• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TATANIAGA KAYU MANIS (Cynamomum burmanii BLUME) DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TATANIAGA KAYU MANIS (Cynamomum burmanii BLUME) DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATANIAGA KAYU MANIS

(Cynamomum burmanii BLUME)

DI KABUPATEN KERINCI

PROVINSI JAMBI

SKRIPSI

NEZI HIDAYANI H34080079

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

RINGKASAN

NEZI HIDAYANI. Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RACHMAT PAMBUDY).

Kayu manis Kerinci merupakan kayu manis dengan kualitas terbaik di dunia. Kayu manis juga berperan dalam menghasilkan devisa dan meningkatkan PDRB Kabupaten Kerinci. Permintaan kayu manis semakin meningkat dengan semakin banyaknya industri yang memanfaatkan kayu manis sebagai bahan baku, terutama untuk pasar luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi saluran dan lembaga- lembaga tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (2) menganalisis fungsi-fungsi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (3) mengidentifikasi dan menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (4) menganalisis margin tataniaga dan farmer’s share dari lembaga-lembaga tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (5) menganalisis efisiensi dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Waktu penelitian dari bulan Februari hingga Maret 2012. Responden penelitian adalah petani kayu manis sebanyak 30 orang dan pedagang sebanyak 20 orang. Pengambilan responden petani dilakukan secara purposive sedangkan pedagang menggunakan snowball sampling

Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat struktur dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat efisiensi operasional dan efisiensi harga dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.

Berdasarkan analisis kualitatif didapatkan bahwa dalam pendistribusian kulit kayu manis ada lima saluran yang digunakan yaitu saluran Ia, Ib, IIa, IIb, III. Dalam saluran tersebut ada beberapa lembaga tataniahga yang terliat yaitu petani, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, pabrik sirup kayu manis dan eksportir. Saluran Ia merupakan saluran yang melibatkan petani, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, dan eksportir. Saluran Ib melibatkan petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besarkebupaten dan eksportir. Saluran IIa melibatkan petani, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, dan eksportir. Saluran IIb melibatkan petani, pedagang pengumpul kecamatan, dan pabrik sirup kayu manis. sedangkan saluran III melibatkan petani, pedagang besar kabupaten, dan eksportir.

Struktur pasar yang terjadi dalam perdagangan kayu manis di Kabupaten Kerinci adalah pasar persaingan tidak sempurna. Dimana pedagang mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam penentuan harga dan petani hanya menerima harga (price taker), barang yang diperdagangkan pun masih belum terdiferensiasi, secara umum petani jarang yang memberikan nilai tambah terhadap produk, bahkan grading dan sortasi pun lebih banyak dilakukan oleh pedagang. Informasi

(3)

pasar terdistribusi tidak sempurna, sehingga petani tidak sepenuhnya tahu informasi yang diberikan oleh eksportir melalui para pedagang.

Sedangkan untuk perilaku pasar dapat dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga. Sistem penentuan harga kayu manis berdasarkan kepada kadar air dan informasi harga yang diterima dari eksportir. Walaupun dalam prakteknya terjadi tawar-menawar, harga yang berlaku tetap saja harga yang ditawarkan oleh pedagang. Sistem pembayaran yang digunakan ada dua yaittu pembayaran tunai dan pembayaran sebagian. Penggunaan sistem pembayaran didasarkan pada kepercayaan atas lamanya kerjasama tersebut dijalin. Sedangkan untuk kerjasama, sudah ada kerjasama yang terjalin antara petani dan pedagang, dan sesama pedagang, namun kerjasama tersebut belum berjalan secara maksimal.

Berdasarkan perhitungan efisiensi operasional menggunakan margin tataniga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya maka didapatkan bahwa saluran yang berakhir di eksportir tidak efisien. Rasio keuntungan terhadap biaya pada beberapa saluran nilainya kecil dari satu yang mengindikasikan saluran ini tidak layak, hanya saluran Ia dan saluran IIb yang nilai ratio keuntungan dan biayanya yang lebih besar dari satu, namun pada saluran Ia nilai farmer’s share sama dengan margin yaitu 50 persen. Pada saluran IIb, nilai ratio keuntungannnya sangat tinggi yaitu 17,48 dan nilai farmer’s share lebih besar dari margin tataniaga sehingga saluran ini bisa dikatakan efisien. Namun, saluran ini volumenya sangat sedikit sehinggga belum bisa sepenuhnya dijadikan alternatif saluran penjualan kayu manis. Petani bisa mengkombinasikan penjualan, tidak hanya menjual ke eksportir namun juga menjual ke pabrik sirup kayu manis untuk memaksimumkan keuntungan.

Berdasarkan analisis keterpaduan pasar melalui pendekatan analisis harga di tingkat petani yang berperan sebagai pasar lokal selaku pengikut harga dan tingkat pedagang eksportir yang berperan sebagai pasar acuan selaku penentu harga, dapat diketahui bahwa pasar di tingkat petani kayu manis di Kabupaten Kerinci dengan pasar eksportir (eksportir Padang) tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya perubahan harga di tingkat eksportir sebagai pasar acuan tidak sampai kepada pasar di tingkat petani. Hal ini menunjukkan sistem tataniaga kayu manis di lokasi penelitian belum efisien.

Sistem tataniaga di Kabupaten Kerinci dapat lebih efisien lagi dengan memaksimalkan peran kelompok ataupun koperasi. Selama ini informasi harga tidak transparan, karena baik pedagang maupun petani tidak pernah tahu berapa harga kayu manis yang dijual oleh eksportir setelah di olah keluar negeri. Selain itu, adanya pabrik sirup kayu manis dan penyulingan minyak kayu manis agar lebih ditunjang dari berbagai segi agar nantinya bisa meningkatkan nilai tambah dari kayu manis.oleh sebab itu, perlu adanya kerjasama anatar petani, pedagang, asosiasi, dan pemerintah untuk meningkatkan efektifitas pemasaran kayu manis.

(4)

ANALISIS TATANIAGA KAYU MANIS

(Cynamomum burmanii BLUME)

DI KABUPATEN KERINCI

PROVINSI JAMBI

NEZI HIDAYANI H34080079

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

Judul : Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) diKabupaten Kerinci Provinsi Jambi

Nama : Nezi Hidayani

NIM : H34080079

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS

NIP : 19591223 198903 1 002

Diketahui :

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka pada akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Nezi Hidayani H34080079

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simabur pada tanggal 19 Mei 1990. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Lukman dan Ibunda Armiyanis.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 27 Galogandang pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Batusangkar diselesaikan pada tahun 2005. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 1 Batusangkar pada tahun 2008.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

Selama mengikuti pendidikan , penulis pernah bergabung di HIPMA (Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis) pada tahun 2009-2011 sebagai sekretaris di CCDD (Creativity and Career Development Departement) dan B’Hero (Bearou of Human Resources and Development)

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci,Provinci Jambi”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. Namun demikian, sangat disdari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membantu ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2012 Nezi Hidayani

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan inspirasi dan mengilhami sehingga skripsi ini dapat terselesaikan juga. Selain itu penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabarannya yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini dan selama tiga tahun ini.

2. Ir. Popong Nurhayati, MM dan Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ama, Apa, dan adik-adikku tercinta (Dayat, Yani, Ari, Nadya, Adek) terimakasih atas do’a dan inspirasinya selama ini.

4. Keluarga besarku. Amak, ayah (alm), anduang, maketek, makdang, tekdes, tek as, makngah, amai-amaiku, sepupuku, dan keluarga besarku lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu yang selalu menyemangati dan motivasi aku sampai sekarang ini.

5. Teman-teman terbaikku di SMA N 1 Batusangkar: Iwid, Mumut, Igieth terimakasih untuk motivasi selama ini.

6. Tubagus Fatwa Perkasa untuk motivasi dan pencerahannya.

7. Sahabat terbaikku selama di IPB, AgriAngel: Gebry Ayu Diwandani, Endah Puspitasari, dan Anisa Roseriza, AgriMinang: Layra Nichi Sari, Jauhar Samudera Nayantakaningtyas, Afrisya Meizi, Fitria Ramadhani, Aklima Dhiska Suwanda, AgriGarden: Diki More sari, Ervan Fareza, Andika Yuli Sutrisno, Lutfiah Nur, Penghuni 308 ( Ulya, Asti, dan Itoh) dan 305 (Kiki, mbak Ila, mbak Rizka, dan Dora) + Tirawati + Butet + mbak Fitri + Mbak Nur, Terimakasih untuk pelajaran berharganya yang hadir lewat kegilaan kita selama ini. Tak lupa juga untuk cewek-cewek di Satellite 2 : Kak Dita, Kak Bina, Kak Ingggit, Kak Rara, Kak Dina, Ita, dan Yane terimakasih untuk semuanya.

(10)

8. Salwa Edi dan Keluarga, Tek Na sekeluarga, dan Keluarga besar Gebry, Desy, Hilda, dan Eby Terimakasih sudah membantu dalam proses penelitian dan menampung penulis selama penelitian ini, hanya terimakasih yang bisa penulis sampaikan dan semoga Allah membalas segala kebaikan.

9. Teman-teman seperjuangan se PA dan se PS : Nur Elisa Faizaty dan Adnan Azhari Rimbawan untuk bantuan dan semangatnya.

10. Teman-teman B07 dan cewek-cewek lorong 3 A3 ( Angkatan 45), terimakasih buat semuanya, karena semua cerita bermula dari sini.

11. Keluarga besar PUSAKO Tanah Datar : Ayah, Bunda, Mita si adiak panuah, da Ya uda panuah, si Barangin Merry, Roni, Chayang, Dessy dan semuanya terimakasih untuk do’a dan semua pelajaran yang diberikan.

12. Pemerintah Kabupaten Kerinci, AECI Sumbar,dan untuk pihak-pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu namanya atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

13. Teman-teman seperjuangan minor AGH, teman-teman AGB 45, terimakasih atas kebersamaan selama tiga tahun ini. Semoga kesuksesan menyertai kita semua. Amiiin.

Bogor, Juli 2012 Nezi Hidayani

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DARTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Karakteristik Kayu Manis ... 9

2.2 Budidaya Kayu Manis ... 10

2.2.1 Pembibitan ... 10

2.2.2 Persiapan Lahan dan Penanaman ... ... 11

2.2.3 Pemeliharaan ... ... 11

2.2.4 Pemanenan ... 12

2.2.5 Pasca Panen ... 13

2.3Penelitian Tataniaga Terdahulu ... 16

III. . KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1 Konsep Tataniaga ... 20

3.1.2 Saluran Tataniaga ... 21

3.1.3 Lembaga Tataniaga ... 22

3.1.4 Struktur Pasar ... 24

3.1.5 Konsep Perilaku Pasar ... 25

3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga ... 25

3.1.6.1 Konsep Margin Tataniaga ... 26

3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share ... 28

3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya ... 29

3.1.6.4 Analisis Keterpaduan Pasar ... 29

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 34

4.1 Lokasi Penelitian ... 34

4.2 Data dan Sumber Data ... ... 34

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 34

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis data ... 35

4.4.1 Analisis Saluran Tataniaga ... 35

4.4.2 Analisis Fungsi Lembaga Tataniaga ... 35

4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ... 36

(12)

ii

4.4.5 Farmer’s share ... ... 37

4.4.6. Rasio keuntungan dan Biaya ... 37

4.4.7. Analisis Keterpaduan pasar ... 37

4.4.7.1. Pengujian Hipotesa ... 38

4.5. Definisi Operasional ... 41

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 43

5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci ... 43

5.1.1 Keadaan Geografis ... 43

5.1.2 Pemerintahan dan Penduduk ... 45

5.2 Karakteristik Petani Responden ... 48

5.3 Karakteristik Pedagang Responden ... 50

5.4 Gambaran Umum Usahatani Kayu Manis di Kabupaten Kerinci... 51

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

6.1 Sistem Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 53

6.1.1 Saluran Ia ... 56

6.1.2 Saluran Ib ... 57

6.1.3 Saluran IIa ... 58

6.1.4 Saluran IIb ... 58

6.1.5 Saluran III ... 59

6.2 Fungsi- Fungsi Tataniaga ... 59

6.2.1 Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Desa ... 60

6.2.2 Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Kecamatan .... 61

6.2.3 Fungsi Tataniaga Pedagang Besar Kabupaten ... 62

6.2.4 Fungsi tataniaga Eksportir ... 64

6.3 Analisis Struktur Pasar ... 66

6.3.1 Jumlah Penjual dan Pembeli ... 66

6.3.2 Hambatan Keluar Masuk Pasar ... 67

6.3.3 Kondisi dan sifat Produk ... 68

6.3.4 Informasi Pasar ... 68

6.4 Perilaku Pasar ... 68

6.4.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ... 69

6.4.2 Sistem Penentuan Harga ... 70

6.4.3 Sistem Pembayaran ... 71

6.4.4 Kerjasama Antar Lembaga ... 72

6.5 Kinerja Pasar ... 73

6.5.1 Margin Tataniaga ... 73

6.5.2 Farmer’s share ... 77

6.5.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ... 78

6.5.4 Efisiensi tataniaga ... 81

6.5.5 Analisis Integrasi Pasar Kayu Manis ... 82

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

7.1 Kesimpulan ... 86

7.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(13)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia... 1

2. Spesifikasi Mutu Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 16

3. Karakteristik Struktur Pasar ... 25

4. Luas Penggunaan Lahan Dirinci Menurut Jenis Penggunaannya di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 ... 43

5. Luas Wilayah Kabupaten Kerinci dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 45

6. Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 ... 46

7. Persentase Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 ... 47

8. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan ... 48

9. Karakteristik Petani Responden di Kabupaten Kerinci ... 49

10. Karakteristik Pedagang Responden di Kabupaten Kerinci ... 51

11. Fungsi- Fungsi Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 60

12. Kualitas dan Harga Beli Kayu Manis di Tingkat Pedagang Besar Kabupaten ... 63

13. Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Jenis Mutu Tahun 2011 ... 65

14. Analisis Margin Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci, Jambi ... 74

15. Farmer ‘s Share Pada Saluran Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 77

16. Rasio Keuntungan terhadap Biaya pada Saluran Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci ... 79

17. Nilai Efisiensi Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 81

18. Hasil Olahan Data Keterpaduan Pasar Produsen dengan Pasar Eksportir Kayu Manis di Padang (2009 – 2011) ... 83

(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Tanam Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 3

2. Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 4

3. Kontribusi Komoditas Kayu Manis, Padi, Teh, Sektor Industri Makanan dan Minuman, serta Perdagangan Terhadap Output, Nilai Tambah Bruto (NTB ) dan Ekspor Wilayah di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 5

4. Proses Terjadinya Margin dan Nilai Margin Tataniaga ... 27

5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 33

6. Peta Wilayah Kabupaten Kerinci ... 44

(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Manis di Kabupaten Kerinci Tahun 2011 ... 92

2. Perkembangan Harga Perdagangan Cassiavera Di Kabupaten Kerinci .... 93

3. Biaya Tataniaga Pada Setiap Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 94

4. Analisis Margin Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci, Jambi ... . 96

5. Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Negara Tujuan Tahun 2011 ... 98

6. Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Jenis Mutu Tahun 2011 ... 100

7. Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Perusahaan Tahun 2011 ... 101

8. Daftar Perusahaan Eksportir Sumbar Tahun 2012 ... 102

9. Input Data Minitab ... 103

10. Output Data Minitab ... 104

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah dapat digunakan dalam bentuk segar atau kering untuk perasa, aroma, dan untuk pewarna pada berbagai industri.

Rempah-rempah merupakan salah satu komoditas penting yang berpengaruh dalam perdagangan dunia sejak ratusan tahun yang lalu. Begitu pentingnya produk rempah-rempah sehingga nilainya dianggap setara dengan logam mulia1. Berdasarkan kajian BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional), pasar rempah dunia untuk Uni Eropa rata-rata mengalami peningkatan sembilan persen setiap tahun.

Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

HS CODE 2 DIGIT SITC CODE HS DESC NET WEIGHT (KG) FOB VALUE (US $ ) 0904112000 09 07511000 Black pepper, neither crushe 123. 898.998 36.369.424 0904111000 09 07511000 whitepepper, neither crushe 55.951.988 10.666.852 0908100020 09 07525000 Nutriag, shelled 33.526.123 7.155.633 0908200000 09 07525000 Mace 24.635.347 2.755.503 0906110000 09 07522000 Cinnamon (Cinnamomum zey) 20.228.734 19.606.694 0906200000 09 07523000 Cinnamon and cinnamon tree 13.535.197 13.670.558 0908300000 09 07525000 Cardamoms 9.162.274 4.486.583 0908100010 09 07525000 Nutmeg, in shell 7.671.472 1.628.674 0907000020 09 07524000 Cloves, cloves and

stems

8.393.145 3.905.698

0910999000 09 07525000 Other spices 4.639.315 1.696.532

Sumber: Data Ekspor Impor BPS, 2010 (diolah)

1

(17)

2 Berdasarkan data ekspor impor tahun 2010 (Januari sampai Oktober) dari Badan Pusat Statistik, nilai ekspor produk rempah-rempah secara keseluruhan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai ekspor untuk sektor rempah-rempah sampai dengan Oktober 2010 adalah sebesar US$ 333,263,352. Nilai ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2009 yang berada pada angka US$ 257,213,249. Sebagai komoditas ekspor, produk rempah Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi karena memiliki keunggulan mutu dibandingkan dengan negara pesaing. Selain itu industri yang menggunakan rempah sebagai bahan bakunya mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 15 juta jiwa baik sebagai petani, karyawan industri, maupun sebagai pedagang (AD/ART Dewan Rempah Indonesia, 2007). Meningkatnya nilai ekspor dan peran rempah-rempah tersebut menunjukkan bahwa sektor ini merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai prospek dikembangkan sebagai penghasil devisa negara.

Kayu manis merupakan salah satu dari sepuluh produk ekspor rempah yang potensial. Menurut FAOSTAT (2011), total ekspor kayu manis Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 37.192 ton, dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 38.361 ton. Meskipun total ekspor Indonesia mengalami peningkatan, namun China merupakan negara dengan jumlah ekspor terbesar yaitu sebesar 41.778 ton pada tahun 2009. Prospek pasar dan potensi pengembangan kayu manis cukup menjanjikan karena penggunaannya mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan tumbuhnya industri makanan dan minuman yang menggunakan bahan baku rempah, serta penggunaannya untuk bahan baku industri terutama rokok, obat, kosmetik, dan industri spa.

Kayu manis tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia yaitu di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Kalimantan. Di Pulau Sumatera tersebar di sepanjang pegunungan Bukit Barisan, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu sampai ke Lampung. Di Pulau Kalimantan penghasil kulit manis yang terkenal terdapat di Kalimantan Selatan, Kabupaten Barabai dan Kabupaten Kandangan, di sepanjang punggung Pegunungan Meratus. Sementara di Jawa, penghasil kayu manis yang terkenal antara lain Kabupaten Magelang, Temanggung, dan Wonosobo. Namun, sentra produksi kayu manis Indonesia

(18)

3 terdapat di Kabupaten Kerinci, Jambi karena merupakan pemasok 80 persen dari total ekspor kayu manis Indonesia2.

Kerinci dikenal sebagai penghasil kayu manis (kulit manis) kualitas terbaik di Indonesia, bahkan juga di dunia. Kayu manis menjadi sangat disukai oleh konsumen luar negeri adalah karena kayu manis di Kerinci sudah memiliki “Organic Sertificated Cassia”, kualitas volatil oil dan aroma yang sangat spesifik. Demikian terkenalnya Kabupaten Kerinci sebagai penghasil kayu manis, sampai-sampai nama "Kerinci" pun menjadi standar produk kayu manis di pasar dunia.

Total luas lahan tanaman kayu manis di Kabupaten Kerinci cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 dan 2006 luas lahan berturut-turut yaitu 44.705 Ha dan 42.293 Ha, namun pada tahun 2007 menurun secara drastis yaitu 31.697 Ha. Pada tahun 2008 luas lahan mulai meningkat dan turun lagi pada tahun 2009. Namun pada tahun 2010 dan 2011 jumlah lahan mulai meningkat kembali. Fluktuasi jumlah luas tanam ini disebabkan karena para petani mengkonversi lahannya dengan tanaman lain seperti tanaman hortikultura, palawija, dan tanaman perkebunan lainnya.

Gambar 1. Perkembangan Luas Tanam Kayu Manis di Kabupaten Kerinci

Sumber: Data BPS Kabupaten Kerinci, 2012 (diolah)

2

Diperindag Kabupaten Kerinci, 2009 44705 42293 31697 37268 36754 40944 40972 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

LUAS TANAM (Ha)

LUAS TANAM (Ha)

(19)

4 Produksi kayu manis di Kabupaten Kerinci berfluktuasi setiap tahunnya. Penurunan yang signifikan terlihat pada tahun 2007 yaitu dengan total produksi sebesar 53.645,5 Ton. Penurunan tersebut terus berlanjut sampai pada tahun 2009. Namun sejak tahun 2010 produksi sudah mulai stabil. Turunnya produksi kayu manis turut dipengaruhi oleh berkurangnya luas lahan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh kurangnya motivasi petani untuk menanam kayu manis disebabkan harga yang tidak sesuai dengan harapan petani.

Gambar 2. Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci

Sumber: Data BPS Kabupaten Kerinci, 2012 ( diolah)

Secara umum peran kayu manis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci adalah sangat penting. Kayu manis berkontribusi terhadap nilai tambah bruto sebesar 6,35 persen dan kontribusi terhadap pembentukan ekspor daerah sebesar 21,23 persen. Jika peran kayu manis dibandingkan dengan peran komoditas lainnya seperti padi dan teh dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, dan ekspor terlihat bahwa kayu manis memiliki peran penting dan dominan dalam pembentukan ekspor daerah. Secara makro kayu manis merupakan salah faktor penting yang dapat berperan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci (Askar Jaya, 2009). Selain menjadi penyumbang devisa, usahatani kayu

65422 61575 53645,5 51502 46787 53515 53546 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Produksi (Ton)

Produksi (Ton)

(20)

5 manis juga menjadi mata pencaharian 13.000 keluarga petani (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kerinci, 2011)

Gambar 3. Kontribusi Komoditas Kayu Manis, Padi, Teh, Sektor Industri Makanan dan Minuman, serta Perdagangan Terhadap Output, Nilai Tambah Bruto (NTB ) dan Ekspor Wilayah di Kabupaten Kerinci Tahun 2007

Sumber : Jurnal “Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat Terhadap Perekonomian Wilayah”, 2009

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa meskipun kayu manis memiliki peranan yang cukup besar terhadap nilai tambah bruto Kabupaten Kerinci, namun tidak serta merta diikuti oleh peningkatan produksi. Harga merupakan motivasi utama bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya. Oleh karena itu, hendaklah harga yang berlaku menguntungkan semua pelaku pemasaran terutama petani sebagai produsen. Hal ini tentu saja dapat tercapai dengan sistem pemasaran yang efisien, sehingga produk bisa sampai pada tangan konsumen dengan tepat waktu dengan biaya seminimalnya. Oleh karena itu, perlu dianalisis rantai pemasaran kayu manis Kabupaten Kerinci untuk menentukan sistem pemasaran yang paling efisien untuk meningkatkan pendapatan petani kayu manis.

11,96 4,59 6,35 3,5 12,43

Persentase NTB

Padi Teh Kayu manis

Industri makanan dan minuman

(21)

6

1.2. Perumusan Masalah

Kayu manis sebagai komoditas primadona dari Kerinci mulai terlupakan karena sekarang masyarakat sudah mulai enggan untuk menanam kayu manis. Salah satu penyebabnya adalah harga yang dinilai tidak sesuai dengan biaya usahatani kayu manis. Pada tahun 1960-1990 harga kayu manis tergolong tinggi sehingga keuntungan dari usahatani kayu manis lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan bisa digunakan untuk menyekolahkan anak ataupun untuk berangkat haji. Sementara pada tahun 1990-2007 harga kayu manis turun dengan drastis, harganya hanya berkisar Rp 2.000,00/kg-Rp 2.500,00/ kg. Hal ini mengakibatkan banyak petani yang tidak memanen kayu manis atau bahkan banyak yang mendiversifikasi lahan mereka dengan tanaman semusim untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, penjualan di tingkat pedagang pengumpul dan eksportir tetap tinggi, bahkan mencapai lima kali lipat3

Rendahnya harga di tingkat petani ini disebabkan karena rendahnya mutu produk yang dihasilkan. Rendahnya mutu tidak disebabkan karena rendahnya kandungan minyak dan aromanya, namun disebabkan oleh kesalahan dalam memproses di tingkat petani dan pedagang. Rendahnya mutu disebabkan oleh tingginya kadar air, banyaknya campuran benda asing. Di tingkat petani, penurunan mutu produk disebabkan karena pascapanen yang masih sangat sederhana, pemanenan sebelum waktunya, peralatan panen yang tidak steril (korosi), serta cara pengeringan yang kurang baik. Rendahnya mutu ini mengakibatkan rendahnya tingkat harga kayu manis.

Adanya kebijakan dari pemerintah daerah untuk menaikkan harga kayu manis sejak tahun 2010 harga dinilai cukup stabil. Namun, kebanyakan petani masih menganggap harga ini belum layak, jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan pokok lainnya. Rantai pemasaran kayu manis ditingkat lokal dan internasional yang terlalu panjang dinilai tidak efisien sehingga mengakibatkan tidak adanya transparansi harga (informasi pasar tidak sempurna). Harga pada umumnya ditentukan oleh pedagang, sehingga petani hanya bertindak sebagai pihak penerima harga. Hal ini mengakibatkan petani menjadi pihak yang memiliki

3

(22)

7 posisi tawar yang lemah dan peran pedagang lebih menonjol sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani.

Pada umumnya petani menjual kayu manis kepada para pedagang, baik itu pedagang pengumpul maupun pedagang besar. Petani menjual kayu manis dalam bentuk kulit baik dalam keadaan basah maupun kering, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa petani hanya mampu menjual kayu manis dalam bentuk produk primer, belum melakukan pengolahan. Terbatasnya kemampuan petani dalam pengembangan produk olahan kayu manis mengakibatkan petani hanya mendapatkan keuntungan yang kecil dari hasil penjualan. Pengolahan lebih banyak dilakukan oleh para eksportir untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri seperti permintaan dari Amerika, Jepang, Jerman, Belanda, Belgia, Venezuella, Hungaria, Mexiko, Yunani, Kanada, dan Singapura Pada tahun 2005 komposisi ekspor sebagian besar dalam bentuk kayu manis (95 persen) dan sisanya berupa bubuk kayu manis (Towaha dan Indriati, 2008). Oleh karena itu, eksportir merupakan pihak yang menerima share yang terbesar dari pemasaran kayu manis ke luar negeri.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah

1. Bagaimana pola saluran tataniaga kayu manis, fungsi tataniaga, serta lembaga yang terlibat dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci? 2. Bagaimana struktur, perilaku, dan keragaan pasar dalam tataniaga kayu

manis di Kabupaten Kerinci ?

3. Bagaimana efisiensi operasional dan efisiensi harga pada sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan proposal ini yaitu: 1. Mengidentifikasi saluran dan lembaga-lembaga tataniaga kayu manis di

Kabupaten Kerinci

2. Menganalisis fungsi-fungsi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci 3. Mengidentifikasi dan menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar

(23)

8 4. Menganalisis margin tataniaga dan farmer’s share dari lembaga-lembaga

tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.

5. Menganalisis efisiensi dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pelaku pasar, sebagai bahan masukan mengenai pengembangan tataniaga kayu manis, terutama bagi petani dan lembaga pemasaran kayu manis di Kabupaten Kerinci

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan hasil penelitian kayu manis di Kabupaten Kerinci dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dan perkembangan komoditas kayu manis dari mulai produksi hingga pemasaran.

3. Bahan masukan bagi penelitian berikutnya, khususnya yang berkaitan dengan pemasaran.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai tataniaga kayu manis di Kerinci yang meliputi identifikasi saluran dan lembaga tataniaga yang terkait serta fungsi masing-masing lembaga tersebut. Selain itu, juga dianalisis struktur, perilaku, dan keragaan pasar serta keuntungan tiap lembaga tataniaga. Penelitian ini ditekankan pada analisis rantai pemasaran yang paling efektif bagi semua pelaku pemasaran terutama petani sehingga dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian yang ada.

Penelitian ini dibatasi hanya pada analisis saluran pemasaran kayu manis sampai kepada eksportir maupun pengolahan. Sementara efektififitas pemasaran dari eksportir ke pasar luar negeri dan perbandingan efektifitas eksportir kayu manis di berbagai daerah bukanlah menjadi bahasan dalam penelitian ini.

(24)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Kayu Manis

Terdapat beberapa spesies tanaman kayu manis yang sering disingkat dengan sebutan Cinnamomun sp. Roy et al (2009) mengelompokkan tiga spesies utama tanaman kayu manis yang terkenal di pasar dunia yaitu:

1. Cinnamomum cassia (berasal dari Cina), produknya sering disebut Chinese cinnamon

2. Cinnamomun zeylanicum atau Cinnamomum verum (berasal dari Sri Lanka) produknya sering disebut Ceylon cinnamon

3. Cinnamomun burmanii (berasal dari Indonesia), produknya sering disebut Cassiavera atau Indonesian cassia

Taksonomi dari tanaman kayu manis asal Indonesia yang berasal dari Kabupaten Kerinci yaitu:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) Class : Magnoliopsida (Berkeping dua) Ordo : Laurales

Family : Lauraceae Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmannii

Di beberapa daerah di Indonesia terdapat berbagai spesies tanaman kayu manis. Di Jawa dikenal Cinnamomum javanicum dan Cinnamomum sintok (kayu sintok). Namun, spesies ini tidak pernah dibudidayakan secara massal karena hasilnya tidak sebaik Cinnamomun burmanii. Sementara di Maluku terdapat Cinnamomum cullilawan yang biasa disebut sebagai kulit lawang atau kayu lawang yang minyak atsirinya dikenal sebagai minyak lawang. Namun, yang paling banyak diibudidayakan adalah Cinnamomum burmanii oleh rakyat di sepanjang Bukit barisan.

Tanaman kayu manis berupa pohon, tumbuh tegak, dan tinggi tanaman dapat mencapai 15 meter. Batang berkayu, bercabang, warna hijau kecokelatan,

(25)

10 daun tunggal, berbentuk lanset, ujung dan pangkal meruncing, tepi rata, saat masih muda berwarna merah tua atau hijau ungu, daun tua berwarna hijau, bunga majemuk malai, muncul dari ketiak daun, berambut halus, mahkota berwarna kuning. Buah buni, warna hijau waktu muda dan hitam setelah tua. Biji kecil, bentuk bulat telur. Kulit batang mengandung dammar, lender, dan minyak asiri yang mudah larut (Syukur dan Hermani, 2001).

2.2. Budidaya Tanaman Kayu Manis

Tanaman kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian 0 sampai 2000 mdpl, namun produksi optimumnya adalah pada ketinggian 500-1500 mdpl, dengan suhu 18o- 23o C. Tanah yang paling cocok untuk tanaman kayu manis adalah tanah yang subur, gembur, agak berpasir, dan kaya akan bahan organik. Tanah yang berpasir membuat kayu manis dapat menghasilkan kulit yang paling harum. Di dataran rendah tumbuhnya lebih cepat daripada di dataran tinggi, tetapi di dataran yang rendah kulit yang dihasilkan kurang tebal, dan rasanya juga agak kurang baik. Di tempat tinggi pertumbuhannya lambat, tetapi kulitnya lebih tebal, dan berkualitas lebih baik.

Tanaman kayu manis banyak dijumpai pada skala perkebunan rakyat Hampir sebagian masyarakat di Kerinci adalah petani kayu manis. Jumlah petani kayu manis adalah sekitar 12. 830 kepala keluarga untuk luas lahan 40.972 Ha. (BPS Kabupaten Kerinci, 2011). Terdapat dua sistem tanam yang dilakukan dalam pembudidayaan kayu manis yaitu sistem monokultur dan sistem tumpang sari.

2.2.1. Pembibitan

Persiapan awal penanaman adalah menyiapkan bibit. Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji, tunas (carang), dan stek. Kriteria bibit yang baik umumnya sama yaitu tidak cacat fisik atau luka, sehat dan memiliki pertumbuhan bibit yang baik. Bibit yang sudah terserang hama atau penyakit biasanya pertumbuhannya lambat. Selain kriteria tersebut, bibit harus sudah memiliki tinggi 50-60 cm. Untuk mendapat kualitas kulit manis yang baik ditinjau dari bentuk stick, umur panen yang ideal adalah 6-12 tahun. Hal ini disebabkan kulit tananaman belum

(26)

11 begitu tebal sehingga dapat menggulung dengan baik. Hanya saja tanaman umur 6-12 tahun masih rendah kandungan minyaknya. Kandungan minyak yang tinggi diperoleh dari tanaman berumur lebih dari 15 tahun. Saat panen terbaik ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua. Tanaman yang sudah berdaun demikian biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu kulit sehingga kulit mudah terkelupas. Selain dengan memperhatikan warna daun, tanda-tanda pada tanaman sebagai petunjuk bahwa kulit sudah terkelupas adalah mulai tumbuhnya pucuk baru (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.2.2. Persiapan Lahan dan Penanaman

Kayu manis dapat tumbuh di dalam semak belukar tanpa pemeliharaan yang intensif. Namun untuk mendapatkan tanaman dengan hasil yang optimal tentu perlu dilakukan persiapan lahan. Biasanya, lahan dibersihkan dari kayu-kayu dan rumput-rumputan liar atau gulma.

Setelah lahan dibersihkan, lalu dipersiapkan lubang tanam pada jarak tanam yang diinginkan. Pada penanaman kayu manis dengan sistem monokultur, jarak tanam yang digunakan petani biasanya cukup rapat, dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m. Namun dengan menerapkan sistem tanam monokultur ini maka petani harus melakukan penjarangan, yaitu pada umur 6 tahun dan 10 tahun. Pada sistem tanam tumpang sari lahan juga ditanami dengan tanaman jenis lain sambil menunggu kayu manis menghasilkan. Jenis tanaman yang umumnya digunakan sebagai tumpang sari dengan kayu manis antara lain palawija, sayur, buah, kopi, dan cengkeh. Untuk penanaman sistem tumpang sari, jarak tanamnya harus lebih lebar. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 2 m x 2 m; 2,5 m x 2,5 m; 3 m x 3 m; 4 m x 4 m; dan 5 m x 5 m. Penggunaan jarak tanam ini tergantung pada jenis tanaman lain yang akan ditanam (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.2.3. Pemeliharaan

Kayu manis tumbuh di hutan tropis dan beradaptasi sangat baik dengan semak belukar. Pemeliharaan kayu manis tidak terlalu sulit, apalagi kalau di tumpang sari dengan tanaman palawija lainnya. Pada umur lima tahun ranting-ranting paling bawah diambil untuk mempercepat pertumbuhan ke atas agar

(27)

12 batang menjadi cepat tinggi. Dari bagian batang inilah akan diperoleh kulit kayu manis dengan golongan KM dan KF (kulit batang) yang dipanen pada usia lebih dari 20 tahun.

2.2.4. Pemanenan

Panen kayu manis ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua dan tumbuhnya pucuk baru. Jika tanaman sudah mempunyai tanda-tanda tersebut biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu dan kulit sehingga kulit mudah terkelupas dan segera dapat dipanen. Kayu manis yang diperdagangkan adalah dalam bentuk kulit kering, sehingga waktu yang baik untuk memanen atau menguliti tanaman kayu manis adalah menjelang musim hujan agar setelah panen kulit kayu dapat langsung dijemur.

Umur panen sangat mempengaruhi produksi kulit kayu manis. Semakin tua umur tanaman maka hasil kulit kayunya akan lebih tebal sehingga produksinya pun akan lebih tinggi. Untuk mendapatkan kualitas kulit kayu manis dalam bentuk stick, umur ideal untuk dipanen adalah 6-12 tahun. Hal ini disebabkan kulit tanaman belum begitu tebal sehingga kulit kayu dapat menggulung dengan baik. Jika ditinjau dari kandungan minyak atsiri, makin tua umur tanaman maka kandungan minyak atsirinya makin tinggi pula, tanaman kayu manis berusia 20 tahun memiliki kandungan minyak atsiri sebesar 3- 4,5%.

Sistem panen sangat menentukan mutu kulit kayu manis yang dihasilkan, bila cara panen kurang benar maka mutu kayu manis akan turun. Ada empat sistem panen yang biasanya digunakan, yaitu:

a. Sistem tebang sekaligus

Sistem ini sangat umum dilakukan petani kulit manis. Caranya dengan memotong langsung tanaman sehingga dekat tanah, setelah itu dikuliti.

b. Sistem situmbuk

Cara panen ini dilakukan oleh petani di daerah Situmbuk, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pada sistem ini, sekitar dua bulan sebelum batang kayu manis ditebang, kulit batang tanaman dikupas melingkar mulai pada ketinggian 5 cm dari pangkal batang hingga 80 sampai 100 cm. Selanjutnya baru tanaman tersebut ditebang pada ketinggian 5 cm dari

(28)

13 pangkal batang. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan tunas baru yang dapat dijadikan bibit.

c. Sistem batang dipukuli sebelum ditebang

Sistem ini dikembangkan oleh petani di daerah Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Caranya yaitu dengan memukuli kulit batang secara melingkar agar kulit yang diperoleh lebih tebal. Pemukulan batang dilakukan dua bulan sebelum tanaman dikuliti. Benda atau alat yang digunakan sebagai pemukul harusnya benda keras seperti pemukul dari kayu.

d. Sistem Vietnam

Pada sistem ini dilakukan pengupasan kulit membentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 30 cm atau 10 cm x 60 cm. Pengupasan kulit ini secara berselang-seling sehingga tampak seperti gambar kotak papan catur. (Rismunandar dan Paimin, 2001).

Teknis pengupasan tanaman kayu manis dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Pengupasan kulit batang

Kulit batang kayu manis dikupas dengan menggunakan alat khusus terbuat dari besi yang dibengkokkan pada bagian ujungnya, disebut penganit. Kulit batang dikupas mulai dari bagian bawah dengan panjang sekitar 120 cm. Pengupasan biasanya dilakukan setelah ditebang dan terlebih dahulu batang dikikis agar bersih dari kotoran dan lumut. Setelah dikupas dari batangnya, permukaan kulit kayu manis harus dibersihkan lapisan kulit terluarnya menggunakan peraut sampai kulit kayu manis berwarna kemerahan.

2. Pengupasan kulit dahan dan kulit ranting

Kulit dahan dan ranting dikupas setelah tanaman ditebang. Setelah itu, tanaman yang sudah ditebang itu dibiarkan selama dua minggu, agar semua bagian dahan dan ranting dapat dikupas dengan mudah. Sebelum dikupas, dahan dan ranting dikerok dengan pisau untuk membersihkan lumut dan kerak

2.2.5. Pascapanen

Pengolahan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan pasca panen kayu manis. Pengolahan bertujuan untuk mendapatkan produk kayu manis yang siap diperdagangkan. Kegiatan pengolahan sangat penting sebagai lanjutan setelah

(29)

14 kulit kayu manis dipanen dan selanjutnya diproses agar menjadi produk siap jual. Untuk menghasilkan produk siap jual, maka pengolahan harus dilakukan dengan baik agar memperoleh produk yang bermutu baik karena akan mempengaruhi tingkat harga jual.

Pada umumnya, kegiatan pengolahan tanaman kayu manis yang dilakukan oleh petani hanya berupa penjemuran produk sampai kering. Kulit kayu manis yang kurang bersih dan penjemuran yang kurang berhasil yang menyebabkan kulit kayu manis berjamur, hal akan berdampak pada kualitas produk yang rendah dan harganyapun juga rendah. Setelah itu baru dilakukan grading, namun tidak semua petani melakukan grading tergantung kepada kebutuhan mereka. Petani kebanyakan tidak ingin pusing jadi mereka mencampur semua kulit yang sudah kering tersebut pada saat dijual.

Sebagai produk perdagangan, ada beberapa bentuk produk turunan kayu manis antara lain berupa kulit kayu, minyak asiri, oleoresin, dan bubuk kayu manis.

1. Minyak atsiri

Minyak atsiri kayu manis merupakan produk sampingan dari tanaman kayu manis. Minyak ini mengandung bahan kimia organik yang membentuk aroma khas. Minyak atsiri dapat diperoleh dari daun, buah, biji, akar, dan bunga melalui proses destilasi. Minyak asiri kayu manis banyak diminta oleh Amerika Serikat dan Eropa untuk keperluan industri makanan, minuman maupun farmasi. Beberapa jenis minyak atsiri yang terkenal yaitu :

a. Minyak cassia

Minyak cassia adalah minyak atsiri yang berasal dari tanaman kayu manis spesies Cinnamon aromaticum atau nama lainnya Cinnamon cassia. Spesies ini berasal dari China

b. Minyak cinnamon

Terdapat berbagai jenis minyak cinnamon berdasarkan asal tanaman kayu manisnya, yaitu :

i. True cinnamon berasal dari Cinnamon berasal dari Cinnamomun verum dan Cinnamomun zeylanicum, berasal dari Sri Lanka.

(30)

15

ii. Saigon cinnamon berasal dari Cinnamomum loureiroi/Vietnamese

cinnamon. Spesies ini berasal dari Vietnam.

iii. Indonesian cinnamon, cassiavera cinnamon, atau minyak atsiri cassiavera berasal dari Indonesia.

2. Oleoresin

Oleorosin berbentuk cairan kental atau semi padat, yang memiliki aroma dan rasa seperti bahan asalnya. Oleorosin dalam cassiavera merupakan campuran resin (sekresi hidrokarbon dari tanaman konifera) dan minyak atsiri. Oleoresin kayu manis sudah mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Kandungan oleoresin menjadi lebih baik dibanding produk aslinya seperti kulit atau bubuknya. Keuntungan dari oleoresin dibanding produk aslinya adalah hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, volume ekspor berkurang, nilai bisa tetap atau lebih tinggi karena tidak membutuhkan banyak ruang, kemasannya kecil, sisa hasil olahannya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti pupuk serta tidak akan rusak karena kontaminasi.

3. Bubuk Kayu Manis

Bubuk kayu manis mempunyai sifat yang sama dengan kulit kayu manis karena merupakan produk lanjutan dari kulit kayu manis. Bubuk ini mengandung minyak asiri, berasa pedas dan mengandung bahan mineral, dan kimia organik seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Bubuk kayu manis ini biasanya dikemas dalam karung.

4. Kulit Kayu Manis

Kulit kayu manis merupakan hasil utama dari kayu manis. Produk ini berupa potongan kulit yang dikeringkan. Sampai saat ini kulit kayu manis merupakan komoditas ekspor penghasil devisa yang dapat diandalkan bersaing dengan India, Srilanka, Vietnam dan RRC. Untuk memenuhi mutu internasional, pengusaha mengolah kembali (upgrading) kulit kayu manis yang dihasilkan oleh produsen melalui perlakukan yaitu pencucian dan pembersihan, pengeringan, penyortiran awal, pemotongan, penyortiran akhir, pengepakan, dan penyimpanan.

(31)

16 Kulit kayu manis yang dijual tersebut memiliki beberapa klasifikasi. Klasifikasi dan spesifikasi dari kulit kayu manis yaitu :

Tabel. 2 Spesifikasi Mutu Kayu Manis di Kabupaten Kerinci

No. Jenis Ketebalan

Minyak Konten Atsiri (v / b basis

kering)

Warna

1 AA ≈ 1,5 mm min. 2,5% coklat muda

2 A Stick ≈ 1,5 mm min. 2,5% coklat muda

3 KM ≈ 3,5 mm ≈ 4,5% coklat kemerahan

4 KF ≈ 2,5 mm 3,1 - 3,5% coklat kemerahan

5 KS ≈ 1,5 mm 2,7 - 3-0% coklat kemerahan

6 KA ≈ 1,0 mm 2,0 -2,6% coklat kemerahan

7 KTP >0,5 mm- 0,75 mm Kuning tua kehitaman

8 KB ≈ 0,75 mm 1,5 - 2,0% coklat muda

9 KC ≈ 0,4 mm 1,25 - 1,5% Coklat

Sumber : Dinas Perdagangan Kabupaten Kerinci, 2012

2.3. Penelitian Tataniaga Terdahulu

Kiptiyah dan Semaoen (1994) dalam WACANA volume 12 nomor 1, Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, secara umum menyimpulkan bahwa pemasaran produk-produk pertanian belum atau tidak efisien, yang dianalisis dari berbagai pendekatan seperti : pendekatan biaya dan keuntungan, pendekatan margin dan Net Profit Margin, pendekatan integrasi pasar serta pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance).

(32)

17 Pendekatan SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar, serta faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya pendapatan yang diterima oleh petani produsen disebabkan oleh struktur pasar yang tidak bersaing sempurna, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, share harga yang diterima petani rendah, margin pemasaran tinggi, share biaya, dan keuntungan diantara lembaga pemasaran distribusinya tidak merata.

Metode penelitian tataniaga meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya (Hasniah, 2005). Berdasarkan analisis kualitatif, Hermansyah (2008) menyimpulkan bahwa dalam pemasaran nanas di Pelembang ada tiga saluran yaitu I. Petani  pedagang pengumpul desa  pengecer konsumen, saluran II yaitu petani  pedagang pengumpul desa  pedagang pengumpul kota  pedagang besar pengecer  konsumen, dan saluran III yaitu : petani  padagang pengumpul kota  pedagang besar  pedagang pengecer  konsumen. Dari ketiga saluran ini didapatkan bahwa farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi adalah saluran III. Hal ini menunjukkan bahwa saluran tiga lebih efisien. Hal ini sesuai dengan kesimpulan yang didapatkan oleh Rahma (2008), yang menunjukkan bahwa saluran tataniaga dikatakan efisien jika marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan yang tinggi. Selain itu struktur pasar mempengaruhi efektivitas pasar dalam realitas sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya, dan jumlah produksi.

Afrizal (2009) meneliti mengenai pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Di daerah penelitian ini terdapat empat saluran utama dalam memasarkan gambir. Berdasarkan analisis margin pemasaran dalam mendistribusikan gambir, terlihat bahwa saluran III relatif lebih baik dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini setidaknya terlihat dari kecilnya margin pemasaran, tingginya farmer’s share, dan relatif meratanya pendistribusian keuntungan dan biaya antar lembaga pemasaran yang ada.

(33)

18 Terdapat beberapa faktor pertimbangan utama bagi petani dalam memilih saluran yang akan digunakan yaitu jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen gambir yang membuat mahalnya biaya transportasi, produksi petani yang relatif kecil, kondisi geografis yang mengakibatkan susahnya untuk mengakses lahan.

Harsoyo (2003) meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannnyua. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran, dan farmer’s share. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemasaran salak pondoh sudah efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut. Dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang diterima petani sudah cukup besar yaitu 70 persen.

Menurut penelitian dalam WACANA volume 12 nomor 1, Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, diketahui bahwa strukur pasar yang terbentuk mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna karena pemasaran dikuasai oleh perusahaan yang menguasai dalam skala besar, sehingga IRT (Industri Rumah Tangga) sulit untuk masuk. Sedangkan berdasarkan analisis transmisi harga maka didapatkan nilai koefisien regresi yaitu

 = 2,03 >1 (elastis), dimana harga jambu mete relatif elastis. Nilai  = 2,03 mengindikasikan bila terjadi kenaikan harga sebesar satu persen di tingkat konsumen, maka akan menaikkan harga sebesar 2,03 persen di tingkat produsen, hal ini dapat terjadi karena produk mete yang sampai di tingkat konsumen adalah produk olahan (kacang mete) yang nilai jualnya tinggi, dan permintaan terhadap produk kacang mete ini juga relatif tinggi meliputi pasar ekspor maupun pasar lokal dan domestik. Hal ini tentu saja mendorong terjadinya peningkatan permintaan atas mete gelondong dari petani yang berakibat pada naiknya harga pada masa panen berikutnya.

(34)

19 Sementara untuk analisis integrasi pasar vertikal menunjukkan koefisien regresi (b11), pengujian statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (berbeda nyata). Hal ini memberikan indikasi bahwa setiap perubahan harga sebesar satu persen di tingkat pasar di atasnya akan mempengaruhi harga di tingkat pasar di bawahnya sebesar nilai koefisien regresi yaitu 0,827 persen di tingkat petani  PPD (saluran I) dan seterusnya. Dengan demikian pasar tidak berintegrasi secara vertikal (tidak efisien).

Penelitian tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci merupakan penelitian berulang karena sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Afwandi pada tahun 1992. Afwandi (1992) meneliti mengenai efisiensi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci dan korelasi harga jual kayu manis di tingkat petani di Kabupaten Kerinci dengan harga jual di tingkat eksportir di Sumatera Barat. Topik ini diteliti kembali karena perbedaan kurun waktu sekitar 20 tahun sejak tahun 1992 dengan 2012 membuat data yang diteliti tersebut tidak akurat lagi untuk dijadikan sebagai referensi. Mengingat selama jangka waktu tersebut telah terjadi berbagai perubahan, mulai dari perubahan luas lahan, fluktuasi harga, perubahan kebijakan, dan perkembangan sistem pemasaran turut yang mempengaruhi turun naiknya usaha kayu manis ini. Hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat topik ini kembali untuk diteliti.

Dalam penelitian analisis tataniaga kayu manis ini akan dilakukan penelusuran jalur distribusi pemasaran yang diawali dari petani, kemudian sejumlah lembaga pemasaran. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya, farmer’s share, serta integrasi pasar petani dengan pasar eksportir Padang yang diamati dari pasar yang menjadi lokasi distribusi produk tersebut.

(35)

20

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan konsep teoritis tersebut akan disusunlah kerangka konsep yang menjembatani peneliti dengan konsep penelitiannya.

3.1.1. Konsep Tataniaga

Tataniaga adalah kegiatan perdagangan yang merupakan penggabungan antara aliran barang-barang dan jasa-jasa dari tingkat produksi sampai ke konsumsi (Abbott, 1987). Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Kohls dan Uhl (1990), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach), yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standardisasi, pembiayaan, risiko dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach), yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.

3. Pendekatan Perilaku (The Behavioral System Approach). Pendekatan ini merupakan pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Pendekatan perilaku ini terdiri dari

(36)

21 pendekatan input-output, power, communication, dan adaptive behaviour sistem.

Sistem tataniaga pertanian merupakan kesatuan sistem dari aktivitas ekonomi yang dimulai dari proses produksi barang-barang pertanian sampai dengan tingkat konsumsi (Purcell, 1979). Fungsi ekonomi dalam sistem tataniaga ini berjalan secara interaktif dan terkoordinasi untuk menciptakan saluran pemasaran yang ringkas, sehingga penyediaan produk menjadi efektif dan efisien. Sistem ini disusun oleh komponen-komponen terkecil yang disebut dengan sub-sistem. Komponen-komponen ini bekerjasama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi dan saling tergantung antara bagian satu dengan bagian yang lain. Sistem pemasaran terdiri dari sistem komunikasi (communication system), sistem teknis (technical system), dan sistem kekuatan (power system).

3.1.2. Saluran Tataniaga

Menurut Kotler (1997), saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung dan bekerjasama dalam proses (usaha) menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga siap digunakan atau dikonsumsi, yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Saluran tataniaga pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Penyaluran Langsung

Saluran tataniaga seperti ini disebut juga saluran tataniaga nol tingkat, karena tidak ada perantara dalam sistem ini, produk langsung disalurkan ke konsumen. 2. Penyaluran Semi Langsung

Saluran tataniaga ini disebut juga saluran tataniaga satu tingkat, karena dalam sistem ini terdapat satu perantara. Biasanya yang bertindak sebagai perantara adalah para pedagang pengecer.

3. Penyaluran Tidak Langsung

Sistem saluran seperti ini disebut juga saluran pemasaran dua tingkat, dimana terdapat dua perantara yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer.

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), panjang pendeknya saluran tataniaga tergantung pada : (a) Jarak antara produsen dan konsumen, semakin jauh

(37)

22 jarak antara produsen dan konsumen, maka makin panjang saluran tataniaga yang terjadi, (b) Skala produksi, semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya, (c) Cepat tidaknya produk rusak, produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen, (d) Posisi keuangan pengusaha, pedagang yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran.

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu :

1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.

3.1.3. Lembaga Tataniaga

Hanafiah dan Saefuddin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga.

Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga,

(38)

23 mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga. Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu:

1. Berdasarkan fungsi yang dilakukan :

a. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.

b. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan.

c. Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa, dan lain-lain.

2. Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang :

a. Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul, dan lain-lain. b. Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang

dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dan lain-lain.

c. Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan. 3. Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar :

a. Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok, dan lain-lain.

b. Lembaga tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih. c. Lembaga tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lain-lain. d. Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan

pos dan giro, dan lain-lain. 4. Berdasarkan bentuk usahanya :

a. Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi.

b. Tidak berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak, dan sebagainya.

(39)

24 Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus, 1987).

3.1.4. Struktur Pasar

Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi pasar, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar. Ada tiga hal yang perlu diketahui agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, yaitu : (1) konsentrasi pasar dan jumlah produsen, (2) sistem keluar masuk barang yang terjadi di pasar dan (3) diferensiasi produk (Limbong dan Sitorus, 1987).

Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) pengetahuan informasi pasar, dan (4) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan. Pasar tidak bersaing sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu produsen dan konsumen. Dilihat dari sisi produsen terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopoli, duopoli, dan oligopoli, sedangkan dari sisi pembeli (konsumen) terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopsoni, dan oligopsoni (Dahl dan Hammond, 1977).

Struktur pasar sangat diperlukan dalam analisis sistem tataniaga karena melalui analisis struktur pasar, secara otomatis akan dapat dijelaskan bagaimana perilaku partisipan yang terlibat (market conduct) dan akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang akan dalam

(40)

25 sistem tataniaga tersebut (market performance). Karakteristik masing-masing struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Struktur Pasar

No

Karakteristik Struktur pasar

Jumlah pembeli

Jumlah

penjual Sifat produk

Pengetahuan informasi pasar Hambatan keluar masuk pasar

Sisi pembeli Sisi penjual

1 Banyak Banyak Homogen Sedikit Rendah Persaingan murni

Persaingan murni 2 Banyak Banyak Diferensiasi Sedikit Tinggi Persaingan

monopsonistik

Persaingan monopolistik 3 Sedikit Sedikit Homogen Banyak Tinggi Oligopsoni

murni

Oligopoli murni 4 Sedikit Sedikit Diferensiasi Banyak Tinggi Oligopsoni

diferensiasi

Oligopoli diferensiasi 5 Satu Satu Unik Banyak Tinggi Monopsoni Monopoli

Sumber: Dahl dan Hammond, 1977

3.1.5. Konsep Perilaku Pasar

Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam mengahadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga. Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan terkoordinasi. Selanjutnya akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya.

3.1.6. Konsep Efisiensi Tataniaga

Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional. Menurut Dahl dan Hammond (1977), efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga, yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi,

Gambar

Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia
Gambar 1. Perkembangan Luas Tanam Kayu Manis di Kabupaten Kerinci
Gambar 2. Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci
Gambar 3.     Kontribusi  Komoditas  Kayu  Manis,  Padi,  Teh,  Sektor  Industri    Makanan dan Minuman, serta Perdagangan Terhadap Output, Nilai    Tambah Bruto (NTB ) dan Ekspor Wilayah di Kabupaten  Kerinci    Tahun 2007
+6

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakseimbangan harga yang diterima petani dengan margin di tingkat pedagang perantara dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti banyaknya fungsi yang dilakukan lembaga

Hasil penelitian menemukan bahwa integrasi pasar vertikal menunjukkan bahwa harga karet ditingkat petani tidak terintegrasi dengan harga ditingkat pedagang pengumpul desa,

Ketidakseimbangan harga yang diterima petani dengan margin di tingkat pedagang perantara dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti banyaknya fungsi yang dilakukan lembaga

Hasil penelitian menemukan bahwa integrasi pasar vertikal menunjukkan bahwa harga karet ditingkat petani tidak terintegrasi dengan harga ditingkat pedagang pengumpul desa,

Konsumen Akhir Pedagang Pengecer Pedagang Besar Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul Petani / Produsen Margin Pemasaran Harga Pasar Agribisnis Tingkat Efisiensi

Analisis integrasi pasar dalam jangka pendek dan jangka panjang menunjukkan bahwa perubahan harga jambu mete gelondongan di tingkat pedagang pengumpul desa, pedagang

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Konversi Tanaman

Dalam hal penetapan harga dan informasi pasar, petani memperoleh informasi harga melalui pedagang pengumpul/besar yang menghubungi eksportir dan menanyakan harga yang berlaku saat itu,