• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi Gen Penyandi Asam o aminolevulinat Sintase dari Rhodobacter sphaoerides pada Arabidopsis thaliana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekspresi Gen Penyandi Asam o aminolevulinat Sintase dari Rhodobacter sphaoerides pada Arabidopsis thaliana"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Ekspresi Gen Penyandi Asam

δ

-aminolevulinat Sintase

dari Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana

IRAWAN TAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

Ekspresi Gen Penyandi Asam

δ

-aminolevulinat Sintase

dari

Rhodobacter

sphaeroides

pada

Arabidopsis thaliana

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan

orang lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2005

(3)

ABSTRAK

IRAWAN TAN. Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase dari

Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana. Dibimbing oleh

ANTONIUS SUWANTO (Ketua Komisi Pembimbing), MAGGY THENAWIDJAYA SUHARTONO, MAGDALENA IRENE JOSEPHINE UMBOH (Anggota Komisi Pembimbing)

Sintesis prekursor senyawa tetrapirol asam δ-aminolevulinat (ALA) di tanaman dimulai dari glutamat dan merupakan biosintesis tergantung pada tRNA

yang terdiri atas tiga tahapan enzimatik yang terjadi di plastida. Pada hewan,

khamir dan sejumlah bakteri, ALA dibentuk melalui satu tahapan dari

suksinil-CoA dan glisin oleh δ-aminolevulinate sintase (ALA-S).

Gen yang menyandikan ALA-S (hemA) dari Rhodobacter sphaeroides

telah berhasil dikonstruksi di bawah promotor 35S promoter dan diintroduksikan

ke dalam genom Arabidopsis thaliana melalui perantaraan Agrobacterium

tumefaciens secara in planta. Lima kandidat tanaman transgenik yang dianalisis

dengan PCR ternyata empat diantaranya membawa gen hemA dan kanamisin.

Hasil analisis transkrip dengan Reverse Transcriptase-PCR menunjukkan

keempat tanaman transgenik tersebut terekspresi pada tarap mRNA. Pengukuran

berat basah dan berat kering menunjukkan kenaikan tertinggi sebesar 16.8% dan

16.6%. Namun terdapat dua tanaman yang mengalami kelainan yaitu satu

mengalami penurunan berat basah dan berat kering akibat perkembangan akar

yang jelek (transgenik no 3) sedangkan satu lagi mengalami penurunan jumlah

biji dan keterlambatan pembungaan (transgenik no 4). Hasil analisis aktivitas

ALAS, total kandungan ALA dan klorofil pada tanaman transgenik no 4

menunjukkan aktivitas sebesar 40.5 nmol.mg-1.h-1, total ALA meningkat 153.6% dan total klorofil meningkat 43% Selain itu juga mengalami peningkatan

toleransi terhadap salinitas sampai dengan konsentrasi 200 mM NaCl. Pada

penelitian ini juga telah dilakukan kloning gen Chlorophyll A Oxygenase dari

(4)

ABSTRACT

IRAWAN TAN. Expression of δ-aminolevulinate Sintase from Rhodobacter

sphaeroides in Arabidopsis thaliana. Supervised by ANTONIUS SUWANTO

(Major Advisor), MAGGY THENAWIDJAYA SUHARTONO, MAGDALENA IRENE JOSEPHINE UMBOH (Coadvisors)

Synthesis of the tetrapyrrole precursor δ-Aminolevulinate (ALA) in plants starts with glutamate and is a tRNA dependent pathway consisting of three

enzymatic steps localized in plastids. In animals, yeast and some of the bacteria,

ALA is formed in a single step from succinyl CoA and glycine by

aminolevulinate synthase (ALA-S) inside mithochondria.

A gene encoding ALA-S from Rhodobacter sphaeroides under 35S

promoter was introduced into the genome of Arabidopsis thaliana employing

Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation in planta. Five putative

transgenic lines were obtained and four among them were positive carrying hemA

dan kanamycin. All the transgenic lines expressed the transgene at the level of

RNA confirmed by RT-PCR analysis. The fresh and dry weigth was increased up

to 16.8% and 16.6%, respectively. But, two lines was abnormal, one was reduced

in fresh and dry weight because of poor root development (line no 3) and the other

reduced in seed production for about one quarter and exhibited late flowering (line

no 4). The ALAS activity in line no 4 was 40.5 nmol.mg-1.h-1 and the capacity to synthesize ALA and chlorophyll was increased 153.6% and 43%, respectively. In

addition it could also improve tolerance of salinity stress when exposed to 200

mM NaCl. In this study, the gene for Chlorophyll A Oxygenase has been cloned

(5)

Ekspresi Gen Penyandi Asam

δ

-aminolevulinat Sintase

dari Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana

IRAWAN TAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Disertasi : Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase dari Rhodobactersphaeroides pada Arabidopsis thaliana Nama : IRAWAN TAN

NIM : 995205

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Antonius Suwanto Ketua

(Prof. Dr. Maggy T. Suhartono) (Prof. Dr. M. Irene J. Umboh)

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Dedy Duryadi Solihin Prof. Dr. Syafrida Manuwoto

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas berkah yang

melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi dengan judul:

Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase dari Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Antonius Suwanto selaku pembimbing

utama, yang telah membimbing penulis selama hampir 10 tahun sejak S1.

Banyak contoh, pengalaman dan kesempatan serta kepercayaan yang penulis

peroleh selama dibimbing Beliau. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih

kepada Prof Dr. Maggy T. Suhartono dan Prof. Dr. M. Irene J. Umboh selaku

anggota komisi pembimbing, atas semua bimbingan dan arahan sejak awal

penelitian sampai penulisan disertasi ini.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Almahumah Dr. Puspa Dewi Tjondronegoro, yang kepada Beliau lah

penulis menyampaikan rencana penelitian ini pada akhir tahun 1996 dan sejak

saat itu sampai akhir hayatnya, beliau selalu mendukung penulis untuk dapat

mengerjakan penelitian ini. Penelitian ini merupakan janji penulis kepada Beliau

dan baru saat ini janji tersebut penulis penuhi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Robert Harling dan The

British Council atas kesempatan dan dana yang diberikan untuk melakukan

(8)

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada The Habibie Center dan

Research Center for Microbial Diversity atas bantuan beasiswa dan dana

penelitian selama studi S3 ini berlangsung.

Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu selama

penulis melakukan penelitian baik di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi,

PAU Biotek IPB dan Laboratorium Biologi Molekuler, SEAMEO-BIOTROP,

penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan dan kerjasamanya.

Jakarta, Mei 2005

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 8 Oktober 1972 dari ayah Eddie

Sinatra dan ibu Kastina Tjandra. Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, lulus pada tahun

1997. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Biologi pada Program

Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan untuk

melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi

yang sama diperoleh pada awal tahun 2000. Selama studi program doktor, penulis

mendapat beasiswa selama setahun dari The Habibie Center pada tahun 2000 dan

Research Center for Microbial Diversity untuk beasiswa dan dana penelitian

(2001-2004).

Selama mengikuti program S3, penulis pernah menjadi instruktur

laboratorium pada workshop “International Training Course on Advances in

Molecular Biology Techniques to Assess Microbial Biodiversity I-IV” dan

“Lokakarya Teknologi DNA dan Deteksi Produk Rekayasa Genetika pada Bahan

Pangan” yang diselenggarakan oleh SEAMEO-BIOTROP dari tahun 2000-2003.

Instruktur laboratorium pada workshop “Advances in Molecular Biology

Techniques to Assess Microbial Biodiversity, Taxonomy and Detection” tahun

2001 dan “ Pulsed-Field Gel Electrophoresis (PFGE) for DNA Fingerprinting

tahun 2002 yang diselenggarakan oleh Office of Biotechnology Research and

Development, Department of Agriculture The Government of Thailand. Sebagai

instruktur laboratorium pada “Lokakarya Pengajaran Bioteknologi Modern untuk

Guru SMU” tahun 2003 dan 2004 yang diselenggarakan oleh Fakultas

Teknobiologi, Unika Atma Jaya. Penulis juga mendapatkan kesempatan

melakukan Short-term research di Scottish Agricultural College dari tanggal

Agustus – September 2003 yang dibiayai oleh British Council. Penulis juga

menjadi instruktur laboratorium pada workshop “Regional Training Course on

Utilization of Molecular Marker Techniques in Plant Breeding” pada bulan Mei

(10)

DAFTAR ISI

Biosintesis asam δ-aminolevulinat (ALA) ………. 4

Aplikasi ALA untuk pertanian ……….. 5

Ketahanan terhadap salinitas ……….. 8

Chlorophyll A oxygenase ………... 18

Transformasi yang diperantarai Agrobacterium ………. 24

BAHAN DAN METODE ………. 29

Galur bakteri dan plasmid yang digunakan ………. 28

Pembuatan E. coli kompeten……… 29

Transformasi E. coli ……… 29

Purifikasi DNA dari gel agarose ………. 30

Isolasi DNA plasmid ………... 30

Konstruksi vektor ekspresi ALAS ……….. 31

Transformasi rekombinan binary vector ke A. tumefaciens EHA 105……… 36

Transformasi rekombinan binary vector ke Arabidopsis thaliana .. 37

Analisis kandidat tanaman transgenik dengan PCR ……..………. 39

Analisis transkrip dengan RT-PCR ………. 40

Pengukuran kandungan klorofil ……….. 42

Esei aktivitas ALA sintase dan total kandungan ALA ………….. 42

Pengukuran berat basah dan berat kering ………... 43

Pengujian ketahanan terhadap salinitas …...……… 43

Kloning gen Chlorophyll A Oxygenase dari Arabidopsis thaliana……… 43

Tempat dan waktu penelitian ……….. 44

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 45

(11)

Transformasi rekombinan binary vector ke Arabidopsis thaliana . 47

Analisis tanaman Arabidopsis transgenik ……….. 48

Ekspresi ALAS meningkatkan kandungan klorofil ……… 56

Analisis penurunan sifat monogenik Mendel ……….. 57

Pengujian ketahanan terhadap salinitas ………... 57

Kloning gen Chlorophyll A Oxygenase (CAO) ……….. 59

SIMPULAN DAN SARAN ……….. 62

Simpulan ………. 62

Saran ……… 63

(12)

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

1. Galur bakteri dan plasmid yang digunakan ………. 28 2. Hasil analisis berat basah dan berat kering Arabidopsis thaliana

transgenik dan non transgenik ……….

54

(13)

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

1. Biosintesis asam δ-aminolevulinat (ALA) dan senyawa tetrapirol

4 2. Sensitivitas perkecambahan biji Arabidopsis terhadap NaCl

……… 10

3. Sensitivitas tanaman Arabidopsis terhapa NaCl selama fase

vegetatif ……….. 11

4. SOS pathway berperanan dalam homeostasis ion pada saat

cekaman salinitas ………..……… 14

5. Cekaman salinitas menghambat pengambilan ion K pada

Arabidopsis ...……….

15

6.. Model bagi induksi reactive oxygen species (radikal bebas superoksida, hydrogen peroksida dan hidroksil) yang terjadi pada saat perlakuan dengan NaCl dan peranan enzim antioksidatif superoksida dismutase (SOD), ascorbat peroksidase (APX) dan glutathione peroksidase (GPX) dalam menghancukan radikal

bebas superoksida, hydrogen peroksida dan hidroksil ………….. 17 7. Halliwell-Asada pathway (Siklus Askobat-glutathione) 18 8. Struktur klorofil A dan klorofil B ……….. 19 9. Struktur fotosistem II pada keadaan cahaya redup (atas) atau

cahaya terang (tengah) pada tanaman tingkat tinggi tipe liar dan

mutan tanpa klorofil b (bawah) …………... 19 10. Sebuah model yang diusulkan untuk siklus klorofil ……….. 23 11. Model hipotetik proses transfer T-DNA ……… 28 12. Kloning hemA ke plasmid pOK12 menghasilkan plasmid

pOK-hemA ……….……… 32

13. Konstruksi gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi

sense ………..………. 33

14. Konstruksi binary vektor yang membawa gen hemA dibawah

promoter 35S dengan orientasi sense ………... 33 15. Konstruksi gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi

antisense ………... 34 16. Konstruksi binary vektor yang membawa gen hemA dibawah

promoter 35S dengan orientasi antisense ………... 35

17. Peta plasmid pSOUP ……….. 35

18. Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditumbuhkan pada tabung

PVC (A) dan siap diinfeksi (B) ……….. 38 19. Tahapan infeksi dengan suspensi Agrobacterium (A) dan pasca

infeksi (B) ……….. 38

20. Hasil analisis restriksi plasmid rekombinan pOK12-hemA,

p35S-2hemA dan pGII0029-hemA ………. 46

21. Hasil analisis restriksi plasmid rekombinan pGII0029-hemA (A) dan pGII0029-AShemA (B) yang didigesti dengan BamHI (3 &

(14)

22. Peta plasmid rekombinan hemA dan

pGII0029-AShemA ………. 47

23. Kecambah Arabidopsis yang akan (A) dan setelah (B, C dan D) diseleksi dengan penyemprotan antibiotic kanamisin (in solium

selection) ……… 48

24. Analisis kandidat tanaman transgenik menggunakan PCR dengan

primer spesifik gen hemA dan kanamisin resisten ………. 49 25. Hasil analisis RT-PCR pada tanaman transgenik T1 ………. 50 26. Profil tanaman transgenik no 4 (tanda panah) ………... 52 27. Kondisi perakaran tanaman transgenik no 4 (A) dan 3 (B) …… 55 28. Hasil analisis PCR turunan pertama tanaman transgenik No. 4 … 57 29. Pengujian ketahanan terhadap cekaman salinitas ………. 59 30. Peta plasmid rekombinan pAS900-CAO1 yang membawa gen

CAO ………... 60

31. Urutan nukleotida gen CAO dari Arabidopsis thalianaecotype

Columbia ……… 60

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Populasi penduduk dunia telah mencapai lebih dari 6 milyar jiwa pada

tahun 2000 dan diperkirakan dapat mencapai sekitar 8.5 milyar jiwa pada tahun

2025. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia dibutuhkan peningkatan hasil

yang signifikan dari tanaman pangan utama yang dibudidayakan di negara

berkembang. Padi, sebagai contoh, diperkirakan butuh peningkatan hasil sekitar

50% pada tahun 2030 dari yang ada sekarang. Peningkatan potensi hasil akan

melibatkan peningkatan biomassa tanaman pangan itu sendiri yang berarti

peningkatan produksi asimilat yang berasal dari fotosintesis (Horton 2000).

Proses fotosintesis merupakan proses yang sangat penting dalam produksi

bahan pangan dan serat. Rata-rata hasil per luas lahan secara global dari tanaman

pangan utama seperti gandum, padi dan jagung mengalami peningkatan lebih dari

dua kali lipat dalam periode antara 1940 dan 1980 dan kecendrungan ini terus

berlanjut. Peningkatan hasil biji-bijian ini sejalan dengan periode dimana

pengertian kita tentang fotosintesis telah meningkat secara luar biasa. Kemajuan

dalam penelitian fotosintesis ini berlanjut dengan terobosan baru yang dibawa

oleh kemajuan dalam bidang biologi molekuler (Richards 2000).

Sejumlah kondisi lingkungan memperlihatkan pengaruhnya terhadap

pertumbuhan dan perkembangan serta produktivitas tanaman. Tanaman

menghadapi berbagai tekanan baik secara biotik (hama dan penyakit) dan abiotik

(salinitas, kekeringan, suhu yang ekstrem dll). Dalam sistem pertanian, tekanan

(16)

penting dalam menurunnya potensial hasil dari berbagai tanaman pertanian

(Boyer, 1982).

Asam δ-aminolevulinat (ALA) merupakan prekursor kunci dalam biosintesis porfirin seperti klorofil dan heme. Sejauh ini, ALA diketahui

mempunyai banyak kegunaan bukan saja sebagai herbisida (Rebeiz et al. 1984),

insektisida (Rebeiz et al. 1988) dan faktor pemacu pertumbuhan dengan

meningkatkan fiksasi CO2 dalam keadaan terang dan menurunkan pelepasan CO2

pada keadaan gelap (Hotta et al. 1997a, b), tetapi juga kemampuannya untuk

meningkatkan toleransi tanaman terhadap stres oleh salinitas (Watanabe et al.

2000) dan temperatur dingin (Hotta and Watanabe 1999, Wang et al. 2004).

Yoshida et al. (2004) melaporkan bahwa ALA pada konsentrasi 30-100 ppm

dapat meningkatkan pertumbuhan dan penyerapan nitrogen pada tanaman

Komatsuna yang ditanam di tanah alkalin yang apabila tidak diberi perlakuan

ALA dapat menurunkan hasil sampai 50%. ALA juga diketahui mempunyai

aktivitas hormonal seperti auksin dan sitokinin dalam induksi kalus dan

rhizogenesis serta pertunasan (Bindu and Vivekanandan 1998a).

Biosintesis ALA secara biologis dilakukan melalui dua jalur yang

berbeda: (1) melalui suksinil-CoA dan glisin (Jalur Shemin atau Jalur C-4), dan

(2) dari glutamat (Jalur C-5). Tumbuhan tingkat tinggi, briofita, sianobakter dan

sebagian eubakteria menggunakan jalur C-5 untuk biosintesis ALA yang

melibatkan tiga macam enzim yaitu Glutamil-tRNA sintase, Glutamil-tRNA

reduktase dan Glutamat semialdehida aminotransferase. Sedangkan hewan,

khamir dan sejumlah bakteri kelompok α-proteobacteria seperti Rhodobacter,

(17)

melibatkan hanya satu enzim yaitu ALA sintase (von Wettstein, Gough, and

Kannangara 1995). Introduksi gen ALA sintase dari jalur C-4 ke tanaman (C-5)

diharapkan dapat memperpendek jalur biosintesis selain efek lain yang diinginkan

seperti telah disebutkan diatas.

Dalam melakukan penelitian pada bidang biologi molekular dan rekayasa

genetika tanaman dibutuhkan suatu sistem atau tanaman model untuk mempelajari

ekspresi suatu gen dalam tanaman. Untuk keperluan ini Arabidopsis thaliana

telah menjadi tanaman model yang secara luas digunakan dalam studi biologi

tanaman (Meinke et al., 1998), termasuk didalamnya transformasi genetik. Hal

ini dikarenakan Arabidopsis thaliana mempunyai ukuran genom yang kecil (125

Mb), siklus hidup yang pendek (sekitar 6 minggu sejak dikecambahkan) dan

menghasilkan biji yang relatif banyak dari satu siklus Satu hal penting adalah

telah berhasil diselesaikannya sekuen total genom tanaman ini pada tahun 2000

dan pengembangan metode transformasi yang efisien sehingga memungkinkan

studi ekspresi gen secara lebih lengkap (TAIR, 2003).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ekspresi gen penyandi asam δ -aminolevulinat sintase (hemA) pada Arabidopsis thaliana.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan performa pertumbuhan

tanaman melalui peningkatan laju fotosintesis, ketahanan cekaman salinitas dan

ketahanan tanaman terhadap naungan. Informasi yang diperoleh dari penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biosintesis asam δ-aminolevulinat

Cincin porfirin merupakan komponen dari berbagai molekul biologis

penting termasuk diantaranya haemoglobin, sitokrom, vitamin B12 dan klorofil.

Prekursor kunci dari cincin porfirin ini adalah asam δ-aminolevulinat (ALA). Biosintesis ALA dapat dilakukan melalui dua jalur: (1) dari suksinil-CoA dan

glisin (Shemin pathway, C-4 pathway), dan (2) dari glutamat (C-5 pathway)

seperti yang tersaji dalam Gambar 1.

Gambar 1. Biosintesis asam δ-aminolevulinat (ALA) dan senyawa tetrapirol (Sasaki et al. 2002).

Pada jalur Shemin, suksinil-CoA disediakan melalui siklus TCA.

Suksinil-CoA dan glisin dikondensasi dengan bantuan enzim ALA sintase

(19)

dalam kelompok α-proteobacteria seperti Rhodobacter, Rhodospirillum dan Rhizobium. Di sejumlah bakteri, suksinil-CoA disintesis dari propionil-CoA

melalui jalur biosintesis metilmalonil-CoA (Sasaki et al. 1990). ALAS merupakan

enzim pembatas kunci untuk biosintesis senyawa tetrapirol, dan sintesis enzim ini

sendiri diatur secara ketat (Sasikala and Ramana 1995) melalui pengaturan secara

umpan balik pada gen penyandi HemA atau HemT (Neidle and Kaplan 1993).

Jalur biosintesis C-5 merupakan karakteristik dari tumbuhan tingkat tinggi,

Briofita, Sianobakteri dan sejumlah Eubakteria. Jalur biosintesis ini melibatkan

tiga buah enzim yaitu Glutamat-tRNA sintase, Glutamil-tRNA reduktase (gtr

A/hemA), dan Glutamat 1-semialdehida aminotransferase (hemL). Pada tumbuhan

tingkat tinggi, gen penyandi tRNAGlu terdapat di DNA kloroplas, sedangkan

ketiga macam enzim yang terlibat dalam biosintensis ALA disandikan oleh DNA

inti dan diimpor ke dalam stroma kloroplas setelah disintesis oleh ribosom

sitoplasma. Pada fitoflagelata Euglena gracilis ditemukan adanya dua jalur

biosintesis (C-4 dan C-5) yang dioperasikan di dalam organel yang berbeda. Jalur

C-5 beroperasi di kloroplas dan secara eksklusif bertanggung-jawab untuk sintesis

klorofil, sementara di mitokondria, ALA sintase bertanggung-jawab untuk sintesis

heme a dari sitokrom c oksidase (Weinstein and Beale 1983).

Aplikasi ALA untuk pertanian

Aplikasi praktis ALA sebagai bioherbisida pertama kali di demonstrasikan

oleh Rebeiz et al. (1984). Hasil yang dicapai sangatlah berarti karena ALA dapat

bekerja secara selektif, tidak berbahaya dan merupakan bahan yang dapat

diuraikan secara biologis. Mekanisme ALA sebagai “photodynamic herbicide

(20)

perlakuan dengan ALA dengan jumlah tinggi akan mengakumulasi secara

berlebihan molekul protoporfirin IX (PPIX) pada tahap biosintesis klorofilnya.

Ketika tanaman terkena cahaya, PPIX yang berlebih akan menghasilkan radikal

bebas (O2-), yang akan mengoksidasi asam lemak tak jenuh pada membran sel dan

pada akhirnya merusak tanaman. Oleh karena itu ALA dapat digunakan sebagai

bahan pengganti yang aman untuk herbisida yang sangat toksik seperti Paraquat.

Mekanisme yang sama juga ditunjukkan oleh ALA jika digunakan sebagai

bioinsektisida untuk membasmi Trichopusia ni (Rebeiz et al. 1988).

Namun dilain pihak, telah banyak penelitian yang melaporkan efek yang

menguntungkan terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman jika ALA

diaplikasikan dalam jumlah rendah (30-100 ppm), seperti meningkatkan berat

kering tanaman, peningkatan aktivitas fotosintesis dan efek penghambatan atas

respirasi serta mempunyai aktivitas hormonal dalam induksi kallus dan

mikropropagasi (Tanaka et al. 1992; Yoshida et al. 1996a; 1996b; Bindu and

Vivekanandan 1998a; 1998b; Yoshida et al. 2004). Watanabe et al. (2000)

menemukan bahwa aplikasi ALA pada konsentrasi rendah (100 ppm)

meningkatkan toleransi terhadap salinitas pada tanaman kapas muda. Hal yang

sama juga ditemukan pada tanaman bayam yang diberi perlakuan 0.6 dan 1.8 mM

ALA pada media yang mengandung 50 dan 100 mM NaCl, ternyata bukan saja

dapat tumbuh dengan baik, yang berarti tanaman menjadi toleran terhadap NaCl,

tetapi juga menyebabkan meningkatnya laju fotosintesis (Nishihara et al. 2003).

Pada barley, pemberian ALA 30-100 ppm dapat menyebabkan peningkatan hasil

sampai 40% yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah biji yang dihasilkan

(21)

gandum dan padi. Tanaman kacang merah yang diberi perlakuan ALA pada fase

awal seperti fase daun primer atau daun pertama, meningkat hasilnya sampai

20-30%, sedangkan perlakuan pada fase pembungaan menurunkan hasil sekitar 10%.

Dalam hal ini hasil yang dicapai sangat tergantung pada fase pertumbuhan mana

tanaman diberi perlakuan dengan ALA. Pada tanaman bawang dan kentang

pemberian ALA pada fase pembentukan umbi dapat meningkatkan jumlah

maupun berat umbi yang terbentuk. Wang et al. (2004) melaporkan bahwa jika

kecambah melon (Cucumis melo L. Ximiya No. 1) yang ditumbuhkan dengan

intensitas penyinaran 150 µmol m-2 s-1 dan diberi aplikasi larutan ALA dapat

meningkatkan secara signifikan laju fotosintesis netto (Pn), jumlah CO2 yang

difiksasi per jumlah foton (AQY), Efisiensi karboksilasi (CE) dan konduktansi

stomata (Gs). Setelah pemberian dengan 10 ml larutan ALA (10 mg l-1 atau

100 mg l-1) per wadah yang diisi dengan 250 g pasir bersih selama 3 hari, Pn

daun sekitar 40-200% lebih tinggi dibandingkan kontrol, dan AQY, CE and Gs

meningkat secara berturut-turut sekitar 21-271%, 55-210% dan 60-335%. Lebih

lanjut, perlakuan ALA meningkatkan kandungan klorofil daun dan tingkat gula

terlarut demikian juga dengan laju respirasi dalam keadaan gelap, tetapi

menurunkan laju respirasi dalam keadaan terang. Dilain pihak, Setelah kecambah

melon yang ditumbuhkan di dalam ruang pertumbuhan diberi perlakuan

pendinginan pada suhu 8°C selama 4 jam dan dikembalikan lagi ke suhu 25-30°C

selama 2 dan 20 jam, Pn tanaman yang diberi air (kontrol) hanya sekitar 12-18%

dan 37-47%, dibandingkan dengan Pn awal sebelum diberi perlakuan

pendinginan. Jika kecambah dengan diberi perlakuan sama tetapi diberi ALA

(22)

dengan kontrol sebelum pemberian cekaman dingin. Jika lama pendinginan

menjadi 6 jam, tanaman yang diberi perlakuan ALA hanya memperlihatkan

sedikit gejala nekrosis pada daun sedangkan semua tanaman yang hanya diberi air

akan mati, hal ini menyimpulkan bahwa ALA meningkatkan torelansi tanaman

terhadap stres dingin dibawah kondisi cahaya rendah.

Ketahanan terhadap salinitas

Tanaman membutuhkan mineral nutrien esensial untuk tumbuh dan

berkembang. Namun demikian, kelebihan garam-garam mineral yang terlarut di

tanah dapat berbahaya bagi kebanyakan tanaman. Cekaman salinitas merupakan

salah satu faktor lingkungan penting yang membatasi pertumbuhan dan

produktivitas tanaman pertanian di seluruh dunia. Di perkirakan bahwa masalah

salinitas mempengaruhi setidaknya 20% lahan yang dapat ditanami di seluruh

dunia dan lebih dari 40% lahan beririgasi dengan berbagai tingkat kerusakan

(Rhoades and Loveday 1990). Pada kasus yang ekstrem, produktivitas lahan

pertanian tidak dapat lagi menunjang kelangsungan produksi pertanian dan harus

ditinggalkan. Di daerah pantai invasi air laut secara periodik langsung

menambahkan garam ke tanah. Tanah di daerah semi-arid atau arid, khususnya

dengan sistem drainase yang jelek, akumulasi garam sebagai akibat evaporasi air

irigasi, meninggalkan deposit garam garam terlarut.

Berdasarkan kemampuannya untuk tumbuh di tempat berkadar garam

tinggi, secara tradisional tanaman dikelompokkan atas glikofita dan halofita

(Flowers et al. 1977). Halofita toleran terhadap konsentrasi NaCl yang tinggi;

beberapa dapat bertahan pada kadar garam dua kali konsentrasi garam pada air

(23)

masuk ke dalam kelompok glikofita dan tidak dapat mentolerir salinitas yang

tinggi. Untuk glikofita, salinitas menyebabkan cekaman ionik, osmotik dan

cekaman lanjutan seperti penghambatan pengambilan ion dan cekaman radikal

oksida (Zhu 2001a). Toksisitas oleh natrium merupakan cekaman ionik utama

yang berhubungan dengan salinitas tinggi. Sebagai tambahan, sejumlah tanaman

juga sensitif terhadap klorida, anion utama yang ditemukan pada tanah salin.

Pada tanah salin tertentu, toksisitas ion diperparah oleh pH alkalin. Potensial

osmotik yang rendah dari larutan salin menghambat pengambilan air dan

menyebabkan kekeringan fisiologis. Untuk tanaman halofita yang toleran

terhadap toksisitas natrium, cekaman osmotik merupakan penyebab utama

terhambatnya pertumbuhan. Pemahaman atas mekanisme toleransi tanaman

terhadap salinitas akan membantu secara efektif proses pemuliaan atau rekayasa

genetika tanaman yang tahan terhadap salinitas. Beberapa aspek dalam respon

tanaman terhadap cekaman salinitas berhubungan sangat erat dengan respon

terhadap cekaman kekeringan dan dingin (Zhu 2001b). Studi tentang toleransi

tanaman terhadap salinitas akan memberikan pemahaman tentang mekanisme

toleransi silang pada cekaman abiotik.

Arabidopsis thaliana merupakan tanaman glikofita yang sensitif terhadap

cekaman salinitas dimana dapat terjadi penghambatan pertumbuhan dan

kerusakan jaringan yang menuju kematian. Seperti kebanyakan glikofita,

sensitivitas Arabidopsis thaliana terhadap cekaman salinitas diperlihatkan pada

semua fase perkembangannya. Sebagai contoh, perlakuan selama 8 jam dengan

150 mM NaCl pada fase pembentukan biji menyebabkan terjadinya deposisi

(24)

mengindikasikan kematian sel (Sun and Hauser 2001). Sensitivitas Arabidopsis

thaliana terhadap cekaman salinitas sangat terlihat pada fase perkecambahan biji

dan kecambahnya. Perkecambahan biji Arabidopsis thaliana sangat terganggu

pada konsentrasi 75 mM NaCl atau lebih (Gambar 2). Pertumbuhan kecambah

juga sangat sensitif terhadap NaCl. Bahkan pada konsentrasi NaCl yang lebih

rendah (< 50 mM NaCl) dapat secara nyata mempengaruhi berat basah sedangkan

pada konsentrasi yang lebih dari 50 mM NaCl akan menghambat pertumbuhan

(Gambar 3) dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Gambar 2. Sensitivitas perkecambahan biji Arabidopsis terhadap NaCl. Biji ecotype C24 (Salah satu ecotype yang sensitif NaCl) ditumbuhkan pada kertas filter yang telah dibasahi dengan larutan NaCl dan diinkubasi pada suhu 4°C selama 2 hari sebelum dipindahkan ke suhu ruang (23°C) dibawah penyinaran cahaya putih untuk perkecambahan (Xiong and Zhu 2002).

(25)

Gambar 3. Sensitivitas tanaman Arabidopsis terhadap NaCl selama fase vegetatif. Kecambah berumur dua minggu (ecotype Columbia) ditumbuhkan ditanah yang di beri larutan 0, 50, 75, dan 100 mM NaCl. Dokumentasi diambil pada minggu ke tiga (Panel atas) dan minggu ke empat (Panel bawah) setelah perlakuan (Xiong and Zhu 2002)

Tanaman yang diadaptasikan dengan konsentrasi garam rendah dapat

meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas menunjukkan bahwa

tanaman glikofita memiliki perangkat untuk membuatnya toleran terhadap

salinitas yang mungkin tidak berkerja secara efektif pada keadaan yang tidak

teradaptasi. Oleh karena itu, perbedaan toleransi terhadap salinitas antara glikofita

dan halofita lebih pada tingkat kuantitatif daripada kualitatif, dan mekanisme

dasar toleransi terhadap salinitas kemungkinan bersifat konservatif pada semua

spesies tanaman (Xiong and Zhu 2002). Sebagai contoh, gen vakuolar Na+/H+

antiporter AtNHX1 tidak indusibel dibandingkan dengan gen yang homolog pada

halofita, dan tingkat ekspresi yang tinggi gen AtNHX1 menggunakan promoter

Minggu ke-3

(26)

kuat 35S CaMV dapat secara nyata meningkatkan toleransi Arabidopsis terhadap

salinitas (Apse et al.1999; Hamada et al. 2001).

Ion natrium sebenarnya tidak dibutuhkan dalam pertumbuhan oleh

sebagian besar tumbuhan. Bahkan tumbuhan sepertinya tidak memiliki sistem

transpor khusus untuk pengambilan Na+. Namun demikian, Na+ masih dapat

memasuki sel tanaman melalui beberapa jalur. Karena konsentrasi Na+ di tanah

biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di sitosol sel akar,

pergerakan Na+ kedalam sel akar dapat terjadi secara pasif. Bukti yang didapat

baru-baru ini menunjukkan bahwa sebagian besar Na+ memasuki sel akar melalui

saluran kation tidak tergantung voltase (VIC) atau yang dikenal dengan nama lain

saluran kation tidak selektif (NSCC) (Amtmann and Sanders 1999; Demidchik

and Tester 2002).

Selain itu, disebabkan oleh kemiripan antara ion Na+ and K+, transporter

K+ HKT1 kemungkinan merupakan pintu masuknya ion Na+ ke dalam sel akar

karena transporter ini mempunyai afinitas terhadap Na+ pada saat konsentrasi Na+

diluar sel tinggi (Rubio et al. 1995). Gen yang homolog pada Arabidopsis,

AtHKT1, memperantarai pengambilan Na+ ketika diekspresikan di

Saccharomyces cerevisiae atau oosit Xenopus (Uozumi et al. 2000). Mutan

supresor hkt1 mempunyai kandungan Na+yang lebih rendah, menunjukkan bahwa

AtHKT1 memerantarai pengambilan Na+ kedalam tanaman. Studi ini juga

menunjukkan bahwa SOS3 pada tipe liar, bekerja bersama-sama dengan SOS2,

mungkin menekan aktivitas AtHKT1 dalam memungkinkan Na+masuk kedalam

(27)

Tanaman mempunyai sejumlah cara untuk mengatasi cekaman ionik yang

diakibatkan oleh salinitas yang tinggi termasuk diantaranya membatasi

pengambilan, meningkatkan pengeluaran dan lokalisasi Na+ dalam vakuola dan

mengontrol transport jarak jauh ke daerah daun. Kelebihan Na+ pada permukaan

akar akan menganggu proses pengambilan K+ yang sangat penting dalam menjaga

turgor sel, potensial membran dan aktivitas sejumlah enzim (Lazof and Bernstein

1999). Karena kemiripan sifat fisiko-kimia Na+ dan K+, Na+ pada konsentrasi

tinggi mempunyai efek inhibisi yang kuat pada proses pengambilan ion kalium

oleh akar. Sebagai contoh, pengambilan K+melalui KUP1 Arabidopsis dihambat

oleh konsentrasi 5 mM NaCl atau lebih tinggi (Kim et al. 1998; Fu and Luan

1998). Tanaman mengunakan sistem pengambilan K+ baik yang berafinitas tinggi

maupun rendah. Ion natrium mempunyai efek yang lebih merusak pada sistem

yang berafinitas rendah yang memiliki selektivitas K+/N+ yang rendah. Pada

keadaan cekaman salinitas, merupakan hal yang penting bagi tanaman untuk

mengoperasikan sistem pengambilan K+ yang berafinitas tinggi dalam rangka

menjaga ketersediaan K+ yang dibutuhkannya. Sudah merupakan fenomena yang

umum bahwa perlakuan NaCl pada tanaman menyebabkan menurunnya

kandungan K+ (Gambar 5), yang secara parsial bertanggung jawab terhadap

(28)

Gambar 4. SOS pathway berperanan dalam homeostasis ion pada saat stres oleh salinitas. Konsentrasi NaCl ekstraselular yang tinggi akan memicu meningkatnya konsentrasi Ca2+ di sitosol. Sensor Ca2+ SOS3 yang menanggapi signal Ca2+ ini akan berinteraksi dan mengaktifkan protein kinase SOS2. SOS2 yang teraktivasi kemudian akan mengatur aktivitas transporter ion atau aktivator transkripsional untuk menjaga kesetimbangan ion atau ekspresi gen. Target protein SOS2 termasuk Na+/H+ antiporter (SOS1), penukar Na+/H+ vakuola ( NHX), dan Na+ transporter (HKT1). Target potensial lainnya termasuk ATPase tonoplas dan pirofosfatase, saluran air, dan kalium transporter (Zhu 2003).

.Pengeluaran Na+ dari sel merupakan cara cepat untuk menghindari

akumulasi ion natrium di dalam sitosol. Di perkirakan bahwa pengeluaran ion

natrium mungkin lebih penting pada sel tertentu, misalnya sel epidermal akar. Hal

ini disebabkan karena sebagian besar sel lain di tanaman dikelilingi sel

tetangganya dan pengeluaran Na+ akan menimbulkan masalah bagi sel

tetangganya. Pada analisis ekspresi promoter SOS1-GUS menunjukkan bahwa

gen Na+/ H+ antiporter terekspresi dengan baik hanya pada sel epidermal yang

mengelilingi ujung akar dan di sel parenkima yang menyelubungi xylem diseluruh

tanaman (Shi et al. 2002a). Pada Arabidopsis thaliana, ekstrusi Na+ terjadi

[Na+] Tinggi

(29)

melalui Na+/ H+ antiporter SOS1 yang terlokalisasi di membran plasma (Shi et

al. 2000a; Shi et al. 2002b). Mutasi pada SOS1 menyebabkan tanaman mutan

menjadi sangat sensitif terhadap ion natrium(Wu et al. 1996).

Gambar 5. Stres oleh salinitas menghambat pengambilan ion K pada Arabidopsis. Dengan meningkatnya NaCl di dalam medium kultur, kandungan Na+ di dalam tanaman meningkat sedangkan kandungan K+ menurun. Kecambah Arabidopsis

(ecotype Columbia) ditumbuhkan di larutan ½MS (pH 5.3) selama 2 minggu yang diberi perlakuan NaCl. Kecambah ditumbuhkan selama 3 hari sebelum dipanen dan dianalisa kandungan ionnya (berdasarkan berat kering) (Xiong and Zhu 2002)

Toleransi terhadap cekaman salinitas merupakan suatu karakter yang

komplek melibatkan berbagai respon selular terhadap cekaman osmotik dan ionik,

demikian juga efek cekaman sekunder. Banyak penelitian yang mempelajari

berbagai efek cekaman salinitas dan melindungi tanaman dari reactive oxygen

species (ROS) sepertinya merupakan salah satu komponen penting dari karakter

tanaman yang toleran. Konsentrasi NaCl yang tinggi biasanya akan mengganggu

transpor elektron selular pada berbagai organel subselular dan menyebabkan

terbentuknya ROS seperti singlet oxygen, superoksida, hidrogen peroksida dan

[Ion]

(%)

(30)

radikal hidroksil (Noctor and Foyer 1998). Kelebihan ROS memicu reaksi

fitotoksik seperti peroksidasi lipid, degradasi protein dan mutasi DNA. Sumber

utama ROS adalah radikal superoksida, yang dibentuk diberbagai organel

subselular seperti mitokondria, kloroplas dan sitoplasma melalui sejumlah jalur

metabolik selama kondisi cekaman oksidatif (Noctor and Foyer 1998). Tingkat

kerusakan sel akibat proses peroksidasi ditentukan oleh potensi sistem enzim

antioksidatif (Gambar 6).

Untuk mengontrol jumlah ROS dan melindungi sel dibawah kondisi

cekaman, sel tanaman mempunyai sejumlah enzim untuk mendetoksikasi ROS

(superoksida dismutase, catalase, peroksidase dan glutathion peroksidase),

detoksikasi produk peroksidasi lipid (glutathion S-transferase,

phospholipid-hidroperoksida glutathion peroksidase dan askorbat peroksidase) dan antioksidan

berberat molekul rendah (antosianin, α-tokoferol, askorbat, glutathion dan senyawa polifenol) serta seluruh enzim yang dibutuhkan untuk meregenerasi

bentuk aktif dari antioksidan (monodehidroaskorbat reduktase, dehidroaskorbat

reduktase dan glutathion reduktase, Gambar 7 (May et al. 1998; Blokhina et al.

2003)). Di dalam sel, superoksida dismutase (SOD) merupakan pertahanan

pertama terhadap ROS yang mengkatalisis dismutasi anion superoksida menjadi

oksigen dan hidrogen peroksida (H2O2). O2- dihasilkan disetiap tempat dimana

terdapat rantai transfer elektron dan oleh karena itu aktivasi O2 dapat terjadi di

organel yang berbeda (Elstner 1991), termasuk mitokondria, kloroplas, mikrosom,

glikosisom, peroksisom, apoplas dan sitosol. Oleh karena itu SOD dapat

ditemukan di semua lokasi subselular. Kloroplas, mitokondria dan peroksisom

(31)

SOD APX GPX

Berdasarkan penggunaan kofaktor logam oleh enzim, SOD dapat

dikelompokkan menjadi tiga: Fe-SOD, Mn-SOD dan Cu-Zn SOD dan ketiga

SOD ini terletak di kompartemen sel yang berbeda. Fe-SOD terdapat di

kloroplas, Mn-SOD di mitokondria dan peroxisome, dan Cu-Zn SOD terdapat di

kloropls, sitosol dan kemungkinan di ruang ekstraselular (Alscher et al. 2002).

Untuk mendetoksikasi H2O2 yang terbentuk, tanaman mengembangkan enzim

antioksidatif seperti peroksidase dan katalase. Peroksidase tanaman menggunakan

substrat yang berbeda seperti guaikol, askorbat dan glutathion untuk

mendetoksikasi H2O2 intraselular. Berdasarkan spesifisitas substrat peroksidase

dikelompokkan menjadi guaikol peroksidase, askorbat peroksidase and glutathion

peroksidase. H2O2 yang dihasilkan di glyoxysom dan peroxisom dalam proses β

-oksidasi didetoksikasi menjadi H2O oleh enzim katalase, sedangkan di organel

subselular lain H2O2 dikonversi menjadi H2O oleh enzim askorbat peroksidase

dan glutathion peroksidase (Halliwell and Gutteridge 1989; Sen-Gupta et al.

1993). .

Gambar 6. Model bagi induksi reactive oxygen species (radikal superoksida, hydrogen peroksida dan hidroksil) yang terjadi pada saat perlakuan dengan NaCl dan peranan enzim antioksidatif superoksida dismutase (SOD), askorbat peroksidase (APX) dan glutathion peroksidase (GPX) dalam mendetoksikasi radikal bebas superoksida, hidrogen peroksida dan hidrosil (Xiong and Zhu 2002).

Radikal Superoksida

NaCl Hidrogen

(32)

Gambar 7. Halliwell-Asada pathway (Siklus Askorbat-glutathione). APX, ascorbat-peroksidase; MDHAR, monodehidroaskorbat reduktase; DHAR, dehidroaskorbat reduktase; GR, glutathion reduktase (May et al 1998)

Chlorophyll A Oxygenase(CAO)

Klorofil merupakan inti dari proses fotosintesis dalam pemanenan energi

cahaya dan pengkonversiannya menjadi energi kimia. Tumbuhan darat, algae

hijau dan proklorofita menghasilkan klorofil a dan klorofil b (Gambar 8). Klorofil

a sendiri terdapat di pusat reaksi dari komplek fotosistem yang memiliki

komposisi dan organisasi yang sangat konservatif. Di lain pihak, klorofil a dan

klorofil b merupakan komponen antena penangkap cahaya periferal. Komplek

antena penangkap cahaya memperlihatkan perubahan yang terkontrol dalam

beradaptasi terhadap berbagai kondisi pertumbuhan, yang memungkinkan

penggunaan yang optimal dari cahaya yang tersedia. Diketahui bahwa rasio

klorofil a dan b tinggi pada kondisi pertumbuhan dengan cahaya terang

dibandingkan pada kondisi pertumbuhan cahaya redup, dimana terjadi

pembesaran ukuran komplek antena penangkap cahaya pada kondisi cahaya redup

(Gambar 9) (Tanaka and Tanaka 2005). Oleh karena itu regulasi biosintesis

klorofil b menjadi sangat penting dalam memahami mekanisme adaptasi tanaman

(33)

Gambar 8. Struktur klorofil A dan klorofil B. Perbedaan terletak pada gugus dalam kotak merah. Pada klorofil a berupa gugus metil sedangkan klorofil b aldehida

Gambar 9. Struktur fotosistem II pada keadaan cahaya redup (atas) atau cahaya terang (tengah) pada tanaman tingkat tinggi tipe liar dan mutan tanpa klorofil b (bawah).

A. Protein-protein pusat reaksi (Chl a)

B. Protein-protein antena utama (Chl a)

C. Protein-protein antena periferal minor (Chl a, Chl b)

D. Protein-protein antena periferal mayor (Chl a, Chl b)

Kondisi intensitas cahaya rendah Kondisi intensitas cahaya tinggi

Mutan minus Chl b

(34)

Terdapat dua hipotesis mengenai regulasi ukuran antena penangkap

cahaya: regulasi oleh ekspresi gen-gen Lhc dan regulasi oleh biosintesis klorofil

b. Hipotesis pertama berdasarkan penemuan bahwa pola ekspresi gen-gen

tersebut berhubungan erat dengan ukuran antena (Maxwell et al. 1995; Escoubas

et al. 1995). Namun demikian, terdapat sejumlah bukti yang berlawanan dengan

hipotesis pertama dan cenderung mendukung hipotesis kedua. Pertama, pada

sejumlah mutan chl b-less, lebih banyak protein LHC yang hilang ketika jumlah

klorofil b menurun. Pada Arabidopsis thaliana mutan yang tidak bisa sama sekali

membentuk klorofil b, tidak ada protein LHC yang terbentuk (Espineda 1999),

sementara itu di barley mutan yang masih mengandung sejumlah kecil klorofil b,

satu atau lebih protein masih dapat ditemui (Bossmann et al 1997). Proses

transkripsi, translasi dan transpor protein LHC berjalan normal, menunjukkan

bahwa stabilitas protein LHC yang mengalami gangguan (Bellemare, 1982).

Kedua, prekursor protein LHC membutuhkan klorofil b untuk kestabilan

insersi ke dalam membran (Kuttkat et al. 1997). Ketiga, telah dibuktikan bahwa

mRNA Lhc dengan jumlah kurang dari 5% dari keadaan normalnya sudah cukup

untuk menghasilkan ukuran antena yang terbesar sekalipun. Flachman and

Kühlbrandt (1997) dan Flachman (1995) melakukan transformasi tanaman

tembakau dengan antisense gen Lhc. Di tanaman ini ekspresi gen Lhc mengalami

tekanan oleh ekspresi antisensenya. Uniknya, tingkat protein LHC tidak

mengalami perubahan bahkan pada tanaman transgenik yang hanya

mengekspresikan 5% mRNA dengan orientasi sense. Hasil ini menunjukkan

(35)

dalam membran dan transkripsi gen-gen Lhc bukanlah faktor utama yang

mengatur ukuran antena penangkap cahaya.

Transformasi Arabidopsis dengan gen CAO dibawah kontrol promotor

35S CaMV menunjukkan bahwa ukuran antena pada fotosistem II meningkat

antara 10-20% jika dibandingkan dengan tanaman tipe liarnya, hal ini

memperlihatkan bahwa biosintesis klorofil b dapat mengatur ukuran antena

penangkap cahaya pada tanaman (Tanaka et al. 2001).

Sebelum gen yang bertanggung-jawab dalam biosintesis klorofil b

ditemukan, sangat sedikit yang diketahui tentang jalur biosintesis klorofil ini.

Identifikasi gen untuk biosintesis klorofil b dilakukan dengan mutagenesis insersi

pada Chlamydomonas reinhardtii yang menghasilkan sejumlah chl b-less mutan.

Hasil analisis genom yang termutasi berhasil mengidentifikasi sebuah gen yang

diperkirakan suatu monooxygenase yang memiliki [2Fe-2S] Rieske center motif

dan mononuclear iron-binding motif (Tanaka et al. 1998). Kloning gen homolog

yang dilakukan menggunakan PCR dan pencarian dari database pada alga laut

prokariotik, Prochlorothrix dan Prochlorococcus, dan tanaman tingkat tinggi,

Arabidopsis thaliana menunjukkan bahwa gen ini konservatif dari prokariot

sampai tanaman tingkat tinggi (Tomitani et al. 1999).

Protein dari gen yang diklon dari Arabidopsis thaliana dan diproduksi di

Escherichia coli mengkatalisis dua tahapan reaksi dari chlorophyllide (Chlide) a

menjadi Chlide b (Chlorophyllide merupakan prekursor tidak teresterifikasi dari

klorofil). Berdasarkan aktivitas ini, enzim ini dinamakan CAO (Chlorophyllide a

monooxygenase) (Tanaka and Tanaka 2005). Hal yang menarik adalah bahwa

(36)

pertama-tama harus di de-esterifikasi kembali menjadi clorophyllide a dan kemudian

dikonversi menjadi clorophyllide b dan kemudian diesterifikasi kembali menjadi

klorofil b(Oster et al. 2000).

Penemuan yang tidak terduga lainnya adalah bahwa CAO mengkatalisis

dua tahapan reaksi. Tahapan pertama adalah oksigenasi gugus metil menjadi

gugus hidroksil menghasilkan 7-hydroxymethyl-chlorophyll. Pada tahap kedua

gugus hidroksil dioksigenasi lagi menjadi gugus formil menghasilkan klorofil b.

Kedua tahapan ini membutuhkan NADPH dan ferredoxin sebagai tenaga

pereduksi (Tanaka and Tanaka 2005).

Walaupun sudah secara jelas dibuktikan dari eksperimen menggunakan

tanaman yang mengekspresikan secara berlebihan gen CAO bahwa biosintesis

klorofil b memegang peranan penting dalam mengatur ukuran antena, namun jalur

degradatif klorofil b tetap merupakan hal yang menarik untuk diketahui. Selama

ini jalur degradatif klorofil hanya diketahui untuk klorofil a saja, karena produk

degradatif klorofil a dapat teramati. Alasan mengapa tidak terdapat produk

degradatif klorofil b baru dapat diketahui setelah ditemukannya jalur konversi

klorofil b menjadi klorofil a (Ito et al. 1993). Sekarang telah diketahui bahwa

klorofil b pertama-tama dikonversi menjadi 7-hydroxymethyl-chl dan kemudian

direduksi menjadi klorofil a(Ito et al. 1994; Ito et al. 1996; Ito and Tanaka 1996;

Scheumann et al. 1996a; 1996b; Scheumann et al, 1998). Tahap pertama dan

kedua membutuhkan NADPH dan ferredoxin sebagai tenaga pereduksi

(Scheumann et al. 1998). Aktivitas dari tahap pertama meningkat selama proses

senescen pada daun (Scheumann et al. 1999). Penelitian yang dilakukan

(37)

kembali ke dalam protein pengikat klorofil, yang berarti bahwa jalur ini juga

berfungsi untuk menggunakan kembali klorofil b (Ohtsuka 1997). Mungkin saja

konversi klorofil b menjadi klorofil a dan aktivitas CAO dikoordinasi untuk

mengatur kesetimbangan antara klorofil a dan klorofil b. Oleh karena itu

interkonversi klorofil a dan klorofil b disebut "chlorophyll cycle" dan diperkirakan

siklus ini memainkan peranan penting dalam mengatur ukuran antena (Gambar

10) (Tanaka et al. 1998; Oster et al. 2000).

(38)

Salah satu tantangan kedepan dalam penelitian tentang klorofil b adalah

identifikasi protein atau gen yang terlibat dalam konversi klorofil b menjadi

klorofil a. Dengan selesainya sekuensing genom Arabidopsis thaliana

memungkinkan hal ini dapat dilakukan lebih mudah (The Arabidopsis Genome

Initiative 2000). Dengan mengklon gen yang terlibat dalam konversi klorofil b

menjadi klorofil a, memungkinkan dilakukannya pengujian hipotesis bahwa

degradasi klorofil memicu terjadinya proses senescen (Vincentini et al. 1995;

Matile et al. 1996). Jika hipotesis ini benar, memungkinkan ditundanya proses

senescen tanaman melalui supresi aktivitas konversi klorofil b menjadi klorofil a

dengan ekspresi berlebih antisense gen yang mengkode enzim pereduksi klorofil

b.

Transformasi yang diperantarai Agrobacterium:

Agrobacterium tumefaciens mempunyai peranan penting dalam

perkembangan rekayasa genetika tanaman dan penelitian dasar dalam biologi

molekular. Hampir 80% tanaman transgenik dihasilkan melalui cara ini. Pada

awalnya, orang percaya bahwa hanya tanaman dikotil, gymnosperma dan

beberapa spesies monokotil saja yang dapat ditransformasi menggunakan bakteri

ini; namun hasil yang dicapai baru-baru ini merubah secara total pandangan ini

yang diperlihatkan oleh beberapa spesies “rekalsitran” yang tidak termasuk inang

alami seperti monokotil dan fungi ternyata dapat ditransformasi (Chan et al.

1993;Bundock et al. 1995). Sebagai tambahan, sel yang tertransformasi biasanya

membawa jumlah kopi T-DNA terintregrasi dalam jumlah rendah didalam

genomnya dengan sedikit atau tanpa penantaan kembali, dan DNA berukuran

(39)

Dasar molekular transformasi genetik sel tanaman oleh Agrobacterium

tumefaciens adalah transfer dari bakteri dan integrasi ke dalam genom tanaman

suatu bagian dari plasmid Ti (tumor-inducing) atau Ri (rhizogenic-inducing)

(Gambar 11). Transfer T-DNA diperantarai oleh produk yang disandikan oleh

suatu daerah vir yang berukuran 30-40 kb pada plasmid Ti. Daerah ini terdiri

sedikitnya 6 operon esensial (vir A, vir B, vir C, vir D, vir E, vir G) dan dua non

esensial (vir F, vir H). Operon yang konstitutif hanya operon vir A dan vir G,

yang menyandikan sistem dua komponen (VirA-VirG) yang akan mengaktifkan

transkripsi gen-gen vir lainnya. Vir A merupakan suatu protein sensor dimer

transmembran yang dapat menditeksi molekul signal, terutama senyawa fenolik

kecil yang dilepaskan oleh tanaman yang terluka (Pan et al. 1993). Signal lain

bagi aktivasi Vir A diantaranya pH asam, senyawa fenolik seperti acetosyringon

(Winans et al. 1992) dan monosakarida jenis tertentu yang bekerja secara sinergis

dengan senyawa fenolik (Ankenbauer et al. 1990; Cangelosi et al. 1990; Shimoda

et al. 1990a; Doty et al. 1996).

Protein VirA secara struktural dapat dibagi menjadi tiga domain: domain

periplasma (input) dan dua domain transmembran (TM1 dan TM2). Domain TM1

dan TM2 bertindak sebagai suatu transmiter (signaling) dan penerima (sensor)

(Parkinson 1993). Domain periplasma sangat penting untuk deteksi monosakarida

(Chang and Winans 1992). TM2 merupakan suatu domain kinase dan mempunyai

peranan yang penting dalam aktivasi VirA yaitu memfosforilasi dirinya sendiri

pada residu His-474 (Huang et al. 1990; Jin et al. 1990a; 1990b) sebagai respon

atas molekul signal dari tanaman yang terluka. Deteksi monosakarida oleh VirA

(40)

fenolik yang rendah. Induksi sistem ini hanya mungkin melalui protein pengikat

gula (glukosa/galaktosa) periplasma ChvE (Ankenbauer and Nester 1990;

Cangelosi et al. 1990), yang berinteraksi dengan VirA (Shimoda et al. 1990b;

Chang and Winans 1992; Turk et al. 1993). VirA yang teraktivasi mempunyai

kemampuan untuk mentransfer gugus fosfatnya ke residu aspartat dari suatu

protein pengikat DNA sitoplasma VirG (Jin et al. 1990a; 1990b; Pan et al., 1993).

VirG berfungsi sebagai faktor transkripsional yang mengatur ekspresi gen-gen vir

lainnya ketika terfosforilasi oleh VirA (Jin et al. 1990a; 1990b). Daerah

C-terminal bertanggung-jawab untuk aktivitas pengikatan DNA sedangkan daerah

N-terminal adalah domain fosforilasi dan mempunyai kemiripan dengan domain

penerima signal VirA (sensor). Aktivasi sistem vir juga tergantung pada faktor

luar seperti suhu dan pH. Pada suhu yang melebihi 32°C, gen-gen vir tidak akan

terekspresi karena perubahan konformasi dalam proses pelipatan protein VirA

yang menyebabkan protein ini tidak aktif (Jin et al. 1993).

VirD1 dan VirD2 bertanggung-jawab untuk pembentukan T-strand,

T-DNA utas tunggal, dengan mengenali dan memotong secara spesifik utas bagian

bawah T-DNA pada kedua pembatas, yang mana batas kanan merupakan titik

awal dan sangat penting dalam proses ini. Setelah pemotongan, VirD2 tetap

terikat secara kovalen pada ujung 5’ utas T, membentuk suatu komplek dengan

karakter polar dimana ujung 5’ akan bertindak sebagai bagian kepala dalam

proses transfer. Komplek VirD2/utas T dan protein pengikat DNA utas tunggal

lain yang disebut VirE2 dipercaya ditransferkan secara terpisah ke dalam sel

tanaman melalui suatu struktur yang mirip pilus yang terdiri atas suatu komplek

(41)

menempel ke utas T karena adanya protein chaperonin yang disebut VirE1 (Deng

et al. 1999; Sundberg and Ream 1999). Sekali memasuki sel tanaman, molekul

VirE2 akan bersama-sama menempel ke utas T, membentuk komplek T

(Sundberg et al. 1996), yang kemudian ditargetkan ke dalam nukleus oleh

nuclear target signals (NLS) yang terdapat pada VirD2 dan VirE2, dimana

T-DNA diintegrasikan secara acak ke dalam genom tanaman dengan kopi tunggal

atau ganda. Mekanisme yang terlibat dalam integrasi T-DNA belum

terkarakterisasi, namun diperkirakan melibatkan proses rekombinasi yang tidak

(42)

BAHAN DAN METODE

Galur-galur bakteri dan plasmid

Bakteri dan plasmid yang digunakan pada penelitian ini tercantum pada Tabel1.

Tabel 1. Galur-galur Bakteri dan Plasmid yang Digunakan

Galur dan Plasmid Karakteristik Referensi

Galur E. coli DH5α

SupE44 ∆lacU169 (Ǿ80 lacZ∆M15) hsdR17 recA1 endA1 gyrA96 thi-1 relA1

Sambrook et al. (1989)

pOK-hemA pOK12 yang disisipi fragmen pada situs HindIII dan EcoRI hemA yang diklon Penelitian ini

pBBR1MCS2-AShemA Fragmen situs EcoRV dan hemA dari pOK-hemA disubklon pada EcoRI Penelitian ini

p35S-hemA Plasmid p35S-2 yang disisipi fragmen pada situs HindIII dan EcoRI hemA Penelitian ini

p35S-AshemA Fragmen yang diangkat dengan hemA dari pBBR1MCS2-AshemA EcoRV dan SpeI disubklon ke p35S-2 pada situs XbaI dan SmaI

Penelitian ini

pGII0029-hemA pGII0029 yang disisipi 35 dari p35S-hemA pada situs EcoRV hemA dibawah promotor Penelitian ini

pGII0029-AshemA

pAS900-CAO1

pGII0029 yang disisipi hemA pada posisi antisense dibawah promotor 35S dari p35S-AshemA pada situs EcoRV

pAS900 yang disisipi CAO pada situ SpeI dan

SacI

Penelitian ini

(43)

Pembuatan E. coli kompeten

E. coli strain DH5α ditumbuhkan dalam botol kultur berisi 25 ml medium LB selama 16 jam dengan pengocokan 150 rpm pada suhu 37°C. Keesokkan

harinya sebanyak 250 µl inokulum diinokulasikan ke dalam 25 ml medium LB

segar dan diinkubasi pada suhu 37°C dengan pengocokan 150 rpm selama 3 jam

atau sampai mencapai OD600 nm = 0.4. Kultur selanjutnya diinkubasikan diatas

es selama 30 menit dan sebanyak 3 ml dipanen dalam tabung eppendorf dengan

sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 2 menit. Sel kemudian dicuci

dengan 1 ml larutan NaCl (0.1M NaCl, 5 mM Tris-Cl, 5 mM MgCl2, pH 7). Sel

yang telah dicuci ini kemudian diresuspensi dalam 1 ml larutan CaCl2 (0.1M

CaCl2, 5 mM Tris-Cl, 5 mM MgCl2, pH 7) selanjutnya diinkubasi selama 20

menit diatas es. Selasai inkubasi, sel diendapkan dengan sentrifugasi pada

kecepatan 5000 rpm 2 menit dan diresuspensikan kembali dalam 200 µl larutan

CaCl2 dan diinkubasi kembali selama 1 jam.

Transformasi E. coli

Sel kompeten yang telah dibuat dengan cara di atas kemudian

ditambahkan dengan 10µl hasil ligasi dan diinkubasi selama 45 menit diatas es.

Selanjutnya dilakukan kejutan pada suhu 42ºC selama 1 menit dan diinkubasikan

kembali diatas es selama 2 menit. Untuk recovery ditambahkan sebanyak 250 µl

LB dan diinkubasi selama 1 jam dengan digoyang pada kecepatan 170 rpm.

Setelah itu sel hasil transformasi disebar di atas media dengan antibiotik yang

sesuai dan diinkubasi selama semalam. Keesokan harinya transforman yang

(44)

Purifikasi DNA dari gel agarose

Fragmen DNA yang didapat dari hasil digesti dipisahkan dengan

elektroforesis gel agarose dan fragmen yang diinginkan dipotong keluar dari gel

menggunakan pisau scalpel bersih. DNA kemudian dipurifikasi menggunakan

QiaQuick spin columns (Qiagen, Studio City, CA) mengikuti protocol yang

disarankan oleh pembuatnya. Volume bufer elusi yang digunakan adalah 30µl

dan sebanyak 1 µl hasil elusi diukur konsentrasinya dengan spektrofotometer.

Isolasi DNA plasmid

Koloni bakteri yang didapat dari hasil transformasi ditumbuhkan di

medium LB dengan antibiotik yang sesuai selama semalam pada suhu 37°C.

Sebanyak 3 ml kultur dipelet dalam tabung eppendorf dengan sentrifugasi pada

kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit. Supernatan kemudian dibuang dan

diresuspensikan dalam 200 µl bufer P1 (50 mM Tris-Cl pH 8, 10 mM EDTA pH

8, 10 mg/ml RNAse). Selanjutnya ditambahkan 200µl bufer P2 (0.2 N NaOH, 1%

SDS) dan dibolak-balik beberapa kali sampai lisis sempurna. Kemudian

ditambahkan 200 µl bufer P3 (3 M Kalium asetat bufer pH 5) dan divortex selama

10 detik. Selanjutnya sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.

Supernatan kemudian pindahkan pada tabung baru dan diekstrak dengan 350µl

fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1) dan divortex selama 20 detik dan

disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Fase air yang

terbentuk dipindahkan ke tabung baru dan dipresipitasi dengan 0.7 volume

isopropanol dingin dan diinkubasi di -20°C selama 10 menit. Setelah itu

disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Pelet yang terbentuk

(45)

kemudian dilarutkan dengan 50 µl dH2O. Sebanyak 5µl DNA digunakan untuk

analisis restriksi.

Konstruksi vektor ekspresi ALAS

Gen hemA diamplifikasi dari plasmid pUI1014 (Neidle and Kaplan 1993)

menggunakan primer IrawanHF (5’-CCCAAGCTTATGGACTACAATCTG-3’)

IrawanER (5’-ACCGGAATTCTCAGGCAACGACCTC) yang telah diberi

tambahan situs restriksi HindIII dan EcoRI menggunakan enzim DyNAzymeTM

EXT DNA Polymerase (FinnZymes, Singapore), kemudian diklon ke dalam

plasmid pOK12 (Vieira and Messing 1991) untuk menghasilkan plasmid

rekombinan pOK-hemA (Gambar 12). Fragmen hemA ini lalu disisipkan

dibawah promoter 35S pada plasmid p35S-2 (Hellens et al. 2000) yang telah

didigesti dengan enzim HindIII dan EcoRI (Gambar 13). Gen hemA yang telah

diletakkan dibawah promoter 35S dengan orientasi sense ini kemudian diklon ke

dalam plasmid pGII0029 (Hellens et al. 2000) pada situs EcoRV menghasilkan

plasmid rekombinan pGII0029-hemA (Gambar 14). Untuk mengkonstruksi gen

hemA dengan orientasi antisense, gen hemA yang telah diklon ke plasmid pOK12

(Vieira and Messing 1991) diangkat lagi menggunakan enzim EcoRI dan EcoRV

untuk disubklon ke plasmid pBBR1MCS2 (Kovach et al 1994) menghasilkan

plasmid rekombinan pBBR1MCS2-AShemA (Gambar 15). Kemudian fragmen

hemA diangkat kembali dengan enzim EcoRV dan SpeI untuk selanjutnya

disubklon ke plasmid p35S-2 yang telah didigesti dengan enzim XbaI dan SmaI

menghasilkan plasmid rekombinan p35S-AShemA (Gambar 16). Selanjutnya

diklon ke plasmid pGII0029 (Hellens et al. 2000) yang telah didigesti dengan

(46)
(47)

Gambar 13. Konstruksi gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi sense

(48)
(49)

Gambar 16. Konstruksi binary vektor yang membawa gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi antisense

Gambar 17. Peta plasmid pSOUP

(50)

Transformasi plasmid rekombinan ke Agrobacterium tumefaciens EHA 105

Transformasi plasmid dilakukan menggunakan metode freeze-thaw (An et

al. 1988) ke dalam Agrobacterium tumefaciens EHA 105 (Hood et al. 1993).

Plasmid rekombinan ditransformasi secara bersamaan dengan plasmid pSOUP

(Gambar 17) (Hellens et al. 2000). Agrobacterium thumefaciens EHA105

(pGII0029-hemA/AShemA) ditumbuhkan selama semalam pada suhu 28°C dalam

25 ml medium TYNG (10g/l Tripton, 5g/l ekstrak khamir, 5g/l NaCl, 1g/l

glukosa, 0.2 g/l MgSO4, pH 7.5). Keesokkan harinya dilakukan subkultur

sebanyak 1% ke medium yang baru dan diinkubasikan pada kondisi yang sama

selama semalam. Selanjutnya kultur didiamkan diatas es selama 10 menit

kemudian di panen dengan disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm 4°C selama

10 menit. Setelah supernatant dibuang, sel dicuci dengan 1 ml 20mM CaCl

dingin dan disentrifugasi kembali dengan kondisi yang sama. Sel kembali

diresuspensi dalam 1 ml 20 mM CaCl2 dingin. Kedalam 150 µl sel

Agrobacterium ditambahkan sebanyak 1µg plasmid dan dicampur rata kemudian

dibekukan dengan nitrogen cair selama 5 menit. Setelah itu dicairkan kembali

dengan meletakkannya diatas meja pada suhu ruang dan ditambahkan 1 ml LB

(10g/l Tripton, 5g/l ekstrak khamir, 5g/l NaCl) untuk kemudian diinkubasi selama

semalam pada suhu 28°C dengan kecepatan 200 rpm. Setelah kurang lebih 16

jam, kultur kemudian disebar diatas medium TYNG yang diberi antibiotic

kanamisin 50µg/ml dan tetrasiklin 2µg/ml diinkubasikan kembali sampai ada

(51)

Transformasi rekombinan binary vector ke Arabidopsis thaliana

Transformasi dilakukan dengan mencelupkan bunga tanaman Arabidopsis

thaliana ecotype Columbia ke dalam suspensi Agrobacterium tumefaciens

EHA105 (pGII0029-hemA) (Floral dip transformation)(Clough and Bent 1998)

sedangkan seleksi transforman dilakukan secara in solium (Xiang et al. 1999).

Arabidopsis thaliana ditumbuhkan sampai fase pembungaan di dalam

walk-in incubator dengan suhu 22°C dan penyinaran ~ 80 µE.m-2.s-1 selama 24

jam. Tanaman ditanam pada tabung PVC yang berdiameter 4.5 cm dengan tanah

(Trubus) yang dipasteurisasi. Untuk mencegah terjatuhnya tanah pada saat infeksi

bakteri, tabung ditutupi dengan kain kassa yang diikat dengan karet gelang

(Gambar 18a).

Tanaman ditumbuhkan selama 32-34 hari atau sampai tangkai bunga

mencapai panjang 2-9 cm dengan beberapa bunga yang telah mekar (Gambar

18b). Agrobacterium tumefaciens strain EHA105 (pGII029hemA) ditumbuhkan

selama semalam (~ 18 jam) pada medium cair YEP (10 g/l yeast extract, 10 g/l

peptone, 5 g/l NaCl) yang diberi antibiotik kanamisin (50 mg/l) dan diinkubasi

pada suhu 28°C dengan kecepatan 180 rpm. Sel bakteri kemudian dipanen

dengan sentrifugasi pada kecepatan 6000 g pada suhu 4°C selama 10 menit dan

diresuspensikan pada medium infeksi (5% sukrosa + 0.05% Agristick® (Bayer

CropScience, Jakarta) sehingga mencapai OD600 sekitar 0.80 (Clough and Bent

(52)

A B

Gambar 18. Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditumbuhkan pada tabung PVC (A) dan siap diinfeksi (B)

Tanaman dicelupkan kedalam suspensi bakteri selama 3-5 detik dengandigoyang

secara perlahan (Gambar 19a) dan selanjutnya diberi selubung dengan ujung yang

ditutup untuk menjaga kelembaban dan mencegah perkawinan silang (Gambar

19b). Tanaman yang telah diinfeksi diinkubasi di ruang gelap selama semalam

sebelum dikembalikan ke kondisi lingkungan yang telah disiapkan. Plastik

penutup pada ujung selubung dibuka setelah 24 jam pasca infeksi. Tanaman

ditumbuhkan sampai menghasilkan biji untuk selanjutnya dilakukan seleksi untuk

mendapatkan kandidat tanaman yang tertransformasi.

A B

(53)

Seleksi kandidat tanaman transgenik dilakukan secara In-solium mengikuti

metode yang dikembangkan oleh Xiang et al. (1999). Biji yang telah dikeringkan

dikecambahkan secara langsung ditanah (1,000-3,000 biji pada wadah plastik

berdiameter 18). Setelah melewati tahap stratifikasi selama 3 hari pada suhu 4°C,

wadah dipindahkan ke walk-in incubator dengan penyinaran ~ 80 µE.m-2.s-1

selama 24 jam dan suhu 22°C. Setelah kecambah tumbuh dan dua daun

pertamanya telah muncul, dilakukan penyemprotan dengan kanamisin yang telah

dicampur dengan 0.1% Agristick® (Bayer CropScience, Jakarta).

Penyemprotan kanamisin dilakukan setiap hari dengan jumlah yang cukup

untuk membasahi seluruh permukaan daun. Tanaman disemprot dengan 100 mg/l

kanamisin selama 2 hari, dilanjutkan dengan 200 mg/l kanamisin selama 2 hari,

dan akhirnya dengan 500 mg/l kanamisin (Xiang et al. 1999). Selama tahap

seleksi kecambah ditutupi dengan plastic untuk mencegah efek terbakarnya daun

dan dehidrasi yang berlebihan akibat kombinasi perlakuan dengan antibiotik dan

surfaktan.

Analisis kandidat tanaman transgenik dengan PCR

Kandidat tanaman transgenik diisolasi total DNA genomnya menggunakan

metode dari Lassner et al. (1989): Sebanyak 0.2 g bahan tanaman segar digerus

dengan menggunakan nitrogen cair dan dimasukkan ke tabung 1.5 ml. Sebanyak

0.5 ml bufer isolasi (2% (w/v) CTAB, 1.4 M NaCl, 20 mM EDTA, 100 mM

Tris-HCl, pH 8.0, 0.2% ß-merkaptoetanol) ditambahkan kedalam tabung dan dicampur

dengan cara dibolak-balik sampai homogen. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada

suhu 65˚C selama satu jam dengan setiap 10 menit dibolak-balik agar homogen.

Gambar

Gambar 1. Biosintesis asam δ(Sasaki -aminolevulinat (ALA) dan senyawa tetrapirol et al
Gambar 2.  Sensitivitas perkecambahan biji Arabidopsis terhadap NaCl. Biji ecotype C24 (Salah satu ecotype yang sensitif NaCl) ditumbuhkan pada kertas filter yang telah dibasahi dengan larutan NaCl dan diinkubasi pada suhu 4°C selama 2 hari sebelum dipinda
Gambar 3. Kecambah berumur dua minggu (ecotype Columbia) ditumbuhkan ditanah yang di beri larutan 0, 50, 75, dan 100 mM NaCl
Gambar 4SOS pathway berperanan dalam homeostasis ion pada saat stres oleh untuk menjaga kesetimbangan ion atau ekspresi gen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya yang telah diberikan, serta kepada semua pihak yang telah

Dalam waktu yang sama Mamalik al-Bahriyah menggan- tungkan harapan kepada Syajar al Durr pada masa peralihan karena Mamalik tidak mungkin mengambil alih langsung

Yang dimaksud dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas

Pola Resistensi Primer pada Penderita TB Paru Kategori I di RSUPH Adam Malik Medan [tesis] Medan: departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran

Penegasan tersebut menunjukkan bahwa identitas mengenai ke-Dayak-an adalah konstruksi orang luar terhadap suku asli yang terdapat di pedalaman Kalimantan karena

Generator adalah suatu alat/ system yang dapat mengubah tenaga mekanis menjadi tenaga listrik dan menghasilkan tenaga listrik bolak-balik atau tenaga listrik searah tergantung

Hasil penelitian pada pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa.. Rasa

kumpulan praktik sumberdaya manusia tersebut berjalan dengan baik akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Model-model inilah yang sering dikelompokkan dalam