lagi untuk dijadikan sebagai referensi. Mengingat selama jangka waktu tersebut telah terjadi berbagai perubahan, mulai dari perubahan luas lahan, fluktuasi harga, perubahan kebijakan, dan perkembangan sistem pemasaran turut yang mempengaruhi turun naiknya usaha kayu manis ini. Hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat topik ini kembali untuk diteliti.

(20)

20

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan konsep teoritis tersebut akan disusunlah kerangka konsep yang menjembatani peneliti dengan konsep penelitiannya.

3.1.1. Konsep Tataniaga

Tataniaga adalah kegiatan perdagangan yang merupakan penggabungan antara aliran barang-barang dan jasa-jasa dari tingkat produksi sampai ke konsumsi (Abbott, 1987). Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Kohls dan Uhl (1990), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach), yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standardisasi, pembiayaan, risiko dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach), yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.

(21)

21 pendekatan input-output, power, communication, dan adaptive behaviour sistem.

Sistem tataniaga pertanian merupakan kesatuan sistem dari aktivitas ekonomi yang dimulai dari proses produksi barang-barang pertanian sampai dengan tingkat konsumsi (Purcell, 1979). Fungsi ekonomi dalam sistem tataniaga ini berjalan secara interaktif dan terkoordinasi untuk menciptakan saluran pemasaran yang ringkas, sehingga penyediaan produk menjadi efektif dan efisien. Sistem ini disusun oleh komponen-komponen terkecil yang disebut dengan sub-sistem. Komponen-komponen ini bekerjasama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi dan saling tergantung antara bagian satu dengan bagian yang lain. Sistem pemasaran terdiri dari sistem komunikasi (communication system), sistem teknis (technical system), dan sistem kekuatan (power system).

3.1.2. Saluran Tataniaga

Menurut Kotler (1997), saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung dan bekerjasama dalam proses (usaha) menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga siap digunakan atau dikonsumsi, yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Saluran tataniaga pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Penyaluran Langsung

Saluran tataniaga seperti ini disebut juga saluran tataniaga nol tingkat, karena tidak ada perantara dalam sistem ini, produk langsung disalurkan ke konsumen. 2. Penyaluran Semi Langsung

Saluran tataniaga ini disebut juga saluran tataniaga satu tingkat, karena dalam sistem ini terdapat satu perantara. Biasanya yang bertindak sebagai perantara adalah para pedagang pengecer.

3. Penyaluran Tidak Langsung

Sistem saluran seperti ini disebut juga saluran pemasaran dua tingkat, dimana terdapat dua perantara yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer.

(22)

22 jarak antara produsen dan konsumen, maka makin panjang saluran tataniaga yang terjadi, (b) Skala produksi, semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya, (c) Cepat tidaknya produk rusak, produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen, (d) Posisi keuangan pengusaha, pedagang yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran.

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu :

1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.

3.1.3. Lembaga Tataniaga

Hanafiah dan Saefuddin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga.

(23)

23 mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga. Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu:

1. Berdasarkan fungsi yang dilakukan :

a. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.

b. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan.

c. Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa, dan lain-lain.

2. Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang :

a. Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul, dan lain-lain. b. Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang

dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dan lain-lain.

c. Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan. 3. Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar :

a. Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok, dan lain-lain.

b. Lembaga tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih. c. Lembaga tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lain-lain. d. Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan

pos dan giro, dan lain-lain. 4. Berdasarkan bentuk usahanya :

a. Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi.

(24)

24 Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus, 1987).

3.1.4. Struktur Pasar

Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi pasar, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar. Ada tiga hal yang perlu diketahui agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, yaitu : (1) konsentrasi pasar dan jumlah produsen, (2) sistem keluar masuk barang yang terjadi di pasar dan (3) diferensiasi produk (Limbong dan Sitorus, 1987).

Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) pengetahuan informasi pasar, dan (4) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan. Pasar tidak bersaing sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu produsen dan konsumen. Dilihat dari sisi produsen terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopoli, duopoli, dan oligopoli, sedangkan dari sisi pembeli (konsumen) terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopsoni, dan oligopsoni (Dahl dan Hammond, 1977).

(25)

25 sistem tataniaga tersebut (market performance). Karakteristik masing-masing struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Struktur Pasar

No

1 Banyak Banyak Homogen Sedikit Rendah Persaingan murni

Persaingan murni 2 Banyak Banyak Diferensiasi Sedikit Tinggi Persaingan

monopsonistik

Persaingan monopolistik 3 Sedikit Sedikit Homogen Banyak Tinggi Oligopsoni

murni

Oligopoli murni 4 Sedikit Sedikit Diferensiasi Banyak Tinggi Oligopsoni

diferensiasi suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam mengahadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga. Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan terkoordinasi. Selanjutnya akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya.

3.1.6. Konsep Efisiensi Tataniaga

(26)

26 aktivitas fisik, dan fasilitas. Menurut Kohls dan Uhl (1990), salah satu cara meningkatkatkan efisiensi operasional adalah dengan penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga dianalisis melalui analisis tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio biaya dan keuntungan tataniaga.

Efisiensi pemasaran dapat tercapai jika sistem tataniaga tersebut dapat memberikan kepuasan pada pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran. Kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002).

Purcell (1979) dalam Hermansyah (2008), mengungkapkan bahwa efisiensi operasional dapat ditunjukkan pada kondisi :

1. Menurunkan biaya tanpa menurunkan kepuasan konsumen 2. Meningkatkan kepuasan konsumen tanpa meningkatkan biaya

3. Meningkatkan biaya dan meningkatkan kepuasan tapi jumlah output lebih besar daripada jumlah input

Sementara itu, terdapat tiga kondisi efisiensi harga yaitu : 1. Tersedia alternatif pada konsumen

2. Perbedaan harga yang terjadi merupakan refleksi daripada biaya.

3. Perusahaan relatif bebas masuk atau keluar pasar sebagai respon dari laba atau kerugian akibat adanya perbedaan harga

3.1.6.1. Konsep Marjin Tataniaga

(27)

27 ini terdiri dari dua komponen yaitu besarnya biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan pemasaran (marketing profit).

Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan atau imbalan dari pengorbanan yang diberikan. Artinya, dengan pengorbanan tertentu yang disumbangkan, akan diusahakan untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan maksimal atau dengan keuntungan tertentu akan diusahakan meminimumkan pengorbanannya. Perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir disebabkan karena adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditas dari titik produsen sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen.

Perbedaan harga yang terjadi antara lembaga tataniaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin tataniaga. Definisi marjin tataniaga menurut Kohls dan Uhl (1990) juga digambarkan oleh kurva marjin tataniaga (Gambar 4).

Gambar 4. Proses Terjadinya Marjin dan Nilai Marjin Tataniaga Keterangan:

Pf : Harga di tingkat produsen Pr : Harga di tingkat konsumen Df : Kurva permintaan produsen Dr : Kurva permintaan konsumen Sf : Kurva penawaran produsen Sr : Kurva penawaran konsumen

Qr,f : Jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan konsumen (Pr-Pf) : Marjin tataniaga

(28)

28 Selama barang bergerak dari petani sampai ke konsumen terjadi pertambahan nilai pada barang yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga sehingga tingkat kepuasan konsumen dapat ditingkatkan. Perlakuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga tataniaga terdiri dari beberapa komponen seperti tenaga kerja, modal, dan manajemen yang masing-masing memberikan proporsi tertentu. Jumlah dari komponen ini jika ditambah dengan keuntungan dari lembaga tataniaga disebut marjin tataniaga bagi lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian, marjin tataniaga secara keseluruhan dari produsen ke konsumen adalah jumlah saluran marjin tataniaga dari lembaga tataniaga. Rendahnya marjin tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmers’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir.

3.1.6.2. Konsep Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Kohls dan Uhl (1990) mendefinisikan farmer’s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan suatu komoditas. Nilai farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan konsumen (Pr). Secara matematik dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :

Fsi =

x 100% Keterangan : Fs : Farmer’s Share Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen

(29)

29

3.1.6.3. Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya, dengan meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio keuntungan biaya (R/C) = Keterangan :

Li : keuntungan lembaga pemasaran Ci : biaya pemasaran

3.1.6.4. Analisis Keterpaduan Pasar

Menurut Azzaino (1982), keterpaduan pasar menekankan pada keterkaitan harga antar berbagai tingkat lembaga tataniaga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen yang disebabkan karena adanya perubahan tempat, waktu maupun bentuk komoditas. Efisiensi harga dapat dicerminkan oleh besarnya koefisien korelasi harga. Kunci dari keadaan efisiensi tersebut adalah adanya sebaran dan ketersediaan informasi pasar yang lancar serta akurat. Hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dapat didekati dengan pendekatan korelasi harga dan model keterpaduan pasar yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan dilanjutkan oleh Heytens (1986).

Heytens (1986) mengemukakan bahwa dalam suatu pasar yang terintegrasi secara efisien, terdapat korelasi positif diantara harga di lokasi pasar yang berbeda. Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lain. Keterpaduan pasar dapat terjadi apabila terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar lainnya.

(30)

30 di tingkat konsumen dan produsen bergerak pada waktu yang sama. Model ini dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Model ini didasarkan apda hubungan bedakala (lag) bersebaran autoregresive antara harga di suatu pasar tertentu dengan harga di pasar lainnya. Analisis ini menerangkan adanya hubungan antara perubahan harga di suatu pasar tertentu dengan harga di pasar lain.

Model statistik yang mampu menjelaskan perubahan harga bulanan pada pasar lokal sebagai fungsi dari beberapa variabel bebas menurut Heytens (1986) adalah sebagai berikut :

Pit – Pit-1 = β0+ (1+β1)Pit-1 + β2(Pjt – Pjt-1) + β3Pjt-1 + β4Xt + et...(1)

Dimana :

Pit = Harga di tingkat pasar lokal (ke-i) pada waktu ke-t Pit-1 = Harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya (t-1) Pjt = Harga di tingkat pasar acuan untuk waktu ke-t

Pjt-1 = Harga di tingkat pasar acuan pada waktu sebelumnya (t-1) Xt = Peubah exogenus (musim panen atau regional)

et = Random error

βt = Parameter estimasi

Jika diasumsikan bahwa deret waktu di pasar lokal dan pasar acuan mempunyai pola musim yang sama, maka tidak perlu memasukkan peubah (Xt) untuk musim setempat. Untuk memudahkan interpretasi hasil maka persamaan di atas disederhanakan lagi menjadi :

Pit = β0+ (1+β1)Pit-1 + β2(Pjt – Pjt-1) + ( β3 - β1) Pjt-1+ et...(2)

Dimana model akan diduga dengan menggunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) sebagai berikut :

Pit = b0 + b1Pit-1 + b2(Pjt – Pjt-1) + b3Pjt-1+ et...(3)

Dimana :

b1 = 1 + β1

b2 = β2

b3 = β3 –β1

b1 = Koefisien perubahan harga di tingkat pasar lokal

b2 = Koefisien perubahan margin harga di tingkat pasar acuan

(31)

31 Secara umum persamaan di atas menunjukkan bagaimana harga disuatu pasar (pasar rujukan) mempengaruhi pembentukan harga di pasar lainnya (pasar lokal), dengan mempertimbangkan harga yang lalu (t-1) dan harga yang sekarang (t). Berdasarkan persamaan (3) dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur

bagaimana perubahan harga di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal. Keterpaduan pasar dalam jangka panjang dicapai jika b2 = 1, maka perubahan

harga yang terjadi bersifat netral dan proposional dengan persentase yang sama. Tentunya b2 tidak harus sama dengan satu, meskipun informasi perubahan harga

di tingkat pasar acuan secara langsung diteruskan ke pasar lokal.

Jika Pjt – Pjt-1 = 0, maka pasar acuan berada pada keseimbangan jangka pendek, berarti koefisien b2 dikeluarkan dari persamaan. Koefisien yang

menghubungkan dua bentuk harga (1+β1) dan (β3 - β1) menjelaskan kontribusi

relatif dari pasar lokal pada saat diinginkan. Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks keterpaduan pasar (IMC = Index Market connection). IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar lokal terhadap bentuk harga pasar rujukannya. Nilai IMC ini dapat digunakan untuk mengetahui keterpaduan pasar dalam jangka pendek. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :

IMC = ...(4) Jika harga yang terjadi di pasar rujukan pada waktu sebelumnya merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga yang terjadi di suatu pasar lokal tertentu, berarti kedua pasar tersebut terhubungkan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa informasi permintaan dan penawaran di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal dan akan mempengaruhi harga yang terjadi di pasar lokal tersebut. Jika koefisien b1 = 0 dan b3 > 0 maka nilai IMC = 0 artinya harga

ditingkat pasar produsen pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang diterima pada pasar produsen sekarang. Hal ini berarti pasar tersebut berada dalam keadaan integrasi jangka pendek yang kuat. Jika koefisien b1 > 0

dan koefisien b3 = 0, maka IMC menjadi tak hingga. Hal ini menunjukkan pasar

tersebut mengalami segmentasi pasar. Integrasi pasar jangka pendek akan cenderung terjadi pada kondisi dimana b1< b3 sehingga nilai IMC antara 0 dan 1.

(32)

32 Jika nilai b2 = 1 berarti bahwa pasar berada dalam keseimbangan jangka panjang

yang kuat dimana kenaikan harga di pasar rujukan akan segera diteruskan ke pasar lokal. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa koefisien b2

digunakan untuk mengetahui keterpaduan jangka panjang dan IMC untuk mengetahui keterpaduan pasar jangka pendek. Keterpaduan jangka pendek disebut juga keterkaitan pasar dalam menjelaskan bagaimana pelaku pemasaran berhasil menghubungkan pasar-pasar yang secara geografis terpisah melalui aliran informasi dan komoditas.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kayu manis merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Kerinci. Kayu manis diusahakan hampir sebagian besar petani di Kerinci. Kayu manis masih sangat potensial, mengingat permintaannya yang terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri yang memanfaatkan kulit manis sebagai salah satu bahan baku. Selain itu adanya sertifikat organik, dan kekhasan tersendiri menjadikan kayu manis Kerinci sangat diminati oleh konsumen luar negeri. Harga kulit manis masih dinilai rendah oleh petani, sehingga terjadinya konversi lahan dengan tanaman semusim. Jikapun ada kenaikan harga, petani kurang merasakan dampaknya. Adanya informasi pasar yang tidak sempurna, menyebabkan petani hanya bisa bertindak sebagai price taker.

(33)

33

Gambar 5 . Kerangka Pemikiran Operasional

 Analisis ratio

keuntungan dan biaya  Analisis marjin

Tataniaga

 Analisis Farmer’s Share  Analisis Keterpaduan

Pasar

Saluran pemasaran yang efisien  Analisis Saluran

Tataniaga

 Pendekatan SCP (Structure,

performance,

conduct)

Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani di Kabupaten Kerinci

 Harga yang relatif rendah  Rendahnya posisi tawar petani  Informasi pasar tidak tersedia

 Belum efektifnya industri pengolahan

Analisis Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci

(34)

34

IV.METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kerinci merupakan merupakan sentra produksi kayu manis di Indonesia. Pengambilan data sampel petani dan lembaga tataniaga komoditi kayu manis dilakukan selama dua bulan yaitu sejak Februari-Maret 2012.

4.2. Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dari beberapa sumber. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak yang terlibat dalam tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul, dan eksportir. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga pemerintah yang mempunyai data untuk penelitian ini, diantaranya Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kerinci, Dinas Perdagangan Kabupaten Kerinci, Kementerian Perdagangan, Biro Pusat Statistik (BPS), dan Asosiasi Eksportir Cassiavera Indonesia di Sumatera Barat. Selain itu untuk melengkapi data-data yang diperlukan diperoleh melalui internet, hasil penelitian terdahulu, artikel- artikel pada surat kabar, majalah, buku-buku, serta literatur yang mendukung.

4.3. Metode Pengumpulan Data

(35)

35 Kayu Aro, lima responden di Kecamatan Gunung Kerinci, dua responden di Kecamatan Siulak, dan sisanya dari Kecamatan Keliling Danau. Sedangkan penentuan sampel pedagang dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu dengan cara mengikuti arus komoditi kayu manis dari petani sampai konsumen. Responden yang didapatkan sebanyak 21 orang yang terdiri dari empat orang pedagang pengumpul desa, delapan orang pedagang pengumpul kecamatan, delapan orang pedagang besar kabupaten, dan satu eksportir. Sedangkan responden untuk pabrik pengolahan sirup kayu manis di Kabupaten Kerinci berjumlah satu orang.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, keragaan, dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis margin tataniaga, analisis imbangan penerimaan terhadap biaya, serta analisis keterpaduan pasar.

4.4.1. Analisis Saluran Tataniaga

Analisis ini dilakukan secara kualitatif untuk melihat saluran pemasaran yang ada di lokasi penelitian dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam menyalurkan komoditi kayu manis mulai dari produsen sampai ke pedagang pengecer yang pada akhirnya sampai ke konsumen akhir. Alur tataniaga tersebut dijadikan dasar dalam menggambarkan pola tataniaga. Perbedaan saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu jenis barang akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat didalamnya.

4.4.2. Analisis Fungsi Lembaga Tataniaga

(36)

36 dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) serta fungsi fasilitas (standardisasi dan grading,

penanggungan risiko, pembayaran dan informasi pasar). Analisis dari fungsi tataniaga dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya tataniaga. Kegunaan dari fungsi tataniaga juga dapat dilakukan jika antar lembaga tataniaga saling berhubungan. Fungsi tataniaga merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam proses tataniaga.

4.4.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Analisis struktur pasar dapat dilihat dari jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, diferensiasi produk, dan kebebasan untuk keluar masuk pasar, serta informasi perubahan harga pasar. Analisis perilaku pasar dapat diamati melalui praktek penjualan dan pembelian antara lembaga-lembaga tataniaga, sistem penentuan dan pembayaran harga, serta kerjasama di antara lembaga tataniaga.

4.4.4. Marjin Tataniaga

Margin tataniaga terdiri dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Perhitungan margin tataniaga merupakan pertambahan dari biaya-biaya dan keuntungan tataniaga yang diperoleh masing-masing lembaga tataniaga. Bentuk model matematik margin pemasaran adalah sebagai berikut:

mji = Psi – Pbi ... (5) mji = Bti + πi ... (6) Dengan demikian :

πi = mji – Bti ... (7) jadi, besarnya total margin pemasaran adalah:

Mij = Σ mji, i = 1,2,3,...n

Dimana :

mji = Margin tataniaga pada lembaga ke-i (Rp/kg) Psi = Harga penjualan lembaga tataniaga ke-i (Rp/kg) Pbi = Harga pembelian lembaga tataniaga ke-i (Rp/kg) Bti = Biaya tataniaga lembaga tataniaga ke-i (Rp/kg)

(37)

37

4.4.5. Farmer’s Share

Penyebaran marjin tataniaga dilihat berdasarkan bagian (share) yang diperoleh masing-masing lembaga tataniaga. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan margin tataniaga sehingga semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut :

FS = P / K x 100% Keterangan :

FS = Farmer’s share (persentase) P = Harga di tingkat petani (Rp/kg) K = Harga beli konsumen (Rp/kg)

4.4.6. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya

Return Cost Ratio atau imbangan penerimaan terhadap biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam satu proses produksi. Apabila πi /Ci >1 maka usahatani yang dilakukan layak dilaksanakan. Sebaliknya, apabila πi/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan atau tidak layak diusahakan. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rasio keuntungan/Biaya = Keuntungan (πi) / Biaya Tataniaga (Ci)

4.4.7. Analisis Keterpaduan Pasar

Untuk menghitung indeks keterpaduan pasar perlu diketahui perkembangan harga dari waktu ke waktu serta penyebaran harga yang terjadi di pasar. Analisis indeks keterpaduan pasar antara harga di pasar petani kayu manis dan harga di pasar eksportir Padang dapat diukur dengan menggunakan metode IMC. Data yang harga yang digunakan adalah data harga bulanan selama tiga tahun, mulai dari Januari 2009 - Desember 2011. Penyusunan persamaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi sederhana (OLS) yang akan menghasilkan persamaan :

Pit = b1Pit-1 + b2 (Pjt– Pjt-1) + b3 Pjt-1 + et ...(8)

Dimana :

(38)

38 Pit-1 = Harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t-1

Pjt = Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke-t Pjt-1 = Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke t-1 bi = Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,....n

Pada penelitian ini akan dianalisis keterpaduan pasar kayu manis antara pasar ditingkat petani dengan pasar eksportir Padang. Dimana persamaan-persamaannya adalah sebagai berikut :

Pt = b1Pt-1 + b2 (Pjt– Pjt-1) + b3 Pjt-1 + et...(9)

Dimana :

Pt = Harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke-t

Pt-1 = Harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t-1

Pjt = Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke-t

Pjt-1 = Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke t-1

bi = Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,....n

4.4.7.1. Pengujian Hipotesa

Untuk menguji secara statistik peubah bebas yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah terikat dapat dilakukan uji statistik t dan uji statistik F. Peubah bebas yang diuji yaitu harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t-1 (Pt-1), harga kayu manis di tingkat eksportir padang pada waktu ke-t

(Pt-1), harga kayu manis di tingkat eksportir pada waktu ke t-1 (Pjt-1), dan peubah

terikatnya adalah harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t (Pt). Uji

statistik t dapat digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah, apakah secara terpisah dan apakah peubah ke-i berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Uji F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak, apakah peubah-peubah bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari peubah tidak bebas. Pengujian dari masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student, dengan hipotesa :

H0 : b1 = 0, peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas

H1 : b1≠ 0, peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas

(39)

39 t hitung =

Dimana Se (bi) adalah standar error parameter dugaan bi Kriteria uji :

t hitung < t tabel : terima H0

t hitung > t tabel : tolak H0

Jika hipotesa nol ditolak, berarti peubah yang diuji berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima, maka peubah yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bebas. Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak adalah :

H0 : b1 = b2 = ... = bk = 0

H1 : b1≠ b2≠ ... ≠ bk≠ 0

Statistik uji yang digunakan dalam uji F adalah :

Fhit =

Dengan derajat bebas (k-1), (N-k), dimana :

SSR = Jumlah kuadrat regresi

SSE = Jumlah kuadrat sisa

N = Jumlah pengamatan

k = Jumlah parameter Kriteria uji :

F hitung < F tabel : terima H0

F hitung > F tabel : tolak H0

Jika hipotesa nol ditolak berarti minimal ada satu peubah yang digunakan berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima berarti secara bersama peubah yang digunakan tidak bisa menjelaskan variasi dari peubah tidak bebas.

Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah ada korelasi antar pengamatan. Uji autokorelasi ini menggunakan uji Durbin Watson. Pengujian dengan metode ini dilakukan karena di dalam model terdapat variabel lag. Pengujian ini digunakan dengan hipotesa :

(40)

40 Sedangkan koefisien Durbin-h diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

dw = Dimana :

dw = Nilai Durbin Watson

et– et-1 = Lag nilai kesalahan e2t = Kuadrat nilai kesalahan

Koefisien Durbin watson (d) hitung dibandingkan dengan nilai tabel dU dan nilai dL. Jika nilai d hitung < dL maka terdapat autokorelasi (+) dan (d) hitung > 4-dL terdapat autokorelasi (-). Jika nilai (d) hitung terdapat pada daerah lain, maka tidak terdapat autokorelasi antar pengamatan. Artinya model dapat digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Untuk mengetahui apakah suatu pasar terpadu dalam jangka panjang maupun jangka pendek, maka dilakukan pengujian hipotesa terhadap keterpaduan pasar. Secara umum hipotesa yang akan diuji adalah :

1. Keterpaduan Pasar Jangka Panjang

H0 : b2 = 1, pasar kayu manis terintegrasi dalam jangka panjang

H1 : b2≠ 1, pasar kayu manis tidak terintegrasi dalam jangka panjang

t hitung =

Dimana Se (b2) adalah standar error parameter dugaan b2

Apabila t hitung < t tabel maka hipotesa nol diterima secara statistik, yang artinya kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya t hitung > t tabel, maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang.

2. Keterpaduan Pasar Jangka Pendek

H0 : b1/ b3 = 0, pasar kayu manis terintegrasi dalam jangka pendek

H1 : b1/ b3≠ 0, pasar kayu manis tidak terintegrasi dalam jangka pendek

Hipotesis b1/ b3 = 0 setara dengan b1 = 0 sehingga hipotesis di atas dapat

dituliskan sebagai berikut :

H0 : b1 = 0, pasar kayu manis terintegrasi dalam jangka pendek

H1 : b1≠ 0, pasar kayu manis tidak terintegrasi dalam jangka pendek

(41)

41 Dimana Se (b1)adalah standar error parameter dugaan b1

Apabila t hitung < t tabel maka hipotesa nol diterima secara statistik, yang artinya kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika t hitung > t tabel, maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek. Pengujian kedua hipotesa tersebut (hipotesa keterpaduan jangka pendek dan hipotesa keterpaduan jangka panjang) adalah untuk melihat apakah suatu pengamatan cukup dekat dengan nilai yang dihipotesakan, sehingga membawa kita untuk menerima hipotesa yang dinyatakan (dalam hal ini hipotesa nol).

4.5. Definisi Operasional

Dalam penelitian tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci ini terdapat beberapa istilah yang dipergunakan. Maka untuk menyamakan persepsi ,berikut beberapa penjelasannya:

1. Lembaga emasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran melalui proses distribusi kayu manis dari produsen ke konsumen luar negeri atau importir luar negeri, seperti :

a. Petani kayu manis adalah petani responden yang memiliki usahatani kayu manis.

b. Pedagang Pengumpul Desa (PPD) disebut juga pedagang pengumpul tingkat I yang melakukan pembelian langsung dari satu atau lebih petani responden dan menjual kembali ke pedagang pengumpul selanjutnya Biasanya pedagang ini bertempat tinggal dekat dengan daerah produksi. Volume barang yang dijual biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan PPK serta pasar tujuan yang terbatas hanya di kawasan desa tertentu. c. Pedagang Pengumpul Kecamatan (PPK) disebut juga pedagang

(42)

42 d. Pedagang Besar Kabupaten (PBK) adalah pedagang responden yang melakukan pembelian barang dagangan dari satu atau lebih pedagang pengumpul kecamatan dan kadang juga berkeliling untuk untuk dijual kembali ke eksportir dan beberapa industri dalam negeri

e. Eksportir kayu manis merupakan gudang dan melakukan pengolahan hasil terhadap kulit kayu manis yang dibeli dari pedagang besar kabupaten.

2. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang sama. Marjin pemasaran ini terdiri dari penjumlahan seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran dalam proses penyaluran.

3. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung dalam pemberian jasa kegiatan pemasaran. Biaya dihitung dengan merata-ratakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh setiap responden lembaga pemasaran. Komponen biaya yang diperhitungkan mencakup biaya pengangkutan, biaya penyusutan, biaya bongkar muat, biaya pengemasan, dan biaya retribusi. 4. Keuntungan pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan biaya-biaya

Gambar

Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia
Gambar 1. Perkembangan Luas Tanam Kayu Manis di Kabupaten Kerinci
Gambar 2. Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci
Gambar 3.   Kontribusi Komoditas Kayu Manis, Padi, Teh, Sektor Industri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, konsumen tingkat akhir merupakan pedagang pengumpul (tauke) tingkat kabupaten, hal ini didasarkan keterbatasan informasi yang diperoleh peneliti

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui seberapa besar faktor tersebut dalam mempengaruhi tingkat pendapatan petani Sengon melalui penjualan koperasi

[r]

Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa prospek ekspor kayu manis di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup tajam pada beberapa tahun terakhir sementara

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan sistem pemasaran kubis di Kecamatan Kayu Aro, meliputi saluran dan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing – masing

Responden adalah pedagang pengumpul yag dimintai informasi mengenai saluran tataniaga dan marjin tataniaga serta informasi lain yang berguna untuk mendukung

Pedagang pengumpul dalam penelitian ini melakukan fungsi penjualan yaitu melakukan penjualan jambu madu kepada pedagang pengecer, fungsi pembelian yaitu

Hal ini disebabkan oleh gejala konversi tanaman kayu manis menjadi tanaman perkebunan lain khususnya kakao.pilihan tanaman kakao sebagai pengganti tanaman kayu manis karena kakao